• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan granulasi basah parasetamol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "laporan granulasi basah parasetamol"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Apabila pemakain obat harus secara oral dalam bentuk kering, maka bentuk kapsul dan tabletlah yang menjadi pilihan pasien. Dari sudut pandang farmasetik bentuk sediaan padat pada umumnya lebih stabil dari pada bentuk cair, sehingga bentuk sediaan padat ini lebih cocok untuk obat-obat yang kurang stabil. Serbuk kering yang digunakan melalui mulut untuk minum (biasanya setelah dicampur dengan air) kurang begitu umum dibandingkan dengan kapsul dan tablet, tetapi disenangi oleh sebagian pasien yang tidak dapat menelan obat dengan bentuk sediaan padat lainnya akan tetapi kebanyakan obat dengan bentuk serbuk per se dalam pengobatan terbatas, tetapi penggunaan dalam bentuk sediaan padat cukup luas. Kebanyakan bahan-bahan obat yang dipakai sekarang terdapat dalam bentuk serbuk atau kristal dan dicampur dengan unsur-unsur serbuk lainnya sebagai pengisi dan penghancur sebelum dibuat menjadi bentuk sediaan padat. Obat bentuk serbuk juga ditambahkan ke dalam salep, pasta, supositoria dan bentuk sediaan lainnya pada waktu pengolahannya. Demikian pula granul yang merupakan gumpalan-gumpalan bahan dari bentuk serbuk diolah menjadi partikel yang dapat mengalir dengan bebas pada dasarnya disiapkan bentuk cair sebelum dipakai, dengan penambahan bahan pembantu yang tepat sebagai bahan pengisi.

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sedian padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet-teblet dapat berbeda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancurnya dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Kebanyakan tablet diggunakan pada pemberian obat-obat secara oral, dan kebanyakan dari tablet ini dibuat dengan penambahan zat warna, zat pemberi rasa dan lapisan-lapisan dalam berbagai jenis. Tablet lain yang penggunaannya dengan cara sublingual, bukal atau melalui vagina, tidak boleh mengandung bahan tambahan seperti pada tablet yang digunakan secara oral.

(2)

B. TUJUAN

Formulasi sediaan yang kami buat bertujuan:

1. Mengetahui masalah-masalah yang dihadapi dalam pembuatan sediaan tablet dan bagaimana cara pemecahan masalahnya.

2. Dapat menyusun hasil pengkajian praformulasi bahan aktif untuk sediaan.

3. Dapat menyusun desain formula pembuatan dan evaluasi larutan dari hasil pengkajian praformulasi.

4. Dapat menganalisis sifat fisiko kimia, khasiat, stabilitas zat aktif (parasetamol) yang digunakan dalam sediaan tablet.

5. Dapat menganalisis sifat fisiko kimia zat-zat tambahan yang digunakan dalam sediaan tablet.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN TABLET

Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang cocok ( menurut FI III). Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa (menurut FI IV).

Tablet dibuat terutama dengan cara kompresi. Sejumlah tertentu dari tablet dibuat dengan mencetak. Tablet yang dibuat secara kompresi menggunakan mesin yang mampu menekan bahan bentuk serbuk atau granul dengan menggunakan berbagai bentuk punch dan die. Alat kompresi tablet merupakan alat berat dari berbagai kapasitas dipilih sesuai dengan dasar dari jenis tablet yang akan dibuat serta produksi rata-rata yang diinginkan. Tablet yang dicetak dibuat dengan tangan atau dengan alat mesin tangan, dengan cara menekan bahan tablet ke dalam cetakan, kemudian bahan tablet yang telah terbentuk dikeluarkan dari cetakan dan dibiarkan sampai kering.

B. KRITERIA TABLET

Suatu tablet harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Harus mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi persyaratan; 2. Harus mengandung zat aktif yang homogen dan stabil;

3. Keadaan fisik harus cukup kuat terhadap gangguan fisik/mekanik; 4. Keseragaman bobot dan penampilan harus memenuhi persyaratan; 5. Waktu hancur dan laju disolusi harus memenuhi persyaratan; 6. Harus stabil terhadap udara dan suhu lingkungan;

7. Bebas dari kerusakan fisik;

8. Stabilitas kimiawi dan fisik cukup lama selama penyimpanan;

9. Zat aktif harus dapat dilepaskan secara homogen dalam waktu tertentu; 10. Tablet memenuhi persayaratan Farmakope yang berlaku.

(4)

C. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN TABLET

Sediaan tablet banyak digunakan karena memiliki beberapa keuntungan, yaitu : 1. Tablet dapat bekerja pada rute oral yang paling banyak dipilih;

2. Tablet memberikan ketepatan yang tinggi dalam dosis;

3. Tablet dapat mengandung dosis zat aktif dengan volume yang kecil sehingga memudahkan proses pembuatan, pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan; 4. Bebas dari air, sehingga potensi adanya hidrolisis dapat dicegah/diperkecil.

Dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, sediaan tablet mempunyai keuntungan, antara lain :

1. Volume sediaan cukup kecil dan wujudnya padat (merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak), memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan;

2. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh (mengandung dosis zat aktif yang tepat/teliti) dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah;

3. Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil; 4. Tablet merupakan sediaan yang kering sehingga zat aktif lebih stabil; 5. Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air;

6. Zat aktif yang rasanya tidak enak akan berkurang rasanya dalam tablet; 7. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah;

tidak memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul;

8. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya tablet tidak segera terjadi;

9. Pelepasan zat aktif dapat diatur (tablet lepas tunda, lepas lambat, lepas terkendali);

10. Tablet dapat disalut untuk melindungi zat aktif, menutupi rasa dan bau yang tidak enak, dan untuk terapi lokal (salut enterik);

11. Dapat diproduksi besar-besaran, sederhana, cepat, sehingga biaya produksinya lebih rendah;

(5)

13. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.

