• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mamoh Ranub Kesembuhan Mulia; Riset Ethnografi Kesehatan 2014 Aceh Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mamoh Ranub Kesembuhan Mulia; Riset Ethnografi Kesehatan 2014 Aceh Barat"

Copied!
209
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Mamoh Ranub

Kesembuhan Mulia

Mufida Afreni

Titan Amaliani

R i z a l d i

Sugeng Rahanto

(3)

dan Pemberdayaan Masyarakat Penulis Mufida Afreni Titan Amaliani Rizaldi Sugeng Rahanto Editor Tri Juni Angkasawati

Desain Cover

Agung Dwi Laksono

Cetakan 1, November 2014

Buku ini diterbitkan atas kerjasama

PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jl. Indrapura 17 Surabaya

Telp. 031-3528748, Fax. 031-3528749

dan

LEMBAGA PENERBITAN BALITBANGKES (Anggota IKAPI)

Jl. Percetakan Negara 20 Jakarta

Telepon: 021-4261088; Fax: 021-4243933 e mail: penerbit@litbang.depkes.go.id

ISBN 978-602-1099-02-5

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis

(4)

Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Nomor HK.02.04/1/45/2014, tanggal 3 Januari 2014, dengan susunan tim sebagai berikut:

Pembina : Kepala Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Penanggung Jawab : Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Wakil Penanggung Jawab : Dr. dr. Lestari H., MMed (PH) Ketua Pelaksana : dr. Tri Juni Angkasawati, MSc Ketua Tim Teknis : dra. Suharmiati, M.Si

Anggota Tim Teknis : drs. Setia Pranata, M.Si

Agung Dwi Laksono, SKM., M.Kes drg. Made Asri Budisuari, M.Kes Sugeng Rahanto, MPH., MPHM dra.Rachmalina S.,MSc. PH drs. Kasno Dihardjo

Aan Kurniawan, S.Ant

Yunita Fitrianti, S.Ant

Syarifah Nuraini, S.Sos Sri Handayani, S.Sos

(5)

dan Kab. Asmat

2. dr. Tri Juni Angkasawati, MSc : Kab. Kaimana dan Kab. Teluk Wondama

3. Sugeng Rahanto, MPH., MPHM : Kab. Aceh Barat, Kab. Kep. Mentawai

4. drs. Kasno Dihardjo : Kab. Lebak, Kab. Musi Banyuasin 5. Gurendro Putro : Kab. Kapuas, Kab. Landak

6. Dr. dr. Lestari Handayani, MMed (PH) : Kab. Kolaka Utara, Kab. Boalemo

7. Dr. drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes : Kab. Jeneponto, Kab. Mamuju Utara

8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes : Kab. Sarolangun, Kab. Indragiri Hilir

9. dr. Betty Roosihermiatie, MSPH., Ph.D : Kab. Sumba Timur. Kab. Rote Ndao

(6)

Mengapa Riset Etnografi Kesehatan 2014 perlu dilakukan ?

Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin komplek. Disaat pendekatan rasional yang sudah

mentok dalam menangani masalah kesehatan, maka dirasa perlu

dan penting untuk mengangkat kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat. Untuk itulah maka dilakukan Riset Etnografi sebagai salah satu alternatif mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait kesehatan.

Dengan mempertemukan pandangan rasional dan

indigenous knowledge (kaum humanis) diharapkan akan

menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan masyarakat. Simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan di Indonesia.

Tulisan dalam buku seri ini merupakan bagian dari 20 buku seri hasil Riset Etnografi Kesehatan 2014 yang dilaksanakan di berbagai provinsi di Indonesia. Buku seri ini sangat penting guna menyingkap kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kearifan lokal.

Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh informan, partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan-Kementerian Kesehatan

(7)

dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini.

Surabaya, Nopember 2014 Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI.

(8)

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah 1.2. Tujuan Penelitian

1.3. Metode dan Cara Pengumpulan Data BAB 2 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2.1. Sejarah Gampong

2.2. Kondisi Alam Geografis Gampong 2.3. Kependudukan

2.4. Pola Perkampungan dan Bentuk Rumah 2.5. Religi

2.5.1. Memberikan Pendidikan Islami 2.5.2. Dalael Khairah dalam Budaya 2.5.3. Wirid Yasin dan Tahlilan 2.6. Nazar dan Rajah

2.7. Masjid Baitul Muqarammah 2.8. Kepercayaan Lokal

2.9. Pengetahuan terhadap Penyembuhan Penyakit 2.10. Tokoh Penyembuh

2.11. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan 2.12. Peran Tuha Peut

2.13. Bagan Organsasi Pemerintahan Gampong Baro Paya 2.14. Kegiatan Kepemudaan v vii x xi 1 1 4 5 13 13 18 26 30 33 34 35 36 37 41 43 44 46 48 49 50 51

(9)

2.17. Mayam Simbol Penghargaan 2.18. Sistem Pengetahuan

2.19. Pengetahuan Obat Tradisional

2.20. Pengetahuan Masyarakat Mengenai Ranub 2.21. Sistem Bahasa

2.22. Sistem Kesenian

2.23. Sistem Mata Pencaharian 2.24. Sistem Teknologi dan Peralatan

BAB 3 POTRET KESEHATAN GAMPONG BARO PAYA 3.1. Ma’Blien dalam Sebuah Tradisi

3.2. Bidan Desa; Antara Ada dan Tiada

3.3. Tradisi 44 Hari Penghambat Pemberian Imunisasi 3.4. Apa manfaat Imunisasi, Jika Bayi harus Menjadi Sakit? 3.5. Posyandu

3.6. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

3.6.1. Air Sumur Bor yang Tidak Dimasak lagi 3.6.2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

3.6.3. Mandi Cuci Kakus (MCK) dengan Air Sungai (Alue) 3.6.4. Membiasakan Anak Mandi dan Buang Air di Alue 3.7. Budaya Sehat Mengkonsumsi Ranub

3.8. Penyakit Menular 3.8.1. Tuberculosis 3.8.2. Malaria

3.8.3. Penyakit Kulit/ Gatal-Gatal 3.9. Penyakit Tidak Menular

BAB 4 KEMILAU MULIA PEREMPUAN ACEH 4.1. Kemilau Mulia Perempuan Aceh

4.2. Persembahan Ranub Linto Baro dan Dara Baro

58 59 64 64 65 68 71 73 77 79 80 82 83 84 86 86 88 89 89 93 94 95 95 96 97 99 99 102

(10)

4.5. Empat Puluh Empat (44) Hari Menjadi Haram 4.6. Ie Mik dan Pisang Wak

4.7. Bayi (Sembo Pruet Aneuk Manyak) 4.8. Anak-anak Baro Paya

Bab 5 RANUB DAN PELAYANAN KESEHATAN

5.1. Mamoh Ranub

5.2. Rumah sakit, Pustu, atau Posyandu Plus 5.3. Mak Blien di Masyarakat Aceh

BAB 6 POTENSI DAN KENDALA 6.1. Pantangan Makanan 6.2. Bayi 6.3. Mak Blien 6.4. Ranub BAB 7 KESIMPULAN INDEKS DAFTAR PUSTAKA 120 136 140 148 155 155 165 167 175 175 178 180 181 185 189 192

(11)

Tabel 2.1. Pemanfaatan Lahan di Gampong Baro Paya 2013 Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Gampong Baro Paya Menurut

Jurong/Dusun tahun 2013

Tabel 2.3. Jumlah Penduduk Gampong Baro Paya Menurut Golongan Usia tahun 2013

25 27 28

(12)

Gambar 2.1. Peta Gampong Baro Paya Gambar 2.2. Kondisi Jalan Utama Gampong

Gambar 2.3. Kawasan Hutan dan Perbukitan Gampong Gambar 2.4. Jalan Menuju Perkebunan Mapoli Raya Gambar 2.5. Banjir di Gampong Baro Paya

Gambar 2.6. Bentuk Rumah Panggung Baro Paya

Gambar 2.7. Fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK) di Rumah Panggung

Gambar 2.8. Nazar Memandikan Bayi di Makam Teuku Umar

Gambar 2.9. Mengambil Air Untuk Nazar

Gambar 2.10. Masjid Baitul Muqaramah, Baro Paya Gambar 2.11. Struktur Adat Masyarakat Gampong Gambar 2.12. Struktur Organisasi Pemerintahan

Masyarakat Gampong

Gambar 2.13. Pohon Kekerabatan Masyarakat Aceh Gambar 2.14. Pernikahan Pada Masyarakat Baro Paya Gambar 2.15. Pemberian wali nikah antara orang tua dan

Bapak Tengku

Gambar 2.16. Ranub Meuh, yang berisi emas beberapa mayam

Gambar 2.17. Penyerahan emas beberapa mayam kepada calon mempelai wanita, pada saat lamaran

Gambar 2.18. Fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK) umum milik warga.

Gambar 2.19. Wadah Penyimpanan Air Minum.

