URL:http\\ojs.unud.co.id\index.php\eum
32MEDICINA ,Volume 48 Nomor 1 Januari 2017 e-ISSN:2540-8321 p-ISSN 2540-8313
Gambaran hasil pemeriksaan audiometri
skrining siswa sekolah menengah kejuruan
jurusan otomotif di
B
ali
I Gusti Ayu Oka Sri Utari1, I Wayan Suardana2
Abstrak 1,2Bagian Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali
Nilai ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah 85 dB dengan waktu maksimum 8 jam perhari dan kurang dari 91 dB selama 2 jam perhari. Menurut Komnas penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian, salah satu populasi risiko tinggi untuk terjadinya ketulian akibat bising adalah siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jurusan otomotif. Tujuan penelitian ini adalahuntuk mengetahui hasil pemeriksaan audiometri skrining pada siswa SMK jurusan otomotif dan intensitas kebisingan di bengkel pelatihannya. Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan rancangan potong lintang di 4 SMK jurusan otomotif. Sampel dipilih secara stratified random sampling sebanyak 120 orang siswa. Hasil pengukuran dengan sound level meter didapatkan intensitas kebisingan mesin di bengkel pelatihan SMK jurusan otomotif tersebut rerata adalah lebih dari 91 dB dan siswa melakukan pelatihan selama 2 jam perhari. Pada pemeriksaan audiometri didapatkan sebanyak 83 siswa mengalami peningkatan ambang dengar dengan gambaran khas gangguan pendengaran akibat bising didapatkan pada 7 orang siswa. Disimpulkan bahwa sebagian besar kebisingan mesin di bengkel pelatihan pada 4 SMK jurusan otomotif melebihi nilai ambang batas kebisingan di tempat kerja dan pada pemeriksaan audiometri didapatkan adanya siswa yang mengalami peningkatan ambang dengar dengan tanda khas adanya gangguan pendengaran akibat bising.
Kata kunci : Siswa SMK jurusan otomotif, kebisingan, audiometri
Abstract
The noise exposure threshold value in workplace is 85 dB with a maximum of 8 hours exposure per day and less than 91 dB for 2 hours per day. The National Institute on Deafness and Other Communication Disorders or NIDCD stated that a population with high risk for deafness due to noise is the students of vocational school majoring in automotive. The aims of this study were to examine the result of audiometric screening on students of automotive vocational school in Badung, Denpasar, Tabanan and Karangasem City and the level of noise in their automotive training workshop. This research is a descriptive study with a cross sectional design which was conducted in 4 automotive vocational schools. There were 120 samples involves in this study which were selected based on stratified random sampling. The results of measurement with sound level meter showed that the average noise intensity of machines in the automotive training
URL:http\\ojs.unud.co.id\index.php\eum
33 Correspondence: I Gusti AyuOka Sri Utari1, I Wayan Suardana2.Departement of Otorhinolaryngology Head and Neck SurgeryUdayana
University Medical School / Sanglah Hospital
Denpasar Bali
workshop of 4 Public Vocational School (PVS) was above the threshold 91 dB and students had their training in the workshop for 2 hours daily. Audiometric examination revealed that 83 students experienced increase of the hearing threshold and typical signs of noise induced hearing loss were found in 7 students. In conclusion, the average noise intensity of most machines in the automotive training workshops exceeded the noise exposure threshold value for workplace and audiometric examination revealed that students experienced increase of the hearing threshold with typical signs of noise induced hearing loss.
Keywords: automotive vocational school students, noise, audiometric.
Pendahuluan
Gangguan pendengaran
akibat bising atau noice induce hearing loss adalah hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat menetap, mengenai satu atau dua telinga yang disebabkan oleh paparan bising yang cukup keras dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama dari
lingkungan sekitarnya.1-3 Badan
kesehatan dunia WHO melaporkan
sebanyak 16% gangguan
pendengaran pada orang dewasa disebabkan oleh dampak kebisingan dan pada tahun 2000 dilaporkan sebanyak 250 juta orang atau 4,2% penduduk dunia menderita gangguan
pendengaran akibat dampak
kebisingan. Angka itu diperkirakan akan terus meningkat.2 Indonesia berada pada urutan ke empat prevalensi gangguan pendengaran di Asia Tenggara sesudah Sri Lanka 8,8%, Myanmar 8,4% dan India 6,3% yaitu diperkirakan sekitar
4,6%. Salah satu penyebab
gangguan pendengaran di Indonesia adalah bising di lingkungan kerja.4 Bising adalah bunyi yang tidak
diinginkan.5,6 Menurut
Permenakertrans No. 13 Tahun 2011, nilai ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah nilai rerata intensitas kebisingan yang masih dapat diterima tenaga
kerja tanpa mengakibatkan
hilangnya daya dengar-
yang tetap untuk waktu terus menerus yaitu 85 dB dengan waktu maksimum 8 jam perhari dan kurang dari 91 dB selama 2 jam perhari.7 Komnas penanggulangan gangguan
pendengaran dan ketulian
menyatakan bahwa salah satu
populasi risiko tinggi untuk
terjadinya gangguan pendengaran akibat bising adalah siswa SMK akibat bising mesin di tempat pelatihan.
Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Komnas
penanggulangan gangguan
pendengaran dan ketulian pada SMK jurusan otomotif di Ternate dan Cirebon didapatkan bahwa
bising mesin di bengkel
pelatihannya berkisar 100 dB dan
para siswa tidak memakai
pelindung telinga, sedangkan
mereka bekerja di bengkel
pelatihan tersebut selama 2 jam perhari, sehingga mereka sangat
berisiko mengalami gangguan
pendengaran akibat bising.8
Berdasarkan hasil penelitian
tersebut, kami melakukan
penelitian deskriptif di 4 SMK jurusan otomotif di Bali yaitu
SMK jurusan otomotif di
Denpasar, Badung, Tabanan dan Karangasem untuk mengetahui intensitas kebisingan di bengkel pelatihan mereka dan gambaran hasil pemeriksaan audiometri
skrining para siswa SMK tersebut.
Bahan dan metode
Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan rancangan potong lintang yang dilakukan pada pada bulan April dan Mei 2013. Sampel penelitian adalah siswa SMK jurusan otomotif di Denpasar, Badung, Tabanan dan
Karangasem yang telah dipilih secara stratified random sampling sebanyak 120 orang. Kriteria inklusi adalah siswa SMK dengan masa pendidikan lebih dari 1 tahun dan berlatih rutin minimal 1 kali dalam satu minggu dan kriteria eksklusi adalah adanya riwayat konsumsi obat ototoksik, riwayat ketulian dalam keluarga, riwayat otore, perforasi membran
timpani, dan riwayat kurang
pendengaran sebelum menjadi
siswa SMK jurusan otomotif. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara seleksi subjek melalui anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik THT, untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan audiometri hantaran udara pada frekwensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz pada ke dua telinga. Nilai
ambang dengar adalah hasil
penghitungan rerata ambang
dengar hantaran udara pada
frekuensi 500, 1000, 2000, 4000 Hz, kemudian ditentukan derajat
gangguan pendengaran sesuai
dengan ASHA 1981 yaitu normal -10 dB sampai 15 dB, sangat ringan 16 dB sampai 25 dB, ringan 26 dB sampai 40 dB, sedang 41 dB sampai 55 dB, sedang-berat 56 dB sampai 70 dB dan berat 71 dB
sampai 90 dB.9,10 Intensitas
kebisingan di tempat pelatihan bengkel diukur dengan alat sound level meter.11 Data yang diperoleh
kemudian ditabulasi dan
dipaparkan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan narasi.
Hasil
Berdasarkan data yang
diperoleh pada penelitian yang dilakukan terhadap 120 orang siswa SMK jurusan otomotif di Denpasar, Badung, Tabanan dan Karangasem pada bulan April dan
Mei 2013 didapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel 1. Intensitas kebisingan di tempat pelatihan bengkel SMK jurusan otomotif yang diukur dengan sound level meter
No Nama Sekolah Bising di tempat pelatihan bengkel 1 SMK di Tabanan 69,7 dB - 98,7 dB 2 SMK di Badung 94,1 dB - 110 dB 3 SMK di Denpasar 95,7 dB - 101,7 dB 4 SMK di Karangasem 79,9 dB - 98,9 dB
Dari hasil pengukuran
dengan sound level meter
didapatkan pada SMK di Badung
dan SMK di Denpasar, intensitas
kebisingan mesin di tempat
pelatihan bengkelnya rerata adalah lebih dari 91 dB, sedangkan di SMK di Tabanan dan SMKN di Karangasem, sebagian besar mesin di tempat pelatihan bengkelnya memiliki intensitas lebih dari 91 dB.
Tabel 2. Distribusi siswa SMK berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin Frekuensi % Lelaki 119 99,2 Perempuan Total 1 120 0,8 100 Siswa SMK yang menjadi
sampel penelitian kebanyakan
adalah lelaki yaitu sebanyak 119 orang dan hanya 1 orang siswa SMK perempuan yaitu siswa dari SMK Negeri I Kuta Selatan.