(The Theory & Practice of Industrial Pharmacy, Lachman Hal 294 dan Proceeding Seminar Validasi, Hal 26)

Di samping keuntungan di atas, sediaan tablet juga mempunya beberapa kerugian, antara lain :

1. Ada orang tertentu yang tidak dapat menelan tablet (dalam keadaan tidak sadar/pingsan);

2. Formulasi tablet cukup rumit, antara lain :

• Beberapa zat aktif sulit dikempa menjadi kompak padat, karena sifat amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis;

• Zat aktif yang sulit terbasahi (hidrofob), lambat melarut, dosisnya cukup besar atau tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna, atau kombinasi dari sifat tersebut, akan sulit untuk diformulasi (harus diformulasi sedemikian rupa);

• Zat aktif yang rasanya pahit, tidak enak, atau bau yang tidak disenangi, atau zat aktif yang peka terhadap oksigen, atmosfer, dan kelembaban udara, memerlukan enkapsulasi sebelum dikempa. Dalam hal ini sediaan kapsul menjadi lebih baik daripada tablet.

(The Theory & Practice of Industrial Pharmacy, Lachman Hal 294)

Tetapi jika dibandingkan dengan keuntungannya, kerugian sediaan tablet jauh lebih sedikit sehingga sediaan tablet merupakan sediaan yang paling banyak dijumpai di perdagangan.

D. METODE PEMBUATAN TABLET

Sediaan tablet ini dapat dibuat melalui tiga macam metode, yaitu granulasi basah, granulasi kering, dan kempa langsung. Pemilihan metode pembuatan sediaan tablet ini biasanya disesuaikan dengan karakteristik zat aktif yang akan dibuat tablet, apakah zat tersebut tahan terhadap panas atau lembab, kestabilannya, besar kecilnya dosis, dan lain sebagainya. Berikut merupakan penjelasan singkat dari ketiga macam metode tersebut :

(6)

1. Granulasi Basah

Granulasi Basah yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi. Metode ini biasanya digunakan apabila zat aktif tahan terhadap lembab dan panas. Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan kompresibilitasnya tidak baik. Prinsip dari metode granulasi basah adalah membasahi masa tablet dengan larutan pengikat teretentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula, kemudian masa basah tersebut digranulasi.

Metode ini membentuk granul dengan cara mengikat serbuk dengan suatu perekat sebagai pengganti pengompakan, tehnik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk atau dapat juga bahan tersebut dimasukan kering ke dalam campuran serbuk dan cairan dimasukan terpisah. Cairan yang ditambahkan memiliki peranan yang cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk di antara partikel dan kekuatan ikatannya akan meningkat bila jumlah cairan yang ditambahkan meningkat, gaya tegangan permukaan dan tekanan kapiler paling penting pada awal pembentukan granul, bila cairan sudah ditambahkan pencampuran dilanjutkan sampai tercapai dispersi yang merata dan semua bahan pengikat sudah bekerja, jika sudah diperoleh massa basah atau lembab maka massa dilewatkan pada ayakan dan diberi tekanan dengan alat penggiling atau oscillating granulator tujuannya agar terbentuk granul sehingga luas permukaan meningkat dan proses pengeringan menjadi lebih cepat, setelah pengeringan granul diayak kembali ukuran ayakan tergantung pada alat penghancur yang dugunakan dan ukuran tablet yang akan dibuat.

Keuntungan metode granulasi basah : 1. Memperoleh aliran yang baik 2. Meningkatkan kompresibilitas

3. Untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai 4. Mengontrol pelepasan

5. Mencegah pemisahan komponen campuran selama proses 6. Distribusi keseragaman kandungan

7. Meningkatkan kecepatan disolusi Kekurangan metode granulasi basah:

(7)

1. Banyak tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi 2. Biaya cukup tinggi

3. Zat aktif yang sensitif terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan dengan cara ini. Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air

2. Granulasi Kering

Granulasi Kering disebut juga slugging, yaitu memproses partikel zat aktif dan eksipien dengan mengempa campuran bahan kering menjadi massa padat yang selanjutnya dipecah lagi untuk menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar dari serbuk semula (granul). Prinsip dari metode ini adalah membuat granul secara mekanis, tanpa bantuan bahan pengikat dan pelarut, ikatannya didapat melalui gaya. Teknik ini yang cukup baik, digunakan untuk zat aktif yang memiliki dosis efektif yang terlalu tinggi untuk dikempa langsung atau zat aktif yang sensitif terhadap pemanasan dan kelembaban.

Pada proses ini komponen–komponen tablet dikompakan dengan mesin cetak tablet lalu ditekan ke dalam die dan dikompakan dengan punch sehingga diperoleh massa yang disebut slug, prosesnya disebut slugging, pada proses selanjutnya slug kemudian diayak dan diaduk untuk mendapatkan granul yang daya mengalirnya lebih baik dari campuran awal bila slug yang didapat belum memuaskan maka proses diatas dapat diulang. Dalam jumlah besar granulasi kering dapat juga dilakukan pada mesin khusus yang disebut roller compactor yang memiliki kemampuan memuat bahan sekitar 500 kg, roller compactor memakai dua penggiling yang putarannya saling berlawanan satu dengan yang lainnya, dan dengan bantuan tehnik hidrolik pada salah satu penggiling mesin ini mampu menghasilkan tekanan tertentu pada bahan serbuk yang mengalir dintara penggiling.

Metode ini digunakan dalam kondisi-kondisi sebagai berikut :

• Kandungan zat aktif dalam tablet tinggi

• Zat aktif susah mengalir

• Zat aktif sensitif terhadap panas dan lembab Keuntungan cara granulasi kering adalah:

• Peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin pengaduk berat dan pengeringan yang memakan waktu

(8)

• Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab

• Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat Kekurangan cara granulasi kering adalah:

• Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug

• Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam

• Proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang

3. Metode Kempa Langsung

Metode Kempa Langsung, yaitu pembuatan tablet dengan mengempa langsung campuran zat aktif dan eksipien kering.tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini merupakan metode yang paling mudah, praktis, dan cepat pengerjaannya, namun hanya dapat digunakan pada kondisi zat aktif yang kecil dosisnya, serta zat aktif tersebut tidak tahan terhadap panas dan lembab. Ada beberapa zat berbentuk kristal seperti NaCl, NaBr dan KCl yang mungkin langsung dikempa, tetapi sebagian besar zat aktik tidak mudah untuk langsung dikempa, selain itu zat aktif tunggal yang langsung dikempa untuk dijadikan tablet kebanyakan sulit untuk pecah jika terkena air (cairan tubuh). secara umum sifat zat aktif yang cocok untuk metode kempa langsung adalah; alirannya baik, kompresibilitasnya baik, bentuknya kristal, dan mampu menciptakan adhesifitas dan kohesifitas dalam massa tablet. Sedangkan keuntungan metode kempa langsung yaitu :

• Lebih ekonomis karena validasi proses lebih sedikit

• Lebih singkat prosesnya. Karena proses yang dilakukan lebih sedikit, maka waktu yang diperlukan untuk menggunakan metode ini lebih singkat, tenaga dan mesin yang dipergunakan juga lebih sedikit.

• Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab

• Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melewati proses granul, tetapi langsung menjadi partikel. tablet kempa langsung berisi partikel halus, sehingga tidak melalui proses dari granul ke partikel halus terlebih dahulu. Kerugian metode kempa langsung :

(9)

• Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara zat aktif dengan pengisi dapat menimbulkan stratifikasi di antara granul yang selanjutnya dapat menyebabkan kurang seragamnya kandungan zat aktif di dalam tablet.

• Zat aktif dengan dosis yang besar tidak mudah untuk dikempa langsung karena itu biasanya digunakan 30% dari formula agar memudahkan proses pengempaan sehingga pengisi yang dibutuhkanpun makin banyak dan mahal. Dalam beberapa kondisi pengisi dapat berinteraksi dengan obat seperti senyawa amin dan laktosa spray dried dan menghasilkan warna kuning. Pada kempa langsung mungkin terjadi aliran statik yang terjadi selama pencampuran dan pemeriksaan rutin sehingga keseragaman zat aktif dalam granul terganggu. Sulit dalam pemilihan eksipien karena eksipien yang digunakan harus bersifat; mudah mengalir; kompresibilitas yang baik; kohesifitas dan adhesifitas yang baik

E. MASALAH DALAM PEMBUATAN TABLET 1. Capping

Tablet terpisah sebagian atau seluruhnya atas dan bawah, yang disebabkan terlalu banyak tekanan saat pencetakan, adanya udara yang terperangkap saat granulasi, granulasi

terlalu kering, terlalu banyak fines, pemasangan punch dan dies yang tidak pas. 2. Lamination

Tablet pecah menjadi beberapa lapisan. Pecahnya tablet terjadi segera setelah kompressi atau beberapa hari kemudian. Penyebabnya adalah udara yang terjerat dalam granul yang tidak dapat keluar selama kompressi atau overlubrikasi dengan stearat.

3. Sticking

Keadaan dimana granul menempel pada

dinding die sehingga punch bawah tidak bebas bergerak. Penyebabnya adalah punch kurang bersih, tablet dikompressi pada kelembapan tinggi.

(10)

Perpindahan bahan dari permukaan tablet dan menempel pada permukaan punch. Penyebabnya adalah pengeringan granul belum cukup, jumlah glidan kurang bahan yang dikompresi berminyak/lengket.

5. Filming

Adanya kelembapan yang tinggi dan suhu tinggi akan melelehkan bahan dengan titik lebur rendah seperti lemak/wax. Bisa juga karena punch kehilangan pelicin. Hal ini dapat diatasi dengan mengencerkan bahan yang bertitik leleh rendah dengan bahan yang titik lelehnya tinggi sehingga mengurangi penempelan.

6. Chipping dan Cracking

Pecahnya tablet disebabkan karena alat dan tablet retak di bagian atas karena tekanan yang berlebih.

7. Binding

Kesulitan mengeluarkan tablet karena lubrikan yang tidak cukup. 8. Molting

Distribusi zat warna yang tidak homogen. Penyebabnya adalah migrasi zat warna yang tidak seragam (atas kering duluan yang bawah masih basah).

F. PEMERIKSAAN DAN UJI GRANUL

1. Distribusi ukuran partikel, Menggunakan ayakan No. 12-14 2. Sifat aliran

Menggunakan alat flow rate tester (g/menit).

Sudut henti Sifat alir

< 25 mudah mengalir 25 – 45 mengalir > 45 sukar mengalir 3. Kompresibilitas Persen (%) kemampatan (K) = Do – Df x 100% Do

Do = tap density (berat granul/ volume granul sebelum dimampatkan) Df = bulk density (berat granul/ volume granul setelah dimampatkan) Syarat = % K < 20 %

4. Susut Pengeringan/ Kadar uap

Susut pengeringan diukur dengan alat Karl fischer dan moisture balance. Susut pengeringan = Wo - Wt

(11)

Wo Sp = susut pengeringan Wo = berat mula-mula

Wt = berat setelah dikeringkan Kadar uap = Wo - Wt

Wt G. EVALUASI TABLET

Evaluasi tablet dilakukan untuk mengetahui apakah tablet yang dihasilkan telah memenuhi kriteria atau belum. Diperlukan beberapa pengujian, diantaranya adalah : Uji Penampilan

Tablet diamati secara visual meliputi : warna (homogenitas), bentuk (bundar, permukaan rata/cembung), cetakan (garis patah, tanda, logo, pabrik), dll.

Uji Keseragaman Ukuran

Kecuali dinyatakan lain diameter tablet tidak boleh lebih dari 3x dan tidak kurang dari 11/

3 tebal tablet. Uji diameter dan ketebalan tablet ini dilakukan terhadap 20 tablet.

3. Uji Kekerasan

Dilakukan dengan alat Hardness tester. Kekerasan tablet diukur terhadap luas permukaan tablet dengan menggunakan beban yang dinyatakan dalam kilogram. Satuan kekerasan adalah Newton, kp.

4. Uji Friabilitas

Dilakukan dengan alat Friabilator menggunakan 20 tablet. Parameter yang diuji adalah kerapuhan tablet terhadap gesekan atau bantingan selama waktu tertentu. Uji friabilitas biasanya dilakukan selama 15-20 menit tergantung spesifikasi alat. Tablet yang baik mempunyai friabilitas < 1%.

Perhitungan : f = a – b x 100 % a

f = friabilitas

a = bobot tablet sebelum diuji b = bobot tablet setelah diuji

(12)

Uji ini dilakukan terhadap 20 tablet dengan cara menimbang satu persatu. Persyaratan

Farmakope Indonesia :

Bobot rata-rata (mg) Deviasi maksimum (%)

2 tablet (kolom A) 1 tablet (kolom B)

2 mg atau kurang 15 30

25-150 mg 10 20

151-300 mg 7,5 15

> 300 mg 5 10

Persyaratan : tidak boleh 2 tablet yang bobot rata-ratanya menyimpang dari bobot rata-rata tablet lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom A dan tidak satupun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata kolom B.

