• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari Dimensi Kultural

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari Dimensi Kultural"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kemiskinan

Secara etimologis, “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Badan Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar. Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002). Lebih jauh disebutkan kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty treshold).

Selanjutnya, menurut Wikipedia, kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup :

1. Gambaran kekurangan materi yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.

(2)

3. Gambaran tentang kurang nya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna memadai disini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi diseluruh dunia berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi diseluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan diluar profesi secara halal.

2.2 Ciri-Ciri Penduduk Miskin

Beberapa ciri yang melekat pada penduduk miskin, antara lain : a. Pendapatan masih rendah

b. Tidak memiliki pekerjaan tetap

c. Pendidikan rendah bahkan tidak berpendidikan d. Tidak memiliki tempat tinggal

e. Tidak terpenuhinya standar gizi minimal 2.3 Kriteria Kemisikinan Menurut BKKBN

BKKBN membagi kriteria keluarga ke dalam lima tahapan, yaitu Keluarga Pra Sejahtera (Pra-KS), Keluarga Sejahtera I (KS I), Keluarga Sejahtera II (KS II), Keluarga Sejahtera III (KS III) dan Keluarga Sejahtera III Plus (KS III-Plus).

(3)

bekerja dan berpergian, (4) bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah, (5) bila anak sakit dibawa ke puskesmas atau rumah sakit.

2.4 Kemiskinan Menurut BPS

Pada tahun 2000, BPS melakukan Studi Penentuan Kriteria Penduduk Miskin (SPKPM 2000) untuk mengetahui karakteristik-karakteristik rumah tangga yang mampu mencirikan kemiskinan secara konseptual. Dari hasil SPKPM 2000, diperoleh delapan variabel yang dianggap layak dan operasional untuk penentuan rumah tangga miskin di lapangan. Skor 1 mengacu kepada sifat-sifat yang mencirikan ketidakmiskinan.

(4)

Tabel 2.1

Variabel Kemiskinan Menurut BPS

NO Variabel Skor

Skor 1 Skor 0

1 Luas lantai per kapita ≤ 8 m2 >8 m2

2 Jenis lantai Tanah Bukan Tanah

3 Air Minum/ Ketersediaan Air bersih

Air hujan/ sumur tidak terlindung

Ledeng/PAM/ Sumur terlindung

4 Jamban/ WC Tidak Ada Bersama/Sendiri

5 Kepemilikan Aset Tidak Punya Asset Punya asset 6 Pendapatan (total pendapatan

per bulan) ≤ Rp. 350.000,00 >Rp.350.000,00 7 Pengeluaran (persentase

pengeluran untuk makan) 80 persen atau lebih <80 persen 8 Konsumsi lauk pauk (daging.

Ikan, telur, ayam)

Tidak ada/ada, tapi

tidak bervariasi Ada, bervariasi Sumber : BPS, Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2007

2.5 Klasifikasi dan Jenis-Jenis Kemiskinan

Menurut jenisnya, kemiskinan dibedakan menjadi : a. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut adalah keadaan dimana pendapatan kasar bulanan tidak dapat mencukupi untuk membeli keperluan minimum sebuah isi rumah yang diukur berdasarkan tahap perbelajaan minimum.

b. Kemiskinan Relatif

(5)

2.6 Pendekatan masalah kemiskinan

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam studi tentang kemiskian, yaitu objektif dan subjektif.

a. Pendekatan objektif yaitu pendekatan dengan menggunakan ukuran kemiskinan yang telah ditentukan oleh pihak lain terutama para ahli yang diukur dari tingkat kesejahteraan sosial sesuai dengan standar kehidupan.

b. Pendekatan subjektif adalah pendekatan dengan menggunakan ukuran kemiskinan yang ditentukan oleh orang miskin itu sendiri yang ukur dari tingkat kesejahteraan sosial dari orang miskin dibandingkan dengan orang kaya yang ada dilingkungannya.

(6)

pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.

