• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. INDUKSI KETAHANAN SISTEMIK TANAMAN ANGGREK TERHADAP ODONTOGLOSSUM RINGSPOT VIRUS MENGGUNAKAN ASAM SALISILAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. INDUKSI KETAHANAN SISTEMIK TANAMAN ANGGREK TERHADAP ODONTOGLOSSUM RINGSPOT VIRUS MENGGUNAKAN ASAM SALISILAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

V. INDUKSI KETAHANAN SISTEMIK TANAMAN ANGGREK

TERHADAP ODONTOGLOSSUM RINGSPOT VIRUS

MENGGUNAKAN ASAM SALISILAT

ABSTRAK

IRWAN LAKANI. Induksi Ketahanan Sistemik Tanaman Anggrek terhadap Odontoglossum ringspot virus Menggunakan Asam Salisilat. Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA, NURHAJATI MATJJIK, dan TRI ASMIRA DAMAYANTI.

Beberapa jenis anggrek yang diuji ketahanannya menunjukkan bahwa sebagian besar anggrek rentan terhadap ORSV. Untuk meningkatkan ketahanan tanaman anggrek terhadap ORSV, asam salisilat (SA) digunakan sebagai penginduksi ketahanan sistemik pada Dendrobium nindii. SA diberikan dalam media kultur jaringan dengan konsentrasi berkisar dari 0, 1, 2, 4, 8 dan 16 ppm. Peubah yang diamati adalah pertumbuhan tanaman, masa inkubasi, tipe gejala, akumulasi SA dan aktivitas enzim phenylalanine ammonialyase (PAL) Hasil penelitian menunjukkan bahwa SA yang diberikan pada media kultur jaringan dengan konsentrasi tersebut memberikan pengaruh yang sama terhadap jumlah akar, panjang akar, jumlah daun, panjang daun, jumlah tunas dan tinggi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian SA pada media perakaran tidak menghambat pertumbuhan tanaman. Masa inkubasi pada perlakuan SA 1-4 ppm lebih panjang (5-11 hari) dibandingkan masa inkubasi pada perlakuan 8 dan 10 ppm (4 hari). Pada perlakuan 2 ppm, gejala yang muncul berupa gejala sistemik, sedangkan pada perlakuan 4, 8, dan 16 ppm gejala terbatas pada daun yang diinokulasi (gejala lokal). Uji penularan ORSV pada plantlet anggrek hasil perlakuan menunjukkan bahwa SA pada konsentrasi 4-16 ppm dapat menghambat infeksi virus. Hal ini ditunjukkan oleh gejala dan kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan SA pada konsentrasi 0-2 ppm. Akumulasi SA dan aktivitas enzim PAL pada jaringan tanaman menunjukkan perbedaan dalam setiap perlakuan. Pemberian SA pada konsentrasi 4-16 ppm menunjukkan akumulasi SA pada infeksi awal (6 jam setelah inokulasi virus) menghambat replikasi virus yang lebih baik dibanding perlakuan 0-2 ppm. Di antara konsentrasi SA yang diuji, pemberian SA pada konsentrasi 16 ppm pada media kultur jaringan anggrek rentan D. nindii menunjukkan dapat meningkatkan ketahanan tertinggi terhadap ORSV sampai 93,75%.

(2)

V. INDUCTION OF SYSTEMIC RESISTANCE OF ORCHID

AGAINST ODONTOGLOSSUM RINGSPOT VIRUS

USING SALICYLIC ACID

ABSTRACT

IRWAN LAKANI. Induction of Systemic Resistance of Orchid Against Odontoglossum Ringspot Virus Using Salicylic Acid. Supervised by GEDE SUASTIKA, NURHAJATI MATJJIK, and TRI ASMIRA DAMAYANTI.

