• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri Melalui Tindakan Imbalan (Countervailing Duties)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri Melalui Tindakan Imbalan (Countervailing Duties)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia sekarang sedang mengalami perubahan yang disebut globalisasi. Globalisasi tersebut terjadi diberbagai aspek, salah satunya pada aspek ekonomi yang lazim disebut globalisasi ekonomi. Proses globalisasi ekonomi adalah perubahan perekonomian dunia yang bersifat mendasar atau struktural, dan proses ini akan berlangsung terus dengan laju yang semakin cepat mengikuti perubahan teknologi yang juga akan semakin cepat dan peningkatan serta perubahan pola kebutuhan masyarakat dunia.1

Globalisasi ekonomi ini ditandai dengan adanya keterbukaan, keterkaitan dan juga persaingan yang semakin ketat dalam masyarakat internasional khususnya di bidang ekonomi. Gejala globalisasi ini terjadi dalam kegiatan finansial, produksi, investasi, dan perdagangan yang kemudian mempengaruhi tata hubungan ekonomi antar bangsa. Proses globalisasi tersebut telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antar negara, bahkan menimbulkan proses menyatunya ekonomi dunia, sehingga batas-batas antar negara dalam berbagai praktik dunia usaha/bisnis seakan-akan dianggap tidak berlaku lagi.2

Selama ini setiap negara pada umumnya meyakini bahwa tidak satu pun negara di dunia yang dapat mengisolasi diri dari proses globalisasi. Dengan demikian penerapan perdagangan dan investasi bebas adalah pilihan baik yang harus dilaksanakan. Namun kenyataan menunjukkan lain, di mana hasil studi

1

Tulus T.H. Tambunan, Globalisasi dan Perdagangan Internasional, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 1.

2

(2)

membuktikan bahwa manfaat yang lahir dari penerapan liberalisasi perdagangan dan investasi tidak sama bagi setiap bangsa.3

Negara maju umumnya memiliki kepiawaian dalam menerapkan cara-cara sehingga negara berkembang terikat dengan sistem perdagangan bebas. Cara yang sering digunakan antara lain adalah dengan permintaan pengurangan tarif impor bea masuk atas produk dan jasa dari negara maju di negara berkembang.

Pada dasarnya negara maju adalah pihak yang paling diuntungkan dalam liberalisasi perdagangan sebab negara maju memiliki keunggulan dalam berbagai hal yang tidak dimiliki oleh negara berkembang seperti kestabilan perekonomian, teknologi yang tinggi, industri yang produktif, dan lain sebagainya. Sangat jelas, bahwa negara berkembang adalah pihak yang lemah dalam liberalisasi perdagangan ini.

4

Dalam memasuki era perdagangan bebas ini, Indonesia sudah harus memiliki persiapan yang mantap untuk menghadapi pengaruh yang timbul pada perekonomian dan atau perdagangan Indonesia dalam semua aspek, termasuk di Negara-negara industri tanpa hambatan berarti akan lebih mudah menjual barang dan jasanya ke negara sedang berkembang. Karena itu, dalam waktu bersamaan, globalisasi akan melahirkan pengelompokan masyarakat dan negara ke dalam kelas baru berdasarkan kemampuan ekonomi. Dengan demikian tampak bahwa globalisasi juga akan melahirkan jurang antara yang kaya dengan yang miskin kian lebar, baik antara negara yang satu dengan lainnya maupun internal individu sesama warga negara di negara tersebut.

3

Ibid, hlm. 228.

4

(3)

dalamnya aspek hukum, khususnya hukum ekonomi sebagai pranata hukum yang berisikan kebijakan untuk mengarahkan kegiatan ekonomi ke suatu arah tertentu.5

