Sejak permulaan, Gereja selalu menyadari betapa pentingnya suatu perlindungan dari Allah, yaitu
perlindungan dari segala gangguan dan serangan kuasa kegelapan, sehingga Paus Paulus VI dalam audiensi
dan jangan menganggapnya terlalu naif, atau bahkan berbau takhyul: ‘salah satu kebutuhan terbesar Gereja ialah
perlindungan terhadap kejahatan yang disebut Iblis.’ Kejahatan bukanlah hanya kekurangan akan sesuatu hal
(absentia boni), melainkan suatu kekuatan yang aktif, suatu makhluk yang hidup, yang bersifat rohani, yang sesat
Kebutuhan perlindungan terhadap segala kuasa kejahatan ini lebih-lebih menjadi suatu kebutuhan yang
mendesak pada zaman ini. Tidak bisa dipungkiri, walaupun di tengah-tengah zaman yang dikatakan modern ini
dan di tengah-tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang luar biasa, manusia dewasa ini banyak yang
hidup dengan isme-isme tertentu, seperti gaya hidup yang hedonisme, materialisme dan konsumerisme. Akan
tetapi semua itu tidak dapat memuaskan hati manusia. Hati manusia diciptakan untuk Allah, seperti yang dikatakan
St. Agustinus: “Engkau menciptakan kami untuk-Mu ya Tuhan, maka gelisahlah hati kami sebelum beristirahat di
yaitu kerinduan akan Allah. Akan tetapi pada kenyataannya dalam pencariannya, manusia tidak selalu menemukan
Allah, bahkan tidak jarang disesatkan dari tujuan hidupnya.
Di sinilah dapat dilihat peranan si jahat yang selalu berusaha menjauhkan manusia dari tujuan hidupnya,
kehilangan keselamatan jiwanya. Satu realitas dalam kehidupan Kristiani yang akan selalu dijumpai ialah adanya
pengaruh roh jahat, hal ini terdapat dalam Kitab Suci, ajaran Gereja, pengalaman para kudus dan orang Kristen
sepanjang sejarah Gereja. Dan dari apa yang dinyatakan oleh Kitab Suci, jelaslah bahwa roh-roh jahat mempunyai
bersifat negatif destruktif, karena tujuan roh jahat hanya satu, yaitu berusaha menghancurkan manusia seluruhnya,
terutama menghancurkan keselamatan jiwanya.
Akan tetapi, satu hal yang harus disadari bahwa Tuhan Yesus Kristus melalui wafat dan kebangkitan-Nya
dari manusia, karena seperti yang dinyatakan bapa-bapa Gereja, bahwa roh jahat adalah para malaikat yang telah
jatuh dan memberontak kepada Allah. Walaupun roh jahat lebih kuat, tetapi harus disadari bahwa ia tidak berdaya
bila berhadapan dengan Allah, oleh karena itu asalkan bersama Yesus dan tetap bersatu dengan Kristus, maka
sejarah Gereja dapat dijumpai adanya praktik-praktik doa untuk pengusiran setan, yang umumnya dikenal dengan
istilah eksorsisme. Dalam kesempatan ini akan dibahas mengenai sejarah praktik eksorsisme di sepanjang sejarah
Gereja dengan segala perkembangannya hingga dewasa ini.
Roh Kudus dapat melakukan doa untuk mengusir setan. Seperti yang dapat dijumpai pada penutup Injil Markus,
ketika Tuhan Yesus mengutus para murid-Nya: “Tanda-tanda ini akan menyertai orang yang percaya: mereka
akan mengusir setan-setan demi Nama-Ku...” (Mrk 16:17). Sudah menjadi kesadaran dalam Gereja sejak awal
Demikian juga kalau dilihat dalam Kisah Para Rasul dapat dijumpai bahwa bagaimana orang-orang Kristen
yang pertama juga melakukan doa-doa pembebasan itu. Seperti yang dilakukan Filipus di Samaria (Kis 8:5-8), dia
mengusir banyak setan-setan. Filipus ini merupakan salah satu dari beberapa diakon yang telah dipilih. Hal-hal
orang Kristen yang percaya diberi kuasa oleh Tuhan dan doa pembebasan waktu itu tidak dibatasi.
