1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan kebutuhan informasi yang terjadi setiap hari bahkan setiap
waktunya mendorong manusia mencari sumber-sumber informasi (information resources) yang relevan. Untuk itu manusia harus bijaksana menyaring sumber
informasi yang tepat. Ada beberapa sumber informasi yang dapat membantu dalam pemenuhan kebutuhan informasi, diantaranya yaitu perpustakaan dan museum.
Menurut Undang-Undang nomor 43 Tahun 2007 perpustakaan adalah institusi
pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Sedangkan dalam Undang-Undang nomor 11
Tahun 2010 menyatakan bahwa
museum merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan mengomunikasokannya kepada masyarakat.
hanya baca ditempat. Dari segi koleksi perpustakaan memuat koleksi tercetak (buku) sesuai dengan jenisnya, sedangkan museum memuat koleksi yang memiliki nilai
historis. Dengan melihat museum maka akan terbayang semua peristiwa masa lalu mulai dari adat istiadat, pakaian, tradisi, rumah adat, kepercayaan dan lain
sebagainya yang terekam di dalamnya. Nilai-nilai kultural dan semangat perjuangan tersebut diharapkan dapat menyentuh jiwa pengunjungnya sehingga tergerak untuk melestarikannya bahkan merawat peninggalan sejarah yang mengingatkan
pengunjung bagaimana sejarah kehidupan zaman dahulu terutama dalam hal pertukaran informasi antara masyarakat secara lisan maupun tulisan yang dituangkan
dalam berbagai media misalnya kertas, kulit kayu, daun lontar (papyrus), batu, bamboo, kulit hewan (perkamen), tanah liat (tembikar), kayu, daun tal, gading, logam, dan tulang.
Perpustakaan dikelola oleh pustakawan sedangkan museum oleh kurator. Selain itu dari segi pelayanan, perpustakaan memiliki layanan teknis (pengadaan,
pengolahan, perawatan) dan layanan umum (sirkulasi, referensi, administrasi) sedangkan pelayanan museum yaitu guide untuk wisata serta layanan penelitian.
Benda-benda atau koleksi museum mempunyai nilai historis yang sangat tinggi karena setiap benda dan koleksi menjadi saksi bisu peristiwa-peristiwa dan kejadian di masa lalu, peristiwa yang terjadi di masa lalu sangat bermanfaat pada
fisik, tata pameran, koleksi benda bersejarah dan manuskrip-manuskrip yang tinggi nilainya.
Pengelola museum harus dapat memahami isu-isu global yang berkembang di masyarakat dan mengaitkannya dengan koleksi yang ada di museum dalam hal
memberikan arti yang berbeda atas isu-isu tersebut. Untuk itu, pengelola museum harus selalu dididik melalui berbagai pelatihan berkaitan dengan kepemimpinan, dan perencanaan dalam membangun dan mengimplementasikan program-program yang
memberikan arti bagi masyarakat.
Persepsi masyarakat bahwa museum merupakan salah satu pusat informasi
mengenai budaya bangsa menjadi kunci untuk menarik perhatian pengunjung tertentu dalam suatu pameran atau program. Untuk itu dibutuhkan pemasaran yang menarik agar masyarakat dapat mengetahui dan tertarik atas produk-produk, kegiatan, dan
pameran yang diselenggarakan museum. Maka dibutuhkan pengelola museum yang informatif, terlatih dan dapat memberikan pencitraan yang positif bagi museum
sebagai sebuah institusi yang bergerak di bidang penyebaran informasi dari setiap koleksi yang dimiliki oleh museum.
Untuk dapat dimanfaatkan sepanjang zaman koleksi-koleksi perlu perawatan dan pelestarian agar tidak mengalami kerusakan, kehilangan, ataupun adanya gangguan-gangguan penyebab rusaknya koleksi, biasanya terdapat berbagai jenis dan
macam benda-benda bersejarah yang memerlukan cara perawatannya masing-masing. Museum sebenarnya selalu dihadapkan pada masalah antara penggunaan dan
koleksi langka dan besarnya biaya pelestarian. Pelestarian hasil budaya bangsa yang tercetak dan terekam untuk generasi yang akan datang merupakan tugas utama setiap
museum, dan tugas ini tak akan pernah berakhir.
Masyarakat Karo secara umum memiliki nilai-nilai budaya sendiri yang
turun-temurun dari nenek moyang suku Karo yang telah lama menerapkan Sistem Religi, Organisasi Masyarakat, Pengetahuan, Mata Pencaharian Hidup, Ekonomi, Teknologi dan Peralatan, Bahasa, serta Kesenian. Berangkat dari unsur-unsur inilah orang Karo
berkembang menjadi manusia yang modern dan hampir melupakan beberapa element tersebut yang dewasa ini kita sebut peninggalan bersejarah atau Pusaka yang
mestinya dilanjutkan, dilestarikan dengan aman dan bijaksana. Mengingat ini semua, maka perlu dilakukan suatu kelangsungan hidup dari budaya itu sendiri dengan cara membudayakan pelestarian atau mencegah suatu kepunahan.
