• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pernikahan adalah kerja sama antara dua orang yang telah sepakat untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pernikahan adalah kerja sama antara dua orang yang telah sepakat untuk"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pernikahan

2.1.1 Pengertian Pernikahan

Pernikahan adalah kerja sama antara dua orang yang telah sepakat untuk hidup bersama hingga hayatnya. Agar kehidupan rumah tangga ini dapat langgeng sepanjang masa, mutlak diperlukan ikatan yang kuat berupa rasa cinta dan saling memahami.

Pernikahan adalah suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang didalamnya terdapat suatu tanggung jawab dari kedua belaah pihak. Janji setia yang terucap merupakan sesuatu yang tidak mudah diucapkan.

Dalam pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan, mendefinisikan pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sedangkan defenisi pernikahan menurut Duvall & Miller (1985)

“Socially recognized relationship between a man and woman that provider for sexual relationship, legitimates childbearing and establishes a division of labour between spouses”

Jadi dapat disimpulkan bahwa pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu pernikahan merupakan ikatan lahir batin dalam membina kehidupan keluarga. Dalam menjalankan kehidupan berkeluarga diharpkan kedua individu itu dapat

(2)

memenuhi kebutuhannya dan mengembangkan dirinya. Pernikahan sifatnya kekal dan bertujuan menciptakan kebahagian individu yang terlibat didalamnya.

Menurut Bachtiar (2004) defenisi pernikahan adalah pintu bagi bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat keturunan. Pernikahan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh perasaan cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup bergaul guna memelihara kelangsungan manusia di bumi.

Terruwe menyatakan bahwa pernikahan merupakan suatu persatuan. Persatuan itu diciptakan oleh cinta dan dukungan yang diberikan oleh seorang pria pada isterinya, dan wanita pada suaminya.

Menurut Goldberg pernikahan merupakan suatu lembaga yang sangat populer dalam masyarakat, tetetapi sekaligus juga bukan suatu lembaga yang tahan uji. Pernikahan sebagai kesatuan tetap menjanjikan suatu keakraban yang bertahan lama dan bahkan abadi serta pelesatarian kebudayaan dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan interpersonal (http://smktpi99.blogspot.com/2013 /01/pernikahan/15.html diakses pukul 11.34 WIB, 26 Februari 2013).

Menurut Kartono (1992), pengertian pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetetapi praktek-prakteknya pernikahan dihampir semua kebudayaan cenderung sama pernikahan menunujukkan pada suatu peristiwa saat sepasang calon suami-istri dipertemukan secara formal dihadapan ketua agama,

(3)

para saksi, dan sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan secara resmi dengan upacara dan ritual-ritual tertentu.

Menurut Saxton pernikahan memiliki dua makna, yaitu:

a. Sebagai suatu institusi sosial. Suatu solusi kolektif terhadap kebutuhan sosial. Eksistensi dari pernikahan itu memberikan fungsi pokok untuk kelangsungan hidup suatu kelompok dalam hal ini adalah masyarakat. b. Makna individual. Pernikahan sebagai bentuk legitimisasi (pengesahan)

terhadap peran sebagai individual, tetetapi yang terutama, pernikahan di pandang sebagai sumber kepuasan personal.

Menurut Abdul Jumali pernikahan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita, hidup bersama dalam rumah tangga, melanjutkan keturunan menurut ketentuan hukum syariat Islam.

Hukum katholik pernikahan adalah ikatan seumur hidup antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri yang terjadi atas persetujuan kedua belah pihak yang tidak dapat ditarik kembali.

Berdasarkan berbagai definisi tentang pernikahan di atas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan sebagai suami isteri yang memiliki kekuatan hukum dan diakui secara sosial dengan tujuan membentuk keluarga sebagai kesatuan yang menjanjikan pelestarian kebudayaan dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan inter-personal.

(4)

2.1.2 Tujuan pernikahan

Bagi mayoritas penduduk Indonesia, sebelum memutuskan untuk menikah biasanya harus melalui tahap-tahapan yang menjadi prasyarat bagi pasangan tersebut. Tahapan tersebut diataranya adalah masa perkenalan atau dating kemudian setelah masa ini dirasa cocok, maka mereka akan melalui tahapan berikut yaitu meminang. Peminangan (courtship) adalah kelanjutan dari masa perkenalan dan masa berkencan (dating). Selanjutnya, setelah perkenalan secara formal melalui peminangan tadi, maka dilanjutkan dengan melaksanakan pertunangan (mate-selection) sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk melaksanakan pernikahan (Narwoko, dalam Kertamuda,2009:25).

