• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh tingkat keparahan sepsis bakterialis terhadap nilai low density lipoprotein (LDL)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh tingkat keparahan sepsis bakterialis terhadap nilai low density lipoprotein (LDL)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SEPSIS

2.1.1 Definisi

Definisi Sepsis pertama sekali diperkenalkan oleh American college OfChest

Physicians (ACCP) dan The Society Of Critical Care Medicine (SCCM) Consensus

Conference pada tahun 1991, dimana sepsis diartikan sebagai suatu respons inflamasi sisemik

(systemic inflammatory response) terhadap infeksi (Dellinger et al.,2013). Meskipun SIRS, sepsis dan syok septik biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, namun tidak harus

terdapat bakterimia. Hal ini terjadi karena di dalam darah kemungkinan terdapat endo

maupun eksotoksemia sedangkan bakterinya berada dalam jaringan. Bakterimia adalah

keberadaan bakteri hidup dalam komponen cairan tubuh, biasanya dijumpai setelah jejas pada

permukaan mukosa, primer (jika fokus infeksi tidak teridentifikasi) ataupun sekunder

terhadap fokus infeksi intravaskuler atau ekstravaskuler, sehingga biakan darah tidak harus

positif. (Cohen, 2002;Nasronudin,2007;Guntur,2014).

Sepsis berat adalah sepsis yang berhubungan dengan adanya disfungsiorgan (satu atau

lebih) hipoperfusi jaringan atau hipotensi. Hipoperfusi termasuk asidosis laktat, oligouria dan

perubahan status (Nasronudin,2007;Guntur,2014;Dellinger et al.,2013;Morrell et al.,2009;O’Brien dan Ali,2009). Sedangkan syok sepsis adalah sepsis yang disertai hipotensi (TDS< 90mmHg atau penurunan ≥ 40 mmHg dari tekanan darah sebelumnya) tanpa ada

penyebab hipotensi lainnya, yang menetap walaupun telah dilakukan resusitasi cairan yang

adekuat. (Cohen,2002)

2.1.2 Epidemiologi

Sepsis dalam 20 tahun terakhir meningkat di Amerika Serikat,diperkirakan jumlah

kasus sepsis 400.000–500.000 setiap tahunnya. Data di Amerika Serikat menunjukkan pada

tahun 1979 tercatat 164.000 kasus sepsis (87,2/100.000 populasi), sedangkan pada tahun

2000 tercatat 600.000 kasus (240,4/100.000 populasi) sehingga terjadi peningkatan insiden

pertahun 8,7%.Sepsis merupakan penyebab terbanyak kematian di ruang rawat intensif pada

seluruh dunia dengan angka mortalitas 28.6% untuk sepsis, 32.2% sepsis berat dan 54%%

syok sepsis. Di Amerika Serikat, sepsis merupakan penyebab kematian utama pada pasien

jantung yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) (Artetoet al.,2012;Kausset al.,2010;Pittet

(2)

Suatu analisa retrospektif dari database internasional melaporkan bahwa secara global

insidensi sepsis yaitu 437 per 100.000 orang per tahun antara tahun 1995-2015,walaupun data

ini tidak merefleksikan kontribusi dari negara yang berpendapatan rendah dan

menegah.Insidensi sepsis bervariasi diantara ras dan etnik,namun tampaknya lebih tinggi

pada lelaki keturunan aftika-amerika.Insidensi juga paling tinggi selama musim dingin

mungkin berhubungan dengan meningkatnya prevalensi infeksi pernafasan. Pasien yang lebih

tua >65 tahun sebagai mayoritas penderita sepsis (60-85%) (Arteroet al.,2012)

Di RSUP Persahabatan tahun 2001 sepsis merupakan penyebab kematian , 48 %

diantaranya penderita rawat inap adalah kasus infeksi berat dan 14,6 % diantaranya kasus non

tuberkulosis.Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya di peroleh data sekitar 180 pneumonia

komuniti dengan angka kematian berkisar antara 20% - 35 %. (Wahyudi,2006)

Data Pengendalian Pencegahan Infeksi RSUP H. Adam Malik Medan bahwasanya

periode Januari-Juni tahun 2013 di RSUP H. Adam Malik Medan, angka kejadian infeksi

yang ditemukan sebesar 13,41% dari beberapa etiologi terhadap kasus infeksi, dimana infeksi

pada daerah operasi mendapat peringkat tertinggi, diikuti oleh infeksi saluran kemih, infeksi

dari entilator aquired pneumoniae,phlebitis, dan dekubitus.(Gambar.1) (Josia,2013).