6. Uji Waktu Hancur

Uji waktu hancur menggunakan alat disintegrator tester menggunakan 6 tablet. Persyaratn farmakope Indonesia 3 : kecuali dinyatakan lain semua tablet harus hancur tidak lebih dari 15 menit (untuk tablet tidak bersalut) dan tidak lebih dari dari 60 menit untuk tablet salut gula atau tablet salut selaput.

7. Uji Keseragaman Kandungan

Uji ini biasanya dilakukan jika tablet mengandung zat aktif < 50 mg. Pengujian dilakukan terhadap 10 tablet. Persyaratan FI 4 ; tidak boleh lebih dari 2 tablet yang kadarnya di luar rentang 85-115 % dari kadar rata-rata dan tidak boleh lebih dari 1 tablet yang kadarnya diluar rentang 75-125 % dari kadar rata-rata.

8. Uji Disolusi

Uji ini dilakukan untuk mengetahui kapan zat aktif mulai dilepaskan dan kapan tercapai kadar maksimum didalam media disolusi serta bagaimana profil zat aktif secara in vitro.

H. MONOGRAFI ZAT AKTIF DAN ZAT TAMBAHAN 1. Zat Aktif :Paracetamol/acetaminophen

Sifat Kimia

(13)

Nama kimia : 4-hidroksiasetanilida [103-90-2] Rumus Molekul : C8H9NO2

rumus bangun :

Berat Molekul : 151

Kemurniaan : Mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2 dihitung terhadapzat anhidrat.

Sifat Fisika Organoleptis

Bentuk : Serbuk

Bau : Tidak berbau

Warna : Putih

Rasa : Pahit

Kelarutan

Larut dalam 70 bagian air, larut dalam air panas, 7 bagian etanol P, 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol, dan dalam 9 bagian propilenglikol

Stabilitas

• Terhadap pelarut :Paracetamol sangat stabil dalam air

• Terhadap PH :Waktu paruh dalam larutan terdapat pada PH 6 diperkirakan selama 21,8 tahun, penurunannya dikatalisis oleh asam dan basah dan waktu paruhnya 0,73 tahun pada PH 2,28 tahun pada PH 9.

• Terhadap cahaya :

-• Terhadap oksigen :

-Sifat Farmakologi

(14)

berbagai jenis keadaan artritis dan rematik termasuk nyeri otot rangka juga dada, nyeri kepala, dysmenore, myralgia, dan neuralgia.

• Efek Samping : Reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah • Tempat absorpsi : Diabsorpsi cepat dan sempurna di saluran cerna

• Waktu paruh : Konsentrasi tertinggi dalam plasma antara 1 sampai 3 jam

• Interaksi obat

1. Aspirin : Konsentrasi parasetamol dalam darah akan meningkat dengan adanya aspirin.

2. Kloramfenikol :Parasetamol meningkatkan waktu paruh kloramfenikol.

Dosis

Dosis Lazim 5-10 Tahun (1XP) : 100-200 mg (1XHP ) : 400-800 mg >10 Tahun (1XP) : 250 mg (1XHP) : 1 g

Dewasa (1XP) : 500 mg (1XHP) : 500 mg – 2 g

Wadah dan Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, tak tembus cahaya 2. Zat Tambahan

A. Bahan pengikat (binder), penghancur (disintegrant): Amilum 1. Rumus molekul : (C6H10O5)n

2. BM : 50.000 – 160.000

3. PH : 5,5 – 6,5 untuk 2% b/v

4. Fungsi : Glidan, diluen, binder, disinteran 5. Kompresibilitas :

-6. Densitas :

-7. Distribusi partikel : 10 – 100 µm 8. Rentang : 2 – 32 µm

9. Kelarutan : Praktis tidak larut etanol dingin (950) dan dalam air dingin

(15)

10. Organoleptis : serbuk, putih hampir putih dan pahit. 11. Flowability : 10,8 – 11,7 g/s pati jagung.

12. Stabilitas dan penyimpanan :

amilum yang kering dan tidak dipanasi stabil jika terlindung dari (high humidity) saat digunakan sebagai pelincir atau disintegran pada sediaan padat, amilum dipertimbangkan sebagai bahan inert dibawah kondisi penyimpanan normal. Namun larutan amilum yang dipanaskan atau pasta amilum secara fisik tidak stabil dan rentan serangan mikroorganisme dan menyebabkan a wide voriety of starch derivatives and modified storches that have unique phisical properties. Amilum harus disimpan dalam wadah tertutup rapat ditempat sejuk dan kering. B. Bahan Pelincir (glidant, antiadherent) : Talk

1. Sinonim : Magnesi osmanthus; powdered talc; purified French chalk.

2. CAS : Talk [14807-96-6]

3. Rumus Empiris : Mg6(Si2O5)4(OH)4

4. BM : 0

5. pH : 7-10 untuk 20% b/v

6. Fungsi : Anti cracking,glidant, diluent, lubricant 7. Aplikasi dalam formula farmasetik dan teknologi :

Penggunaan Konsentrasi

(%)

Dusting powder 90 – 99

Glidant dan tablet lubricant 1 – 10 Tablet dan capsule diluent 5 – 3

8. Pemerian : Talk sangat halus, putih keabu-abuan, tidak berbau, tidak berasa, serbuk kristal menempel / melekat

pada kulit, lembut jika disentuh, bebas dari pasir (hidrofobik).

9. Kelarutan :Praktis tidak larut dalam asam encer dan alkali, pelarut organic dan air

10.OTT : Dengan ammonium

(16)

12.Wadah : Dalam wadah tertutup baik, tempat yang dingin dan kering.

13. Stabilitas dan penyimpanan :

Bahan stabil dan dapat disterilkan dengan pemanasan pada suhu 160%0 selama lebih dari satu jam. Juga dapat disterilkan dengan diekspos pada etylen OH, atau irradasi sama. Talk harus disimpan dalam wadah tertutup, baik ditempat yang sejuk dan dingin.

C. Bahan pengisi (diluent): Avicel PH 102

1. Sinonim : Microcrystaline selullosa

2. CAS : [9000-34-6]

3. Fungsi : Penghancur, pengisi 4. Konsentrasi : 5-15 %

5. Pemerian : Serbuk,hampir tidak berbau, hamper tidak berasa, putih.

6. Kelarutan : Mudah larut dalam air.

7. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, sejuk dan kering.