Tabel 3. Distribusi siswa SMK berdasarkan Umur Umur ( tahun ) Frekue nsi % 15 11 9,2 16 29 24,2 17 64 53,3 18 15 12,5 19 Total 1 120 0,8 100
Siswa SMK yang dilakukan pemeriksaan audiometri pada penelitian ini adalah berusia antara 15 sampai 19 tahun dan terbanyak berusia 17 tahun yaitu sebanyak 53,3 %
Tabel 4. Distribusi siswa SMK berdasarkan sisi telinga yang mengalami peningkatan ambang dengar
Berdasarkan sisi telinga yang terkena terdapat 36 siswa
SMK mengalami peningkatan
ambang dengar pada satu sisi
telinga dan 47 siswa SMK
mengalami peningkatan ambang dengar pada kedua sisi telinga.
Tabel 5. Distribusi siswa SMK berdasarkan nilai ambang dengar sesuai dengan ASHA 1981
Berdasarkan hasil pemeriksaan audiometri pada 120 orang siswa
SMK yang menjadi sampel
penelitian didapatkan hasil ambang dengar normal pada telinga kanan sebanyak 52 orang dan pada telinga kiri sebanyak 58 orang. Siswa SMK dengan peningkatan ambang dengar pada telinga kanan sebanyak pada 6orang dan pada telinga kiri sebanyak 62 orang.
Diskusi
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13 Tahun 2011 menetapkan bahwa nilai ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah 85 dB dengan waktu maksimum 8 jam perhari dan kurang dari 91 dB selama 2 jam perhari.7 Pada pengukuran
dengan sound level meter
didapatkan intensitas kebisingan mesin di bengkel pelatihan pada 4 SMK jurusan otomotif yaitu SMK di Badung, Denpasar, Tabanan dan
Karangasem sebagian besar
melebihi melebihi nilai ambang batas kebisingan di tempat kerja.7
Siswa SMK yang menjadi
sampel penelitian kebanyakan
adalah lelaki yaitu sebanyak
99,2%. Siswa SMK tersebut
berusia antara 15 sampai 19 tahun dan terbanyak berusia 17 tahun yaitu sebanyak 64 %. Selama masa pendidikan, siswa SMK
melakukan pelatihan bengkel
selama 2 jam perhari dengan
tanpa pelindung telinga
sedangkan nilai ambang batas untuk kebisingan dengan lama kerja 2 jam perhari adalah kurang dari 91 dB. Alat pelindung telinga
dapat mengurangi intensitas
bising yang diterima telinga dalam. Alat pelindung telinga dapat berupa sumbat telinga, tutup
telinga dan helmet. Sumbat
telinga dapat mengurangi
kebisingan antara 8 sampai 30 dB, tutup telinga dapat mengurangi kebisingan 25 sampai 40 dB dan Hasil pemeriksaan audiometri Frekuensi % Normal 37 30,8 Peningkatan ambang dengar unilateral 36 30 Peningkatan 47 39,2 ambang dengar bilateral Total 120 100 Ambang dengar ( dB ) Derajat ganggu an penden garan Telinga kanan Telinga kiri Fr ek ue ns i % Fr ek ue ns i % -10 - 15 Normal 52 43,3 58 48,3 16 - 25 Sangat ringan 58 48,4 56 46,7 26 - 40 Ringan 10 8,3 6 5 41 - 55 Sedang - - - - 56 - 70 Sedang berat - - - - 71-90 Berat - - - - >90 Sangat berat Total - 12 0 - 100 - 12 0 - 100
helmet dapat mengurangi kebisingan 40 sampai 50 dB.12 Siswa SMK jurusan otomotif merupakan salah satu populasi yang memiliki risiko tinggi untuk terjadinya ketulian akibat bising karena intensitas kebisingan di bengkel pelatihan yang melebihi nilai ambang batas kebisingan di tempat kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Tumundo S dkk.13 terhadap 20 siswa SMK Negeri 1
Tumpaan jurusan otomotif
didapatkan 1
orang siswa mengalami gangguan pendengaran dan Raintung HF
dkk.14 melakukan penelitian
terhadap 20 siswa SMK Negeri 2
Manado Jurusan Teknik
Konstruksi Batu Beton didapatkan sebanyak 4 orang siswa mengalami
gangguan pendengaran. Pada
pemeriksaan audiometri skrining terhadap 120 orang siswa SMK
jurusan otomotif di Badung,
Denpasar, Tabanan dan
Karangasem didapatkan adanya peningkatan ambang dengar pada 83 siswa dengan peningkatan
ambang dengar unilateral
didapatkan pada 36 siswa dan bilateral pada 47 siswa. Pada pemeriksaan audiometri terhadap siswa SMK tersebut didapatkan
juga adanya gambaran takik
akustik di frekuensi 4000 Hz pada 7 orang siswa yang merupakan skrining awal adanya gangguan pendengaran akibat bising.
