BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Swamedikasi
Swamedikasi adalah suatu pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat-obatan yang dijual bebas dipasaran yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International Pharmaceutical Federation (FIP) mendefinisikan swamedikasi atau self-medication sebagai penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seorang individu atas inisiatifnya sendiri (FIP, 1999). Menurut World Health Organization (WHO), swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan penggunaan obat baik itu obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit.
Swamedikasi harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami. Pelaksanaannya harus memenuhi kriteria penggunaan obat yang rasional, antara lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis obat, ada tidaknya efek samping, tidak adanya kontraindikasi, dan tidak adanya interaksi obat (Menkes RI, 2008). Untuk menjamin kualitas pelayanan swamedikasi di apotek, tenaga kefarmasian perlu melakukan tahapan - tahapan pelayanan swamedikasi yang meliputi patient assessment, rekomendasi, penyerahan obat disertai informasi terkait terapi pada pasien (Hasanah, 2013).
2.1.1 Patient Assessment
Patient assessment merupakan suatu penilaian terhadap keadaan pasien yang penting dilakukan untuk pertimbangan apoteker dalam penentuan identifikasi penyakit pasien sebelum membuat sebuah rekomendasi (Chua, dkk., 2006). Apoteker harus memiliki kemapuan untuk mengajukan pertanyaan dalam usaha untuk mengumpulkan informasi tentang gejala pasien. Metode yang dapat digunakan oleh apoteker dalam mengumpulkan informasi tentang gejala pasien adalah :
1. Metode WWHAM
W: Who is the patient and what are the symptoms (siapakah pasien dan apa gejalanya)
H: How long have the symptoms (berapa lama timbunya gejala) A: Action taken (Tindakan yang sudah dilakukan)
M: Medication being taken (obat yang sedang digunakan) 2. Metode ASMETHOD
S: Self or someone else (dirinya sendiri atau orang lain yang sakit)
M: Medication (pengobatan yang sudah dilakukan untuk mengatasi gejala sakit)
E: Extra medication (regularly taken on preskription or OTC) (pengobatan yang sedang digunakan baik dengan resep maupun dengan non resep) T: Time symptoms (lama gejala)
H: History (riwayat pasien)
O: Other symptoms (gejala yang dialami pasien)
D: Danger symptoms (gejala yng berbahaya) (Blenkinsopp dan Paxton, 2002).
2.1.2 Rekomendasi
Rekomendasi merupakan saran menganjurkan yang diberikan petugas apotek kepada pasien swamedikasi yaitu dapat berupa rujukan ke dokter ataupun rekomendasi obat (Blenkinsopp dan Paxton, 2002). Swamedikasi yang bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien. Obat-obat yang termasuk dalam golongan obat bebas dan bebas terbatas merupakan golongan obat yang relatif aman digunakan untuk swamedikasi. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi (Menkes RI, 2006).
berdarah atau buang air besar berdarah dan kesulitan menelan atau nyeri perut yang menetap setelah melakukan terapi (Hadiyani, dkk., 2014).
2.1.3 Informasi Obat
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat (Menkes RI, 2014). Pemberian informasi obat ditujukan untuk meningkatkan hasil terapi dengan memaksimalkan penggunaan obat-obatan yang tepat (Rantucci, 2007). Informasi tentang obat dan penggunaannya yang perlu diberikan kepada pasien swamedikasi lebih ditekankan pada informasi farmakoterapi yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Adapun informasi yang perlu disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas antara lain:
1. Khasiat obat: Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatanyang dialami pasien.
2. Kontraindikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra indikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud.
3. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.
dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara lain.
5. Dosis: sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, Apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. 6. Waktu pemakaian: waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan
jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.
7. Lama penggunaan: lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang, padahal sudah memerlukan pertolongan dokter
8. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.
9. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat. 10. Cara penyimpanan obat yang baik.
11. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.
12. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak (Menkes RI, 2006).
2.1.4 Informasi Non Farmakologi
kasus gastritis yang dapat diberikan antara lain :
a. Makan secara teratur, makan secukupnya, jangan biarkan perut kosong. b. Jangan makan makanan yang pedas dan asam.
c. Jangan minum minuman beralkohol
d. Hindari konsumsi obat yang dapat menimbulkan iritasi lambung, misalnya aspirin.
e. Hindari stres.
f. Hindari rokok (Menkes RI, 2006).
2.2 Apotek
Apotek sebagai sarana kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mendapatkan obat. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) 51 Tahun 2009, apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Menkes RI, 2014).
memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk
penyakit ringan dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai
(Menkes RI, 2014).
2.3 Obat dan Penggolongannya Dalam Swamedikasi
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelediki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Menkes RI,
2014). Obat yang dapat digunakan untuk swamedikasi adalah golongan obat
bebas dan obat bebas terbatas.
2.3.1 Obat Bebas
Gambar 2.1 Logo Kemasan Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran
hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Antasida (Menkes RI, 2006).
Pemakaian obat bebas ditujukan untuk mengatasi penyakit ringan sehingga
tidak memerlukan pengawasan dari tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk
yang tertera pada kemasan, hal ini dikarenakan jenis zat aktif pada obat bebas
relatif aman. Efek samping yang ditimbulkan pun minimum dan tidak berbahaya
2.3.2 Obat Bebas Terbatas
Gambar 2.2 Logo Kemasan Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) centimeter, lebar 2 (dua) centimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut : (Menkes RI, 2006).