Gambar 2.1. Angka Kejadian Infeksi Rumah Sakit di RSUP H Adam Malik,

(3)

2.1.3 Etiologi

Infeksi pada sepsis dapat disebabkan oleh bakteri Gram-negatif atau Gram-positif,

namun penyebab sepsis terbesar adalah bakteri gram negatif dengan persentase 60-70% yang

menghasilkan berbagai produk yang menstimulasi sistem imun. Produk yang berperan

penting terhadap sepsis adalah lipopolosakarida (LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein

kompleks merupakan komponen utama terluar dari bakteri gram negatif. Selama periode

1979–2000 di Amerika Serikat angka sepsis terus meningkat sampai 13,7% per tahun. Dari

hasil biakan kuman yang tumbuh, 52,1% diantaranya adalah gram positif, 37,5% gram

negatif, 4,7% polimikrobial, 4,6% jamur, dan 1% bakteri anaerob. Infeksi bakteri gram positif

terus meningkat disebabkan oleh peningkatan infeksi nosokomial dari berbagai sumber

seperti kateterisasi atau terapi imunosupresif. Hal ini ditunjukkan dari meningkatnya kasus

MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus) dari 29% menjadi 45%. Infeksi

terutama terjadi pada saluran nafas (40-44%), diikuti oleh infeksi saluran genitourinarius

(9-18%) dan infeksi intra abdominal (9-14%) (Guntur ,2014; Arteroet al.,2012).

2.1.4 Patogenesis Dan Patofisiologi

Sepsis merupakan puncak dari interaksi yang kompleks antara organisme penyebab

infeksi dan host imun. Kedua hal yakni respon host dan karakteristik dari organisme

penyebab infeksi mempengaruhi outcome sepsis. Pada sepsis diawali dengan aktifasi sistem

imun bawaan, sebagai respons terhadap infeksi, melalui pengenalan terhadap benda asing

yakni lipopolisakarida bakteri (endotoksin atau LPS). Mekanisme ini antara lain pelepasan

sitokin, aktifasi neutrofil, monosit, makrofag dan sel endotel serta aktifasi komplemen,

koagulasi, fibrinolitik, dan sistem kontak(Nevire,2009;O’Reilly,1999;Balk,2000).

Toll-like receptors (TLR) mengatur mekanisme pertahanan tubuh dan berperan penting dalam aktifasi imun bawaan. TLR adalah reseptor pada permukaan sel yang

mengenali komponen molekuler dari mikroorganisme. Pada fase awal dari infeksi, TLR

mengaktifasi sistem imun bawaan dan menghancurkan patogen dari makrofag, natural killer cellsdan sistem komplemen. Pada fase kedua, TLR mengaktifasi sistem imun didapat dengan mengaktifasi limfosit T dan B. Disini produksi sitokin berperan penting, makrofag dan

monosit yang teraktifasi adalah sel yang utama yang menghasilkan sitokin, tapi fibroblast,

neutrofil dan sel endotel juga dapat menghasilkan sitokin. (O’Brien dan Ali,2007;

Nevire,2009; Balk,2000).

TLR-4 mengenali LPS bakteri gram negatif, TLR-2 mengenali peptidoglikan bakteri

(4)

intracellular signal transduction pathway yang mengaktifkan cytosolic nuclear factor kB (NF-kB). NF-kB meningkatkan transkripsi sitokin. Sitokin akan mengaktifkan sel endotel

dengan meningkatkan ekspresi molekul permukaan dan memperkuat adhesi neutrofil dan

endotel di tempat infeksi. Sitokin juga menyebabkan injuri sel endotel melalui induksi

neutrofil, monosit, makrofag dan trombosit yang melekat pada sel endotel.

(Nevire,2009;O’Reillyet al.,1999;Balk,2000;Ertelet al.,1995;Hotchkiss dan Karl,2003).

Gambar 2.2 Respon Imun terhadap Infeksi Organisme

(5)

Sitokin melepaskan mediator seperti protease, oksidan, prostaglandin, dan leukotrine.

Protease, oksidan, prostaglandin, dan leukotrien, akan merusak sel endotel, menimbulkan

peningkatan pemeabilitas, vasodilatasi dan perubahan keseimbangan prokoagulan dan

koagulan. Sitokin juga mengaktifasi kaskade koagulasi. Selain itu endotel yang teraktifasi

akan melepaskan nitric oxide (NO), suatu bahan vasodilator poten yang berperan pada syok

sepsis. Sitokin dibedakan menjadi proinflamsi dan anti inflamasi, tergantung fungsinya.

