• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biofilm Berbahan Dasar Polisakarida dari Karaginan dan Tepung Kacang Hijau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biofilm Berbahan Dasar Polisakarida dari Karaginan dan Tepung Kacang Hijau"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BIOFILM BERBAHAN DASAR POLISAKARIDA DARI

KARAGINAN DAN TEPUNG

KACANG HIJAU

RETNO DWI JAYANTI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biofilm Berbahan Dasar Polisakarida dari Karaginan dan Tepung kacang Hijau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

(3)

ABSTRAK

RETNO DWI JAYANTI. Biofilm Berbahan Dasar Polisakarida dari Karaginan dan Tepung Kacang Hijau. Dibimbing oleh AHMAD SJAHRIZA dan SRI SUGIARTI.

Biofilm merupakan film yang terbuat dari bahan-bahan biopolimer, antara lain polisakarida, protein, dan lemak sehingga mudah rusak secara alami. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan film dari karaginan dan tepung kacang hijau serta mengkaji sifat permeabilitas film terhadap uap air. Film pada penelitian ini terbuat dari ekstrak rumput laut yang disebut karaginan ditambah dengan tepung kacang hijau dan gliserol. Konsentrasi tepung yang ditambahkan berdasarkan persen b/v yaitu 1%, 2.5%, 5%, dan 10%. Keberadaan karaginan dalam film ini ditunjukkan oleh spektrum inframerah pada bilangan gelombang 1230.58 cm-1 yang merupakan ciri khas dari gugus fungsi yang terdapat pada karaginan, yaitu ester sulfat. Film dengan konsentrasi tepung 2.5% memiliki nilai kuat tarik yang paling tinggi dibandingkan dengan film lainnya, yaitu 531.19 MPa. Sifat permeabilitas uap air terhadap film yang paling baik terdapat pada film dengan konsentrasi 2.5% ialah 13.01 ng m/m2sPa. Namun, berdasarkan kurva termogram-termal diferensial, film hasil penelitian ini kurang homogen.

Kata kunci: biofilm, karaginan, tepung kacang hijau, permeabilitas uap air

ABSTRACT

RETNO DWI JAYANTI. Biofilm Polysaccharide Based on Carrageenan and Mungbean Flour. Supervised by AHMAD SJAHRIZA and SRI SUGIARTI

Biofilm is a film made of biopolymer materials, such as polysaccharide, protein, and fat so it can be more biodegradable. The aim of this research was to produce a film from carrageenan and mungbean flour and assess the film permeability properties to water vapor. The film was made of seaweed extract, called carrageenan, mungbean flour, and glycerol addition. The composition of flour was based on percent of w/v, i.e. 1%, 2.5%, 5%, and 10%. The presence of carrageenan in this film was showed by fourier transform infra-red in wave number 1230.58 cm-1 which is the characteristic of functional group in carrageenan, namely sulfate esters. The film with flour composition 2.5% had the highest tensile strength value as compared to other films, that is 531.19 MPa. The best water vapor permeability property to film was in film with flour concentration of 2.5% was 13.01 ngm/m2sPa. However, based on the thermogravimetry-differential thermal analysis curve, the films were less homogeneous.

(4)

BIOFILM BERBAHAN DASAR POLISAKARIDA DARI

KARAGINAN DAN TEPUNG

KACANG HIJAU

Retno Dwi Jayanti

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul : Biofilm Berbahan Dasar Polisakarida dari Karaginan dan Tepung Kacang Hijau

Nama : Retno Dwi Jayanti NIM : G44080117

Disetujui oleh

Drs Ahmad Sjahriza Pembimbing I

Sri Sugiarti Ph.D Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah polimer, dengan judul Pembuatan Biofilm Berbahan Dasar Polisakarida dari Karaginan dan Tepung Kacang Hijau.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs Ahmad Sjahriza dan Ibu Sri Sugiarti PhD selaku pembimbing, serta Bapak Ismail dan Ibu Ai selaku laboran bagian Kimia Fisik dan Lingkungan yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. Di samping itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mas Sujono dan Mas Maksudin selaku analis di Laboratotium Terpadu IPB yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, kakak, serta teman-teman teman-teman kimia 45 atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

BAHAN DAN METODE 2

Alat dan Bahan

2

Prosedur

2

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kadar Air, Abu, dan Protein

5

Ekstrak Karaginan dan Sifat Film

5

Kuat Tarik dan Elongasi

6

Permeabilitas Uap Air

7

Sifat Termal

8

Spektrum FTIR

10

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan

10

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA 11

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Skema reaksi perlakuan basa pada karaginan. 6