2.7 Kemiskinan Menurut Penyebabnya

Dilihat dari segi penyebabnya kemiskinan dapat dibagi menjadi : 2.7.1 Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural adalah kondisi dimana sekelompok orang berada didalam wilayah kemiskinan dan tidak ada peluang untuk keluar dari kemiskinan. Dikatakan tidak menguntungkan karena tatanan itu tidak hanya menerbitkan akan tetapi juga melanggengkan kemiskinan di masyarakat.

2.7.2 Kemiskinan Kultural

Kemiskinan kultural adalah budaya yang membuat orang miskin, seperti masyarakat yang pasrah dengan keadaannya dan menganggap bahwa mereka miskin karaena turunan atau karena dulu orang tuanya atau nenek moyangnya juga miskin, sehingga usahanya untuk maju berkurang.

(7)

mereka mengikuti petunjuk tetapi dengan mudah melupakannya, apalagi jika dirasakan sebagai beban hidup atau tidak menguntungkan mereka.

Karakteristik kebudayaan kemiskinan antara lain (i) rendahnya semangat dan dorongan untuk meraih kemajuan, (ii) lemahnya daya juang (fighting spirit) untuk mengubah kehidupan, (iii) rendahnya motivasi bekerja keras, (iv) tingginya tingkat kepasrahan pada nasib-nrimo ing pandum, (v) respons yang pasif dalam menghadapi kesulitan ekonomi, (vi) lemahnya aspirasi untuk membangun kehidupan yang lebih baik, (vii) cenderung mencari kepuasan sesaat (immediate gratification) dan berorientasi masa sekarang (present-time orientation), dan (viii) tidak berminat pada pendidikan formal yang berdimensi masa depan.

Karakteristik kebudayaan kemiskinan ini bertolak belakang dengan ciri-ciri manusia modern menurut gambaran Alex Inkeles dan David Smith dalam Becoming Modern (1974), yang mengutamakan kerja keras, dorongan untuk maju, pencapaian prestasi, dan berorientasi masa depan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa faktor internal yakni mentalitas orang miskin turut memberi sumbangan pada problem kemiskinan, dan bukan semata faktor eksternal atau masalah struktural.

(8)

Berkaitan dengan kemiskinan, kebudayaan merupakan adaptasi atau penyesuaian dan sekaligus juga merupakan reaksi kaum miskin terhadap kedudukan marginal mereka didalam masyarakat yang berstrata kelas, sangat individualistik, dan berciri kapitalis. Teori kemiskinan kebudayaan merupakan : 1. Penolakan terhadap kapitalisme; Budaya kemiskinan sebagai bentuk

ketidakberdayaan menghadapi kekuatan ekonomi kapitalisme yang telah mengeksploitasi kehidupan sekelompok orang.

2. Sebagai proses adaptasi; Kemiskinan sebagai proses adaptasi keluarga miskin karena perubahan sistem ekonomi dari tradisional kepada kapitalisme dalam memenuhi kebutuhannya.

3. Sebagai sub budaya sendiri; Kemiskinan yag diakibatkan oleh faktor dari dalam diri individu sendiri dan kelompok miskin, misalnya ; malas, fatalisme, rendah diri, ketergantungan dan lainnya.

Dari ketiga bentuk teori kemiskinan diatas, dapat dilihat dengan adanya partisipasi yang rendah dari komunitasnya, pada tingkat lokal terlihat kumuh, padat dan tidak terorganisir secara formal, anak-anak yang lebih cepat dewasa dan kurang mendapat pengasihan orang tua, serta tidak berdaya, tergantung dan rendah diri.

(9)

bekerja dan dihargai oleh pasar kerja dengan upah yang rendah, kemudian menikah dan memiliki keluarga baru dengan kemiskinan generasi baru pula. 1. Kurang efektifnya partisipasi dan integrasi kaum miskin ke dalam

lembaga-lembaga utama masyarakat. Mereka berpenghasilan rendah namun mengakui nilai-nilai yang ada pada kelas menengah ada pada diri mereka. Mereka sangat sensitif terhadap perbedaan-perbedaan status namun tidak memiliki kesadaran kelas.