Gambar 2.20. WC Umum di salah satu lokasi di Gampong

19 21 22 24 24 32 33 39 39 42 49 51 54 57 57 58 59 61 62 63

(13)

Gambar 2.22. Interaksi Sosial Anak-Anak Gampong (Bermain Bersama)

Gambar 2.23. Latihan Tari Anak (kiri), pertunjukkan pentas tari (kanan)

Gambar 2.24. Seni Merangkai Ranub Meuh (Mas) Gambar 2.25. Aktifitas membelah pinang

Gambar 2.26. Alat kukur kelapa yang ada di setiap rumah. Gambar 3.1. Ma’Blin dan Ranub

Gambar 3.2. Ramuan 44 Hari

Gambar 3.3. Kegiatan Posyandu Gampong Gambar 3.4. Kegiatan Posyandu Gampong Gambar 3.5. Kader Melakukan Penimbangan Gambar 3.6. Wadah Penyimpanan Air

Gambar 3.7. Ibu yang Mencuci di Sungai (Alue) Gambar 3.8. Anak- Anak Mandi si Sungai (Alue) Gambar 3.9. Wadah untuk Mencuci

Gambar 3.40. Tempat Mandi di Pinggir Alue

Gambar 3.41. Ranub Masak (kiri) dan Ranub Untuk Bayi (kanan)

Gambar 4.1. Ranub Meuh (Untuk Meminang) Gambar 4.2. Ranub untuk mengundang

Gambar 4.3. Ranub Lampuan (kiri), Menyambut Lintobaro (kanan)

Gambar 4.4. Urut Naikkan Perut

Gambar 4.5. Kulit Kerbau yang telah di bakar

Gambar 4.6. Batee yang digunakan untuk mengompress ibu Madeung

Gambar 4.7. Daun Daunan untuk Lampok

Gambar 4.8. Kapur yang disiapkan oleh Mak Blien Gambar 4.9. Proses Urot Pasca Persalinan

67 70 71 72 74 79 80 85 85 86 87 91 91 92 92 94 106 106 108 118 123 131 133 133 135

(14)

Gambar 4.11. Memberikan Air Kunyahan Sirih

Gambar 4.12. Penimbangan balita di posyandu (kiri), Balita mengkonsumsi PMT dari Posyandu (kanan)

Gambar 4.13. Perlengkapan acara Peucicap

Gambar 4.14. Pemecahan Kelapa di acara Turun Mandi Gambar 4.15. Kebiasaan Anak yang Tidak Memakai Baju Gambar 4.16. Bayi yang Tidak Menggunakan Baju Gambar 4.17. Anak Baro Paya memakai jimat Gambar 5.1. Ranub untuk tahlilan

Gambar 5.2. Memotong Ranub untuk Seumapah Gambar 5.3. Merajah Ranub untuk Seumapa

Gambar 5.4. Pak Teungku Mengunyah ranub yang sudah dirajah

Gambar 5.5. Pak Teungku Mengoleskan kunyahan ranub ke orang sakit

Gambar 5.6. Mengoleskan air kunyahan ranub di perut bayi Gambar 5.7. Memakan Ranub sebagai selingan sehabis

makan

Gambar 5.8. Perlengkapan Mak Blien untuk menolong ibu bersalin 143 144 146 147 151 152 153 156 158 158 162 163 164 164 169

(15)
(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah salah satu indikator IPKM yang memperlihatkan keberhasilan dari program prioritas Kementerian Kesehatan. Upaya Penurunan angka kematian ibu dan anak terus digencarkan baik dalam penelitian maupun pelaksanaan program lapangan dari pusat sampai ke daerah-daerah di Indonesia. Namun sering kali pelaksanaan program-program tersebut tidak berjalan maksimal karena berseberangan (bahkan tidak jarang berbenturan) dengan pengetahuan lokal dan budayayang hidup dalam masyarakat.

Konstruksi pengetahuan lokal yang hidup (tercipta dan diwariskan) dalam masyarakat dapat digambarkan dari ide/gagasan, aktifitasperilaku dan pengunaan benda dan alat-alat yang secara keseluruhan hadir dan hidup di tengah-tengah masyarakat1. Dalam konteks kesehatan ibu dan anak, wujud kebudayaan tersebut hadir pada masa kehamilan hingga paska persalinan kelak. Peran serta tokoh masyarakat dalam menjalankan apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan (pantangan-pantangan) sesuai dengan pengetahuan ataupun aturan-aturan lokal, selalu menjadi hal yang krusial dalam menyelasaikan masalah kesehatan ibu dan anak yang ada di daerah-daerah tertentu.Selain peran tokoh-tokoh masyarakat

(17)

dengan pengetahuan lokal yang mereka miliki, permasalahan kesehatan ibu dan anak juga berkaitan erat dengan ketersediaan dan pemeliharaan fasilitas kesehatan, petugas pelaksana kesehatan dari pemerintah yang ada di daerah, dan juga lingkungan fisik tempat tinggal.

Perpaduan antara peran aktor kesehatan (dari pihak masyarakat dan tenaga kesehatan pemerintah) terkait masalah kesehatan ibu dan anak, masalahketersediaan fasilitas kesehatan dan juga lingkungan fisik tersebut pada akhirnya memberikan pilihan-pilihan sendiri bagi masyarakatuntuk menghadapi permasalahan kesehatan ibu dan anak. Misalnya muncul pilihan untuk menggunakan dukun kampung dalam proses persalinan, pelaksanaan ritual paska persalinan berlanjut pada perawatan bayi hingga bayi berada pada usia tertentu. Hadirnya pantangan tersebut membatasi ruang gerak ibu dan anak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan pada masa itu.

Kabupaten Aceh Barat merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Aceh. Kawasan pesisir yang indah serta kawasan pegunanan yang tak kalah menawan memberikan gambaran sendiri terhadap status kesehatan masyarakatnya. Data dari Profil Kesehatan KabupatenAceh Barat Tahun 2013, tercatat 21 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup, kematian ibu 119 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan untuk angka terkait penderita tuberculosis sebanyak 82 kasus baru TB dengan BTA positif. Beberapa data tersebut memperlihatkan bahwa Aceh Barat masih memiliki beragam permasalahan kesehatan yang perlu digali.

Penggunaan dukun kampung sebagai tenaga penolong persalinan terus berlangsung. Berbagai alasan diungkapkan terkait pemilihan dukun kampung sebagai tenaga penolong persalinan tersebut. Wilayah kerja dukun kampung yang tidak

(18)

terbatas mengakibatkan banyak para ibu melakukan pertolongan persalinan dengan bantuannya. Kedekatan emosional yang terbina antara dukun dan keluarga menjadi salah satu penentu untuk menggunakan dukun kampung sebagi tenaga penolong persalinan. Tak jarang dukun kampung menerapkan apa yang menjadi pantangan dan anjuran untuk dilakukan oleh ibu, anak dan keluarga selama masa kehamilan, persalinan hingga perawatan paska persalinan untuk ibu dan bayi.

Anjuran dan perawatan paska persalinan menghadirkan pantangan yang datang dari ranah pengetahuan lokal yang tentunyatidak bisa diabaikan begitu saja. Pengetahuanlokal yang bersumber dari dukun dan keluarga ibu bersalin hidup dan turut mengambil peran di tengah-tengah permasalahan KIA. Tidak dapat diabaikan jika pengetahuan lokal yang merupakan wujud dari kebudayaan lokal tersebut masih sangat kuat dan melekat dalam aktifitas masyarakat. Begitu juga dengan masalah kesehatan, dalam konteks KIA hal ini menjadi sangat penting untuk dikaji lebih jauh lagi.

Filosofis daun sirih (oen ranub) yang memiliki posisi mulia di tengah masyarakat menyebabkan penggunaan sirih sebagai penyembuh beberapa penyakit terus berlangsung. Sirih digunakan hampir disemua sisi kehidupan masyarakat, misalnya dalam hal meminang gadis, sirih digunakan sebagai lambang penghormatan kepada si gadis dan keluarganya. Sirih pengantin dirangkai dengan begitu indahnya dengan beragam bentuk, dan dengan bentuk tersebut tersirat makna dan harapan kepada mempelai. Sirih yang digunakan untuk mengundang dan sirih yang digunakan sebagai makanan sehari-hari di sela-sela aktifitas keseharian masyarakat.

Kajian dalam penelitian inimembahas budaya terkait kesehatan ibu dan anak pada masyarakat Aceh di Kecamatan Panton Reu,Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Dimana

(19)

penggunaan sirih (ranub) yang dikunyah atau dalam bahasa Aceh disebut “Mamohranub” menjadi medium penyembuhan bagi penyakit dan juga masalah KIA yang menjadi fokus dari penelitian ini.

Berdasarkan latar belakang ini maka penelitian Riset Etnografi Kesehatan menggali bagaimana peran mamoh ranub tersebut dalam memberikan penyembuhan kepada ibu dan anak serta beberapa penyakit lainnya. Kedudukan ranub yang sangat mulia, menjadikan penggunaannya terus menerus berlangsung. Bahkan bukan hanya digunakan oleh rakyat biasa tetapi juga para tokoh-tokoh masyarakat dan juga tokoh pengobat yang ada di lokasi penelitian ini.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014 bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara holistik terkait permasalahan ibu dan anak yang meliputi tujuh unsur kebudayaan yang terdiri dari sistem religi, mata pencaharian, bahasa, pengetahuan, alat dan teknologi, organisasi sosial dan kemasyarakatan, dan kesenian pada Suku Aceh Kabupaten Aceh Barat. Gambaran secara holistik ini memaparkan kondisi geografi dan sosial budaya yang memiliki hubungan yang erat dengan permasalahan kesehatan ibu dan anak.