2 Hilangnya massa air terhadap waktu. 7

3 Permeabilitas uap air film karaginan dan tepung kacang hijau 8 4 Kurva TG-DTA film karaginan dan tepung kacang hijau 9 5 Spektrum FTIR film karaginan dan tepung kacang hijau 10

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Bagan alir lingkup kerja penelitian 14 2 Contoh perhitungan kadar air rumput laut 15 3 Contoh perhitungan kadar abu rumput laut 15 4 Contoh perhitungan kadar air tepung kacang hijau 16 5 Contoh perhitungan kadar abu tepung kacang hijau 16 6 Contoh perhitungan kadar protein rumput laut 17 7 Contoh perhitungan kadar protein tepung kacang hijau 18

8 Contoh perhitungan kuat tarik film 19

(9)

PENDAHULUAN

Indonesia mempunyai sumber daya rumput laut penghasil karaginan terutama jenis Euchema cottonii dan Euchema spinosum penghasil kappa dan iota karaginan. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Indonesia merupakan produsen rumput laut terbesar di dunia. Tercatat pada tahun 2011 produksi rumput laut di Indonesia mencapai 4.3 juta ton. Untuk mengantisipasi peningkatan produksi, KKP mengembangkan usaha rumput laut secara terpadu dari hulu sampai hilir, salah satunya ialah pengolahan rumput laut menjadi karaginan dalam negeri. Selama ini rumput laut diekspor dalam bentuk bahan baku atau alkali treated carrageenan (ATC).

Karaginan merupakan hidrokoloid hasil ekstraksi dari rumput laut merah yang merupakan senyawa polisakarida kompleks. Ekstraksi karaginan dapat dilakukan dengan menggunakan pemanasan (konvensional dan gelombang mikro) dalam pelarut air dan basa (KOH atau NaOH). Senyawa ini banyak digunakan dalam industri pangan karena kemampuannya memodifikasi tekstur, cita rasa, yang berhubungan dengan kelembutan dan kerenyahan, daya awet sifat emulsi produk, serta mampu menstabilkan protein susu karena adanya gugus ester sulfat (Sandersen 1981). Kemampuan membentuk gel dan film menyebabkan karaginan banyak dimanfaatkan pada industri nonpangan, antara lain sebagai pengental pada pasta gigi, conditioner pada sampo, dan penyalut obat.

Biofilm merupakan film yang terbuat dari bahan-bahan biopolimer, antara lain polisakarida, protein, dan lemak sehingga mudah rusak secara alami. Biofilm memiliki sifat mekanik (kuat tarik dan elongasi) yang dapat bersaing dengan film sintetis. Selain itu, biofilm juga memiliki sifat permeabilitas terhadap uap air dan oksigen yang baik. Secara umum, biofilm diaplikasikan pada bidang pengemasan dan farmasi. Biofilm telah dilaporkan berpotensi sebagai pengganti film sintetis di dalam aplikasi kemasan makanan karena merupakan bahan yang lebih ramah lingkungan (Lopez et al. 2008). Bae et al. (2007) melaporkan bahwa biofilm dapat diaplikasikan pada bidang farmasi, antara lain pada pembuatan cangkang kapsul karena memiliki kelarutan yang baik di dalam air dan HCl.

(10)

2

Penelitian ini bertujuan menghasilkan biofilm yang dibuat dari karaginan dan tepung kacang hijau serta mengkaji sifat permeabilitasnya terhadap uap air. Penelitian ini terdiri atas 2 tahap, yaitu pembuatan film karaginan dan tepung kacang hijau, dengan variasi penambahan tepung kacang hijau dalam film yaitu sebesar 1%, 2.5%, 5%, dan 10%, dan dilanjutkan dengan pencirian film yang meliputi kuat tarik, permeabilitas uap air, analisis termal dengan DTA-TGA, dan analisis gugus fungsi dengan FTIR (Lampiran 1).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah microwave oven Panasonic 800 Watt, alat pengukur ketebalan film, alat uji tarik Tenso lab-Mey, alat DTA-TGA Shimadzu DTG-60H, dan IR Prestige-21. Bahan-bahan yang digunakan antara lain rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii yang diperoleh dari pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi, KOH dari Merck, tepung kacang hijau, dan gliserol dari Sigma Aldrich.

