• Tidak ada hasil yang ditemukan

Widya Sandhi : ISSN Volume 6. Nomor 1. Mei 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Widya Sandhi : ISSN Volume 6. Nomor 1. Mei 2015"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Ketut Yuniati, Ziti Zaenab,I Wayan Suadnya : Komunikasi Ritual Dalam Tradisi Perang Topat Di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat 787-800

787

KOMUNIKASI RITUAL DALAM TRADISI PERANG TOPAT DI TAMAN LINGSAR KABUPATEN LOMBOK BARAT

1)

Ketut Yuniati, 2)Ziti Zaenab, dan 3)I Wayan Suadnya

1)

Program Studi Ilmu Komunikasi Hindu

Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram

2),3)

Dosen Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Hindu STAHN Gde Pudja Mataram

Diterima : 20 Januari 2015 Direvisi : 10 Maret 2015 Disetujui : 22 Maret 2015 Abstract

Communication from ritual perspective with regard to the activities of sharing, participating, gathering, friendship and ownership of the same belief. In general, people who have the same religious thought will do the same rituals and to gather in the same group. But in Lombok West Nusa Tenggara, especially in Lingsar, there is ritual, performed by two different ethnics and religious that called perang topat tradition. Perang topat is the realization of cultural heritage practices carried out by the Islamic Sasak ethnic communities and society Wetu telu Balinese are Hindu.

It is interesting to study because it shows how the tradition of ritual communication perang topatconducted by two different ethnicities and religions. The research was conducted in Lingsar Park West Lombok. Issues raised in this research are form of communication regarding ritual, ritual communication function and meaning of ritual communication in perang topat tadition. This study is a qualitative research and the data was with data collected through interviews, direct observation and documentation. While the theoretical basis used are communicative action theory, cultural identity,symbolic interaction and theory of sense.

The results of this study indicate that form of ritual communication in the tradition of the perang topat are group communication both verball and non-verball. The function of ritual communication in perang topat traditionare function as a unifying bridge, as a function of cultural preservation and cultural identity. While the meaning found in the tradition of ritual communication perang topat is the meaning of togetherness and a sense of satisfaction.

Keywords: Ritual communication, perang topat tradition, form, function, meaning

PENDAHULUAN

Tradisi perang topat merupakan realisasi praktik budaya warisan leluhur yang dilaksanakan oleh masyarakat etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan masyarakat etnis Bali yang beragama Hindu. Tradisi perang topat merupakan salah satu tradisi yang sarat dengan kearifan budaya lokal, karena kandungan isi dari even ini sarat dengan sakralisme yang kuat. Hubungan dengan Tuhan antara dua keyakinan Islam dan Hindu tetap mendominasi, tanpa saling mempengaruhi satu sama lain.

(2)

Ketut Yuniati, Ziti Zaenab,I Wayan Suadnya : Komunikasi Ritual Dalam Tradisi Perang Topat Di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat 787-800

788

Perang topat merupakan wujud hubungan denganTuhan, leluhur serta

hubungan antar manusia, yang memiliki esensi, yakni mewujudkan rasa syukur kehadapan Tuhan atas kemakmuran yang dianugrahkan serta persatuan dengan adanya hubungan antar dua budaya yang menyebabkan terjadinya rasa persaudaraan antara umat Muslim dengan Hindu.

Dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa dalam rangkaian ritual tradisi perang topatterdapat praktek komunikasi didalamnya, salah satunya adalah komunikasi ritual.Komunikasi dalam perspektif ritual, berkaitan dengan kegiatan berbagi, berpartisipasi, berkumpul, dan bersahabat dan kepemilikan akan keyakinan yang sama. Secara umum orang-orang yang mempunyai pemikiran keagamaan yang sama akan melakukan ritual keagaman yang sama dan akan berkumpul dalam kelompok yang sama. Namun dalam tradisi perang topat, terdapat dua etnis dan agama yang berbeda berkumpul melaksanakan tradisi ini.Ritual merupakan cara untuk menyampaikan sesuatu,dalam hal ini ritual dalam tradisi perang topat merupakan media komunikasi yang menghubungkan manusia dengan yang gaib atau Tuhan dan sebagai media komunikasi antara etnis Sasak Islam penganut Wetu teludan etnis Bali beragama Hindu.

Terkait dengan hal tersebut, persoalan yang muncul adalah bagaimana pelaksanaan komunikasi ritual dalam kaitannya dengan tradisi perang topat yang dilaksanakan oleh dua etnis dan agama yang berbeda yaitu etnis Sasak Islam penganut

Wetu Teludan etnis Bali yang beragama Hindu, apakah masih sesuai dengan esensi dari

pelaksanaan tradisi perang topat? ataukah sudah berubah?. Bertolak dari pemikiran tersebut diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk, fungsi dan makna komunikasi ritual dalam tradisi perang topat di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh kejelasan tentang komunikasi ritual dalam kehidupan beragama, sehingga komunikasi tersebut dapat dipahami dan dideskripsikan, sebagai aspek kebersamaan yang dilaksanakan oleh etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan etnis Bali beragama Hindu dalam tradisi perang topat di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat. Sedangkan mamfaat dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai suatu pelajaran yang berharga tentang perlunya memahami kontek komunikasi ritual yang terjadi disekitar kita, Sehingga bertindak dan berprilaku sesuai dengan makna dan tujuan komunikasi ritual, khususnya komunikasi ritual dalam tradisi perang topatdi Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat.