Pernikahan merupakan aktivitas sepasang laki-laki dan perempuan yang terkait pada suatu tujuan bersama yang hendak dicapai. Dalam pasal 1 Undang-Undang pernikahan tahun 1974 tersebut diatas dengan jelas disebutkan, bahwa tujuan pernikahan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menurut Walgito (2002), masalah pernikahan adalah hal yang tidak mudah, karena kebahagiaan bersifat reltif dan subyektif. Subyektif karena kebahagiaan bagi seseorang belum tentu berlaku bagi orang lain, relatif karena sesuatu hal yang pada suatu waktu dapat menimbulkan kebahagiaan dan belum tentu diwaktu yang lain juga dapat menimbulkan kebahagiaan.

Masdar Helmy (dalam Bachtiar, 2004) mengemukakan bahwa tujuan pernikahan selain memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan di dunia,

(5)

mencegah perzinahan, agar tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketentraman keluarga dan masyarakat.

Menurut Soemijati (dalam bachtiar, 2004) tujuan pernikahan adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan keluarga bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang, memperoleh keturunan yang sah dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh hukum.

Menurut Bachtiar (2004), membagi lima tujuan pernikahan yang paling pokok adalah:

1 Memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur

2 Mengatur potensi kelamin

3 Menjaga diri dari perbuatan-perbuan yang dilarang agama 4 Menimbulkan rasa cinta antara suami-isteri

5 Membersihkan keturunan yang hanya bisa diperoleh dengan jalan pernikahan.

Sedangkan menurut Ensiklopedia Wanita Muslimah (dalam bacthtiar, 2004), tujuan pernikahan adalah:

1 Kelanggengan jenis manusia dengan adanya keturunan 2 Terpeliharanya kehormatan

3 Menenteramkan dan menenagkan jiwa 4 Mendapatkan keturunan yang sah

(6)

2.2 Pernikahan Usia Muda

2.2.1 Pengertian Pernikahan Usia Muda

Pernikahan usia muda dapat didefenisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri di usia yang masih muda/remaja. Sehubungan dengan pernikahan usia muda, maka ada baiknya kita terlebih dahulu melihat pengertian daripada remaja (dalam hal ini yang dimaksud rentangan usianya). Golongan remaja muda adalah para gadis berusia 13 sampai 17 tahun, inipun sangat tergantung pada kematangan secara seksual, sehingga penyimpangan-penyimpangan secara kasuistik pasti ada. Dan bagi laki-laki yang disebut remaja muda berusia 14 tahun sampai 17 tahun. Dan apabila remaja muda sudah menginjak 17 sampai dengan 18 tahun mereka lajim disebut golongan muda/ anak muda. Sebab sikap mereka sudah mendekati pola sikap tindak orang dewasa, walaupun dari sudut perkembangan mental belum matang sepenuhnya.

Namun dalam prakteknya didalam masyarakat sekarang ini masih banyak dijumpai sebagian masyarakat yang melangsungkan pernikahan di usia muda atau di bawah umur. Sehingga Undang-undang yang telah dibuat, sebagian tidak berlaku di suatu daerah tertentu meskipun Undang-Undang tersebut telah ada sejak dahulu.

Di Indonesia pernikahan usia muda berkisar 12-20% yang dilakukan oleh pasangan baru. Biasanya, pernikahan usia muda dilakukan pada pasangan usia rata-rata umurnya antara 16-20 tahun. Secara nasional pernikahan usia muda dengan usia pengantin di bawah usia 16 tahun sebanyak 26,95% (http://www.bps.go.id, diakses pada pukul 20.00 WIB,25 November 2012).

(7)

Usia ideal perempuan untuk menikah adalah 19-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun. Karena diusia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang. Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik psikis emosional, ekonomi dan sosial.

