• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK USIA PENDIDIKAN DASAR DAN KAITANNYA DENGAN BELAJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK USIA PENDIDIKAN DASAR DAN KAITANNYA DENGAN BELAJAR"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK

USIA PENDIDIKAN DASAR DAN KAITANNYA

DENGAN BELAJAR

Oleh : Dra. Huda M.Pd.I I. PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkann potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. Setiap pengajaran itu harus disesuaikkan dengan perkembangan siswa, terutama perkembangan psikis anak didik tersebut, sehingga tujuan pengajaran yang diharapkan dapat tercapai dengan baik.

Kriteria usia pendidikan dasar sangat perlu dan disesuaikan dengan perkembangan psikis anak sehingga pengajaran-pengajaran yang akan diberikan dapat dikonsumsi dan diterima anak didik.

Para ahli pendidikan telah berusaha memikirkan tentang masalah pendidikan ini dalam berbagai dimensi. Salah satunya adalah dalam lapangan psikologi pendidikan. Dalam makalah ini penulis akan mencoba membahas bagaimana pendapat para ahli tentang perkembangan anak dalam berbagai dimensi sehingga perkembangan psikis mampu untuk mengikuti pengajaran di sekolah. Dalam pembahasan ini pula penulis lebih khusus menitik beratkan pada perkembangan psikis sesuai dengan judul tulisan ini: Perkembangan Psikis Anak Usia Pendidikan Dasar dan Kaitannya Dengan Belajar. II. PROSES PERKEMBANGAN MANUSIA DAN KAITANNYA

DENGAN BELAJAR

A. Proses Perkembangan Manusia

Setiap organisme, baik manusia maupun hewan, pasti mengalami peristiwa perkembangan selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh dimensi dengan kondisi yang berbeda berdasarkan sifat kongkret maupun yang bersifat abstrak.

Secara umum, proses dapat bermakna sebagai runtutan perubahan (peristiwa) yang terjadi dalam perkembangan sesuatu.1 Jika dikaitkan dengan proses perkembangan siswa, maka pengertiannya adalah berupa tahapan-tahapan perubahan yang dialami oleh seorang siswa, baik perubahan jasmaniah maupun rohaniah. Proses dalam hal ini jika berarti tahapan perubahann tingkah laku siswa, baik yang terbuka maupun yang tertutup dan proses juga bisa berarti cara

1

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penyusunan Kamus Pendidikan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Cet. 3, Jakarta, Balai Pustaka, 1990, hal. 703.

terjadinya perubahan dalam diri siswa atau respon yang ditimbulkan oleh siswa tersebut.2

Proses perkembangan seperti di atas menurut Hurlock (1980) merupakan perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan (Developmental Change). Manusia menurut Hurlock, tak pernah statis atau mandek, karena perubahan-perubahan senantiasa terjadi dalam dirinya dalam berbagai kapasitas (Kemampuan) baik bersifat biologis maupun bersifat psikologi.3

Muhibin Syah dalam bukunya pisikologi pendidikan mengemukakan bahwa proses perekmbangan individu sampai terjadi person (dirinya sendiri) berlangsung dalam tiga tahapan yaitu:

1. Tahapan Proses konsepsi (pembuahan sel ovum ibu oleh sel sperma ayah)

2. Tahapan proses kelahiran

3. Tahapan proses perkembangan individu bayi tersebut menjadi seorang pribadi yang khas (development or selfhood).

Sedangkan Lester D. Crow dalam bukunya Human Development

dan Learning, mengemukakan bahwa ada tiga proses perkembangan

yaitu Childhood, Maturity dan adulthood. Childhood yaitu masa yang mencakup masa kandungan, masa kelahiran, masa bayi, masa kanak-kanak, dan masa sekolah. Maturity, adalah suatu proses perkembangan ketika seseorang mengalami kematangan sebelum ia memasuki masa kedewasaannya. Kematangan fungsi jasmaniyah akan mempengaruhi perubahan fungsi-fungsi kejiwaan. Sedangkan Atulthood adalah masa memasuki kedewasaan. Karena masa itu mencakup waktu yang lama sekali maka dapat dibagi menjadi tiga yaitu masa awal kedewasaan, masa pertengahan kedewasaan dan masa akhir kedewasaan atau usia lanjut.4