2. Di tingkat komunitas, dapat ditemui rumah-rumah bobrok, penuh sesak, bergeerombol dan rendahnya tingkat organisasi di luar keluarga inti dan luas 3. Di tingkat keluarga, ditandai oleh masa kanak-kanak yang singkat dan kurang

pengasuhan oleh orang tua, cepat dewasa, hidup bersama/kawin bersyarat, tingginya jumlah perpisahan antara ibu dan anaknya, cenderung matrilineal dan otoritarianisme, kurangnya hak-hak pribadi, solidaritas semu.

4. Di tingkat individu, ditandai dengan kuatnya perasaan tak berharga, tak berdaya, ketergantungan dan rendah diri (fatalisme).

(10)

sebagai sesuatu yang warisan, dan merupakan stereotip orang miskin yang memberikan ciri pada kelompok miskin tersebut.

Oscar Lewis, memaknai kemiskinan sebagai ketidaksanggupan seseorang atau sekelompok orang untuk dapat memenuhi dan memuaskan keperluan-keperluan dasar materialnya.Dalam konteks pengertian Lewis itu, kemiskinan adalah ketidakcukupan seseorang untuk bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya, seperti pangan, sandang, dan papan untuk kelangsungan hidup dan meningkatkan posisi sosial-ekonominya. Sumber-sumber daya material yang dimiliki atau dikuasainya betul-betul sangat terbatas, sekadar mampu digunakan untuk mempertahankan kehidupan fisiknya, tidak memungkinkan bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Kemiskinan di masyarakat diakibatkan oleh adanya budaya gadai menggadai dan hutang menghutang untuk dapat hidup serta tidak adanya kesetiaan terhadap satu jenis pekerjaan. Pola hidup pada masyarakat ketika panen raya, adat istiadat yang konsumtif seperti berbagai pesta rakyat atau upacara perkawinan, kelahiran dan bahkan kematian yang dibiayai diluar kemampuan dikarenakan prestise dan keharusan budaya juga turut melanggengkan kemiskinan di masyarakat.

(11)

kebudayaan). Kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat agar mereka dapat tetap melangsungkan kehidupannya yaitu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan untuk dapat hidup secara lebih baik lagi.

Beraneka ragamnya kebutuhan manusia yang harus dipenuhi baik secara terpisah maupun secara bersama sama sebagai suatu satuan kegiatan telah menyebabkan terwujudnya beraneka ragam model pengetahuan yang menjadi pedoman hidup yang berguna untuk usaha memenuhi kebutuhan manusia. Sehingga peranan kebudayaan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia terdiri atas unsur unsur sebagai berikut :

a. Bahasa dan komunikasi b. Ilmu pengetahuan c. Teknologi

d. Ekonomi

e. Organisasi sosial f. Agama

g. Kesenian

2.8 Orientasi Nilai Budaya

(12)

(1) Masalah hakekat hidup, dalam banyak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama. Agama Budha misalnya menganggap hidup itu buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu, pola kehidupan masyarakatnya berusaha untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan nirwana, dan mengenyampingkan segala tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali. Pandangan seperti ini sangat mempengaruhi wawasan dam makna kehidupan itu secara keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu konsep-konsep kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka. (2) Hakekat kerja atau karya manusia, ada kebudayaan yang memandang

bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidup semata. Kelompok ini kurang tertarik pada kerja keras. Akan tetapi adajuga yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun, ada yang berpendapat bahwa kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi bukan kepada status.

(3) Hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, ada budaya yang memandang penting masa lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai fokus usaha dalam perjuangannya. Sebaliknya, ada yang jauh melihatnya kedepan. Pandangan yang berbeda dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup manusia.

(13)

manusia. Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakatnya.

(5) Hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya, kebudayaan yang menukankan hubungan horizontal antar individu, cenderung untuk mementingkan hak asasi, kemerdekaan dan kemandirian. Sebaliknya, kebudayaan yang menekankan hubungan vertikal cenderung untuk mengembangkan orientasi ke atas (senioritas, penguasa atau pemimpin). Tentu saja pandangan ini sangat memengaruhi proses dinamika dan mobilitas sosial masyarakatnya.

