• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Begitu juga halnya dalam kehidupan bernegara, secara jelas tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan dengan tujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dimana terkandung makna bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya atas barang dan jasa. Pemenuhan hak dasar dan kebutuhan masyarakat oleh pemerintah, juga termuat dalam sila-sila yang terkandung dalam pancasila terutama sila ke-2, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila ke-5, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Konstitusi dan ideologi tersebut menjadi pedoman bagi pemerintah sebagai upaya mendukung pelayanan publik yang prima dalam sistem pemerintahan.

Secara umum saat ini penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia dapat dikategorikan “buruk”. Hal ini didasarkan oleh banyaknya keluhan dan pengaduan masyarakat terkait pelayanan, yang sering kita dengar dan baca diberbagai media cetak maupun media elektronik. Pelayanan yang terkesan berbelit-belit, lambat, mahal, melelahkan, rawan akan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta

(2)

kemampuan aparatur yang minim merupakan deretan keluhan yang menggambarkan pelayanan publik yang kian memprihatinkan.

Dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dijelaskan bahwa masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan. Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.

Jenis- jenis pelayanan yang dimaksud dalam UU No. 25 Tahun 2009 yaitu pelayanan administratif, pelayanan barang, dan pelayanan jasa. Di dalam pelayanan administratif terdapat pelayanan penerbitan sertifikat tanah untuk menjamin hak milik atas tanah masyarakat.

Tanah merupakan aset yang bernilai tinggi. Selain itu, tanah merupakan kebutuhan vital bagi siapapun karena dapat dipergunakan dalam berbagai bidang, baik tempat tinggal atau pemukiman, pertanian, perkebunan, perdagangan, industri, dan penambangan dan pada saat ini juga sering dipergunakan masyarakat sebagai investasi ataupun jaminan pinjaman baik kepada pihak bank negara maupun swasta.

Untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia dan menekan konflik-konflik pertanahan yang mungkin terjadi maka pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Karena ketika terjadi sengketa tanah, maka penyelesaian secara formal mengharuskan setiap pemegang hak atas tanah bisa membuktikan dengan bukti-bukti tertulis (sertifikat tanah). Sertifikat hak-hak atas tanah berlaku

(3)

sebagai alat bukti yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA dan Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Namun, kondisi birokrasi yang terkesan lamban dan rumit dalam pembuatan sertifikat tanah mengakibatkan sebagian besar masyarakat menjadi malas untuk mengurus sertifikat tanah. Terlebih jika dilihat pada daerah Kabupaten Karo yang mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai petani. Banyak masyarakat yang memiliki letak tanah yang berada jauh dari pemukiman penduduk seperti di kaki-kaki gunung yang mengakibatkan harga tanah rendah, sehingga masyarakat merasa biaya pengurusan lebih mahal daripada harga tanahnya. Apalagi ditambah dengan pemikiran-pemikiran masyarakat yang merasa sertifikat hak tanah tidak terlalu penting karena mereka tinggal di desa. Masyarakat merasa hanya dengan memiliki saksi-saksi, akta jual beli, dan surat keputusan pemberian hak itu sudah menjadi bukti yang kuat untuk membuktikan bahwa itu adalah tanah mereka. Terkecuali jika mereka akan melakukan pinjaman ke bank maka masyarakat mulai mengurus sertifikat tanahnya agar dapat dijadikan jaminan kepada pihak bank. Dan banyak masyarakat yang tidak mengurus sendiri sertifikat tanahnya karena masyarakat merasa jika mereka yang mengurus akan berbelit-belit dan membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga masyarakat mengurus dengan menggunakan jasa Notaris agar sertifikat tanah mereka cepat selesai, padahal jika mengurus sendiri biayanya akan lebih murah karena tidak dikenakan biaya jasa Notaris.

Kesalahan batas ukur tanah yang salah juga terjadi di Kabupaten Karo, baik terjadi karena salah pengukuran batas tanah yang dilakukan oleh juru ukur Kantor Pertanahan Kabupaten Karo ataupun pihak pemilik tanah yang sengaja memberikan

(4)

batas tanah yang salah sehingga dia mendapatkan keuntungan pribadi. Tentu saja hal ini akan mengakibatkan permasalahan di kemudian hari, terjadinya sengketa antara pemilik tanah yang data tanahnya timpang tindih serta data tanah yang ada di Indonesia menjadi tumpang tindih.