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, dalam waktu yang relatif singkat tercatat dalam sejarah
Gereja, ada kelompok-kelompok tertentu yang ditugaskan melakukan doa ini, khususnya ketika Gereja mulai diakui
yang ditahbiskan secara khusus untuk melakukan pengusiran setan. Para eksorsis umumnya bukan imam,
mereka dipilih dan dididik secara khusus. Pemilihan dan pendidikan khusus ini dilakukan, karena kemungkinan
pada waktu itu, ada kemerosotan dan penyelewengan dalam kehidupan menggereja secara menyeluruh, tetapi
terpisah cukup jauh dari zaman para rasul, sehingga terjadi penyelewengan-penyelewengan dari pengajaran para
rasul atau ajaran para rasul ditangkap secara keliru. Lebih-lebih setelah masa pemerintahan kaisar Konstantinus,
di mana kaisar Konstantinus menjadikan agama Kristen sebagai agama negara. Maka dengan menjadi Kristen,
menjadi orang Kristen akan mempunyai banyak resiko dan dianggap sebagai suatu kejahatan, sehingga bisa
ditangkap dan dihukum mati, tetapi kemudian pada saat itu setelah agama Kristen diterima, bahkan dijadikan
agama negara, maka ada orang-orang yang mencari keuntungan-keuntungan sosial dengan menjadi Kristen,
menggereja ini terjadi secara menyeluruh, sehingga mempengaruhi pelayanan-pelayanan di dalam Gereja,
termasuk di dalamnya praktik doa pengusiran setan. Pada waktu itu diperkirakan banyak terjadi penyalahgunaan
dan penyelewengan-penyelewengan dalam praktik doa pengusiran setan, karena kemungkinan orang kurang
untuk membedakan mereka dengan yang lain-lain, mereka diberi tahbisan sebagai eksorsis dan mereka itu pada
umumnya bukan imam. Sehingga pada waktu itu ada kelompok tertentu yang dididik dan diberi wewenang secara
khusus untuk berdoa pembebasan.
imam. Dahulu sebelum menerima tahbisan imam, seorang calon imam umumnya menerima tahbisan-tahbisan
yang bermacam-macam, yang disebut tahbisan kecil, misalnya tahbisan akolit, sekarang akolit ini sama dengan
misdinar, tetapi dahulu harus melalui tahbisan akolit terlebih dahulu. Kemudian di antara tahbisan-tahbisan kecil
Dewasa ini praktiknya memang berbeda, walaupun dari Takhta Suci ada instruksi, supaya di tiap-tiap
keuskupan ditunjuk seorang eksorsis resmi, tetapi di Indonesia tidak ada eksorsis resmi. Kalau dahulu para
eksorsis umumnya bukan imam, tetapi sekarang yang dapat melakukan eksorsisme resmi hanya seorang imam.
Di kota Roma sendiri, ada seorang eksorsis resmi yang terkenal yaitu Don Amorf, yang juga menulis buku
berjudul “Journal of An Exorcist”, buku ini melukiskan bagaimana pengalaman dia harus bergumul dalam
mendoakan dan membebaskan orang, yang kadang-kadang memakan waktu yang cukup lama.
dekade terakhir, dalam Gereja berkembang paham rasionalisme yang berlebihan, sehingga eksistensi roh jahat
kurang disadari bahkan diragukan. Tetapi tentunya hal ini merupakan ekses, karena dianggap tidak ada, maka
ekses ini membuat roh jahat bekerja secara bebas dan merajalela. Dan ada juga ekses yang lain yang justru
ekses “melihat setan di mana-mana”, tentunya ekses ini menunjukkan ketidakseimbangan. Oleh karena itu
menghadapi realitas kehadiran roh jahat perlu sikap seimbang dan kebijaksanaan. Realitas roh jahat ini ada dan
hanya dapat diatasi oleh kuasa Allah saja, tetapi dalam praktik pelayanan doa pembebasan diperlukan sikap yang
JENIS-JENIS DOA PEMBEBASAN
1. Eksorsisme Resmi
yang ditunjuk uskup.
2. Eksorsisme Privat atau biasanya disebut “Doa Pembebasan”
sudah dikenal dalam buku-buku pegangan para imam, misalnya buku-buku tentang moral. Dalam buku-buku itu
dibahas tentang eksorsisme resmi dan eksorsisme privat, misalnya: dalam buku-buku moral ada yang berisi
nasihat-nasihat kepada para imam, khususnya kepada para imam yang mendengarkan pengakuan dosa,
“Sangat disarankan agar para pelayan Gereja lebih sering mempraktikkan eksorsisme sederhana—sambil
mengingat-ingat sabda Tuhan: ‘Dalam nama-Ku mereka akan mengusir setan’—dan eksorsisme ini bisa
dilaksanakan tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan”.
rahasia, tanpa sepengetahuan si peniten, dan dengan hasil yang baik” .