Prosedur

Kadar air (AOAC 2007)

Cawan petri dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven pada suhu 105–

110˚C selama 15 menit kemudian cawan diletakkan ke dalam desikator selama 15

menit dan ditimbang (A). Sampel (baik rumput laut maupun tepung kacang hijau) sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan (B). Cawan yang berisi sampel dipanaskan di dalam oven pada suhu 105–110˚C selama 5 jam. Setelah selesai, cawan tersebut didinginkan di dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang lagi (C). Kadar air dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar air 100 C

Keterangan:

A = Bobot cawan kosong (gram)

B = Bobot cawan + sampel sebelum dikeringkan (gram) C = Bobot cawan + sampel setelah dikeringkan (gram)

Kadar abu (AOAC 2007)

(11)

3

beserta sampel dibakar menggunakan bunsen hingga tidak berasap selama ± 10

menit dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur pada suhu 600˚C sampai

pengabuan sempurna. Sampel yang telah diabukan didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar abu C 100

Keterangan:

A = Bobot cawan kosong (gram)

B = Bobot cawan + sampel (terkoreksi kadar air) (gram) C = Bobot cawan + abu (gram)

Kadar protein (AOAC 2007)

Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeidahl kemudian ditambahkan sebanyak 2 sudip katalis selen dan 10 mL H2SO4 pekat. Sampel

dididihkan sampai cairan tidak berwarna kemudian dipindahkan ke alat destilasi dan dibilas dengan akuades sebanyak 150 mL. Sebanyak 50 mL larutan NaOH 4% dimasukkan ke dalam labu destilasi. Cairan dalam ujung kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 mL yang berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator

(campuran metil merah 0.2% dalam alkohol dan metilen biru 0.2% dalam alcohol dengan perbandingan 2:1) yang diletakkan di bawah kondensor. Distilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 150 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. Distilat dititrasi menggunakan HCl 0.1 N

sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah. Volume titran dibaca dan dicatat. Persentase kadar protein dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar Nitrogen bobot sampel Cl N Cl E N fpterkoreksi kadar air 100

Kadar protein N faktor konversi

Keterangan:

V HCl = Volume HCl (ml) N HCl = Konsentrasi HCl (N)

BE N = Bobot molekul Nitrogen (14.007 g/mol ek) fp = Faktor pengenceran

Faktor konversi = 6.25

Ekstraksi karaginan (Pratiwi2011)

(12)

4

Pembuatan film (Bae et al. 2007)

Larutan film disiapkan dengan melarutkan sebanyak 12.5 g gliserol dalam 450 mL akuades bersuhu 50˚C dan diaduk selama 30 menit pada suhu 50 ± 5˚C. Sebanyak 50 mL ekstrak rumput laut yang diperoleh dari proses ekstraksi ditambahkan dan diaduk selama 30 menit pada suhu 50 ± 5˚C. Tepung kacang hijau ditambahkan dan diaduk selama 60 menit dengan suhu yang dinaikkan perlahan-lahan sampai suhu mencapai 90 ± 5˚C. Larutan film dicetak di atas pelat kaca dan pengeringan dilakukan selama 1 malam.

Kuat tarik dan elongasi

Kuat tarik dan elongasi diukur menggunakan alat uji tarik jenis Tenso lab-Mey dan berdasarkan ASTM D 638. Film yang telah dikeringkan dipotong dengan ukuran panjang 40 mm dan lebar 20 mm. Kemudian, film dijepitkan pada alat uji tarik dengan kecepatan konstan. Data yang dihasilkan dicetak di atas kertas. Perhitungan besarnya kuat tarik dan persentase elongasi menggunakan persamaan di bawah ini.

Kuat tarik M a a a tarik saat putusLuas area

E erubahan panjang film anjang awal film

Permeabilitas uap air (Hu et al. 2000)

Permeabilitas uap air diukur dengan menggunakan metode cawan berdasarkan ASTM E 96-95. Sebanyak 30 mL akuades dimasukkan ke dalam cawan petri. Kemudian diatas cawan petri ditutup alumunium foil yang telah dilubangi. Luas lubang pada alumunium sebesar 10% dari luas cawan. Film dilekatkan di atas lubang menggunakan epoxy. Batas ketinggian permukaan air dalam cawan dan film sebesar 6mm. Cawan dipanaskan di dalam oven pada suhu

37±0.5˚C dan R 19±1.5 selama 5–6 jam dan diukur hilangnya masa air setiap jamnya. Laju transmisi uap air dihitung menggunakan persamaan di bawah ini.

