• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 02 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 02 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013"

Copied!
281
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT AVENTIS PHARMA

JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA

PERIODE 02 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

ALLAN BARA YUFI S. Farm 1206329354

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT AVENTIS PHARMA

JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA

PERIODE 2 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Apoteker

ALLAN BARA YUFI S. Farm 1206329354

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(3)
(4)
(5)

Segala puji dan syukur hanyalah untuk Tuhan YME atas limpahan nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini tepat waktu. Pada kesempatan yang terbatas ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada :

1. Mr. Rajesh Kamat selaku Head of Industrial Affair PT Aventis Pharma atas

izin dan kesempatan yang diberikan sehingga terlaksananya Prkatek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma.

2. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi UI yang telah memberi ijin dan kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.

3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt., selaku Pejabat Sementara Dekan

Fakultas Farmasi UI sampai dengan 20 Desember 2013 yang telah member kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.

4. Dra. Yeni Suciani, Apt selaku Head of Industrial Quality and Compliance

(IQC) serta pembimbing PKPA di PT Aventis Pharma atas bimbingan, kesempatan, dan fasilitas yang telah diberikan.

5. Dr. Harmita, Apt, selaku Ketua Program Profesi Apoteker yang telah

memberikan kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.

6. Dr. Herman Suryadi, MS, Apt, selaku pembimbing yang selalu memberikan

bimbingan, saran dan wawasan selama penulisan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.

7. Nina Kurniawaty, S.Si, Apt., selaku Quality Assurance Manager PT Aventis

Pharma atas bimbingan serta pembelajaran selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.

8. Dra. Rica Sri Rahmawati, MM, Apt selaku Production Manager atas

kesempatan, bimbingan dan pembelajaran selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.

9. Asih Putri Ana, S.Si, Apt., selaku Quality Control Supervisor PT Aventis Pharma atas pembelajaran selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.

(6)

memberikan tugas khusus serta bimbingan dan pembelajaran selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.

11. Seluruh karyawan di PT Aventis Pharma, khususnya di bagian Processing

dan Quality Assurance (Ibu Ika, Mba Kathy, Mba Resti,Mba Cory, Mas Syandi dan Mas Bambang ) atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini.

12. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan bantuan

yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker.

13. Keluarga tercinta atas kesabarannya, kasih sayang, dukungan, perhatian dan

doanya untuk menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker dengan sebaik mungkin.

14. Rekan-rekan PKPA di PT Aventis Pharma (Efi dan Pepi) yang telah berbagi

ilmu, pengalaman dan juga menghibur selama pelaksanaan PKPA.

15. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker angkatan 77, Fakultas

Farmasi UI yang telah memberikan dukungan dan semangat.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tidak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.

Penulis

(7)
(8)

Nama : Allan Bara Yufi, S. Farm

NPM : 1206329354

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Aventis Pharma Jalan Jend. A. Yani, Pulomas Jakarta Periode 02 September – 31 Oktober 2013

Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di PT. Aventis Pharma Jalan Jend. A. Yani, Pulomas Jakarta. Kegiatan PKPA ini bertujuan untuk mengetahui penerapan ketentuan CPOB di industri farmasi khususnya PT Aventis Pharma serta mengetahui tugas dan tanggung jawab apoteker di industri farmasi terutama sebagai penanggung jawab produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu.

Tugas khusus yang diberikan berjudul penerapan metode Single Minute Exchange

of Dies (SMED) di ruang granulasi basah. Tugas khusus ini bertujuan untuk

menganalisa, membuat standar dan mengurangi waktu change-over di ruang

granulasi basah.

Kata kunci : PT. Aventis Pharma, Metode Single Minute Exchange of Dies

(SMED)

Tugas umum : xiii + 123 halaman; 7 tabel; 14 lampiran Tugas khusus : iv + 24 halaman; 8 gambar; 6 lampiran

Daftar Referensi Tugas Umum : 13 (2005 - 2013)

(9)

Name : Allan Bara Yufi, S.Farm

NPM : 1206329354

Program Study : Apothecary profession

Title : Pharmacist Internship Program at PT. Aventis Pharma

Jalan Jend. A. Yani, Pulomas Jakarta Period September 02nd - October 31st 2013

Pharmacist internship implemented in PT. Aventis Pharma Jalan Jend. A. Yani, Jakarta Pulomas. This activity aims to determine the application of GMP in the pharmaceutical industry especially PT Aventis Pharma and to know the duties and responsibilities of pharmacists in the pharmaceutical industry is mainly in charge of production, quality assurance, and quality control. Given a special task about implementation of Single Minute Exchange of Dies (SMED) method in the wet granulation. The specific task was to analyze, to create standards and to reduce change-over time in wet granulation room.