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Formulasi

(17)

R/Parasetamol 250

Amilum 10% Fase Dalam (FD):

Mucilago Amili 10% 1/3FD 90% x 500 mg = 450 mg

Avicel PH 102 qs

Talk 5% Fase Luar (FL):

Amylum kering 5% 10%

• FD dan ∑ muchilago amilum (MA) FD : 90% x 500 = 450 mg

MA : 10% ± FD = x 450 = 150 mg

Amilum yang ditimbang atau digunakan untuk muchilago: 10% x 150 = 15 mg

• Penambahan pengisi FD : 450 mg x 500 tablet = 225 gram Parasetamol : 250 mg Amilum 10% x 500 : 50 mg 315 mg Amilum untuk MA : 15 mg 450 mg Laktosa (450-315) : 135 mg • Penimbangan bahan Parasetamol 250 mg x 500 = 125 gram Amilum 50 mg x 500 = 25 gram

Amilum untuk MA 15 mg x 500 = 7,5 gram

Avicel PH 120 135 mg x 500 = 67,5 gram +

225 gram

• Prosedur pembuatan 1. a. Membuat MA 10%

MA rancangan 75 gram (150 x 500 tablet) dibuat MA 100 gram dengan komposisi :

(18)

Amilum = 10 gram

Aquades = 90 gram, terbagi dalam :

- 10 gram untuk mensuspensikan amilum.

- 60 gram untuk membuat muchilago inti (dipanaskan) - 20 gram untuk pencucian wadah

a. Menimbang gelas kimia dan batang pengaduk.

b. Memasukan 60 gram aquadest kedalam gelas yang sudah ditimbang, didihkan, angkat (M1).

c. Memasukan 10 gram amilum dan 10 gram aquadest kedalam gelas kimia lain, aduk rata, dimasukkan kedalam M1.

d. Bilas sisa amilum dengan 20 gram aquadest, masukkan kedalam M1.

2. Bahan serbuk yang sudah ditimbang, dicampurkan kedalam kantong plastik yang sesuai selama ± 10 menit. Setelah cukup homogen dimasukkan kedalam baskom (M2).

3. MA dicampurkan kedalam M2 sedikit demi sedikit sampai bisa dikepal. Berat beaker dan pengaduk : 190 gram

Sisa MA : 203 gram - 190 gram = 13 gram

MA yang digunakan : 100 gram - 13 gram = 87 gram 10% x 87 = 8,7 gram

MA yang ditambahkan pd FD : 87 gram – 75 gram = 12 gram 10% x 12 gram = 1,2 gram ∑ amilum @ tablet : 1200 mg = 2,4 mg

500 tab

Total fase dalam : 450 mg + 2,4 mg = 452,4 mg 452,4 x 100% = 90,48 % FD 500

4. Mengayak massa granul dengan ayakan mesh 16.

5. Mengeringkan granul : T = 40-500 C hingga kering dengan kandungan kadar air sesuai dengan yang diharapkan, misalnya 2-3%

6. Mengayak kembali granul dengan ayakan mesh 18 7. Melakukan evaluasi granul, yaitu:

a. Sifat alir b. Kadar air c. kompresibilitas

(19)

8. kemudian menimbangnya.

Berat granul yang diperoleh : 220 gram

Kadar air : 2,38% ≈ 2%

Masa granul 0 % air : (100 - 2) % x 220 gram = 215,6 ≈ 215 gram bobot 0% air

Jumlah tab yg dapat dibuat : 215,6 gram x 500 tab = 476 tablet 226,2 gram

Bobot masa cetak : 100% x 215,6 = 238,3 gram 90,48%

Bobot per tab : massa cetak = 238,3 = 0,500 gram = 500mg Jumlah tab 476

9. Menimbang fase luar. Fase luar yang ditimbang 9,52% (100% - 90,48%), meliputi:

Talk = 4,76 % x 476 = 22,66 Amylum kering = 4,76 % x 476 = 22,66

10. Mencampurkan fase luar dengan sebagian FD ± 1 menit, tambahkan sisanya, campur homogen ± 3-4 menit.

11. Mencetak granul kemudiam melakukan evaluasi pada tablet yang sudah selesai di cetak. Evaluasi tersebut terdiri dari:

a. Keseragaman sediaan (bobot dan kandungan) b. Keseragaman ukuran (tebal dan diameter) c. Keregasan / friabilitas

d. Kekerasan e. Performance f. Uji disolusi

g. Uji kompresibilitas h. Uji waktu hancur

BAB IV

EVALUASI

A. EVALUASI GRANUL

(20)

1. Laju Alir dan sudut henti

Uji dilakukan dengan menggunakan corong dan statif. Granul yang kering dimasukkan ke dalam corong yang bagian bawahnya sudah ditutup menggunakan tisu. Corong diletakan 10 cm dari dasar wadah. Setelah stopwatch disiapkan, tisu yang menyumbat corong tersebut ditarik dan granul dibiarkan mengalir melewati corong dengan sesekali mengetuk corong agar granul mengalir lancar. Kemudian waktu granul tepat habis dalam corong dihitung.

Didapat : t = 56 detik d = 13,5 cm h = 5 cm

sudut henti → Tan α = 2h = 2 x 5 = 0,74

d 13,5

α = 36,5 (mengalir) standar uji sifat alir :

- < 25 = mudah mengalir - 25-45 = mengalir

- > 45 = sukar mengalir

kecepatan alir → bobot = 82 gram waktu = 56 detik Jadi kecepatan alirnya = 0,68 gram/ detik 2. Uji Kadar Air

Sebanyak 2 gram granul di timbang kemudian diperiksa kadar airnya dengan menggunakan moisture analyzer dan diperoleh kadar air = 2,38% ≈ 2%

3. Uji Kompresibilitas

Dengan menggunakan gelas ukur 100 mL dimasukkan granul kering sampai 100 mL kemudian memampatkannya dengan mengetuk-ngetuk sebanyak 500 kali ketukan.