TNF-α, IL-1ß, IL-6, Il-8, Il-12 adalah sitokin proinflamasi utama yang berperan dalam aktifasi

awal dari respons inflamasi sistemik pada sepsis. TNF-α terutama diproduksi oleh monosit

dan makrofag, dan bekerja merangsang produksi molekul adhesi pada sel endotel serta sistem

koagulasi dan komplemen. IL-1 terutama dihasilkan oleh monosit dan makrofag. IL-1ß dan

TNF-α mempunyai efek sinergik. IL-1ß merangsang produksi IL-6, IL-8 dan TNF-α dan

dapat menyebabkan perubahan hemodinamik sama seperti shock sepsis. Pada banyak

penelitian didapat bahwa kadar IL-1ß tidak berhubungan dengan beratnya penyakit,

sedangkan TNF-α berhubungan dengan beratnya penyakit pada beberapa studi

(Nasronudin,2007;Guntur,2014;Nevire,2009;O’Reillyet al.,1999;Balk,2000).

Sepsis juga mengaktifkan produksi dan pelepasan sitokin anti inflamasi. IL-1 receptor

antagonist (IL-1ra) menghambat IL-1, yang berikatan secara kompetitif dengan reseptor IL-1

dan menghambat kerja IL-1. IL-1ra dihasilkan terutama oleh makrofag, beberapa studi gagal

membuktikan bahwa pemberian IL-1ra pada sepsis dapat memperbaiki mortalitas pada

sepsis.24,25IL-10 adalah sitokin anti inflamasi utama. Sitokin ini menghambat produksi

TNF-α, IL-1ß, IL-6, IL-8. Sitokin ini juga menekan pelepasan radikal bebas dan aktifitas NO serta

produksi prostaglandin. Beberapa sel yang dapat memproduksi IL-10 adalah CD-4, CD-8,

makrofag, monosit, limfosit B, sel dendrite dan sel epitel. Pada syok sepsis, monosit

merupakan sumber utama dari sitokin ini. IL-10 tidak hanya membatasi beratnya respons

imflamasi, tapi juga mengatur proliferasi sel T, sel B, natural killer cells, antigen precenting

cells, cel mast dan granulosit. Sitokin ini berperan dalam imun supresi, sebagai stimulator

imunitas bawaan dan imunitas TH-2. Beberapa studi mendapatkan bahwa pada keadaan

sepsis kadar sitokin IL-10 meningkat dan lebih meningkat lagi pada syok sepsis. (Ertel et al.,1995;Hotchkiss dan Karl, 2003;Sharma dan Kumar, 2003;Jilmaet al.,1999).

IL-6 merupakan sitokin yang paling banyak diteliti pada sepsis dan paling sering

ditemukan meningkat. Kadarnya meningkat lebih lama dibandingkan TNF-α dan iIL-1ß.

Sitokin ini terutama diproduksi oleh monosit dan makrofag dan sel indotel dan berhubungan

dengan derajat beratnya sepsis sehingga peningkatan yang persisten berhubungan dengan

(6)

diferensiasi dari sel limfosit B dan T. Sitokin ini adalah pirogen endogen dan demam pada

pasien sepsis disebabkan oleh sitokin ini. Sitokin ini juga bersifat anti inflamasi yang

menghambat produksi sitokin pro-inflamasi lainnya dan respons yang adekuat dapat

mengaktivasi HPA pada penyakit kritis. (Cohen,2002;Nasronudin,2007;Guntur,2014).

IL-8 berfungsi mengaktifasi dan sebagai kemotaksis netrofil ke tempat inflamasi.

Konsentrasi tinggi dari sitokin ini dapat merangsang infiltrasi netrofil, merusak endotel,

kebocoran plasma dan injuri jaringan lokal. Sebaliknya sitokin ini juga menghambat migrasi

netrofil apabila berada dalam sirkulasi, sehingga sitokin ini bersifat pro dan anti inflamasi.

(Nasronudin, 2007)

Gambar 2.3. Patogenesis Terjadinya Multiple Organ Failure dan Syok pada Sepsis

(7)

2.1.5 Diagnosis

Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik seperti demam, menggigil dan gejala

konstitusional seperti lelah, malaise, gelisah, kebingungan sampai penurunan kesadaran.

