ii
METODE DA’I DALAM MENDAKWAHKAN TAUHID DI DESA DALINSAHENG KECAMATAN BIARO KAB. KEPL. SIAU
TAGULANDANG BIARO PROVINSI SULAWESI UTARA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
MUH. DURRATULHIKMAH TAMUGE NIM : 105270002815
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442 H/ 2020 M
ABSTRAK
Muh. Durratulhikmah Tamuge, NIM 10527002815. “Metode Dai
Dalam Mendakwahkan Tauhid Di Desa Dalinsaheng, Kecamatan Biaro Kab. Kepl. Siau Tagulandang Biaro, Provinsi Sulawesi Utara.” (Dibimbing oleh M. Ali Bakri dan Hasan Bin Juhanis)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dakwah tauhid pada masyarakat awam di desa Dalinsaheng, kecamatan Biaro, kab. Kepl. Sitaro (Siau Tagulandang Biaro) yang meliputi pengetahuan tentang (1) peran dakwah, (2) dakwah tauhid dan (3) faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam mendakwahkan tauhid.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian
menggunakan metode pengumpulan data yaitu wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Yang kemudian setelah data-data terkumpul, peneliti melakukan analisis selama pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Dari penelitian ini peneliti memperoleh hasil-hasil sebagai berikut: (1) bahwasanya peran dai sangatalah dibutuhkan, melihat realitas desa dalinsaheng kecamatan biaro kabupaten sitaro masih sangat jauh dari pemahaman agama Islam. Sehingga peran dai dibutuhkan dalam rangka meningkatkan pemahaman agama secarah menyeluruh terhadap
pengetahuan agama. (2) dakwah tauhid sangatlah penting mengingat masyarakat muslim di desa dalinsaheng masih mentradisikan dengan menentukan waktu-waktu tertentu untuk mengunjungi kuburan nenek moyang yang berada dipuncak gunung bernama Bukide secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama. (3) faktor pendukung dalam
mendakwahkan tauhid di desa Dalinsaheng diantaranya; dukungan pemerintah, kepatuhan masyarakat, kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, dll. Adapun faktor penghambat diantaranya : Adanya penyakit TBC, Pengaruh tontonan di berbagai media elektronik, Adanya dai lokal yang memilki ilmu yang di wariskan dari nenek moyang dan tidak belajar melalui lembaga pendidikan, Adanya infiltrasi budaya asing yang semakin merajalela, Penerapan konsep kerukunan yang bertentangan dengan syariat Islam oleh masyarakat mayoritas kristen.
Implikasi penelitian ini adalah (1) pengetahuan tentang peran dakwah (2) pengetahuan tentang dakwah tauhid (3) mencarikan solusi terhadap faktor- faktor yang menjadi pendukung atas penghambat dalam mendakwahkan tauhid di desa Dalinsaheng, kecamatan Biaro, kab. kepl. Sitaro (Siau Tagulandang Biaro).
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbi‟lalamin, segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah. Sholawat beserta salam senantiasa dihanturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari lembah kezaliman, kekufuran dan kehinaan menuju puncaknya keIslaman (Minazzulumaati „ilannur). Manusia yang memiliki perangai yang baik, memiliki akhlak yang begitu mulia , para keluarganya, sahabat-sahabatnya dan insyah Allah percikan rahmatnya senantiasa sampai kepada kita selaku umatnya yang tetap istiqomah menjalankan ajaran yang dibawakan oleh beliau. Aamiin.
Skripsi ini berjudul “Metode Da’i Dalam Mendakwahkan Tauhid di Desa Dalinsaheng, Kecamatan Biaro Kabupaten Siau tagulandang biaro, Provinsi Sulawesi Utara”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan adanya masukan dan kritikan yang membangun dalam melengkapi serta menutupi segala kekurangan yang masih perlu diperbaiki. Selanjutnya penulisan menyampaikan ucapan terimah kasih terutama kepada :
1. Kedua orang tua penulis yang sangat dicintai, Ayahanda Drs, Sun Tamuge dan ibunda tercinta Warni Mahmud S,Pd.I, yang telah mengasuh, merawat, mendidik, dan membimbing penulis dari lahir hingga sampai saat ini ke jalan yang benar yang sesuai dengan tuntunan agama Islam.
2. Prof. Dr. H. Ambo Asse, M. Ag. Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Drs. H. Mawardi Pewangi M.Pd.I. Selaku Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Dr. H. Abbas, Lc., M.A. Kelaku ketua Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Bapak Abdul Fattah, S.Th.I., M.Th.I sekretaris Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam.
5. Dr. Muhammad Ali Bakri, S. Sos., M. Pd dan Hasan Bin Juhanes, Lc. MS. Selaku pembimbing pertama dan kedua dalam penulisan skirpsi ini.
6. Seluruh Dosen-dosen yang ada di program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam. Semoga Allah SWT tetap menjadikan kita hamba-hamaNya yang istiqomah dalam menjalankan kehidupan ini, terutama di bidang akademik untuk melahirkan pemikir-pemikir muslim dan muslimah yang handal dan hebat.
7. Kepada teman dan sahabat-sahabat seperjuanngan, dan teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu.
Akhirnya penulis mengucapkan banyak terimah kasih yang setinggi-tingginya dan kepada Allah-lah penulis serahkan segala urusan, agar senantiasa memberikan kekuatan untuk menjalankannya. Aamiin Yaa Robbal‟aalamiin
Penulis
Makassar, 29 Oktober 2020
Muh. Durratulhikmah Tamuge NIM: 105270002815
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
BERITA ACARA ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian... 10
BAB II KAJIAN TEORITIS ... 11
A. METODE DAKWAH ... 11
1. Pengertian Metode ... 11
2. Pengertian Dakwah ... 12
3. Sumber Metode Dakwah ... 21
B. DA‟I ... 24
1. Penngertian Da‟i ... 24
2. Proses Metode Komunikasi Da‟i ... 28
C. TAUHID ... 29
1. Pengertian Tauhid ... 29
3. Macam-Macam Tauhid ... 30
4. Faidah Tauhid ... 35
BAB III METODE PENELITIAN ... 38
A. Jenis Penelitian ... 38
B. Lokasi dan Objek Penelitian ... 38
C. Deskripsi Fokus Penelitian ... 38
D. Sumber Data ... 40
E. Instrumen Penelitian ... 41
F. Pengelolaan Dan Analisis Data ... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Keadaan Realitas Desa Dalinsaheng kecamatan. Biaro Kabupaten Sitaro Provinsi Sulawesi utara ... 43
B. Kondisi Umum Desa ... 52
C. Hasil Penelitia Pembahasan ... 56
BAB V PENUTUP ... 76 A. Kesimpulan ... 76 B. Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA ... 79 RIWAYAT HIDUP ... 82
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan
baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang
dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang
lain baik secara individual maupun secara kelompok agar supaya timbul
dalam dirinya suatu pengertian, kesadaraan, sikap penghayatan serta
pengalaman terhadap amalan ajaran agama sebagai massage yang
disampaikan kepadanya dengan tanpa unsur.1
Dakwah juga merupakan bagian integral dari ajaran islam yang
wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. Kewajiban ini tercermin dari
konsep amar ma‟ruf dan nahi munkar, yaitu perintah untuk mengajak masyarakat untuk melakukan perilaku positif – konstruktif sekaligus mengajak mereka untuk meninggalkan dan menjauhkan diri dari perilaku
negatif – dertruktif. Konsep ini mengandung dua implikasi makna sekaligus, yakni prinsip perjuangan menegakkan kebenaran dalam islam
serta upaya mengaktualisasikan kebenaran Islam tersebut dalam
kehidupan sosial guna menyelamatkan mereka dan lingkungan dari
kerusakan.
1
M. Arifin, Pisikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Cet.I, Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 6
Dakwah juga memiliki peran yang sangat penting menurut
pandangan Allah SWT dan Nabi muhammad SAW, karena dakwah
adalah tugas yang berat dan pekerjaan yang serius yang hanya bisa
dipikul oleh orang-orang yang mulia. Seorang pendakwah yang
berdakwah kepada agama Allah SWT pasti menghadapi gangguan atau
masalah dalam berdakwah sebagaimana yang dihadapi oleh siapa saja
yang mengemban tugas dakwah ini, dari dahulu sampai sekarang dan itu
merupakan sunnatullah pada orang–orang terdahulu sampai sekarang. Dakwah Islam merupakan sebuah aktifitas komunikasi, sehingga
keberhasilan dakwah tergantung pada beberapa komponen yang
mempengaruhinya, yaitu:2
1. Da‟i sebagai orang yang menyampaikan pesan (komunikator), 2. Mad‟u sebagai orang yang menerima pesan (komunikan), 3. Materi dakwah sebagai pesan yang akan disampaikan,
4. Media dakwah sebagai sarana yang akan dijadikan saluran
dakwah,
5. Dan metode dakwah sebagai cara untuk digunakan berdawah.
Maka adanya antara keharmonisan unsur – unsur tersebut diharapkan tujuan dakwah bisa tercapai secara maksimal. Masyarakat
yang terdiri dari berbagai latar belakang sosial keagamaan dan budaya
yang kompleks terkadang sulit untuk menerima pesan – pesan dakwah.