Dalam pernikahan, usia dan kedewasaan memang menjadi hal yang harus diperhatikan bagi para pria dan wanita yang ingin melangsungkan pernikahan. Karena bila kita melihat fenomena yang ada, pada orang yang dewasa ketika berumah tangga dipandang akan dapat mengendaliakn emosi dan kemarahan yang sewaktu-waktu akan muncul dalam keluarga. Ini dimungkinkan karena kualitas akal dan mentalnya sudah relative stabil sehingga dapat mengontrol diri sendiri maupun dengan pasangan dan lingkungan sekitar. Kedewasaan dalam bidang fisik-biologis, sosial ekonomi, emosi dan tanggung jawab serta keyakinan agama, ini merupakan modal yang sangat besar dan berarti dalam upaya meraih kebahagiaan

Melakukan pernikahan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang matang dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak apresiatif terhadap makna menikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah pernikahan. Sebagian masyarakat yang melangsungkan pernikahan usia muda ini dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan pernikahan usia muda atau di bawah umur.

Setelah melihat uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pernikahan usia muda adalah pernikahan remaja dilihat dari segi umur masih

(8)

belum cukup atau belum matang untuk membentuk sebuah keluarga. Sedangkan menurut kesehatan melihat pernikahan usai muda itu sendiri yang ideal adalah perempuan diatas 20 tahun sudah boleh menikah, sebab perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim. Dan pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang, maka kalau terpapar human papiloma Virus HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker (Kompono, 2007).

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Muda

Dalam melangsungkan suatu pernikahan maka perlu mempunyai persiapan dan kematangan baik secara biologis, psikologis maupun sosial ekonomi. Namun masih ada sebagian masyarakat di dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang yang melangsungkan pernikahan usia muda ini dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan pernikahan usia muda tanpa mempertimbangkan kematangan biologis, pisikologis maupun ekonomi.

Hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN tahun 2011 menemukan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi median usia pernikahan pertama perempuan adalah faktor sosial, ekonomi, budaya dan tempat tinggal (desa/kota). Di antara faktor-faktor tersebut, faktor ekonomi merupakan faktor yang paling dominan terhadap median usia nikah/kawin pertama perempuan. Hal ini ditengarai disebabkan oleh kemiskinan yang membelenggu perempuan dan orang tuanya. Karena tidak mampu membiayai anaknya, maka orang tua menginginkan anaknya tersebut segera

(9)

menikah sehingga mereka terlepas dari tanggung jawab dan berharap setelah anaknya menikah mereka akan mendapatkan bantuan ekonomi (http://www.bkkbn.go.id/ViewSiaranPers.aspx?SiaranPersID=7 diakses pukul 22:45 WIB,7 Januari 2012)

Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dalam usia muda yakni menurut RT. Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari pernikahan usia muda adalah:

a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga

b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk pernikahan terlalu muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.

c. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat. Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.

Selain menurut para ahli di atas, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya pernikahan usia muda yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat kita yaitu faktor ekonomi, pendidikan, keluarga, kemauan sendiri, media masa dan hamil diluar nikah (http://alfiyah23.student.umm.ac.id/, diakses pada tanggal 22 Januari 2013 pukul 20.00 WIB)

a. Faktor Ekonomi

Mencher (dalam Siagian, 2012) mengemukakan kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan

(10)

yang layak. Sehingga dapat kita katakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pernikahan usia muda adalah tingkat ekonomi keluarga.

Rendahnya tingkat ekonomi keluarga mendorong si anak untuk menikah diusia yang tergolong muda untuk meringankan beban orang tuanya. Dengan si anak menikah sehingga bukan lagi menjadi tanggungan orang tuanya ( terutama untuk anak perempuan ), belum lagi suami anaknya akan bekerja atau membantu perekonomian keluarga maka anak wanitanya dinikahkan dengan orang yang dianggap mampu.

b. Faktor Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan cenderung melakukan aktivatas sosial ekonomi yang turun temurun tanpa kreasi dan inovasi. Akibat lanjutnya produktivitas kerjanyapun sangat rendah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara memadai. Karena terkadang seorang anak perempuan memutuskan untuka menikah diusia yang tergolong muda.

Pendidikan dapat mempengaruhi seorang wanita untuk menunda usia untuk menikah. Makin lama seorang wanita mengikuti pendidikan sekolah, maka secara teoritis makin tinggi pula usia kawin pertamanya. Seorang wanita yang tamat sekolah lanjutan tingkat pertamanya berarti sekurang-kurangnya ia menikah pada usia di atas 16 tahun ke atas, bila menikah diusia lanjutan tingkat atas berarti sekurang-kurangnya berusia 19 tahun dan selanjutnya bila menikah setelah mengikuti pendidikan di perguruan tinggi berarti sekurang-kurangnya berusia di atas 22 tahun.

