• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus Di Suaka Margasatwa Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah, Kabupaten Toba Samosir)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus Di Suaka Margasatwa Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah, Kabupaten Toba Samosir)"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI EKONOMI PEMANFAATAN HASIL HUTAN

OLEH MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN

(Studi Kasus di Suaka Marga Satwa Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa

Meranti Tengah, Kabupaten Toba Samosir)

HASIL PENELITIAN

Oleh:

Benyaris A Pardosi

051201047

Manajemen Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus Di Suaka Margasatwa Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah, Kabupaten Toba Samosir)

Nama Mahasiswa : Benyaris A Pardosi

Nim/Program Studi : 051201047/ Manajemen Hutan

Menyetujui Komisi Pembimbing,

Ketua Anggota

Agus Purwoko, S.Hut., M.Si NIP.19740801 200003 1 001

Kansih Sri Hartini, S.Hut., MP

Mengetahui,

Ketua Departemen Kehutanan

(3)

ABSTRACT

Economic value exploiting of forest result during the time tend to do not be calculated, although the forest existence have clear its advantage. This research also background by the fact that society around Wild Animal forest of Dolok Surungan have exploiting many result of forest like : water of nira, bane-bane, mat of pandan, firewood, bamboo, rattan, wildfood (antaladan),talas of forest, but how much its economic value not yet been known.

This research aim to : identifying types result and economic value of forest exploited by countryside society around forest; knowing pattern exploiting of forest (total of taking, taking method, processing, marketing); knowing contribution exploitingof forest result by countryside society aroun forest to earnings of countryside society around forest. This research was executed in June to Jule 2010, using quantitative method as especial method with data collecting through interview, quisioner and supported by method qualitative. Intake of sampel conducted by sampling purposive.

From result of research obtained that economic value contribtion exploiting of forest result to earnings of society equal to Rp. 511.754.500/yeaar.

To based on result of research can know that exploiting of forest result which during the time do not be calculated in the reality have given bigh enough contribution to earnings of countryside society around forest. Expectation Writer hopefully this skripsi be of benefit.

(4)

ABSTRAK

Benyaris A Pardosi. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus di Suaka Marga Satwa Dolok Surungan, Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah, Kecamatan Pintu Pohan, Kabupaten Toba Sanosir). Dibawah bimbingan Bapak Agus Purwoko, S.Hut., M.Si dan Ibu Kansih Sri Hartini, S.Hut., MP.

Nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan selama ini sering tidak dihitung (diabaikan), walaupun keberadaan hutan tersebut telah jelas dirasakan manfaatnya. Penelitian ini juga dilatar belakangi oleh fakta bahwa masyarakat sekitar hutan Suaka Marga Satwa Dolok Surungan telah banyak memanfaatkan hasil hutan seperti : air nira, bane-bane, pandan, kayu bakar, sapu lidi, bambu, rotan, antaladan, talas hutan, bahkan kayu sebagai bahan baku pembuatan perabot rumah tangga, namun nilai ekonominya belum diketahui.

Penelitian ini bertujuan untuk : mengidentifikasi jenis-jenis dan nilai ekonomi hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa sekitar hutan Suaka Marga Satwa Dolok Surungan;mengetahui pola pemanfaatan hasil hutan (jumlah yang diambil, cara pengambilan, pengelolaan, pemasaran) yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan; mengetahui kontribusi hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat sekitar hutan Suaka Marga Satwa Dolok Surungan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2010, menggunakan metode kuantitatif sebagai metode utama dengan pengumpulan data melalui wawancara (kuisioner) dan didukung oleh metode kualitatif. Pengambilan

sampel dilakukan dengan cara purposive sampling.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kontribusi nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat sebesar Rp. 511.754.500/thn.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa pemanfaatan hasil hutan yang selama ini tidak dihitung, ternyata telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan masyarakat desa sekitar hutan. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Parsoburan, Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba Samosir, tanggal 18 Februari 1987. Ayah bernama S. Pardosi dan Ibu bernama R. Pasaribu. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara.

Tahun 1999 Penulis tamat dari SD Negeri 173593 Kecamatan Habinsaran Kabupaten Toba Samosir, tahun 2002 Penulis tamat dari SMP Negeri I Habinsaran dan tahun 2005 tamat dari SMA Negeri I Habinsaran Parsoburan Tengah. Pada tahun 2005 masuk Jurusan Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyusun skripsi ini hingga selesai.

Adapun penelitian ini yang berjudul “ Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus di Suaka Margasatwa Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah Kecamatan Pintu Pohan Meranti Kabupaten Toba Samosir)” yang akan penulis teliti sebagai bahan untuk skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu Bapak Agus Purwoko, S.Hut.,M.Si selaku ketua dosen pembimbing dan Ibu Kansih Sri Hartini, S.Hut.,MP sebagai anggota dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini, serta semua pihak yang turut memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukan. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Medan, September 2010

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan... 6

Fungsi Suaka Margasatwa ... 8

Penilaian Sumberdaya Hutan ... 10

Masyarakat Sekitar Hutan... 13

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Populasi dan Sampel ... 15

Metode Pengumpulan Data ... 16

Analisis Data ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Suaka Margasatwa Dolok Surungan ... 20

Kondisi Fisik ... 20

Kondisi Sosial Budaya ... 22

Profil Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah ... 24

Karakteristik Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan ... 26

Jenis-Jenis Hasil Hutan yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat ... 29

Bentuk Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat ... 32

Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan ... 45

Pendapatan Rumah Tangga Diluar Pemanfaatan Hasil Hutan ... 50

Kontribusi Hasil Hutan Terhadap Pendapatan Masyarakat ... 51

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 53

Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(8)

DAFTAR TABEL

1. Keadaan Sosial Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan ... 27 2. Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan Berdasarkan

Pendidikan dan Umur ... 28 3. Jenis-Jenis Hasil Hutan yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat

Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Timur ... 29 4. Hasil Perhitungan Masing-masing Pemanfaatan Hasil Hutan

di Desa Meranti Utara ... 30 5. Hasil Perhitungan Masing-masing Pemanfaatan Hasil Hutan

Di Desa Meranti Tengah ... 30 6. Nilai Ekonomi Hasil Hutan yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat

Desa Meranti Utara ... 45 7. Nilai Ekonomi Hasil Hutan yang Dimanfaatkan Oleh

(9)

DAFTAR GAMBAR

1. Air Nira Yang Sudah Siap Untuk Dipasarkan ... 33

2. Penduduk Membawa Sapu Lidi Sehabis Bekerja dari Ladang ... 34

3. Kayu Bakar Yang Sudah Siap Untuk Dipakai Masyarakat ... 35

4. Antaladan Dicincang dan Dicampur Dengan Talas Hutan ... 36

5. Talas Hutan Yang Telah Dicincang ... 37

6. Tikar Pandan (Lage baion) yang Sudah Siap Pakai ... 38

7. Kerajinan Bambu Keranjang Anak Ayam ... 39

8. Rotan yang Dimanfaatkan untuk Mengikat Bubu ... 40

9. Lesung yang Terbuat dari Kayu ... 41

10. Andalu yang Terbuat dari Kayu ... 42

11. Gilingan Cabe Yang Terbuat dari Kayu ... 43

12. Bane-Bane atau Sanggul Sebagai Tanaman Obat ... 44

13. Persentase Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Yang Dimanfaatkan Masyarakat Desa Meranti Utara ... 48

14. Persentase Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Yang Dimanfaatkan Masyarakat Desa Meranti Tengah ... 48

15. Persentase Jumlah Pengambil Hasil Hutan di Desa Meranti Utara ... 49

16. Persentase Jumlah Pengambil Hasil Hutan di Desa Meranti Tengah ... 49

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

ABSTRACT

Economic value exploiting of forest result during the time tend to do not be calculated, although the forest existence have clear its advantage. This research also background by the fact that society around Wild Animal forest of Dolok Surungan have exploiting many result of forest like : water of nira, bane-bane, mat of pandan, firewood, bamboo, rattan, wildfood (antaladan),talas of forest, but how much its economic value not yet been known.

This research aim to : identifying types result and economic value of forest exploited by countryside society around forest; knowing pattern exploiting of forest (total of taking, taking method, processing, marketing); knowing contribution exploitingof forest result by countryside society aroun forest to earnings of countryside society around forest. This research was executed in June to Jule 2010, using quantitative method as especial method with data collecting through interview, quisioner and supported by method qualitative. Intake of sampel conducted by sampling purposive.

From result of research obtained that economic value contribtion exploiting of forest result to earnings of society equal to Rp. 511.754.500/yeaar.

To based on result of research can know that exploiting of forest result which during the time do not be calculated in the reality have given bigh enough contribution to earnings of countryside society around forest. Expectation Writer hopefully this skripsi be of benefit.