Laju transmisi uap air masa air ang hilangwaktu luas

Analisis termal dengan DTA-TGA

(13)

5

Analisis dengan Spektrofotometri Inframerah

Analisis gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan Shimadzu IR Prestige-21. Film ditempatkan di dalam sel holder kemudian alat diatur agar diperoleh spectrum yang sesuai. Hasil analisis gugus fungsi dengan FTIR berupa spektrogram hubungan antara bilangan gelombang dan intensitas puncak yang mendeskripsikan gugus fungsi. Spektrum FTIR direkan menggunakan spektrometer pada suhu ruang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air, Abu, dan Protein

Penelitian ini melakukan penentuan kadar air, abu, dan protein terhadap bahan-bahan yang digunakan, yaitu rumput laut dan tepung kacang hijau. Penentuan kadar air bertujuan mengetahui mutu dan daya simpan bahan sehingga terhindar dari pengaruh aktivitas jamur atau mikrob yang tumbuh pada daerah yang lembap atau pada bahan yang memiliki kadar air tinggi. Selain itu, kadar air digunakan untuk mengoreksi bobot. Penentuan kadar abu bertujuan menentukan kandungan mineral sisa hasil pembakaran bahan organik. Mineral sebagai senyawaan anorganik akan tertinggal dalam bentuk abu yang dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kadar air, abu, dan protein pada rumput laut berturut-turut sebesar 15.89%, 49.16%, dan 8.19%. Kadar air, abu, dan protein pada tepung kacang hijau berturut-turut sebesar 10.14%, 4.08%, dan 26.34%. Hasil-hasil tersebut diperoleh dari perhitungan di Lampiran 2–7. Menurut Devis et al. (2008), rumput laut mengandung 11.28% air, 36.05% abu, dan 1.86% protein. Kacang hijau yang merupakan tanaman kacang-kacangan menurut Liu dan Shen dalam Ummi-Shafiqah et al. (2012) memiliki kandungan protein sebesar 24%.

Ekstrak Karaginan dan Sifat Film

(14)

6

Gambar 1 Skema reaksi perlakuan basa pada karaginan

Berdasarkan Gambar 1, kappa karaginan mengandung gugus 3,6-anhidro. Karaginan nongel, μ karaginan karaginan-6,4-disulfat) merupakan prekursor alami yang terdapat di dalam rumput laut dan memiliki gugus ester sulfat. Jembatan 3,6-anhidro terbentuk karena penghilangan sulfat dari C-6 pada prekursor dan bersamaan dengan itu, terbentuk jembatan 3,6-anhidro (Uy et al. 2005).

Film pada penelitian ini dibuat dari karaginan dan tepung kacang hijau serta gliserol sebagai pemlastis. Prinsip metode pencetakan film pada penelitian ini adalah gel casting. Pada metode gel casting, larutan film dibuat gel, kemudian penguapan pelarut selama pengeringan menurunkan kelarutan polimer hingga rantai polimer menyesuaikan diri untuk membentuk film. Film dibuat dengan berbagai konsentrasi, yaitu 1%, 2.5%, 5%, dan 10% dengan ketebalan awal 0.790 mm. Film-film yang dihasilkan homogen secara kasat mata, transparan, dan memiliki sifat yang lentur.

Terbentuknya film diakibatkan oleh adanya interaksi ikatan hidrogen antara polisakarida dan tepung. Karaginan merupakan polisakarida yang bermuatan negatif. Muatan negatif tersebut terdapat pada gugus sulfat (SO4-). Adanya muatan

negatif ini memengaruhi kelarutan karaginan di dalam air. Karaginan sendiri mampu membentuk film namun film yang dihasilkan kurang kuat. Adanya pemlastis gliserol menyebabkan film menjadi lebih lentur dan lebih dapat diperpanjang (Embuscado dan Huber 2009).