(11)

c. Faktor Keluarga/ Orang tua

Biasanya orang tua bahkan keluarga menyuruh anaknya untuk menikah secepatnya padahal umur mereka belum matang untuk melangsungkan pernikahan, karena orang tua dan keluarga khawatir anaknya melakukan hal-hal yang tidak di inginkan karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera menikahkan anaknya. Hal ini merupakan hal yang sudah biasa atau turun-temurun. Sebuah keluarga yang mempunyai anak gadis tidak akan merasa tenang sebelum anak gadisnya menikah.

d. Faktor kemauan sendiri

Hal ini disebabkan karena keduanya merasa sudah saling mencintai dan adanya pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau media-media yang lain, sehingga bagi mereka yang telah mempunyai pasangan atau kekasih terpengaruh untuk melakukan pernikahan di usia muda.

e. Faktor Media massa

Media cetak maupun elektronik merupakan media massa yang paling banyak digunakan oleh masyarakat kota maupun desa. Oleh karena itu, media masa sering digunakan sebagai alat menstransformasikan informasi dari dua arah, yaitu dari media massa ke arah masyarakat atau menstransformasi diantara masyarakat itu sendiri.

Cepatnya arus informasi dan semakin majunya tehnologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan masyarakat di Indonesia, tidak terkecuali remaja. Teknologi seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, disatu sisi berdampak positif tetapi di sisi lain juga berdampak negatif. Dampak posifitnya,

(12)

munculnya imajinasi dan kreatifitas yang tinggi. Sementara pengaruh negatifnya, masuknya pengaruh budaya asing seperti pergaualan bebas dan pornografi. Masuknya pengaruh budaya asing mengakibatkan adanya pergaulan bebas dan seks bebas.

Menurut Rohmahwati (2008) paparan media massa, baik cetak (koran, majalah, buku-buku porno) maupun elektronik (TV, VCD, Internet), mempunyai pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah.

f. Faktor MBA ( Marriage By Acident)

Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, dengan mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kota-kota besar. Pernikahan pada usia remaja pada akhirnya menimbulkan masalah tidak kalah peliknya. Jadi dalam situasi apapun tingkah laku seksual pada remaja tidak pernah menguntungkan, pada hal masa remaja adalah periode peralihan ke masa dewasa. Selain itu, pasangan yang menikah karena “kecelakaan” atau hamil sebelum menikah mempunyai motivasi untuk melakukan pernikahan usia muda karena ada suatu paksaan yaitu untuk menutupi aib yang terlanjur terjadi bukan atas dasar pentingnya pernikahan.

Berdasarkan data penelitian disejumlah daerah menunjukkan adanya trend peningkatan perilaku seks di luar nikah. Beberapa penelitian menunjukkan 21-30% remaja Indonesia dikota besar seperti Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta, telah melakukan hubungan seks pranikah dikalangan remaja (http://www.koranindonesia.com/2008/11/05/menyelamatkan-generasi-muda/,

(13)

Data hasil penelitian Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di kota besar (Medan, Jakarta Pusat, Bandung dan Surabaya) pada tahun 2009 menunjukkan bahwa 35,9% remaja mempunyai teman yang sudah pernah melakukan hubungan seks pranikah dan 6,9% responden telah melakuka hubungan sex pranikah.(http://www.bkkbn.go.id/ViewSiaranPers.aspx?Siaran Pers ID=7).

2.2.3 Risiko Pernikah Usia Muda

Masalah yang timbul dari pernikahan usia muda bagi pasangan suami istri pada umumnya adanya percekcokan kecil dalam rumah-tangganya. Karena satu sama lainnya belum begitu memahami sifat keduanya maka perselisihan akan muncul kapan saja. Karena diantara keduanya belum bisa menyelami perasaan satu sama lain dengan sifat keegoisannya yang tinggi dan belum matangnya fisik maupun mental mereka dalam membina rumah tangga memungkinkan banyaknya pertengkaran atau bentrokan yang bisa mengakibatkan perceraian.