Pemerintah Indonesia untuk menjembatani masyarakat Indonesia dalam memasuki era perdagangan bebas ini adalah dengan mengesahkan dan melaksanakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebagai pengaturan nasional mengenai kegiatan perdagangan di Indonesia. Undang-undang ini dibuat untuk meningkatkan daya saing Indonesia dan melindungi produk-produk dalam negeri.6 Undang-undang ini didasari keinginan untuk mendorong daya saing sektor perdagangan Indonesia di tengah integrasi ekonomi dunia. Undang-undang perdagangan ini mencakup berbagai aspek penting di bidang perdagangan baik perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri. Undang-undang ini juga merupakan manifestasi dari keinginan untuk memajukan sektor perdagangan yang dituangkan dalam kebijakan dengan mengedepankan kepentingan nasional. Hal ini terlihat dalam Pasal 2 huruf (a) yang menyatakan bahwa “kebijakan perdagangan disusun berdasarkan asas kepentingan nasional”. Artinya setiap kebijakan perdagangan semata-mata ditujukan untuk melindungi kepentingan bangsa, negara dan rakyat.7

5

Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, (Bandung: Books Terrace & Library, 2009), hlm. 3.

6

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, INTRA (Indonesia Trade Insight) :

Welcome Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).” (Edisi ke- VIII, 2014), hlm.2

7

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia,“INTRA (Indonesia Trade Insight) : Selamat Datang UU Perdagangan.” (Edisi Perdana 2014), hlm. 3

(4)

dilihat dalam Pasal 38 yaitu berupa perizinan, standar, larangan dan pembatasan atas barang ekspor dan barang impor.

Pasal 3 Agrement on Subsidies and Contervailing Measures (Perjanjian Mengenai Subsidi Dan Tindakan Imbalan), WTO secara tegas melarang jenis subsidi tertentu: Subsidi ekspor, artinya subsidi-subsidi yang diberikan secara hukum (de jure) atau kenyataan (de facto), apakah secara tunggal atau secara satu di antara beberapa kondisi, tergantung pada performa ekspor.8 Subsidi pengganti impor, artinya subsidi yang diberikan secara tunggal atau satu di antara beberapa kondisi, tergantung pada penggunaan barang domestik barang impor.9

Berdasarkan Pasal 5 Agrement on Subsidies and Contervailing Measures, bahwa subsidi dapat bermasalah apabila mengakibatkan kerugian terhadap pihak Dalam Pasal 4 Agrement on Subsidies and Contervailing Measures (Perjanjian Mengenai Subsidi Dan Tindakan Imbalan) mengatur tentang penyelesaian apabila terjadi sengketa atas subsidi yang dilarang tersebut. Jika panel atau Appellate Body menemukan bahwa sebuah tindakan merupakan subsidi yang dilarang yang masuk ke dalam pengertian Pasal 3 Agrement on Subsidies and Contervailing Measures, maka subsidi tersebut harus ditarik oleh anggota

WTO tanpa penundaan. Jika rekomendasi untuk penarikan tidak diindahkan dalam waktu yang ditetapkan oleh panel, maka Badan Penyelesaian Sengketa oleh WTO harus berdasarkan permohonan tergugat atau penggugat-penggugat dengan konsensus terbalik mengijinkan tindakan balasan yang sesuai.

8

Mahfud Fahrazi, “Word Trade Organisation (WTO) Beserta Aspek Hukumnya”, melalui .http:// blogspot.co.id,, diakses tanggal 05 April 2017 Pukul 08.00 Wib

9

(5)

lain. Ada tiga jenis pengaruh yang dapat menyebabkan kerugian terhadap kepentingan para anggota lain, yaitu:10

1. Kerugian terhadap industri domestik negara anggota. Konsep kerugian terhadap industri domestik seperti yang dimaksud Pasal 5 (a) Agrement on Subsidies and Contervailing Measures mencakup kerugian

material atau ancaman terjadinya kerugian terhadap industri domestik penghasil barang sejenis.

2. Pembatalan atau pengurangan terhadap keuntungan yang seharusnya didapat secara langsung atau tidak langsusng oleh anggota.

Selain peraturan-peraturan mengenai subsidi, hukum WTO juga menyediakan peraturan-peraturan atau tindakan-tindakan yang boleh diambil oleh anggota WTO untuk melindungi industri domestik yang menghasilkan barang-barang sejenis melawan akibat dampak negatif dari impor atas barang-barang-barang-barang bersubsidi.