(3)

Ketut Yuniati, Ziti Zaenab,I Wayan Suadnya : Komunikasi Ritual Dalam Tradisi Perang Topat Di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat 787-800

789

PEMBAHASAN

BENTUK KOMUNIKASI RITUAL DALAM TRADISI PERANG TOPAT DI TAMAN LINGSAR KABUPATEN LOMBOK BARAT

Dalam pandangan ritual, komunikasi tidak secara langsung diarahkan untuk menyebarluaskan pesan dalam suatu waktu.Komunikasi yang dibangun juga bukanlah sebagai tindakan untuk memberikan informasi melainkan untuk merepresentasi atau menghadirkan kembali kepercayaan-kepercayaan bersama.Pola komunikasi yang dibangun dalam pandangan ritual adalah upacara sakral atau suci(sacred ceremony) dimana setiap orang secara bersama-sama bersekutu dan berkumpul (fellowship and

commonality) Carey (1992:18).Senada dengan hal ini, Couldry (2005:15) menambahkan

pola komunikasi dalam perspektif ritual bukanlah si pengirim (komunikator) mengirimkan suatu pesan kepada penerima (komunikan), namun sebagai upacara suci dimana setiap orang ikut mengambil bagian secara bersama dalam bersekutu dan berkumpul. Dalam pandangan ritual, yang lebih dipentingkan adalah kebersamaan masyarakat dalam melakukan doa, bernyanyi dan seremonial. Dalam hal ini komunikasi ritual di wujudkan dalam bentuk materi seperti tarian, permainan, doa bersama dan pertunjukkan.

Dalam penelitian ini komunikasi yang terjadi adalah antara sesama etnis maupun antar etnis yakni etnis Sasak Islam Penganut Wetu Telu dan etnis Bali beragama Hindu yakni pada saat mulai dari proses persiapan, pembukaan atau penaek gawe, upacara inti yakni perang topat sampai dengan upacara penutupan atau beteteh. 1) Pada saat proses persiapan komunikasi yang terjadi berkaitan dengan teknis pelaksanaan tradisi perang

topat adalah adanya proses komunikasi awal dengan mengadakan rapat terlebih dahulu

sebelum pelaksanaan tradisi perang topat selain itu adanya kegiatan pembersihan dan pemasangan abah-abah. 2) Pembukaan atau Penaek Gawe komunikasi yang terjadi pada saat upacara mendak, mendakKebon Odeq dan Murwe Daksine memakai Kebo atau Koaq. 3)Pada upacara inti yakni perang topat komunikasi yang terjadi pada saat

nampah Koaq, membuat pesaji menata sesaji, nyerahang topat, mendak pesaji,

ngaturang pesaji dan perang topat. 4) pada saat upacara penutupan atau beteteh komunikasi yang terjadi pada saat upacara beteteh ke Sarasute.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa bentuk komunikasi dalam prespektif ritual yang terdapat dalam tradisi perang topat adalah bentuk komunikasi kelompok baik yang dilakukan secara verbal maupun nonverbal. Komunikasi verbal diwujudkan dalam

(4)

Ketut Yuniati, Ziti Zaenab,I Wayan Suadnya : Komunikasi Ritual Dalam Tradisi Perang Topat Di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat 787-800

790

bentuk rapat dan komunikasi antar pribadi sedangkan komunikasi nonverbal diwujudkan dalam bentuk seperti tarian, pertunjukan, doa dan permainan.

Komunikasi secara verbal dapat dilihat dari komunikasi yang terjadi berkaitan dengan teknis pelaksanaan tradisi perang topat adalah adanya proses komunikasi awal dengan mengadakan rapat. Rapat disini adalah untuk mencapai suatu kesepakatan tentang pelaksanaan tradisi ini.Komunikasi secara verbal juga dapat dilihat dari komuniksi antar pribadi.Seperti percakapan yang dilakukan pada saat pelaksanaan tradisi perang topat ini yang dilakukan oleh dua atau tiga orang baik sesama etnis maupun berbeda etnis yang menggunakan bahasa Indonesia, Sasak maupun Bali.Dalam komunikasi ini tidak dapat ditentukan mana komunikator maupun komunikan karna dalam percakapan tersebut terjadi komunikasi timbal balik yakni masing-masing pelaku komunikasi bisa menjadi komunikan maupun komunikator.Komunikasi antar pribadi yang di lakukan secara verbal antara kedua etnis ini tampak berlangsung dengan epektif, karna mengunakan bahasa yang sama yang dimengerti oleh kedua belah pihak, sehingga pesan yang disampaikan antara kedua etnis bisa diterima dengan baik.