Kuat Tarik dan Elongasi

Uji fisik terhadap film meliputi uji mekanik dan uji penghambatan. Uji mekanik menunjukkan kekuatan film dalam menahan kerusakan bahan selama pengolahan, sedangkan uji penghambatan menunjukkan kemampuan film melindungi bahan yang dikemas. Uji fisik film meliputi kuat tarik, elongasi, ketebalan, dan laju permeabilitas uap air. Kuat tarik merupakan tarikan maksimum yang dapat ditahan sebelum film putus atau robek. Pengukuran kuat tarik berguna untuk mengetahui besarnya gaya untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap luas film untuk memanjang atau merenggang. Elongasi didefinisikan sebagai persentase perubahan panjang film pada saat film ditarik sampai putus.

(15)

7

Tabel 1 Nilai kuat tarik dan elongasi film karaginan dan tepung kacang hijau Konsentrasi tepung dalam disebabkan film yang dihasilkan sangat tipis. Secara keseluruhan, ketebalan film sekitar 0.02–0.03 mm, diukur pada 10 titik yang berbeda (Lampiran 8). Berdasarkan Tabel 2, nilai kuat tarik yang tertinggi terdapat pada film dengan penambahan konsentrasi tepung kacang hijau sebesar 2.5%, yaitu 531.19 MPa. Jika dibandingkan dengan LDPE, kuat tarik film hasil penelitian ini lebih besar dari LDPE. Kuat tarik LDPE sebesar 27.58 MPa sehingga dapat dikatakan bahwa film hasil penelitian ini mampu menyaingi LDPE dari segi kuat tariknya. Coudhary et al. (2011) telah melaporkan bahwa kuat tarik yang dihasilkan oleh film karaginan sebesar 0.73 MPa.

Tepung kacang hijau telah dilaporkan memiliki kandungan protein sebesar 26.34%. Debeaufort dan Voilley dalam Embuscado dan Huber (2009) mengemukakan bahwa film berbahan dasar polisakarida dan protein memiliki keunggulan dalam hal stabilitas mekaniknya. Pembentukan film polisakarida dan protein melalui interaksi elektrostatis, ikatan hidrogen, gaya van der Waals, ikatan kovalen, dan jembatan disulfida sehingga dapat meningkatkan stabilitas mekanik pada film (Embuscado dan Huber 2009).

Permeabilitas Uap Air

Laju permeabilitas uap air merupakan jumlah air yang hilang per satuan waktu dibagi dengan luas film. Metode yang umum digunakan untuk menentukan permeabilitias uap air adalah ASTM E96-95, ang dikenal dengan „metode

cawan‟. Permeabilitas uap air dihitung menggunakan persamaan pada Lampiran 9.

(16)

8

Gambar 2 menunjukkan bahwa hilang massa air (Lampiran 9) dari setiap konsentrasi film hampir sama dan bertambah setiap jamnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hu et al. (2000) bahwa massa air yang hilang dari setiap film yang diuji meningkat setiap jamnya dan keadaan tunak diperoleh setelah 5 jam. Permeabilitas film berkaitan dengan gugus hidrofilik pada film (Lorotonda 2007). Hasil pengukuran permeabilitas uap air pada suhu 37

˚

C, penurunan kelembapan relatif dari 97% menjadi 58%, dan beda tekanan sebesar 0.06 inHg dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Permeabilitas uap air film karaginan dan tepung kacang hijau Nilai permeabilitas paling rendah dihasilkan oleh film karaginan dan tepung kacang hijau 2.5%, yaitu sebesar 13.01 ng m/m2 s Pa. Salah satu fungsi film adalah menahan migrasi uap air sehingga permeabilitas terhadap uap air harus rendah. Oleh karena itu, film dengan penambahan 2.5% tepung kacang hijau dalam penelitian ini merupakan film yang optimum jika dilihat dari permeabilitas uap airnya. Jika dibandingkan dengan LDPE, permeabilitas uap air pada film ini lebih tinggi dari LDPE (0.00064 ng m/m2 s Pa) sehingga dapat dikatakan bahwa film hasil penelitian ini belum mampu menyaingi LDPE dari segi permeabilitas uap airnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui bahan pengisi lain sehingga dapat memperbaiki sifat permeabilitas film terhadap uap air dan mampu menyaingi LDPE. Nilai permeabilitas juga dapat digunakan untuk menentukan waktu yang diperlukan uap air untuk melewati film (Debeaufort dalam Embuscado dan Huber 2009) sehingga dapat dinyatakan dengan satuan waktu. Berdasarkan definisi tersebut, waktu optimum yang dibutuhkan uap air untuk melewati film yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 46.84× 10-11 jam.