2
Amirullah Ahmad, dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Cet. I, Yogyakarta: Primaduta, 1983), h. 68
Salah satu penyebabnya karena para da‟i sering menganggap objek dakwah sebagai masyarakat yang vakum, padahal mereka sekarang ini
berhadapan dengan setting masyarakat yang memiliki ragam corak
keadaan dengan berbagai persoalannya, masyarakat yang ragam nilai
serta majemuk dalam tata kehidupan, masyarakat yang sering mengalami
perubahan secara cepat, yang mengarah pada masyarakat fungsional,
masyarakat global, dan masyarakat terbuka.
Dan salah satu dakwah yang diperintahkan oleh Allah SWT adalah
mentauhidkan Allah SWT. Karena tauhid merupakan inti dakwah para
rasul, dari rasul yang pertama sampai rasul yang terakhir. Seperti yang
terdapat pada surah An-Nahl ayat 36. Allah SWT berfirman :
دَقَلَو
ۡ
ثَعَ ب
ۡ
ةَّمُأ ِّلُك ِفِ اَن
ۡ
ًلوُسَّر
ِنَأ
عٱ
ۡ
اوُدُب
َهَّللٱ
جٱَو
ۡ
اوُبِنَت
َتوُغََّّٰطلٱ
ۡ
نِمَف
ۡ
مُه
نَّم
ۡ
ىَدَه
ُهَّللٱ
نِمَو
ۡ
مُه
نَّم
ۡ
تَّقَح
ۡ
يَلَع
ۡ
ُةَلََّٰلَّضلٱ ِه
ۡ
لٱ ِفِ اوُيرِسَف
ۡ
رَأ
ۡ
يَك اوُرُظنٱَف ِض
ۡ
َف
لٱ ُةَبِقََّٰع َناَك
ۡ
ينِبِّذَكُم
Terjemahnya:Dan sungguh, Kami telah menggutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, jauhilah Thagut,” kemudian diantara mereka yang ada diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu dibumi, dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS An-Nahl: 36).3
Maka dari itu hal pertama yang disampaika oleh da‟i kepada masyarakat agar mentauhidkan Allah. Karena tauhid adalah sikap dasar
seorang muslim yang menjadikan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang
3
Ahmad Hatta, Tafsir Qur‟an PerKata, (Jakarta : Maghfirah Pustaka, 2009), h. 271
berhak disembah dan dipatuhi segala perintahahnya dan dijauhi segala
larangan-Nya. Tauhid juga menjadikan seorang muslim hanya menjadikan
Allah SWT sebagai tujuan. Dan tauhid juga merupakan penopang utama
yang memberikan semangat dalam melakukan ketaatan kepada Allah.
Orang yang bertauhid akan beramal untuk dan hanya karena Allah
semata.
Maka jika kita mengetahui pengertian dari tauhid itu kita jadikan
Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang menar dengan segala
kekhususannya. Maka Islam mengajarkan bahwasanya seluruh alam ini,
Allah yang telah menjadikan, menguasai dan mengawasinya.
Bahwasanya Dia adalah Maha Tunggal, tidak ada yang menyertai dalam
kesucian-Nya. Seseorang telah dikatakan telah memeluk Islam, apabila
dia telah bersyahadat dengan sepenuh keimanan atas ke-Esaan Allah
SWT bahwa Muhammad SAW adalah benar-benar hamba dan
utusan-Nya.
Kadar keimanan seseorang mempengaruhi seseorang dalam
pergaulannya sehari-hari. Kadar ketauhidan seseorang juga sangat
berkaitan denganbesarnya adab dan akhlak yang dia miliki. Ketauhidan
merupakan suatu keyakinan yang harus ditanamkan kepada manusia
yaitu menjadi landasan seseorang menjadi yakin dalam beragama.
Oleh karena itu tampak jelas sekali hikmahnya, mengapa iman
tidak membiarkan suatu generasi atau suatu umat dalam keadaan kosong
tanpa mengutus seorang Rasul kepada mereka untuk mengajak mereka
kepada Iman ini dan memperdalam akar – akar aqidah ini di dalam hati mereka.4
Batu fondasi keimanan Islam adalah Tauhid (keesaan Allah). Pada
konsep ini bermuara semua pandangan dunia dan strateginya. Segala
sesuatu yang lain secara logika bermuara disini. Tauhid mengandung arti
bahwa alam semesta didesain dan diciptakan dengan sadar oleh Allah
SWT yang bersifat Esa dan unik. Dan ia tidak terjadi karena kebetulan
atau eksiden. Tujuan inilah yang akan memberikan arti dan signifikan bagi
eksistensi jagat raya, dimana manusia merupakan salah satu bagiannya.
Sesudah menciptakan jagat raya ini, Allah tidakpensiun. Ia aktif terlibat
dalam segala urusannya dan ia selalu waspada dan kejadian yang paling
kecil sekalipun.
Sebagaimana firman Allah SWT :
ََّٰي
ۡ
عٱُساَّنلٱاَهُّ يَأ
ۡ
مُكَقَلَخ يِذَّلٱ ُمُكَّبَر اوُدُب
ۡ
بَق نِم َنيِذَّلٱَو
ۡ
مُكِل
ۡ
مُكَّلَعَل
ۡ
َنوُقَّ تَ ت
21
يِذَّلٱ
لٱ ُمُكَل َلَعَج
ۡ
رَأ
ۡ
شََّٰرِف َض
ۡ
ا
اَمَّسلٱَو
ۡ
َء
اَنِب
ۡ
ء
ۡ
َلَزنَأَو
َنِم
اَمَّسلٱ
ۡ
ِء
اَم
ۡ
ء
ۡ
خَأَف
ۡ
َجَر
ِهِب
ۦ
َنِم
ِتََّٰرَمَّثلٱ
زِر
ۡ
ق
ۡ
ا
مُكَّل
ۡ ۡ
َلَف
جَت
ۡ
اوُلَع
ِهَّلِل
داَدنَأ
ۡ
ا
مُتنَأَو
ۡ
عَت
ۡ
َنوُمَل
22
Terjemahnya :Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (Q.S Al-Baqaroh : 21 – 22).
4
Umumnya dakwah dan seruan iman ini datang sesudah hati nurani
manusia mengalami kerusakan, dan sesudah semua nilai luhur hancur.
Dan tampak bahwa manusia sangat memerlukan datangnya mu‟jizat yang dapat mengembalikannya kepada fitrahnya yang sehat agar memiliki
kelayakan untuk memakmurkan bumi dan mampu mengemban amanah
kehidupan.5
Sekedar percaya akan wujud Allah belumlah cukup untuk
menjadikan sempurna keislaman seseorang, yang paling utama di dalam
hubungan makhluk dengan Allah ialah kepatuhan yang bulat hanya
kepada-Nya. Inilah intisari sesungguhnya dari ajaran Islam, yaitu
mentauhidkan atau mengesakan Allah. Tauhid akan membuat jiwa
tentram dan menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan.
Selain itu, Tauhid juga berpengaruh untuk membentuk sikap dan perilaku
manusia. Jika tauhid ditanamkan dengan kuat, ia akan menjadi sebuah
kekuatan batin yang tangguh, sehingga melahirkan sikap positif.
Keimanan kepada Allah dan Malaikat pencatat amal baik perbuatan
merupakan bagian yang paling penting dalam ketauhidan seseorang.