Sebagai salah satu faktor penting bagi terlaksananya program pembuatan sertifikat tanah, maka tingkat kesadaran masyarakat perlu diperhatikan terutama terhadap individu yang memiliki tanah sekaligus yang berkepentingan terhadap pengelolaan tanah tersebut.Untuk itulah masyarakat perlu didekati agar timbul keinginan atau kesadaran untuk melakukan sertifikasi tanah. Oleh karenanya menjadi tugas dari Kantor Pertanahan sebagai institusi yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang pertanahan untuk selalu berupaya melakukan sosialisasi terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah di bidang pertanahan kepada masyarakat termasuk berapa lama waktu yang dibutuhkan dan tata cara pengurusan sertifikat.

Kantor Pertanahan Kabupaten Karo merupakan unsur pelaksana Pemerintahan Kabupaten Karo dalam bidang Pertanahan yang dipimpin oleh seorang kepala kantor yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah yang melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang pertanahan dan melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: "Efektivitas Pelayanan dalam Penerbitan Sertifikat Tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Karo".

(5)

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Efektivitas Pelayanan dalam Penerbitan Sertifikat Tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Karo?"

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui efektivitas pelayanan penerbitan sertifikat tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Karo.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam kegiatan penerbitan sertifikat tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Karo.

I.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi Universitas, dapat memberikan masukan bagi bidang studi Ilmu Administrasi Negara mengenai kajian kualitas pelayanan penerbitan sertifikat tanah.

2. Bagi Instansi, untuk dapat memberikan masukan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Karo dalam memberikan pelayanan yang sesuai untuk diterapkan dalam kegiatan penerbitan sertifikat tanah.

3. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan dalam berpikir dalam menganalisa setiap gejala dan permasalahan yang dihadapi di lapangan.

(6)

I.5 Kerangka Teori

Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman dasar berpikir, yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih (Nawawi; 1993:40).

I.5.1 Efektivitas

I.5.1.1 Pengertian Efektivitas

Dalam suatu organisasi dapat diukur tingkat keberhasilannya dengan mengamati efektif tidaknya organisasi tersebut dalam menjalankan tugasnya.

Menurut Stoner dalam Tjajuk Siswandoko (2011 : 196), efektivitas adalah konsep yang luas mencakup berbagai faktor didalam maupun diluar organisasi, yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran organisasi.

James L. Gibsondkk (Pasolong 2007:3), efektivitas adalah pencapaian sasaran dari upaya bersama. Derajat pencapaian bersama menunjukkan derajat efektivitas.

Sondang P. Siagian (2002:171), efektivitas adalah tercapainya berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah dialokasikan untuk berbagai kegiatan.

Dari pengertian-pengertian efektivitas diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas berarti tercapainya sasaran, target, tujuan dengan menggunakan waktu

(7)

yang sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya tanpa mengabaikan mutu.

I.5.1.2 Pendekatan Efektivitas

Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antar rencana atau target yang telah direnrukan dengan hasil yang dicapai, maka usaha atau hasil pekerjaan tersebut ialah yang dikatakan efektif. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan yang dilakukan tidak tercapai sesuai dengan apa yang direncanakan maka hal itu dikatakan tidak efektif.

Untuk mengetahui efektivitas kegiatan organisasi pelayanan publik, dikenal adanya beberapa pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan sasaran (goal approach).

Pendekatan ini memusatkan perhatiannya dalam mengukur efektivitas pada aspek output, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi publik dalam mencapai tingkatan output yang direncanakan. Beberapa sasaran yang dianggap penting dalam kinerja suatu organisasi adalah efektivitas, efisiensi, produktivitas, keuntungan, pengembangan, stabilitas dan kepemimpinan.

(8)

2. Pendekatan sumber (system resource approach).

Pendekatan ini mengukur efektivitas dari sisi input, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi publik dalam mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk mencapai performansi yang baik. Indikator yang dipergunakan dalam pendekatan ini adalah kemampuan memanfaatkan lingkungan, menginterpretasikan lingkungan, kemampuan memelihara kegiatan organisasi dan dan kemampuan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri dengan lingkungan,

3. Pendekatan proses (process approach).

Pendekatan ini menekankan pada aspek internal organisasi publik, yaitu dengan mengukur efektivitas layanan publik melalui berbagai indikator internal organisasi, seperti efisiensi dan iklim organisasi. Indikator yang digunakan adalah komunikasi, perhatian, kerjasama, loyalitas, desentralisasi, pengambilan keputusan, dan sebagainya.