Keywords : PT. Aventis Pharma, Single Minute Exchange of Dies

Method

General Assignment : xiii + 123 pages; 7 table; 14 appendices

Specific Assignment : iv + 24 pages, 8 pictures, 6 appendices

Bibliography of General Assignment : 13 (2005 - 2013)

(10)

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Industri Farmasi ... 4

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik ... 6

BAB 3 TINJAUAN UMUM PT AVENTIS PHARMA ... 21

3.1 Sejarah PT Aventis Pharma ... 21

3.2 Visi dan Misi PT Aventis Pharma ... 22

3.3 Lokasi dan Sarana Produksi ... 22

3.4 Karyawan Sanofi Group Indonesia ... 23

3.5 Struktur Organisasi Sanofi Group Indonesia ... 24

3.6 Produk PT Aventis Pharma ... 24

BAB 4 TINJAUAN KHUSUS DIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS ... 27

4.1 Industrial Quality and Compliance Department ... 27

4.2 Production Department ... 58

4.3 Technical Services Department ... 67

4.4 Health, Safety, and Environment Department ... 75

4.5 Plant Logistics Department ... 86

4.6 Purchasing Department... 99

BAB 5 PEMBAHASAN ... 100

5.1 Manajemen Mutu ... 103

5.2 Personalia... 104

5.3 Bangunan dan Fasilitas ... 106

5.4 Peralatan ... 108

5.5 Sanitasi dan Higiene ... 109

5.6 Produksi ... 112

5.7 Pengawasan Mutu ... 114

(11)

5.10 Dokumentasi ... 118

5.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ... 119

5.12 Kualifikasi dan Validasi ... 119

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 121

6.1 Kesimpulan ... 121

6.2 Saran ... 121

(12)

Tabel 1. Klasifikasi ruangan PT Aventis Pharma ... 124

Tabel 2. Spesifikasi pemeriksaan portable water, purified water dan purified water milliQ plus ... 125

Tabel 3. Jenis – jenis Air Handling Unit... 126

Tabel 4. Tingkatan Occupational Exposure Band (OEB) ... 127

Tabel 5. Kategori produk PT Aventis Pharma berdasarkan OEB ... 127

Tabel 6. Parameter baku mutu air kategori D ... 128

Tabel 7. Karakteristik yang berlaku untuk identifikasi, pengujian terhadap impuritas dan prosedur penetapan kadar .... 128

(13)

Lampiran 1. Struktur organisasi PT Aventis Pharma ... 130

Lampiran 2. Struktur organisasi Industrial Affairs ... 131

Lampiran 3. Struktur organisasi Departemen Industrial Quality and Compliance ... 132

Lampiran 4. Diagram pengambilan keputusan terhadap hasil di luar spesifikasi ... 133

Lampiran 5. Contoh – contoh label ... 134

Lampiran 6. Alur pemeriksaan bahan baku... 135

Lampiran 7. Persyaratan jumlah bakteri, total koliform, dan koliform tinja pada masing – masing jenis air ... 136

Lampiran 8. Pembagian iklim, tipe pemeriksaan, kondisi penyimpanan dan waktu pemeriksaan pada uji stabilitas ... 137

Lampiran 9. Skema purified water plant ... 138

Lampiran10. Alur pengumpulan dan penyimpanan MSDS bahan produk PT Aventis Pharma... 139

Lampiran 11. Alur penanganan limbah... 140

Lampiran 12. Skema waste water treatment plant ... 141

Lampiran 13. Denah warehouse ... 142

(14)

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berusaha memajukan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang menyeluruh, terarah dan terpadu di segala bidang, salah satunya adalah di bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional karena kesehatan menunjang semua aspek kehidupan manusia. Tujuan utama pembangunan di bidang kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat sesuai dengan yang tercantum dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Satu diantara upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan kegiatan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan diperlukan sarana kesehatan. Industri farmasi merupakan salah satu sarana untuk mendukung upaya peningkatan pelayanan kesehatan tersebut. Industri farmasi di Indonesia turut andil dalam peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas obat yang diproduksi. Sebagai produk dari industri farmasi, obat yang beredar tentunya harus dapat dijamin keamanan, khasiat dan mutunya. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman yang meliputi seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu sehingga setiap obat yang dihasilkan selalu memenuhi ketentuan mutu yang telah ditetapkan.

Pasar industri farmasi di Indonesia saat ini terus berkembang yang dapat dilihat dengan semakin bertumbuhnya industri farmasi baru baik besar maupun kecil, baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang ingin ikut bermain dalam bidang ini. Semakin banyak pesaing tentu akan meningkatkan persaingan dalam merebut pangsa pasar dan hal ini menyebabkan konsumen semakin selektif dalam memilih produk. Persaingan produk dapat berupa persaingan kualitas, harga, ketersediaan produk maupun variasi produk

.

Dalam menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat dikeluarkanlah Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 43/MENKES/SK/II/1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik yang menjadi pedoman wajib

(15)

bagi Industri farmasi dalam penerapan CPOB. Upaya tersebut diikuti oleh Badan POM (Pengawasan Obat dan Makanan) dengan mengeluarkan Surat Keputusan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.CPOB menyangkut keseluruhan aspek produksi dan pengendalian mutu. Pengendalian mutu dapat berpengaruh dalam menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Semua industri farmasi harus menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat. (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

Sumber daya manusia menjadi faktor penting dalam pembentukkan dan penerapan sistem pemastian mutu. Oleh karena itu penyediaan personil yang berkualitas dengan kapasitas yang memadai menjadi faktor penting dan merupakan tanggung jawab industri farmasi. Seorang apoteker merupakan kunci dalam penerapan segala aspek yang tercantum dalam CPOB. Apoteker tidak hanya membutuhkan pengetahuan teoritis, tetapi juga pengalaman langsung di lapangan. Untuk mewujudkan hal tersebut dijalin kerjasama dengan industri farmasi untuk menyelenggarakan praktek kerja apoteker.

