BEKAL GURU MUSLIM I
GURU
MUSLIM
ABAD 21
BEKAL GURU MUSLIM III
Penerbit PT Elex Media Komputindo
Intan Irawati
GURU
MUSLIM
ABAD 21
GURU MUSLIM ABAD 21
IV
Guru Muslim Abad 21
Intan Irawati
© 2017, PT Elex Media Komputindo, Jakarta Hak cipta dilindungi undang-undang
Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Elex Media Komputindo
Kompas - Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta 2017
717101698
ISBN: 978-602-04-4752-0
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit.
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan
Endorsement ... v
Persembahan ... ix
Kata Pengantar ... xi
Prolog ... ... xv
BAB I BEKAL GURU MUSLIM Pendidikan Buat Apa? ... 3
Guru Tak Suka Membaca ... 13
Alquran Never Dies ... 27
My Idol ... 41
Guruku Daiku ... 59
Kecerdasan Majemuk (Multibple Intelligent) ... 71
Long Life Learner ... 80
Kenapa Harus Ditunda? ... 95
BAB II MENYAJIKAN PEMBELAJARAN BERMUTU Keutamaan Kisah ... 117
Kapan Ice Breaking? ... 131
Praktik, Belajar, dan Bermain ... 147
Analogi dan Perumpamaan ... 156
Hypnoteaching, Perlukah? ... 170
Muslim, Bahasa Inggris, dan Bahasa Arab ... 176
Internet, Pisau Bermata Dua ... 186
Menimbang IT Media dan e-Classroom ... 202
Epilog ... ... 219
Daftar Pustaka ... 229
Imam Syafi’i ra., berkata dalam syairnya:
“Bersabarlah atas pahit getirnya jauh
dan asing dari sang guru. Karena
berse-mayamnya ilmu, diraih dari talqîn dan
penjelasan sang guru (maka janganlah
berpaling darinya).
Barangsiapa belum pernah merasakan
pahitnya menuntut ilmu walau sesaat,
ia kan menelan hinanya kebodohan
sepanjang hidupnya.
Barangsiapa menyia-nyiakan waktu
me-nuntut ilmu di masa mudanya maka
ber-takbirlah empat kali atas kematiannya.”
Guru adalah figur yang sangat penting dalam hidup kita. Bukan hanya tidak mampu membaca dan menulis, lebih jauh lagi kita akan kesulitan untuk hidup di era globalisasi ini tanpa bimbingan guru. Di zaman praseja-rah, keberadaan manusia hanya bisa dideteksi dari sisa peninggalan yang tersisa. Berbeda dengan masa sejarah, eksistensi manusia dilacak dari peninggalan tertulis yang dimilikinya. Yang membedakan kedua masa ini adalah kemampuan membaca dan menulis. Nah, gurulah
GURU MUSLIM ABAD 21
XVI
orang yang dianggap paling berjasa menumbuhkan kemampuan ini.
Konon, guru merupakan profesi tertua di dunia. Seumur dengan keberadaan manusia. Sebutan guru disanding-kan pada orang yang melaksanadisanding-kan proses pendidik-an di tempat-tempat tertentu (tidak mesti di lembaga pendidikan formal). Masyarakat merasa yakin bahwa dengan pendidikan dari gurulah yang akan mengantarkan anak-anak mereka menjadi orang yang berkepribadian mulia. Kepercayaan ini mengisyaratkan bahwa di pundak guru terpikul tugas dan tanggung jawab yang besar. Guru tidak hanya memberikan pembinaan sikap, tingkah laku dan perbuatan anak didiknya di lingkungan sekolah saja bahkan sampai di luar lingkungan sekolah.
Kemajuan teknologi yang sangat cepat telah merambah ke semua aspek kehidupan manusia termasuk bidang pendidikan. Kondisi ini merupakan tantangan bagi guru dalam memberikan bekal bagi siswa untuk mengha-dapi era globalisasi yang sangat kompetitif dan penuh tantangan. Di era modern, sosok guru sangat akrab di telinga para siswanya. Tanpa kehadiran mereka dunia pendidikan tidak mungkin berjalan. Betapa pentingnya peran guru dalam sistem pendidikan merupakan kenis-cayaan yang tak terbantahkan. Gurulah yang memberi rasa dalam suatu lingkungan pendidikan, merekalah yang membuat perubahan dan di tangan merekalah masa depan suatu generasi.
Berita di sebuah surat kabar online pada tahun 2010 cu-kup mengejutkan. Siswa yang seharusnya menghormati
PROLOG XVII
guru, malah berlaku sebaliknya. Wakil Kepala sekolah sebuah SMA berkata, “Kami sudah mengembalikan ke-pada orangtuanya empat orang siswa yang melakukan penghinaan dengan kata-kata kotor di jejaring sosial Facebook.” Aksi ini terungkap setelah guru sekolah me-meriksa akun Facebook yang dimiliki keempat siswa itu. Dalam akun mereka ditemukan hujatan yang ditulis seorang siswa dan dikomentari ketiga rekannya. Dalam komentarnya, mereka mencaci maki seorang guru. Bahkan, mengeluarkan ancaman pembunuhan terhadap sang guru.