Museum Pusaka Karo sebagaimana fungsi umum dari museum bertugas untuk melestarikan dan merawat benda-benda bersejarah yang merupakan karya budaya
dan sejarah Karo, dalam melestarikan kebudayaan Karo untuk tetap abadi serta dapat memberi sumbangsih pada pembangunan manusia Karo khususnya dan manusia
Indonesia pada umumnya.
Ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pelestarian, yaitu permintaan pemakai, kualitas intelektual koleksi, dan kegunaan informasi. Oleh
karena itu Museum Pusaka Karo melaksanakan kegiatan pelestarian koleksi langka yaitu koleksi yang memiliki nilai sejarah, nilai estetika, nilai informasinya yang
barang-barang peninggalan sejarah Karo yang banyak didatangkan langsung dari Belanda dan dikumpulkan dari berbagai sumber dan tempat yang terdapat di museum pusaka
Karo. Tidak ada satupun dari koleksi-koleksi langka yang dimiliki Museum Pusaka Karo dibeli melainkan hasil dari sumbangan masyarakat Karo dan didatangkan dari
berbagai tempat dan juga dari negara Belanda sehingga beberapa dari koleksi tampak rapuh dimakan usia, rusak dan perawatannya yang masih kurang, begitu juga dengan koleksi tercetak (buku) pengadaannya dari hadiah, sumbangan dan pembelian
sehingga kondisi buku sebagian ada yang rusak dan kurang perawatan.
Museum Pusaka Karo terdiri dari dua bagian, pertama yaitu ruangan museum
yang berisi sekitar 500 unit koleksi tentang etnografi, arkeologi, sejarah, keramik, biologi, dan seni rupa seperti barang yang umurnya puluhan hingga ratusan tahun antara lain: alat pertanian, alat memasak, alat makan, berbagai perlengkapan
memakan sirih, baju, perhiasan, pakaian adat Karo, uis (ulos) Karo, pustaka Laklak, miniatur rumah adat Karo dan berbagai gambar yang berhubungan dengan peradaban
budaya Karo.
Kedua yaitu ruangan yang berisi sekitar 300 eksemplar buku dengan topik
adat budaya, sejarah ,seni musik, kesusastraan, ilmu sosial , religi, dan cerita rakyat serta bulletin. Koleksi-koleksi tercetak (buku) di Museum Pusaka Karo tidak hanya dalam bahasa Indonesia tetapi ada juga koleksi dalam bahasa daerah Karo, bahasa
Indonesia, bahasa Inggris dan Belanda serta koleksi terjemahan dalam dua bahasa yaitu Belanda-bahasa daerah Karo, Indonesia-bahasa daerah Toba, Jerman-bahasa
klasifikasi menggunakan standar yang ditetapkan seperti DDC (Dewey Decimal Classification) atau UDC (Universal Decimal Classification). Koleksi tercetak (buku) hanya dapat dibaca ditempat karena tidak ada layanan peminjaman. Pengunjung yang datang memanfaatkan koleksi tercetak (buku) museum yaitu masyarakat sekitar
museum, para pelajar yang ada di Berastagi dan juga luar kota, mahasiswa-mahasiswa yang sedang melakukan penelitian juga wisatawan lokal dan mancanegara.
Pada observasi awal, peneliti melihat kondisi koleksi tercetak (buku) yang perawatannya masih kurang ditunjukkan oleh beberapa koleksi yang sudah rusak,
tulisan dalam buku tampak tidak jelas, banyaknya coretan yang merusak buku, beberapa sampul buku sudah rusak dan hilang serta tampak berdebu. Akibatnya yaitu sebagian buku tidak dapat dibaca oleh pengunjung sehingga nilai informasi dari buku
yang rusak tidak tersampaikan kepada pembaca dengan baik. Kegiatan preservasi dan konservasi pada Museum Pusaka Karo sudah dilakukan namun masih dalam tahap
sederhana sehingga masih perlu tindakan-tindakan atau langkah-langkah yang ditempuh untuk perawatan dan pemeliharaan koleksi agar dapat digunakan dalam
waktu yang panjang.
Kondisi tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang preservasi dan konservasi koleksi tercetak (buku) di Museum Pusaka Karo, untuk
mengetahui bagaimana pengelola merawat dan melestarikan koleksi tercetak (buku) sehingga kondisi koleksi tetap terjaga dan tetap dapat dimanfaatkan sebagai sumber
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Preservasi dan Konservasi Koleksi Tercetak (Buku) di
Museum Pusaka Karo”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan diteliti adalah:
1. Bagaimana kegiatan preservasi dan konservasi yang dilakukan oleh Museum Pusaka Karo ?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab kerusakan koleksi tercetak pada Museum Pusaka Karo?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk:
1. Untuk mengetahui bagaimana kegiatan preservasi dan konservasi yang
dilakukan oleh Museum Pusaka Karo.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kerusakan koleksi tercetak (buku) di Museum Pusaka Karo
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat bagi:
2. Pengelola Museum Pusaka Karo, diharapkan dapat memberikan masukan mengenai cara melakukan preservasi dan konservasi koleksi tercetak
(buku).
3. Peneliti lanjutan, sebagai referensi dalam mengkaji koleksi tercetak (buku)
pada topik yang sama, aspek yang berbeda.
4. Peneliti, penelitian menambah wawasan dan pengetahuan mengenai preservasi dan konservasi.