Berdasarkan hal tersebut, seorang calon Apoteker harus dapat memahami tanggung jawab profesinya secara nyata. Melalui teori yang dibekali sebelumnya, calon Apoteker diharapkan memiliki pemahaman awal sebelum menerapkannya di dunia kerja nyata dapat dibentuk melalui sebuah praktek kerja profesi di industri farmasi dan akan lebih dipahami oleh calon Apoteker. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI mengadakan kerjasama dengan PT Aventis Pharma dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) agar dapat menjadi sarana pembelajaran di industri farmasi bagi para calon Apotekernya. Praktek kerja profesi ini dijalankan dari periode 2 September-31 Oktober 2013.

(16)

1.2. Tujuan

Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi bertujuan untuk mengetahui penerapan ketentuan CPOB di industri Farmasi, khususnya pada PT

Aventis Pharma, serta untuk mengetahui tugas dan tanggung jawab apoteker di

industri Farmasi terutama sebagai penanggung jawab produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu.

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri farmasi

Menurut peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Sedangkan obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia, sedangkan bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

Setiap industri farmasi wajib memiliki izin usaha dari Menteri Kesehatan. Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai dengan persyaratan CPOB. Untuk mendapatkan izin usaha industri farmasi, sebelumnya harus melalui tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip ini diberikan kepada industri farmasi untuk melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan dan pemasangan instalasi peralatan. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun perusahaan yang bersangkutan menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan. Bagi industri farmasi yang melakukan penambahan kapasitas produksi atau penambahan bentuk sediaan tidak memerlukan izin perluasan. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi.

Izin usaha industri farmasi yang diberikan dapat berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi dan tidak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MENKES/SK/V/1990.

(18)

2.1.1 Persyaratan usaha industri farmasi

Usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.

b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.

c. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).

d. Memiliki secara tetap paling sedikit tiga orang apoteker warga negara

Indonesia (WNI) masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu.

e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak

langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

2.1.2 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

Izin Usaha Industri Farmasi dapat dicabut dengan alasan:

a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi; dan atau

b. Perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan

Menteri Kesehatan; dan atau

c. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi

melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan; dan atau

e. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku atau obat palsu; dan atau

f. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang

(19)

2.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012)

Cara pembuatan obat yang baik atau sering disebut CPOB, adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan penggunaannya. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki. Bila perlu dapat dilakukan penyesuaian dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Selain itu, CPOB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yang mengatur dan memastikan obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaan poduk disamping persyaratan lainnya.

Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan.

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

Ruang lingkup CPOB 2012 meliputi: manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, proses produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap

(20)

obat, penarikan kembali obat dan obat kembalian, dokumentasi, pembuatan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi.

2.2.1 Manajemen mutu

Di setiap industri farmasi perlu adanya manajemen yang bertanggung jawab agar obat yang dihasilkan sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi), dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor.

Unsur dasar manajemen mutu adalah:

a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,

prosedur, proses dan sumber daya.

b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan

tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Semua bagian sistem Pemastian Mutu harus didukung dengan ketersediaan personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai.

Konsep dasar pemastian mutu, cara pembuatan obat yang baik (CPOB), pengawasan mutu, dan manajemen risiko mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait.

Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar pedoman ini, seperti desain dan pengembangan produk. CPOB merupakan bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai

(21)

standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. Sedangkan pengawasan mutu merupakan bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan, serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok, sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Selain itu dalam manajemen mutu juga dijelaskan mengenai manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

2.2.2. Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.

Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.

(22)

Personil kunci dalam industri farmasi terdiri dari kepala bagian produksi, kepala bagian pengawas mutu, dan kepala bagian manajemen mutu. Posisi personil kunci dalam industri farmasi dirancang sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan bagian pengawasan mutu, maupun bagian manajemen mutu dipimpin oleh orang yang berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain (independen). Masing-masing hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personil kunci tidak boleh mempunyai kepentingan lain di luar organisasi pabrik, yang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya atau yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau finansial.

Kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan manajemen mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat, dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Masing-masing kepala bagian produksi, pengawasan mutu dan manajemen mutu (pemastian mutu) memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu, yang berdasarkan peraturan Badan POM mencakup:

a. Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen.

b. Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat.

c. Higiene pabrik.

d. Validasi proses. e. Pelatihan.

f. Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan.

g. Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat berdasarkan kontrak.

h. Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk.

i. Penyimpanan catatan.

j. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB.

k. Inspeksi, penyelidikan, dan pengambilan sampel untuk pemantauan faktor yang

mungkin berdampak terhadap mutu produk (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

(23)

2.2.3 Bangunan dan fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut.

Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah, serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama.

Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat pasokan.

Adapun kegiatan-kegiatan yang hendaknya dilakukan di area yang ditentukan antara lain penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan bahan atau produk, pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir, pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan 2012).

(24)

2.2.4 Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets, dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.