Emosi yang tidak stabil, memungkinkan banyaknya pertengkaran jika menikah diusia muda. Kedewasaan seseorang tidak dapat diukur dengan usia saja, banyak faktor seseorang mencapai taraf dewasa secara mental yaitu keluarga, pergaulan, dan pendidikan. Semakin dewasa seseorang semakin mampu mengimbangi emosionalitasnya dengan rasio. Mereka yang senang bertengkar cenderung masih kekanak-kanakan dan belum mampu mengekang emosi.

Kesusahan dan penderitaan dalam kehidupan rumah tangga seperti; kekurangan ekonomi, pertengkaran-pertengkaran dan tekanan batin yang dialami oleh pasangan suami istri itu dapat mengakibatkan kesehatan khususnya

(14)

anak-anaknya menjadi terganggu.Pernikahan usia muda bukan hanya dari masalah kesehatan saja, dimana pernikahan diusia muda pada anak perempuan mempunyai penyumbang terbesar terhadap kanker serviks. Tetetapi punya masalah juga terhadap kelangsungan pernikahan. Pernikahan yang tidak didasari persiapan yang matang akan menimbulkan masalah dalam rumah tangga seperti pertengkaran, percekcokan, bentrok antara suami isteri yang menyebabkan terjadinya perceraian. Tidak hanya itu saja, pernikahan diusia muda mendatangkan banyak resiko seperti :

a. Kematian Ibu (Maternal Mortality)

Resiko kesehatan pada ibu yang usia muda juga tidak kalah besarnya dibanding bayi yang dikandung. Ibu kecil yang berusia antara 10-14 tahun berisiko meninggal dalam proses persalinan 5 kali lebih besar dari wanita dewasa. Persalinan yang berujung pada kematian merupakan faktor paling dominan dalam kematian gadis yang menikah di usia muda.

b. Kekerasan Rumah Tangga (Abuse and violence)

Ketidak setaraan jender merupakan konsekuensi dalam pernikahan anak. Mempelai anak memiliki kapasitas yang terbatas untuk menyuarakan pendapat, menegosiasikan keinginan berhubungan seksual, memakai alat kontrasepsi, dan mengandung anak. Demikian pula dengan aspek domestik lainnya. Dominasi pasangan seringkali menyebabkan anak rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Anak yang menghadapi kekerasan dalam rumah tangga cenderung tidak melakukan perlawanan, sebagai akibatnya merekapun tidak mendapat pemenuhan rasa aman baik di bidang sosial maupun finansial. Selain itu, pernikahan dengan

(15)

pasangan terpaut jauh usianya meningkatkan risiko keluarga menjadi tidak lengkap akibat perceraian, atau menjanda karena pasangan meninggal dunia

Banyak sekali pernikahan-pernikahan ini harus berakhir kembali ke pengadilan dalam waktu yang tidak lama setelah pernikahan, untuk perkara yang berbeda yaitu perceraian.

c. Komplikasi psikososial akibat pernikahan dan kehamilan di usia dini. Komplikasi psikososial akibat pernikahan dan kehamilan di usia dini didukung oleh suatu penelitian yang menunjukkan bahwa keluaran negatif sosial jangka panjang yang tak terhindarkan, ibu yang mengandung di usia dini akan mengalami trauma berkepanjangan, selain juga mengalami krisis percaya diri. Anak juga secara psikologis belum siap untuk bertanggungjawab dan berperan sebagai istri, partner seks, ibu, sehingga jelas bahwa pernikahan anak menyebabkan imbas negatif terhadap kesejahteraan psikologis serta perkembangan kepribadian mereka.

Masalah yang ditimbulkan dari pernikahanan usia muda tidak hanya dirasakan oleh pasangan pada usia muda, namun berpengaruh pula pada anak-anak yang dilahirkannya. Bagi wanita yang melangsungkan pernikahan di bawah usia 20 tahun, akan mengalami gangguan-gangguan pada kandungannya yang dapat membahayakan kesehatan si anak, sehingga anak mengalami gangguan perkembangan fisik dan rendahnya tingkat kecerdasan.

2.2.4 Usia ideal untuk menikah

Menurut Undang-Undang pernikahan, usia minimal untuk menikah adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria (Pasal 7 Undang-Undang No.