4. Pendekatan integratif (integrative approach).

Pendekatan ini merupakan gabungan dari ketiga pendekatan diatas, yang muncul sebagai akibat adanya kelemahan dan kelebihan dari masing-masing pendekatan. Termasuk dalam pendekatan ini antara lain adalah pendekatan konstituensi, yakni pendekatan bidang sasaran dan kerangka ketergantungan. Pendekatan konstituensi memusatkan perhatiannya pada konstituensi organisasi, yaitu berbagai kelompok di dalam dan di luar

(9)

organisasi yang mempunyai kepentingan terhadap performansi organisasi, seperti karyawan, pemilik, konsumen, dan sebagainya.

S. P Siagian mengemukakan bahwa efektivitas suatu organisasi dapat diukur dari berbagai hal, yaitu kejelasan tujuan, kejelasan strategi, pencapaian tujuan, proses analisa, dan perumusan kebijakan yang mantap, tersedianya sarana dan prasarana yang efektif dan efisien, sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik.

Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas kerja dari organisasi yang memberikan pelayanan, antara lain :

1. Faktor waktu.

Ketepatan waktu dan kecepatan waktu dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan. Hanya saja penggunaan ukuran tentang tepat tidaknya atau cepat tidaknya pelayanan yang diberikan berbeda dari satu orang ke orang lain.

2. Faktor kecermatan.

Faktor ketelitian dari pemberi pelayanan kepada pelanggan. Pelanggan akan cenderung memberikan nilai yang tidak terlalu tinggi kepada pemberi layanan apabila terjadi banyak kesalahan dalam proses pelayanan meskipun diberikan dalam waktu singkat.

(10)

3. Faktor gaya pemberian layanan.

Faktor ini melihat cara dan kebiasaan pemberi layanan dalam memberikan jasa kepada pelanggan.

I.5.2 Pelayanan Publik I.5.2.1 Pengertian Pelayanan

Pada dasarnya, pelayanan dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok orang dan/atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan.

Menurut Davidow (Waluyo, 2007:127), pelayanan adalah hal-hal yang jika diterapkan terhadap sesuatu produk akan meningkatkan daya atau nilai terhadap pelanggan.

Menurut Kotler dalam Sinambela (2006 : 4), pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.

Monir (Pasolong, 2007:128), pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.

Jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas birokrat terhadap masyarakat (Sinambela, 2008 : 6)

I.5.2.2 Pengertian Pelayanan Publik

Sinambela (Pasolong, 2007:128) mendefinisikan pelayanan publik sebagai setiap kegiatan yang dilakukan pemerintah terhadap sejunmlah manusia yang

(11)

memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasaan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.

Pelayanan publik menurut Agung Kurniawan (Pasolong, 2007:128) adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tatacara yang telah ditetapkan.

Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Pada hakekatnya, pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur negara sebagai abdi masyarakat.

I.5.2.3 Asas dan Tujuan Pelayanan Publik

Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan berdasarkan Undang-Undang No. 25 tahun 2009 (pasal 4), yaitu:

1. Kepentingan umum.

Artinya, pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan atau golongan.

(12)

2. Kepastian hukum.

Artinya, jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan.

3. Kesamaan hak.

Artinya, pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

4. Keseimbangan hak dan kewajiban.

Artinya, pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.

5. Keprofesionalan.

Artinya, pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas.

6. Partisipatif.

Artinya, peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif.

(13)

8. Keterbukaan.

Artinya, setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.

9. Akuntabilitas.

Artinya, proses penyelengaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan.

Artinya, pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan.

11. Ketepatan waktu.

Artinya, penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.

12. Kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan.

Artinya, setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah dan terjangkau.

Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasaan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:

(14)

1. Transparansi.

Yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas.

Yaitu pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

3. Kondisional.

Yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

4. Partisipatif.

Yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan hak.

Yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain

6. Keseimbangan hak dan kewajiban.

Yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

(15)

I.5.2.4 Kriteria Pelayanan Publik

Menurut Zethaml & Haywood Farmer (Pasolong, 2007 : 133), ada tiga karakteristik utama tentang pelayanan, yaitu:

1. Intangibility

Pelayanan pada dasarnya bersifat performance dan hasil pengalaman dan bukan objeknya.Kebanyakan pelayanan tidak dapat dihitung, diukur, diraba atau dites sebelum disampaikan untuk menjamin kualitas. Berbeda dengan barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat dites kualitasnya sebelum disampaikan pada pelanggan.

2. Heterogeinity

Pemakai jasa atau klien atau pelanggan memilk kebutuhan yang sangat heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang sama mungkin mempunyai prioritas berbeda. Demikian pula performance sering bervariasi dari suatu prosedur ke prosedur lainnya bahkan dari waktu ke waktu.

3. Inseparability

Produksi dan konsumsi suatu pelayanan tidak terpisahkan. Konsekuensinya didalam industri pelayanan kualitas tidak direkayasa kedalam produksi disektor pabrik kemudian disampaikan kepada pelanggan. Kualitas terjadi selama interkasi antara klien/pelanggan dengan penyedia jasa.

Menurut Keputusan MenPAN Nomor 06/1995 tentang Pedoman Penganugerahan Piala Abdisatyabakti Bagi Unit Kerja/Kantor Pelayanan

(16)

Percontohan, sebagaimana tertera pada lampirannya diatur mengenai kriteria pelayanan masyarakat yang baik, yaitu sebagai berikut (Santosa, 2008:63):

1. Kesederhanaan.

Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur atau tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.

2. Kejelasan dan Kepastian.

Kriteria ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai: a. Prosedur atau tatacara pelayanan.

b. Persyaratan pelayanan.

c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan.

d. Rincian biaya atau tarif pelayanan dan tatacara pembayarannya. e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

3. Keamanan.

Kriteria ini mengandung arti bahwa proses serta hasil pelayanan dapat memberi rasa aman, kenyamanan, dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

(17)

4. Keterbukaan.

Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur, tatacara, persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi layanan, waktu penyelesaian, rincian biaya/tarif, serta hal-hal yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan pada masyarakat agar mudah diketahui.

5. Efisien.

Kriteria ini mengandung arti:

a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan.

b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan peryaratan dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintahan lain yang terkait.

6. Ekonomis.

Kriteria ini mengandung arti bahwa biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan:

a. Nilai barang dan atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi diluar kewajaran.

(18)

c. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Keadilan Merata.

Kriteria ini mengandung arti bahwa cakupan/jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

8. Ketepatan Waktu.

Kriteria ini mengandung arti bahwa pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu telah ditentukan.

I.5.2.5 Jenis-Jenis Pelayanan Publik

Bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan dalam beberapa jenis pelayanan, yaitu:

1. Pelayanan administratif.

Pelayanan yang diberikan olah unit pelayanan berupa pencatatan, penelitian, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, rekomendasi, keterangan, dan lain-lain. Contoh pelayanan ini, antara lain : Sertifikat tanah, IMB, pelayanan administrasi kependudukan (KTP, akte kelahiran, akte kematian), dan lain sebagainya.

(19)

2. Pelayanan barang.

Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi termasuk penyampaiannya kepada konsumen langsung (sebagai unit/individu) dalam suatu sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir berwujud benda atau yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara langsung bagi penggunanya. Contoh pelayanan ini, antara lain: listrik, pelayanan air bersih, pelayanan telepon, dan lain sebagainya.

3. Pelayanan jasa.

Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana dan prasarana serta penunjangnya. Pengoperasiannya berdasarkan suatu sistem pengoperasian tertentu dan pasti. Produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu tertentu. Contoh pelayanan ini, antara lain : Pelayanan angkutan darat/air/udara, pelayanan kesehatan, perbankan, pos, dan lain sebagainya.

Ketiga jenis pelayanan tersebut, orientasinya adalah pelanggan atau masyarakat (publik). Artinya, kinerja pelayanan publik instansi pemerintah harus berorientasikan publik sehingga dapat mengubah paradigma aparatur dari “dilayani” menjadi “melayani”.

Hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai

(20)

abdi masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kinerja pelayanan publik senantiasa menyangkut tiga unsur pokok, yaitu : unsur kelembagaan penyelenggara pelayanan, proses pelayanan serta sumber daya manusia pemberi layanan. Dalam hubungan ini maka upaya peningkatan kinerja pelayanan publik senantiasa berkenaan dengan pengembang tiga unsur tersebut (Surjadi, 2009 : 9).