(12)

ABSTRAK

Benyaris A Pardosi. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus di Suaka Marga Satwa Dolok Surungan, Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah, Kecamatan Pintu Pohan, Kabupaten Toba Sanosir). Dibawah bimbingan Bapak Agus Purwoko, S.Hut., M.Si dan Ibu Kansih Sri Hartini, S.Hut., MP.

Nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan selama ini sering tidak dihitung (diabaikan), walaupun keberadaan hutan tersebut telah jelas dirasakan manfaatnya. Penelitian ini juga dilatar belakangi oleh fakta bahwa masyarakat sekitar hutan Suaka Marga Satwa Dolok Surungan telah banyak memanfaatkan hasil hutan seperti : air nira, bane-bane, pandan, kayu bakar, sapu lidi, bambu, rotan, antaladan, talas hutan, bahkan kayu sebagai bahan baku pembuatan perabot rumah tangga, namun nilai ekonominya belum diketahui.

Penelitian ini bertujuan untuk : mengidentifikasi jenis-jenis dan nilai ekonomi hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa sekitar hutan Suaka Marga Satwa Dolok Surungan;mengetahui pola pemanfaatan hasil hutan (jumlah yang diambil, cara pengambilan, pengelolaan, pemasaran) yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan; mengetahui kontribusi hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat sekitar hutan Suaka Marga Satwa Dolok Surungan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2010, menggunakan metode kuantitatif sebagai metode utama dengan pengumpulan data melalui wawancara (kuisioner) dan didukung oleh metode kualitatif. Pengambilan

sampel dilakukan dengan cara purposive sampling.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kontribusi nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat sebesar Rp. 511.754.500/thn.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa pemanfaatan hasil hutan yang selama ini tidak dihitung, ternyata telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan masyarakat desa sekitar hutan. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan Indonesia adalah tempat tinggal dan penghidupan bagi ratusan kelompok etnis, masing-masing dengan caranya sendiri dalam berhubungan dengan hutan. Hutan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, yaitu sebagai suatu daerah yang mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, dimana keanekaragaman tersebut sebagian besar merupakan penopang kebutuhan hidup manusia. Keanekaragaman hayati adalah sebuah sumber daya yang tentunya mempunyai nilai ekonomi, baik langsung maupun tidak langsung (Resosudarmo dan Colfer, 2003).

Hutan adalah sumberdaya alam yang dapat memberikan manfaat yang sangat besar (Multiple Benefit) untuk memenuhi kebutuhan manusia baik yang dirasakan secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan hutan selama ini cenderung mengeksploitasi hasil hutan kayu yang ternyata membawa implikasi ekologi terhadap tingginya deforestasi dan kerugian nilai ekonomi yang kurang memberikan keuntungan yang optimal. Karena itu pemanfaatan hasil hutan harus secara berkesinambungan dan menerapkan prinsip kelestarian hasil (Sustainable Yield Principle) yaitu pemanfaatan hutan harus diikuti dengan tindakan pelestarian seperti pengadaan reboisasi agar

manfaat yang kita peroleh dapat terus kita rasakan secara berkelanjutan (Affandi dan Patana, 2002).

(14)

Indonesia sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada pemanfaatan hasil/ jasa hutan. Keberadaan hutan merupakan sumber mata pencaharian bagi masyarakat yang tingkat perekonomiannya masih rendah karena memanfaatkan sumberdaya hutan secara tradisional. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka meningkat pula permintaan kebutuhan masyarakat akan hasil hutan baik kayu maupun non kayu sesuai dengan kebutuhan (Kasim dan Murad, 2001).

Sempitnya pemahaman masyarakat yang menyeluruh tentang fungsi hutan baik secara ekologis maupun ekonomis, menjadi faktor dalam pemanfaatan/ eksploitasi kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat secara sesaat. Masyarakat merasakan bahwa hutan memberikan nilai ekonomi yang lebih nyata ketika mereka memanfaatkan hasil-hasil hutan itu secara langsung daripada harus menjaga kelestarian dari hutan tersebut.

Kebanyakan masyarakat lebih tertarik memelihara hutan apabila mereka dapat merasakan langsung dampak dari pemeliharaan hutan yang mereka lakukan terhadap taraf hidup mereka seperti peningkatan pendapatan atau memberi kebutuhan hidup mereka sehari hari dibandingkan dengan hilangnya nilai rosot karbon, plasma nutfah, perubahan sistem hidrologi atau perubahan iklim lokal akibat perambahan. Namun di tingkat masyarakat, pemanfaatan hasil hutan secara langsung ternyata lebih menarik dan

bernilai dibanding plasma nuftah yang akan hilang akibat perambahan (Saraan dan Nopandry, 2007).

(15)

menyediakan lahan yang subur untuk bercocok tanam. Diluar hasil hutan yang berupa kayu, masyarakat masih memperoleh manfaat lain dari hutan, yaitu sebagai sumber untuk mendapatkan bahan pangan dan untuk menggembalakan ternak. Bahan pangan yang biasa tumbuh secara alami di dalam hutan misalnya ubi, tanaman obat, buah buahan, dan lain lain (Simon, 2004).

Kebanyakan masyarakat tidak menyadari berapa besar nilai ekonomi dari hasil-hasil hutan yang telah mereka manfaatkan untuk kebutuhan hidup mereka, seperti hasil-hasil hutan yang diambil untuk langsung dimanfaatkan tanpa menjualnya ke pasar untuk memperoleh uang sebagai hasil yang akan dimanfaatkan kembali untuk kebutuhan mereka.

(16)

Identifikasi Masalah

1. Belum teridentifikasinya secara menyeluruh jenis-jenis hasil hutan dan bentuk-bentuk pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat sekitar hutan dan kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat.

2. Pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat sekitar hutan sering dianggap tidak bernilai ekonomi sehingga sering tidak diukur dalam kontribusi nilai ekonomi hutan.

3. Tidak adanya data tentang nilai ekonomi kuantitatif hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa sekitar hutan, sehingga sulit untuk menjelaskan kepada pihak lain tentang manfaat ekonomi dari pemanfaatan hasil hutan tesebut.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi jenis-jenis dan nilai ekonomi hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa sekitar hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan.

2. Mengetahui pola pemanfaatan hasil hutan (jumlah yang diambil, cara pengambilan, pengelolaan, pemasaran) yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan.

3. Mengetahui kontribusi hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat sekitar hutan

(17)

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi/ data mengenai jenis jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat sekitar Suaka Margasatwa Hutan Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah.

2. Memberikan informasi/data mengenai bentuk-bentuk pemanfaatan hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat sekitar Suaka Margasatwa Hutan Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan

Berdasarkan Undang Undang No 41 tahun 1999 Pasal 1 ayat 2 bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohanan dalam persekutuan alam dan lingkungan yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Hutan mempunyai banyak manfaat (Multi Benefit) yang sangat berguna bagi kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994). Hutan memiliki manfaat yang cukup besar bagi masyarakat selain menyediakan kayu dan produk produk lainnya, hutan menyimpan sejumlah besar informasi genetik, mengatur iklim dan tata air, melindungi dan memperkaya tanah, mengendalikan hama dan penyakit, mengatur penyerbukan tanaman dan menyebarkan benihnya, menjaga kualitas air, menyediakan pemandangan yang indah dan memberi nilai estetika dan lain lain (Santoso, dan Robert, 2002)

(19)

Berdasarkan kemampuan untuk dipasarkan, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua (2) yaitu, manfaat marketable dan manfaat non marketable. Manfaat

marketable adalah barang dan jasa hasil hutan yang sudah dikenal nilainya atau ada

harga pasarnya baik dalam skala internasional, nasional, maupu n lokal, contohnya: kayu bulat. Manfaat non marketable adalah barang dan jasa hasil hutan yang belum dikenal nilai pasarnya, contohnya: tanaman obat, sayuran hutan, rumput hutan, dan manfaat

intangible seperti perlindungan dan pengaturan tata air, manfaat rekreasi

(Bergen dan Lowenstein, 1991).

Fungsi hutan ditinjau dari sisi sosial ekonomi, sifat alam sekitarnya, dan sifat sifat lainnya yang berhubungan dengan kehidupan manusia, maka dapat dikatakan bahwa hutan berperan sebagai sumberdaya yang menjadi salah satu modal dalam pembangunan, baik dari segi produksi hasil hutan atau fungsi plasma nuftah maupun penyangga kehidupan. Walaupun hutan memiliki fungsi konservasi, fungsi lindung,dan fungsi produksi, namun fungsi utama hutan tidak akan berubah yakni untuk mempertahankan kesuburan tanah, keseimbangan tata air, dan mencegah terjadinya erosi (Arief, 2001).

(20)

sebagai manfaat sosial dan sulit dinilai berdasarkan harga pasar walaupun manfaat ini telah banyak diakui masyarakat (Effendi dan Sylviani, 2007).