Hadirnya tokoh-tokoh masyarakat yang lebih dikenal dengan sebutan ‘dukun’ sebagai tenaga kesehatan lokal dengan paradigma-paradigma ‘tradisional’ dalam penanganan kesehatan yang mereka miliki 2 ,tentunya berpengaruh terhadap permasalahan kesehatan ibu dan anak yang ada di kabupaten

2Seperti hadirnya dukun kampung (dukun gampong) yang disebut ‘Mablien’

(20)

yang menduduki peringkat IPKM 404 (empat ratus empat)dari 494 (empat ratus sembilan puluh empat) Kabupaten/Kota ini.

Penanganan berbagai masalah kesehatan oleh dukun tersebut menggunakan cara-cara tradisional menggunakan jampi-jampi hingga media yang dipercaya membawa kebaikan dan kemuliaan seperti sirih yang dikunyah (mamoh). Berangkat dari medium sirih inilah fokus penelitian ini berawal, untuk melihat gambaran yang lebih luas dan kompleks dari proses penanganan kesehatan ibu dan anak pada masyarakat lokal. 1.3. Metode

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Panton Reu, Kabupaten Aceh Barat. Pemilihan kecamatan dilakukan berdasarkan data profil kesehatan kabupaten terkait data persalinan dengan bantuan tenaga non-kesehatan. Selain itu wilayah kerja kecamatan yang meliputi 19 (sembilan belas) gampong, dimana Baro Paya memiliki medan yang sulit, dengan wilayah luas yang terbentang di atas perbukitan dan area perkebunan kelapa sawit.

Dengan kondisi geografis yang tidak mudah tersebut, mempengaruhi dan membentuk pola pertolongan persalinan dengan menggunakan tenaga dukungampong (ma’blien). Tingginya permintaan persalinan dengan dukun gampong

(mablien)3 yang melayani masyarakat di Kecamatan Panton Reu, Kabupaten Aceh Barat4 menjadi salah satu alasan pemilihan lokasi penelitian ini. Selain itu penggunaan sirih sebagai media

3

Di beberapa kasus, pelayanan kesehatan tidak hanya khusus pada persalinan saja, namun pelayanan-pelayanan lain seperti pijat (kusuk) dan penyembuhan penyakit-penyakit umum juga dilakukan oleh dukungampong.

(21)

penyembuh baik untuk masalah kesehatan umum ataupun KIA juga menjadi alasan untuk memilih Gampong Baro Paya5 sebagai lokasi penelitian.Sirih digunakan dalam berbagai aktifitas dan tidak terkecuali dalam penanganan kesehatan ibu dan anak. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan paradigma kualitatif yang mengharuskan peneliti untuk memasuki dunia informan dan melakukan interaksi yang terus menerus, dan mencari sudut pandang dan arti informan (Creswell, 2002:151). Dengan format penelitian deskriptif yang menggunakan bentuk studi kasus, yang memusatkan diri pada suatu unit tertentu dari berbagai fenomena (Bungin, 2007:68).

Dalam penelitian ini unit analisis individu dan kelompok digunakan untuk melihat bagaimana interaksi-interaksi terjadi dalam proses konstruksi dan transfer pengetahuan. Sehingga proses tersebut tidak hanya dapat menggambarkan fokus masalah yang dikaji namun juga dapat menjelaskan gambaran yang menyeluruh (holistik)6 dari kebudayaan yang hidup di masyarakat terkait dengan masalah KIA.

Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

Dengan menggunakan interview guide, peneliti sebagai bagian dari instrumen penelitian memiliki arah dan batasan ketika data dikumpulkan dengan metode wawancara.

5

Terdapat 19 (sembilan belas) gampong wilayah kerja puskesmas Meutulang, Kecamatan Panton Reu, Aceh Barat.

6Penelitian kualitatif didefinisikan sebagai sebuah proses penyelidikan untuk

memahami masalah sosial atau masalah manusia, bedasarkan pada penciptaan gambaran holistik lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar alamiah (Creswell, 2002:1).

(22)

Cara pengumpulan data lainnya menggunakan metode Observasi7 Partisipasi, dimana peneliti tidak hanya mengamati namun juga ikut terlibat dalam kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh informan, seperti menghadiri pertemuan ataupun upacara-upacara adat yang berlangsung, kegiatan formal, hiburan gampong, dan juga aktifitas sosial sehari-hari. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan selam 60 (enampuluh) hari terhitung dari bulan Mei-Juli 2014.

Wawancara Mendalam

Pertanyaan-pertanyaan awal menjadi kunci dalam membina dan menggali informasi penting yang dibutuhkan untuk memahami kondisi objektif penelitian ini. Selain itu metode wawancara mendalam lebih mendekatkan diri secara emosional dengan informan, selain itu data-data otentik dari sudut pandang emic (emic view) juga dapat dimulai dengan wawancara.

Kedekatan yang erat terbina tetap tidak boleh menjadikan hasil wawancara pada penelitian ini mengurangi subjektifitas penelitian ini. Kedekatan yan terbina tetap harus dijaga hingga keberlangusungan wawancara mendalam dengan berbagai informan terlaksana dengan baik.

Wawancara mendalam dilakukan setelah terciptanya

raporbaik yang dibangun oleh peneliti. Pembinaan rapor baik

dilakukan pada awal-awal peneliti turun ke lapangan. Setelah adanya kepercayaan dan rasa aman barulah upaya membuat janji untuk wawancara mendalam dilakukan.

Tidak ada waktu khusus yang ditentukan saat hendak melakukan wawancara. 8 Keberlangsungan wawancara

7Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk

menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. (Bungin, 2007:115)

8Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat bekerja sebagai buruh lepas

(23)

menggunakan metode bola salju (snow ball), dari satu informan ke informan berikutnya, hingga sampai kepada informan kunci yang mengetahui informasi lengkap akan kasus yang sedang diteliti, terkadang informan kunci adalah subjek/individu-individu yang menjadi bagian dari kasus itu sendiri seperti dukungampong dan pasiennya.

Informan

Informan secara keseluruhan merupakan masyarakat Panton Reu khususnya di Gampong Baro Paya. Secara lebih khusus lagi informan yang ada dalam penelitian ini adalah iu dan anak-anak remaja, pasangan usia subur, ibu hamil, ibu paska persalinan dan juga tokoh-tokoh pengobat tradisional serta tokoh adat(tuha peutt). Untuk melihat dari beragam sudut pandang, maka informan yang ada dalam penelitian ini juga melibatkan tenaga kesehatan terkait. Keberadaan tenaga kesehatan terkait banyak memberikan gambaran tersendiri dari topik yang diangkat dalam penelitian.

Jenis informan juga tidak bisa disamakan, ada yang menjadi informan pangkal dan juga informan kunci. Informan pangkal banyak membantu peneliti dalam hal penggalian data awal sampai mendapatkan informan kunci nantinya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pemilihan informan dilakukan secara bergulir seperti metode bola salju (snow ball). Dalam proses penelitian dengan wawancara mendalam peneliti akan menanyakan kemana lagi atau siapa lagi tokoh yang dapat memberikan informasi terkait data yang dibutuhkan oleh peneliti. Sehingga pada penelitian ini siapa yang akan menjadi informan kunci akan terjaring dengan sendirinya.

gampong. Sehingga banyak janji bertemu dengan informan dilakukan pada

malam hari di rumah informan ataupun di pelataran mesjid seusai shalat magrib.

(24)

Proses penelitian yang berlangsung di Gampong Baro Paya diawali dengan mendatangi aparatur gampong dan juga adat. Selain untuk memperkenalkan diri secara langsung, hal ini juga menjamin keselamatan peneliti selama berada di lapangan. Karena biasanya untuk hal-hal terkait seperti ini, peneliti tidak bisa hanya mengandalkan surat ijin penelitian yang telah dikeluarkan oleh instansi terkait. Aparatur gampong memiliki peran yang intens di masyarakat, seperti keucik (kepala gampong) misalnya, apa yang menjadi istruksi dan arahan dari kepala gampong ini selalu menjadi pedoman dan arahan di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Selain keucik , tengku serta tuha peut juga menjadi panutan dalam kehidupan di masyarakatnya.

Kehadiran tokoh yang menjadi aparatur gampong ini sangat mendukung kelancaran penelitian, selain dapat memperoleh informasi awal dalam mengumpulkan data, para tokoh masyarakat tersebut juga memberikan informasi terkait informan yang akan ditemui di lapangan kelak.

Begitu hal nya dengan para pemuda dan pemudi gampong. Kedekatan yang dibina dengan pemuda dan pemudi gampong sangat berati dalam penelitian ini. Pemuda dan pemudi gampong banyak memberikan masukan terkait sarana transposrti serta aturan adat secara singkat kepada tim peneliti, sehingga meminimalisir kesalahan dalam memulai wawancara dengan berbagai informan di lapangan.

Peran aktif dari seluruh informan dalam penelitian ini banyak mendukung perolehan data yang didapatkan peneliti. Bahkan tak jarang informan sambil lalu juga ikut menguatkan informasi-informasi yang berasal dari informan kunci selama di lapangan.

(25)

Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah profil kesehatan kabupaten, data kesehatan ibu dan anak yang bersumber dari Dinas Kesehatan terkait, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dibutukhan untuk menjelaskan demografi wilayah penelitian. Selain itu penelusuran literatur terkait buku, artikel dan juga jurnal yang menjelaskan terkait kebudayaan dan kesehatan ibu dan anak di kabupaten Aceh Barat tak luput dari perhatian peneliti. Sehingga trianggulasi data yang dilakukan bisa lebih baik.