B. Fase-fase Perkembangan

Adalah sudah menjadi suatu yang pasti bahwa fase-fase perkembangan manusia senantiasa berlangsung dinamis dan pengalaman belajar yang disajikan kepada mereka harus sesuai dengan sifat-sifat khusus yang sesuai dengan masa perkembangannya. Pengalaman belajar yang disajikan kepada mahasiswa harus sesuai dan cocok untuk individu pada usia mahasiswa, yang tentu saja berlainan dengan pengalaman belajar yang cocok untuk individu pada usia belajar sekolah.

Sudah barang tentu tidak ada orang yang menyangkal, bahwa perkembangan itu merupakan hal yang berkesinambungan. Akan tetapi,

2

Muhibbin Syah, Psikolohi Pendidikan, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 1996, hal. 47.

3

Loc. cit

4

(2)

untuk lebih mudah memahami dan mempersoalkannya, biasanya orang menggambarkan perkembangan itu dalm fase-fase atau periode-periode tertentu. Masalah priodesasi perkembangan ini biasanya juga merupakan masalah yang dipersoalkan oleh para ahli; pendapat mereka mengenai dasar-dasar priodesasi serta panjang masing-masing periode juga bermacam-macam, yang pada umumnya lebih bersifar teknis daripada konsepsional.

Pendapat-pendapat mengenai penahapan yang bermacam-macam itu secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga golongan5, yaitu:

a. Tahapan Perkembangan Berdasarkan Biologis

Sekolompok ahli dalam membuat priodesasi perkembangan mendasarkan diri pada keadaan atau proses biologis tertentu, diantara yang berpendapat demikian misalkan: Aristotoles, Kreschmer dan Freud.

1. Pendapat Aristoteles

Aristotels mengambarkan perkembangan anak sejak lahir hingga dewasa dalam tiga tahap yang masing-masing lamanya tujuh tahun.

Tahap I : dari 0;0 sampai 7;0 : masa anak kecil atau masa bermain

Tahap II : dari 7;0 samapai 14;0 ; masa anak, masa belajar, atau masa sekolah rendah.

Tahap III : dari 14;0 samapai 21;0 : masa remaja atau pubertas, masa peralihan dari anak menjadi orang dewasa.

Penahapan ini didasarkan atas segala dalam perkembangan jasmani. Hal ini mudah ditujunjukkan antara tahap I dan tahap II dibatasi oleh pergantian gigi, antara tahap II dan tahap III ditandai oleh mulai berfungsinya perlengkapan kelamin (misalnya kelenjar).

2. Pendapat Kretsshmer

Kretchmer mengemukakan bahwa dari lahir sampai dewasa, setiap individu melewati empat tahap, yaitu:

Tahap I : dari 0;0 samapai kira-kira 3;0 : fullungs priode I, pada fase ini anak kelihatan pendek gemuk. Tahap I : dari kira-kira 3;0 sampai kira-kira 7;0 :

Streckungs Priode I : pada fase ini anak

kelihatan langsing (memanjang/meninggi).

5

Dumadi Suryabrata, Psikiologi Pendidikan, Ed I, Cet. 7, Jakarta, PT. Raja Grfindo Persada, 1995 hal. 194.

Tahap III : dari kira-kira 7;0 sampai kira-kira 13;0 Fullungs

Priode II : pada fase ini anak-anak kelihatan

pendek gemuk kembali.

Tahap IV : dari kira-kira 13;00 sampai kira-kira 20;0

Streckungs priode III : pada fase ini anak

kembali keihatan langsing.

Kehidupan psikis anak-anak pada tahap-tahap tersebut jiga menunjukkan sifat-sifat yang khas. Pada tahap-tahap

Fullungs anak berkonstitusi piknik, jadi seperti orang chylothum :

jiwanya terbuka, mudah bergaul, mudah didekati dan sebagainya. Pada tahap-tahap streckung, individu menunjukkan sifat-sifat yang mirip dengan temperamen orang-orang yang berkonstitusi leptosom, seperti orang schizothym : jiwanya tertutup, sukar bergaul, sukar didekati dan sebagainya.