(21)

Didapat : Vo = 100 Vt = 73

Maka : Vo – Vt x 100% = 100 – 73 x 100% = 27% ( tergolong buruk) Vo 100

Standar tidak boleh lebih dari 20% B. EVALUASI TABLET

1. Uji penampilan tablet, yaitu dengan melihat penampilan tablet secara kasat mata, diperoleh data:

• Homogenitas warna : homogen, putih

• Bentuk dan permukaan : bundar dan licin

• Cetakan dan logo :

2. Uji keseragaman ukuran, yaitu dengan melakukan pengukuran terhadap 20 tablet dengan menggunakan penggaris, didapat :

• Diameter rata-rata : 1 cm

• Tebal rata-rata : 0,5 cm

Diameter tablet yang dibuat memenuhi kriteria uji keseragaman ukuran, yaitu diameter tablet tidak boleh lebih dari 3 kali tebal tablet dan tidak bolek kurang dari 1 1/

3 tebal tablet

3.Uji friabilitas, yaitu dengan menggunakan alat friabilator. 20 tablet yang sebelumnya sudah ditimbang dimasukan ke dalam alat dan alat di seting selama 4 menit lalu tablet yang masih tersisa ditimbang kembali kemudian dihitung nilai friabilitasnya. Dan yang menjadi parameter pada uji ini adalah kerapuhan terhadap gesekan atau bantingan selama 15-20 menit.

f = a – b x 100% a

f = 9,4950 – 9,3470 x 100% = 1,5% 9,4950

Kerapuhan tablet tergolong buruk, karena memiliki nilai friabilitas > 1%, sedangkan Standar nilai friabilitas adalah < 1%

4. Uji keseragaman bobot, yaitu dilakukan penimbangan pertablet pada 20 tablet kemudian dihitung standar deviasinya apakah memenuhi syarat atau tidak. Adapun data dari bobot masing-masing tablet, yaitu:

(22)

No Bobot tablet (mg)

% Deviasi No Bobot tablet (mg) % Deviasi 1 492,5 2 11 502,5 0,1 2 491,6 2 12 508,3 0,9 3 490,6 3 13 491,7 2 4 506,6 0,6 14 509,4 1 5 503,7 0,4 15 512,3 2 6 509 1 16 512,0 2 7 502,7 0,1 17 511,6 2 8 492,5 2 18 512,3 2 9 490,1 3 19 509,2 1 10 507,6 0,8 20 513,1 2 Bobot rata-rata= 503,47

% Deviasi = bobot rata-rata – bobot @ Bobot rata-rata

Berdasarkan data diatas maka, bobot tablet parasetamol yang kami buat memenuhi persyaratan, karena tidak ada 2 tablet yang bobot rata-ratanya menyimpang dari bobot rata-rata tablet lebih besar dari harga yang ditetapkan, yaitu 5 % dan tidak satupun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata, yaitu 10%.

BAB V

PEMBAHASAN

Pada kesempatan pertama praktikum teknologi sediaan padat, kelompok kami mendapatkan zat aktif berupa parasetamol yang di indikasikan sebagai analgetikum dan antipiretikum. Pada rancangan praformulasi awal kami merencanakan untuk menggunakan bahan-bahan eksipien sebagai berikut:

• Pengisi : Laktosa

(23)

• Penghancur luar : Amilum kering dan dalam

• Pelincir : Talkum

Namun setelah kami melakukan responsi/diskusi bersama dosen pembimbing, dosen pembimbing menyarankan untuk mengganti pengisi yang kami gunakan, yaitu laktosa menjadi avicel karena apabila pemakaian laktosa dibarengi dengan pemakain mucilago amili dikhawatirkan akan menghasilkan tablet yang sangat keras. Maka atas pertimbangan tersebut akhirnya kami merubah pengisi tablet menjadi avicel PH 102 dengan harapan dapat diperoleh hasil tablet yang lebih baik.

Metode pembuatan tablet yang kami pilih adalah metode granulasi basah, karena berdasarkan literatur, zat aktif yang kami gunakan ini (Parasetamol) stabil dalam larutan dan tahan terhadap pemanasan. Pada metode ini terlebih dahulu kami buat larutan pengikat, larutan pengikat yang ditambahkan ini memiliki peranan yang cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk di antara partikel dan kekuatan ikatannya akan meningkat bila jumlah cairan yang ditambahkan meningkat, gaya tegangan permukaan dan tekanan kapiler paling penting pada awal pembentukan granul. Larutan pengikat yang kami gunakan adalah mucilago amili. Amilum yang sudah ditimbang disuspensikan dengan 10 ml aquades kemudian suspensi tersebut dimasukan ke dalam 60 ml air panas dan wadah tempat mensuspensikan amilum tadi dibilas dengan sisa air yang sudah dipisahkan kemudian mengaduknya hingga terbentuk pasta amilum. Setelah pasta amilum jadi, pasta dimasukan sedikit demi sedikit ke dalam campuran serbuk fase dalam sampai terbentuk masa yang dapat dikepal. Setelah diperoleh masa yang kira-kira sudah dapat dikepal penambahan pasta amilum kami hentikan kemudian kami menghitung pasta amilum yang terpakai dengan cara menimbang pasta amilum yang tersisa dikurangi bobot wadah kosong. Dari pasta amilum yang terpakai ini kami dapat mengetahui apakah pasta amilum yang kami gunakan ini berlebih, pas ataukah berkurang dari jumlah yang direncanakan karena pasta amilum yang terpakai ini dapat mempengaruhi total fase dalam tablet.

Tahap selanjutnya adalah tahapan pengayakan. Pada metode ini pengayakan dilakukan sebanyak 2 kali dan untuk pengayakan pertama digunakan ayakan yang lebih besar yaitu ayakan no.16. Setelah semua masa selesai diayak maka massa tersebut dimasukan ke dalam oven dan dibiarkan selama sehari semalam pada suhu 700C.

(24)

Kemudian mengayak massa granul kembali dengan menggunakan ayakan yang lebih kecil, yaitu ayakan no.18.