Penelusuran data sekunder berupa buku dan juga literatur sejarah banyak dilakukan di perpustakaan daerah kabupaten. Penelusuran data yang bersumber dari asrip gampong juga dilakukan. Buku profil gampong dan qanun (peraturan daerah) sangat membantu peneliti untuk dapat melihat kondisi gampong. Keberadaan data-data tersebut sebagai sebuah kesatuan yang utuh tak kala proses penelitian untuk mencari data primer dilakukan di lapangan.

Data sekunder juga membantu peneliti dalam menganalisis dan juga dalam proses trianggulasi data penelitian yang telah dikumpulkan di lapangan. Trianggulasi dengan menggunakan buku dan juga data dari profil kesehatan dan BPS memberikan masukan yang sangat berati, terutama terkait sejarah gampong yang sudah terjadi sejak lama. Selain penjelasan tokoh masyarakat yang merupakan informan kunci dalam penelitian ini, data yang bersumber dari profil gampong juga sangat mendukung informasi yang dibutuhkan.

Data Visual

Data visual yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa foto dan video. Foto dan video membantu peneliti untuk mendokumentasikan informasi yang terkadang tidak akan terulang lagi, misalnya pada ritual adat dan juga aktifitas spontan

(26)

yang dilakukan oleh informan. Pada proses pengumpulan data visual tentunya peneliti akan meminta ijin ataupun kesediaan informan untuk pendokumentasian tersebut. Tak jarang terjadi penolakan yang dikarenakan ketidaknyaman informan.

Untuk hal-hal seperti ini biasanya dilakukan upaya pendekatan lebih untuk dapat menjelakan maksud dari pendokumentasian tersebut. Terkadang informan menjadi canggung berhadapan dengan kamera ketika dilakukan wawancara, bahkan untuk alat rekam suara pun terkadang harus diselipkan agar tidak membuyarkan konsentrasi informan dalam memberikan informasi. Penolakan terang-terangan juga tak jarang terjadi, biasanya informan meminta peneliti untuk mengatur letak kamera agar mereka tidak merasa masuk “tv” pada saat proses wawancara berlangsung.

Berdasarkan pengalaman lapangan, informan yang telah mendapatkan penjelasan menyeluruh terkait pendokumentasian data visual, memberikan ijin kepada peneliti. Data visual yang didapatkan oleh peneliti akan dikelompokkan untuk memudahkan peneliti dalam melakukan triangulasi data.

Analisis Data

Analisa data penelitian ini merupakan bagian untuk menemukan, ataupun mengelompokkan data dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisa data data bukanlah bagian yang sederhana, karena peneliti harus menyusun data yang tadinya dalam bentuk catatan lapanagan

(field note). Catatan lapangan yang didapatkan setiap harinya

selama proses pengumpulan data tak jarang juga menimbulkan pertanyaan, maka dari itu peneliti mendiskusikan kembali bersama dengan tim, apa-apa yang masih memerlukan penggalian lebih lanjut. Setelah proses ini biasanya terlihat bagian informasi yang masih dangkal dan perlu adanya tindak lanjut penggalian informasi.

(27)

Proses pengumpulan data dan penganalisisan data penelitian, berpedoman pada langkah-langkah analisis data penelitian kualitatif yang dikemukakan oleh Hopkins dalam buku seri etnografi kesehatan (2012), yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Analisa data dilakukan untuk memudahkan peneliti sebelum dilakukannya trianggulasi data hasil penelitian.

Beberapa proses tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menyajikan data secara sistematis dan terstruktur. Sehingga memudahkan peneliti untuk menarik kesimpulan. Penyajian data penelitian ini dilakukan secara naratif yaitu bersifat menceritakan. Bagian hasil wawancara juga akan dtampilkan untuk dapat memaknai fenomena yang terjadi dari sudut pandang informan.

(28)

BAB 2

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2.1. Sejarah Gampong

Seperti yang telah digambarkan sekilas dalam lokasi penelitian, Baro Paya merupakan gampong yang terletak di Kecamatan Panton Reu, Kabupaten Aceh Barat. Gampong Baro Paya ditempuh dengan jarak 44 km dari ibu kota kabupaten, dengan jarak tempuh yang tidak begitu jauh, Gampong Baro Paya masih hidup dalam kepatuhan adat yang senantiasa menguatkan masyarakatnya dalam aktifitas kehidupan sehari-hari.

Asal-usul sejarah berdirinya Gampong Baro Paya menurut pengakuan saksi sejarah, didirikan pada saat Indonesia masih dibawah penjajahan Belanda atau pada saat Sultan Iskandar Muda memimpin kerajaan Aceh. Awalnya Gampong Baro Paya merupakan Dusun dari Gampong Mugo, yang disebut Dusun Alue Gajah yang pada saat itu pemimpinnya adalah Teuku Merah sebagai ule balang sebutan dahulu kala.

Nama Baro Paya sendiri berasal dari bahasa Aceh, dimana

Baro berarti baru dan Paya berarti rawa-rawa. Berdasarkan

informasi dari aparat gampong, baro paya sudah terbentuk sejak tahun 1960 dan sebagaian besar wilayah nya adalah rawa-rawa. Tetapi secara administratif Baro Paya masih menjadi bagian dari Kecamatan Kaway XVI. Kondisi alam gampong yang berada di dataran tinggi, tetapi jika turun hujan selalu digenangi air. Keadaan yang seperti ini mengharuskan masyarakat membangun

(29)

rumah dalam bentuk panggung ataupun di daerah perbukitan. Pemekaran wilayah kecamatan menjadikan Gampong Baro Paya masuk dalam wilayah Kecamatan Panton Reu. Baro Paya juga merupakan gampong yang paling akhir dan berbatasan dengan kecamatan lain.

Gampong Baro Paya terdiri dari tiga dusun, jarak antara satu dusun dan dusun lainnya juga cukup berjauhan, sehingga rumah penduduk yang ada di gampong ini berjauhan. Ketiga dusun tersebut adalah:

Dusun Dusun Cot Meurebo (Ka.Dusun Abdur Rahman); Dusun Alue Gajah ( Ka.Dusun Syahwani);

Dusun Lam Seupeung (Ka.Dusun Suryadi)

Ketiga dusun tersebut memiliki arti khusus sesuai dengan kekhasan yang aa di dusun tersebut, seperti Dusun Cot Meurebo, nama cot meurebo diberikan karena banyaknya pohon meurebo yang tumbuh di sekitar dusun. Alue Gajah berdasarkan berita rakyat gampong, dahulu di kawasan ini ada seekor gajah yang mati. Konon katanya banyak gajah yang mendatangi dan tinggal di kawasan ini. Begitu juga dengan dusun Cot Lamsepeng, nama ini diberikan karena banyaknya batang sepeng yang tumbuh di sekitar kawasan dusun ini.

Seperti halnya wilayah pedesaan Gampong Baro Paya memiliki keterikatan kuat dengan atas istiadat dan budaya yang terus dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakatnya. Suku Aceh, Jawa transmigran, dan juga para pendatang dari Subulusalam mendiami beberapa dusun yang ada di gampong ini mempengaruhi pola interaksi yang berlangsung dan berkembang di masyarakat. Secara keseluruhan aktifitas yang berlangsung menggunakan aturan dan adat istiadat masyarakat suku Aceh pada umumnya. Begitu juga dengan penggunaan bahasa, bahasa Aceh menjadi bahasa dominan yang digunakan dalam interaksi keseharian masyarakatnya.

(30)

Keberadaan gampong berdasarkan sejarah juga diceritakan sebagai wilayah yang memilki kekuatan mistis, dimana pada masa dahulu di wilayah ini sering terjadi serangan penyakit gaib. Penyakit gaib tersebut menyerang para pendatang dan menyebabkan kematian. Banyak orang yang takut memasuki wilayah ini. Jalan utama yang pada masa itu juga hanya merupakan jalan setapak, semakin menjadikan wilayah ini sangat terisolir.

Masyarakat Baro Paya adalah masyarakat yang bersahaja, memakan sirih sudah menjadi keharusan yang diyakini. Asal muasal sirih berdasarkan informasi yang didapatkan berasal dari jaman nabi dan menurut masyarakat Baro Paya, sirih juga dikonsumis oleh nabi, maka baiklah bagi mereka (masyarakat) untuk tetap memakan sirih di segala aktifitas mereka. Menyirih dilakukan dengan campuran pinang, dan juga kapur. Tidak menggunakan tembakau, karena kebiasaan terdahulu, tembakau digunakan terpisah dengan daun lainnya yang dijadikan rokok. Kebersahajaan masyarakat pada masa itu terus terjadi hingg saat ini. Seperti penggunaan sirih yang tidak dapat ditinggalkan dalam bagian kehidupan masyarakat pada masa dahulu hingga saat ini.

Mata pencaharian utama masyarakat pada waktu itu hanya memanfaatkan hasil hutan, seperti menebang kayu dan mengambil rotan serta berburu hewan. Tidak banyak pilihan mata pencaharian. Sedangkan kaum ibu/perempuan hanya mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari. Karena kondisi yang seperti ini, banyak menyebabkan kaum lelaki untuk pergi ke wilayah lain mencari pekerjaan9.