(16)

1/1974 tentang pernikahan). Jelas bahwa UU tersebut menganggap orang di atas usia tersebut bukan lagi anak-anak sehigga mereka sudah boleh menikah, batasan usia ini dimaksud untuk mencegah pernikahan terlalu dini. Walaupun begitu selama seseorang belum mencapai usia 21 tahun masih diperlukan izin orang tua untuk menikahkan anaknya.

Setelah berusia di atas 21 tahun boleh menikah tanpa izin orang tua (Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No. 1/1974). Tampaklah di sini, bahwa walaupun Undang-Undang tidak menganggap mereka yang di atas usia 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria bukan anak anak lagi, tetetapi belum dianggap dewasa penuh. Sehingga masih perlu izin untuk mengawinkan mereka. Ditinjau dari segi kesehatan reproduksi, usia 16 tahun bagi wanita, berarti yang bersangkutan belum berada dalam usia reproduksi yang sehat.

Di Indonesia ternyata masih banyak terjadi pernikahan di usia yang terlalu muda. Itu semua terjadi karena pengaruh lingkungan atau karena didikan orang tua sejak kecil yang di tanamkan pada anak-anak mereka hingga masa dewasa.

Para pisikolog mengkhawatirkan pernikahan yang terjadi diusia yang muda akan menemui batu sandungan karena sangat bergantung pada keadaan jiwa seseorang. Hal itu senada yang diungkapkan oleh para dokter, bahwa sebelum melangsungkan pernikahan hendaknya calon suami istri benar-benar berpikir secara jernih dan matang terutama kesiapan jasmaninya. Karena itu sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mempersiapkan anak-anak mereka sebaik mungkin dengan memberikan pendidikan yang memadai.

(17)

Kepada mereka hendaknya ditekankan bahwa alangkah baiknya melangsungkan pernikahan setelah mencapai usia kedewasaan. Sebab cara berpikir seseorang sangat dipengaruhi oleh tingkatan umur, semakin matang umurnya semakin matang pula cara berpikirnya.

Secara hukum pernikahan diusia 19 dan 16 tahun sah, sebab semua rukun dan syarat telah terpenuhi. Tetapi dalam pernikahan, usia dan kedewasaan memang menjadi hal yang harus diperhatikan bagi para pria dan wanita yang ingin melangsungkan pernikahan. Dari segi mental, terkadang emosi remaja belum stabil. Kestabilan emosi umumnya terjadi antara usia 24 tahun karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Usia 20-40 tahun dikatakan sebagai usia dewasa muda. Pada masa ini biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka kalau pernikahan dilakukan dibawa 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin berpetualang menemukan jati dirinya.

Bila kita melihat fenomena yang ada pada orang dewasa ketika berumah tangga dipandang akan dapat mengendaliakn emosi dan kemarahan yang sewaktu-waktu akan muncul dalam keluarga. Ini dimungkinkan karena kualitas akal dan mentalnya sudah relatif stabil sehingga dapat mengontrol diri sendiri maupun dengan pasangan dan lingkungan sekitar.

Kedewasaan dalam bidang fisik-biologis, sosial ekonomi, emosi dan tanggung jawab serta keyakinan agama, ini merupakan modal yang sangat besar dan berarti dalam upaya meraih kebahagiaan.

Bila diklasifikasikan aspek-aspek yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai ukuran kualitas pribadi, menyebabkan batasan usia nikah tidak dapat dihindari.

(18)

Setidaknya ada beberapa macam hal yang diharapkan dari pendewasaan usia, seperti:

1. Pendidikan dan keterampilan

Dalam bidang pendidikan dan keterampilan merupakan aspek yang sangat penting sebagai bekal kemampuan yang harus dimiliki bagi seseorang yang melangsungkan pernikahan. Hal ini sebagai penopang dan sumber memperoleh nafkah untuk memenuhi segala kebutuhan dalam rumah tangga.

Dalam proses pendidikan yang ditempuh diharapkan dapat terpancar ilmu pengetahuan sebagai bekal yang tiada tara bila dibandingkan dengan potensi lainnya kepala rumah tangga yang akan bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anak. besar yang tidak dapat diabaikan.