3. Pendapat Freud

Freud berpendapat bahwa anak sampai kira-kira umur 5;0 melewati fase-fase yang terdiferensiasikan secara dinamik, kemudian sampai umur 12;0 atau 13;0 mengalami masa tenang atau fase laten; pada masa laten ini dinamika menjadi stabil. Dengan datangnya masa remaja (pubertas) dinamika meletus kembalai dan selanjutnya semakin tenang kalau orang menjadi makin dewasa, yaitu sekitar umur 20;0 dan bagi Freud masa sampai umur 20;0 merupakan masa yang paling menentukan bagi pembentukan kpribadian seseorang. Adapun fase-fase perkembangan itu menurut Freud adalah seperti disajikan dibwah ini:

a. Fase oral : dari 0;0 sampai 1;0. Pada fase ini mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamik.

b. Fase anal : dari 1;0 sampai 3;0. Pada fase ini dorongan dan tahanan terpusat pada fungsi pembuangan kotoran.

c. Fase falis : kira-kira 3;0 sampai kira-kira 5;0 pada fase ini alat-alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting. d. Fase laten : dari kira-kira 5;0 sampai kira-kira 12;0 pada fase

ini infuls-infuls cenderung untuk ada dalam keadaan mengendap.

e. Fase pubertas dari kira-kira 12;0 atau 13;0 sampai kira-kira 12;0. Pada fase ini impuls-impuls menonjol kembali. Apabila impuls-impuls itu dapat dipindahkan dan disublimasikan oleh

das ich dengan berhasil, maka sampailah orang pada fase

kematangan, yaitu:

f. Fase genital : individu yang telah mencapai fase ini tetap siap untuk terjun kedalam kehidupan masyarakat orang dewasa.

(3)

b. Tahap Perkembangan berdasarkan Didaktis/Instruksional

Dasar didaktis atau intruskional yang dipergunakan oleh para ahli disni adalah beberapa kemungkinan, yaitu:

1. Apa yang harus diberikan kepada anak didik pada masa tertentu; 2. Bagaimana caranya mengajar atau menyajikan pengalaman

belajar kepada anak didik pada masa tertentu itu; dan 3. Menerapkan kedua hal yang disebutkan itu bersama-sama.

Pendapat para ahli pendidikan yang dapat digolongkan ke dalam penahanan berdasarkan didaktis adalah antara lain pendapat Comenius dan pendapat Rousessean.

1. Pendapat Comenius

Konsepsi Comenius itu sangat populer, karena nilai praktisnya. Comenius merancangkan jenjang pendidikan yang di sesuaikan dengan sifat-sifat khas individu dalam masa perkembangan dengan kata lain, dalam masa perkembangannya, individu pada umumnya menunjukkan sifat-sifat yang serasi dengan jenjang pendidikan tertentu. Adapun pendapat Comenius itu adalah sebagai berikut:

Dipandang dari segi pendidikan, pendidikan yang lengkap bagi seseorang berlangsung dalam empat jenjang yaitu:

a. Sekolah ibu (scola materna), untuk anak-anak umur 0;0 sampai 6;0

b. Sekolah bahasa ibu (scola vernacula) untuk anak-anak umur 6;0 sampai 12;0

c. Sekolah latin (scola latins) , untuk remaja umur 12;0 sampai 18;0 d. Akademik (academia), untuk pemuda-pemuda umur 18;0 sampai

24;0

Untuk masing-masing sekolah di atas harus diberikan bahan pengajaran (bahan pendidikan) yang sesuai dengan perkembangan dengan anak didik, dan harus dipergunakan cara-cara penyampaian yang sesuai dengan perkembangan dan pembagian sekolah seperti Comenius ini sangat mempengaruhi jenjang pendidikan di seluruh dunia, termasuk pendidikan di Indonesia.