Manifestasi klinis sepsis akan lebih berat bila terjadi pada penderita usia lanjut, diabetes

mellitus, keganasan, HIV atau komorbid dengan penyakit immunokompromise lainnya.

Manifestasi SIRS dapat berupa dua atau lebih dari gejala berikut: 1) Suhu > 38 C atau

<36 C; 2) Takikardia (HR > 90 kali/menit; 3) Takipneu (RR > 20 kali/menit) atau PaCO2 <

32 mmHg; 4) Lekosit darah > 12.000/µL, <4.000/µL atau neutrofil batang > 10%

(Nasronudin,2007;Guntur,2014).

Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Sepsis

Dikutip dari: Dellinger PR,Crit Care Med. (2013); 41:580–63

.

Infection.documented or suspected, and some of the following:

General Variable

- Fever (>38,3oC)

- Hypothermia (core temperature <36oC)

- Heart rate >90/min or more than two sd above than normal value for age

- Tachypnea

- Altered mental status

- Significant edema or positive fluid chalange (>20ml/kg over 24 hr)

- Hyperglicemia (plasma glucose >140mg/dl or 7,7 mmol/L) in the absence of

diabetes

Inflamatory variables

- Leukocytosis (WBC count >12.000µL)

- Leukopenia (WBC count <4.000µL)

- Normal WBC count with greater than 10% immature forms

- Plasma C-reactive protein more than two sd above the normal value

(8)

Hemodynamic variables

- Arterial hypotension (SBP <90mmHg,MAP<70mmHg or an SBP decrease

>40mmHg in adults or less than two sd below the normal for age)

Organ dysfunction variables

- Arterial hypoxemia (PaO2/FiO2 <300)

- Acute oliguria (urine output <0,5ml/kg/hr for at least 2 hrs despite adequate fluid

resucitation)

- Creatinine increase >0,5mg/dl or 44,2µmol/L

- Coagulation abnormalities (INR>1,5 or aPTT >60s)

- Ileus (absent bowel sound)

- Thrombocytopenia (platelet count <100.000µL)

- Hyperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4mg/dl or 70 µmol/L)

Tissue perfusion variables

- Hyperlactatnemia (>1 mmol/L)

(9)

Tabel 2.2. Kriteria sepsis berat

Dikutip dari: Dellinger PR,Crit Care Med. (2013)

Severe sepsis definition = sepsis-induced tissue hypoperfusion or organ

dysfunction (any of the following thought to be due to the infection

Sepsis-induced hypotension

Lactate above upper limits laboratory normal

Urine output <0,5ml/kg/hr for more than 2 hrs despite adequate fluid resucitation

Acute lung injury with PaO2/FiO2 <250 in the absence of pneumonia in infection

source

Acute lung injury with PaO2/FiO2 <200 in the presence of pneumonia in infection

source

Low-density lipoprotein berasal dari VLDL dan IDL didalam plasma dan

mengandung sejumlah besar kolesterol dan kolesteryl ester. Hampir dua pertiga kolesterol

dan esternya yang ditemukan dalam plasma dikaitkan dengan LDL. Mekanisme pengolahan

dan pengangkutan kolesterol di dalam sel adalah rumit. Terdapat beberapa bentuk lipoprotein

pembawa kolesterol termasuk low density lipoprotein (LDL) dan high density lipoprotein

(HDL). LDL adalah pembawa plasma utama kolesterol, LDL diperlukan untuk mengangkut

kolesterol dari hati (melalui sintesis hepatik dari VLDL) ke jaringan perifer, terutama adrenal,

gonad, dan jaringan adiposa, dan HDL terlibat dalam transportasi terbalik kolesterol dari

jaringan kembali ke hati. Kedua proses ini bekerja sama untuk mengatur kadar kolesterol dan

(10)

Ada tiga jalur utama yang saling berhubungan utama yang terlibat dalam metabolisme

lipoprotein : (1) pengangkutan makanan atau lemak eksogen; (2) pengangkutan hati atau

endogen lemak; dan (3) transportasi kolesterol terbalik (reverse kolesterol transport). Jalur ini

saling tergantung dan gangguan dalam salah satu jalur mempengaruhi fungsi yang lain.