9

Berdasarkan penjelasan informan yang menghabiskan masa remaja di gampong, kondisi gampong dahulu dan sekarang banyak mengalami perubahan yang sangat berarti, sejarah pembentukan gampong memang bukan merukan hal yang mudah, mulai dari sulitnya mata pencarian

(31)

Perubahan Gampong Baro Paya mulai terjadi di awal tahun 1990-an. Pada waktu ini telah mulai dibuka area perkebunan kelapa sawit dengan mulai membuka lahan milik masyarakat. Sebagian besar masyarakat menjual lahan miliknya kepada para pengusaha perkebunan. Selain menjual ada juga yang menyewakan lahan miliknya kepada pengusaha perkebunan dengan sistem pembagian hasil. Tetapi lambat laun, hampir semua masyarakat gampong menjula lahan miliknya.

Area perkebunan terus menerus di diperluas hingga perkebunan tersebut melewati beberapa batas administatif

gampong. Semakin banyak tenaga kerja yang terserap, baik yang

berasal dari dalam gampong sendiri, sampai orang yang berada di luar gampong. Lambat laun perkebunan kepala sawit tersebut berubah menjadi PT, yang dikelola oleh beberapa orang.

Keberadaan PT tersebut banyak membawa perubahan itulah yang dirasakan oleh masyarakat. Mulai ada yang menjadi karyawan tetap perusahaan namun tak sedikit juga yang menjadi buruh harian lepas perusahaan. Kondisi ini menurut masyarakat sangat menguntungkan. Karena kaum ibu mulai dapat melakukan pekerjaan di luar rumah dan menambah penghasilan keluarga. Bahkan anak-anak yang telah selesai menyelesaikan masa sekolahnya juga ikut bekerja ke perusahaan perkebunan tersebut untuk mebantu keluarga dengan bekerja sebagai penjaga malam di area perkebunan.

Selain perusahaan perkebunan ada juga PT.Horas yang didirikan di kawasan gampong. Keberdaan PT.Horas merupakan PT yang bergerak di bahan-bahan bangunan dengan jumlah yang besar, seperti pasir, batu gunung, dan juga batu-batu sungai. PT.Horas juga banyak menyerap tenaga kerja yang berasal dari

masyarakat sampai kepada terciptanya lapangan pekerjaan hingga sarana dan prasarana gampong.

(32)

masyarakat sekitar. Tetapi sedikit perbedaannya PT ini tidak banyak melibatkan para ibu-ibu.

Keberadaan dua PT besar tersebut juga membawa perubahan bagi kondisi alam gampong. Berdasarkan informasi yang didapatkan sungai kecil yang ada di gampong inisudah dalam keadaan tidak bersih lagi. Hal ini dikarenakan air pupuk dari PTPerkebunan mengalir ke sungai-sungai di sekitar tempat tinggal masyarakat.

Dengan kondisi sungai yang sudah tidak bersih lagi penggunaanya masih terus berlangsung di masyarakat. Kondisi sungai yang tidak bersih juga disadari masyarakat, tetapi karena tidak adanya MCK yang dimiliki warga sungai masih terus digunakan sampai saat ini. Perubahan kondisi alam gampong juga menjadi perhatian khusus yang banyak diceritakan oleh masyarakat sebagai asal sejarah gampong sampai pada kondisi saa ini.

Masyarakat Baro Paya dahulunya juga banyak mempercayai tempat-tempat yang memiliki kekuatan gaib, dan juga tempat tempat yang dipercaya dapat dijadikan wujud rasa syukur dengan bernazar. Nazar dilakukan dengan untuk mewujudkan rasa syukur apa bila sembuh dari sakit, mendapatkan pekerjaan dan hal-hal lain yang sifatnya memberikan kebaikan kepada orang yang bernazar.

Tempat yang dijadikan lokasi untuk bernazar adalah, rumoh qur’an, dan makam Teuku Umar. Kedua tempat ini selalu ramai didatangi masyarakat yang melakukan nazar. Bahkan dahulu ceritanya di makan Teuku Umar memilki penjaga berupa harimau putih. Keberadaan harimau tersebut menjaga makam agar tetap dalam keadaan yang besih dan suci. Biasanya siapa yang melakukan pelanggaran akan melihat sosok harimau putih.

Kepercyaan lokal tersebut masih tetap diyakini sebagai suatu kebenaran, sehingga segala tindakan masyarakat sangat

(33)

dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan lokal tersebut. Karena kepercayaan lokal tidak hanya membentuk sistem pengetahuna tetapi juga pola dan berinteraksi. Baik itu interaksi dalam kehidupan sehari-hari yang berdampak kepada sikap dan tindakan yang digunakan.

Tsunami Aceh yang terjadi di tahun 2004 berdasarkan informasi terkait sejarah desa juga mendapatkan perhatian khusus. Paska tsunami Aceh di banjiri bantuan yang datang dari luar dan dalam negeri dengan jumlah yang banyak. Pada saat ini bantuan terus bergulir. Baik dalam bantuan fisik ataupun bantuan non fisik. Bantuan fisik dirasakan paling efektif oleh masyarakat, misalnya pembangunan jalan, dan fasilitas kesehatan. Setelah keberadaan jalan utama gampong telah dalam kondisi baik, aktifitas masyarakat juga semakin meningkat, banyak anak-anak yang bersekolah di luar gampong dengan mengendarai sepeda motor.

Aktifitas ekonomi seperti usaha kecil yang dibuat masyarakat, banyak membatu usaha pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat. Sejarah Gampong Baro Paya banyak mengalami perubahan dari masa ke masa, tetapi walaupun demikian Gampong Baro Paya merupakan satu kesatuan masyarakat yang masih menjunjung tinggi adat istiadat mereka dalam menjalani kehidupan.

2.2. Kondisi Alam Geografis Gampong

Baro Paya merupakan wilayah perbukitan yang ada di Kabupaten Aceh Barat. Jarak tempuh 44 km2 dari ibu kota kabupaten hanya memakan waktu 1 jam perjalanan dari kota Meulaboh. Angkutan umum untuk masuk ke gampong hampir tidak ada. Mobil jenis mini bus tertentu saja yang mau masuk ke gampong ini, dengan konsekuaensi penambahan tarif.

(34)

Sepanjang perjalanan dapat dilihat hutan kecil yang diselingi dengan rumah penduduk. Hewan seperti sapi dan juga kambing banyak berkeliaran di jalan lintas utama. Tidak ada larangan yang tegas terkait keberadaan hewan-hewan tersebut. Puskesmas Kecamatan terdapat di gampong Meutulang.

Gambar2.1. Peta Gampong Baro Paya Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014

Gampong Meutulang merupakan ibu kota kecamatan Panton Reu. Setelah melewati Meutulang 6 km kemudian tiba di Gampong Baro Paya. Begitu memasuki gampong di bagian kanan dan kiri jalan hanya terlihat hamparan hutan kecil dan juga rawa-rawa yang terbentang luas. Tidak ada pintu masuk yang berupa gapura besar sebagai penanda, hanya ada papan bertiang kecil yang diletakkan di bagian kanan jalan dan bertulisan selamat datang di Gampong Baro Paya. Penanda lainnya adalah adanya replika besar topi Teuku Umar dan Rumoh Qur’an yang ada di

(35)

akhir gampong sebelumnya. Jika sudah melewati dua tempat ini tak lama akan segera masuk di Gampong Baro Paya.

Kondisi fisik jalan yang mulus membuat perjalanan tidak terasa melelahkan. Mulai memasuki gampong, tidak ada perumahan warga terlihat. Hutan dan rawa lah yang mewarnai sekeliling pandang. Selain itu keberadaan PT.Horas yang merupakan salah satu perusahaan yang ada digampong, terlihat jelas dari pinggir jalan. Tidak terlihat rumah penduduk, ternyata rumah penduduk baru akan terlihat setelah melewati jarak 500 meter dari pintu masuk gampong ini.

Rumah terbuat dari kayu dan papan serta berbentuk panggung terlihat di bagian kanan dan kiri jalan. Kondisi tanah yang dahulunya pernah digunakan untuk area pertanian sudah tidak lagi dimanfaatkan, berdasarkan informasi yang didapatkan dahulunya baro paya pernah menggiatkan aktifitas pertanian, tetapi setelah hadirnya dua PT besar yang ada di gampong ini aktifitas pertanian pun dengan sendirinya tidak dilakukan lagi. Tidak ada lagi upaya bercocok tanam, curah hujan yang tidak pasti dan dari segi penghailan, masyarakat yang bekerja di perkebunan juga memiliki penghasilan yang tidak kalah besar dengan aktifitas ekonomi seperti bercocok tanam tersebut.

Dusun Cot Lamseupung merupakan dusun awal ketika memasuki gampong, sebagai dusun terdepan beberapa aktifitas dan fasilitas umum ada di gampong ini, seperti masjid, posyandu plus dan juga balai desa yang merupakan bantuan dari Unicef paska tsunami menerjang Aceh 9 tahun silam. Selain itu ada juga

meunasah dan lumbung penyimpan padi yang terlihat sudah tua

dan tidak berfungsi ini. Sejak mulai ditinggalkannya upaya bercocok tanam oleh masyarakat, lumbung padi tidak berfungsi lagi.

(36)

Gambar2.2.

Kondisi Jalan Utama Gampong Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014

Batas Desa/Gampong Baro Paya adalah sebagai berikut: Sebelah Timur berbatasan dengan Gampong Si Bintang;

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Weyla Timur; Sebelah Selatan berbatasan dengan Gampong Mogo Rayeuk; Sebelah Utara berbatasan dengan : Gampong Alue Kuyun.