2. Pendapat Rousseau

Rousseau dalam karyanya Emili eu Deaga I’education juga mengemukakan penahapan atas dasar didaktis. Buku karya Rousseau itu terdiri dari atas lima jilid : I sampai jilid IV membicarakan pendidikan anak laki-laki (emili) dan buku jilid V membicarakan pendidikan anak perempuan (Shopie) pentahapan ini Rousseau adalah sebagai berikut:

1. Tahap I : 0;0 sampai 2;0 :masa asuhan

: 2;0 sampai 12;0 : masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera

: 12;0 sampai 15;0 periode pendidikan akal

: 15;0 sampai 20;0 periode pendidikan watak dan pendidikan agama.

c. Tahap Perkembangan Berdasarkan Psikologis

Kelompok ahli ini yang dirintis oleh Kroh, mencari pengalaman-pengalaman psikologis mana yang khas bagi individu pada umumnya, yang dapat digunakan sebagai masa perpindahan dari fase yang satu ke fase yang lain dalam perkembangannya kelompok ini beranggapan bahwa dalam perkembangannya, pada umumnya individu mengalami masa-masa kegoncangan. Kalau perkembangan itu dapat dilukiskan sebagai proses evaluasi, maka pada masa kegoncangan itu evoluasi berubah menjadi revolusi.

Dengan demikian kegoncangan psikis kegoncangan psoikis itu dialami oleh hampir setiap orang dan oleh karena itu dapat digunakan sebagai ancar-ancar perpindahan dari masa yang satu kemasa yang lain dalam proses perkembangan. Pada umumnya, selama perkembangannya individu mengalami masa kegoncangan dua kali yaitu: yang pertama pada kira-kira tahun ketiga atau tahun keempat, dan yang kedua pada permulaan masa pubertas. Berdasarkan atas kedua masa kegoncangan itu, perkembangan individu dapat digambarkan melewati tiga periode atau masa. Yaitu : 1. Dari lahir sampai masa kegoncangan pertama, yang biasanya

disebut masa kanak-kanak.

2. Dari masa kegoncangan pertama sampai masa kegoncangan kedua yang biasanya disebut masa keserasian bersekolah. 3. Dari masa kegoncangan kedua sampai akhir masa remaja, yang

biasanya disebut masa-masa kematangan. Umur berapa tepatnya masa remaja tidak dapat dikatakan dengan pasti. Tetapi umumnya dapat diterima sebagai ancar-ancar pada umur 21;0.

Suatu pendapat berbeda denganpendapat yang lain yang berdasarkan atas keadaan psikologis, terutama perkembangan intelektual adalah pendapat Piaget, yang akhir-akhir ini cepat sekali perkembangannya, termasuk di Indonesia. Berdasarkan perkembangan intelektual individu, perkembangan dapat digambarkan dengan melewati empat fase, yaitu :

1. Fase senso-motorik yang berlangsung dari umur 0;0 sampai umur 2;0

2. Fase pra-operasional dari umur 2;0 sampai 7;0

3. Fase operasional-kongkret, yang berlangsung dari umur 7;0 sampai umur 12;0

4. Fase operasional formal yang berlangsung sejak individu berumur 12;0

(4)

Menurut Piaget dari satu fase ke fase lain tidak hanya terdapat perbedaan yang sifatnya kuantitatif tetapi juga, dan ini justru yang terpenting, terdapat perbedaan kuantitatif. C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Dalam perkembangan manusia diperlukan adanya perhatian khusus mengenai hal-hal sebagai berikut : 1) proses pematangan, khususnya pematangan fungsi kognitif: 2) proses belajar; 3) pembawaan atau bakat. Ketiga hal ini berkaitan satu sama lain dan saling berpengaruh dalam perkembangan kehidupan manusia tak terkecuali para siswa sebagai anak didik apabila fungsi kognitif, bakat dan proses belajar seorang siswa sebagai anak didik dalam keadaan positif, hampir dapat dipastikan siswa tersebut akan mengalami proses perkembangan kehidupan secara mulus. Akan tetapi, asumsi yang “menjanjiakan” seperti ini sebenarnya belum tentu terwujud, karena hanya faktor yang berpengaruh terhadap proses perkembangan siswa dengan menuju cita-cita bahagianya.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan siswa, para ahli berbeda pendapat lantaran sudut pandang dan pendekatan mereka terhadap eksistensi siswa tidak sama. Untuk lebih jelasnya penulis paparkan secara singkat aliran-aliran yang berhubungan dengan faktor yang mempengaruhi perkembangan anak.