Tabel 2.2

Skema Kluckohn : Lima Masalah Dasar Yang Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia Sikap Mental Negatif Orientasi Nilai Budaya Masalah dasar Orientasi Nilai Budaya Sikap Mental Positif Fatalis Hidup Buruk dan tidak ada usaha untuk menjadi baik Hakekat Hidup Hidup buruk tetapi manusia wajib berusaha agar hidup menjadi lebih baik Optimis Cepat merasa puas Karya untuk nafkah hidup Hakekat Karya Karya untuk menambah karya di masa

depan

Selalu ingin berprestasi Boros Masa kini Hakekat

waktu Masa depan Hemat Sukar menerima inovasi Tunduk Pada alam Hakekat dengan alam Berhasrat menguasai alam Cepat menerima inovasi Rasa ketergantungan sesamabesar Konformis Hakekat hubungan dengan sesama individualis Menilai tinggi usaha atas diri

(14)

2.9 Upaya Penanggulan Kemiskinan Kultural

Upaya penanggulan masalah kemiskinan kultural diperlukan upaya yang memadukan berbagai kebijakan dan program pembangunan yang tersebar di berbagai sektor. Kebijakan pengentasan kemiskinan menurut Gunawan Sumodiningrat (1998) dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu kebijakan tidak langsung dan kebijakan langsung. Kebijakan tidak langsung meliputi (1) upaya menciptakan ketentraman dan kestabilan situasi ekonomi, sosial dan politik, (2) mengendalikan jumlah penduduk, (3) melestarikan lingkungan hidup dan menyiapkan kelompok masyarakat miskin melalui kegiatan pelatihan. Sedangkan kebijakan yang langsung mencakup : (1) pengembangan database dalam penentuan kelompok sasaran, (2) penyediaan kebutuhan dasar (pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan), (3) menciptakan kesempatan kerja, (4) program pembangunan wilayah, dan (5) pelayanan perkreditan.

(15)

Teori ekonomi mengatakan bahwa untuk memutus mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumber daya manusianya, penambahan modal investasi, dan mengembangkan teknologi. Melalui berbagai suntikan maka diharapkan produktifitas akan meningkat. Namun, dalam praktek persoalannya tidak semudah itu. Program-program kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat program penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara bagian, memperbaiki kondisi permukiman perkotaan dan perdesaan, perluasan kesempatan pendidikan dan kerja untuk para pemuda, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa, dan pemberian bantuan kepada kaum miskin usia lanjut. Selain program pemerintah, juga kalangan masyarakat ikut terlibat membantu kaum miskin melalui organisasi kemasyarakatan, gereja, dan lain sebagainya.

Menghilangkan kemiskinan fisik semata-mata, tidak akan cukup menghapuskan kebudayaan kemiskinan sehingga diperlukan berbagai upaya yaitu: 1. Tingkatkan taraf hidup mereka dan integrasikan ke dalam kelas menengah.

Bila mungkin dengan menggunakan pengobatan psikiatrik

(16)

2.10 Penelitian Terdahulu

Rejekiningsih (2011) dengan judul penelitian : Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan Dari Dimensi Kultural. Hasil penelitian menunjukkan : (1). Ciri-ciri warga miskin di Kota Semarang antara lain, kepala rumah tangga sebagian besar berpendidikan rendah (tamat SD) dan mempunyai pekerjaan sebagai buruh, serta mempunyai tanggungan sebanyak 3 jiwa. (2). Terjadi ketidakmerataan dalam bantuan distribusi bantuan kepada warga miskin. Hal ini terindentifikasi dengan ditemukannya sekitar 26 persen warga miskin tidak pernah menerima bantuan jenis apapun selama dua tahun terakhir. (3). Warga miskin di Kota Semarang memiliki orientasi nilai budaya dan sikap mental yang positif dalam memandang hakekat hidup, hakekat karya, hakekat waktu, hakekat hubungan dengan alam semesta dan sesama manusia.

(17)

eksistensinya karena sejumlah sifat dan sikap mereka lebih banyak terbatas pada orientasi kekinian dominannya sikap rendah diri, apatis, dan sempitnya pada perancanaan masa depan.