Sedangkan komunikasi secara nonverbal dapat ditemukan pada prosesi pelaksanaan tradisi perang topat yakni pada saat persiapan sampai upacara penutupan atau beteteh. 1) pada persiapan adanya kegiatan pembersihan dan pemasangan abah-abah. Aktivitas ini merupakan bentuk komunikasi secara nonverbal yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa sedang ada persiapan upacara. 2) pada saat Pembukaan atau Penaek Gawe adanya upacara mendak, mendak Kebon Odeq dan Murwe Daksine memakai Kebo atau Koaq. Aktivitas ini merupakan bentuk komunikasi nonverbal yang diwujudkan dalam bentuk pertunjukkan dan doa bersama yang digunakan untuk menyampaikan pesan yakni mendak sebagai simbol bersatunya Bali dan Lombok, sedangkan mendakKebon Odeq dan Murwe Daksine mekai Kerbauatau Koaq sebagai simbol menghaturkan rasa hormat kehadapan leluhur. 3) pada upacara inti yakni perang topat bentuk komunikasi nonverbal seperti NampahKoaq yang artinya menyembelih kerbau, membuat pesaji yakni membuat dan menata sesaji, nyerahang topat yaitu menyerahkan ketupat, mendak pesaji yaitu mejemput sesaji, ngaturang pesaji yaitu mempersembahkan sesaji, dan perang topat yaitu perang dengan mengunakan media ketupat. Semua adalah bentuk komunikasi yang dilakukan secara nonverbal yang diwujudkan dalam bentuk tarian dan pertunjukkan.terkecuali mebuat pesaji dan menata pesaji ini, adalah bentuk komunikasi ritual dalam pandangan sakral

(5)

Ketut Yuniati, Ziti Zaenab,I Wayan Suadnya : Komunikasi Ritual Dalam Tradisi Perang Topat Di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat 787-800

791

atau suci karna kegiatan ini dilakukan oleh kaum wanita yang sudah tidak haid atau sedang tidak haid. 4) pada saat upacara penutupan atau beteteh, aktivitas ini merupakan bentuk komunikasi nonverbal yang diwujudkan dalam bentuk doa bersama, pertunjukkan dan tarian yang menyampaikan pesan bahwa berakhirnya rangkaian prosesi perang topat dan mengembalikan tamu-tamu Agung.

Dari bentuk komunikasi yang dilakukan secara nonverbal tersebut di atas bahwa segala aktivitas dalam taradisi perang topat merupakan interaksi antara etnis Sasak Penganut Wetu telu dan etnis Bali beragama Hindu, interaksi terjadi karena adanya komunikasi.Jadi sangatlah jelas bahwa bentuk komunikasi ritual yang terdapat dalam tradisi perang topat di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat adalah bentuk komunikasi kelompok baik secara verbal maupun nonverbal. Secara verbal bentuk komunikasi diwujudkan dalam bentuk rapat dan komunikasi antar pribadi sedangkan bentuk komunikasi kelompok secara nonverbal diwujudkan dalam bentuk tarian, doa bersama, pertunjukan, dan permainan. Dalam pandangan ritual, yang lebih dipentingkan adalah kebersamaan masyarakat dalam melakukan doa, bernyanyi dan seremonial. Demikian pula dalam pelaksanaa tradisi perang topat, adanya kebersamaan masyarakat dalam melakukan seremonial serta pola komunikasi yang dibangun dalam ritual tradisi perang topat ini adalah upacara sakral atau suci (sacred ceremony) dimana etnis Sasak dan Bali secara bersama-sama bersekutu dan berkumpul dalam pelaksanaan tradisi ini.

FUNGSI KOMUNIKASI RITUAL DALAM TRADISI PERANG TOPAT DI TAMAN LINGSAR KABUPATEN LOMBOK BARAT

Komunikasi ritual merupakan salah satu bagian dari fungsi komunikasi.Sebagai salah satu fungsi komunikasi, komunikasi ritual dijelaskan oleh Mulyana (2005:25) sebagai penegasan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, komunitas, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama mereka. Demikian pula pada tradisiperang topat, didefinisikan sebagai kegiatan simbolis yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, berisikan kepercayaan, menegaskan, serta menghubungkan diri dengan kepercayaan mereka, dan mengembangkan identitas. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa fungsi komunikasi ritual dalam tradisi perang topat adalah fungsi komunikasi ritual sebagai jembatan pemersatu, sebagai pelestarian budaya dan sebagai identitas budaya.

(6)

Ketut Yuniati, Ziti Zaenab,I Wayan Suadnya : Komunikasi Ritual Dalam Tradisi Perang Topat Di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat 787-800

792

Fungsi Jembatan Pemersatu

Secara historis diketahui bahwa telah terjalin hubungan antar kedua etnis yang bermukim di Desa Lingsar.Hubungan ini berlangsung sejak zaman Kerajaan Karang asem (Bali) di Lombok, masa colonial Belanda dan masa kemerdekaan Indonesia.Hubungan erat antar kedua etnis ini pada awalnya diciptakan oleh para penguasa (Raja) sebagai strategi politik yang tidak lepas dari aspek relegius ekonomi dan kekerabatan.Strategi ini sengaja diciptakan demi menanamkan serta memperkokoh kekuasaan raja, mempersatukan etnis Sasak khusunya penganut Wetu Telu dan etnis Bali.Salah satu bentuk nyata dari strategi ini adalah pelaksanaan tradisi perang topat yang berkaitan erat dengan mata pencaharian (ekonomi) terutama dibidang pertanian sawah.