1. Aliran Navitisme

Navitisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini adalah Arthur Schopenaur (1788-1860) seorang filosof Jerman. Aliran ini disebut juga disebut dengan aliran pesimistis, karena berkeyakinan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaannya sedang pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa, yang dalam istilah pendidikan disebut dengan “pesimisme paedagogis”.

Schopenhauer berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karen itu menurut bahwa hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang dibawa lahir. Maka berdasarkan pandangan ini, keberhasilan suatu pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri.

Penganut pandangan navitisme juga berpandangan bahwa lingkungan sekitar tidak berarti sama sekali. Karena lingkungan tikdak berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut paham ini menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, begitu juga

sebaliknya. Pembawaan baik dan buruk ini tidak dapat diubah oleh kekuatan dari luar.

Jadi dengan demikian maka bagi aliran Ntivisme berapa usia pendidikan dasar yang ideal tidak perlu, karena anak akan terus berkembang berdasarkan bakat yang telah dia bawa dari semenjak lahir sampai anak itu dewasa dan seterusnya, dan anak akan belajar dengan sendirinya tanpa bantuan siapapun, karena sifat bawaan tidak dapat diubah oleh kekuatan apapun termasuk lembaga pendidikan.

2. Aliran Empirisme

Aliran Empirisme merupakan kebalikan dari aliran Nativisme, yang berpendapat bahwa perkembangan anak tergantung kepada kingkungannya, sedangkan faktor pembawaan tidak berpengaruh dan dipentingkan karena waktu anak lahir bagaikan kertas putih yang bersih yang belum ditulis dengan sesuatu apapun.

Tokoh aliran ini adalah John Locke (1632-1704). Nama asli aliran ini adalah “the School of Brithis Empiricism” (aliran emperisme Inggris). Namun aliran ini lebih berpengaruh terhadap para pemikir Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah aliran berfilsafat bernama enviromental Psychology (pisikologi lingkunagan) yang relaif masih baru.6

Doktrin aliran emperisme yang amat masyhur adalah “tabula rasa” yang berasal dari bahasa latin yang artinya batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tableta). Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan dan pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.

Menurut emperisme para pendidik akan menjadikan lingkungan yang dikehendakinya. Lingkungangan pendidikan itu kemudian akan disajikan kepada anak dan akan diterima oleh

anak sebagai pengalaman-pengalaman.

Pengalaman-pengalaman yang diterima oleh anak-anak akan dapat membentuk tingkah laku, sikap dan nilai-nilai yang disesuaikan dengan yang diinginkan oleh tujuan pendidikan.

Aliran ini kalau dilihat juga berat sebelah, karena hanya mementingkan faktor lingkungan semata dengan menampilakan peran faktor pembawaan dan bakat yang dibawa oleh anak semenjak lahir. Padahal kalau kita amati lingkungan kita, maka emperisme, seperti banyak anak yang berhasil dalam studinya meskipun lingkungan tidak mendukung. Keberhasilan ini disebabkan oleh karena adanya kemampuan dasar yang berasal

6

Lihat Ibid, hal.43 dan Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, Pustaka Setia, Bandung, 1997, hal.109

(5)

dari dalam diri anak itu sendiri. Dengan kemampuan yang berupa kecerdasan dan kemauan keras, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat mengembangkan bakat atau kemampuan yang telah ada dalam dirinya.

3. Aliran Konvergensi

Aliran konvergensi adalah aliran yang menggabungkan antara aliran empirisme dan aliran nativisme. Aliran ini dipelopori oleh Wiliam Stern (1871-1938) seorang filsof dan fsikolog Jerman.