Diantara halyang telah diterima oleh para ahli pendidikan dan akhlak
adalah bahwa seorang anak sejak lahir sudah membawa fitrah Tauhid dan
aqidah Iman kepada Allah,serta berada di atas dasar kesucian, maka jika
tersedia baginya pendidikan yangbaik dalam keluarga, interaksi sosial
yang baik, dan lingkungan belajar yang baik.Dan jika pendidikan anak
5
jauh dari akidah Islam, dan dari bimbingan agama sertahubungan dengan
Allah Ta‟ala, maka pastinya kelak sang anak akan tumbuhdalam dunia kejahatan dan penyimpangan.6
Al-Qur‟an menegaskan bahwa dalam fitrah diri manusia terdapat kecenderungan menuju keimanan dan penolakan terhadap tindak
kejahatan dan kedurhakaan. Allah tidak hanya menempatkan dalam fitrah
diri manusia keimanan kepada yang maha mencipta dan
menganugerahinya kemampuan untuk mengenal Allah, namun dia juga
telah menciptakan di dalamnya dorongan-dorongan alamiah menuju
kebaikan dan penolakan terhadap perbuatan buruk, dosa, dan
tindakan-tindakan yang merendahkan martabat manusia. Oleh karena itulah secara
tanpa sadar jiwa manusia condong kepada kebaikan.7
Adapun permasalahan yang terjadi di Desa Dalinsaheng,
Kecamatan Biaro, Kabupaten Siau Tagulandang Biaro, Provinsi Sulawesi
Utara sebagai berikut:
1. Banyaknya kepercayaan yang menyimpang dari tauhid seperti
melakukan persembahaan terhadap kuburan.
2. Adanya keyakinan terhadap tahayul, bid‟ah, krurafat.
3. Banyaknya pelaksanaan upacara-upacara keagamaan yang
berkenaan dengan kelahiran dan kematian.
6
Abdullah NashihUlwan, Tarbiyatul Aulad Fil Islam.(Cet. II Jakarata:Khatulistiwa, 2013), h. 80
7
Sayyid Mujtaba Musawi Lari, Meraih Kesempurnaan Spriritual, (Cet. I, Bandung : Pustaka Hidayah, 1997), h. 37
4. Lebih mementingkan adat tradisi dan budaya ketimbang ajaran
agama islam.
5. Banyaknya animo masyarakat dalam mempraktekkan budaya
barat dalam pergaulan sehari-hari (mempertontonkan aurat,
pergaulan bebas, melaksanakan acara disko).
Mendakwahkan tauhid pada zaman sekarang ini adalah bagian dari
kewajiban yang harus ditunaikan, terlebih umat Islam sedang menghadapi
ujian dan cobaan yang berat untuk diselesaikan secara bersama dalam
kerangka persatuan. Realita umat Islam yang sedang lemah dan
berpecah belah membutuhkan peranan da‟i yang tangguh dan kokoh. Oleh karena itu, Kami mengangkat judul “Metode Da‟i Dalam Mendakwahkan Tauhid di Desa Dalinsaheng, Kecamatan Biaro
Kabupaten Siau tagulandang biaro, Provinsi Sulawesi Utara”. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka ditetapkan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana peran dakwah di masyarakat Desa Dalinsahang,
Kecamatan. Biaro Kabupaten. Siau tagulandang biaro, Provinsi
Sulawesi Utara?
2. Bagaimana da‟i melakukan dakwah tauhid di Desa Dalinsaheng, Kecamatan. Biaro Kabupaten. Siau Tagulandang Biaro, Provinsi
3. Bagaimana faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat
dalam mendakwahkan tauhid di Desa Dalinsaheng, Kecamatan.
Biaro Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang biaro, Provinsi
Sulawesi Utara?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh peran dakwah terhadap
masyarakat di Desa Dalinsaheng, Kecamatan Biaro, Kabupaten
Siau tagulandang biaro, Provinsi Selawesi Utara.
2. Untuk mengetaui cara da‟i dalam mendakwahakan tauhid di Desa Dalinsaheng, KecamatanBiaro, Kabupaten Siau Tagulandang
Biaro, Provinsi Sulawesi Utara.
3. Untuk mengetahui serta menjelaskan faktor-faktor pendukung dan
penghambat da‟i dalam mendakwahkan tauhid di Desa Dalinsaheng, Kecamatan Biaro, KabupatenSiau tagulandang
D. Manfaat Penelitian
Hasil yang akan dicapai pada penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritas, diharapakan dapat memberikan pengetahuan,
khususnya dibidang ilmu dakwah.
2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pratiksi
dakwah tentang metode dakwah khususnya kepada masyarakat
awam.
3. Secara metodologis, dapat digunakan sebagai bahan pelajaran
bagi para da‟i sesuai dengan kebutuhan praktis maupun teoritis dalam hal perkembangan ilmu pengetahuan.
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Metode Dakwah
1. Pengertian Metode
Metode berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
meta dan hodos. Methodos artinya jalan sampai. Metode adalah cara
teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar
tercapai sesuai dangan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem
untuk memudahakan pelaksana suatu kegiatan guna mencapai tujuan
yang ditentukan.8 Dan dalam ilmiah populer metode juga dapat diartikan
sebagai cara yang sistematis dan teratur untuk melaksanakan sesuatu
atau cara kerja.9
Sedangkan pengertian metode secara istilah adalah jalan yang kita
lalui untuk mencapai tujuan. Banyak usaha yang tidak berhasil dapat
berhasil atau pasti tidak membuahkan hasil optimal, kalau tidak dipakai
jalan yang tepat.10 Dalam bahasa arab, istilah metode disebut dengan
al-manhaj atau al-wasilah, yakni sistem atau pendekatan serta sarana yang
8
Dewi Sadiah, Metode Penelitian Dakwah, (Cet. 1, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), h. 1. Lihat juga Departeman Pendidikan Nasional 2001:740.
9
Paus A. Partanto, M. Dahlan Barri, Kamus Ilmia Populer, (Surabaya: Arloka,1994), h. 461
10
K. Bertens, Metode Belajar Untuk Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia Pustak Utama,2005), h. 24
digunakan untuk mengantar kepada suatu tujuan. Dalam QS. Al-maidah
ayat : 35 Allah SWT berfirman:
ََّٰي
ۡ
َماَء َنيِذَّلٱ اَهُّ يَأ
بٱَو َهَّللٱ اوُقَّ تٱ اوُن
ۡ
وُغَ ت
ۡ
َلِإ ا
ۡ
لٱ ِه
ۡ
ِهِليِبَس ِفِ اوُدِهََّٰجَو َةَليِسَو
ۦ
مُكَّلَعَل
ۡ
فُت
ۡ
َنوُِلِ
35
Terjemahanya:Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (metode) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keber-untungan.11
Implikasi dari ayat di atas, dan kaitannya dangan penerapan
metodolagi, memiliki tugas dan fungsi memberikan jalan atau cara sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasiaonal, termasuk dalam hal ini adalah
operasiaonal kegiatan dakwah.12 Metode juga dapat diartikan sebagai
suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian.13
2. Pengertian Dakwah
Ditinjau dari segi bahasa “Dakwah” berarti: panggilan, seruan atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab disebut masdar.
Sedangkan dalam bentuk katakerja (fi‟il)nya adalah berarti: memanggil,
11
Departemen Agama RI, Al-qur‟an Dan Terjemahnya, (Jakarta:Prpyek Pengadaan Kitab Suci Al-qur‟an,2002), h. 165
12
Muliaty Amin, Metodologi Dakwah, (Cet. 1, Makassar: Alaudin University Press, 2013), h. 1-2
13
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 24
menyeru atau mengajak (Da‟a Yad‟u, Da‟watan).14
Sementara itu
pengertian dakwah secara istilah mengajak manusia dengan cara
bijaksana menuju jalan bijaksana menuju jalan yang benar sesuai dengan
perintah Tuhan demi kebahagian dunia dan akhirat.15
Berdasarkan hal tersebut, maka makna dakwah secara syara‟ adalah, mengajak orang lain agar melakukan segala perintah Allah, baik
berupa ucapan atau amalan, dan meninggalkan segala larangan Allah,
baik berupa ucapan atau perbuatan.
Sedangan arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar atau
ilmuan adalah sebagai berikut.
syaikhul Islami Rahimahullah berkata, “Yaitu ajakan beriman kepada Allah, dan kepada segala hal yang dibawah oleh para rasulNya,
serta ajaka kepada menaati mereka dengan sesuatu yang mereka
perintahakan. Maka dakwah kepada sesuatu yang dibawah para adalah
termasuk dakwah kepada Allah. Dakwah kepada Allah maknanya adalah
memerintahkan dan mengajak makhluk dan hamba untuk menaati
perintah Allah, berupa iman kepadaNya dan kepada segala hal yang
dibawah oleh para Rasul, termasuk di dalamyan adalah agama secara
keseluruhan.16
14
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Cet. 1, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), h. 1
15
Samsul Munir Amin , Sejarah Dakwah, (Cet. 1, Jakarta: Amzah, 2014), h. 3
16
Fawwaz bin Hulayyil bin Rabah as-Suhaimi, Begini Seharusnya Berdakwah, (Jakarta: Darul Hak, 2015), h. 19-20
Syeikh Ali Makhfuz, “Yaitu Mendorong manusia agar memperbuat kebaikan dan menurut petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan
melarang mereka dari perbuatan munkar agar mareka mendapat
kebahagiaan didunia dan akhirat.17
Syekh Muhammad ar-Rawi, “Yaitu Pedoman hidup yang sempurna untuk manusia beserta ketetapan hak dan kewajiban.18
Syekh Bakhial Khauli, “ Yaitu Satu menghidupkan peraturan-peraturan islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan
kepada keadaan yang lain.19
Dari pengertian terpisah mengenai metode dan dakwah yang telah
dijelaskan sebelumnya, dengan demikian metode dakwah adalah
menyangkut masalah bagaimana caranya dakwah itu harus dilaksanakan.
Tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan dakwah yang telah dirumuskan
akan efektif bilamana dilaksanakan dengan mempergunakan cara-cara
yang tepat. Cara-cara yang tepat oleh Al-qur‟an dirumuskan denagan istilah bilhikmah. Al-qur‟an surah An-nahl ayat 125 Allah SWT berfirman:
دٱ
ۡ
لٱِب َكِّبَر ِليِبَس ََّٰلَِإ ُع
ۡ
ك ِح
ۡ
لٱَو ِةَم
ۡ
وَم
ۡ
لٱ ِةَظِع
ۡ
ِةَنَسَح
ۡ
لِدََّٰجَو
ۡ
َيِه ِتَِّلٱِب مُه
حَأ
ۡ
ُنَس
ۡ
عَأ َوُه َكَّبَر َّنِإ
ۡ
َس نَع َّلَض نَِبِ َُلَ
ِهِليِب
ۦ
ُهَو
عَأ َو
ۡ
لٱِب َُلَ
ۡ
هُم
ۡ
َنيِدَت
125
Terjemahanya:“Serulah (semua manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.20
17
Abd. Rosyad Shaleh, Manejemen Dakwah Islam, (Cet. 2, Jakarta: NV Bulan Bintang, 1986), h. 8
18
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Cet.5, Jakarta: Kencana, 2016),h. 11
19
Ayat tersebut telah memberikan pedoman bagaimana caranya
dakwah itu harus dilakukan. Yaitu, dengan cara:
a. Hikmah.
b. Mau‟izatil hasanah dan
c. Mujaadalah billati hiya ahsan.21
Dari ayat tersebut, terdapat 3 (tiga) karangka dasar tentang metode
dakwah, yang dapat dipilih salah satunya, atau kesemuanya. Karangka
dasar itu adalah sebagai berikut:
1). Dakwah bil Hikmah
Hikmah adalah meletakkan sesuatu sesuai pada tempatnya. Kata
hikmah ini sering kali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana, yaitu
suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga akan timbul suatu kesadaran
pada pihak mad‟u untuk melaksanakan apa yang didengarnya dari dakwah itu, atas dasar kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan,
konflik maupun rasa tertekan. Dengan demikian, dakwah bil hikmah
merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilakukan atas
dasar persuasif.
Kata hikmah di sini mengandung 3 (tiga) unsur pokok, yaitu:
20
Departemen Agama R I, Al-Qu‟ran dan terjemahannya, (Bumi Restu, 1975), h. 421
21
Rosyad Sholeh, Manejemen Dakwah Islam, (Cet, 1.Yogyakarta:Surya Sarana Grafika, 2010), h. 75-76
a) Unsur ilmu, yaitu ilmu yang shalih yang dapat memisahkan
antara yang hak dan yang bathil.
b) Unsur jiwa, yaitu menyatukan ilmu tersebut kedalam jiwa sang
ahli hikmah, sehingga mendarah daginglah ia dengan sendirinya.
c) Unsur amal perbuatan, yaitu ilmu pengetahuan yang menyatu
kedalam jiwanya itu mampu memotivasi dirinya untuk berbuat
kebajian.22
Adapun metode dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW, yang berkaitan dengan dakwah bil hikmah, yaitu memberikan
teladan yang terbaik dalam sikap dan prilaku, dengan selalu sopan santun
kepada siapun. Hal ini kemudian di istilahkan dengan akhlaqul-kharimah.
Beliau mendapat predikat dari langit “uswatun hasanah” yang bermakna teladan terbaik dan terpuji. Dengan metode tersebut, puluhan sampai
ribuan orang Arab yang tertarik terhadap ajaran Islam, yang kemudian
mengucapkan syahadatain (pengkuan terhadap Allah SWT dan
Rasul-Nya, Muhammad SAW).23
Dengan demikian, maka penulis menyimpulkan bahwasannya
dakwah bil hikmah ialah kemampuan seorang da‟i dalam melaksanakan tugas dakwahnya, yang menyajikannya dengan berbagai strategi dan
pendekatan jitu, efektif, dan efisiaen karena keluasan pengetauan dan
banyaknya pengalaman tentang liku-liku dakwah. Ia tahu benar tentang
22
Fathul Bahri An-Nabary, Meneliti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da‟i,
(Cet. I, Jakarta Hamzah, 2008), h. 240
23
Asep Shaifuddin, Sheh Sulhawi Rubba, Fikih Ibadah Safari ke Baitullah,
waktu, tempat, dan keadaan manusia yang dihadapi sehingga ia dapat
memilih metode yang tepat untuk menyampaikan materi dakwahnya, serta
menempatkan segala sesuatu itu tepat pada tempatnya masing-masing.
2)Dakwah bil Mau’izhatil Hasanah
Secara bahasa mau‟idzah hasanah terdiri dari dua kata yaitu mau‟idzah dan hasanah. Kata mau‟idzah berasal dari bahasa Arab yaitu wa‟adza-ya‟idzu-wa‟dzan yang berarti nasehat, bimbingan, pendidikan,dan peringatan. Adapun secara terminologi, ada beberapa pengertian
diantaranya:
a) Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh
Hasanuddin adalah sebagai berikut: al-Mau‟idzatil Hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa
engkau memberi nasehat dan menghendaki manfaat kepada mereka
atau dengan Al-qur‟an.24
b) Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-mau‟idzati al-Hasanah merupakan salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak ke jalan
Allah SWT dengan memberikan nasehat atau membimbing dengan
lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.25
3) Dakwah Al-Mujaadalah Billati Hiya Ahsan
Dari segi etimologi (Bahasa) lafadz mujaa dalah diambil dari kata
“jaa dala” yang bermakna berbantah. Apabila ditambahakan alif pada
24
Munir DKK, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 16
25
huruf jim yang mengikuti wazan Faa ala, “jaa dala” dapat dimaknai berdebat, jadi “mujaa dalah” bisa diartikan perbantahan (perdebatan).26
Beberapa pengertian al-Mujaadalah (Al-Hiwar), al-Mujaadalah
berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara
sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya
permusuhan diantara keduanya. Jadi metode dakwah Billati Hiya Ahsan,
adalah berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan membantah dengan
cara yang sebaik-baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan
yang memberatkan pada komunitas yang menjadi sasaran dakwah.27
Dalam setiap aktivitas dakwah pasti akan menimbulkan reaksi. Artinya,
jika dakwah telah dilakukan oleh seorang da‟i dengan materi dakwah, wasilah, dan tharikoh tertentu, maka akan timbul respons dan efek (atsar) pada mad‟u (penerimah dakwah). Atsar (efek) sering disebut dengan feed back (umpan balik) dari proses dakwah ini sering dilupakan atau tidak
banyak menjadi perhatian para da‟i. Kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan, maka selesailah dakwah. Padahal,
atsar sangat besar artinya dalam penentuan langkah-langakah dakwah berikutnya. Tanpa menganalisis atsar dakwah, maka kemungkinan
kesalahan strategi yang sangat merugikan pencapaian tujuan dakwah
akan terulang kembali. Sebalikya dengan menganalsis atsar dakwah
secara cermat dan tepat, maka kesalah strategi dakwah akan segera
26
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Ind onesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung), h. 85
27
M. Munir, Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Cet. 1, Jakarta: Kencana,2006}, h. 34
diketahui untuk diadakan penyemprnaan pada langkah-langkah berikutnya
(corrective action). Demikian juga dakwah termasuk didalam penentuan
unsur-unsur dakwah yang dianggap baik dapat ditingkatkan.28
Adapun strategi dakwah yang harus dilakukan dalam menghadapi
tantangan, dan kemelut dunia modern diabad ini ialah hendaknya para
da‟i mampu menyuguhkan dakwah masa kini.