Purwandari (2011) dengan judul penelitian : Respon Petani Atas Kemiskinan Struktural (Kasus Desa Perkebunan dan Desa Hutan). Dengan hasil penelitian bahwa dalam konteks Desa Perkebunan dan Desa Hutan, kemiskinan diciptakan melalui paradigm pengelola sumber daya alam yang tidak berbasisi masyrakat lokal. Paradigma yang dipilih pemerintah tersebut member peluang kaum kapitalis untuk semakin kokoh menancapkan kekuasaan nya diatas posisi masyrakat. Dalam berbagai bentuknya kondisi tersebut menghasilkan keterpurukan dikalangan petani. Respon yang muncul akibat tersebut adalah penggalangan kekuatan yang dilakukan anggota komunitas melalui peran kelompok elit.

(18)

dan budaya mempengaruhi kemiskinan sebesar 3,2%, pendapatan memberikan pengaruh sebesar 34,4% terhadap kemiskinan dikecamatan Kupang Timur.

Kaplale (2012), dengan judul penelitian : Faktor-faktor yang mepengaruhi tingkat kemiskinan di kota Ambon (studi kasus di dusun Kranjang desa Waiyame kecamatan Teluk Ambon Baguala Kota Ambon). Dengan hasil penelitian : (1) Besarnya jumlah pendapatan pada lokasi penelitian pada dusun Kranjang desa Waiyame adalah Rp 369.057.000 per-tahun. (2) Besarnya jumlah pengeluaran pada lokasi penelitian pada dusun Kranjang desa Waiyame adalah Rp 306.840.500 per-tahun. (3) Berdasarkan pendekatan objektif yang dilihat dari garis kemiskinan pengeluaran versi BPS ditemukan sekitar 28KK tergolong rumah tangga miskin, dilihat dari garis kemiskinan pendapatan ditemukan 28 KK tergolong rumah tangga miskin, (4) Faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan pada rumah tangga di Dusun Kranjang Desa Waiyame dan Desa Waiheru adalah (a) menurunnya produktivitas tanaman, (b) lapangan kerja yang sulit didapat, (c) rendahnya tingkat pendidikan kepala keluarga, (d) ketergantungan masyarakat terhadap alam dan kondisi yang ada, (e) biaya dalam proses ritual adat. (f) terbatasnya akses terhadap modal (uang tunai).

2.11 Kerangka Berpikir

(19)

negatif, yaitu tidak sejalan dengan upaya peningkatan taraf hidupnya. Nilai-nilai budaya dan sikap mental penduduk miskin terhadap lima masalah dasar manusia yaitu hakekat hidup, hakekat waktu, hakekat karya, hakekat hubungan dengan alam dan hakekat hubungan dengan sesama diduga merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.1

Skema Kerangka Berpikir Kultural

Sistem nilai budaya masyarakat yaitu orientasi

il i b d d ik

Faktor Penyebab Kemiskinan

Gambar

Tabel 2.1 Variabel Kemiskinan Menurut BPS
Tabel 2.2 Skema Kluckohn : Lima Masalah Dasar Yang Menentukan  Orientasi Nilai
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Peter Drucker mengatakan perusahaan mencapai keunggulan bersaingnya melalui tindakan inovasi. Kata-kata ini harusnya menjadi pemicu bagi perusahaan dan negara dalam

 Kemudian masukan udang serta

Maka dapat dikatakan latihan ini sangat baik sekali digunakan dalam latihan dalam permainan bola voli guna untuk meningkatkan lompat yaitu daya ledak otot tungkai dari

Namun proses dari metode latihan yang dapat memberikan stimulus lebih baik pada sistem saraf pusat, saraf sensorik hingga respon saraf motorik yang akan mengaktifkan

Dalam menjalankan salah satu fungsi pengawasan, Dewan Komisaris telah menerima dengan baik Laporan Keuangan Perseroan yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014 yang telah

Cara yang paling afdhal jika anda mendapati 2 ayat yang mirip adalah dengan membuka mushaf pada setiap ayat yang mirip tersebut, lalu perhatikanlah perbedaan diantara kedua

d) Panitia pengadaan meminta kesediaan 2 (dua) orang wakil dari penawar yang hadir sebagai saksi dan apabila tidak terdapat wakil penawar yang hadir pada saat

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi penggunaan obat dalam waktu mencapai ANC recovery di antara produk filgrastim merek dagang