Dari hasil penelitian misi dari diadakannya upacara perang topat ini adalah sebagai pemersatu antara Bali dan Lombok. Bila dilihat dari bangunan Pura didirikan berdampingan dengan Kemaliq.Bila lihat dengan arah menghadap Gunung Rinjani (ke utara) maka Kemaliq berada disebelah kanan, sedangkan Pura ada disisi kiri.Bila dilihat menghadap Gunung Agung di Bali maka posisinya adalah sebaliknya.Ini mempunyai misi mempersatukan roh-roh gaib di Gunung Rinjani (Bali) dan roh-roh gaib di Gunung Agung (Bali).Oleh karenannya Pura di lingsar diwujudkan dalam tiga bentuk.Pertama Pura Bhatara di Gunung Rinjani, kedua pura Bahatara di Bukit (tengah) dan yang ketiga Pura Bhatara di Gungun Agung.Kesatuan wujud bangunan ini secara batin bertujuan untuk mempersatukan masyarakat Sasak dan Bali.Dalam upacara Pujawali yang menjadi inti adalah upacara tradisi perang topat.Pada pelaksanaan upacara ini yang mpunya kerja adalah Kemaliq, sedangkan Pura adalah tamu agungnya.Menurut keyakinan umat Hindu mereka berupacara untuk menghormati Bhatara Gde lingsar.Sedangkan menurut keyakinan etnis Sasak mereka berupacara untuk menghormati dan mentaati wasiat dari Datu Wali Milir.Sebutan Datu Wali Milir dan Bhatara Gde lingsar ini mempunyai pengertian yang satu yakni Raden Mas Sumilir.

Selain hal tersebut bahwa yang datang untuk melaksanakan upcara perang topat tidak hanya orang Lingsar tetapi mereka datang dari jauh seperti Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur. Masyarakat yang datang dari berbagai tempat ke Pure Lingsar khususnya Kemaliq dengan tujuan ikut melaksanakan tradisi perang topat yang diyakini akan mendatangkan kemakmuran dan kesuburan, namun dibalik itu disadari atau tidak mereka datang karena memiliki suatu perasaan yang sama, kepentingan yang

(7)

Ketut Yuniati, Ziti Zaenab,I Wayan Suadnya : Komunikasi Ritual Dalam Tradisi Perang Topat Di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat 787-800

793

sama, dan saling memerlukan satu sama lain. Perasaan-perasaan itulah yang tidak disadari dapat memperkuat dan memperkokoh tali persaudaraan diantara mereka.

Dengan demikian adanya perasaan yang sama, tujuan yang sama dan kepentingan yang sama akan dapat mepersatukan anggota-anggota komunitas, dan yang mendasari ini semua adalah adanya komunikasi yang baik diantara kedua etnis. Jadi dapat dikatakan bahwa komunikasi ritual dalam tradisi perang topat di Taman Lingsar Kabupaten lombok Barat ini adalah sebagai jembatan pemersatu baik sesama etnis maupun antar etnis.

Fungsi Pelestarian Budaya

Pentingnya pelestarian kebudayaan lokal yang diwujudkan dalam upacara ritual di setiap daerah juga menunjukkan bahwa setiap suku bangsa di negeri tercinta ini memiliki karakter yang khas sebagai dasar bertindak dan beraktivitas untuk pengembangan diri ke depan. Oleh karenanya, pihak-pihak yang berkompeten secara terpadu perlu memerhatikan keberadaan dan keberlangsungnya supaya tidak menjadi punah.

Kebudayaan diciptakan dan dipertahankan melalui aktivitas komunikasi para individu anggotanya.Secara kolektif, perilaku mereka secara bersama-sama menciptakan realita (kebudayaan) yang mengikat dan harus dipatuhi oleh individu.Sendjaja. (1994:286). Hal senada juga diuangkapkan Lasswell (1960:118) fungsi komunikasi dalam masyarakat yakni the transmission of the social heritage from

one generation to the next. Dengan demikian dapat dikatakan kebudayaan dirumuskan,

dibentuk, ditransmisikan dan dipelajari melalui komunikasi.Jadi dapat dikatakan bahwa fungsi komunikasi adalah sebagai alat untuk mensosialisasikan nilai-nilai budaya kepada masyarakatnya.