Setelah diperoleh massa granul yang kering, maka kami melakukan evaluasi terhadap granul kering yang didapat. Evaluasi granul yang dilakukan pertama kali adalah uji kadar air granul dengan menggunakan alat moisture analyzer dan didapat kadar air granul sebesar 2,38%. Kadar air yang kami peroleh ini sesuai dengan kadar air yang kami inginkan yang sesuai dengan literatur yang ada sehingga kami tidak perlu melanjutkan pemanasan. Evaluasi granul selanjutnya adalah uji laju alir dan sudut henti granul dan didapat sudut henti granul α = 36,5 (mengalir) dan laju alir granul 0,68/detik. Dari nilai sudut henti tersebut dapat diketahui bahwa granul yang kami hasilkan dapat mengalir karena masih berada dalam range sudut mengalir yaitu 25-45. Dan uji granul yang terakhir kami lakukan adalah uji kompresibilitas, dimana granul dimasukan ke dalam gelas ukur kemudian diketuk-ketukan dan setelah pengetukan selesai kami menghitung kompresibilitasnya. Diperoleh kompresibilitasnya sebesar 27%, kompresibilitas granul dengan nilai tersebut tergolong buruk karena standar kompresibilitas granul yang baik adalah < 20%. Nilai kompresibilits yang buruk ini dapat disebabkan karena terlalu banyaknya fines yang terkandung dalam granul, dengan kata lain granul yang terbentuk tidak sempurna pada saat proses pembuatan granul (terlalu banyak granul yang kembali menjadi fines setelah pengayakan pertama). Granul yang tidak terbentuk ini dapat disebabkan karena larutan pengikat (pasta amilum) yang kami buat belum terbentuk sempurna disamping itu juga kurangnya larutan pengikat yang kami gunakan sehingga massa kepal yang terbentuk tidak sempurna sehingga pada saat pengayakan pertama banyak granul yang kembali menjadi fines.

Setelah melewati evaluasi granul, granul yang diperoleh kami timbang kembali untuk mengetahui berapa banyak tablet yang dapat dibuat. Granul yang kami peroleh sebanyak 220 gram dengan kadar air 2 %, karena pada rancangan kami memperhitungkan tablet tanpa kadar air atau dengan 0% air maka berat granul yang kami gunakan untuk perhitungan selanjutnya adalah bobot granul dengan 0% air yaitu 215,6 gram, maka jumlah tablet yang dapat dibuat adalah sebanyak 476 tablet dengan bobot massa cetak sebanyak 238,3 gram, sehingga diperoleh bobot pertablet sebesar 500 mg. Setelah mengetahui perhitungan-perhitungan diatas, maka dapat dihitung juga banyaknya fase luar yang akan di tambahkan, yaitu Talk sebanyak 22,66 gram dan Amylum kering 22,66 gram. Dan selanjutnya kami mencampurkan fase luar ke dalam fase dalam yang sudah digranul dan mengocoknya selama 4 menit dan setelah itu massa tersebut dikempa dengan

(25)

menggunakan alat sehingga diperoleh tablet yang kompak. Namun, alat yang ada di laboratorium sedang dalam keadaan yang tidak baik, maka kami mengempa/mencetak tablet dengan cara manual.

Adapun evaluasi tablet yang kami lakukan meliputi penampilan, keseragaman bobot, waktu hancur dan friabilitas. Evaluasi penampilan dilakukan dengan melihat penampilan tablet secara kasat mata dan diperoleh data:

• Homogenitas warna : homogen, putih

• Bentuk dan permukaan : bundar dan licin

Berdasarkan data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penampilan tablet yang kami dapatkan tergolong baik karena zat aktif yang kami gunakan tidak mengalami perubahan warna dari awal sampai akhir proses pembuatan tablet. Selanjutnya pada evalusi keseragaman bobot, bobot tablet parasetamol yang kami buat memenuhi persyaratan, karena tidak ada 2 tablet yang bobot rata-ratanya menyimpang dari bobot rata-rata tablet lebih besar dari harga yang ditetapkan, yaitu 5 % dan tidak satupun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata, yaitu 10. Kemudian pada evaluasi waktu hancur, tablet yang kami buat memiliki waktu hancur dengan durasi 7 detik. Waktu hancur yang kami dapat ini tergolong sangat mudah larut. Seperti halnya kompresibilitas hal ini dapat disebabkan oleh terlalu banyaknya fines yang terkandung dalam granul, dengan kata lain granul yang terbentuk tidak sempurna pada saat proses pembuatan granul (terlalu banyak granul yang kembali menjadi fines setelah pengayakan pertama). Dalam hal ini pengikat sangat berperan karena dalam waktu hancur yang berperan adalah daya ikat internal, yaitu ikatan antar granul dan ikatan ini sangat dipengaruhi oleh larutan pengikat yang digunakan. Pada dasarnya tablet yang kami hasilkan ini tidak terlihat rapuh bahkan sepertinya sangat kuat namun pada kenyataannya setelah diuji waktu hancurnya ternyata tablet kami sangatlah mudah hancur. Kemungkinan tablet yang kami buat ini terbentuk karena kempaan yang kami paksakan (karena pembuatan secara manual) bukan karena pengaruh pengikat. Selanjutnya kami melakukan uji friabilitas, tablet yang kami buat memiliki friabilitas sebesar 1,5 %. Nilai friabilitas yang kami dapat ini tergolong buruk karena standar nilai friabilitas adalah < 1%. Oleh karena yang menjadi parameter pada uji ini adalah kerapuhan terhadap gesekan atau bantingan selama 15-20 menit, maka tablet yang kami hasilkan ini tergolong rentan terhadap gesekan atau bantingan. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pengikat yang kami gunakan. Namun daya ikat yang mempengaruhi friabilitas ini tidak sama halnya dengan daya ikat yang mempengaruhi

(26)

waktu hancur karena pada friabilitas, yang dipengaruhi adalah daya ikat eksternal tablet. Daya ikat disini merupakan daya ikat antar fase luar selain itu juga friabilitas dapat dipengaruhi oleh penghancur luar yang terlalu banyak.