2. Psikis dan Biologis

Mentalitas yang mantap merupakan satu kekuatan besar dalam memperoleh keutuhan sebuah rumah tangga. Keseimbangan fisik dan psikis yang ada pada setiap individual manusia dapat membuahkan ketahanan dan kejernihan akal sebagai jenis persoalan yang dihadapi. Akal yang potensial baru dapat muncul setelah mengalami berbagai proses dan perkembangan. Aspek biologis merupakan potensi yang sangat dominan terhadap keharmonisan rumah tangga. Oleh karena itu keberadaannya tidak boleh diabaikan begitu saja.

3. Sosial kultural

Pada sisi ini, seorang individu diharapkan mampu membaca kondisi dilingkungan sekitar dan dapat menyesuaikannya. Hal ini agar tercipta suasana dimana dalam suatu rumah tangga yang dibina diakui keberadaannya oleh

(19)

masyarakat sekitar sebagai bagian dari anggota masyarakat sehingga keluarga yang dibentuk tidak merasa terisolasi dari pergaulan yang bersifat umum.

Secara sosiologis kedewasaan merupakan merupakan sesuatu yang didasari atas perbedaan peran sosial yang ditempati. Artinya tingkat perkembangan kedewasaan berbeda-beda sesuai dengan tempat dan lingkungannya. Bagi pasangan dalam satu keluarga perlu memahami dan membekali akan pengetahuan ini, agar kelengkapan potensi yang diperkirakan dapat tercukupi.

2.3 Kerangka Pemikiran

Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dalam mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek fisik, mental, dan sosial ekonomi. Pernikahan akan membentuk suatu keluarga yang merupakan unit terkecil yang menjadi sendi dasar utama bagi kelangsungan dan perkembangan suatu masyarakat bangsa dan negara.

Dalam pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan, mendefinisikan pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun. Karena di usia seperti ini secara fisik maupun mental sudah mampu

(20)

atau sudah ada kesiapan memikul tanggung jawab sebagai suami isteri dalam rumah tangga.

Namun masih ada sebagian masyarakat di dusun IX Seroja Kabupaten Deli Serdang Kecamatan Percut Sei Tuan yang melangsungkan pernikahan usia muda ini dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan pernikahan usia muda.

a. Faktor ekonomi

Pernikahan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dinikahkan dengan orang yang dianggap mampu.

b. Faktor pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, akan pentingnya pendidikan serta kurangnya pengetahuaan akan makna dan tujuaan sebuah pernikahan sehingga menyebabkan adanya kecenderungan menikahkan anaknya yang masih tergolong usia muda.

c. Faktor keluarga/ orang tua

Biasanya orang tua bahkan keluarga meminta anaknya untuk menikah secepatnya padahal umur mereka belum matang untuk melangsungkan pernikahan, karena orang tua dan keluarga khawatir anaknya melakukan hal-hal yang tidak diinginkan karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera menikahkan anaknya. Hal ini merupakan hal yang sudah biasa atau turun-temurun. Sebuah keluarga yang mempunyai anak gadis tidak akan merasa tenang sebelum anak gadisnya menikah.

(21)

d. Faktor kemauan sendiri

Hal ini disebabkan karena keduanya merasa sudah saling mencintai dan adanya pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau media-media yang lain, sehingga bagi mereka yang telah mempunyai pasangan atau kekasih terpengaruh untuk melakukan pernikahan di usia muda.

e. Faktor Media massa

Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern kian Permisif terhadap seks. Faktor media massa banyak menjadi penyebab dari adanya pernikahan usia remaja saat ini. Adanya penyalahgunaan seks atau kenakalan remaja lainnya seringkali disebabkan oleh kurang adanya kemampuan remaja untuk mengarahkan emosinya secara positif. Berkurangnya kemampuan remaja ini berawal dari kurangnya dukungan yang positif. Selain itu, dipengaruhi lingkungan terdekat remaja itu sendiri, termasuk orang tuanya sendiri.

f. Faktor MBA ( Marriage By Acident)

Mereka melakukan pernikahan bukan karena bermaksud mendirikan rumah tangga di atas bangunan komitmen yang kokoh, melainkan karena karena harus melaksanakan tanggung jawab mendidik anak secara bersama-sama. Selain itu, pasangan yang menikah karena “kecelakaan” atau hamil sebelum menikah mempunyai motivasi untuk melakukan pernikahan dini karena ada suatu kepaksaan yaitu untuk menutupi aib yang terlanjur terjadi bukan atas dasar pentingnya pernikahan.