Demikian pula komunikasi ritual dalam tradisi perang topat yang berfungsi sebagai sarana transmisi budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dari hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa ketika tradisi perang topat ini dilangsungkan, secara tidak langsung terjadi proses pembelajaran dari generasi tua yang umumnya sebagai pelaku kegiatan ini kepada generasi muda. Berdasarkan observasi pada saat prosesi upacara tradisi perang topat banyak kaum muda yang terlibat bahkan anak- anak.Salah satunya dapat kita lihat dari prosesi mendak, barisan terdepan yakni tari Baris dan tari Teleq di bawakan oleh para remaja dan anak-anak, begitu juga dengan pembawa Payung Agung. Ini berarti telah terjadi proses pewarisan dari generasi tua

(8)

Ketut Yuniati, Ziti Zaenab,I Wayan Suadnya : Komunikasi Ritual Dalam Tradisi Perang Topat Di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat 787-800

794

kepada generasi muda dalam hal ini terjadi proses pembelajaran secara ilmiah yang terjadi dalam prosesi tradisi ini.

Dari hasil wawancara beberapa informan juga menunjukkan bahwa masyarakat yang datang untuk menghadiri upacara perang topat ini juga beragam mulai dari orang tua, orang dewasa sampai anak-anak, tradisi perang topat merupakan salah satu upacara yang diterima dan diwariskan dari generasi sebelumnya secara turun-temurun. Jadi dapat dipahami ketika suatu kelompok masyarakat telah mewariskan tradisinya secara turun temurun, maka berarti kelompok tersebut telah melakukan usaha atau perjuangan untuk memepertahankan serta melestarikan tradisinya. Demikian pula dalam proses pewarisan tradisi perang topat ini sebagai salah satu nilai sosial yang dipelihara masyarakat etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan etnis Bali beragama Hinduberlangsung secara alamiah. Tidak terjadi prosespembelajaran secara khusus dalam melakukan tradisi ini. Dengan demikian, bila generasi tua sekarang ini telah tiada maka generasi muda yang ada saat inilah yang akan menggantikan untuk melaksanakan tradisi ini, sehingga tradisi ini tidak akan pernah punah.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komunikasi ritual dalam tradisi perang topat berfungsi sebagai pelestarian budaya, karna manifestasi budaya tidak akan dapat ditransmisikan tanpa komunikasi. Hal senada diungkapkan oleh Fiske (2010:221) yang menyatakan bahwa komunikasi menjadi sentral bagi keberlangsungan kehidupan budaya tanpa komunikasi kebudayaan jenis apapun akan mati. Jadi dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi komunikasi ritual dalam tradisi perang topat di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat adalah untuk pelestarian budaya dan juga untuk melakukan revitalisasi budaya (penguatan).

Fungsi Identitas Budaya

Tradisi perang topat merupakan sarana komunikasi yang penting untuk membangun, memberdayakan, dan pengakuan suatu identitas budaya.Dari hasil obsevasi menunjukkan bahwa tradisi perang topat merupakan wujud budaya yang mencerminkan ciri kebudayaan Lombok. Hal tersebut dapat teridentifikasi dari proses pelaksanaannya, seperti menyiapkan sesajen yang terdiri dari aneka makanan dan buah yang yang mencerminkan bumi dan segala isinya yang disebut Kebon Odeq. Selain itu, pencerminan jati diri tersirat dari pelaksanaan tradisi ini adalah adanya rasa kebersamaan, gotong royong atau bekerjasama untuk mencapai satu tujuan yang sama,

(9)

Ketut Yuniati, Ziti Zaenab,I Wayan Suadnya : Komunikasi Ritual Dalam Tradisi Perang Topat Di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat 787-800

795

yakni untuk mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan hidup, walaupun mereka berasal dari etnis dan agama yang berbeda.

Menurut Larry A. Samovar, Richard E. Porter dan Edwin R. McDaniel dalam Samovar (2006:56), identitas budaya merupakan karakter khusus dari sistem komunikasi kelompok yang muncul dalam situasi tertentu. Diverse groups can create a cultural system of symbols used, meanings assigned to the symbols, and ideas of what is considered appropriate and inappropriate. When the groups also have a history and begin to hand down the symbols and norms to new members, then the groups take on a cultural identity. Cultural identity is the particular character of the group communication system that emerges in the particular situation.

Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami ketika suatu kelompok masyarakat telah mewariskan simbol-simbol dan norma-norma secara turun temurun, maka berarti kelompok tersebut telah memiliki identitas budaya. Demikian juga halnya dengan tradisi perang topat, dari hasil wawancara dengan beberapa informan menunjukkan bahwa tradisi ini merupakan tradisi yang telah diteruskan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh masyarakat Lingsar khususnya etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan etnis Bali beragama Hindu sehingga menjadi ciri budaya dari orang Lombok khususnya masyarakat Lingsar. Dapat dikatakan bahwa hal ini sebagai usaha atau perjuangan untuk memepertahankan serta melestarikan tradisi ini sebagai simbol identitas budaya. Sehingga dapat dikatakan bahwa tradisi perang topat ini termasuk pada bentuk identitas budaya. Ciri budaya ini jugalah yang kemudian memiliki peran tertentu dalam interaksi orang Sasak dengan orang Bali yang berbeda latar belakang agama dan budaya.

