• Tidak ada hasil yang ditemukan

Islam dan Good Governance

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Islam dan Good Governance"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ISLAM DAN GOOD GOVERNANCE1 Oleh: Munadi, S.HI., MA

Dosen Usul Fiqih STAIN Malikussaleh Lhokseumawe Email: munadiusman83@gmail.com/ HP. 0852 60 186143

Islam adalah agama samawi yang mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik dalam bentuk hubungan dengan Allah Swt (hablumminallah) maupun hubungan sesama manusia (hablumminannas). Tidak terkecuali, Islam juga mengatur tentang tata kelola pemerintahan yang baik untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil, makmur dan bermartabat. Sistim tata kelola pemerintahan yang baik itu sendiri dewasa ini dikonotasikan dengan istilah good governance, yang merupakan refresentasi atau penjabaran dari

pemerintahan yang berjalan efektif dan efesien melalui sistim pelayanan publik yang berorientasi kepada customer satisfaction (kepuasan pelanggan) yang diterapkan perusahaan swasta.

Islam dan good governance merupakan dua entitas yang sama-sama mengedepankan nilai demokrasi dan hak asasi manusia dalam tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik. Islam mengajarkan umatnya menegakkan kebenaran dan berlaku adil antar sesama, sebagaimana firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran. Karena Allah menjadi saksi yang adil dan janganlah sekali-kali

kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil, berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa dan

bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa kamu kerjakan.” (QS Al- Madinah: 8). Allah Swt memerintahkan orang beriman supaya senantiasa menegakkan kebenaran dan berlaku adil terhadap sesama tanpa memandang kepada latar belakang mereka, seorang mukmin harus memperlakukan saudaranya secara adil tanpa diskriminatif. Perbedaan etnis, bangsa dan agama bukanlah alasan untuk melakukan diskrimasi, disharmoni dan intoleransi sesama umat manusia. Penegakan nilai kebenaran dan keadilan secara merata tanpa pandang bulu (rule of law), yaitu tegaknya supremasi hukum dalam masyarakat

(2)

merupakan salah satu subtansi konsep good governance yang perlu dilaksanakan oleh pemerintah (Alwi Hasyim: 1).

Islam juga mengajarkan tentang efesiensi kerja yang juga merupakan salah satu subtansi dari konsep good governance. Dalam Al-Quran Allah berfirman; “…Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang berlebih-lebihan.” (QS Al-A’raf: 31). Ayat tersebut mengandung pelajaran bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan harus secara efesien, yaitu sesuai kebutuhan dan menghindari pemborosan. Sekalipun dalam ayat hanya disebutkan efesiensi pada makan dan minum, namun dapat dimaknai secara lebih luas kepada setiap kegiatan manusia yang lain termasuk dalam mengelola sumber daya publik yang juga harus dilakukan secara efesien dan menghindari pemborosan. Sumber daya publik yang

dimaksudkan di sini bisa dalam bentuk sumber daya manusia, sumber daya alam, anggaran dan lain sebagainya. Sumber daya publik tersebut harus dikelola secara efesien sesuai dengan kebutuhan masyarakat supaya berdaya guna dan berhasil guna. Selanjutnya dalam pengelolaan itu harus menghindari pemborosan dan penyalahgunaan kepada sesuatu yang lain di luar ketentuan hukum yang berlaku.

Dalam Islam, pelayanan publik sebagaimana terdapat dalam konsep good governance telah diterapkan sejak 14 abad silam ketika

terbentuknya negara Madinah. Rasullah Saw yang di utus oleh Allah Swt ke muka bumi ini di samping bertugas sebagai penyampai risalah, juga berposisi sebagai pemimpin negara yang berperan membangun tatanan masyarakat dan pemerintahan yang baik. Menurut catatan sejarah beliau telah berhasil membangun sebuah model negara Madinah yang

mempunyai karakteristik yang sama dengan konsep good governance yang muncul di abad modern ini.

Rasulullah Saw telah membina masyarakat melalui peletakan dasar-dasar aqidah Islam dan demokrasi, kemudian secara perlahan-lahan membangun sendi-sendi kemasyarakatan, kenegaraan dan kemanusiaan. Pada akhirnya terbentuklah suatu tatanan masyarakat madani (civil

(3)

memiliki bandingan, mampu berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui,

emansipasi, dan menghargai hak asasi manusia. Nurcholis Madjid, menggambarkan umat Islam era Madinah ini sebagai masyarakat egaliter partisipatif, adil, terbuka, dan demokratis sesuai dengan konsep sosial dan kemanusiaan yang dikehendaki oleh konsep good governance. (Nurcholis Madjid: 2000).

Rasulullah Saw berhasil melakukan reformasi secara mendasar terhadap pola dan tatanan kehidupan masyarakat Arab pada waktu itu, para pemerhati sejarah menganggapnya sebagai terobosan dan

lompatan yang luar biasa dalam kompleksitas yang sangat modern. Rasulullah Saw sangat komitmen terhadap keterlibatan dan partisipasi yang tinggi dari seluruh anggota masyarakat dalam berbagai bidang, dalam arti bebas mengemukakan pendapat dan mengekpresikan

kreatifitas diri mereka dalam bingkai demokrasi dan hak asasi manusia. Ketika itu pertama kali muncul komunitas Islam yang merdeka, mampu hidup berdampingan secara harmoni dengan komunitas Yahudi dan masyarakat Arab yang masih menyembah berhala. Beliau juga memprakarsai muncul konstitusi umat Islam pertama yang dikenal dengan Piagam Madinah, yang mengatur hubungan kehidupan

kemasyarakatan dan kenegaraan di Madinah. Piagam Madinah tersebut terdiri atas 47 pasal, yang intinya merefleksikan persamaan dan

kebebasan bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan etnis dan agama, mereka hidup berdampingan dalam naungan negara Madinah. Apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah dengan negara Madinah ini cukup dekat dengan model good governance yang sedangkan gencar diusahakan dewasa ini oleh berbagai negara di dunia.