Prof. Dr. Seyyid Hosen Nasher berpendapat: Kita perlukan
beberapa patokan dalam dakwah :
a) Methode dakwah, bukan dalam benuk paksaan, Dakwah itu harus
disambut dengan fikiran bebas, dilakukan terus-menerus, tidak
kenal putus asa.
b) Penerapan dakwah, bukan dilakukan dalam bentuk induksi
psikotrapis. Dari pihak yang diajak harus ada faktor kesadaraan.
Bukan bentuk praktek magis.
c) Sasaran dakwah ialah kepada muslimin dan yang belum
beragama. Sikap bijaksana harus mewarnai usaha dakwah dan
sedapat mungkin dihindari fikiran sempit dan prasangka yang
tidak-tidak.
d) Dakwah hendaknya mampu mencerdaskan akal fikiran. Sikap kritis
harus ditumbuhkan, sehingga aktifitas dakwah dirasakan adalah
28
Jalaluddin Rahmat, Retorika Moderen, Sebuah Karangka Teori dan Praktik Berpindato, (Bandung: Akademika, 1982), h. 269
“cothinker”, bukan pelaksana yang memaksakan sistem sewenag-wenang.
e) Dakwah hendaknya mampu menghidupkan hati nurani manusia
sehingga senantiasa dapat membedakan yang baik dan buruk,
yang jujur dan lancang, yang adil dan lalim.
f) Isi kandungan dakwah hendaknya mencontoh yang dipesankan
Rasul SAW kepada Muaz yaitu:
1) Yang pertama diajarkan ialah tauhid dan akidah;
2) Sesudah akidahnya kuat, barulah diajarkan shalat dan
manfaatnya didalam menghadapi tantangan hidup.
3) Sesudah shalat dijalankan dengan baik, barulah diajarkan zakat,
sedekah, mencegah diri dari melakukan tindakan yang terkutuk
{berzina, mencuri, berjudi, meminum minuman keras, korupsi,
menyalahgunakan kedudukan dan pangkat}.Puncak strategi
dakwah ialah tetap berpatokan kepada QS. An-Nahl 125 yang
artinya : “ajakalah manusia kejalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasehat yang baik serta berdiskusilah mereka dengan yang
lebih baik”.29
29
Zainuddin, MZ, Rahasia Keberhasilan Dakwah, (Surabaya: Ampel Suci, 1986), h. 10-11
3. Sumber Metode Dakwah
Adapun sumber metode dakwah ada 4 macam, yaitu :
a. Al-qur‟an.
Nama bagi Al-qur‟an seperti yang disebutkannya sendiri bermacam-macam, dan masing- masing nama itu mengandung arti dan
makna tertentu, antara lain :
1. Al-Kitab artinya buku atau tulisan. Arti ini untuk mengingatkan kaum
muslimin supaya membukukannya menjadi buku.
2. Al-Qur‟an, artinya bacaan. Arti ini untuk mengingatkan supaya ia dipelihara/dihafal bacaannya di luar kepala.
3. pemisah antara kebenaran dan kebathilan, yang baik dan buruk
haruslah dari padanya atau mempunyai rujukan padanya.
4. Al-Huda, artinya petunjuk. Arti ini mengingatkan bahwa petunjuk
tentang kebenaran hanyalah petunjuk yang diberikannya atau yang
mempunyai rujukan kepadanya.
5. Al-Zikr, artinya ingat. Arti ini menunjukkan bahwa ia berisikan
peringatan dan agar selalu diingat tuntutannya dalam melakukan
setiap tindakan.30
Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa Al-qur‟an adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi SAW. Dalam bahasa Arab,
riwayatnya mutawatir. Oleh karena itu terjemahan Al-qur‟an tidak disebut
30
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permasalahan dan Fleksibilitasnya,
Al-qur‟an dan orang yang mengingkarinya baik secara keseluruhan maupun bagian rinciannya dipandang kafir. Al-qur‟an merupakan sendi fundamental dan rujukan pertama bagi semua dalil dan hukum syari‟at, merupakan Undang-undang Dasar, sumber dari segala sumber dan dasar
dari semua dasar, Hal ini sudah merupakan kesepakan seluruh ulama
Islam.
b. As-Sunnah
Sunnah dikenal juga dengan hadis, Menurut harfiah kata sunnah
berarti: jalan, tabiat, perikehidupan, adat istiadat, dan sebagainya.
Menurut definisi: Sunnah ialah perkataaan, perbuatan atau penetapan
(takrir) Rasulullah SAW.31
Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa sunnah ialah
segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, ataupun penetapan (takrir). Adapun kedudukan
sunnah sebagai sumber asasi dan sumber hukum Islam yang kedua
setelah Al-qur‟an karena ia berfungsi sebagai juru tafsir, dan pedoman pelaksanaan yang otentik terhadap Al-qur‟an. Ia menafsirkan dan menjelaskan ketentuan yang masih dalam garis besar atau membatasi
keumuman, atau menyusuli apa yang disebut Al-qur‟an. Sebab itu dari segi sunnah merupakan sumber hukum, yang berdiri sendiri sebab
kadang-kadang membawa hukum yang tidak disebut oleh Al-qur‟an, tetapi
31
Kaelani HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Cet. 1, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000), h. 71
segi lain sunnah tidak berdiri sendiri, sebab sifat perkataannya terhadap
Qur‟an sehingga pada hakikatnya sumber sunnah itu sendiri ialah nash-nash Al-qur‟an dan aturan-aturan dasarnya yang umum.
c.Mengikuti Pemahaman Para Sahabat
Persoalan kedua yang berkaitan dengan sumber penerimaan
ajaran menurut Ahlus sunnah wal Jamaah, adalah pemahaman para
sahabat. Mereka adalah para penyampai risalah Rasulullah SAW. Karena
itu, pemahaman mereka terhadap nash lebih didahulukan dari pada
pemahaman lain.32
Para sahabat Rasulullah SAW adalah orang-orang yang paling
bersemangat dalam memahami dan mengamalkan Al-qur‟an dan As-Sunnah. Karenanya, penerapan dan praktik aqidah dan syariat seperti
tertera dalam Al-qur‟an As-Sunnah kita temui secara lebih baik pada masa para sahabat.
d. Pengalaman
“experience is the best teacher” (pengalaman adalah guru terbaik), Seiring juru dakwah juga menjadikan itu sebagai motto hidup mereka,
karena dari pengalaman itu mereka mampu melihat kondisi mad‟u dari berbagai segi dan aspek.
32Sa‟id bin Shabir Abduh,
Hukum Mengkafirkan dan Membidahkan, (Cet. 1, Jakarta Timur: Griya Ilmu, 2005), h. 42
B. Da’i
1. Pengertian Da’i
Kata Da‟i berasal dari bahasa arab bentuk mudzakar (laki-laki) yang berarti orang yang mengajak, kalau muannas (perempuan)
Da‟iyah.33 Da‟i juga dapat diartikan sebagai seseorang yang berusaha menyampaikan syariat Allah SWT kepada para hamba Allah SWT, dan
mengajak mereka dengan targhib (pemberian mutivasi) dan dengan tarhib
(pemberian peringatan) pada kali yang lain.34
Para da‟i adalah para penyampai pesan-pesan Allah SWT. Dan Rasul-Nya tentang kebenaran ajaran agama. Untuk misi dan tugas yang
mulia ini, tentu kualifikasi dan syarat kelayanan, terutama dalam bentuk
sifat-sifat terpuji mutlak harus terpenuhi, karena merekalah pencitra
dakwah. Jika mereka baik, maka dakwah dicitrakan dengan baik. Begitu
pula sebaiknya, “Ad-Da‟watu Mahjubatun bid-Du‟at” begitulah kemulian dakwah seringkali tertutupi dan tidak dirasakan oleh umat, justru karena
perilaku da‟i yang bertolak belakang dengan citra dakwah.35 Adapun da‟i dalam prespektif ilmu komuniksi dapat dikategorikan sebagai komunikator
yang bertugas menyebarkan dan menyampaikan informasi-informasi dari
sumber (source) melalui saluran yag sesuai (chanel) pada komunikan
33
Enjang AS dan Aliuddin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah, Pendekatan Filosofis Dan Praktis, (Bandung: Widya Padjadjaran,2009), h. 73
34
Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, Memandu Kebangkitan Islam, (Cet. I, Surabaya: Sukses Publising 2016}, h.113
35
Atabik Luthfi , Tafsir Da‟awi Tadabbur Ayat-Ayat Dakwah Untuk Para Da‟i, (Cet. I, Jakarta Timur: Al-I‟tishom, 2011 ), h. 43
(receiver). Untuk menjadi komunikator yang baik dituntut adanaya
kredibiltas yang tinggi yaitu suatu tingkat kepercayaan yang tinggi
padanya dari komunikannya. Komunikator yang baik adalah komunikator
yang mampu menyampaikan informasi atau pesan (massage) kepada
komunikan sesuai yang diinginkan.36
Menjadi seorang da‟i haruslah mempunyai akhlak yang baik karena segala perbuatan dan tingkah laku dari seorang da‟i akan dijadikan tolak ukur oleh masyarakat. Da‟i akan berperan sebagai seorang pemimpin di tengah masyarakat walau tidak dinobatkan secara resmi sebagai
pemimpin. Kemunculan da‟i sebagai pemimpin adalah kemunculan atas pengakuan masyarakat yang tumbuh secara bertahap. Oleh karena itu,
seorang da‟i harus selalu sadar bahwa segala tingkah lakunya selalu dijadikan tolak ukur oleh masyarakat sehingga ia harus memiliki
kepribadian yang baik.