Pada prinsipnya pengadaan peralatan harus mempertimbangkan apakah sesuai dengan penggunaan dengan produksi/ pengujian obat dan apakah terbuat dari material yang memenuhi syarat dan aman dalam penggunaannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.

Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran.

Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan.

Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan serat.

Pipa air suling, air deionisasi, dan bila perlu pipa air lain untuk produksi hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

(25)

2.2.5 Sanitasi dan higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene, dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan.

Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik. Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Semua personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah memerhatikan tingkat higiene perorangan yang tinggi.

Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah dipatuhi. Segala praktek tidak higienis di area pembuatan atau area lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu produk, hendaklah dilarang. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala agar cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

2.2.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa menjamin produk

(26)

yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Adapun aspek produksi yang diatur pada CPOB meliputi:

a. Bahan awal

Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran, dan kemungkinan adanya kerusakan bahan dan tentang kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu. Label yang menunjukkan status bahan awal hendaklah ditempelkan hanya oleh personil yang ditunjuk oleh kepala bagian pengawasan mutu.

b. Validasi proses

Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk perubahan peralatan atau bahan yang dapat memengaruhi mutu produk dan atau reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi.

c. Pencegahan pencemaran silang

Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan, atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. Di antara pencemar yang paling berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon tertentu, bahan sitotoksik, dan bahan lain berpotensi tinggi. Produk yang paling terpengaruh oleh pencemaran adalah sediaan parenteral, sediaan yang diberikan dalam dosis besar dan atau sediaan yang diberikan dalam jangka waktu yang panjang.

d. Sistem penomoran bets/ lot

Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/ lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/ lot produk antara, produk ruahan, atau produk jadi dapat diidentifikasi.

(27)

e. Penimbangan dan penyerahan

Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap.

f. Pengembalian

Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi.

g. Operasi pengolahan produk antara dan produk ruahan

Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan.

h. Bahan dan produk kering

Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang yang terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan, serta penggunaan sarana dan peralatan. Apabila layak, hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup atau metode lain yang sesuai.

i. Produk cair, krim, dan salep (nonsteril)

Produk cair, krim, dan salep mudah terkena kontaminasi terutama terhadap mikroba atau cemaran lain selama proses pembuatan. Oleh karena itu, tindakan khusus harus diambil untuk mencegah kontaminasi. Untuk melindungi produk terhadap kontaminasi disarankan memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer.

j. Bahan pengemas

Pengadaan, penanganan, dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal. Tiap penerimaan atau tiap bets bahan pengemas primer hendaklah diberi nomor yang spesifik atau penandaan yang menunjukkan identitasnya.

k. Kegiatan pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah

(28)

pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir yang dikemas.

l. Pengawasan selama proses

Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian, atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam proses.

m.Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan

Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di “area terlarang” (restricted area). Bahan atau produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau bila dianggap perlu, diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apa pun yang diambil hendaklah lebih dulu disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan dicatat.

n. Karantina dan penyerahan produk jadi

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.

o. Catatan pengendalian pengiriman obat

Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu. Penyimpangan terhadap konsep first-in first-out (FIFO) atau first-expire first-out (FEFO) hendaklah hanya diperbolehkan untuk jangka waktu yang pendek dan hanya atas persetujuan manajemen yang bertanggung jawab.

p. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan

(29)

Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah risiko kecampurbauran atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Bahan dan produk hendaklah disimpan dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan yang memerlukan kondisi khusus hendaklah disediakan. Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

2.2.7 Pengawasan mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan, dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk, serta metode pengujiannya (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

2.2.8 Inspeksi diri, audit mutu, dan audit & persetujuan pemasok

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif.

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya

(30)

dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

Audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar, independen, atau suatu tim yang dibentuk khusus, untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

Kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) hendaklah bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Jika audit diperlukan, audit tersebut hendaklah menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

2.2.9 Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti, sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.

Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, daluwarsa, masalah keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu, dan jumlah obat yang bersangkutan. Pabrik hendaklah membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki, dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

(31)

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/ formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, serta laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani, dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

2.2.11 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui, dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).

Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Kontrak yang dibuat hendaknya mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerima kontrak. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan

(32)

oleh kepala bagian manajemen mutu pemberi kontrak (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

2.2.12 Kualifiksi dan validasi

CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengruhi mutu produk divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat, dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen; format protokol dan laporan validasi; perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan, dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai. Kualifikasi terdiri dari:

a. Kualifikasi desain

b. Kualifikasi instalasi

c. Kualifikasi operasional

(33)

Sedangkan validasi terdiri dari:

a. Validasi proses

b. Validasi pembersihan

c. Validasi metode analisis

(34)

BAB 3

TINJAUAN UMUM PT AVENTIS PHARMA

3.1 Sejarah PT Aventis Pharma

PT Aventis Pharma merupakan perusahaan farmasi global yang merupakan hasil penggabungan/merger antara dua perusahaan besar kimiafarmasi yaitu PT Rhone Poulenc dengan PT Hoechst Marion Roussel Indonesia. PT Hoechst Marion Roussel Indonesia (merupakan pendahulu PT Aventis Pharma) berasal dari Hoechst Indonesia yang berdiri pada tahun 1956. Kemudian, PT

Hoechst Indonesia melakukan pengembangan menjadi PT. Hoechst

Pharmaceutical Indonesia pada tahun 1969. Kemudian tahun 1972 dilakukan produksi tablet novalgin untuk pertama kalinya.