Based on resistance test of several commercial orchids showed that most of tested orchids were susceptible against ORSV. To improve orchid resistance against ORSV, salicylic acid (SA) was used as systemic resistance inducer on susceptible D.nindii. Growth, incubation period, type of symptom, SA accumulation and phenylalanine ammonialyase (PAL) enzyme activity were observed. SA was added in tissue culture media with concentration at 0, 1, 2, 4, 8 and 16 ppm. The results showed that all concentration of SA had no adverse effect on plant growth parameter such as number of shoot, leaves, roots, roots length and plant height. It is indicated that SA in growth media did not influence plant growth. Incubation period of tested plants on SA at 1-4 ppm showed longer (5-11 days), in compared with SA at 8 and 16 ppm (4 days). SA treatment at 1 and 2 ppm caused systemic symptoms, while SA treatment at 4-16 ppm caused symptom limited only on inoculated leaves. Challenge inoculation of ORSV on test plants showed that the concentration at 4-16 ppm, ORSV failed to cause systemic infection and reduce the incidence, tremendously in compared with that of 0-2 ppm, respectively. The acumulation of SA and PAL are different in each treatment. SA at concentration 4-16 ppm on the first infection stage (6 hours after virus inoculation) could impede of virus replication better than SA treatment up to 2 ppm. Among SA concentration tested, the SA concentration at 16 ppm able to increased D. nindii resistance against ORSV infection up to 93,75%.

       

(3)

PENDAHULUAN

Infeksi virus merupakan salah satu masalah dalam budidaya tanaman anggrek di Indonesia maupun di belahan lain dunia. Di antara 50 jenis virus yang telah dilaporkan dapat menginfeksi tanaman anggrek, Odontoglossum ringspot virus (ORSV) dan Cymbidium Mosaic Virus (CymMV) merupakan virus yang banyak menginfeksi anggrek, termasuk dapat menginfeksi tanaman vanili (Wisler 1989; Zettler et al. 1990; Sherpa et al. 2004; Grisoni et al. 2004; Chang et al. 2005; Navalienskiene et al. 2005).

Di Indonesia, ORSV mungkin sudah ada beberapa tahun yang lalu, namun baru dilaporkan secara terperinci oleh Lakani et al. (2010) yang berhasil mendeteksi ORSV di sebagian besar sentra produksi anggrek di Indonesia. Penyebaran ORSV sudah meluas di Indonesia yang diduga terjadi melalui perdagangan komoditas anggrek secara internasional dan Indonesia belum memperhatikan CymMV dan ORSV sebagai ancaman penting. Padahal, kedua virus ini dapat mengancam plasma nutfah anggrek asli Indonesia

Infeksi ORSV dapat menyebabkan kehilangan hasil secara nyata dalam bisnis anggrek. Pengaruh negatif dari ORSV pada budidaya anggrek sudah banyak dilaporkan di beberapa negara penghasil anggrek di dunia (Zettler et al. 1990; Francki et al. 1985), diantaranya kualitas bunga anggrek menjadi sangat menurun akibat bercak bergaris coklat nekrosis (brown necrotic streak) (Eun et

al. 2002). Infeksi CymMV dan ORSV menyebabkan penurunan pertumbuhan

vigor dan berkurangnya ukuran bulb 2,7-50% pada jenis anggrek Cymbidium (Chung et al. 2010).

Tanaman anggrek diperbanyak secara vegetatif dengan kultur jaringan.

Di samping untuk perbanyakan tanaman, teknik kultur jaringan juga digunakan dalam proses transformasi genetik. Selain itu, teknik ini juga digunakan untuk menghasilkan tanaman haploid, digunakan untuk mendapatkan variasi somaklonal, dan melakukan hibrida somatik (Srivastava et al. 1999).

Teknik kultur jaringan tanaman anggrek selama ini adalah dengan kultur mata tunas dan biji, dimana dengan teknik ini masih memungkinkan virus ada dalam jaringan. Oleh karena itu, saat pemisahan untuk perbanyakan bibit dengan teknik ini menjadi periode kritis penularan dan penyebaran virus.