Sifat Termal

Analisis termal dapat menentukan sifat fisik sampel sebagai fungsi suhu atau waktu di bawah kondisi yang terkendali. Analisis termal meliputi Analisis Termogravimetri (TGA), Analisis Diferensial Termal (DTA), Kalorimetri Diferensial Payar (DSC). (Hatekayama and Hatekayama 2004). Analisis TGA

(17)

9

pada prinsipnya mengukur pengurangan bobot sampel sebagai fungsi suhu atau waktu ketika dilakukan pemanasan. Analisis DTA pada prinsipnya mengukur perubahan suhu antara senyawa sampel dan standar selama pemanasan. Kurva DTA dapat digunakan untuk menentukan degradasi berlangsung secara eksotermik atau endotermik. Kurva proses eksotermik akan menghasilkan puncak sedangkan proses endotermik akan menghasilkan lembah.

Analisis termogravimetri di dalam penelitian polimer dilakukan pada kondisi yang sedang supaya diperoleh beberapa informasi, antara lain suhu dekomposisi (Td), puncak kurva turunan TG (∆Td), residu massa, dan hilang

massa karena penguapan senyawa dengan bobot molekul rendah (Hatekayama et al. 2004)). Kurva TG-DTA yang dihasilkan pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 4.

a

b

(18)

10

Berdasarkan Gambar 4, kurva TG-DTA film karaginan maupun film karaginan dan tepung kacang hijau 1% menunjukkan suhu-suhu transisi yang tajam. Artinya, film hasil penelitian ini kurang homogen. Hal ini disebabkan oleh faktor pengadukan. Hasil kurva TGA film karaginan menunjukkan masa yang hilang sekitar 20.695 mg atau 83.633%, sedangkan hasil kurva TGA dari film karaginan dan tepung kacang hijau 1% menunjukkan massa yang hilang sekitar 15.934 mg atau 63.536%. Hasil kurva DTA dari film karaginan dan tepung kacang hijau 1% menunjukkan degradasi berlangsung secara eksotermik pada 32.26 uV dan 46.49 uV, sedangkan secara endotermik 90.22 uV. Hasil kurva DTA dari film karaginan hanya menunjukkan degradasi berlangsung secara endotermik pada -124.06 uV dan -40.41 uV.

Spektrum FTIR

Film karaginan dan tepung kacang hijau selanjutnya dianalisis gugus fungsi dengan spektrofotometer FTIR. Lampiran 10 menunjukan spektrum film karaginan dan tepung kacang hijau. Spektrum FTIR dari film yang dihasilkan memiliki kemiripan pola dengan spektrum karaginan komersial pada Distantina et al. (2011). Menurut Distantina, spektrum FTIR karaginan menunjukkan adanya pita serapan pada bilangan gelombang 1210–1260 cm-1

yang merupakan gugus fungsi ester sulfat (S=O) (a), 1010–1080 cm-1 ikatan glikosida (b), 928–933 cm-1

3,6-anhidro-D-galaktosa (c), dan 840–850 cm-1 D-galaktosa-4-sulfat (d) (Gambar 5).

Gambar 5 Spektrum FTIR film karaginan dan tepung kacang hijau

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Biofilm berbahan dasar polisakarida dari karaginan dan tepung kacang hijau berhasil dibuat dengan mencampurkan ekstrak rumput laut dan tepung kacang hijau serta gliserol sebagai pemlastis. Nilai kuat tarik yang paling tinggi terdapat

Hasil penelitian

(19)

11

pada film karaginan dan tepung kacang hijau 2.5% yaitu 531.19 MPa. Permeabilitas uap air yang paling baik juga terdapat pada film karaginan dan tepung kacang hijau 2.5% yaitu 13.01 ng m/m2 s Pa. Berdasarkan hasil kurva TG-DTA, film hasil penelitian ini kurang homogen.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan bahan pengisi lain untuk memperbaiki sifat permeabilitas uap air dari film karaginan dan tepung kacang hijau yang telah dihasilkan. Selain itu, digunakan juga pengaduk berkecepatan supaya dihasilkan film yang lebih homogen.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical and Chemistry. 2007. Official Method of Analysis 18th. Marylan: Association of Official Analytical Chemist Inc. Bae Ho J, Cha Dong S, Whiteside William S, Park Hyun J. 2007. Film and

pharmaceutical hard capsule formation properties of mungbean, waterchestnut, and sweet potao flours. Food Chem 106:96–105.