Sebagai contoh, mutasi seperti satu di protein ABC1 bisa mengganggu transportasi normal

dan pengolahan kolesterol. High-density lipoprotein kolesterol (HDL-C) memiliki sifat

kardioprotektif karena keterlibatannya dalam proses tertentu sepert revers transportasi

kolesterol dan penghambatan low-density lipoprotein kolesterol (LDL-C) oksidasi. agen

tertentu, seperti niacin, meningkatkan HDL-C, menurunkan lipoprotein (a), dan target enzim

atau reseptor tertentu, mungkin sangat bermanfaat bagi pasien dengan resiko penyakit

kardiovaskular (Peter Oet al, 2000)

Pengambilan kolesterol dari IDLs ( Intermediate Density Lipoprotein) dan LDL terjadi

menyusul interaksi partikel lipoprotein dengan reseptor LDL (juga disebut reseptor apoB-100

/ apoE). IDLs dimiliki kedua apoB-100 dan apoE, di mana kehadiran apoE meningkatkan

pengikatan IDLs ke reseptor LDL. Di sisi lain, satu-satunya apoprotein yg dijumpai dalam

LDL adalah apoB-100, yang diperlukan untuk interaksi dengan reseptor LDL, tetapi

kurangnya apoE mengurangi afinitas keseluruhan LDL untuk reseptor LDL (Neda Asem et al, 2009;Henk Jet al, 2003)

Tingkat kolesterol intraseluler diatur melalui penekanan kolesterol yang disebabkan

sintesis reseptor LDL dan penghambatan kolesterol oleh sintesis kolesterol. Peningkatan level

kolesterol intraseluler yang dihasilkan dari penyerapan LDL memiliki efek tambahan

mengaktifkan SOAT2, sehingga memungkinkan penyimpanan kelebihan kolesterol dalam

sel. Namun, efek penekanan kolesterol oleh sintesis reseptor LDL adalah penurunan tingkat

di mana LDL dan IDLs dikeluarkan dari serum. Hal ini dapat menyebabkan tingkat sirkulasi

kelebihan kolesterol dan kolesterol ester ketika asupan makanan lemak dan kolesterol

melebihi kebutuhan tubuh. Kelebihan kolesterol cenderung disimpan di kulit, tendon, dan

dalam arteri, yang menyebabkan aterosklerosis (Neda Asem et al, 2009;Riaz A Memon, 2000).

Partikel plasma lipoprotein terdiri dari berbagai proporsi pada 4 element utama yakni :

(11)

Tabel 2.3. Karakteristik dan persentase lipoprotein berdasarkan berat partikel

Dikutip dari: (Khovidhunkit, 2004)

Sistem transportasi lipid pada plasma terbagi atas dua jalur :

1. Exogen pathway

2. Endogen pathway

2.2.1 Exogen pathway

Diawali penyerapan trigliserida dan kolesterol di intestinal. Trigliserida masuk ke

jaringan adipose dan jaringan otot. Kolesterol masuk ke dalam hati. Setelah terjadi

penyerapan , trigliserida dan kolesterol dire esterifikasi di intestinal dan akan terikat dalam

berbagai apoprotein, fosfolipid dan chylomicron. Chylomicron akan disekresi ke kelenjar

lymph intestinal masuk ke aliran darah melalui duktus thoracicus dan kapiler- kapiler

dijaringan adipose serta jaringan otot skelet.Chylomicron berinteraksi dengan enzim

lipoprotein lipase yang menyebabkan hidrolisis trigliserida dan pembebasan asam lemak

bebas . Asam lemak bebas akan dideposit atau dioksidasi pada jaringan adipose ataupun disel

otot skelet . Pada kondisi fisiologis , Chylomicron dijumpai pada plasma selama 1 – 5 jam

setelah konsumsi daging dan susu. Chylomicron akan hilang disirkulasi setelah 12 jam

(12)

2.2.2 Endogen pathway

Liver membentuk trigliserda dari asam lemak bebas dan karbohidrat. Trigliserida

endogen ini akan disekresi ke sirkulasi dalam bentuk VLDL. Pembentukan dan sekresi

VLDL pada tingkat sel mirip seperti chylomicron , kecuali B apoprotein, C apoprotein dan E

apoprotein. VLDL akan berinteraksi dengan lipoprotein lipase dijaringan kapiler dan terjadi

hidrolisa trigliserida dan akan memproduksi sisa sisa VLDL yang kaya akan kolesterol

disebut Intermediate Density Lipoprotein ( IDL ) yang akan mengalami hidrolisis dan

berubah menjadi LDL dan pembebasan asam lemak bebas. Sebagian sisa sisa partikel akan

hilang disirkulasi 2 -6 jam setelah diikat disel hati (Emancipator K et al,1992;Murch O et

al,2007;Wendel Met al, 2007)