Kawasan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam,dan taman buru. Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa, sedangkan kawasan pelestarian alam terdiri dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Di dalam UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahwa, cagar alam merupakan kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya secara alami (BKSDAH Sumut II, 2002).

Pola yang umum pengelolaan kawasan konservasi di lapangan adalah penonjolan upaya-upaya preventif berupa perlindungan hutan dengan kegiatan-kegiatan patroli dan pelarangan-palarangan jalur-jalur akses masyarakat terhadap hutan. Hal ini menimbulkan pemikiran negatif terhadap pengelolaan kawasan hutan misalnya bahwa kawasan hutan, terutama kawasan konservasi, tidak termanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat (Saraan dan Nopandry, 2007).

Fungsi Suaka Margasatwa

Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ekosistem asli,

(21)

melestarikan flora dan fauna yang hidup di dalamnya yang mempunyai nilai tertentu agar dapat berkembang sesuai dengan kondisi aslinya. Selain itu cagar alam juga dipergunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan rekreasi (Saraan dan Nopandry, 2007).

Keanekaragaman hayati dan hewani di Indonesia membuat perlunya sebuah tempat untuk melindungi dan melestarikan keragaman tersebut. Karenanya, pemerintah Indonesia membuat beberapa tempat, diantaranya adalah cagar alam dan suaka margasatwa. Adapun kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan Suaka Margasatwa:

1. Merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya

2. Merupakan habitat dari suatu jenis satwa langka dan atau dikhawatirkan akan punah

3. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi

4. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; dan atau 5. Mempunyai luasan yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan. Beberapa kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan Suaka Margasatwa alam adalah :

1. Melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan 2. Memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan

3. Memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan

(22)

5. Mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa.

Larangan juga berlaku terhadap kegiatan yang dianggap sebagai tindakan permulaan yang berkibat pada perubahan keutuhan kawasan, seperti :

1. Memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan, atau

2. Membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, mengangkut, menebang, membelah, merusak, berburu, memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam kawasan (e-smartschool, 2007).

Penilaian Sumberdaya Hutan

Sumberdaya hutan (SDH) Indonesia menghasilkan berbagai manfaat yang dapat dirasakan pada tingkatan lokal, nasional, maupun global. Manfaat tersebut terdiri atas manfaat nyata yang terukur (tangible) berupa hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu seperti rotan, bambu, damar dan lain-lain, serta manfaat tidak terukur (intangible) berupa manfaat perlindungan lingkungan, keragaman genetik dan lain-lain. Saat ini berbagai manfaat yang dihasilkan tersebut masih dinilai secara rendah sehingga menimbulkan terjadinya eksploitasi SDH yang berlebih. Hal tersebut disebabkan karena masih banyak pihak yang belum memahami nilai dari berbagai manfaat SDH secara komperehensif. Untuk memahami manfaat dari SDH tersebut perlu dilakukan penilaian terhadap semua manfaat yang dihasilkan SDH ini. Penilaian sendiri merupakan upaya untuk menentukan nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa untuk kepentingan manusia (Nurfatriani, 2001).

(23)

satuan moneter. Sebagai contoh manfaat hutan dalam menyerap karbon, dan manfaat ekologis serta lingkungan lainnya. Karena sifatnya yang non market tersebut menyebabkan banyak manfaat SDH belum dinilai secara memuaskan dalam perhitungan ekonomi. Tetapi saat ini, kepedulian akan pentingnya manfaat lingkungan semakin meningkat dengan melihat kondisi SDA yang semakin terdegradasi. Untuk itu dikembangkan berbagai metode dan teknik penilaian manfaat SDH, baik untuk manfaat SDH yang memiliki harga pasar ataupun tidak, dalam satuan moneter. Ukuran nilai ini dapat diekspresikan melalui waktu, tenaga, barang atau uang, dimana seseorang bersedia memberikannya untuk memperoleh, memiliki atau menggunakan barang dan jasa yang dinilai (Nurfatriani, 2001).

Penilaian adalah penentuan nilai manfaat suatu barang ataupun jasa bagi manusia atau masyarakat. Adanya nilai yang dimiliki oleh suatu barang ataupun jasa (sumberdaya lingkungan) pada gilirannya akan mengarahkan perilaku pengambil keputusan yang dilakukan oleh individu, masyarakat ataupun organisasi. Jika nilai sumberdaya hutan, ataupun lebih spesifik barang dan jasa hutan sudah tersedia informasinya, seperti halnya harga berbagai produk yang ada dipasar, maka pengelola hutan dapat memanfaatkannnya untuk berbagai keperluan seperti pengambilan keputusan pengelolaan, perencanaan, dll (Bahruni, 1999).

(24)

(willingness to pay-WTP) terhadap manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter, atau kesediaan menerima konsumen (willingness to accept – WTA) terhadap kompensasi yang diberikan kepada konsumen untuk manfaat yang hilang dalam satuan moneter (Nurfatriani, 2001).

Berdasarkan hal diatas untuk menentukan nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan tersebut, maka dalam penelititan ini digunakan beberapa metode penilaian,yaitu : metode nilai pasar, metode nilai relative, dan metode biaya pengadaan. Metode nilai pasar digunakan jika barang dan jasa dijual di pasar, sehingga diperoleh nilai dari barang dan jasa tersebut. Nilai pasar merupakan harga barang dan jasa yang ditetapkan oleh penjual dan pembeli tanpa intevensi pihak lain (kompetisi sempurna) di pasar. Selama terjadi informasi pasar maka sumber penilaian yang dianggap paling baik atau paling kuat adalah nilai pasar (Affandi dan Patana, 2002).

Metode nilai relative dihitung dari hasil perkalian jumlah volume hasil hutan tertentu dengan harga relative (harga relative barang tersebut terhadap harga barang lain yang sudah diketahui pasarnya). Prinsip metode nilai relative ini adalah nilai suatu barang yang belum ada pasarnya dibandingkan dengan barang lain yang sudah diketahui pasarnya. Metode biaya pengadaan merupakan biaya korbanan yang sudah dikeluarkan untuk mencapai tujuan, sehingga diartikan sebagai usaha yang dikorbankan untuk mengadakan barang dan jasa yang dikonsumsi. Metode ini didasarkan pada kesediaan membayar (willingness to pay), yang diartikan sebagai jumlah korbanan yang bersedia dibayarkan konsumen untuk setiap tambahan sesuatu yang dikonsumsi. Metode penilaian ini dapat dihitung dengan rumus :

Ni = Bpi / JVi

(25)

BP = Biaya Pengadaan Hasil Hutan (Rp/ pengambilan)

JV = Jumlah Volume Hasil Hutan (Unit Volume/pengambilan) i = Jenis Hasil Hutan Yang Diambil (Affandi dan Patana,2002).

Masyarakat Sekitar Hutan

Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di kawasan hutan baik yang memanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung hasil hutan tersebut. Hutan bagi masyarakat di sekitarnya merupakan sumber untuk memperoleh pangan, papan, obat-obatan, kayu bakar, lahan perluasan pertanian dan pemukiman, tempat penggembalaan, tempat melakukan kegiatan spiritual, dan lain-lain. Dalam masyarakat biasanya terdapat perbedaan status diantara anggota masyarakatnya. Perbedaan tersebut dapat berasal dari faktor keturunan, ekonomi, pendidikan, keterampilan, agama, atau sumber-sumber lain yang bernilai penting bagi masyarakat. Reaksi kelompok sosial menurut statusnya akan berbeda beda terhadap suatu objek, termasuk terhadap objek berupa hutan. Masyarakat sekitar hutan mempunyai sistem hubungan sosial, ekonomi dan budaya tersendiri dengan lingkungan (Kasim dan Murad, 2001).

(26)
(27)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir. Waktu penelitian ini Juni – Juli 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisioner serta data Peta Kawasan Hutan Dolok Surungan dan Peta Desa Meranti dan masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain lembar kuisioner, alat tulis, kamera, perangkat komputer.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah yang memanfaatkan hasil hutan dengan jumlah kepala keluarga 455 rumah tangga di Desa Meranti Tengah dan 355 rumah tangga di Desa Meranti Utara.

(28)

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah hasil observasi di lapangan, diperoleh melalui wawancara dan pembagaian kuisioner terhadap responden yang memanfaatkan hasil hutan. Data primer yang dibutuhkan meliputi : jenis dan jumlah hasil hutan yang dimanfaatkan, kondisi sosial ekonomi masyarakat/ responden (nama, umur, pekerjaan, pendidikan, mata pencaharian, jumlah tanggungan, lama menetap), frekuensi pengambilan, lama dan waktu pengambilan, biaya pengambilan,nilai hasil hutan dan pendapatan penduduk dari pemanfaatan hasil hutan tersebut. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari pencatatan data/ informasi yang sudah tersedia dari instansi terkait, seperti kondisi umum lokasi penelitian, dan jumlah penduduk.