Implementasi Good Governance di Indonesia

Di Indonesia konsep good governance mulai diterapkan secara serius seiring dengan munculnya era reformasi, yang ditandai dengan adanya tranformasi sistem pemerintahan yang lebih mengedepankan demokrasi dan hak asasi manusia. Pada gilirannya good

governance menjadi salah satu alat atau instrumen Reformasi yang mutlak harus diterapkan pada pemerintahan. Setelah 17 tahun berjalannya era Reformasi dan penerapan good

(4)

sebagaimana cita-cita dan harapan Reformasi itu sendiri, yaitu menuntun kembali tugas pemerintah dan aparaturnya menjadi pelayan masyarakat, bukan sebaliknya masyarakat sebagai pelayan pemerintah.

Beberapa fakta di lapangan menunjukkan bahwa konsep good governance belum benar-benar berhasil diterapkan di Indonesia, seperti banyaknya terjadi kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran, kekecewaan masyarakat terhadap pelayanan di pemerintahan, munculnya kesenjangan sosial, degradasi moral, konflik etnis dan agama diberbagai daerah dan berbagai permasalahan lainnya. Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa konsep good governance belum berjalan dengan baik di Indonesia.

Kurang maksimalnya implementasi good governance di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu; pertama, integritas pelaku pemerintahan yang masih kurang optimal melayani masyarakat dan sering melakukan penyimpangan dan korupsi; kedua, kondisi politik dalam negeri yang tidak berjalan demokratis; ketiga, kondisi ekonomi masyarakat yang terjepit karena dilanda krisis dan sulitnya memperoleh lapangan kerja; keempat, kondisi sosial masyarakat yang tidak solid dan tidak berpartisipasi aktif dalam menentukan dan mengawasi program pemerintahan; dan kelima, lemahnya supremasi hukum dan terkesan tumpul ketika berhadapan dengan pejabat negara atau pemangku kepentingan.

Faktor-faktor di atas menjadi penghambat dan batu sandungan bagi implementasi konsep good governance secara optimal, hambatan tersebut harus segera di atasi melalui upaya yang massif oleh berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Kewajiban untuk mewujudkan konsep good governance dalam tata kelola pemerintahan bukan hanya tugas pemerintah semata, namun masyarakat juga mempunyai andil besar dalam

menyukseskan atau menggagalkan program ini.

(5)

waktu, akurasi, ramah-tamah, tanggung jawab, kemudahan, variasi model pelayanan, pelayanan pribadi, kenyamanan, dan atribut pendukung

pelayanan. (Waluyo: 2007).

Esensi Good Governance Menurut Islam

Dalam Islam, konsep pelayanan publik digambarkan sebagai

pekerjaan yang dilakukan secara professional dan ikhlas. Orang mukmin diminta bekerja sesuai dengan bidang keahliannya supaya dapat

memberikan pelayanan optimal bagi masyarakat. Dalam QS. Al-Isra’ : 84 Allah berfirman: “Katakanlah: "Tiap-tiap orang bekerja menurut

kompetensinya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.”. Di samping itu seseorang juga dituntut

bekerja dengan ikhlas guna mengharap keridhaan Allah Swt dan kepuasan hati masyarakat atas kinerjanya. Dalam QS. Al-Taubah: 105 Allah

berfirman: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.

Dari kedua ayat di atas dapat dipahami bahwa suatu pekerjaan dianggap berhasil jika memenuhi dua syarat; pertama, pekerjaan tersebut dilakukan secara professional oleh orang yang ahli dibidangnya; kedua, pekerjaaan tersebut juga dilakukan secara tulus-ikhlas demi mengharapkan keridhaaan Tuhan dan kepuasaan hati masyarakat. Islam membakukan dua dimensi yaitu profesionalisme dan keikhlasan sebagai standar keberhasilan suatu pekerjaan, sehingga menjadi lebih sempurna dibandingkan dengan konsep sekuler yang hanya

membakukan profesionalisme sebagai satu-satunya standar keberhasilan kerja.

Islam juga mengajarkan umatnya menjadi sosok atau figur pelayan publik yang baik melalui anjuran untuk senantiasa menebar manfaat bagi orang lain, sebagaimana bunyi hadis Rasulullah Saw; “Sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling

bermanfaat bagi manusia yang lain” (HR. Thabrani dan Daruquthni). Untuk menjadi sebaik-baik manusia sebagaimana diisyaratkan oleh hadis,

(6)

Referensi

Dokumen terkait

22 Kepuasan Pelanggan Produktiviti Kualiti Kebolehsuaian PenulisIPengkaji Elmuti et al., 1996 1 Kepimpinan Komitmen pengurusan atasan 2 Perancangan Strategik Misi dan

Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memodifikasi pati kentang varietas medians dan untuk meneliti sifat fisikokimia pati kentang yang dimodifikasi

Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran PNBP, dipandang perlu mengatur tatacara Penggunaan Penerimaan

[r]

Pelaksanaan strategi guru aqidah akhlak dalam meningkatkan membaca al-Qur’an di MTsN 4 Tulungagung adalah ketika ada siswa yang belum bisa mengaji maka guru aqidah akhlak

gubernur/bupati/walikota atau pejabat lain yang ditunjuk. 5) Penyediaan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan/UPL/UKL. 6) Pengurusan persetujuan/rekomendasi dari

Ketika seorang pelayan khusus memiliki tingkat psychological well-being yang tinggi maka mereka akan lebih mampu melakukan pelayanan di gereja sesuai dengan tugas dan tanggung

[r]