(22)

Untuk memperjelas alur pemikiran tersebut, Peneliti membuat bagan yang menggambarkan kerangka pemikiran tersebut sebagai berikut

2.4 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.4.1 Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secra cermat fenomena sosial yang akan diteliti, untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang akan dijadikan objek penelitian. Dengan kata lain, Penulis berupaya membawa para pembaca hasil penelitian ini untuk memaknai konsep sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh penulis. Jadi, defenisi konsep ialah pengertian terbatas dari

Pernikahan usia muda di dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan

Kabupaten Deli Serdang

Faktor yang mempengaruhi: 1. Faktor Ekonomi 2. Faktor Pendidikan

3. Faktor Keluarga/ orang tua 4. Faktor Kemauan Sendiri 5. FaktorMedia Masa

6. Faktor MBA (marriage by accident)

(23)

Untuk lebih memahami pengertian konsep-konsep yang akan digunakan, maka Penulis membatasi konsep-konsep tersebut sebagai berikut:

1. Faktor adalah sesuatu yang mempengaruhi atas terjadinya hal tertentu 2. Pernikahan/ pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974).

3. Pernikahan usia muda merupakan pernikahan remaja dilihat dari segi umur masih belum cukup atau belum matang dimana didalam UU Nomor 1 tahun 1974 pasal 71 yang menetapkan batas maksimun pernikahan di usia muda adalah perempuan umur 16 tahun dan laki-laki berusia 19 tahun itu baru sudah boleh menikah. Tetapi dalam hal ini penulis mempunyai batas dalam pernikahan usia muda yakni yang menikah pada usia dibawah 20 tahun.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan usia muda adalah sesuatu hal yang mempengaruhi seorang pria maupun wanita membuat suatu ikatan lahir batin sebagai suami isteri di usia yang masih muda/ remaja. 2.4.2 Defenisi Operasional

Ditinjau dari proses atau langkah-langkah penelitian, dapat dikemukakan bahwa perumusan defenisi oprasional adalah lanjutan dari perumusan defenisi konsep. Jika perumusan defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa objek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan oprasional ditujukan dalam upaya

(24)

menstransformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian,2011:141).

Adapun yang menjadi defenisi oprasional yang Penulis rumuskan dalam faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan usia muda, dapat diukur melalui indikator.

a. Faktor Ekonomi

1. Jenis pekerjaan orang tua

2. Jumlah pendapatan dari orang tua informan. 3. Jumlah tanggungan orang tua

b. Faktor Pendidikan

1. Pernah atau tidak mengenyam bangku sekolah 2. Jenjang pendidikan formal yang diperoleh

c. Faktor keluarga/orang tua

1. Ada tidaknya keluarga/ orang tua yang menikah muda 2. Dijodohkan atau tidak

d. Faktor kemauan sendiri 1. Awal mulai berpacaran

(25)

e. Faktor Media massa 1. Media elektonik 2. Media massa

f. Faktor MBA ( Marriage By Acident) 1. Sering berdua-duan

2. Melakukan sex pranikah

Referensi

Dokumen terkait

Menjelaskan bahan- bahan kimia alami dan bahan-bahan kimia buatan yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap yang terdapat dalam bahan

Dalam merancang bangunan tahan gempa, sebaiknya perlu diketahui periode natural dari tanah setempat untuk menghindari adanya fenomena resonansi yang dapat

1. Modul IPA Terpadu berbasis SETS pada tema makanan sehat dan tubuhku mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) berbentuk modul cetak untuk siswa dan untuk guru

Alat uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode regresi sederhana, dengan metode ini akan didapat pengaruh variabel bebas (Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan tidak terbatas, pembatasan pakan 15% dan pemberian pakan selang sehari berpengaruh sangat nyata (P  0.01)

Tujuan dari skripsi ini adalah merancang dan membuat sebuah sistem informasi berupa kios informasi berbasis multimedia pada Mal Ciputra yang dapat membantu pengunjung

Adanya kompetitor seperti hasil telur asin dari Brebes yang sudah terkenal di tingkat nasional, membuat Kampoeng Bebek dan Telur Asin di Desa Kebonsari harus

alat sederhana yang berasal dari lingkungan dan melakukan percobaan dalam suasana menyenangkan dan menarik. b) Siswa belajar untuk mendapatkan pengetahuan dari pengamatan