Salah satu upaya untuk menekan infeksi virus pada tanaman yang diperbanyak dengan kultur jaringan adalah dengan menginduksi ketahanan

(4)

sistemik tanaman. Induksi ketahanan merupakan suatu proses stimulasi ketahanan tanaman inang dengan menggunakan penginduksi dari luar (tanpa introduksi gen-gen baru). Beberapa penelitian melaporkan bahwa untuk menstimulasi terjadinya Systemic acquired resistance (SAR) dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa kimia sintetik yaitu salicylic acid (SA), 2,6-dichloroisonicotinic acid (INA), benzo(1,2,3) thiadiazole-7-carbothionic acid S-methylester (BTH), 3-allyloxy-1,2-benzisothiazole-1,1-dioxide(probenazole;PBZ), N-cyanomethyl-2-chloroisonicotin amide (NCI), dan 3-chloro-1-methyl-1H-pyrazole-5-carboxylic acid (CMPA) (Yasuda et al. 2006). Induksi ketahanan sistemik tanaman menyebabkan tanaman mampu mengaktifkan sistem ketahanan sistemiknya (tanaman yang diinduksi mampu menstimulasi mekanisme ketahanan alami yang dimiliki oleh inang) (Stomberg 1994).

Beberapa data menunjukkan bagaimana sinyal SAR ditranslokasikan ke seluruh tanaman dengan menambahkan secara in-vivo SA yang dilabel radioaktif pada tanaman tembakau dan mentimun. Setelah diinduksi dengan TMV pada tembakau dan TNV pada mentimun, SA ditranslokasikan keluar dari titik infeksi ke bagian daun yang tidak diinokulasi. Konsentrasi SA pada tembakau dan mentimun di daun yang tidak terinfeksi meningkat sebesar masing-masing 70% dan 50% setelah diinfeksi oleh TMV dan TNV. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi translokasi SA dari daun terinfeksi ke daun yang tidak terinfeksi, meskipun untuk dapat ditranslokasikan ke daun yang tidak terinfeksi tersebut dibutuhkan konsentrasi SA dalam jumlah tertentu (Ryals et al. 1996).

Akumulasi SA sangat diperlukan dalam induksi SAR. Untuk itu telah dieksplorasi senyawa-senyawa yang mampu memicu supaya SA terakumulasi di jaringan tanaman. Salah satu komponen yang telah diketahui mempunyai kemampuan tersebut adalah fucan oligosacharida (oligofucan). Daun tembakau yang diberi perlakuan dengan oligofucan secara lokal mampu menyebabkan SA terakumulasi dan mengekspresikan beberapa pathogenesis related (PR) protein, meskipun tanpa menimbulkan reaksi kematian sel. Oligofucan juga mampu menginduksi akumulasi SA dan PR-1 secara sistemik, yang keduanya merupakan dua penanda terjadinya SAR (Klarzynski et al. 2003).

Tanaman tembakau yang memiliki gen N yang resisten terhadap TMV memperlihatkan reaksi hipersensitif setelah diinokulasi virus. Reaksi hipersensitif diikuti oleh meningkatnya SA dan induksi SAR ke seluruh tanaman. Pada tanaman tersebut, TMV terlokalisir di sekitar lesio nekrosis. Penelitian

(5)

menggunakan green flourescent protein-tagged TMV(TMV.GFP) memperlihatkan bahwa sel hidup disekitar reaksi hipersensitif mengandung TMV selama periode waktu setelah terbentuk lesio. Hal ini mengindikasikan bahwa proses lain dari kematian sel membatasi penyebaran virus (Wright et al. 2000).

Tanaman tembakau transgenik genotipe NN, yang telah ditransformasi dengan gen salicylic hidroksilase, setelah diinokulasi TMV menyebabkan tidak terakumulasinya SA sehingga akibatnya tidak dapat membatasi penyebaran virus. Meskipun sel pada tanaman tersebut dapat selalu mengalami kematian sel (hipersensitif), tanaman memperlihatkan penyebaran nekrosis setelah inokulasi TMV. Hal ini menunjukkan bahwa akumulasi SA dibutuhkan untuk melokalisasi TMV (Wright et al. 2000). Pemberian aspirin (acetyl-SA) atau SA pada tembakau rentan menyebabkan besarnya penurunan akumulasi TMV dan kematian sel makroskopis keseluruhan. Hasil analisis pada jaringan tanaman yang diberikan SA dan diinfeksikan TMV menunjukkan jumlah TMV yang lebih rendah dibandingkan kontrol yang tidak diberikan SA dan diinfeksikan TMV. Demikian juga jumlah lesio yang terbentuk menunjukkan lebih sedikit dibandingkan kontrol (Murphy & Carr 2002). Menurut van Loon et al. (1998), SAR dikenali dengan adanya akumulasi SA dan PR-protein, dimana akumulasi SA bisa terjadi baik secara lokal maupun sistemik. Aplikasi SA eksogen juga dapat menginduksi ketahanan beberapa spesies tanaman.