Pasal 6 GATT 1994 mengizinkan para anggota WTO untuk menerapkan apa yang dikenal dengan “bea masuk” (Countervailing duties)”. Countervailing Duties adalah tambahan bea masuk yang dikenakan untuk mengimbangi efek dari

subsidi yang diberikan oleh negara pengekspor untuk perusahaan eksportir. WTO memungkinkan negara untuk menempatkan Countervailing Duties pada impor ketika pemerintah asing mensubsidi produk ekspornya yang pada gilirannya menyebabkan cedera pada perusahaan-perusahaan impor yang bersaing. Terlepas dari kenyataan bahwa subsidi ekspor menghasilkan keuntungan bersih

10

(6)

bagi negara pengimpor, negara pengimpor diperbolehkan di bawah aturan WTO untuk melindungi diri dari manfaat ini. Countervailing Duties ditempatkan jika dapat ditunjukkan bahwa subsidi memang menyebabkan cedera untuk mengimpor perusahaan yang bersaing.

Perlu penekanan bahwa Countervailing Duties dalam hal ini tidak melindungi negara juga tidak melindungi konsumen. Hukum ini dirancang untuk membantu perusahaan domestik. Tidak ada evaluasi efek pada konsumen dan tidak ada evaluasi dari efek kesejahteraan nasional diperlukan oleh hukum. Satu-satunya persyaratan adalah bahwa cedera disebabkan kepada perusahaan impor yang bersaing.11

Jelasnya suatu Negara dapat mengenakan Countervailing Duties apabila subsidi yang diberikan memenuhi hal-hal sebagai berikut:

Countervailing Duties dikenakan terhadap barang impor setinggi-tingginya

sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang tersebut, perhitungan tersebut sama dengan Pasal 19 Tentang Bea Masuk Anti-dumping dikenakan terhadap barang impor yang terkena dumping.

12

1. Subsidi tersebut harus mengakibatkan “be level pricing” di Negara pengimpor.

2. Subsidi produk primer yang telah mengakibatkan membanjirnya barang melampaui ”equitable shere” di pasar inetrnasional.

3. Subsidi tersebut menimbulkan kerugian terhadap industri yang telah ada. 4. Subsidi tersebut menghambat pendirian industri.

11

Ibid.

12

(7)

Berdasarkan latar belakang di atas, dipilih judul tentang "Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri Melalui Tindakan Imbalan (Countervailing Duties)".

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan tindakan subsidi dalam kerangka hukum perdagangan internasional ?

2. Bagaimana tindakan yang dapat dilakukan oleh negara untuk melindungi industri dalam negeri dari tindakan subsidi negara asal barang ?

3. Bagaimana tindakan imbalan (Countervailing Duties) dalam hukum di Indonesia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan tindakan subsidi dalam kerangka hukum perdagangan internasional.

2. Untuk mengetahui tindakan yang dapat dilakukan oleh negara untuk melindungi industri dalam negeri dari tindakan subsidi negara asal barang. 3. Untuk mengetahui tindakan imbalan (Countervailing Duties) dalam hukum di

Indonesia.

(8)

1. Secara teoritis untuk menambah dan memperluas wawasan ilmu pengetahuan dan memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum khususnya tentang perlindungan terhadap industri dalam negeri melalui tindakan imbalan (countervailing duties).

2. Secara praktis memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa saja tentang perlindungan terhadap industri dalam negeri melalui tindakan imbalan (countervailing duties).

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri Melalui Tindakan Imbalan (Countervailing Duties)". Di dalam penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan pembagian royalti hasil tambang dalam penambangan, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media cetak maupun elektronik dan disamping itu juga diadakan penelitian. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Terdapat beberapa judul yang pernah membahas tentang perlindungan terhadap industri dalam negeri melalui tindakan imbalan (countervailing duties) tetapi mempunyai perumusan masalah yang berbeda yaitu :

(9)

a. Bagaimanakah konsep perdagangan bebas barang dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 ?

b. Bagaimanakah kebijakan perdagangan luar negeri dalam Undang- Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan ?

c. Bagaimanakah Asas Kepentingan Nasional dalam perdagangan luar negeri menurut Undang-Undang No.7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan berkaitan dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 ?