Gambar 2.3 Tanda Peringatan Khusus Obat Bebas Terbatas
Contoh : CTM.
2.4 Penggunaan Obat Swamedikasi
Pada pasien swamedikasi terdapat cara penggunaan obat yang harus disampaikan oleh apoteker kepada pasien, antara lain sebagai berikut (Depkes RI, 2006):
b. Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau brosur.
c. Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, hentikan penggunaan dan tanyakan kepada Apoteker dan dokter.
d. Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama (Menkes RI, 2006).
2.5 Gastritis
2.5.1 Definisi
Lambung sebagai salah satu organ yang penting pada tubuh manusia.
Lambung berfungsi untuk mencerna makanan dengan bantuan asam lambung (HCl) dan pepsin (Hirlan, 2006). Pada lambung yang sehat terdapat keseimbangan
antara faktor pelindung mukosa (Cytoprotective Factor) dan faktor yang dapat merusak integritas mukosa lambung (Cytodestruktive Factor). Asam lambung dan
pepsin secara fisiologis disekresikan oleh lambung sehat, dapat merusak mukosa lambung jika disekresikan secara berlebihan atau berkurangnya faktor pelindung
mukosa. Asam lambung dalam jumlah sedikit disekresikan oleh sel parietal dalam
keadaan basal, tetapi dapat meningkat ketika ada rangsangan fisis misalnya makanan dan rangsangan psikologis Peningkatan produksi asam lambung yang
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya iritasi lambung atau sering disebut gastritis (Hirlan, 2006).
Gastritis atau maag adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis sangat sering dijumpai diklinik karena diagnosis biasanya
defensif normal mukosa atau karena faktor agresif lumen yang berlebih seperti asam dan pepsin (Tan and Rahardja, 2010)
2.5.2 Gambaran Klinis
Gejala yang umum terjadi pada penderita gastritis adalah perih atau sakit
seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih
buruk ketika makan (abdominal cramping and pain); mual (Nausea); muntah
(vomiting); kehilangan selera (loss of appetite); kembung (Belching or bloating);
terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan; dan kehilangan berat badan
(weight loss) (Price, 2006).
2.5.3 Penyebab Gastritis
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit gastritis
adalah:
1. Faktor lingkungan, yaitu rangsangan dan kehilangan sel epitel secara
terus-menerus oleh zat-zat tajam seperti alkohol, rokok yang di konsumsi secara
terus-menerus dan makanan yang mengiritasi mukosa lambung.
2. Faktor bakteri, yaitu bakteri berbentuk spiral dan tahan hidup di lambung
manusia (helicobacter pylori).
3. Faktor efek samping obat , Obat-obat tertentu yang digunakan dalam
jangka waktu lama (misal obat anti inflamasi)
4. Faktor sosial, yaitu situasi yang penuh stres psikologis (Hirlan, 2006).
2.5.4 Terapi Farmakologi
Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan simtomatik penyakit
mukosa terhadap asam, diantaranya adalah antasida, penghambat reseptor histamin H2 lambung, dan proton pump inhibitor (Katzung, 2004).
1. Antasida
Pada saat ini antasida digunakan untuk menghilangkan keluhan rasa sakit dan obat dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung secara lokal. Preparat yang mengandung magnesium akan menyebabkan diare sedangkan alumunium menyebabkan konstipasi dan kombinasi keduanya saling menghilangkan pengaruh sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi (Katzung, 2004).
2. Histamine-2 receptor antagonist
Kerja antagonis reseptor H2 yang paling penting adalah mengurangi sekresi asam lambung. Obat ini menghambat sekresi asam yang dirangsang histamin dan gastrin sehingga volume sekresi asam lambung dan konsentrasi pepsin juga berkurang (Katzung, 2004). Mekanisme kerjanya memblokir histamin pada reseptor H2 sel pariental sehingga sel pariental tidak terangsang mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel (Katzung, 2004). contoh: simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin.
3. Proton pump inhibitor
Inhibitor pompa proton merupakan “prodrug”, yang memerlukan aktivasi
Contoh: Omeprazol, Lansoprazol 4. Obat penangkal kerusakan mukus a. Sukralfat
Pada kondisi adanya kerusakan yang disebabkan oleh asam, hidrolisis protein mukosa yang diperantarai oleh pepsin turut berkontribusi terhadap terjadinya erosi dan ulserasi mukosa. Protein ini dapat dihambat oleh polisakarida bersulfat. Selain menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin, sukralfat juga memiliki efek sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi produksi lokal prostaglandin dan faktor pertumbuhan epidermal. Karena diaktivasi oleh asam, maka disarankan agar sukralfat digunakan pada kondisi lambung kosong, satu jam sebelum makan, selain itu harus dihindari penggunaan antasid dalam waktu 30 menit setelah pemberian sukralfat. Efek samping konstipasi, mual, perasaan tidak enak pada perut (Katzung, 2004).
b. Analog Prostaglandin: Misoprostol
Mekanisme kerjanya mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi mukus, sekresi bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa (Katzung, 2004).
2.5.5 Terapi Non Farmakologi
Selain menggunakan obat, pencegahan gangguan pencernaan ringan dapat dilakukan dengan perbaikan gaya hidup dan pola makan antara lain:
a. Berhenti merokok dan membatasi asupan alkohol. b. Tidak melakukan aktivitas fisik setelah makan.
d. Menghindari makanan yang merangsang asam dan gas lambung misalnya minuman berkarbonasi, cabai, lobak, dan lain-lain.