Pada tahun 2011 di tempat yang berbeda, delapan pelajar yang terdiri atas dua siswa dan enam siswi kelas 2 SMP yang masuk dalam kategori Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), tersangkut kasus. Mereka diang-gap sudah melecehkan institusi pendidikan melalui Facebook. Dari pengakuan delapan pelajar ini, diketahui tindakan itu dilakukan karena mereka kesal kepada dua orang guru yang sudah memberikan nilai kecil pada pelajarannya. Kekesalan tersebut diutarakan ke akun Facebook-nya. Padahal, sebelumnya nilai yang dipersoal-kan sudah disosialisasidipersoal-kan kepada murid. Hanya saja memang ada beberapa pelajar yang tidak mengetahui cara perhitungannya. Ketidakpahaman delapan murid inilah yang menjadi awal permasalahan.
“Mereka ini kesal karena mendapat nilai yang kecil sehingga kekesalan tersebut diakui mereka diutarakan di akun Facebook. Itu yang kami dengar dari anak-anak. Tapi kami sudah menyelesaikan permasalahan ini dan sudah diketahui wali murid dan komite sekolah,” jelas kepala sekolah.
GURU MUSLIM ABAD 21
XVIII
Status mereka di Facebook mengutarakan kekesalan itu dengan menulis kalimat yang tak sedap dibaca. Bahkan status yang dibuat mengandung unsur asusila dan kalimat kotor, tertuju kepada guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pihak sekolah pun bertindak tegas terhadap kedelapan murid mereka itu. Delapan pelajar ini dikeluarkan dari sekolah karena perbuatan tersebut.
Astaghfirullaahal ‘azhiim…
Keberhasilan sebuah pendidikan dapat kita nilai dari perilaku nyata seseorang. Apa yang telah dilakukan kedelapan siswa tersebut, sungguh jauh dari yang diharapkan. Keadaan ini membuat para pelaku pen-didikan mawas diri. Dari penpen-didikan modern, kita tidak menemukan kesempurnaan akhlak dan rohani. Dari manakah kita mulai memperbaiki situasi ini? Apakah perlu dilarangnya pemanfaatan sosial media? Atau gurukah yang perlu mengubah cara pendekatan bim-bingan kepada siswa?
Fenomena merosotnya moral dan penindasan antar- manusia salah satu efek salah sasaran dan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Sungguh ironi, hal ini juga kita temui di dunia pendidikan Indonesia. Tujuan pendidikan hanyalah tercapainya tujuan material yang berkembang menjadi rasa cinta terhadap pekerjaan dan produksi. Sedangkan akhlak, nilai, dan norma kemanusiaan bu-kanlah pertimbangan yang berarti lagi.
Keterampilan apa saja yang harus diberikan guru kepa-da siswa kepa-dalam menghakepa-dapi di era modern? Cukupkah
PROLOG XIX
mengoperasikan komputer? Penerapan metode pem-belajaran apa yang sesuai dari sisi penguasaan materi dan keterampilan abad 21? Bisakah pendidikan Islam hari ini mengantarkan generasi muslim ke masa kejaya-an seperti beberapa abad ykejaya-ang lampau?
Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq.
Intan Irawati adalah seorang guru fisika di MAN 15
Jakarta. Penulis dilahirkan di Jakarta, 3 Desember 1975. Menikah dengan Agus Waluyo tahun 1997 dan dikaruniai 2 putra dan 1 putri. Menempuh pendidikan di MI Al Barkah Jakarta, MTsN VII Jakarta, SMAN 39 Jakarta, dan UNJ jurusan pendididikan fisika. Pada tahun 2006 meneruskan pendidikan pada PPS Fakultas Psikologi UI jurusan Ilmu Psikologi dan tamat tahun 2008.
Pernah mengajar di SMA Angkasa I, SMA Budhi Warman I, MAN 8 Jakarta, MAN 20 Jakarta. Sekarang aktif melakukan berbagai penelitian pendidikan, men-jadi pembicara dalam berbagai workshop pendidikan, dan pemakalah dalam berbagai seminar nasional dan internasional. Pada tahun 2014, berhasil menjadi guru berprestasi I MA Provinsi DKI Jakarta dan guru berpres-tasi I MA tingkat nasional Kementerian Agama RI serta menerima penghargaan API (Apresiasi Pendidikan Islam) dari Menteri Agama. Pada tahun 2015 mendapatkan satya Lencana Pendidikan dari Presiden RI sebagai guru berprestasi.
Alamat korespondensi: intan.irawati@yahoo.co.id atau intanirawati@madrasah.id, No. kontak 0815 850 49389.