Salah satu senyawa fenol yang sangat sederhana yaitu 2-hydroxybenzoic acid atau asam salisilat diketahui berperan penting sebagai molekul sinyal transduksi respon ketahanan tanaman untuk menginduksi SAR. SAR mampu meningkatkan ketahanan tanaman melawan infeksi patogen berspektrum luas. Biasanya agen penginduksi SAR adalah bahan kimia seperti SA atau patogen. Senyawa ini belum banyak digunakan pada media kultur jaringan. Penggunaan senyawa SA pada media kultur jaringan yang dikombinasikan dengan perlakuan SA dan termoterapi berhasil mengeliminasi Potato virus X (PVX) pada umbi mikro kentang. Umbi mikro yang diberi perlakuan SA dengan konsentrasi 10-5 M mampu meningkatkan toleransi tanaman terhadap pemanasan hingga 42 oC selama 30 hari. Toleransi terhadap pemanasan ini menyebabkan PVX dapat dieliminasi (Lopez-Delgado et al. 2004). Penggabungan teknik kultur jaringan dan induksi ketahanan diharapkan dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap infeksi virus dan dapat mengurangi tingkat penyebaran virus. Sehingga

(6)

dengan cara ini akan dapat dihasilkan tanaman dalam jumlah banyak yang lebih tahan terhadap penyakit.

Berdasarkan pengujian respon ketahanan anggrek terhadap infeksi virus, diketahui bahwa anggrek D. nindii termasuk anggrek yang sangat rentan terhadap infeksi ORSV. Namun demikian, karena jenis anggrek ini sangat digemari konsumen, maka banyak dikembangkan dibeberapa pembibitan tanaman anggrek di Jawa. Pada penelitian ini, ketahanan tanaman anggrek D. nindii terhadap infeksi ORSV dicoba untuk ditingkatkan melalui pemberian SA pada media kultur jaringan.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh pemberian asam salisilat pada media perakaran kultur jaringan terhadap pertumbuhan plantlet anggrek.

2. Menguji kemampuan SA dalam meningkatkan ketahanan anggrek rentan D.nindii terhadap infeksi ORSV.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah proses penyusunan instrumen yang mengacu pada indikator- indikator efektivitas penggunaan sistem informasi akuntansi yang dijelaskan pada tabel III.4 dengan skala

Yamaha Mahkota III Pekanbaru merupakan salah satu dealer dari dua dealer Yamaha yang ada di Kecamatan Marpoyan Damai Pekanbaru, dengan melihat peluang usaha

Dalam penelitian ini terlihat bahwa ada beberapa variabel yang secara signifikan berhubungan dengan kelelahan kerja pada perawat yaitu stres kerja, beban kerja,

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan apakah ada perbedaan signifikan antara kemampuan menceritakan kembali di kelas sebelas SMA N 1 Jekulo Kudus di

Rizik za razvoj nasilja predstavljaju one obitelji u kojima roditelji imaju negativan odnos s djetetom, slabu komunikaciju, odbijaju dijete, ne nadgledaju ga, ne

Penerapan Undang-undang No.6 Tahun 2014 tersebut salah satu peningkatan yang berubah Di desa Majannang terjadi keserasian laju pembangunan di Desa Majannang dalam hal

To je ena izmed pomembnih privlačnosti za Ptujsko jezero, saj jasni dnevi pritegnejo veliko več obiskovalcev in tudi ponudba aktivnosti na in ob jezeru je tako lahko bolj

Dengan melihat hasil tabel diatas, maka nilai R-squared untuk semua seri harga terlihat bahwa model AR(1)MA(1) cukup bagus karena memiliki nilai 0.958673, yang mana