Perang topat adalah perang dengan menggunakan media berupa ketupat yang terbuat dari beras yang telah dimasak yang merupakan ungkapan rasa syukur kehadapan Tuhan atas kemakmuran yang dianugrahkan sekaligus menggambarkan keharmonisan, toleransi yang tinggi antar dua penganut keyakinan yang berbeda di Pulau Lombok. Tradisi perang topat sebagai identitas budaya merupakan bagian dari suatu tradisi daerah yang mencirikan budaya pulau Lombok.Tradisi perang topat berkembang sesuai dengan peradaban suatu masyarakat yang humanis. Tradisi yang diadakan oleh masyarakat etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan etnis Bali beragama Hindu ini diyakini dan dianggap memiliki kekuatan tersendiri dalam masyarakat untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan Tuhan, leluhur serta

(10)

Ketut Yuniati, Ziti Zaenab,I Wayan Suadnya : Komunikasi Ritual Dalam Tradisi Perang Topat Di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat 787-800

796

hubungan antar manusia serta alam. Kebudayaan yang bertongak pada peradaban membentuk identitas sebuah bangsa.Identitas budaya inilah yang menjadi landasan untuk memperkokoh karakter suatu peradaban.

MAKNA KOMUNIKASI RITUAL DALAM TRADISI PERNG TOPAT DI TAMAN LINGSAR KABUPATEN LOMBOK BARAT

Komunikasi ritual yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komunikasi yang dibangun berkaitan erat dengan aktivitas perayaan yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh warga yakni etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan etnis Bali beragama Hindu dalam tradisi perang topat. Jadi yang diutamakan di sini adalah kebersamaan antara kedua etnis dalam melaksanakan tradisi ini.Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa makna komunikasi ritual dalam tradisi perang topat adalah makna kebersamaan dan makna kepuasan rasa.

Makna Kebersamaan

Sebuah kebersamaan menjadi suatu hal penting dalam membina sebuah hubungan. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Begitu pula halnya dengan masyarakat etnis Sasak dan etnis Bali di Lingsar.Interaksi antara kedua etnis yakni etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan etnis Bali beragama Hindu merupakan suatu fenomena sosial yang dapat dilihat dalam prosesi upacara tradisi perang topat. Keterlibatan kedua etnis dari yang tua, remaja sampai dengan anak-anak, merupakan bentuk kebersamaan yang solid yang patut dipertahankan dalam setiap aktivitas lain.

Hasil observasi juga menunjukkan bahwa kebersamaan masyarakat etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan etnis Bali Hindu dalam aktivitas pelaksanaan tradisi perang topat, dapat dilihat mulai dari proses persiapan sampai peneutupan selalu dilaksanakan secara bersama-sama oleh ke dua etnis. Salah satunya dapat dilihat pada saat pelaksanaan perang topat berlangsung, yang menjadi penanda lempar ketupat dimulai adalah suara ku-kul (kentongan) yang bertalu-talu, dan berhenti saat suara kul-kul (kentongan) berhenti.Ini merupakan simbol atau tanda yang telah disepakati bersama oleh para peserta perang topat. Sementara media yang digunakan sebagai alat perang adalah ketupat, ketupat merupakan simbol dari kesuburan atau kemakmuran. Simbol-simbol ini merupakan simbol yang telah disepakati secara bersama sehingga tradisi ini dapat dilaksanakan secara bersama-sama.

(11)

Ketut Yuniati, Ziti Zaenab,I Wayan Suadnya : Komunikasi Ritual Dalam Tradisi Perang Topat Di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat 787-800

797

Proses interaksi sosial dalam berbagai peristiwa senantiasa melibatkan banyak orang, simbol, situasi bersama diantara mereka, sehingga setiap tindakan memiliki makna baik terhadap dirinya maupun bagi orang lain. Tegasnya, jika proses yang berlangsung menurut kehendak, motivasi, tujuan dan kepentingan bersama, maka keseluruhan tindakannya merupakan manifestasi dari konsep kehidupan sosial budaya.Jadi dapat dikatakan bahwa tanpa ada niat yang sama, hati yang sama tujuan yang sama dan pikiran yang sama tradisi ini tidak mungkin bisa terwujud, tanpa adanya kebersamaan persepsi tidak mungkin membangun visi yang sama. Tanpa adanya visi yang sama tidak mungkin ada misi bersama membangun kebahagiaan bersama.

Sementara hasil wawancara juga menunjukkan dengan dilaksanakannya tradisi perang topat ini dapat menciptakan kerukunan dan memupuk kebersamaan diatara kedua etnis. Terciptanya kerukunan dan kebersamaan antar kedua etnis ini dalam melaksanakan tradisi ini dilatar belakangi oleh adanya komunikasi yang efektif selama ini dan kesamaan idiologi yang berlaku pada waktu relatif sama. Keinginan untuk mensukseskan proses upacara perang topat di Taman Lingsar inilah yang menuntut adanya kerjasama dan komunikasi diantara kedua etnis.