Pada tahun 1996 Hoechst Pharmaceutical Indonesia mengakuisisi Marion Merrel Dow, yaitu suatu perusahaan farmasi Amerika Serikat dan bersamaan dengan itu Hoechst AG mendirikan perusahaan divisi farmasinya, yaitu Hoechst Marion Roussel Indonesia. Karena perubahan tersebut, setahun kemudian PT HPI berubah nama menjadi PT Hoechst Marion Roussel Indonesia. Pada akhir tahun 1999 Hoechst Marion Roussel Indonesia bergabung dengan Rhone- Poulenc Rorer , suatu perusahaan kimia-farmasi Perancis, membentuk Aventis SA (suatu Holding Company) yang berkedudukan di Strassbourg, Perancis. Aventis SA mempunyai anak-anak perusahaan baru, antara lain Aventis Pharma AG yang berkedudukan di Frankfrut, Jerman.

Di Indonesia, penggabungan antara PT Hoechst Marion Roussel Indonesia dengan PT Rhone-Poulenc Rorer diresmikan pada tahun 2001 dengan nama PT Aventis Pharma. Pada bulan Mei tahun 2007, PT. Aventis Pharma mendapatkan sertifikat ISO 14000 dan OHSAS 18001. Pada bulan Januari sampai Maret 2010, PT Aventis Pharma mendapatkan sertifikasi TGA. Setelah bergabung dengan Sanofi Synthelabo di tahun 2004, nama perusahaan berubah menjadi Sanofi-Aventis, untuk kemudian berubah lagi menjadi Sanofi di tahun 2011. Sanofi Group Indonesia terdiri atas 2 (dua) badan hukum yaitu : PT Aventis Pharma dan PT Sanofi Aventis Indonesia.

(35)

3.2 Visi dan Misi PT Aventis Pharma (Sanofi Aventis, 2012)

3.2.1 Visi PT Aventis Pharma

Visi PT Aventis Pharma adalah menjadi perusahaan terkemuka yang didorong oleh inovasi, mampu memanfaatkan kesempatan-kesempatan dalam bidang ilmu kehidupan (Life Sciences) yang tengah berkembang pesat saat ini, bertekad untuk berperan utama dalam peningkatan kualitas kehidupan manusia dan turut bersumbangsih kepada pembangunan dunia, khususnya dengan mengatasi dan menangani berbagai penyakit melalui teknik diagnosa, terapi vaksin, dan cara pengobatan yang inovatif.

3.2.2 Misi PT Aventis Pharma

Misi PT Aventis Pharma yaitu Aventis Pharma adalah perusahaan farmasi global yang memiliki tekad untuk memberi arti bagi para pasien, pemilik saham, karyawan, dan masyarakat luas dengan menemukan, mengembangkan, dan memasarkan produk-produk farmasi inovatif yang akan dapat memenuhi kebutuhan medis yang belum teratasi serta menuju pelayanan kesehatan dengan biaya lebih rendah. Perusahaan juga mempunyai tekad untuk menjadi pemimpin dalam era di mana perubahan-perubahan terjadi dengan cepat di industri ini.

3.3 Lokasi dan Sarana Produksi (Sanofi Aventis, 2012)

PT Aventis Pharma Site berlokasi di Jalan Jendral Ahmad Yani, Pulo Mas Jakarta, berdiri di atas tanah seluas 37.500 m2 atau 150 x 250 m, dan berupa lapangan rumput seluas 24.000 m2. Di kawasan ini terdapat beberapa gedung utama:

1. Factory building yang terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian produksi (processing dan packaging) dan warehouse, seluas 3160 m2. Peluasan

warehouse dibangun dan diperbaiki mengikuti synergi project factory upgrade

(SPFU). Factory building terdiri dari dua lantai yaitu:

a. Ground floor yang digunakan untuk warehouse, solid processing, cream and ointment processing, primary and secondary packaging, dan aktivitas

(36)

outgoing airlock. Antara warehouse dan area processing terdapat dua airlock

untuk transfer material. Di antara warehouse dan secondary packaging terdapat

dua airlock, yaitu airlock untuk mentransfer secondary packaging material dari

warehouse ke secondary packaging area dan untuk mentransfer finished goods

dari secondary packaging area ke warehouse. Layout dan design di ground floor diatur sedemikian rupa untuk menyediakan alur kerja dan urutan lalu

lintas bahan satu arah untuk menghindari resiko mixed up.

b. First floor terutama digunakan untuk fasilitas-fasilitas seperti loker, ruang ganti pakaian, dan technical area.

2. Office building 1, seluas 540 m2. 3. Office building 2, seluas 540 m2.

4. Multi purpose building, digunakan untuk office, bagian quality operation seluas 450 m2.

5. Energy building and workshop, seluas 485 m2.

3.4 Karyawan Sanofi Group Indonesia

Dari 110.000 karyawan di 100 negara, lebih dari 700 orang karyawan PT Aventis Pharma berada di Indonesia, mereka berprestasi bersama mendukung dan membentuk Aventis Pharma untuk menjadi salah satu perusahaan farmasi terkemuka di dunia. PT Aventis Pharma mengangkat calon-calon karyawan dari lulusan terbaik dan berbakat dari berbagai universitas dan institusi pendidikan lain di Indonesia. Mereka kemudian mendapat kesempatan untuk dilatih diberbagai disiplin industri, seperti teknik, kesehatan, keuangan, pemasaran, dan teknologi informasi. Perusahaan juga mendorong budaya kewirausahawan yang berorientasi pada pasar dan yang diinspirasi oleh fleksibilitas, kerjasama, dan pembuatan keputusan berdasarkan data, bukan tradisi.