Dalam evaluasi pembuatan tablet yang kami lakukan, terdapat beberapa permasalahan yang saling terkait. Telah dikatakan bahwa tablet yang kami hasilkan memiliki waktu hancur yang relatif cepat, dengan friabilitas yang tergolong buruk. Permasalahan ini diakibatkan oleh kurangnya pengikat dalam formulasi atau rancangan awal pembuatan. Analisa solusi kami terhadap permasalahan ini antara lain dengan melakukan granulasi ulang. Proses granulasi ulang yang dilakukan secara langsung berimplikasi pada penambahan pengikat. Maka fase dalam akan berlebih dari rancangan awal. Atas kelebihan ini, fase luar harus diseimbangkan. Maka kami mencoba untuk menghitung pertambahan yang mungkin terjadi pada mucilago amili yang mempengaruhi total fase dalam yang pastinya mempengaruhi total fase luarnya, yaitu sebagai berikut: Misal :

Penambahan pengikat = 15 mg @ tablet

15 mg x 476 tablet = 7140 mg = 7,14 gram Total fase dalam = 452,4 mg + 15 mg = 467,4 mg

467,4 x 100% = 93,48 % FD 500

Fase luar yang ditimbang 6,52% (100% - 93,48%), meliputi:

Talk = 3,26 % x 476 = 15,52

Amylum kering = 3,26 % x 476 = 15,52

Sehingga formulasi tablet menjadi:

R/Parasetamol 250

Amilum 10% Fase Dalam (FD):

Mucilago Amili 10% 1/3FD 93,48% x 500 mg = 467,4 mg

Avicel PH 102 qs

Talk 3,26% Fase Luar (FL):

(27)

BAB VI

KESIMPULAN

• Pemakaian laktosa yang dibarengi dengan pemakain mucilago amili dikhawatirkan akan menghasilkan tablet yang sangat keras. Maka atas pertimbangan tersebut akhirnya kami merubah pengisi tablet menjadi avicel PH 102 dengan harapan dapat diperoleh hasil tablet yang lebih baik

(28)

• Metode pembuatan tablet yang kami pilih untuk zat aktif parasetamol adalah metode granulasi basah, karena berdasarkan literatur, zat aktif yang kami gunakan stabil dalam larutan dan tahan terhadap pemanasan

• Pada saat pembuatan mucilago amili perlu diingat, bahwa yang ditambahkan adalah suspensi amilum ke dalam air panas yang massanya lebih banyak bukan air panas yang ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam suspensi amilum. Karena apabila air panas yang ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam suspensi amilum, maka akn terbentuk massa yang keras

• Kompresibilitasnya tablet yang kami dapat sebesar 27%, kompresibilitas granul dengan nilai tersebut tergolong buruk karena standar kompresibilitas granul yang baik adalah < 20%. Nilai kompresibilits yang buruk ini dapat disebabkan karena terlalu banyaknya fines yang terkandung dalam granul, dengan kata lain granul yang terbentuk tidak sempurna pada saat proses pembuatan granul (terlalu banyak granul yang kembali menjadi fines setelah pengayakan pertama). Granul yang tidak terbentuk ini dapat disebabkan karena larutan pengikat (pasta amilum) yang kami buat belum terbentuk sempurna disamping itu juga kurangnya larutan pengikat yang kami gunakan sehingga massa kepal yang terbentuk tidak sempurna sehingga pada saat pengayakan pertama banyak granul yang kembali menjadi fines

• Waktu hancur tablet yang kami dapat tergolong sangat mudah larut. Seperti halnya kompresibilitas hal ini dapat disebabkan oleh terlalu banyaknya fines yang terkandung dalam granul, dengan kata lain granul yang terbentuk tidak sempurna pada saat proses pembuatan granul (terlalu banyak granul yang kembali menjadi fines setelah pengayakan pertama). Dalam hal ini pengikat sangat berperan karena dalam waktu hancur yang berperan adalah daya ikat internal, yaitu ikatan antar granul. Pada dasarnya tablet yang kami hasilkan ini tidak terlihat rapuh bahkan sepertinya sangat kuat namun pada kenyataannya setelah diuji waktu hancurnya ternyata tablet kami sangatlah mudah hancur. Kemungkinan tablet yang kami buat ini terbentuk karena kempaan yang kami paksakan (karena pembuatan secara manual) bukan karena pengaruh pengikat

• Dalam evaluasi pembuatan tablet, tablet yang kami hasilkan memiliki waktu hancur yang relatif cepat, dengan friabilitas yang tergolong buruk. Permasalahan ini diakibatkan oleh kurangnya pengikat dalam formulasi atau rancangan awal pembuatan. Analisa solusi kami terhadap permasalahan ini antara lain dengan

(29)

melakukan granulasi ulang yang secara langsung berimplikasi pada penambahan pengikat. Maka fase dalam akan berlebih dari rancangan awal. Atas kelebihan ini, fase luar harus diseimbangkan.

• Perhitungan rancangan akhir pembuatan tablet parasetamol :  Penambahan pengikat = 15 mg @ tablet

15 mg x 476 tablet = 7140 mg = 7,14 gram  Total fase dalam = 452,4 mg + 15 mg = 467,4 mg

467,4 x 100% = 93,48 % FD 500

 Fase luar yang ditimbang 6,52% (100% - 93,48%), meliputi:

Talk = 3,26 % x 476 = 15,52

Amylum kering = 3,26 % x 476 = 15,52 Sehingga formulasi tablet menjadi:

R/Parasetamol 250

Amilum 10% Fase Dalam (FD):

Mucilago Amili 10% 1/3FD 93,48% x 500 mg = 467,4 mg

Avicel PH 102 qs

Talk 3,26% Fase Luar (FL):

Amylum kering 3,26% 6,52%

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.

Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.1994.London; The Pharmaceutical Press

Department of Pharmaceutical Sciences. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition. 1982. London : The Pharmaceutical Press.

(30)

Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. 1989. Jakarta : UI-Press.

Referensi

Dokumen terkait

93 6 At-taubah Mutarom Sungai Ulak 1980 Kecamatan Nalo Tantan. 94 7 Darul hikmah Zahar Air Mancur 1998 Kecamatan

Nano partikel Tungsten Trioksida (WO 3 ) dibuat dari material dasar Tungsten (VI) Hexaklorida (WCl 6 ) dan alkohol dengan menggunakan metode sol-gel yang kemudian

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini dengan judul

Transaksi yang dilakukan saat ini masih belum optimal, media informasi berupa Instagram yang digunakan hanya untuk menampilkan barang barang yang tersedia pada

Semua bagian pada kulit harus diikat menjadi satu, dan pekerjaan ini dilakukan oleh sejenis protein yang ulet yang dinamakan kolagen. Kolagen merupakan

Penilaian aspek psikomotor yang dilakukan oleh guru dan siswa didasarkan pada unjuk kerja/ gerak yang ditunjukkan siswa selama proses pembelajaran.. Penilaian dilaksanakan

Dalam kerangka ini, maka pertanyaan yang mengmuka adalah kondisi seperti apa yang 

1) Psikologi ngulik stimulus dan réspons (S-R Psikologi). Anu dimaksud ku stimulus nyaéta sakabéh obyék di lingkungan, kaasup parobahan jaringan dina awak.