Analisis Data

Data data yang diperoleh dari hasil kuisioner dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabulasi. Data data tersebut kemudian akan dianalisis secara kuantitatif. Untuk mengetahui jenis dan nilai ekonomi hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi jenis-jenis dan nilai ekonomi hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa sekitar hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan

A. Hasil hutan marketable

Untuk hasil hutan yang memiliki harga pasar dilakukan analisis dengan cara:

(29)

b. Rata-rata hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat per tahun dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh hasil hutan yang dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat dibagi dengan jumlah masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan tersebut.

c. Untuk menghitung nilai barang hasil hutan untuk setiap jenis per tahun dihitung dengan pendekatan harga pasar yang berlaku di daerah penelitian.

B. Hasil hutan non-marketable

Nilai barang hasil hutan untuk setiap jenis per tahun yang diperoleh masyarakat dilakukan dengan cara, harga barang hasil hutan yang diperoleh dari hasil wawancara dianalisis dengan cara:

a. Harga subtitusi. Nilai barang/jasa hutan yang tidak memiliki harga pasar didekati dari harga barang subtitusinya.

b. Biaya oportunitas tidak langsung. Nilai barang/jasa hutan didekati dari faktor biaya pengadaannya (khususnya upah).

c. Nilai tukar perdagangan. Harga barang/jasa hutan didekati dari nilai pertukaran dengan barang yang ada harganya.

d. Nilai dalam proses produksi. Teknik ini digunakan untuk menilai barang/jasa hutan yang merupakan input dalam produksi suatu barang (Bahruni, 1999). 2. Untuk mengetahui pola pemanfaatan hasil hutan (jumlah yang diambil, cara

pengambilan, pemasaran, pengelolaan) yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan.

a. Menghitung nilai rata-rata jumlah barang yang diambil per responden per jenis

(30)

X =

n

X1 + X2+….+ Xi Keterangan :

X = Rata rata jumlah barang yang diambil Xi = jumlah barang yang diambil per responden

n = jumlah responden pengambil per jenis barang b. Menghitung total pengambilan per unit barang per tahun

Untuk menghitung total pengambilan per unit barang per tahun dihitung dengan mengalikan rata-rata jumlah yang diambil dengan frekwensi pengambilan dikalikan dengan jumlah pengambil barang atau:

∑X = X x ƒ x n

Dimana:

∑X : Total pengambilan per tahun

X : Rata-rata jumlah barang yang diambil ƒ : frekuensi pengambilan

n : jumlah pengambil

c. Menghitung nilai ekonomi hasil hutan per jenis barang per tahun

Untuk menghitung nilai ekonomi nilai hasil hutan per jenis dengan cara perkalian total pengambilan hasil hutan (unit/tahun) dengan harga hasil hutan atau:

NE = ∑X x Wh

NE : Nilai ekonomi hasil hutan per jenis barang per tahun ∑X : Total Pengambilan (unit/tahun)

Wh : Harga hasil hutan

(31)

3. Mengetahui kontribusi hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat sekitar hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan

Dari hasil perhitungan nilai hasil hutan ini akan didapat total nilai hasil hutan setiap jenis per tahun dan total hasil hutan seluruh jenis per tahun, sehingga dapat dihitung besar kontribusi nilai hasil hutan ini terhadap pendapatan rumah tangga di Desa Meranti Utara, dan Desa Meranti Tengah Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir.

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Suaka Margasatwa (SM) Dolok Surungan 1. Tinjauan sejarah dan pengelolaan

Suaka Margasatwa (SM) Dolok Surungan merupakan kawasan konservasi yang diperuntukkan bagi perlindungan dan habitat yang penting bagi satwa-satwa liar yang dilindungi terutama Tapir (Tapirus indicus). Sejak jaman Belanda, kawasan ini, sebelumnya bernama kompleks hutan Dolok Sihobun (13.000 ha) dan kompleks hutan Dolok Surungan (10.800 ha), telah ditetapkan sebagai kawasan hutan negara dengan Surat Keputusan Zelfbestuur No. 50 tanggal 25 Juni 1924. Pada tahun 1974 kedua kompleks hutan ini ditetapkan menjadi kawasan Suaka Margasatwa Dolok Surungan dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 43/Kpts/Um/1974 pada tanggal 2 Pebruari 1974 seluas 23.800 ha.

Sejak berdirinya Departemen Kehutanan pada tahun 1984, pengelolaan SM Dolok Surungan beralih dari Dirjen PPA Departemen Pertanian ke Departemen Kehutanan. Untuk memudahkan pengelolaan, pengelolaan kawasan SM Dolok Surungan dibagi ke dalam satuan resort konservasi wilayah. Saat ini, SM Dolok Surungan dibagi menjadi 2 resort yang berkedudukan di Salipotpot (SM Dolok Surungan I) dan di Parsoburan (SM Dolok Surungan II) (Balai KSDH Sumut II, 2002).

2. Kondisi Fisik

Letak dan keadaan geografis

(33)

berada di 3 Kecamatan (Habinsaran, Pintu Pohan Meranti, dan Bandar Pulau) di 2 Kabupaten (Tobasa dan Asahan) dan berbatasan langsung di sebelah Timur dengan Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhan Batu.

SM Dolok Surungan berada pada ketinggian ± 350 mdpl sampai dengan ± 2173,7 mdpl dengan puncak tertinggi di Dolok (bukit) Surungan. Kontur dan topografi dominan di dalam kawasan dan kawasan penyangga di sekitarnya bergunung-gunung dan berbukit-bukit. Topografi yang cukup landai berada di sebelah Timur sampai ke kawasan penyangga kawasan di wilayah administratif Kabupaten Labuhan Batu.

Dalam satuan Daerah Aliran Sungai (DAS), SM Dolok Surungan termasuk ke dalam DAS Asahan dan DAS Kualuh. Adapun dalam rentang satuan DAS Asahan, wilayah SM Dolok Surungan berada pada wilayah hulu DAS yang bermuara di Tanjung Balai ini (Balai KSDH Sumut II, 2002).

3. Potensi ekologis

SM Dolok Merupakan kawasan konservasi terbesar di wilayah Toba. Luasnya mencapai 23.800 ha dengan kontur berbukit-bukit dan berada di sebelah Tenggara Danau Toba. Beberapa kawasan konservasi lainnya yang berada di ranah ini antara lain : Cagar Alam (CA) Dolok Saut (39 ha), CA Martelu Purba di sebelah utara (195 ha), dan Taman Wisata Alam (TWA) Sijaba Hutaginjang di sebelah selatan (500 ha).

Pada saat ditetapkan menjadi kawasan konservasi, kawasan SM Dolok Surungan dianggap sebagai kawasan perlindungan bagi berbagai satwa, terutama tapir (Tapirus

indicus). Satwa ini merupakan salah satu mamalia yang termasuk ke dalam Appendix I

(34)

sumatera, kambing hutan, burung rangkong, rusa, dan berbagai jenis primata termasuk jenis-jenis Presbytis (Balai KSDH Sumut II, 2002).

Jenis flora yang banyak ditemukan di SM Dolok Surungan terutama jenis-jenis tumbuhan dan pepohonan hutan dat aran rendah sampai pegunungan. Di sebelah Utara jenis-jenis Dipterocarpaceae masih banyak ditemukan terutama jenis meranti-merantian dan keruing. Di sebelah tengah dan selatan jenis-jenis Fagaceae dari kelompok beringin dan Quercus spp. cukup dominan sesuai dengan ketinggiannya. Di wilayah puncak-puncak kawasan, jenis endemik Toba Pinus merkusii atau tusam banyak dijumpai. Jenis-jenis pohon buah juga banyak dijumpai di sekitar kawasan. Berdasarkan informasi masyarakat, sejak dulu jenis-jenis durian, manggis, petai (pote-lokal), dan langsat secara alami sudah tumbuh dan banyak dijumpai di dalam kawasan.

Penelitian LIPI pada tahun 2003 menemukan satu jenis bunga padma endemik tumbuh di dalam SM Dolok Surungan. Namun sayang, pada saat itu spesimen tanaman parasit ini tidak bisa diambil. Spesimen untuk jenis yang sama akhirnya ditemukan kembali dan dapat diambil di dalam Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di Kabupaten Mandailing Natal. Sampai saat ini diyakini bahwa jenis bunga padma ini merupakan jenis baru yang berbeda dengan Rafflesia arnoldi yang pertama kali ditemukan di Bengkulu (Balai KSDH Sumut II, 2002).