Gambar 2.4. Pathway Metabolisme Lipid

(13)

Tabel 2.4. Klasifikasi LDL, Total Kolesterol, dan HDL berdasrkan NCEP ATP III

(Dikutip dari : Scott M. Grundy et al,National Institutes of Health NIH Publication No. 01-36701;40:3)

2.2.3 LDL Receptor-Related Proteins (LRPs)

LDL Receptor-Related Proteins (LRPs) merupakan kelompok protein transmembran

struktural terkait yang terlibat dalam berbagai kegiatan biologis termasuk metabolisme lipid,

transportasi nutrisi, perlindungan terhadap aterosklerosis, serta berbagai proses

perkembangan. LDL reseptor (LDLR) merupakan pembentuk protein. LRPs termasuk LRP1,

LRP1B, LRP2 (juga disebut megalin), LRP4 (juga disebut MEGF7 untuk beberapa faktor

pertumbuhan epidermal-seperti domain protein 7), LRP5, LRP6, LRP8 (juga disebut apoE

reseptor 2), reseptor VLDL (VLDLR) , dan SORL1 (menyortir reseptor terkait protein yang

mengandung LDLR kelas A) (JHM Levels;Maja Gruber,2009)

Proprotein konvertase Subtilisin / Kexin Jenis-9 (PCSK9) merupakan kandidat yg

menarik untuk pengobatan karena sasaran strategi anti-PCSK9 adalah organisme , bukan

respon inang. Manfaat mengenai pendekatan ini muncul dari pemahaman tentang jalur

pembersihan normal sepsis-inisiasi molekul patogen. Sistem kekebalan tubuh bawaan

memberikan respon awal ketika terinfeksi kuman patogen ketika pathogen associated

mollecular patterns (PAMPs) mengikat dan mengaktifkan reseptor imun bawaan, seperti

Toll-Like reseptor. Kunci PAMPs dari bakteri adalah molekul lipid yang berasal dari dinding

sel bakteri, seperti lipopolisakarida (LPS) bakteri Gram-negatif, atau asam lipotechoic dari

bakteri Gram-positif. Untuk membersihkan patogen lipid ini dari sirkulasi darah pasien

(14)

(LBP) dan bakterisidal/ permeability-inducing protein (BPI). Transfer Protein ini sangat

homolog terhadap lipid lainnya dalam membawa protein, seperti phospolipid transfer protein

(PLTP) dan cholesterol ester transfer protein (CETP), molekul yang

lebih familiar dengan kardiologis. Seperti PLTP dan CETP, transfer lipid patogen yang

dilakukan dalam menyeimbangkan antara high-density lipoprotein (HDL), low-density

lipoprotein (LDL), very low density lipoprotein (VLDL). Kemudian, lipid patogen yang

dibersihkan oleh hati melalui LDL reseptor diekspresikan pada hepatosit (Joseph P

Gaut,2001;JHM Levels;Maja Gruber,2009)

LDL reseptor merupakan langkah kunci dalam clearance patogen lipid dari sirkulasi

di sepsis, sepsis berat dan shock septik. Partikel LDL berikatan dengan reseptor LDL dan,

dengan reseptor LDL, diinternalisasikan dalam hepatosit. Ketika dibersihkan dari LDL,

reseptor ini kemudian diedarkan kembali ke permukaan sel hepatosit. Jumlah LDL reseptor

yang diekspresikan pada hepatosit diatur oleh PCSK9. PCSK9 dalam sirkulasi mengikat

reseptor LDL pada hepatosit. Ketika reseptor LDL diinternalisasi, terikat PCSK9

menargetkan reseptor LDL untuk degradasi lisosom. Hal ini menyebabkan penurunan

densitas reseptor LDL pada hepatosit yang, pada gilirannya, mengurangi LDL receptor

mediated dan juga mengurangi clearance patogen lipid. Sebaliknya, obat-obatan atau variasi

genetik yang mengurangi fungsi PCSK9, meningkatkan ekspresi reseptor LDL pada

hepatosit, dan dengan demikian meningkatkan clearance LDL dari darah (Joseph P

(15)

Gambar 2.5. Bersihan Lipid Patogen dari Sirkulasi

(Dikutip dari: James A Russel et al,2015)