1.5.3 Sertifikat Tanah

I.5.3.1 Pengertian Sertifikat Tanah

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dijelaskan bahwa untuk mewujudkan jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah maka perlu dilakukan kegiatan pendaftaran oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur.

Salah satu kegiatan pendaftaran tanah adalah pemberian tanda bukti hak. Tanda yang diberikan kepada pemegang hak atas tanah adalah sertifikat. Menurut PP No. 10 Tahun 1960 disebutkan bahwa sertifikat tanah adalah salinan buku tanah dan surat ukur yang dijahit menjadi satu bersama-sama dengan kertas sampul yang bentuknya ditentukan oleh Menteri Agraria. Sedangkan dalam PP No.24 Tahun 1997, sertifikat tanah adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah , hak atas pengelolaan tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

(21)

Berdasarkan pengertian di atas ,dapat disimpulkan bahwa sertifikat tanah terdiri atas buku tanah dan surat ukur yang asli dijahit menjadi sampul. Buku tanah yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Sedangkan surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian.

Sertifikat tanah diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah. Data fisik (pemetaan) meliputi letak tanah, batas-batas tanah , luas tanah dan bangunan/tanaman yang ada diatasnya. Sedangkan data yuridis berupa status tanah (jenis haknya), subjeknya, hak-hak pihak ketiga yang membebaninya dan jika terjadi peristiwa hukum atau perbuatan hukum, wajib didaftarkan. Selanjutnya, sertifikat tanah hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah sebagai pemegang hak atau kepada pihak yang diberikan kuasa oleh pemegang hak.

I.5.3.2 Fungsi Sertifikat Tanah

Menurut Adrian Sutedi (2012 :57), fungsi sertifikat tanah yaitu :

1. Sertifikat tanah sebagai alat pembuktian yang kuat sebagaimana disebutkan dalam pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA. Seseorang atau badan hukum akan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas suatu bidang tanah. Apabila telah jelas namanya tercantum dalam sertifikat itu. Semua keterangan yang tercantum dalam sertifikat itu mempunyai kekuatan hukum dan harus

(22)

diterima sebagai keterangan yang benar sepanjang tidak ada bukti lain yang dapat membuktikan sebaliknya.

2. Sertifikat hak atas tanah memberikan kepercayaan bagi pihak bank/kreditor untuk memberikan pinjaman uang kepada pemiliknya. Dengan demikian, apabila pemegang hak atas tanah itu seorang pengusaha akan memudahkan baginya mengembangkan usahanya karena kebutuhan akan modal mudah diperoleh.

3. Bagi pemerintah, dengan adanya sertifikat hak atas tanah membuktikan bahwa tanah yang bersangkutan telah terdaftar pada kantor agraria. Ini tentu akan membantu dalam memperbaiki administrasi pertanahan di Indonesia.

I.5.3.3 Jenis–Jenis Sertifikat Tanah

Menurut Jimmy Joses Sembiring (2010 : 5), hak atas tanah dapat diperoleh berdasarkan transaksi, perbuatan hukum atau ketentuan perundang-undangan. Perolehan hak tersebut dapat dibuktikan melalui sertifikat tanah. Berikut beberapa sertifikat hak atas tanah, yaitu :

1. Hak Milik (HM)

Hak milik merupakan hak terkuat atas suatu tanah, dalam arti hak ini bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat oleh pihak lainnya. Defenisi berdasarkan pasal 20 ayat (1) UUPA, hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang-orang atas tanah dengan mengingat peraturan ketentuan dalam pasal 6.

(23)

Dalam UUPA pasal 21 ayat (1) dan ayat (2), diatur mengenai pembatasan-pembatasan terhadap kepemilikan atas tanah. Pasal tersebut menjelaskan bahwa yang berhak atas hak milik adalah warga negara Indonesia dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah dan memenuhi syarat-syarat dapat mempunyai hak milik. Sementara itu, orang-orang wajib melepaskan hak milik atas tanah menurut pasal 21 ayat (3) dan (4) UUPA, sebagai berikut :

a. Warga negara asing.

b. Warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya UUPA ini kehilangan kewarganegaraannya.

c. Seseorang yang memiliki dua status kewarganegaraan.