2. Perlindungan Hukum Terhadap Industri dalam Negeri Dalam ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA). Permasalahan dalam skripsi ini adalah : a. Bagaimana perlindungan hukum terhadap industri dalam negeri dalam

rangka ACFTA ?

b. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam melindungi industri dalam negeri terhadap dampak negatif dari pelaksanaan ACFTA ?

c. Bagaimana hambatan terhadap perlindungan hukum bagi industri dalam negeri dalam rangka ACFTA?

Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini saya buat, maka hal itu menjadi tanggung jawab saya sendiri.

E. Tinjauan Pustaka

1. Perdagangan Luar Negeri

(10)

negara lain atas dasar kesepakatan bersama.13 Perdagangan luar negeri adalah perdagangan yang terjadi di luar negeri, kegiatan perdagangan luar negeri itu tergantung pada keadaan pasar hasil produksi maupun pasar faktor produksi, masing masing pasar yang saling berhubungan satu dengan lain yang dapat mempengaruhi pendapatan ataupun kesempatan kerja.14

Perdagangan internasional terjadi karena :

15

a. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri

b. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara c. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi

dalam mengolah sumber daya ekonomi

d. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.

e. Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.

f. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.

g. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.

h. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.

13

Anonim, “Pengertian perdagangan luar negeri,” https://www.scribd.com/doc/ Perdagangan-Luar-Negeri, diakses tanggal 05 Pebruari 2017 Pukul 10.00 Wib

14

Fidya, “Perdagangan Luar Negeri”, melalui http:// blogspot.co.id, diakses tanggal 05 April 2017 Pukul 10.00 Wib

15

(11)

Perdagangan luar negeri sering timbul karena adanya perbedaan harga di berbagai negara. Perbedaan harga inilah yang menjadi pangkal timbulnya perdagangan antar negara. Bukan hanya perbedaan harga tetapi juga karena perbedaan pendapatan, serta selera permintaan akan sesuatu barang. Selera dapat memainkan peranan penting dalam menentukan permintaan akan sesuatu barang antara berbagai negara. Apabila persediaan suatu barang di suatu negara tidak cukup untuk memenuhi permintaan, negara tersebut dapat mengimpor dari negara lain. Contohnya: mobil, pakaian, negara dapat saja menghasilkan barang-barang tersebut namun kemungkinan besar impor dari negara lain juga dapat terjadi. Hal ini karena faktor selera, dimana penduduk negara tersebut menyukai barang-barang buatan negara lain.

Ahli-ahli ekonomi yang hidup di sekitar abad keenam belas dan ketujuh belas, berpendapat bahwa perdagangan luar negeri merupakan sumber suatau negara dapat mempertinggi kekayaan dengan cara menjual barang-barangnya keluar negeri.16

2. Asas Kepentingan Nasional

Menurut terminologi, yang dimaksud dengan asas ada dua pengertian, yaitu pertama dasar, alas, pedoman, dan yang kedua adalah suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir atau berpendapat.17

16

Marten Wicahyao, “Perdagangan luar negeri, proteksi, dan globalisasi,” https://www.academia.edu/3891512/Perdagangan_Luar_Negeri (diakses tanggal 05 Pebruari 2017 Pukul 10.00 Wib

17

Anonim, “Pengertian asas asas hukum,” http://makalahkomplit.blogspot.co.id/ /pengertian-asas-asas-hukum.html diakses tanggal 05 Pebruari 2017 Pukul 10.00 Wib

(12)

hukum juga layak disebut alasan lahirnya suatu peraturan hukum. Dengan adanya asas hukum, hukum itu bukan sekedar kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan melainkan hukum itu menjadi hidup, tumbuh dan berkembang, sebab asas itu mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan masyarakatnya.18

Kepentingan Nasional (National Interest) adalah tujuan-tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan kebutuhan bangsa/negara atau sehubungan dengan hal yang dicita-citakan. Dalam hal ini kepentingan nasional yang relatif tetap dan sama diantara semua negara/bangsa adalah keamanan (mencakup kelangsungan hidup rakyatnya dan kebutuhan wilayah) serta kesejahteraan. Kedua hal pokok ini yaitu keamanan (security) dari kesejahteraan (prosperity). Kepentingan nasional diidentikkan dengan dengan “tujuan nasional”. Contohnya kepentingan pembangunan ekonomi, kepentingan pengembangan dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) atau kepentingan mengundang investasi asing untuk mempercepat laju industrialisasi.Kepentingan nasional sering dijadikan tolok ukur atau kriteria pokok bagi para pengambil keputusan (decision makers) masing-masing negara sebelum merumuskan dan menetapkan sikap atau tindakan. Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri (Foreign Policy) perlu dilandaskan kepada kepentingan nasional dan diarahkan untuk mencapai serta melindungi apa yang dikategorikan atau ditetapkan sebagai ”Kepentingan Nasional”. 19