Mengingat perkembangan perubahan kebutuhan masyarakat yang
begitu pesar, maka seorang da‟i memiliki tugas sebagai central of change dalam suatu masyarakat sehingga tugasnya di samping menyelamatkan
masyarakat dengan dasar-dasar nilai keagamaan, juga mengemban tugas
pemberdayaan (empowering) seluruh potensi masyarakat. Tugas
kelompok tersebut, idealnya memang harus dilakukan secara simultan
36
mengingat elemen di dalam masyarakat akan saling berhubungan dan
mempengaruhi.37
Pelajaran ini terlihat dalam harapan Nabi Shallallahu alahi
wasallam yang luas membantang, Ia keluar dari makkah sebagai orang
yang terusir, tidak mampu melawan deritanya sendiri. Yang menolong
beliau penolong sangat sedikit pada saat Suraqah bin Malik bin Ja‟tsam Al-Madlaji ingin membunuhnya demi hadiah besar dari kaum
Quraisy.Ketika Suraqah makin dekat, Abu Bakar pun berkata kepada
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, “Pengejar ini hampir menyusul kita.” Nabi shallahu alaihi wasallam berkata, “Janganlah takut, sesungguhnya Allah bersama kita.” Ketika jarak diantara meraka tinggal satu sampai tiga tombak, Abu Bakar radhiayallahu anhu pun berkata
sambil menangis. “Ya Rasulullah, pengejar makin mendekati kita.” Rasulullah Shallallahu alahi wasallam pun bertanya kepadanya, Kenapa
anda menangis?” Abu Bakar radhiyallahu anhu menjawab, “Demi Allah, saya tidak menanggis diriku, tapi saya menangismu, wahai Rasulluah.
Rasulullah Shallallahu alahi wasallam pun berdoa,” Ya Allah jaga kami dari orang tersebut dengan kehendak-Mu.” Usai Rasulullah Shallallahu alahi wasallam berdoa, kaki kendaraan Suraqah terbenam ditanah yang
keras sampai perutnya. Ia pun melompat dari kudanya dan berkata,
“Wahai Muhammad! Saya tahu ini adalah hasil dari perbuatanmu. Maka berdoalah kepada Allah agar menyelamatkanku dari apa yang
37
Nurul Badruttamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Cet. I, Jakarta Selatan: Grafindo Khazanah Ilmu, 2005) , h. 102
menimpaku. Demi Allah, saya pasti akan merahasiakan keberadaanmu
dari orang-orang yang mencarimu dibelakangku.”38
Adapun yang menjadi tolak ukur kesuksesan baginya adalah
tercapainya ridha Allah, baik dakwahnya diterima oleh manusia ataupun
ditolak. Dia sukses karena berjalan di atas keridaan-Nya dan sesuai
dengan apa yang dikehendak-Nya. Demikianlah kesuksesan yang diraih
para nabi terdahulu.
Sesungguhnya tolak ukur kesuksesan adalah mengutamakan
kepentingan akhirat sebelum dunia dan sejauh mana dakwah tersebut
sesuai denga syariat Rabbul „Izzah. Jika dakwah telah sesuai dengan syariat Allah dan keluar dari hati yang tulus, maka buahnya adalah
kesuksesan.39
Dengan kenyataan ini, maka dapat disimpulkan bahwa da‟i mengandung 2 pengertian.
a. Secara umum adalah setiap muslim/muslimat yang berdakwah
sebagai kewajiban yang melekat tidak terpisahkan dari missinya
sebagai penganut Islam, sesuai dengan perintah “Ballighu anni walau ayat”.
38
Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Menelusuri Jejak Hijrah Nabi, Cet. I, Jakarta Timur: Pustaka Qalami, 2004), h. 96-97
39Abdullah bin Ahmad Al-„Alaf,
Kiprah Dakwah Muslimah, (CeT. 1, Solo: Pustaka Arafah, 2008), h.33
b. Secara khusus adalah mereka yang mengambil keahliaan khusus
(mutakhasis) dalam bidang dakwah Islam , dengan kesungguhan
luar biasa dan dengan qudrah hasanah.40
2. Proses Metode Komunikasi Da’i
Dalam sebuah kegiatan keagamaan perlu adanya komunikasi
antara da‟i dengan mad‟u dalam menyampaikan pesan-pesan keagamaan. Proses yang mendasar dalam komunikasi adalah
penggunaan bersama atau dengan kata lain ada yang memberi informasi,
mengisi pesan, atau komunikator (Da‟i)dan ada yang menerima informasi menerima pesan atau komunikasi(Mad‟u).
Terdapat unsur-unsur dalam proses komunikasi, yaitu :
a. Sender, penyampaian pesan-pesan keagamaan dari da‟i kepada mad‟u.
b. Encoding, proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang.
c.Massage, sebuah pesan yang berisikan informasi yang
disampaikan oleh da‟i kepada mad‟u.
d. Media,alat bantu yang dapat mempermudah penyampaian pesan
dari da‟i kepada mad‟u.
Demikianlah beberapa unsur di atas dalam berkomunikasi melalui
dakwah yang dilakukan oleh seorang da‟i yang semuanya itu untuk membantu dalam berdakwah
40
Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, (Cet. I, Yokykarta: Mitra Pustaka, 2000), h.27
C. Tauhid
1. Pengertian Tauhid
Tauhid adalah meyakini keesaan Allah dalam rububiyah, ikhlas
beribadah kepada-Nya, menetapkan bagi-Nya nama-nama dan dan
sifat-sifat-Nya, serta menyucikan-Nya dari kekurangan dan cacat.41
Iman kepada Allah SWT adalah keyakinan yang kokoh terhadap
wujud (keberadaan) Allah. Bahwa Allah mempunyai sifat-sifat sempurna
dan agung, dan bahwa hanya Allah lah yang berhak untuk disembah. Hati
meyakini hal itu dengan keyakinan yang pengaruhnya terlihat dalam
tingkah laku seseorang, berupa melaksanakan perintah-Nya. Ini adalah
dasar dan otak dari aqidah Islam sebagai dasar utama. Semua rukun
aqidah bersandar dan berinduk kepadanya. Iman kepada Allah
mengandung kepercayaan terhadap keesaan Allah dan bahwa Allah
berhak untuk disembah, karena wujud-Nya telah ditunjukkan oleh fitrah,
akal, syara, dan panca indera.42
2. Fitrah Dan Tauhid
Setiap manusia, dengan menyadari kejadiannya tentu mempunyai
pengertian bahwa di dunia ini ada Zat yang Maha Esa yang mengaturnya,
yang tidak mungkin menyerupai dengan alam yang ada ini dalam segala
sifat-sifatNya. Zat yang Maha Esa itu tidaklah merupakan benda {jisim},
41
Shalih Bin Fauzan Al-Fauzan, Kitab Tauhid, (Cet. I, Jakarta Timur: Arba’ Grafika, 2016), h. 13
42
Syaik Abdul bin Abdul Hamid Al-Atsari, Muhammad bin Ibrahim Al-Hamad, Mukhtashar Aqidah Islam Aqidah Ahlu Sunnah wal Jamaah, (Cet. I, Surabaya: PT. Elba Fitrah Mandiri Sejahtera, 2016 ), h. 71
bukanlah sesuatu yag melekat, tidak dapat dibatasi, dan tidak
membutuhkan tempat. Tidak dapat ditemukan Kecamatanuali dengan
segala bekas-bekas ciptaanNya yang benar-benar nyata.