Gambar diatas menunjukkan Patogen lipid dalam sirkulasi. Lipid patogen, seperti

endotoksin dari bakteri Gram-negatif dan lipotechoic acid dari bakteri Gram-positif, dibawa

oleh partikel HDL, LDL, dan VLD dalam darah. Lipid patogen yang terkandung dalam

kolesterol LDL (LDL-C) kemudian dibersihkan melalui reseptor LDL (LDLR) pada

hepatosit. Panel sebelah kiri menggambarkan peranan proprotein konvertase Subtilisin /

Kexin type 9 (PCSK9) dalam pengaturan klirens. PCSK9 mengikat LDLR dan ketika LDLR

terinternalisasi, sebagai bagian dari serapan hepatosit LDL-C, pengikatan PCSK9 dengan

LDLR membuat degradasi lisosom. Akibatnya, kepadatan LDLR pada permukaan sel

(16)

kepadatan LDLR meningkat, sehingga clearance LDL-C meningkat. Dalam pengaturan

sepsis, ketika LDL-C membawa lipid patogen, peningkatan kepadatan LDLR juga

menghasilkan peningkatan clearance lipid patogen, yang mengarah ke pengurangan respon

inflamasi dan hasil sepsis meningkat (Joseph P Gaut,2001;JHM Levels;Maja Gruber,2009;

James A Russel et al,2015).

Aterosklerosis dan komplikasinya menyebabkan kematian setengah dari orang

dewasa di Amerika Serikat. Lesi, atau ateroma, adalah penanda inflamasi di mana berbagai

sel, produk sel, dan interaksi lipoprotein yg menyebabkan cedera dan penyakit. Konsekuensi

penting dari interaksi ini adalah oksidasi seluler LDL, yang mengubah lipoprotein menjadi

bentuk yang sangat aterogenik. Berbagai sel jenis hadir dalam lesi aterosklerotik, termasuk

monosit/makrofag, sel-sel otot polos, dan sel-sel endotel, dapat mengoksidasi LDL . Pada

gilirannya, LDL teroksidasi menimbulkan cedera sel, proliferasi sel otot polos, pembentukan

sel busa, kemotaksis leukosit, sekresi seluler mediator inflamasi, dan hal lain yang

memodulasi ateroma biologi. LDL teroksidasi telah terdeteksi pada atherom kelinci dan

manusia, dan terapi antioksidan dapat menurunkan peristiwa kardiovaskular dan kematian,

mungkin dengan menghambat oksidasi lipoprotein. Oleh karena itu, oksidasi LDL, sebuah

mekanisme biologis dari modifikasi LDL, mungkin menjelaskan

mengapa kadar plasma tinggi LDL asli merupakan faktor risiko utama terhadap penyakit

arteri koroner. Peranan aterosklerosis sebagai penyakit inflamasi mengembangkan peran agen

infeksi yg mungkin menimbulkan pengembangan ateroma. LDL oksidasi diukur oleh agarose

gel elektroforese untuk mendeteksi kenaikan LDL oksidasi terhadap LDL sebenarnya.

(Joseph P Gaut,2001; JHM Levels;Maja Gruber,2009; James A Russel et al,2015).

2.3 PROCALCITONIN

2.3.1. Induksi dan Properti Biokimia Procalcitonin

Procalcitonin (PCT) digambarkan sebagai suatu marker sepsis pada 1993. PCT

merupakan suatu protein soluble yang dilepaskan ke sirkulasi dari pasien sebagai respon terhadap inflamasi sistemik,terkhususnya infeksi bakteri. Secara biokimia, PCT merupakan

pro-hormon dari calcitonin, tetapi fungsi biologis dan induksinya berbeda dari calcitonin.

Induksi dari sirkulasi PCT terkait dengan aktivasi dan adherensi dari sel monositik,yang

terjadi selama sepsis,demikian juga kondisi lainnya seperti setelah suatu trauma jaringan tisu

(17)

Kadar plasma PCT pada orang sehat adalah rendah (<0,1ng/ml) (Wiedermann et al.,2002). Untuk mengekslusi sepsis dan inflamasi sistemik , digunakan rentang referensi ≤

0,2ng/ml) Sebagai cut-off untuk diagnosis sepsis, nilai≥0,5ng/ml dianggap sebagai abnormal

dan mengarah kepada sepsis (Meisner, 2014)

Setelah mencapai puncaknya, PCT yang bersirkulasi akan menurun dengan 50% plasma-diappearance rate dalam 1-1,5 hari. Pada pasien dengan disfungsi ginjal yang berat, rerata eliminasi mungkin lebih lama , tetapi tidak ada akumulasi dari PCT. Berbagai fungsi biologis

dari PCT telah diketahui. Termasuk modulasi dari fungsi imunologis dan vasomotilitas.