4. Kondisi Sosial Budaya

(35)

tersebut. Pengelompokan masyarakat di sekitar Dolok Surungan umumnya dipengaruhi oleh latar belakang suku dan budaya masing masing kelompok masyarakat. Meskipun demikian cluster atau kelompok-kelompok ini tidaklah bersifat ekslusif dan mutlak, pembauran juga terjadi di sebagian besar masyarakat. Di sebelah Selatan (Kec. Habinsaran) umumnya dihuni oleh masyarakat dari suku Batak Toba. Masyarakat Batak Toba memang dominan dan homogen di wilayah ini. Agama yang dianut oleh masyarakat umumnya Kristen dan sebagian lagi beragama Parmalim (agama yang diyakini kepercayaan asli orang Batak) (Balai KSDH Sumut II, 2002).

Masyarakat suku Batak juga menempati wilayah utara dan ‘cekungan’ Dolok Sijombur (antara Register 21 dan 22) . Di wilayah ini masyarakat Parmalim memiliki populasi yang cukup besar. Di perkampungan Aek Hucim dan Adian Baja (Meranti Timur) masyarakat Parmalim hidup dalam kelompok-kelompok yang cukup besar berbaur dengan masyarakat Batak Kristen dan masyarakat Jawa pendatang. Masyarakat Jawa menempati cluster-cluster yang cukup besar di wilayah utara (Kab. Asahan). Dusun Salipotpot di Desa Lobu Rappa dan Dusun PIR BUN di Desa Kuala Beringin merupakan basis masyarakat Jawa. Kedatangan mereka ke wilayah ini umumnya dipicu oleh pembagian ‘tanah persil’ dan kawasan PIR BUN yang dimotori oleh pemerintah dan PTPN III pada tahun 1980-an. Selain di kedua wilayah tersebut, masyarakat Jawa juga tersebar sampai ke wilayah Toba Samosir berbaur dengan masyarakat Batak Toba dalam kelompok-kelompok kecil. Kelompok yang cukup besar berada di wilayah Meranti Timur, Meranti Utara dan Parhitean (Balai KSDH Sumut II, 2002).

(36)

memiliki logat bahasa melayu. Identitas suku batak kelompok Batak Islam dapat dilihat dari kerukunan dan nama marga yang masih dipertahankan. Diyakini, kelompok terakhir ini merupakan keturunan masyarakat Batak dari Toba yang turun lebih dulu sejak 2 atau 3 generasi sebelumnya dan telah membaur dengan masyarakat Melayu di pesisir timur Sumatera (Tanjung Balai-Asahan-Labuhan Batu) (Balai KSDH Sumut II, 2002).

Profil Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah 1. Letak geografis

Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah merupakan salah satu Desa dari 10 Desa yang ada di Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir. Ditinjau dari segi geografis Desa Meranti Utara berada pada ketinggian 500 – 900 mdpl. Dengan curah hujan rata-rata 3000 mm/thn dan suhu udara rata-rata 20-23oC.

Desa Meranti Utara memiliki luas wilayah 5.400 Ha dengan batas administrasi: Sebelah Utara : Sungai Asahan

Sebelah Selatan : Desa Meranti Tengah Sebelah Barat : Desa Pintu Pohan Dolok Sebelah Timur : Desa Lobu Rappa (Asahan)

Desa Meranti Tengah memiliki luas wilayah 9.400 Ha, dengan batas administrasi: Sebelah Utara : Desa Meranti Utara

(37)

2. Kependudukan

Jumlah penduduk Desa Meranti Utara adalah 1.476 jiwa yang terdiri dari 727 jiwa laki-laki dan 749 jiwa perempuan atau sebanyak 335 rumah tangga. Sedangkan di Desa Meranti Tengah jumlah penduduknya adalah 455 jiwa yang terdiri dari 225 laki-laki, dan 230 jiwa perempuan atau sebanyak 123 rumah tangga yang tersebar di lima dusun. Suku mayoritas di Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah adalah Suku Batak Toba, kemudian beberapa diantaranya adalah suku Jawa. Bahasa pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Batak Toba. Mayoritas penduduk Desa Meranti Utara menganut agama Kristen Protestan, kemudian diikuti oleh agama Islam, Katolik dan aliran kepercayaan.

3. Perekonomian dan mata pencaharian

Pendapatan utama masyarakat di Desa Meranti Utara berasal dari sektor pertanian dan perkebunan. Hal ini ditunjukkan dengan mata pencaharian dan pekerjaan masyarakat Desa Meranti Utara adalah mayoritas petani dan berkebun karet dan sawit. Namun selain itu ada juga sebagian kecil dari masyarakat Desa Meranti Utara yang bekerja sebagai pedagang dan PNS.

Pendapatan lain dari masyarakat Desa Meranti Utara di luar sektor pertanian, perkebunan, pedagang dan PNS, juga diperoleh pendapatan dari pemanfaatan hasil hutan seperti nira, kayu bakar dan beternak sebagai pendapatan tambahan.

4. Sarana dan prasarana

(38)

desa tersebut dengan kabupaten Asahan. Sedangkan jalan menuju Desa Meranti Tengah belum cukup memadai dimana kondisi jalan masih sulit dilalui dengan kendaraan roda dua.

Di Desa Meranti Utara terdapat prasarana pasar yang digunakan sekali dalam seminggu yaitu pada hari Kamis sedangkan masyarakat dari Desa Meranti Tengah juga melakukan kegiatan pasar di Desa Meranti Utara. Prasarana lain yang terdapat di Desa Meranti Utara adalah Sekolah Dasar (SD) 3 unit dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 1 unit, sedangkan di Desa Meranti Tengah terdapat 1 unit Sekolah Dasar (SD). Terdapat 1 unit mesjid dan 8 gereja sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah umat beragama.

Karakteristik Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan

(39)

Tabel 1. Keadaan Sosial Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan No Identitas Rumah Tangga Jumlah (Orang) 1 Jenis Kelamin

Parmalim/Aliran Kepercayaan 17 5 Jumlah Tanggungan

Tidak ada 2

` Tingkat pendidikan rumah tangga sampel yang memanfaatkan hasil hutan pada umumnya masih tergolong rendah, yaitu Sekolah Dasar (SD) sebanyak 26 orang, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 34 orang, Sekolah Menengah Atas sebanyak 20 orang. Tingkat pendidikan rumah tangga masih tergolong rendah, hal ini disebabkan oleh prasarana sekolah yang ada di sekitar Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah masih minim yaitu: 3 Sekolah Dasar (SD) dan 1 SMP di Desa Meranti Utara, dan 1 Sekolah Dasar (SD) di Desa Meranti Tengah, sedangkan sekolah menengah atas belum ada di Desa tersebut.

(40)

sebagian besar merupakan pekerjaan warisan atau turun temurun. Rumah tangga yang memanfaatkan hasil hutan berdasarkan pendidikan dan umur dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan Berdasarkan Pendidikan dan

Umur.

No Tingkat pendidikan dan Umur

Jenis-jenis Hasil Hutan yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah

(41)

Tabel 3. Jenis-jenis Hasil Hutan yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah.

No Hasil Hutan Bentuk Pemanfaatan Hasil Hutan

1 Air Nira - Dimanfaatkan sendiri

(Tuak) - Dijual

2 Bane-bane - Dimanfaatkan sendiri

- Dijual

3 Pandan - Dimanfaatkan sendiri

(Baion) - Dijual

4 Kayu Bakar - Dimanfaatkan sendiri

(Soban) - Dijual

5 Sapu Lidi - Dimanfaatkan sendiri

6 Bambu - Dimanfaatkan sendiri

7 Rotan - Dimanfaatkan sendiri

8 Antaladan - Dimanfaatkan sendiri

(Pakan Ternak)

9 Talas hutan - Dimanfaatkan sendiri

10 Gilingan cabe - Dimanfaatkan sendiri

11 Andalu - Dimanfaatkan sendiri

12 Lesung - Dimanfaatkan sendiri

(42)

total pengambilan (unit/tahun), persentase pengambilan (%) dan persentase pengambil (%). Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Masing-masing Pemanfaatan Hasil Hutan di Desa Meranti Utara.

Rata-rata pengambilan responden 141 17,25

(43)

Jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah sebagian besar berasal dari kawasan hutan dan perbatasan hutan dengan lahan masyarakat, namun pemanfaatan hasil hutan dari dalam kawasan hutan sangat terbatas dan masyarakat tidak diperbolehkan secara sembarangan memanfaatkan hasil hutan yang ada di dalam kawasan hutan. Adanya anggapan dari masyarakat terdahulu bahwa kawasan hutan merupakan hutan adat mengakibatkan terjadinya pengambilan hasil hutan sejak dulu dan akhirnya menjadi kebiasaan masyarakat sekitar hutan. Jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah meliputi: air nira (tuak), rotan, bambu, kayu bakar, pandan, tanaman obat (bane-bane), sapu lidi, makanan ternak (antaladan, talas hutan).

(44)

untuk menyuling minyak nilam. Beberapa hasil hutan tersebut selain dimanfaatkan sendiri, dijual untuk menambah pendapatan keluarga.