“Hendaknya para imam meniru teladan tokoh suci, Pallota, yang melakukan eksorsisme pribadi bilamana si
“Dianjurkan agar para imam sering menggunakan eksorsisme pribadi, setidak-tidaknya secara rahasia, bagi
mereka yang diganggu oleh cobaan atau oleh sikap terlalu hati-hati atas hal-hal kecil. Untuk itu, imam dapat
memakai rumusan ini: ‘Dalam nama Yesus Kristus, hai roh yang nista, aku memerintahkanmu untuk keluar dari
Para ahli teologi moral, mulai dari St. Alfonsus de Liquori, yang dinyatakan sebagai Pujangga Gereja pada
tahun 1871 dan pada tahun 1959 ia dinyatakan sebagai santo pelindung bapa pengakuan dan para ahli teologi
moral, mengatakan bahwa “Dalam tradisi Katolik setiap orang boleh melakukan eksorsisme secara pribadi, tetapi
Para moralis mulai dari St. Alfonsus hingga yang disebutkan di atas, juga menganjurkan seandainya kalau
dalam menerimakan pengakuan, imam tersebut merasa ada gangguan roh jahat dalam diri orang yang mengaku,
supaya dalam pengakuan itu imam tersebut mendoakan pembebasan. Bisa dilakukan dalam sakramen
kedudukannya sebagai imam, yang mempunyai tahbisan, hal ini tentunya lebih menguntungkan. Tetapi doa
pembebasan juga dapat dilakukan oleh setiap orang yang percaya, melalui sakramen pembaptisan, setiap orang
Kristen menerima imamat umum, sehingga dengan imamat umum itu juga dapat melayani.
Bahkan dahulu pada para konselor, yang umumnya ialah para imam, misalnya dalam sebuah buku yang dahulu terkenal sekali, khususnya sebelum Konsili Vatikan II, ada seorang pengarang rohani yang bernama “Tanquerey”, dia menulis tentang spiritualitas. Buku ini dahulu menjadi buku pegangan setiap imam, buku pegangan yang sangat mendetail dan rinci mengenai hidup rohani, bimbingan rohani, dan lain-lain (dalam terjemahan Inggrisnya berjudul “The Spiritual Life”). Dahulu para imam dan calon imam semua harus mempunyai buku itu dan dipelajari sungguh-sungguh, tetapi sekarang mungkin buku itu tidak dikenal lagi. Dalam buku itu juga disebutkan kepada para pembimbing rohani, bahwa bila perlu juga dapat mendoakan eksorsisme privat untuk anak
sini ada konfrontasi dengan kuasa Roh Kudus. Roh Kudus yang dicurahkan secara istimewa pada zaman ini, seolah-olah memaksa setan untuk menunjukkan dirinya dan tampil ke depan, tidak lagi berkarya
sembunyi-sembunyi, sehingga dengan demikian lebih mudah untuk diatasi oleh kuasa Roh Kudus sendiri.
Siapa yang dapat melakukan eksorsisme privat atau doa pembebasan ini?
Dari sini dapat disimpulkan bahwa:
Kebanyakan orang kristen dapat melayani dalam doa pembebasan untuk kasus-kasus ringan.
Orang-orang tertentu akan sering dimintai bantuannya untuk doa pembebasan, khususnya untuk kasus-kasus yang bukan posesi atau bukan pengaruh roh yang berat.
Kadang-kadang orang juga bisa memiliki intuisi untuk minta tolong seseorang yang belum pernah sama sekali mendoakan pembebasan.
Kebanyakan dari orang-orang yang telah dipersiapkan untuk hal itu akan dapat melayani doa-doa pembebasan.
kemarahan terhadap si korban (harus disadari orang yang didoakan/si korban justru perlu ditolong dan dilepaskan dari ikatan si jahat).
Orang yang kurang pengalaman dan pengetahuan. Sebaiknya orang-orang semacam ini belajar dan ikut bersama dengan orang yang sudah lebih berpengalaman dan punya nama baik.