Asas kepentingan nasional adalah dasar, alas, pedoman, dan menjadi tumpuan berfikir atau berpendapat bagi suatu pembangunan ekonomi, sumber

18

Satjipto Raharjo. Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 45

19

(13)

daya manusia (SDM) atau pembuatan suatu peraturan perundang-undangan yang mementingkan kepentingan negara, bangsa dan masyarakat.

3. Industri Dalam Negeri.

Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian bahwa industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

Industri dalam negeri yang dimaksud di sini adalah industri dalam negeri Indonesia yang mempunyai tujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merdeka, bersatu, dan berdaulat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilaksanakan pembangunan nasional berdasar atas demokrasi ekonomi.

Pembangunan nasional di bidang ekonomi dilaksanakan dalam rangka menciptakan struktur ekonomi yang kukuh melalui pembangunan industri yang maju sebagai motor penggerak ekonomi yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan sumber daya yang tangguh

(14)

Istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Karena merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut..

Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya.

4. Tindakan Imbalan (Countervailing Duties).

Masalah subsidi diatur dalam (Article XVI GATT 1947) dielaborasi dalam “Persetujuan Tentang Subsidi dan Tindakan Imbalan (Agreement on Subsidies and Countervailing Measures)” tahun 1994 GATT WTO (Article XVI),

merupakan bagian dari hasil persetujuan dalam perundingan Multilateral Putaran Uruguai pada 1994. Sementara subsidi yang berkaitan dengan produk pertanian diatur secara khusus dalam Agreement on Agriculture tahun 1994. Kedua perjanjian tersebut berlaku bersamaan.20

Pengaturan tentang Countervailing Duty diatur dalam Article VI GATT antara lain mengatakan kewajiban tindakan imbalan harus dimengerti sebagai kewajiban istimewa yang bertujuan untuk pergantian kerugian batasan atau

20

(15)

pelimpahan subsidi secara langsung atau tidak langsung mengenai industri, produksi, atau produk apapun.21

Sesuai dengan tujuan pemberian subsidi sebagaimana dimaksudkan dalam uraian terdahulu, yaitu untuk merangsang kegiatan ekspor, maka pemerintah masih diperbolehkan memberikan subsidi kepada pelaku ekonomi sebatas subsidi tersebut untuk produk primer misalnya untuk mendukung pengembangan produk pertanian, perikanan, dan kehutanan. Sementara subsidi untuk produk non primer, yaitu produk lain diluar pertanian, perikanan, dan kehutanan tidak diperbolehkan karena berindikasi menimbulkan berdampak kerugian terhadap negara lain.22 F. Metode Penelitian.

Sehubungan yang telah dikemukakan diatas sebelumnya, untuk melengkapi penulisan skripsi ini agara tujuan dapat terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, oleh karena itu adapun metode penelitian hukum yang digunakan dalam mengerjakan skrispsi ini meliputi :

1. Jenis Penelitian.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Kesepakatan Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement on Establishing the World Trade Organization), dan peraturan

perundang-undangan lainnya. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang

21

Ibid, hlm.194

22

(16)

ditujukan untuk mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum.23

Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin24

2. Data Penelitian

tentang perlindungan terhadap industri dalam negeri melalui tindakan imbalan (countervailing duties).

Pendekatan penelitian yang dilakukan terhadap permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

Data penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual, baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.25

a. Bahan Hukum Primer

Data sekunder yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari:

Dokumen berupa peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam skripsi ini diantaranya berdasarkan Undang 7 Tahun 2014

23

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 12.

24

Ibid., hlm. 10.