Hutan hutan kecil yang ada di bagian kiri dan kanan jalan ternyata tidak dibiarkan begitu saja. Sebagian hutan kecil tersebut dimanfaatkan sebagai area pemakaman umum. Setiap ada warga yang meninggal akan dikubur di hutan kecil tersebut. Maka jika main ke area hutan gampong harus sangat hati-hati, karena tidak jarang itu merupakan area perkuburan yang tidak dilengkapi dengan batu nisan. Upaya memanfaatkan hutan kecil sebagai area pemakaman sudah lama terjadi.

(37)

Gambar 2.3.

Kawasan Hutan dan Perbukitan Gampong Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014

Rumah pak Keucik dan juga beberapa kaur gampong juga terdapat di dusun ini. Memasuki bagian tengah dusun terdapat sungai kecil yang disebut Alue (anak sungai), sungai kecil ini sangat erat dengan aktifitas sehari-hari masyarakat seperti MCK yang terus berlangsung hingga saat ini. Semakin dibagian penghujung dusun Cot Meurebo, kondisi tanah berbukit dapat terlihat, dan diselingi dengan pepohonan kelapa sawit. Disinilah batas kasawan dusun Cot Merebo, kawasan selanjutnya adalah dusun cot Lamsepeng, disini kawasan tanah berbukit-lah yang akan ditemui, banyak rumah permanen yang dibangun di atas bukit. Pemandangan yang terlihat di sekitar rumah adalah wc dan tempat mandi yang dibangun seadanya. Seperti letak tempat MCK yang berada di luar rumah, dibangun dekat dengan sumber

(38)

air yang dimanfaatkan sehari-hari dan hanya terbuat dari terpal yang tidak menutupi seluruh bagian dari tempat MCK tersebut.

Selain MCK, banyak hewan ternak seperti kambing yang berkeliaran disekitar tempat tinggal penduduk. Memasuki pertengahan dan akhir kawasan Cot Lamsepeng, pohon sawit semakin banyak didapati. Kawasan Dusun Alue Gajah memilki pemandangan dan kondisi alam yang benar-benar berbeda dari dua dusun sebelumnya.

Alue Gajah benar-benar wilayah dusun yang secara keseluruhan merupakan kawasan perkebunan. Kawasan Dusun Alue Gajah berjarak lebih kurang 4 km dari dusun Cot Meurebo. Keberadaan PT.Mapoli Raya sebagai sebuah perusahaan perkebunan yang memilki luas lahan cukup besar. Kondisi lain dari yang dari dusun ini adalah hadirnya masyarakat pendatang yang berprofesi sebagai pekerja tetap ataupun pekerja lepas yang menggantungkan nasibnya dari keberadaan PT. Mapoli Raya. Aktifitas di perkebunan ini berlangsung dari pagi hingga sore hari. Para pekerja lepas memulai aktifitasnya di beberapa afdeling yang ada di perkebunan. Ada yang bekerja memotong rumput, mengambil buah sawit yang telah siap panen, meracun tanaman liar di sekitar pohon sawit, dan mengurus administrasi di perkebunan.

Kondisi secara keseluruhan Gampong Baro Paya dari apa yang telah dipaparkan di atas sangatlah beragam, dari mulai kawasan rawa, tanah berbukit, hutan kecil, hingga perkebunan yang terhampar luas. Kondisi geografi memberikan sumbangan bagi kondisi kesehatan masyarakatnya, sehingga pengetahuan-pengetahuan dan konsep sehat dan sakit hidup dan berkembang di masyarakat.

(39)

Gambar 2.4.

Jalan Menuju Perkebunan Mapoli Raya Sumber: Dokumen Peneliti 2014

Gambar 2.5.

Banjir di Gampong Baro Paya Sumber: Dokumen Peneliti 2014

(40)

Berdasarkan data yang di tersaji dalam tabel berikut area yang difungsikan untuk kegiatan ataupun aktifitas sosial

gampong tidak begitu luas. Hanya beberapa hektar saja yang

baru termanfaatkan. Seperti area pusat kesehatan yang hanya 0,25 Ha. Di Gampong Baro Paya memang hanya satu fasilitas kesehatan berupa bangunan posyandu plus, secara fisik bangunan tersebut memang lebih terlihat seperti pustu. Posyandu dibangun oleh Unicef sebagai bantuan hibah dan diserhkan kepada masyarakat gampong. Bangunan posyandu plus d terdiri dari dua bangunan. Bangunan pertama digunakan untuk tempat tinggal bidan desa, dan satunya lagi digunakan untuk pelayanan persalinan.

Tabel 2.1. Pemanfaatan Lahan di Gampong Baro Paya 2013

Sumber: Profil Gampong 2013

Tetapi karena SK Bupati menjelaskan bahwa gampong ini bukanlah gampong terpencil, maka sesuai peraturan tidak ada bidan desa yang ditempatkan untuk tinggal menetap di gampong ini. Hanya di bangunan inilah aktifitas pelayanan

Pemanfaatan Lahan Luas

(Ha) Keterangan

Area pusat gampong 5 Aktif

Area permukiman Penduduk 24 Aktif

Area pertanian 100 Aktif

Area perkebunan 100 Sebagian Aktif

Area pendidikan 1 Berfungsi

Area perkuburan 2 Berfungsi

Area industri 20 Berfungsi

Area perdagangan 0,25 Aktif Area pusat pelayanan

kesehatan 0,25 Aktif

(41)

kesehatanberlangsung. Baik posyandu rutin maupun pengobatan umum lainnya.

Area yang dimanfaatkan untuk pendidikan juga tidak besar yaitu hanya 1 Ha. Di Gampong Baro Payahanya terdapat satu sekolah dasar yang didirikan oleh pemerintah. Untuk tingkat SMP dan SMA berada di gampong lain dengan jarak lebih kurang 5 km dari Gampong Baro Paya. Kondisi seperti ini mengharuskan anak anak usia sekolah yang tidak memilki transportasi ptibadi, harus menaiki tumpangan truk ataupun bus sekolah milik PT.Mapoli Raya.

Untuk Area industri sebesar 20 Ha merupakan bagian dari PT.Horas, PT yang bergerak di bidang material bangunan dalam jumlah besar. Dan sisanya merupakan area industri yang dimilki ole PT.Mapoli Raya. Luasnya area lahan perkebunan yang dimiliki PT.Mapoli Raya dikarenakan banyaknya warga yang mulai menjual lahan kosong miliknya kepada perusahaan.

Untuk area perdangan juga cukup kecil yaitu hanya 0,25 Ha, hal ini dikarenakan tidak adanya area perdagangan yang dibangun secara khusus. Untuk aktifitas jual beli di lakukan di ibu kota kecamatan yaitu Meutulang, sedangkan untuk kebutuhan sayur mayur pedagang yang menjajakan barang dagangannya dengan menggunakan sepeda motor dan bukan merupakan penduduk asli gampong. Aktifitas perdagangan berlangsung dengan sistem pekan yang berlangsung 2 kali sebulan setiap hari kamis. Pada saat ini lah pertemuan antara pedagang dan pembeli yang berasal dari gampong yang berbeda berlangsung.

2.3. Kependudukan

Berdasarkan profil gampongtahun 2013, total penduduk Baro Paya sebanyak 502 jiwa yang tersebar di tiga dusun. Total penduduk paling banyak terdapat di dusun Cot Lamseupeung.

(42)

Berdasarkan informasi yang diberikan oleh Keucik gampong, persebaran penduduk yang tidak merata dikarenakan kondisi lahan yang ada di gampong. Sebagian besar masyarakatnya suka tinggal di daerah yang berbukit dan sebagian lainnya tinggal disepanjang jalan utama gampong.

Tabel2.2. Jumlah Penduduk Gampong Baro Paya Menurut Jurong/Dusun tahun 2013

Jurong/Dusun Jumlah KK

Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Laki-laki Perempuan Cot Meureubo 29 50 41 91 Cot Lamseupeung 59 113 111 224 Alue Gajah 47 95 92 187 Jumlah (jiwa) 135 258 244 502

Sumber Data : Profil Gampong Baro PayaTahun 2013

Jumlah penduduk di tiga dusun ini tidaklah sama, dusun yang paling banyak jumlah penduduknya adalah dusun Cot Lamsepeung. Rumah penduduk banyak didirikan di Dusun Cot Lamsepeng, berdasarkan kondisi geografis, Cot Lamsepeng berada di area perbukitan. Tanahnya jauh lebih tinggi dari jalan utama gampong. Sehingga ketika hujan, rumah yang didirikan di Cot Lamsepeung tidak terkena banjir.

Dusun Alue Gajah banyak kepala keluarga yang hanya tercatat sebagai penduduk namun tidak tinggal di dusun tersebut. Kebanyakan dari mereka adalah para pendatang dari pulau Jawa, Sumatera Utara dan Sinabang. Kepemilikan kartu identitas gampong hanya untuk memudahkan mereka melakukan aktifitas rutin sebagai pekerja di PT.Mapoli Raya.