Kelangsungan kegiatan operasi merupakan hal yang diutamakan di PT Aventis Pharma. Demikian juga dengan pengakuan terhadap kepentingan yang

sejajar antara pelanggan dan kesejahteraan karyawan. Disamping

mempertahankan hubungan yang baik dengan serikat pekerja, kesejahteraan karyawan juga dijamin oleh berbagai program menarik, seperti penggantian biaya kesehatan karyawan, kompensasi yang kompetitif, bonus, serta paket tunjangan

(37)

hari tua. Penghargaan diberikan berdasarkan keberhasilan individu dan tim. Semua ini menciptakan lingkungan kerja yang menyajikan tantangan sekaligus produktif dan membanggakan.

3.5 Struktur Organisasi Sanofi Group Indonesia (Sanofi Aventis, 2013)

Sanofi Group Indonesia dipimpin oleh seorang Presiden Direktur yang membawahi 13 Divisi, yaitu:

a. National Sales b. Marketing

c. Strategy Development and Diabetes d. Oncology Unit

e. Communication and Public Affairs f. Finance and Accounting

g. Business Development h. Human Resources i. Medical and Regulatory j. Senior Legal

k. Industrial Affairs l. Vaccine

m. Country Compliance

Bagan struktur organisasi Sanofi Group Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.6 Produk PT Aventis Pharma

PT Aventis Pharma dikenal sebagai perusahaan farmasi yang menghasilkan obat-obat sesuai dengan kebutuhan bidang kesehatan di Indonesia. Aventis Pharma Global akan mendukung dan mempertahankan predikat tersebut melalui penerapan teknologi tinggi dalam pengembangan solusi untuk menghadapi berbagai penyakit yang diderita masyarakat Indonesia. Melalui penelitian di bidang kardiovaskuler, penyakit infeksi, asma, alergi, diabetes, radang sendi, kanker serta di bidang vaksin dan protein terapetik ( therapeutic proteins), PT Aventis Pharma yakin bahwa produk-produk yang dihasilkan akan

(38)

memainkan peranan penting dalam membantu masyarakat Indonesia mengatasi masalah kesehatan di Indonesia.

Produk PT Aventis Pharma diperoleh dengan berbagai cara, antara lain dengan memproduksi obat tersebut menggunakan fasilitas produksi yang tersedia,

kontrak dengan perusahaan farmasi lain (toll manufacturing), dan mengimpor baik

produk ruahan untuk dikemas akhir (re-pack) maupun produk jadi yang telah dikemas namun masih memerlukan pelabelan (penempelan stiker). Produk PT Aventis Pharma secara garis besar dapat dibagi menjadi enam, yaitu:

1. Produk yang diproduksi sendiri di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal (dalam negeri) dan eksport (luar negeri).

2. Produk impor dari Aventis Global yang dikemas ulang (repackaging) di

pabrik (Jakarta site)

3. Produk impor yang berupa finished goods.

4. Produk yang bulk-nya diimpor dan kemudian dikemas di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal dan ekspor.

5. Produk toll manufacturing yang dibuat oleh PT Boehringer-Ingelheim

Indonesia untuk PT Aventis Pharma.

PT Aventis Pharma telah menghasilkan serangkaian obat-obat inovatif untuk pengobatan pasien yang menderita beraneka ragam penyakit serius. Hal ini terlaksana berkat dukungan dari sumber daya yang profesional, manajemen dan

pimpinan perusahaan yang penuh komitmen, serta dengan research and

development anggaran terbesar di industri farmasi. Upaya riset Aventis Pharma difokuskan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan medis yang belum teratasi dan diarahkan pada 7 bidang utama, yaitu:

1. Anti infeksi, dengan pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur.

2. Radang sendi/tulang, dengan pengobatan untuk radang sendi dan osteoporosis.

3. Kardiologi/thrombosis, untuk pengobatan infark jantung, penyakit jantung koroner dan kelainan jantung lainnya.

(39)

tulang belakang.