2. Hak Guna Usaha (HGU)

Hak guna usaha adalah tanah diserahkan kepemilikan kepada subjek atas tanah lain untuk jangka waktu tertentu dan jika jangka waktu tersebut telah tercapai, tanah tersebut harus diserahkan kembali kepada negara. Artinya kepemilikan hak guna usaha bersifat sementara.

Ketentuan hukum mengenai hak guna usaha diatur dalam pasal 28 UUPA yang menetapkan sebagai berikut :

a. Hak guna usaha merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai negara dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29 UUPA, guna usaha pertanian, perikanan, atau peternakan.

(24)

b. Hak guna usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektare dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektare atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan jaman.

c. Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan.

3. Hak Guna Bangunan (HGB)

Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas sebidang tanah dan tanah tersebut bukan kepunyaan dari pemilik bangunan dan jangka waktu kepemilikannya paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun.

4. Hak Pakai (HP)

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau sesuai dengan pasal 41 ayat (1) UUPA yang mendefenisikan hak pakai yaitu hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa ketentuan undang-undang ini.

(25)

I.5.3.4 Syarat-Syarat Untuk Mendapatkan Sertifikat Tanah

Dalam Perkaban No. 1 Tahun 2010, diatur mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan sertifikat tanah. Adapun persyaratannya, yaitu :

1. Mengisi dan menandatangani formulir permohonan (idenditas diri, luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon, pernyataan tidak sengketa dan tanah dikuasai secara fisik).

2. Surat kuasa apabila dikuasakan.

3. Fotocopy idenditas (KTP dan KK) pemohon atau kuasa apabila dikuasakan.

4. Bukti kepemilikan tanah.

5. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan.

6. Melampirkan SPP/PPh sesuai dengan ketentuan.

I.6 Definisi Konsep

Konsep merupakan istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989:33). Melalui konsep peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan lainnya.

(26)

Adapun definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Efektivitas.

Efektivitas berarti tercapainya sasaran, target, tujuan dengan menggunakan waktu yang sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya tanpa mengabaikan mutu.

Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan melihat efektivitas Kantor Pertanahan Kabupaten Karo dalam penerbitan sertifikat tanah di Kabupaten Karo melalui faktor waktu, faktor kecermatan, dan faktor gaya pemberian layanan.

2. Pelayanan Publik.

Pelayanan publik adalah setiap kegiatan yang dilakukan pemerintah terhadap sejunmlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasaan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Pelayanan publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelayanan penerbitan sertifikat tanah di Kabupaten Karo.

3. Sertifikat Tanah.

Sertifikat tanah adalah surat tanda bukti hak atas tanah dan hak atas pengelolaan.

(27)

I.7 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, dan struktur organisasi.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini menguraikan hasil penelitian lapangan dan dokumentasi yang diperoleh yang akan dianalisis.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini berisikan analisa data dari setiap data yang disajikan yang diperoleh setelah melakukan penelitian di lapangan.

BAB VI PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Budidaya kan guame masih terdapat masahh pada pakan Pefiumbuhan f,€n guame )ang lambat merqakan salah satu kondisi lang menyebabkan lamanla pemeliharaan Salah satu upaya

terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII MTs Assyafi’iyah Gondang. Untuk memudahkan perhitungan, peneliti juga menggunakan program SPSS. 16.0 dengan langkah-langkah

Tarigan, Andrian, 2009, Bikin Gateway Murah Pakai Mikrotik,. Jakarta:

Terdiri dari 7 pertanyaan positif dan 3 pertanyaan negatif Baik 8-10 Cukup 4-7 Kurang 0-3 Ordinal - Afektif orang tua dalam menangani hambatan komunikasi pada anak

 Sistem failover cluster ini memungkinkan jaringan server dan client dapat terhubung berjalan baik. karena kecil kemungkinan resiko

Sehubungan dengan pengalokasian dana untuk kegiatan Penugasan Pelaksanaan Program Penelitian Perguruan Tinggi Batch I dan II kepada Lembaga Penelitian dan

(1) Menteri, menteri teknis terkait, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan terhadap masyarakat dan penanggung jawab usaha

Journal Policy , meliputi: bagaimana policy terkait menjaga Aims and Scope tetap terjaga, bagaimana policy terkait proses review untuk menjaga kualitas artikel,