(43)

Tabel 2.3. Jumlah Penduduk Gampong Baro Paya Menurut Golongan Usia tahun 2013

Golongan usia Jenis kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan 0 Bulan – 12 Bulan 2 4 6 13 Bulan – 4 Tahun 16 14 30 5 Tahun – 6 Tahun 9 18 27 7 Tahun –12 Tahun 17 26 43 13 Tahun –15 Tahun 12 21 33 16 Tahun –18 Tahun 22 16 38 19 Tahun –25 Tahun 40 38 78 26 Tahun –35 Tahun 46 25 71 36 Tahun –45 Tahun 47 42 89 46 Tahun –50 Tahun 21 18 39 51 Tahun –60 Tahun 14 17 31 61 Tahun –75 Tahun 9 4 13 Diatas 75 Tahun 3 1 4 Jumlah 258 244 502

Sumber Data: Profil Gampong Baro PayaTahun 2013

Berdasarkan tabel tersebut pasangan usia subur masih mendominasi jumlah penduduk Gampong Baro Paya. Banyaknya pasangan usia subur terlihat dari jumlah anak yang ada di satu keluarga. Rata-rata dalam satu keluarga memilki anak 4 sampai 5 orang. Usia pernikahan tergolong muda, rata-rata usia pernikahan antara 17-23 tahun untuk anak perempuan dan untuk anak laki-laki juga berkisar antara usia 20-25 tahun10.

Usia pernikahan yang masih tergolong muda juga dikarenakan adanya pengetahuan tentang peran anak laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Anak perempuan dianggap tidak

10

Informan menjelaskan bahwa usia pernikahan para remaja gampong terjadi di usia 17-25 tahun untuk pria dan wanita. Pernikahan akan berlangsung apabila seluruh keluarga sepakat dengan penentuan mas kawin yang ditetapkan oleh keluarga perempuan.

(44)

terlalu penting untuk mengenyam pendidikan yang tinggi, dikarenakan pemahaman akan kodrat perempuan yang harus menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan domestik.11 Pembatasan pergaulan muda mudi pun juga diatur ketat dalam qanun. Tidak ada yang diperbolehkan melakukan pacaran secara terang-terangan. Jika ada dan kedapatan maka akan diberlakukan sanksi gampong yang telah disepakati bersama12. Sehingga untuk saling mengenal muda mudi yang ada di gampong ini menggunakan media komunikasi via telepon seluler. Itupun sangat dijaga baik baik agar kelurga terutama dari pihak perempuan untuk tidak mengetahui hubungan tersebut, karena dianggap dapat membuat malu keluarga, dan akan terjadi penurunan mayam13 pada saat lamaran nanti.

Untuk data pendidikan masyarakat, Gampong Baro Paya tergolong baik. Dari data profil menjelaskan bahwa hampir semua mendapatkan tingkat pendidikan hingga bangku SMA. Anak-anak usia wajib sekolah menyelesaikan pendidikan mereka hingga tingkat SMA walaupun jarak tempuh sekolah mereka yang tidak dekat. Selain itu keberadaan dua PT besar yang ada di

gampong ini juga memicu semangat mereka untuk menyelesaikan pendidikan hingga bangku SMA, dengan harapan

11 Tokoh masyarakat mengatakan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki

peran dan tugas yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itulah perempuan tidak diharuskan mengecam pendidikan tinggi. Karena akan bekerja di rumah dan mengurus anak-anak.

12

Salah satu bunyi qanun yang ketat menjelasakan hubungan antara muda mudi, bahwa tidak diperboleh kan berpacaran ataupun berdua-duaan apabila kedapatan akan dikenakan hukuman untuk langusng dinikahkan dinikahkan, dan bagi pihak lelaki akan dikenakan denda untuk menyumbangkan hewan kurban untuk pembersihan gampong. Perbuatan yang tidak sewajarnya tersebut harus diselesaikan dengan pembersihan, agar gampong tidak mendapatkan penilaian yang jelek, (Sumber:Kaur Pemerintahan Gampong).

13 Mayam merupakan satuan gram emas yang akan diberikan kepada pihak

perempuan oleh pihak lelaki pada saat pernikahan berlangsung, 1 mayam berjumlah 3 gram emas,(Sumber:Tokoh Masyarakat Gampng).

(45)

jika bekerja di PT nanti akan mendapatkan posisi yang baik, dan tidak hanya sebagai buruh lepas saja.

Walaupun sebagian besar tingkat pendidikan masyarakat ada pada bangku SMA, bukan berarti Gampong Baro Paya tidak memilki putra daerah yang menyelesaikan pendidikan hingga tingkat diploma 3 dan strata 1. Untuk menempuh pendidikan hingga diploma dan strata 1, harus dilakukan di ibukota kabupaten yaitu Meulaboh.

Pada tahun 2013 terjadi pertambahan jumlah penduduk dengan kelahiran sebanyak 10 jiwa. Pada tahun 2013-2014 tidak terdapat kematian di Gampong Baro Paya, sedangkan untuk pertambahan penduduk dari hadirnya pendatang tercatat sebanyak 7 jiwa, yang meninggalkan gampong 3 jiwa. Penjelasan yang sedikit berbeda di sampaikan oleh kepala gampong, bahwa terkadang banyak juga penduduk yang datang tidak melapor kepada kepala gampong, begitu juga sebaliknya dengan para penduduk yang melakukan perpindahan. Untuk kondisi seperti ini, kepala gampong biasanya akan melakukan kunjungan ke masing-masing dusun untuk melakukan validasi jumlah penduduk. Salah satu alasan yang disampaikan oleh Keucik, kasus pertambahan jumlah penduduk disebabkan oleh keberadaan PT.Perkebunan yang ada di gampong ini.

Agama islam adalah agama yang 100 % dipeluk oleh masyarakat gampong. Seperti yang diketahui bersama bahwa Aceh dikenal dengan serambi mekkahnya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh masyarakatnya.

2.4. Pola Perkampungan dan Bentuk Rumah

Pengetahuan masyarakat terkait dengan kondisi alam

(46)

Dari tiga dusun yang ada di gampong ini tidak ada yang memilki pola yang sama. Begitu juga dengan bentuk rumah yang dibangun berdasarkan kondisi tanah.

Pola perkampungan yang ada di dusun cot meurebo merupakan pola perkampungan yang berkelompok, dengan bentuk rumah panggung yang da di pinggir jalan utama

gampong. Sedangkan cot lampsepeng rumah didirikan di

kawasan tanah yang berbukit dengan pola perkampungan mengikuti bentuk bukit yang ada. Lain hal dengan dusun Alue Gajah, pola perkampungan yang terbentuk di adalah terpusat yang dibangun sejenis dan bangunan berasal dari bahan yang sama, atau masyarakat menyebutnya sebagai rumah PT.

Rumah panggung merupakan jenis rumah yang dibangun masyarakat berdasarkan kondisi alam yang sering dilanda banjir. Rumah panggung tidak dilengkapi dengan mck (mandi, cuci, kakus). Jika ingin melakukan ketiga aktifitas tersebut, maka akan menggunakan alue, ataupun MCK umum yang ada di dusun. Selain itu pengetahuan untuk mendirikan rumah panggung didasari oleh oleh kebiasaan masyarakat yang suka meletakkan sampah di bawah rumah, beberapa informan menjelaskan bahwa dengan meletakkan sampah dibawah rumah tidak perlu menyiapkan tempat khusus untuk membuang sampah. Selain itu jika hujan datang maka sampah tersebut akan langsung di bawa air, dan bersih dengan seketika. Alasan lainnya adalah rumah panggung juga memudahkan jika salah satu anggota keluarga ada dalam keadaan sakit.

“Tidak perlu membawa ke alue, buka saja papannya satu, bisa to’ek (buang air besar) di situ langsung tinggal tarok ember air di sampingnya, biasanya kami begitu.”

(47)

Gambar 2.6.

Bentuk Rumah Panggung Baro Paya Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014.

Pemahaman seperti ini mewarnai informasi wawancara yang didapatkan terkait alasan membuat rumah dalam bentuk panggung. Beberapa alasan lainnya juga mengatakan bahwa rumah panggung sebenarnya bukanlah rumah yang mereka harapkan, tetapi karena kondisi alam yang sering banjir maka mereka harus memilih rumah panggung. Biaya untuk membuat rumah panggung yang tidak terlalu mahal juga menjadi alasan mengapa rumah panggung masih menjadi primadona untuk dibuat.

Bentuk rumah mempengaruhi kebiasaan dari pemilkinya. Misalnya saja penggunaan MCK dan juga sanitasi yang seharusnya dimiliki oleh sebuah rumah. Beradasarkan hasil wawancara dengan informan, tidak adanya MCK dan sanitasi wajar dalam rumah yang mereka bangun dan tempati bukanlah

(48)

sebagai suatu permasalahan. Misalnya mereka dengan tenangnya menjelaskan bahwa mereka memanfaatkan area disekitar rumah untuk membuang kotoran anak-anak, dan juga sampah basah dan kering dalam jumlah yang tidak sedikit setiap harinya.

Gambar 2.7.

Fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK) di Rumah Panggung Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014.

2.5. Religi

Sistem kepercayaan masyarakat Gampong Baro Paya adalah muslim. Semua aktifitas keagamaan yang berlangsung di tengah-tengah kehidupan mereka tak lepas dari pengaruh budaya Islam yang berkembang di kasawan ini. Seperti misalnya masih kentalnya aktifititas keagamaan yang berlangsung.

Aktifitas keagamaan yang berlangsung dipimpin dan dipercayakan oleh tengku (orang yang dipercayai memiliki kemampuan lebih dalam syiar agama), sama hal dengan keucik,

(49)

Pelaksanaan kegiatan keagamaan juga dilakukan berdasarkan instruksi ataupun arahan yang diberikan oleh tengku.Masyarakat Baro Paya memiliki dua orang tengku.Kedua tengku tersebut dengan sendirinya melakukan pembagian tugas yang tanpa tertulis tetapi dapat saling memberi pembagian yang jelas. Tengku Junit misalnya, beliau dipercaya untuk melakukan kegiatan-kegiatan rutin keagamaan, misalnya shalat lima waktu yang dilaksanakan di masjid, peringatan hari besar keagamaan, acara pernikahan, peusejuk (pemberkatan), kematian dan juga pengobatan. Sedangkan Tengku Abdul Hamid, melakukan

peusejuk, pencatat pernikahan, dan juga pengobatan.