5. Metabolisme, untuk pengobatan diabetes dan penyakit metabolisme lainnya 6. Onkologi, untuk pengobatan tumor ganas.

(40)

DIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS

Berdasarkan struktur organisasi, Divisi Industrial Affairs (Industrial

Affairs/IA Division) berada langsung dibawah Presiden Direktur PT Aventis Pharma, yang dikepalai oleh Head of Industrial Affairs Division. Berikut ini

adalah departemen yang dibawahi oleh IA Division:

a. Industrial Quality and Compliance Department b. Production Department

c. Technical Services Department (TSD)

d. Health, Safety, and Environment Department (HSE Dept.) e. Plant Logistic Department

f. Purchasing Department

Struktur organisasi Industrial Affairs Division dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.1. Industrial Quality and Compliance Department (Aventis Pharma, 2012)

Industrial Quality and Compliance (IQC) Department adalah salah satu

bagian dari IA Division yang bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu

menyeluruh dalam arti pengendalian mutu terhadap produk yang dihasilkan sejak

bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In Process Control/IPC), sampai

dengan produk jadi yang siap digunakan, termasuk didalamnya penilaian terhadap pemasok dan distributor. Untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan serta menjamin ketelitian pemeriksaan perlu dilakukan pengecekan, validasi, dan

kalibrasi dari alat dan ruangan yang digunakan untuk memeriksa produk. IQC

Department juga perlu melakukan pemeriksaan stabilitas untuk memonitor secara tidak langsung mutu obat yang telah beredar. Departemen ini dipimpin oleh seorang Head of IQC yang membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance Unit (QA Unit) dan Quality Control Unit (QC Unit). Struktur organisasi dari IQC Department dapat dilihat pada Lampiran 3. Berikut ini penjelasan mengenai QA Unit dan QC Unit.

(41)

4.1.1. Quality Assurance Unit (Unit Pemastian Mutu)

Unit ini bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen, termasuk didalamnya pemilihan pemasok dan distributor. Sistem mutu

di PT Aventis Pharma ditetapkan berdasarkan CPOB, Aventis Global Quality

Standards dan Global IQC Directive. Pengendalian mutu dilakukan terhadap semua faktor yang dapat mempengaruhi mutu obat yaitu mulai dari bahan awal, bahan pengemas, proses pembuatan, bangunan, peralatan, dan personalia. Unit ini

dipimpin oleh seorang QA Manager yang bertanggung jawab kepada Head of

IQC. Aspek-aspek yang ditangani oleh unit ini adalah:

4.1.1.1 Penanganan personel

Unit Pemastian Mutu bertanggung jawab terhadap koordinasi perencanaan dan penyelenggaraan pelatihan karyawan bidang operasional. Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB. Sejalan dengan hal itu, standar Health, Safety, and Environment

juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang HSE (HSE Department). Secara garis besar pelatihan dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Pelatihan dasar, meliputi teori dan praktek CPOB, pengenalan

mikroorganisme, keselamatan kerja, dan lain-lain.

b. Pelatihan tambahan, misalnya keluar masuk di cold storage room yang ada

di warehouse, pelatihan khusus tentang pengoperasian suatu alat/mesin.

Tanggung jawab lain QA adalah untuk memastikan bahwa program pelatihan

yang disiapkan sesuai dengan aturan-aturan pemerintah maupun Global HSE

Standard serta memonitor pelaksanaannya. Pelatihan dilakukan secara kontinu untuk menjamin personel terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan tugasnya dan untuk menjaga agar sistem yang telah ditetapkan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Setiap awal tahun masing-masing departemen harus merencanakan program pelatihan untuk satu tahun mendatang untuk departemennya yang

(42)

mencakup topik pelatihan, waktu pelaksanaan, peserta, serta instrukturnya. Pelatihan yang dilakukan diutamakan untuk prosedur tetap (protap) baru atau protap yang diubah atau direvisi karena suatu temuan pada saat inspeksi diri atau

temuan pada suatu failure investigation (penyelidikan terhadap kegagalan),

kecelakaan kerja, dan sebagainya. Khusus untuk karyawan baru selain mengikuti pelatihan dasar mengenai teori dan praktek dari CPOB atau HSE, mereka juga harus menerima pelatihan yang sesuai atau berkaitan dengan tugasnya baik umum maupun khusus. Untuk mengevaluasi efektifitas dari pelatihan, dilakukan dengan pelatihan pemahaman karyawan terhadap materi pelatihan dengan menggunakan

metode scoring (berdasarkan hasil tertulis) maupun dengan pengamatan langsung

terhadap karyawan dalam melaksanakan SOP tersebut. Contohnya: pada saat pelatihan pengunaan alat tertentu, karyawan langsung diminta untuk mendemonstrasikan cara menggunakan alat. Hal ini kemudian dinilai oleh pelatih.

4.1.1.2 Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi

Tugas QA Unit adalah menangani dokumen yang berlaku, baik dalam hal

penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, serta penanganan dokumen yang sudah tidak berlaku. Dokumen adalah segala sesuatu berupa catatan tertulis atau tercetak, seperti instruksi, raw data, formulir, panduan dan kebijakan yang berhubungan dengan proses pengembangan, pembuatan, pemeriksaan, distribusi

obat, yang diperlukan untuk pemenuhan persyaratan CPOB, Sanofi Aventis

directives dan peraturan pemerintah yang berhubungan yang digunakan di PT

Aventis Pharma. Dokumennya antara lain adalah General Manufacturing

Instruction, Test method (produk, bahan baku dan bahan pengemas), Test Method Validation, Stability Study, Global IQC Directive, Global HSE, Drug Surveillance Action Plan (DSAP), dan dokumen registrasi. Termasuk di dalamnya pula adalah dokumen pembuatan obat yang merupakan bagian manajemen sistem informasi yang meliputi spesifikasi, prosedur pembuatan, metode pemeriksaan, serta laporan lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat atau seluruh dokumen yang dipersyaratkan dalam CPOB. Jenis dokumen ada 2 macam, yaitu:

(43)

a. Batch related document, contohnya: PPI (Prosedur pengolahan atau pengemasan induk); catatan pengolahan/pengemasan bets; Spesifikasi dan catatan hasil pemeriksaan bahan baku, bahan pengemas, produk antara,

produk ruahan, obat jadi (termasuk kromatogramnya); raw data; test method,

protap, catatan distribusi obat.

b. Non batch related document, contohnya: kualifikasi dan validasi, penelitian terhadap kegagalan (FIR), catatan pembersihan dan sanitasi, program stabilitas, pengendalian hama, audit, registrasi, change control, gambar tekhnik, pemeriksaan dan kalibrasi alat, penanganan keluhan dan obat

kembalian, pemantauan lingkungan, log book, pelatihan pegawai, technical

agreement, dan dokumen lainnya.

4.1.1.3 Menyusun dan mengendalikan prosedur tetap (protap)

Menurut CPOB dan ketentuan dari Global IQC Directives maupun Global

Health Safety and Environment (HSE) untuk setiap kegiatan yang dilakukan hendaklah disiapkan suatu prosedur tertulis berupa Protap. Prosedur Tetap (Protap), atau yang juga dikenal sebagai Standard Operating Procedure (SOP), adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi untuk pelaksanaan tugas yang tidak khusus berkaitan dengan suatu produk atau bahan tertentu, tetapi lebih bersifat umum, misalnya pengoperasian, pemeliharaan dan pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pembersihan gudang dan pengendalian kondisi lingkungan, pengambilan contoh (sampling), dan inspeksi diri. Protap dimaksudkan untuk:

a. Memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas.

b. Memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB dan HSE.

c. Memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku.

d. Membantu melatih karyawan baru. Protap ada dua macam, yaitu:

(44)

a) Berguna untuk menjelaskan dan mendokumentasikan sistem QA pada IA Division dalam bidang CPOB dan HSE.

b) Suatu bagian dari buku pedoman dari sistem penjaminan mutu atau protap

panduan mutu.

c) Sangat tidak cocok digunakan sebagai protap di “lapangan” meskipun

berbagai operasi yang dilukiskan adalah bersifat umum.

2) Protap khusus, yang berisi hal-hal khusus

a) Berguna untuk menjelaskan dan mendokumentasikan sistem QA dan HSE

dalam masing-masing lingkungan departemen dan lingkungan kelompok pada IA Division.

b) Mengatur seluruh kegiatan yang berkaitan dengan CPOB dan HSE yang

bersifat spesifik bagi departemen atau kelompok unit tertentu.

c) Bermanfaat sebagian untuk digunakan sebagai protap di “lapangan” apabila

protap tersebut merinci departemen terkait.

Pada dasarnya tiap protap dibuat oleh departemen atau unit yang

bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan IQC Department atau

QA Unit dan departemen lain yang berhubungan. IQC Department bertanggung jawab mengkoordinir penyiapan, penerbitan, dan implementasi semua protap yang

ada. Protap dikaji ulang minimal setiap tiga tahun sekali. Protap diperiksa oleh QA

Manager, Department Manager yang bersangkutan dan Department Manager

yang berkaitan, serta disetujui oleh Head of IQC Department. Bila penerbitan

protap dimaksudkan untuk mengganti protap yang telah ada, maka Department

Manager yang bersangkutan harus menarik dokumen lama dan salinannya dengan Formulir Penarikan Salinan Protap. Salinan protap kemudian dimusnahkan seluruhnya dengan membuat Berita Acara Pemusnahan Protap, sedangkan protap asli disimpan dalam dokumen khusus. Protap yang berhubungan dengan produk selama sepuluh tahun dan protap yang tidak berhubungan dengan produk selama 2

edisi. Selama lima tahun sebelum akhirnya dimusnahkan oleh QA Unit. Formulir

Penarikan Salinan Protap dan Berita Acara Pemusnahan Protap dilampirkan pada protap asli yang berlaku.

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi ruangan PT. Aventis Pharma
Tabel 2. Spesifikasi pemeriksaan portable water, purified water dan purified water MilliQ
Tabel 3. Jenis – jenis AHU
Tabel 4. Tingkatan Occupational Exposure Band
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penjadwalan proyek merupakan salah satu elemen hasil perencanaan, yang dapat memberikan informasi tentang jadwal rencana dan kemajuan proyek dalam hal kinerja sumber daya

Pengertian pengenalan secara otomatis pada definisi biometrik adalah dengan menggunakan teknologi (computer), pengenalan terhadap identitas seseorang dapat dilakukan

 pernah berhenti, sehingga tidak terjadi k!ntraksi !t!t terjadi k!ntraksi !t!t yang terk!!rdinasi pada !t!t yang terk!!rdinasi pada !t!t >entrikel yang diperlukan untuk siklus

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian tentang “ Perbedaan motivasi berobat pada penderita TB paru pada wilayah

Pada kasus post operasi BPH terjadi gangguan eliminasi yang terjadi karena tindakan invasif serta prosedur pembedahan sehingga.. perlu adanya obervasi drainase

menyimpan makanan, sementara mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi. Aliran darah otak ini unik, karena melawan arah gravitasi. Dimana darah arteri mengalir