Penyebab pasti adanya
peningkatan ambang dengar pada siswa SMK ini belum dapat diketahui karena pada pemeriksaan
audiometri skrining ini yang
dilakukan adalah pemeriksaan
hantaran udara dan tidak dilakukan
pemeriksaan hantaran tulang
sehingga jenis ketulian tidak dapat ditentukan.
Simpulan
Pada penelitian yang
dilakukan di 4 SMK jurusan otomotif yaitu SMK di Badung,
Denpasar, Tabanan dan
Karangasem didapatkan intensitas
kebisingan mesin di bengkel
pelatihan mereka sebagian besar
melebihi nilai ambang batas
kebisingan di tempat kerja
sehingga penggunaan alat
pelindung telinga sangat
diperlukan untuk mencegah
terjadinya gangguan pendengaran akibat bising. Pada pemeriksaan audiometri skrining terhadap siswa SMK tersebut didapatkan adanya
gambaran khas gangguan
pendengaran akibat bising.
Pemeriksaan audiometri
hantaran udara dan hantaran tulang dapat dilakukan pada siswa SMK
yang mengalami peningkatan
ambang dengar sehingga jenis
gangguan pendengaran dapat
ditentukan.
Daftar pustaka
1. Dobie RA. Noise-Induced
Hearing Loss. Dalam:
Bailey BJ, Johnson JT,
penyunting. Head and
Neck
Surgery-Otolaryngology. Edisi
ke-5. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2014. h. 2190-9.
2. Hong O, Kerr MJ, Poling
GL, Dhar S.
Understanding and
Preventing Noise Induced Hearing Loss. Disease-a-Month. 2013;59:110-8.
3. Moller AR. Noise-Induced
Moller AR, penyunting.
Hearing: Anatomy,
Physiology, and Disorders of The Auditory System.
Edisi ke- 2. London: Elsevier; 2006. h. 220-5.
4. McBride D, Zhang Z,
Purdy S, Williams W. Guideline for diagnosing occupational noise indiced
hearing loss. Dalam:
Greville A, Gilbert J,
Baber B, penyunting.
Assessment of
occupational noise
induced hearing loss for ACC. The New Zealand
Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Edisi
ke-1. New Zealand:
ACC; 2011. h. 20-30. 5. Sekhar DL, Rhoades JA,
Longenecker ALet al.
Improving Detection of Adolescent Hearing Loss.
JAMA.
2011;165(12):1094-100.
6. Kirchner DB, Evenson
CE, Dobie RA,
Rabinowitz P, Crawford J,
Kopke R, dkk.
Occupational Noise
Induced Hearing Loss. JOEM. 2012;54(1): 106-8.
7. Iskandar M. Nilai
Ambang Batas Faktor
Fisika dan Faktor Kimia
di Tempat Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta:DEPNAKER RI;2011.
8. Soetjipto D. Program dan
Gerakan Peningkatan
Kesehatan Telinga.
Komnas PGPKT. Jakarta; Januari 2013.
9. Clark JG. Type, Degree,
and Configuration of
Hearing Loss. ASHA . 2011; 1906-16.
10. Walker JJ, Cleveland LM,
Davis JI, Seales JS.
Audiometry Screening
and Interpretation.
American Family
Physician. 2013;87(1):41-7.
11. David N, Nina AC,
Nwamaka EI, Opeyemi AA. Library Sound Level
Meter. Journal of
Electronics and
Communication
Engineering Research.
2013;1(1):20-9.
12. Meinke DK. School Based
Hearing Screening Won’t Prevent Noise Induced
Hearing Loss. Arch
Pediatr Adolesc Med.
2011; 165(12): 1135- 6
13. Tumundo S, Dehoop J,
Mengku S. Kesehatan
Telinga Siswa SMK
Negeri 2 Manado dan SMK Negeri 1 Tumpaan.
Jurnal e Clinic.
2014;2(2):1-4.
14. Raintung HF. Mengko
SK. Dehoop J. Pengaruh Paparan Bising Terhadap
Ambang Pendengaran
Siswa SMK Negeri 2 Manado Jurusan Teknik Konstruksi Batu Beton.
Jurnal e-Clinic.