Selain dari pembagian tugas di atas ada juga kegiatan pengajian muda mudi,pengajian anak (TPA), wirid yasin, dalael

hairat (pembacaan senandung lagu-lagu islam), dan tahlilan

(kunjungan ke rumah duka). Kegiatan keagamaan tersebut rutin dilakukan, misalnya saja kegiatan yang dilaksanakan seminggu sekali.

2.5.1. Memberikan Pendidikan Islami

Para orang tua yang ada di Gampong Baro Paya menganggap pengetahuan Islam yang dimilki seorang anak haruslah cukup, Karena menentukan bagaimana kualitas kehidupan anak ke depannya. Selain mendapatkan pendidikan formal di bangku sekolah, anak-anak juga diwajibkan untuk mengikuti pengajian di dayah-dayah yang ada di

gampongtetangga14.Dayah sebagai sebuah lembaga keagamaan

14 Gampong Baro Paya tidak memiliki Dayah yang dijadikan sebagai tempat

anak-anak menimba ilmu agama, hanya terdapat dua TPA yang didirikan oleh tengku. Biasanya anak-anak yang masuk ke Dayah adalah mereka yang telah beranjak remaja, dengan harapan dari orang tua anak tersebut akan mempelajari ilmu agama lebih baik lagi dalam wujud mengaji dan pelaksaan

(50)

yang mendidik anak-anak untuk dapat membaca Al’quran dengan baik, dan juga berlatih melakukan dakwah merupakan nilai lebih yang orang tua inginkan untuk anak-anaknya.

Pendidikan islami juga ditanamkan ke anak dengan harapan anak tersebut akan menjaga martabat keluarga. Hal ini lebih ditekankan kepada anak perempuan, karena anak perempuan lebih mudah tersorot jika melakukan penyimpangan dalam pergaulan.Kuatnya kontrol sosial yang diberikan kepada anak perempuan menggambarkan bagaimana budayaperan

sosial yang hidup dan pegang masyarakat. Ayah selaku kepala

keluarga akan mewanti-wanti si anak jika dirasakan melakukan pelanggaran dalam adat pergaulan yang berlaku di gampong. Hal ini menyebabkan anak perempuan lebih banyak melakukan kegiatan keagamaan dari pada kegiatan yang sifatnya umum, seperti olah raga dan kegiatan antar gampong.

2.5.2. Dalael Khairah dalam Budaya

Dalam aktifitas keagamaan Gampong Baro Paya, muda mudi tidak pernah dipertemukan. Seperti dalam bahasan sub judul sebelumnya, bahwa aktifitas keagamaan yang sifat nya untuk memperkuat kualitas moral anak lebih ditekankan untuk dilakukan oleh anak perempuan. Anak perempuan diupayakan untuk dapat mengikuti pengajian di dayah (pesantren), dengan harapan meningkatkan kualitas keimanan anak, sedangkan anak laki-laki lebih banyak diwajibkan untuk melakukan kegiatan keagamaan yang sifatnya untuk umum. Dalail Khairah misalnya, kegiatan ini mirip dengan kelompok nasid, namun nyanyian islami yang dilakukan lebih pada lantunan shalawat yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW.

sunah lainnya. Sedangkan TPA (Taman Pendidikan Al’Quran), biasanya anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar. (Informan)

(51)

Kegiatan ini dilakukan pada malam hari, di balai pengajian yang dimiliki oleh tengku, beranggotakan remaja pria gampong dan beberapa kaum bapak yang mempunyai ketertarikan khusus pada kegiatan ini.Tengku tetap menjadi pimpinan dalam kegiatan ini, biasanya dalam perayaan hari-hari besar keagamaan dan juga hajatan besar, kelompok ini biasanya akan selalu dilibatkan untuk memeriahkan acara.

2.5.3. Wirid Yasin dan Tahlilan

Wirid yasin dan tahlilan bukanlah hal baru dalam aktifitas keagamaan yang ada di nusantara. Hampir di beberapa daerah wirid yasin (pengajian), tetap dijalankan sebagai salah satu aktifitas keagamaan. Begitu juga halnya dengan masyarakat Baro Paya yang tetap menjalankan kegiatan wirid yasin sebagai salah satu aktifitas keagamaan yang dapat mempererat tali silaturahmi antara warga yang tinggal di satu dusun dengan dusun lainnya. Wirid yasin biasanya dilakukan oleh kaum ibu dan para gadis remaja, dilakukan setiap jumat sore, dan waktu pelaksanaanya setelah shalat dzuhur hingga menjelang waktu ashar15. Tahtim, tahlil, tahmid merupakan bacaan yang selalu dilantunkan dalam acara wirid yasin, dipimpin oleh seorang tengkuperempuan yang usianya sudah tua. Para ibu dan remaja puteri mengikuti ayat demi ayat yang terlebih dahulu di bacakan oleh tengku, dengan lirik lagu film india yang dilantunkan lebih mendayu.

Tahlilan merupakan kunjungan ke rumah duka, biasanya lelaki dan perempuan ikut melakukan tahlilan jika ada anggota masyarakat yang meninggal. Selain dari anggota masyarakat yang ada di gampong, masyarakat dari Gampong Baro Paya pun tidak

15 Tidak ada kewajiban waktu yang tertulis dalam pelaksanaan wirid yasin

tersebut, tetapi masyarakat khususnya ibu dan para remaja puteri lebih suka melakukannya setiap selesai dzuhur hingga menjelasng ashar. (Informan)

(52)

segan-segan untuk mengunjungi gampong tetangga jika ada yang meninggal dunia, begitu juga sebaliknya.

2.6. Ber-Nazar dan Melakukan Rajah

Segala sesuatu yang diniatkan secara baik, dilakukan di tempat yang baik dan berjanji akan melakukan yang baik jika yang diniatkan itu tercapai, merupakan rangkaian sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat terkait pelaksanan nazar. Masyarakat muslim Baro Paya selain memilki keyakinan untuk melaksanakan segala kewajiban sebagai umat muslim, juga melakukan beberapa akulturasi budaya dalam menjalankan kehidupan. Kondisi manusia yang tidak terlepas dari kesehatan, kesakitan, impian dan harapan terwujud dengan istilah Nazar di masyarakat. Ber-nazar sendiri penuh dengan ketentuan, pelaksanaannya tidak bisa dianggap sederhana. Karena akan menggmbarkan keberhasilan dari apa yang telah diinginkan dan terlafaskan dalam doa.

Beberapa kasus yang terjadi di gampong, memperlihatkan bahwa nazar masing terus berlangsung di masyarakat. Keinginan untuk ber-nazar biasanya diniatkan dalam hati, dan jika keinginan tersebut telah terwujud maka akan dilaksanakan di dua tempat (Rumoh Qur’an dan Makam Teuku Umar), yang selalu menjadi pilihan untuk melepaskannya. Aktifitas pelepasan nazar seperti apa yang dijelaskan abon16, tidak sederhana, hal ini dikarenakan ada beberapa ritual yang wajib dilakukan oleh orang yang melepaskan nazar tersebut. Pelepasan nazar dilakukan apabila keinginan yang terangkai dalam doa kesembuhan ataupun

16

Abon merupakan seorang tokoh yang diberi kepercayaan oleh masyarakat adat untuk menjaga makan Teuku Umar. Kedudukan dan keberadaan abon dipercayai banyak memberi pengaruh dari masih tingginya aktifitas ber-nazar tersebut.

Gambar

Gambar  di  atas  memperlihat  keadaan  yang  secara  nyata  terlihat  kotor  tetapi  tidak  masuk  dalam  konsep  kotor  dari  masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

Artikel ini berasal dari penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sejarah jamu dalam masyarakat Jawa, tanaman yang dijadikan bahan dasar jamu serta khasiat tanaman, proses

Dari sini terlihat bahwa penyelesaian sengketa perbankan syari’ah dapat diselesaikan melalui basyarnas (non litigasi), pengadilan agama, dan pengadilan negeri. Beberapa opsi

Jadi pengertian studi kelayakan peroyek atau bisnis adalah penelitihan yang menyangkut berbagai aspek baik itu dari aspek hukum, sosial ekonomi

intact all the notices that refer to this License and to the absence of any warranty; and give any other recipients of the Program a copy of this License along with the Program.

Beberapa ahli menggunakan teknologi pencitraan otak untuk pertama kalinya terhadap orang yang mengalami kecemasan dalam mengerjakan soal matematika, para ilmuwan

android untuk siswa homeschooling kelas X, serta mengetahui kualitas produk media pembelajaran yang telah dikembangkan sehingga layak digunakan dalam kegiatan pembelajaran

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dialami pihak RSISA tersebut, maka setidaknya dibutuhkan sebuah sistem aplikasi yang membantu pengunjung serta karyawan

a. Bayi sesak atau susah bernapas, warna kulit bayi kuning atau.. Jika diberi ASI hisapan lemah, mengantuk berlebihan, banyak muntah, bayi menggigil, nangis tidak biasa, lemas. Tali