Bentuk Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat 1. Air nira (tuak)

Di Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah, tumbuhan aren (Arenga sp) merupakan pemanfaatan hasil hutan yang cukup memberi keuntungan bagi penduduk yang memanfaatkannya karena dari pengambilan air nira (tuak) tidak membutuhkan waktu dan biaya yang banyak, tetapi hanya membutuhkan tenaga untuk beberapa perlakuan dan perawatan tanaman aren yang di ambil air niranya (diagati). Sebelum air nira diambil, terlebih dahulu dilakukan beberapa perlakuan terhadap tanaman aren yang sudah memiliki arirang (tandan sumber air nira) seperti pembersihan batang, membuat tangga ke atas (biasanya dari bambu), memukul-mukul tandan (250 kali pukul/hari) selama tiga minggu, kemudian tandan dipotong dan akan keluar air nira yang kemudian ditampung dalam wadah penampung.

Umumnya aren belum dibudidayakan, tanaman berkembang biak secara alami

dengan biji. Di beberapa daerah, aren telah dibudidayakan. Benih diseleksi dari tanaman

yang banyak menghasilkan nira karena varietas unggul aren belum tersedia. Sebelum

dikonsumsi atau dipasarkan, air nira yang sudah diturunkan dari atas tumbuhan aren

terlebih daluhu dibersihkan dari kotoran yang masuk saat penampungan, kemudian

dicampur dengan raru (sejenis kulit kayu) untuk menghasilkan rasa sepat dan

menghilangkan rasa manis air nira tersebut, hal ini dilakukan karena apabila air nira

yang belum dicampur dengan raru langsung dikonsumsi dalam jumlah yang cukup

banyak (lebih dari satu gelas) akan mengakibatkan sakit perut. Raru biasanya dibeli dari

(45)

Pemasaran air nira biasanya dilakukan di rumah penduduk yang mengambil air

nira tersebut setiap konsumen yang ingin membeli air nira tersebut dapat langsung

datang ke rumah penjual air nira, biasanya yang mengkonsumsi adalah kaum bapak,

biasanya mereka minum secara berkelompok dengan diiringi lagu-lagu batak karena

dipercaya air nira tersebut juga dapat membuat suara menjadi lebih indah saat

bernyanyi. Sebagian kaum ibu juga ada yang mengkonsumsi air nira, namun jumlahnya

hanya satu gelas saja, biasanya kaum ibu tidak ikut minum tuak di kedai bersama

bapak-bapak melainkan membawa pulang ke rumah masing-masing, selain air nira dipercaya

dapat mengobati sakit pinggang, juga dipercaya dapat menenangkan tidur setelah

seharian lelah bekerja di ladang atau disawah. Air nira yang telah siap dipasarkan oleh

masyarakat dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Air Nira yang Sudah Siap Untuk Dipasarkan

2. Sapu Lidi

Sapu lidi diperoleh dari tanaman aren yang belum terlalu tua supaya sapu lidi

(46)

Meranti Tengah masih hanya sebatas untuk di pakai sendiri. Pengambilan daun aren

untuk sapu lidi dilakukan pada waktu-waktu senggang tanpa meghabiskan waktu yang

cukup banyak. Untuk pengambilan sapu lidi biasanya menghabiskan waktu sekitar satu

sampai dua jam. Di sela-sela istirahat saat bekerja di ladang biasanya kaum pria

menyempatkan diri untuk memanjat tumbuhan aren kemudian memotong satu atau dua

dahan, bahkan ada juga yang mengambil daun aren terebut sekalian mengambil air nira.

Dahan yang sudah dipotong kemudian dipisahkan tiap-tiap helai daun untuk kemudian

bagian daun dipisahkan dari tulang daun, bagian tulang daun inilah yang kemudian

diambil sebagai sapu lidi. Pengambilan sapu lidi tersebut biasanya dilakukan pada sore

hari menjelang waktu pulang dari kebun seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Penduduk Membawa Sapu Lidi Sehabis Bekerja dari Ladang

3. Kayu Bakar (Soban)

Kayu bakar di Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah sebagian besar berasal

dari sekitar kawasan hutan dan sebagian lagi dari kebun masyarakat yaitu dari tanaman

(47)

yang kemudian diambil masyarakat sebagai kayu bakar dan sebagian lagi dari

ranting-ranting pohon yang jatuh kemudian dikumpulkan.

Kebutuhan kayu bakar di Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah cukup besar,

hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat desa menggunakan kayu bakar sebagai

bahan bakar untuk memasak. Hal ini juga terjadi karena sebagian masyarakat

memelihara ternak (babi) yang juga menggunakan kayu bakar untuk memasak makanan

ternak tersebut. Di desa Meranti Utara pemanfaatan kayu bakar dapat menghabiskan 1-2

Sm setiap bulannya.

Sedangkan di Desa Meranti Tengah rumah tangga atau masyarakat dapat

menghabiskan sebanyak 1 - 2,5 Sm kayu bakar setiap bulan pada musim panen nilam.

Hal ini terjadi karena masyarakat desa Meranti Tengah ada yang menanam tanaman

nilam sehingga diperlukan kayu bakar untuk melakukan penyulingan minyak nilam.

Kayu bakar selain untuk dipakai sendiri juga dapat dijual kepada orang lain yang

membutuhkan dengan harga rata-rata Rp 80.000/ Sm. Kayu bakar yang sudah siap untuk

dipakai oleh masyarakat dapat dilihat pada Gambar 3.

(48)

Antaladan merupakan jenis tanaman merambat yang tumbuh liar di hutan yang

sering digunakan masyarakat untuk makanan ternak yang mereka pelihara. Di Desa

Meranti Utara pengambilan antaladan dilakukan dua kali dalam satu minggu sebanyak

dua goni. Antaladan yang diambil kemudian dicincang menjadi lebih kecil-kecil dan

direbus sampai lembek. Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh ibu rumah tangga,

biasanya dikerjakan pada sore hari. Tidak semua penduduk desa memanfaatkan hasil

hutan tersebut, hanya penduduk yang memelihara ternak saja yang mengambilnya

sedangkan pemasarannya belum ada di desa tersebut karena jumlahnya cukup banyak

tersedia di hutan dan dapat diambil sendiri oleh masing-masing rumahtangga sesuai

dengan kebutuhan. Pakan ternak (antaladan) dicincang dan dicampur dengan talas hutan

dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Antaladan Dicincang dan Dicampur Dengan Talas Hutan

5. Talas Hutan

Talas hutan selain ada yang dibudidayakan oleh masyarakat, juga banyak yang

tumbuh liar di pinggiran hutan. Jenis tanaman ini banyak dimanfaatkan penduduk

(49)

yang dimanfaatkan adalah batang dan daunnya. Batang tanaman dicincang kecil-kecil

kemudian dimasak bersama dengan antaladan sampai lembek dan dijadikan makanan

ternak. Selain campuran antaladan tumbuhan ini juga biasanya dicampur dengan ampas

kelapa yang biasa dijual di pasaran, namun karena jarangnya penjual ampas tersebut

maka makanan ternak yang digunakan adalah talas hutan. Selain batangnya bagian umbi

tumbuhan ini juga dapat digunakan sebagai bahan makanan untuk ternak. Namun tidak

banyak masyarakat yang mengambil bagian umbi tersebut karena bagian umbi akan

tumbuh menjadi anakan baru sehingga tumbuhan ini dapat terus berkembang biak.

Rumah tangga atau masyarakat biasanya mengambil talas hutan dua kali dalam satu

minggu dan biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Jenis hasil hutan ini belum ada

diperjualbelikan, di desa tersebut masih sebatas dimanfaatkan sendiri oleh penduduk

yang memelihara ternak. Talas hutan yang telah dicincang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Talas Hutan yang Telah Dicincang

6. Tikar Pandan (Lage Baion)

Tumbuhan pandan biasanya tumbuh di hutan dalam bentuk berkelompok,

tumbuhan pandan dimanfaatkan masyarakat untuk bahan kerajinan tangan yang

(50)

seluruh bagian batang dari pangkal sampai ke ujung. Di Desa Meranti Tengah pada

umumnya masyarakat masih menggunakan tikar pandan sebagai kebutuhan sehari hari

untuk dipakai di rumah sebagai alas untuk tidur, dan juga dipakai sebagai alas untuk

duduk di rumah sehari-hari. Pembuatan tikar pandan disebut dengan mangaletek

pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang sering dilakukan oleh kaum ibu. Biasanya

pembuatannya dilakukan pada sore dan malam hari untuk mengisi waktu senggang

sebelum makan atau sebelum tidur malam. Satu tikar dapat diselesaikan dalam waktu

satu bulan, akan tetapi jika dikerjakan setiap hari penuh akan dapat diselesaikan selama

satu minggu saja. Tikar pandan (lage baion) selain dipakai sendiri juga dijual untuk

menambah penghasilan rumah tangga dengan harga Rp 100.000/ tikar. Pemasaran tikar

pandan masih dilakukan secara tradisional dimana tikar tersebut dipasarkan kepada

sesama penduduk desa tersebut bahkan kepada tetangga atau kerabat terdekat dan harga

barang juga ditentukan melalui kesepakatan antara penjual dan pembeli. Pembuatan

tikar pandan (lage baion) dan tikar yang telah selesai dan siap pakai dapat dilihat pada

Gambar 6.