Beberapa efek bersifattime dependent. Sebagai tambahan, PCT mempengaruhi ekspresi dari sitokin (Meisner, 2014).

Sitokin dan beberapa marker sepsis lainnya tidak menujukkan adanya keuntungan yang

signifikan dibandingkan dengan PCT, kecuali untuk beberapa fitur tertentu. Marker-marker

ini tidak mengindikasi beratnya inflamasi sistemik, atau spesifisitas relatif untuk bakteri yang

menginduksi sepsis masih rendah (Meisner,2014).

2.3.2 Diagnosis Sepsis,Sepsis Berat dan Syok Sepsis

Nilai PCT yang tinggi memiliki nilai prediksi yang tinggi untuk mendiagnosis

sepsis,sepsis berat dan syok sepsis (PCT >0,5 hingga >2ng/ml). Kontras dengan itu,PCT yang

normal atau rendah memiliki nilai presiksi negatif yang tinggi untuk menyingkirkan

inflamasi sistemik dan sepsis (PCT <0,25 hingga <0,5ng/ml).

Infeksi bakteri merupakan suatu stimulus yang kuat untuk produksi PCT, dimana bila

inflamasi sistemik disebabkan oleh virus, induksi PCT adalah rendah. Pada pasie dengan

PCT yang rendah, antibiotik sebaiknya dihentikan,jika tidak ditemukan adanya

infeksi.Antibiotik sebaiknya ditunda pada pasien neutropenia dengan demam dan nilai PCT

yang normal, dan pada pasien pankreatitis akut dengan nilai PCT yang normal masih

didiskusikan (Meisner,2014)

Beberapa guideline telah mengubah dan menambahkan PCT sebagai panduan terapi. Sebagai

contoh, guideline pneumonia terbaru dan guideline sepsis di Jerman merekomendasikan

pengobatan yang bersifat individual menggunakan PCT sebagai alat diagnosis dan

pengobatan (Hoffken et al.,2009;Reinhart et al.,2010). Sebagai tambahan, the Surviving sepsis campaign 2012 mengindikasikan PCT dapat digunakan sebagai diagnosis sepsis dan

menghentikan antibiotik pada pasien yang awalnya sepsis,tetapi tidak ada bukti infeksi

(18)

2.4 KERANGKA TEORI

INFEKSI

Pelepasan Mediator Inflamasi

Peningkatan PCT Penurunan LDL

Keparahan Sepsis

Pelepasan Sitokin anti inflamasi :(IL-1ra), IL-10

Menghambat Produksi TNF-α, IL-1ß, IL-6, IL-8

(19)

Gambar

Gambar 2.1. Angka Kejadian Infeksi Rumah Sakit di RSUP H Adam Malik,
Gambar 2.2 Respon Imun terhadap Infeksi Organisme
Gambar 2.3. Patogenesis Terjadinya Multiple Organ Failure dan Syok pada Sepsis
Tabel 2.3. Karakteristik dan persentase lipoprotein berdasarkan berat partikel
+4

Referensi

Dokumen terkait

Yang Penulis lakukan adalah mengimplementasikan Ajax menggunakan framework gratis jQuery dengan membuat aplikasi berbasis web, i3 Dictionary yaitu berupa kamus yang dapat

Dengan mengamati, siswa dapat menemukan contoh perilaku yang menunjukkan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh kepedulian..

Aplikasi kamus Jepang – Indonesia berbasis android ini, dapat digunakan pada smartphone yang berbasis android dengan versi minimal 2.2.. Dalam pengujiannya

Oleh karena itu, untuk waktu yang lama, inklusivisme Nurcholis masih menjadi wacana minoritas elit, karena disamping dalam konteks sosio-historis pemikiran mainstream umat

Dengan pengamatan dan observasi, siswa dapat menemukan contoh perilaku yang menunjukkan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh kepedulian.. Dengan

Aplikasi kamus Jepang – Indonesia berbasis android ini, dapat digunakan pada smartphone yang berbasis android dengan versi minimal 2.2. Dalam pengujiannya

Dengan membaca dan mengamati gambar, siswa dapat mengidentifikasi berbagai sumber energi yang ada di sekitarnya dengan penuh tanggung jawab.. Kondisi lingkungan

2.3 Sustainment Corrosion Program Elements—Corrosion Plan Although formal corrosion prevention and control plans have been required for acquisition pro- grams for many years,