Zat yang maha Esa itu tidaklah naik, turun dan lain sebagainya.
Dengan melihat CiptaanNya itu seorang badui dapat memperoleh
petunjuk, dengna menyadari kejadian dirinya sehingga ia berkata:
“Kotoran unta menunjukan adanya unta dan bekas telapak kaki menunjukkan adanya perjalan. Maka langit yang mempunyai
gugusan-gugusan bintang, dan bumi mempunyai beberapa jalan lalu lintas
mengapa dan betapa tidak menunjukkan adanaya Zat yang Maha
mengatur lagi maha mengenal? Tentu saja begitu”. Datangnya agama Islam membenarkan apa yang terjadi kehendak fitrah yang suci dan
selamat. Dalam hal ini Islam tidak lebih dalam mengambil dalil selain
membangkitkan akal dan menginggatkan untuk memperhatikan
ciptaan-ciptaan Allah SWT.43
3. Macam-Macam Tauhid
Macam-macam tauhid jika dikaitkan dengan Allah SWT semuanya
tercakup dalam pengertian tauhid secara umum, yaitu menetapkan hanya
kepada Allah sesuatu yang tertentu pada-Nya. Tauhid terbagi menjadi tiga
macam yaitu:
43
Abdul Aziz Syawisy, Islam Agam Fitrah, (Cet. 1, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001), h. 3-4
1. Tauhid Rububiyah
Yaitu mengakui bahwasanya Allah SWT adalah Rabb segala
sesuatu; Pemilik, Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang
mematikan, Yang memberi manfaat dan mendatangkan bahaya, Yang
bagiNya segala urusan, Yang ditanganNya segala kebaikan, dan
bahwasannya Dia mahakuasa atas segala sesuatu, dan Dia tidak memliki
sekutu apapun. Beriman kepada rububiyah Allah yaitu kepercayaan yang
pasti bahwasannya Allah adalah Rabb yang tidak ada sekutu bagiNya,
dan mengesakan Allah dengan perbuatan-perbuatanNya, yakni dengan
meyakini bahwa Allah-lah Dzat satu-satunya yang menciptakan segala
apa yang ada di alam semesta ini.44
Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwasannya
tauhid rububiyyah, iyalah kepercayaan bahwa Allahlah satu-satunya
pencipta, pemelihara, dan pengatur alam semesta. Kewajiban ini wajib
dimiliki oleh setiap orang yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah
SWT. Seorang yang mengaku beriman, tetapi masih meyakini atau
mempercayai sesuatu selain dari Allah, maka keimanannya akan sia-sia
karena mereka telah dicap oleh Allah sebagai orang musyrik dan baginya
tidak ada ampunan. Seseorang belumlah dikatakan muslim hanya karena
dia meyakini tauhid rububiyah, hal ini dikarenakan orang-orang kafir juga
meyakini bahwa Allah lah yang telah menciptakan, memberi rezki,
menghidupkan dan mematikan, namun demikian hal ini tidaklah
44
Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdul Lathif, Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan, (Cet. XV, Jakarta: Darul Hak, 2016), h. 9
menjadikan mereka termasuk orang-orang muslim, karena mereka tidak
mengimani tauhid jenis yang kedua (yaitu tauhid uluhiyah) yang
merupakan inti dari keislaman seseorang.
2. Tauhid Uluhiyah
Yaitu mengesakan Allah dengan berbagai bentuk ibadah. Uluhiyah
berarti ibadah. Kata Al-Ilaahu adalah Al-ma‟luuhu (yang disembah), karena itu tauhid ini disebut juga Tauhid Ibadah.
Ibadah dalam bahasa adalah ketundukan. Dikatakan (dalam
Bahasa Arab), Toriiqun Muabbadun yang artinya jalan itu mudah, karena
sudah ditundukkan (diinjak-injak) oleh kaki manusia. Adapun makna
ibadah secara syar‟i, para ulama berbeda ungkapan secara redaksiaonal, akan tetapi sepakat secara makna. Diantara mereka ada yang berkata,
“Ibadah adalah apa yang diperintahkan secara syar‟i tanpa tuntutan kebiasaan dan konsekuensi akal.” Dan sebagaian dari mereka berkata, “Ibadah adalah kesempurnaan cinta disertai kesempurnaan ketundukan.45
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwasannya tauhid
uluhiyah ialah tauhid ibadah atau tauhid yang mengesakan Allah SWT
dalam perkara-perkara ibadah dengan menghambakan diri hanya
kepadaNya disertai dengan ketundukan, keiklasan, kecintaan,
penghormatan dan peribadatan hanya kepadaNya serta tidak
45
Shalih Bin Fauzan AL-Fauzan, Panduan Lengkap Membenahi Akidah, (Cet. I, Jakarta: Darul Hak, 2015), h.37
menyekutukanNya dengan sesuatu apapun. Hal ini merupakan pokok
yang disepakati oleh seluruh kaum muslimin, tidak seorang pun berbeda
pendapat dalam hal ini, baik di masa lalu maupun sekarang. Seseorang
tidak dapat disebut sebagai muslim sebelum ia mengakui adanya pokok
ajaran islam.
3. Tauhid Asma‟ wa ash-Shifat
Yaitu mengesakan Allah SWT sesuai dengan Nama dan Sifat Dia
sandangkan sendiri kepada DiriNya dalam kitabNya atau melalui lisan
RasulNya Muhammad SAW, yaitu dengan menetapakan apa yang
ditetapakan Allah dan menafikan apa yang dinafi‟kanNya dengan tanpa tahrif (mengubah), ta‟thil (menafikan), takyif (menetapakan bentuk dan cara) juga tanpa tasybih {menyerupakanNya dengan makhluk).46 Allah
SWT berfirman:
لٱَو ِتََّٰوََّٰمَّسلٱ ُرِطاَف
ۡ
رَأ
ۡ
ِض
ۡ
نِّم مُكَل َلَعَج
ۡ
مُكِسُفنَأ
ۡ
زَأ
ۡ
جََّٰو
ۡ
ا
َنِمَو
لٱ
ۡ
نَأ
ۡ
ِمََّٰع
زَأ
ۡ
جََّٰو
ۡ
ا
ذَي
ۡ
مُكُؤَر
ۡ
ِهيِف
ۡ
َل
ۡ
ثِمَك َس
ۡ
ِهِل
ۦ
يَش
ۡ
ء
ۡ
ۡ
لٱ ُعيِمَّسلٱ َوُهَو
ۡ
ُيرِصَب
11
Terjemahnya:(Allah) Pencipta langit dan bumi. Dan menjadikan bagi kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri, dan dari jenis hewan ternak pasangan-pasangan (juga). DijadikanNya kamu barkembang baik dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan dia. Dan dia yang maha mendengar, maha melihat.47
Didalam ayat yang mulia ini Allah Ta‟ala menafikan sesuatu yang menyerupaiNya dan menetapkan bahwa Dialah yang Maha Mendengar
46
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Ulasan Tuntas tentang 3 Prinsip Pokok Siapa Rabbmu, apa Agamamu, siapa Nabimu, (Cet. XX. Jakarta: Darul Hak, 2017), h. 56
47
Kementrian Agama RI, Al-qur‟an dan terjemahan, (Cet. 20, Jakarta Timur: Darus salam, 2016), h. 485
lagi Maha Melihat. Sehingga Allah diberi nama dan disifati dengan nama
dan sifat yang telah disebutkan-Nya sendiri didalam kitab-Nya, dan
dengan apa yang telah disebutkan oleh Rasulullah SAW. Dalam masalah
ini tidak boleh melebihi dari apa yang telah disebutkan oleh Al-qur‟an dan As-Sunnah. Karena tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui tentang
Allah dari pada Allah sendiri, dan tidak ada seorang pun (sesudah Allah)
yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah SAW. Barangsiapa
menentang asma‟ dan sifat Allah, atau memberi nama Allah dan menyifatiNya dengan nama-nama atau sifat-sifat selain yang telah
ditetapkan oleh Allah sendiri, atau dengan nama-nama atau sifat-sifat
selain yang telah ditetapkan oleh RasulNya, atau menyerupakan
nama-nama Allah dan sifat-sifatNya, atau melakukan takwil dari makna yang
sebenarnya, sungguh dia telah berbicara tentang Allah tanpa Allah tanpa
ilmu serta berduta atas nama Allah dan RasulNya.48 Allah SWT berfirman:
ه
ََََّٰ
ۡ
َلُؤ
ۡ
وَق ِء
ۡ
ُد نِم اوُذََّتَّٱ اَنُم
ِهِنو
ۦ
ةَِلِاَء
ۡ
ۡ
وَّل
ۡ
أَي َل
ۡ
يَلَع َنوُت
ۡ
لُسِب مِه
ۡ
ِنََّٰط
ۡ
ِّينَ ب
ۡ
ۡ
نَمَف
ۡ
ظَأ
ۡ
َُلَ
ِنَِّمِ
فٱ
ۡ
بِذَك ِهَّللٱ ىَلَع َّٰىَرَ ت
ۡ
ا
15
Terjemahnya:Mereka itu kaum kami yang telah menjadikan tuhan-tuhan (untuk disembah) selain Dia. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang jelas (tentang kepercayaan mereka)? Maka siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.49
48
Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Kitab Tauhid Rujukan Utama Belajar Tauhid, (Cet. I, Solo: Pustaka Arafah, 2015), h.112-113
49 Kementrian Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahan,(Cet. 20, Jakarta Timur:
4. Faedah Tauhid
Ilmu tauhid adalah ilmu yang memberikan bekal-bekal pengertian
tentang peoman keyakinan hidup manusia, di dalam mengarungi
samudera dan gelombang hidup. Secara kodrati manusia diciptakan Allah
di dunia ini, berkekuatan berbeda antara manusia satu dengan manusia
yang lain. Tidak sedikit manusia di dalam mengarungi samudera hidup
yang luas itu, kehilangan arah dan pedoman, sehingga ia menjadi sesat.