(51)

7. Bambu

Bambu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang pemanfaatannya tidak

asing lagi baik bagi masyarakat sekitar hutan maupun masyarakat yang tinggal di

perkotaan. Di Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah bambu sering digunakan

oleh masyarakat untuk berbagai keperluan sehari-hari untuk pemenuhan kebutuhan

hidup mereka. Pemanfaatan bambu sering dipakai untuk membuat bubu (alat

menangkap ikan), kandang ayam, tampungan karet, dan berbagai perabot rumah tangga

lainnya.

Pemanfaatan bambu yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat sekitar

hutan adalah untuk membuat bubu dan kandang ayam. Bambu juga menjadi salah satu

peralatan yang digunakan masyarakat untuk acara ritual keagamaan oleh masyarakat

yang menganut aliran kepercayaan (Parmalim). Pengambilan bambu sering dilakukan

oleh kaum pria secara berkelompok dengan alasan satu batang bambu yang ditebang

dapat dibagi oleh dua atau tiga orang.

Pemanfaatan bambu yang dilakuka oleh masyarakat desa Meranti Tengah masih

dalam penggunaan yang sederhana. Manfaat bambu belum memberikan kontribusi yang

begitu nyata bagi perekonomian masyarakat. Selain karena pasar yang tidak

mendukung, jenis barang yang dihasilkan dari kerajinan bambu juga masih sangat

sederhana. Bambu maupun barang produksi dari kerajinan bambu belum dipasarkan di

desa tersebut karena tiap keluarga dapat membuat sendiri jenis barang dari bahan baku

bambu apabila dibutuhkan. Salah satu kerajinan tangan dari bahan bambu dapat dilihat

(52)

Gambar 7. Kerajinan Bambu Keranjang Anak Ayam

8. Rotan

Rotan merupakan salah satu dari sekian banyak hasil hutan bukan kayu yang

pemanfaatannya cukup banyak dikenal baik dalam skala industri kecil maupun besar. Di

Desa Meranti Tengah pemanfaatan rotan masih hanya sebatas untuk kebutuhan rumah

tangga yaitu bahan baku untuk mendukung pembuatan beberapa jenis kerajinan tangan

dalam perkakas rumah tangga penduduk. Rotan digunakan sebagai tali untuk pengikat

bubu, keranjang ayam, pengikat sendok yang terbuat dari tempurung kelapa, dan

berbagai keperluan lainnya.

Pengambilan rotan biasa dilakukan oleh kaum pria pada saat mereka pergi ke

kebun, di sela-sela waktu istirahat mereka menyempatkan diri untuk mengambil rotan ke

hutan sekaligus mengambil kayu bakar untuk keperluan memasak di ladang. Karena

pemanfaatannya masih dalam skala kecil yaitu sebagai pendukung untuk pengerjaan

kerajinan tangan, rotan tersebut belum diperjualbelikan oleh masyarakat karena mereka

(53)

masyarakat adalah untuk pengikat bubu sebagai alat penangkap ikan seperti pada

Gambar 8.

Gambar 8. Rotan yang Dimanfaatkan untuk Mengikat Bubu

9. Lesung

Lesung yang biasa dipakai oleh masyarakat Desa Meranti Tengah terbuat dari

kayu yang berukuran minimal berdiameter 20 cm yang diukir sendiri oleh masyarakat.

Lesung sering digunakan oleh masyarakat untuk menumbuk sayur dan bubuk kopi yang

akan dikonsumsi oleh rumah tangga itu sendiri. Dalam pembuatan lesung biasanya

dikerjakan oleh kaum pria, dalam tiga sampai empat hari satu unit lesung sudah dapat

selesai dikerjakan dansiap pakai. Kayu yang digunakan biasanya adalah kayu meranti

karena menurut masyarakaat kayu ini cukup kuat dan tahan lama. Di Desa Meranti

Utara dan Meranti Tengah lesung belum ada yang dipasarkan, jikapun ada, harga yang

dibayarkan kepada pembuat lesung hanyalah sekedar untuk minum teh karena mereka

masih terikat hubungan kekeluargaan yang cukup kuat. Lesung yang terbuat dari kayu

(54)

Gambar 9. Lesung yang Terbuat dari Kayu

10. Andalu

Andalu adalah kayu sepanjang kurang lebih 2,5 meter dengan diameter 5 cm

yang merupakan pasangan dari lesung yang digunakan sebagai alat untuk menumbuk.

Selain itu andalu juga sering dipakai oleh masyarakat untuk menumbuk pandan yaitu

bahan untuk membuat tikar dengan tujuan untuk meratakan batang pandan yang

berbentuk bundar. Di Desa Meranti Tengah andalu sangat diperlukan oleh masyarakat

dalam pembuatan tikar pandan.

Biasanya pembuatan andalu dikerjakan oleh kaum pria, kayu yang sering

digunakan adalah meranti karena kayunya cukup berat dan tahan lama. Pemanfaatan

andalu sendiri masih hanya sebatas untuk kebutuhan rumah tangga masyarakat dan

belum ada yang dipasarkan karena setiap penduduk dapat mengambil sendiri dari hutan

untuk kebutuhan mereka sendiri. Andalu yang terbuat dari kayu dapat dilihat pada

(55)

Gambar 10. Andalu yang Terbuat Dari Kayu

11. Gilingan Cabe

Di Desa Meranti Tengah pemanfaatan kayu sebagai perkakas rumah tangga

cukup banyak, salah satunya adalah gilingan cabe yang terbuat dari kayu. Perabot ini

biasanya terbuat dari batu atau semen yang dicetak, namun Di Desa Meranti Tengah

gilingan cabe terbuat dari kayu yang diukir sendiri oleh masyarakat digunakan untuk

menggiling bumbu masak di dapur. Alat ini terbuat dari potongan kayu berbentuk

persegi, dalam pembuatan barang ini sering digunakan dari sisa kayu pertukangan,

namun tidak sedikit diantara masyarakat yang sengaja mengambil kayu dari hutan untuk

membuat gilingan cabe tersebut. Di Desa Meranti Tengah barang ini tidak diperjual

belikan masih hanya sebatas untuk dipakai sendiri oleh rumah tangga atau masyarakat

(56)

Gambar 11. Gilingan Cabe yang Terbuat dari Kayu

12. Bane-bane

Bane-bane atau sering juga disebut dengan sanggul merupakan jenis tumbuhan

yang sering digunakan oleh masyarakat sekitar hutan sebagai obat yang dipercaya dapat

menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti demam, diare, sakit gigi. Selain

digunakan sebagai obat tumbuhan ini juga dipakai sebagai bahan untuk ritual dalam

penyembahan oleh masyarakat yang menganut aliran kepercayaan/ parmalim. Di Desa

Meranti Tengah tumbuhan ini selain untuk dimanfaatkan sendiri juga ada yang diperjual

belikan dengan harga Rp 500/ tangkai. Karena besarnya kebutuhan akan jenis tumbuhan

ini, sebagian dari penduduk sudah ada yang membudidayakan tumbuhan bane-bane di

pekarangan rumah. Pengambilan tanaman ini biasanya diambil sesuai dengan kebutuhan

masyarakat dengan frekuensi pengambilan yang tidak menentu karena sewaktu-waktu

(57)

Gambar 12. Bane-Bane atau Sanggul Sebagai Tanaman Obat

Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan

Nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat diperoleh dari perkalian antara total pengambilan (unit/thn) dengan harga masing-masing hasil hutan (Rp/unit). Total pengambilan (unit/thn) di Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah diperoleh dari rata-rata jumlah pengambilan dari setiap jenis barang hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa tersebut.

Harga dari masing-masing harga hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah didasarkan pada harga yang berlaku yang telah disepakati antara si penjual dan si pembeli. Namun untuk kebanyakan hasil hutan yang dipasarkan oleh masyarakat masih sering mengalami perubahan karena belum adanya ketetapan harga yang dibuat di pasar dimana pemasarannya masih sebatas kesepakatan bersama antara penjual dan pembeli.

(58)

perhitungan nilai ekonomi hasil hutan oleh masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6. Nilai Ekonomi Hasil Hutan yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa Meranti Utara.

Tabel 7. Nilai Ekonomi Hasil Hutan yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa Meranti Tengah.

Jumlah 180.554.500 100

Rata-rata per responden 18.055.450

(59)

berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Nilai hasil hutan diperoleh dari perkalian total pengambilan per jenis per tahun dengan harga per jenis.