Choudary DR, Patel V, Patel H, Kundawala AJ. 2011. Exploration of film forming properties of film formers used in the formulation of rapid dissolving films. Int J Chemtech Res 531–533.

Devis FH.2008. Bioetanol Berbahan Dasar Rumput Laut Kappaphycus alvarezii [skripsi] Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Distantina S, Wiranti, Fachrurrozi M, Rochmadi. 2011. Carrageenan properties extracted from Eucheuma cotoonii, Indonesia. Engine and Technol 78:738– 742.

Embuscado ME and Huber KC. 2009. Edible Film and Coatings For Food Application. London: Springer

Hatekayama T & Hatekayama H. 2004. Thermal Properties of Green Polymers and Biocomposites. USA: Springer

Hu Yu, Topolkaraev V, Hiltner A, Baer E. 2001. Measurement of water vapor transmission rate in highly permeable films. J Applied Polymer Science 81:1624–1633.

Ipsen R. 1995. Mixed gels made from protein and kappa carrageenan. Carbohydrate Pol 28:337–339.

Kester J.J & Fennema O.R. 1986. Edible film and coatings. Food Technol. 12:47– 59.

Larotonda F DS. 2007. Biodegradable films and coatings obtained from Mastocarpus stellatus and flour from Quercus suber [tesis]. Porto: Faculty of Engineering University of Porto

(20)

12

Pratiwi N. 2011. Optimasi Ekstraksi Karaginan Kappa dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii [skripsi] Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Ribeiro C, Vicente AA, Teixeira JA, Miranda Candida. 2007. Optimization of edible composition to retard strawberry fruit senescence. Postharvest Biology and Technology 44:63–70.

Sandersen G.R. 1981. Polysaccaharides in foods. J Food Technol. 7:50–59. Ummi-Shafiqah M.S, Fazilah A, Karim A.A, Kaur B, Yusup Y. 2012. The effect

of UV treatment on the properties of sago and mung bean films. International Food Research Journal 19:265–270.

Uy FS, Easteal AJ, Farid MM. 2005. Seaweed processing using industrial single-mode cavity microwave heating: a preliminary investigation. Carbohydrate Researc. 340:1357–1364.

(21)

13

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian

Preparasi alat dan bahan

Ekstraksi karaginan

Pembuatan film

Analisis

Kuat tarik dan elongasi

Permeabilitas uap air

(22)

14

Lampiran 2 Contoh perhitungan kadar air rumput laut

Ulangan Bobot sampel (g) Bobot setelah

pengeringan (g) Kadar Air (%)

1 2.0281 1.6993 15.95

2 2.0080 1.6866 16.00

3 2.0143 1.6974 15.73

Rerata 15.89

Ulangan 1:

Kadar air obot sampel obot setelah pengeringan obot sampel 100

2.0281 1.69932.0281 100 15.95

Rerata Kadar air 15.95 16.00 15.733 15.89

Lampiran 3 Contoh perhitungan kadar abu rumput laut

Ulangan Bobot sampel (g)

Bobot sampel terkoreksi kadar air (g)

Bobot abu (g) Kadar Abu (%)

1 2.0012 1.6832 0.7937 47.15

2 2.0011 1.6831 0.8844 52.54

3 2.0054 1.6867 0.8063 47.80

Rerata 49.16

Ulangan 1:

Kadar abu obot sampel obot abuterkoreksi 100

0.79371.6832 100 39.66

(23)

15

Lampiran 4 Contoh perhitungan kadar air tepung kacang hijau

Ulangan Bobot sampel (g) Bobot setelah

pengeringan (g) Kadar Air (%)

1 2.0038 1.8014 10.10

2 2.0037 1.7995 10.19

3 2.0006 1.7977 10.14

Rerata 10.14

Ulangan 1:

Kadar air obot sampel obot setelah pengeringan obot sampel 100

2.0038 1.8142.0038 100 10.10

Rerata Kadar air 10.10 10.19 10.143 10.14

Lampiran 5 Contoh perhitungan kadar abu tepung kacang hijau

Ulangan Bobot sampel (g)

Bobot sampel terkoreksi kadar air (g)

Bobot abu (g) Kadar Abu (%)

1 2.0204 1.8155 0.0752 4.14

2 2.0103 1.8064 0.0713 3.95

3 2.0245 1.8192 0.0755 4.15

Rerata 4.08

Ulangan 1:

Kadar abu obot sampel obot abuterkoreksi 100

0.07521.8155 100 4.14

(24)

16

Lampiran 6 Contoh perhitungan kadar protein rumput laut

Ulangan Bobot sampel (mg)

Bobot sampel terkoreksi kadar air (mg)

Volume HCl terpakai (mL)

Kadar protein (%)

1 102.1 85.86 0.80 8.13

2 100.6 84.61 0.80 8.25

Rerata 8.19

Ulangan 1:

Kadar N olume Cl terpakai N Cl E N obot sampel 100 0.80 0.1 14.007

85.86 100 1.30

Kadar protein Kadar N faktor konversi 1.30 6.25

8.13

(25)

17

Lampiran 7 Contoh perhitungan kadar protein tepung kacang hijau

Ulangan Bobot sampel (mg)

Bobot sampel terkoreksi kadar air (mg)

Volume HCl terpakai (mL)

Kadar protein (%)

1 154.5 138.83 4.20 26.50

2 148.7 133.62 4.00 26.19

Rerata 26.34

Ulangan 1:

Kadar N olume Cl terpakai N Cl E N obot sampel 100 4.20 0.1 14.007

138.83 100 4.24

Kadar protein Kadar N faktor konversi 4.24 6.25

26.50

(26)

18

(27)

19

lebar film = 20 mm 1 Kgf = 9.80665 N

Kuat tarik film 1 %:

Kuat tarik Luas film a a

0.021 20 mm 17 9.80665 N2

(28)

20

Lampiran 9 Contoh perhitungan permeabilitas uap air 1%

Permeabilitas uap air film karaginan dan tepung kacang hijau 1% waktu 1 jam

(29)

21

(30)

22

Lampiran 10 Spektrum FTIR film karaginan dan tepung kacang hijau

(31)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggl 8 Februari 1990 sebagai putri kedua dari Bapak Sumaryono dan Ibu Wargini. Tahun 2008 penulis telah menyelesaikan pendidikan tingkat atasnya di SMA Negeri 1 Ungaran dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar Tingkat Persiapan Bersama (TPB) tahun 2009 dan tahun 2011, asisten praktikum mata kuliah Kimia Lingkungan tahun ajaran 2010/2011, dan asisten praktikum mata kuliah Kimia Fisik tahun ajaran 2011/2012. Selama kuliah, penulis juga melakukan kegiatan Praktik Lapang di Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (PTKMR BATAN) Lebak

ulus, Jakarta Selatan dengan judul laporan “ enentuan Konsentrasi

Radionuklida Pemancar Gamma Dalam Air Laut Menggunakan Metode Pengendapan MnO2”. Pada tahun 2012 penulis dkk. mendapatkan dana program

kreativitas mahasiswa bidang penelitian KM dengan judul “ embuatan

Gambar

Tabel 1   Nilai kuat tarik dan elongasi film karaginan dan tepung kacang hijau
Gambar 2 menunjukkan bahwa hilang massa air (Lampiran 9) dari setiap
Gambar 4.
Gambar 5  Spektrum FTIR film karaginan dan tepung kacang hijau

Referensi

Dokumen terkait

Apabila terdapat perbedaan informasi dan ketentuan-ketentuan antara addendum ini dengan dokumen lelang, maka yang mengikat adalah addendum ini sedangkan informasi

Namun sebaliknya pegawai yang melihat, memahami dan menilai atasannya sebagai atasan yang tidak mempromosikan mereka meskipun su- dah bekerja dengan optimal (item

berupa tanda bukti atau sertifikat sedangkan rafa’ tidak ada tanda bukti apapun. Sertifikat adalah suatu tanda bukti bahwa calon pengantin telah mengikuti bimbingan

Dalam ha1 ini, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Padang berusaha mendorong dosen untuk melakukan penelitian sebagai bagian integral dari kegiatan mengajarnya, baik

The central limit theorem establishes that the sampling distribution of sample means will be approximately normal, will have a mean equal to the population

Berdasarkan hasil dan pembahasan pengaruh prestasi belajar kewirausahaan dan praktek kerja industri siswa kelas XII SMK Negeri 2 Lumajang maka saran yang dapat

Selain diatas ada lagi sastrawan yang berkarya pada tahun pujangga baru tidak digolongkan sebagai sastrawan angkatan pujangga baru karena mereka mengorbit

After applying the green manufacturing method and implementation automation system on the punching machine can optimize the use of energy consumption, cost to use of