Para penganut aliran berkeyakinan bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor heriditas maupun lingkungan sama-sama punya andil yang signifikan. Bakat yang dibawa oleh anak tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan itu. Begitu juga sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan yang diharapkan.

Berdasarkan ajaran aliran konvergensi ini, William Stern membuat suatu kesimpulan, bahwa hasil pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan lingkungan, dan digambarkan seperti dua garis yang bertemu pada titik.7

Pada dasarnya memang sukar untuk dikatakan, pada usia berapa tepatnya anak matang untuk pendidikan dasar, karena persoalan kematangan ini tidak ditentukan oleh faktor usia atau umur semata namun ada juga faktor-faktor lain yang sangat berperan dalam menentukan kematangan tersebut.

Karena pembahasan ini ditekankan pada perkembangan psikis, sebagaimana yang telah diapaparkan diatas, maka, masa usia pendidkan dasar adalah seperti pendapat Piaget, yaitu ketika anak berusia 7;0 sampai usia 12;0. Masa ini menurut Piaget disebut dengan masa tau fase operasioanal konkrit, dimana pada masa ini cara berfikir mulai logis dan bentuk-bentuk aktivitas dapat ditentukan dengan peraturan pendidikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada usia inilah kematangan anak untuk menerima pendidikan dan pengajaran sangat tepat untuk diberikan kepada anak.

Di Indonesia kriteria penetapan umur usia sekolah memegan peranan penting. Anak baru bisa diterima masuk pendidikan dasar bila ia sudah berumur 7 tahun.8 Penetapan usia ini bila ditinjau dari perkembangan psikis disamping

7

Lih. Agus Sujanto, Psikologi Perkembang, Aksara Baru, Jakarta, 1986, hal. 260-261

8

Lih. Prof. Dr. F. J. Mongks. Dkk. Psikologi Perkembangan, Cet. 7, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1991, hal. 154.

sebagaimana dijelakan oleh Piaget diatas, adalah karena pada usia seperti ini (masa intelektual/keserasian sekolah) sebagaimana dijelaskan oleh Sumadi Suryabrata dalam bukunya Psikologi Pendidikan, bahwa pada masa keserasian bersekolah ini relatif anak-anak mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya.

Sedangkan M. Alisuf Sabri dalam bukunya Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, beliau sebut masa ini dengan

priode kritis dalam berprestasi, dimana usia yang seperti ini

merupakan masa kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses atau sangat sukses dibentuk. Sekali kebiasaan prestasi dalam bekerja inti terbentuk maka cenderung selamanya.9 Freud menamai masa ini dengan fase “Laten”, dimana dorongan-dorongan “seakan-akan” mengendap (laten), tidak menggelora masa-masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini dapat diperinci lagi menjadi dua fase, yaitu:

1. Masa kelas-kelas redah sekolah dasar (umur 6;0/7;0 sampai 9;0/10;0).

Pada masa ini ada beberapa sifat antara lain:

a. Adanya korelasi yang tinggi antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah. Disini terbukti perlunya kebutuhan-kebutuhan biologis itu dipenuhi secara layak.

b. Sikap tunduk pada peraturan-peraturan permainan yang teradional.

c. Ada kecendrungan memuji diri sendiri.

d. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal itu menguntungkan, dalam hubungan dengan ini juga kecendrungan untuk meremehkan anak-anak lain. e. Kalau kita tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal maka itu

dianggapnya tidak penting.

f. Pada masa ini (terutama pada umur 6;0 samapi 8;0) anak menghendaki nilai-nilai (angka rapor, score) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar (umur 9;0/10;0 sampai kira-kira 13;0)

Adapun sifat khas masa kedua ini adalah:

a. Anak yang tertarik perhatiannya kepada kehidupan praktis sehari-hari bersifat kongkrit. Keadaan ini mendorong anak untuk membantu pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

9

M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1993, hal. 155.