25

(17)

Tentang Perdagangan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Kesepakatan Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement on Establishing the World Trade Organization) dan

Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, Dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. b. Bahan Hukum Sekunder

Dokumen yang merupakan bacaan yang relevan seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran karya tulis ilmiah dan beberapa sumber internet yang berkaitan dengan materi yang diteliti.

c. Bahan Hukum Tersier

Dokumen yang berisi tentang konsep-konsep maupun bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

(18)

konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.26

4. Analisis Data

Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder menyajikan data berikut dengan analisisnya.27 Metode analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif. Metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proporsi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus. Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas dan kaidah yang terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penulisan yang dirumuskan.28

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap tiap bab terbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan. Bab ini dimulai dengan mengemukakan apa yang menjadi latar belakang penulisan skripsi ini kemudian dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan

26

Edy Ikhsan, Mahmul Siregar, Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm. 24.

27

Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 69.

28

(19)

pustaka, metode penelitian dan ditutup dengan memberikan sistematikan dari penulisan skripsi ini.

BAB II Subsidi Dalam Kerangka Hukum Perdagangan Internasional. Bab ini menguraikan mengenai : Tinjauan Umum Tentang Subsidi, Pengertian dan Bentuk-Bentuk Subsidi, Tujuan Subsidi, Subsidi dan Hambatan Perdagangan Internasional, Pengertian dan Bentuk-Bentuk Hambatan Perdagangan Internasional, Dampak Subsidi dalam Perdagangan Internasional, Subsidi dalam Kerangka Hukum Perdagangan Internasional, Sumber Hukum Pengaturan Subsidi dalam Hukum Perdagangan Internasional, Subsidi Sebagai Unfair Practice, Subsidi dan Kepentingan Negara.

BAB III Tindakan Yang Dapat Dilakukan Oleh Negara Untuk Melindungi Industri Dalam Negeri Dari Tindakan Subsidi Negara Asal Barang. Bab ini menguraikan mengenai : Pengertian Industri Dalam Negeri, Akibat Subsidi Terhadap Industri Dalam Negeri Suatu Negara, Tindakan Imbalan (Countervailing Duties) Sebagai Bentuk Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri, Pengertian Tindakan Imbalan (Countervailing Duties), Tujuan dari Tindakan Imbalan, Syarat-Syarat dalam Menggunakan Tindakan Imbalan, Proses Pemeriksaan dan Pengambilan Keputusan Tindakan Imbalan.

(20)

Dalam Perdagangan Luar Negeri Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Eksistensi Kebijakan Pemerintah Mengenai Tindakan Imbalan (Countervailing Duties) dalam Perdagangan Luar Negeri menurut Undang-Undang No.7 Tahun 2014 tentang perdagangan, Hambatan Tindakan Imbalan (Countervailing Duties) Dalam Perdagangan Luar Negeri Menurut Undang-Undang No.7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan.

Referensi

Dokumen terkait

Kekhawa ran tersebut bukanlah sesuatu yang berlebihan. Sebab sebagaimana telah terurai di atas dalam sejarah pengaturan tanah di Kasultanan Yogyakarta dan Pura

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil dari proses penelitian saya yang telah dilakukan sesuai prosedur penelitian yang benar dengan arahan dari

Selain itu strategi yang dinilai cukup menarik adalah dengan memaksimalkan kegitan pemasaran untuk layanan Laparoscopy adapun bentuk kegiatan pemasaran yang

Objek penyelidikan ilmu linguistik adalah aspek bahasa yang memuat fakta sosial masyarakat yang disebut Saussure sebagai langue (Kridalaksana dalam Saussure, 1988:

Pengaruh Pemberian Agensia Hayati Mikoriza (Acaulospora Tuberculata) Terhadap Intensitas Penyakit Layu Fusarium Pada Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum L)

otePad merupakan program aplikasi pelengkap (Accessories) yang terdapat dalam sistem operasi Microsoft Windows XP dan berfungsi sbagai text yang dapat digunanakan

Sebagai contoh temuan adalah fosil terbesar dari gading gajah purba yang ditemukan di desa Terban Jekulo kabupaten Kudus. Gading gajah purba ini panjangnya lebih dari 4 meter.

Untuk menguji hipotesis mengenai perbedaan konsep diri antara remaja yang sejak masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan dipanti asuhan dengan remaja yang sejak masa