Dengan demikian secara tidak langsung segenap anggota masyarakat etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan etnis Bali Hindu yang terlibat dalam pelaksanaan tradisi perang topat telah menerapkan komunikasi ritual dalam melaksanakan ritual ini. Komunikasi inilah yang sesungguhnya mampu menumbuhkan rasa kebersamaan dan solidaritas diantara anggota masyarakat etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan etnis Bali Hindu yang ada di Lingsar.sehingga dapat dikatakan salah satu makna komunikasi ritual dalam tradisi perang topat ini adalah makna kebersamaan.

Makna Kepuasan Rasa

Kepuasan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai.Sebuah kepuasan juga bisa didefinisikan sebagai persepsi terhadap sesuatu yang telah memenuhi harapannya. Oleh karena itu, seseorang tidak akan puas apabila mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi. Seseorang akan merasa puas jika persepsinya sama atau lebih besar dari yang diharapkan Irawan (2003:134).

Dalam menentukan kepuasan setiap orang merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. Hal ini terjadi karena setiap orang memiliki cara tersendiri dalam memaknai kepuasan. Konsep mengenai kepuasan hampir berbeda disetiap budaya yang ada,

(12)

Ketut Yuniati, Ziti Zaenab,I Wayan Suadnya : Komunikasi Ritual Dalam Tradisi Perang Topat Di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat 787-800

798

penyebabnya adalah adanya perbedaan nilai-nilai yang dianut setiap masyarakatnya sehingga setiap orang mampu memaknai kepuasan sesuai dengan nilai yang dianutnya.Beberapa orang menilai kepuasan dari tingkat kesejahteraan hidupnya, sedangkan yang lainnya menilai kepuasan berdasarkan hubungan sosial yang dijalinnya.Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep kepuasan itu sendiri sifatnya sangat subyektif, tergantung dari individu yang memaknainya.

Dari hasil wawancara menunjukkan bahwa dari sistem kepercayaan etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan etnis Bali beragama Hindu percaya dengan adanya kekuatan gaib, percaya akan adanya kekuatan supranatural. Kepercayaan-kepercayaan inilah yang diaktualisasikan dengan melaksanakan ritual tradisi perang topat.untuk melaksanakan ritual tersebut diperlukan alat-alat dan perlengkapan upacara. Melalui perlengkapan upacara inilah mereka mengungkapkan emosi, perasaan mereka. Dengan melaksanakan tradisi perang topat ini didasari dan dipercayai oleh masyarakat etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan Bali Hindu akan mendatangkan hujan yang dapat memberi kemamuran dan mereka terbebas, merasa teratasi dari rasa takut akan sangsi-sangsi yang akan menimpa sesuai dengan sistem kepercayaan mereka. Sedangkan dari hasil observasi jika dilihat dari ekspresi wajah para pelaku perang topat, di sana nampak hanya ada rasa kebahagiaan setelah melaksanakan tradisi ini, walaupun mereka terkena lemparan ketupat bahkan ada yang kena telur busuk, namun tidak ada ekspresi marah diwajah mereka.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan rasa dengan keyakinan seseorang akan agamanya, kekuatan hubungan seseorang dengan Tuhannya, ibadah, serta partisipasi dalam kegiatan keagamaan. Hal ini dapat terjadi karena pengalaman religius ataupun kepercayaan yang dimiliki seseorang membuat seseorang memiliki perasaan bermakna dalam kehidupannya. Agama atau religi juga mampu memenuhi kebutuhan sosial seseorang melalui kegiatan agama yang dilakukan secara bersama-sama ataupun karena berbagi nilai dan kepercayaan yang sama. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan tradisi perang topat di Taman Lingsar yang dilakukan oleh masyarakat etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan Bali Hindu dapat membuat kedua etnis tersebut menjalin hubungan pertemanan dengan anggota lainnya, sehingga dengan pelaksanaan tradisi ini dapat membuat diri seseorang merasa bahwa ia menjadi bagian kelompok orang yang memegang nilai dan kepercayaan yang sama.

(13)

Ketut Yuniati, Ziti Zaenab,I Wayan Suadnya : Komunikasi Ritual Dalam Tradisi Perang Topat Di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat 787-800

799

Dapat disadari bahwa masyarakat etnis Sasak Islam penganut Wetu Telu dan Bali Hindu masih tetap melaksanakan tradisi perang topat ini karna disadari betul dan dipercayai akan dapat mengatasi krisis-krisis yang mereka hadapi dalam menjalani kehdiupan mereka. Dengan melaksanakan tradisi ini mereka akan merasa terbebas dari rasa takut, sehingga mereka merasa tenang dan senang karena telah melaksanakan kewajiban. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelaksanaan tradisi ini akan menimbulkan perasaan tenang dan senang, rasa senang inilah yang akan menimbulkan rasa puas, karna kepuasan akan dirasakan apabila telah menikmati sesuatu dengan perasaan senang.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai komunikasi ritual dalam tradisi perang topat di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Bentuk komunikasi ritual dalam tradisi perang topatdi Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat yaitu bentuk komunikasi kelompok yang dilakukan baik secara verbal maupun nonverbal. Pada bentuk komunikasi secara verbal diwujudkan dalam bentuk rapat dan komunikasi antar pribadi sedangkan komunikasi nonverbal diwujudkan dalambentuk seperti tarian, pertunjukan, doa dan permainan.