Disitulah ilmu tauhid berperan untuk memberi pedoman dan arah, agar
manusia selalu tetap sadar akan kewajibannya sebagai makhluk terhadap
khaliknya.50
Adapun faedah dalam bertauhid yaitu untuk mendapatkan
keselamatan dari siksa {hukuman} diakhirat, hidayah didunia, dan
pengampunan dari dosa-dosa.51 Sebagaimana firman Allah SWT dalam
QS Al An‟aam: 82
َلََو اوُنَماَء َنيِذَّلٱ
ۡ
لَي
ۡ
وُسِب
ۡ
لُظِب مُهَ نََّٰيِإ ا
ۡ
ََّٰل وُأ ٍم
ۡ
ُمَُلِ َكِئ
لٱ
ۡ
مَأ
ۡ
ُهَو ُن
هُّم م
ۡ
َنوُدَت
82
Terjemahnya“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, merka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan merekan mendapat petunjuk.52
50
Zainuddin, Ilmu Tahid Lengkap, (Cet. 2, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), h. 8
51
Muhammad bin Jamil Zainu, Ambillah Aqidahmu Dari Al-qur‟an dan As-Sunnah yang Shahih yang Difahami Sahabat RA, (Bogor: Pustaka Ibnu „Umar), h. 18
52
Kementrian Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahan, (Cet. XX, Jakarta Timur: Darus Sunnah, 2016), h. 139
Ayat ini adalah adalah jawaban kepada ayat sebelum ini tentang
siapakah yang lebih layak mendapat aman dari pada dua golongan yaitu.
1. Orang-orang yang beriman
Orang yang mendapat keamanan adalah orang yang beriman. Yaitu
“orang yang beriman secara sempurna”. Mereka yang beriman secara sempurna itu adalah mereka yang tidak melakukan syirik. Ini penting
karena ada masyarakat yang memang beriman, Yaitu mereka memang
percaya kepada Allah, kepada Nabi dan sebagainaya, tapi dalam masa
yang sama, mereka percaya kepada perkara khurafat, tahayul dan
sebagainya. Itu bukanlah jenis yang beriman secara sempurna. Sia-sia
sahaja iman. Karena hakikatnya mereka sedang melakukan syirik kepada
Allah.
2. Orang-orang yang tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman (syirik)
Makna perkara zolim adalah “tidak memberi hak kepada yang berhak”. Sebagai contoh, kalau kita sebagai seorang suami tidak memberi istri kita, kita akan dikira zolim. Atau seorang pemimpin tidak memberi hak
rakyatnya, dia pun akan dikira sebagai zalim juga.
Kita tahu bahwa Allah lah sahaja yang berhak disembah. Tidak
boleh kita sembah dan menghambakan diri kepada selain Allah. Tapi
masih banyak lagi yang menyembah selain Allah. Itu bermakna, mereka
Allah, maka mereka sebenarnya telah melakukan kezaliman. Oleh karena
itu, kezaliman yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah kesyirikan.
Al-Allamah Ibnu Qoyyim Rahimahumullah berkata tentang makna
hadits Itban Ra, “Orang-orang yang bertauhid secara murni yang tidak terkontaminasi syirik dimaafkan, dimana ampunan ini tidak diperoleh
orang yang tidak demikian adanya. Seanda‟inya seorang yang bertauhid yang sama sekali tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah bertemu
dengan Tuhannya membawa kesalahan-kesalahan sepenuh bumi,
niscaya Tuhannya menyambutnya dengan ampunan sepenuh bumi juga.
Hal ini tidak terwujud bagi siapa yang tauhidnya kurang dan terkotori oleh
syirik.53
53
Shalih Bin Fauzan Al-Fauzan, Panduan Lengkap Membenah Akidah, (Cet. I, Jakarta: Darul Hak, 2015), h. 8-9
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Apabila ditinjau dari tujuannya, penelitian ini berjenis penelitian
deskriktif dan merupakan penelitian kualitatif.54 Penelitian deskriktif adalah
suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskriktifkan
fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena-fenomena alamiah maupun fenomena-fenomena buatan
manusia. Fenomena itu biasa berupa bentuk, aktifitas, karakteristik,
perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang
satu dengan fenomena lainnya.55
B. Lokasi dan Objek Penelitian
Lokasi penelitian yang akan ditelitiyaitu di Desa Dalinsaheng
Kecamatanamatan Biaro Kabupatenupaten Sitaro {Siau Tagulandang
Biaro}. Adapun objek penelitian adalah da‟i yang berada dilokasi tersebut. C. Deskripsi dan Fokus Penelitian
1. Peranan dakwah Islamiyah dalam masyarakat yaitu agar
masyarakat dapat mengesakan Allah SWT, mengerjakan
perintahNya dan Menjauhi segala laranganNya, dan tidak
menyekutukannya sedikit pun.
54
Burhan Bugin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, 2004), h. 4
55
2. Da‟i melakukan dakwah tauhid dengan berbagai macam metode, seperti bil Hikmah, Mauizatil hasanah, Mujaadalah billati hisa
ahsan.
3. Yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam
mendakwahkan tauhid di Desa Dalinsaheng Kecamatan Biaro
Kabupaten Siau Tagulandang Biaro Provinsi Sulawesi Utara
adalah:
Faktor pendukung dalam mendakwahkan tauhid ialah:
a. Faktor Pendukung
1. Komitmen ketua badan ta‟mirul masjid dan imam alhikmah dalinsaheng yg sangat mendukung dalam menanamkan pendidikan
tauhid pada masyarakat.
2. Banyaknya keorganisasi majelis taklim (majelis taklim bapak-bapak,
ibu-ibu, remaja putra putri, anak-anak, muallaf muallafa).
3. Adanya usaha dakwah tablik dalam menanamkan keimanan dan
ketauhidan.
b. Adapun faktor penghambat dalam mendakwahakan tauhid ialah:
1. Kurangnya da‟i dalam mendakwahkan tauhid di Desa Dalinsaheng Kecamatan Biaro Kabupaten Siau Tagulandang Biaro Provinsi
Sulawesi Utara.
2. Insiltrasi budaya asing.
4. Pemahaman pemerintah dan tokoh yg dangkal terhadap ajaran
islam
D. Sumber Data
Data yang digunakan dalam rencana penelitian ini meliputi data
primer dan data sekunder:
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber
asalnaya, data primer di peroleh melalui:
1) Interview atau wawancara mendalam {in dept interview} yaitu
mengadakan wawancara dengan informan yang bertujuan untuk
menggali informasi yang lebih mendalam tentang berbagai aspek
yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
2) Observasi yaitu pengumpulan data dalam kegiatan penelitian
yang dilakukan dengan mengamati kondisi yang berkaitan
dengan objek penelitian.
3) Data sekunder adalah data yang telah diolah sebelumnya yang
diperoleh dari studi kepustakaan, maupun studi dokumentasi.
Adapun data sekunder diperoleh memalaui:
1) Studi pustaka yang bersumber dari hasil bacaan literatur,
buku-buku, atau data terkait dengan topik penelitian. Ditambah
penelusuran data online, dengan pencarian data melalui
fasilitas internet.
2) Dokumentasi yaitu arsip-arsip, laporan tertulis atau daftar