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 6 dan 7) bahwa nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir adalah untuk Desa Meranti Utara sebesar Rp. 331.200.000/ tahun. Sedangkan untuk desa Meranti Tengah sebesar Rp. 180.554.500/ tahun. Nilai ini diperoleh dari pemanfaatan hasil hutan seperti nira, kayu bakar, pandan, lesung, bambu, rotan, andalu, sapu lidi, bane-bane, talas hutan, gilingan cabe dan antaladan (tanaman obat).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan yang paling tinggi Desa Meranti Utara terdapat pada pemanfaatan hasil hutan air nira (tuak) yaitu sebesar Rp. 129.600.000/ tahun atau 39,13 %. Demikian halnya di Desa Meranti Tengah nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan tertinggi adalah air nira dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 86.400.000/ tahun atau 47,85 %. Walaupun jumlah

masyarakat yang mangambil hasil hutan ini hanya lima orang, namun memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena untuk pengelolaan nira tidak membutuhkan waktu dan biaya yang banyak melainkan hanya membutuhkan tenaga untuk beberapa perlakuan dan perawatan.

(60)

yang ada di Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak sehari harinya.

Talas hutan merupakan hasil hutan yang menempati urutan ketiga dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 74.880.000 atau 22,60 % untuk Desa Meranti Utara. Sedangkan pada Desa Meranti Tengah pandan (bayon) merupakan hasil hutan yang nilai ekonominya berada pada urutan ketiga yaitu sebesar Rp. 24.000.000 atau 13,29 %. Hasil hutan dengan nilai ekonomi terendah di Desa Meranti Utara adalah antaladan sebesar Rp. 49.920.000 atau 15,07 %. Dari semua hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah, hasil hutan yang nilai ekonominya paling rendah adalah sapu lidi dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 22.500/ tahun atau 0,02 %. Hal ini terjadi karena hasil hutan ini sangat jarang diambil oleh masyarakat dimana persentase pengambilannya hanya satu kali dalam satu tahun dimana hasil hutan ini juga belum ada yang dipasarkan. Persentase nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah dapat dilihat dalam Gambar 13 dan 14.

Gambar 13. Persentase Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan yang Dimanfaatkan Masyarakat Desa Meranti Utara

39%

23% 23%

15%

Nilai Ekonomi Hasil Hutan (Rp/thn)

(61)

Gambar 14. Persentase Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan yang Dimanfaatkan Masyarakat Desa Meranti Tengah

Jumlah pengambil hasil hutan yang paling banyak adalah kayu bakar yaitu semua responden dalam penelitian ini (Masyarakat Desa Meranti Utara dan masyarakat Desa Meranti Tengah) sebanyak 75 orang yang terdiri dari 40 orang atau 58 % di Desa Meranti Utara dan 35 orang 21 % di Desa Meranti Tengah. Kemudian diikut i jumlah pengambil pakan ternak (antaladan dan talas hutan) dengan jumlah pengambilm masing-masing sebanyak 13 orang atau 19 % di Desa Meranti Utara dan pandan (bayon) sebanyak 25 orang atau 14 % untuk Desa Meranti Tengah. Jumlah pengambil yang paling rendah untuk desa Meranti Utara adalah air nira yaitu sebanyak 3 orang atau 4 %. Demikian juga halnya di Desa Meranti Tengah jumlah pengambil hasil hutan yang paling sedikit adalah air nira yaitu sebanyak 2 orang atau 1 %, hal ini terjadi karena tidak semua masyarakat mempunyai keahlian untuk melakukan pekerjaan ini. Disamping itu tumbuhan aren juga tidak sepanjang tahun bisa menghasilkan tandan yang dapat mengeluarkan air nira. Persentase jumlah pengambil hasil hutan di Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16.

37%

13% 48%

1% 1% 0%0% 0%0% 0%

Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan (Rp/Thn)

(62)

Gambar 15. Persentase Jumlah Pengambil Hasil Hutan di Desa Meranti Utara

Gambar 16. Persentase Jumlah Pengambil Hasil Hutan di Desa Meranti Tengah

Pendapatan Rumah Tangga di Luar Pemanfaatan Hasil Hutan

Pendapatan rumah tangga diluar hasil hutan ini diperoleh dari pendapatan sektor pertanian dan perkebunan (padi, karet, sawit, kopi) dan dari pendapatan lain di luar hasil hutan seperti pekerja bangunan dan sebagai pemain musik pada acara pesta. Total pendapatan rumah tangga sampel dari sektor pertanian adalah sebesar Rp. 541.840.000 dalam satu tahun, pendapatan ini diperoleh dari hasil pertanian seperti kopi, karet, sawit, kemiri dan hasil pertanian lainnya. Sedangakan pendapatan rumah tangga sampel

4%

58% 19%

19%

Jumlah Pengambil Hasil Hutan (Unit/ Thn)

Air Nira Kayu Bakar Talas Hutan Antaladan

20%

Jumlah Pengambil Hasil Hutan (Unit/thn)

Kayu Bakar Pandan Air Nira/ Tuak Bambu

Lesung Rotan Bane-bane Andalu

(63)

dari pekerja bangunan adalah sebesar Rp. 15.400.000, salah satu rumah tangga yang pendapatannya dari pekerjaan sebagai pemain musik di pesta-pesta adalah Rp. 5.600.000. Total seluruh pendapatan rumah tangga sampel dalam satu tahun adalah sebesar Rp.562.840.000. Untuk melihat lebih jelas mengenai pendapatan penduduk Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah di luar pemanfaatan hasil hutan terdapat pada Lampiran 3.

Kontribusi Hasil Hutan terhadap Pendapatan Masyarakat

Pendapatan utama masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah

berasal dari hasil pertanian dan kebun seperti: padi, karen, sawit, hal ini sesuai dengan

pekerjaan masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah yang mayoritas

petani. Selain sebagai petani masyarakat juga banyak memanfaatkan hasil hutan untuk

keperluan mereka sehari-hari seperti air nira, kayu bakar, pandan, pakan ternak, perabot

rumah tangga dari kayu, sapu lidi, tanaman obat dan lain lain, bahkan sebagian dari hasil

hutan tersebut ada yang dijual untuk menambah pendapatan rumah tangga.

Pendapatan dari pemanfaatan hasil hutan yang paling tinggi berasal dari

pemanfaatan air nira sebesar Rp. 129.600.000 atau 39,13 % untuk Desa Meranti Utara

(64)

Pebandingan Nilai Ekonomi Hasil Hutan dan Dari Luar Hasil Hutan

48%

52%

Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan

Pendapatan Masyarakat Di Luar Hasil Hutan

511.754.500/thn atau 48 %. Persentase nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan dan pendapatan masyarakat di luar pemanfaatan hasil hutan dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Persentase Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan dan Pendapatan Masyarakat di Luar Pemanfaatan Hasil Hutan

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa pemanfaatan hasil hutan yang selama ini tidak dihitung nilai ekonominya ternyata telah memberi kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan masyarakat desa sekitar hutan. Dari gambar di atas dapat dilihat perbandingan antara pendapatan responden dari luar hasil hutan atau pendapatan utama responden dengan nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah yaitu sebesar Rp. 511.754.500/thn atau 48 %. Sedangkan pendapatan responden dari luar pemanfaatan hasil hutan adalah sebesar Rp. 562.840.000/thn atau 52 %.

Gambar

Tabel 1. Keadaan Sosial Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan
Tabel 2. Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan Berdasarkan Pendidikan dan Umur.
Tabel 3. Jenis-jenis Hasil Hutan yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah
Tabel 5. Hasil Perhitungan Masing-masing Pemanfaatan Hasil Hutan di Desa Meranti Tengah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : Persepsi Masyarakat dan Prospek Pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu (Studi Kasus di Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba

Jenis-jenis Rotan yang dimanfaatkan dan Bentuk Pemanfaatannya Oleh Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara .....

DONNA CHRISTY PANDIANGAN: Potensi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Jenis Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli

IYEN ERIANA NAIBAHO: Inventarisasi dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli

Jadi nilai ekonomi kayu bakar keseluruhan yang dimanfaatkan Desa Kuta rayat selama satu tahun dari 30 jumlah responden yang menggunakan kayu bakar adalah

Tetapi selama ini penilaiannya lebih ditekankan kepada nilai penggunaan atau manfaat langsung dari hutan mangrove seperti kayu bakar dan bahan bangunan, sedangkan

Hasil penelitian menunjukkan jenis HHBK yang dimanfaatkan masyarakat dari kawasan KPHL Kapuas-Kahayan adalah dari golongan getah karet, kayu bakar, rotan, satwa liar dan madu hutan

Tujuan penelitian ini adalah mendata dan menganalisa pemanfaatan tumbuhan obat oleh Battra yang tinggal di tiga dusun sekitar hutan Tembawang Desa Sotok Kabupaten Sanggau.. Penelitian