2. Fungsi komunikasi ritual dalam tradisi perang topat di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat adalah fungsi sebagai jembatan pemersatu antar kedua etnis maupun sesama etnis yakni etnsi Sasak Islam penganut Wetu Telu dan Bali beragama Hindu, ketika tradisi perang topat diadakan peristiwa ini menjadi sebuah ajang pertemuan dan silahturahmi antar ke dua etnis maupun sesama etnis, sehigga mampu memupuk dan memperkokoh kerukunan antar kedua etnis. Fungsi sebagai pelestarian budaya tradisi perang topat merupakan tradisi yang diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi. Ini bearti bahwa pelaksanaan tradisi ini merupakan usaha untuk melestarikan tradisi perang topat. Fungsi sebagai identitas budaya istilah perang topat hanya ada di Lombok, khususnya di lingsar. Sebagai identitas budaya merupakan bagian dari suatu tradisi daerah yang mencirikan budaya Pulau Lombok. Identitas budaya inilah yang menjadi landasan untuk memperkokoh peradaban suatu bangsa.

(14)

Ketut Yuniati, Ziti Zaenab,I Wayan Suadnya : Komunikasi Ritual Dalam Tradisi Perang Topat Di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat 787-800

800

3. Makna komunikasi ritualdalam tradisi perang topat di Taman Lingsar Kabupaten Lombok Barat yakni makna kebersamaan dan makna kepuasan rasa. Dalam ritual tradisi perang topat unsur yang paling menonjol adalah unsur kebersamaan dan kerjasama. Bentuk kebersamaan yang dibangun bukan simbol semata, tetapi selalu menjadi junjungan masyarakat etnis Sasak Islam Wetu Telu dan Bali beragama Hindu di Lingsar. Sedangkan makna kepuasan rasa dalam hal ini adalah dengan melaksanakan tradisi perang topat adanya perasaan senang yang dirasakan selain itu adanya keyakinan dan kepercayaan bila tidak melaksanakan tradisi ini akan terkena sanksi, seperti kena musibah, kelaparan, banyak yang sakit dan hal-hal buruk lainnya sehingga hal ini menimbulkan rasa takut. Jadi dapat dikatakan bahwa kepuasan akan dirasakan apabila telah menikmati sesuatu dengan perasaan senang.

Daftar Pustaka

Carey, James W. 1992. Communication as Culture: Essays on Media and Society.Newyork : Routledge.

Couldry, Nick. 2005. Media Rituals; Beyond Functionalism., dalam Media

Anthropology. Editor: Eric W. Rothenbuhler dan Mihai Coman.Thousand Oaks

: SAGE Publications

Dep. Pendidikan & Kebudayaan.1983. Upacara Tradisi Dalam Kaitannya dengan

Peristiwa Alam dan Kepercayaan di Nusa Tenggara Barat.Mataram

Irawan, Handy. 2003. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta : PT. Elex Media Computindo

Larry A Samovar, dkk. 2006. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta : Salemba Humanika Lasswell, Harold. 1960. The Structure and Function of Communication in Society,

dalam Mass Communications, a Book of Readings Selected and Edited by the Director of the Institute for Communication Research at

Moleong, Lexy J. 2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar.Bandung: Remaja Rosdakarya

Sendjaja. 1994. Teori-Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Stanford University. Editor: Wilbur Schramm. Urbana: University of Illinois Press.

Suprayogo dan Tabroni.2001. Metodelogi Penelitian Sosial Agama.Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima variabel tidak stasioner ( nonstationary ) pada level, namun stasioner pada tingkat first difference .Dari hasil uji Kointegrasi

Jawaban : Harapan kami masyarakat, untuk mengurangi atau membasmi kasus prostitusi online adala adanya qanun baru yang lebih terkini, lalu pengawasan dari pihak yang

lebih rendah dibanding estradiol.Hal itu menunjukkan bahwa kedua senyawa tersebut dapat berkompetisi dengan ligan alami estrogen untuk dapat berikatandengan reseptor

Spesifikasi pekerjaan adalah uraian persyaratan kualitas minimum orang yang bisa diterima agar dapat menjalankan satu jabatan dengan baik dan kompeten.. Spesifikasi

Sebagai  perguruan  tinggi  terkemuka  di  Indonesia,  seyogyanya  ITB  ikut  berperan  aktif  untuk  mencari  solusi  bagi  penyelesaian  persoalan  bangsa 

Dan seluruh dosen prodi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD) yang telah memberikan pengalaman serta pengetahuan yang dimilikinya selama penulis mengikuti

Lebar stomata pada pemberian sonic bloom dengan frekuensi 10 Hz, 4 kHz, 7 kHz, 30 kHz, dan tanaman padi tanpa perlakuan sonic bloom maka dapat dilihat bahwa pada frekuensi 4 kHz

mengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kasus balita gizi buruk di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan metode Mixed