(6)

b. Anak besifat realistik, ingin tahu, ingin belajar, ingin bisa. Karena itu Oswald Kroch menyebut masa ini dengan mara realisme.

c. Menjelang akhir masa ini pada anak-anak telah menaruh minat kepada hal-hal dan mata-mata pelajaran tertentu yang mereka nikmati.

d. Sampai umur 11;0 anak-anak masih sering menunggu bantuan guru atau orang dewasa dalam menyelesaikan tugas-tugas atau dalam memenuhi keinginan-keinginan, tetapi setelah umur itu anak-anak dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikan sendiri.

e. Pada masa ini anak-anak mulai memandang nilai-nilai yang diperolah (angka raport) sebagai ukuran yang tepat (sebaiknya) mengenai prestasi sekolah.

f. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok-kelompok untuk bermain bersama-sama dalam kelompok-kelompok bermain ini anak-anak tidak lagi menggunakan peraturan-peraturan yang tradisional, melainkan mereka membuat peraturannya sendiri.

Masa keserasian sekolah ini diakhiri dengan suatu masa perkembangan yang disebut dengan masa “pueral” masa ini sering disebut masa anak besar atau masa akhir masa anak sekolah dengan masa puber.

III. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa : pada usia pendidikan dasar perlu ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor perkembangan anak, salah satunya adalah mempertimbangkan faktor perkembangan psikis anak.

Dilihat dari perkembangan psikis, maka berdasarkan beberapa pendapat para ahli pendidikan, masa usia pendidikan dasar yang ideal adalah, ketika anak telah berumur kira-kira 7;0 sampai 12;0 tahun. Kriteria ini ditetapkan dengan alasan, karena pada masa ini aktivitas kejiwaan anak telah matang, seperti berfikir sudah mulai logis dan pada masa ini anak sudah mudah diatur dan dididik serta pada masa ini masa kebiasaan pembentukan untuk mencapai sukses.

Oleh karena itu peran aktif orang tua dan para pendidik dalam usia yang seperti ini sangat diperlukan dan dibutuhkan perhatian yang intensif dan kondisi lingkungan yang positif dalam rangka menjadikan anak-anak yang sukses pada masa-masa yang akan datang.

KEPUSTAKAAN

Ahmad Fauzi, psikologi umum, Pustaka Setia Bandung,1987 Agus Sujanto, psikologi perkembangan, Aksara Baru, Jakarta,1986

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penyusun kamus Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa, cet 3, Jakarta, Balai pustaka 1990 M. Alisuf Dabri, Pengantar Psikologi Umum, Pedoman Ilmu Jaya, jakarta

1993

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung 1996

Monks, F. J. Dkk, Psikologi perkembangan, cet 7, Gajah Mada, University Press

Sumadi Suryabrata, Psikologi pendidikan, Ed. 1, cet 7, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995

Zulkifli, L. Psikologi perkembangan, PT Remaja Rosda Karya, Bandung 1995

Referensi

Dokumen terkait

Strategi pembelajaran yaitu spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu mata pelajaran. 10 Strategi

TUMPENG RUWATAN DAN FALSAFAH HIDUP JAWA..

Sistem periodik unsur-unsur merupakan suatu sistem yang sangat baik untuk mempelajari kecenderungan sifat unsur dan beberapa sifat lainya..

• Cara ini sering dilakukan apabila perubahan yg cepat diperlukan dan manajer yg memprakarsai perubahan mempunyai kekuatan yg cukup. • Keuntungan cara ini adalah cepat dan

Kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) telah dilaksanakan praktikan di SMK Negeri 6 Semarang mulai tanggal 30 Juli 2012 sampai 20 Oktober 2012.Kegiatan PPL

Dua tahun yang lalu Tayangan komedi didominasi oleh Trans TV, Trans TV mempunyai Program komedi Extravagansa yang begitu sangat menarik dan digemari oleh kalangan remaja pada

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh dari faktor consumer drivers, brand drivers , dan social drivers terhadap

Angelou’s three poems, “Still I Rise”, “Phenomenal Woman”, and “Weekend Glory” show her power as a powerless Black African-American woman. Based on the analysis