• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang, dan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Menurut Bapennas (2008) adapun klasifikasi dari tanaman jagung (Zea mays L.) yaitu :

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta SubDivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Graminae Famili : Graminaceae Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang, dan tumbuh menyamping. Akar yang tumbuh relatif dangkal ini merupakan akar adventif dengan percabangan yang amat lebat, yang memberi hara pada tanaman. Akar layang penyokong, memberikan tambahan topangan untuk tumbuh tegak, dan membantu penyerapan hara. Akar layang ini, yang tumbuh di atas permukaan tanah, tumbuh rapat pada buku-buku dasar dan tidak bercabang sebelum masuk ke tanah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Batang tanaman jagung beruas-ruas, dan pada bagian pangkal batang beruas cukup pendek dengan jumlah sekitar 8 - 20 ruas. Jumlah ruas tersebut

(2)

tergantung pada varietas jagung yang ditanam dan umur tanaman. Pada umumnya

nodia (buku) setiap tanaman jagung jumlahnya berkisar 8 - 48 buku. Rata-rata panjang (tinggi) tanaman jagung antara 1 - 3 m di atas permukaan tanah. Khusus

untuk jagung hibrida, tingginya berkisar 1,5 - 2 m dari permukaan tanah (Warisno, 1998)

Pada tanaman jagung menempel daun yang jumlahnya antara 8 - 48 helai, tetapi biasanya berkisar 12 - 18 helai. Panjang daun bervariasi biasanya antara 30 - 150 cm sedangkan lebarnya dapat mencapai 15 cm. Adapun tangkai daun/pelepah daun normal biasanya antara 3 - 6 cm (AAK, 1993).

Pada setiap tanaman jagung biasanya terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah. Bunga jantan terdapat pada malai bunga di ujung tanaman, sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol jagung. Bunga betina ini, yang biasanya disebut tongkol, selalu dibungkus oleh kelopak-kelopak bunga yang jumlahnya sekitar 6 - 14 helai. Tangkai kepala putik merupakan rambut atau benang yang terjumbai di ujung tongkol sehingga kepala putiknya menggantung di luar tongkol (Warisno, 1998).

Biji jagung terletak pada tongkol yang tersusun memanjang. Pada tongkol tersimpan biji-biji jagung yang menempel erat, sedangkan pada buah jagung terdapat rambut-rambut yang memanjang hingga keluar dari pembungkus (kelobot). Pada setiap tanaman jagung terbentuk 1 - 2 tongkol. Perkembangan biji dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain varietas tanaman, tersedianya kebutuhan makanan di dalam tanah dan faktor lingkungan seperti sinar matahari, kelembaban udara (AAK, 1993).

(3)

Syarat Tumbuh

Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah. Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85 - 200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21 – 34 °C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23 – 27 °C. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 °C (Bapennas, 2008).

Jagung hibrida dapat di tanam di dataran rendah sampai dataran tinggi yang memiliki ketinggian sekitar 1.000 m atau lebih dari permukaan laut (dpl). Umumnya jagung yang di tanam di daerah dengan ketinggian kurang dari 800 m di atas permukaan laut (dpl) akan memberikan hasil yang tinggi. Jagung hibrida tidak begitu memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Hampir semua jenis tanah dapat ditanami dengan jagung hibrida. Akan tetapi, jagung hibrida yang di tanam pada tanah yang gembur, subur, dan kaya akan humus dapat memberikan hasil yang baik (Warisno, 1998).

Untuk pertumbuhan tanaman dibutuhkan tanah yang bersifat netral atau mendekati netral. Keasaman tanah ini biasanya dinyatakan dengan pH. pH tanah yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal pada tanaman jagung ialah angka pH 5,5 - 6,5. Tanah dan tempat pertanaman hendaknya memperoleh sinar dan udara yang cukup (AAK, 1993).

(4)

Penyakit Hawar Daun Jagung (Helminthosporium maydis Nisik.) Biologi Penyakit

Adapun klasifikasi penyakit hawar daun jagung (H. maydis Nisik.) menurut Barnett (1960) yaitu :

Kingdom : Fungi Divisi : Eumycota SubDivisi : Ascomycotina Kelas : Deuteromycetes Ordo : Moniliales Famili : Dematiaceae Genus : Helminthosporium

Spesies : Helminthosporium maydis Nisik.

Menurut Massie (1973) dalam Pakki (2005) sporulasi H. maydis di lapang terjadi pada permukaan tanaman yang terinfeksi. Setelah itu spora lepas, kemudian terbawa oleh angin dan hinggap pada permukaan tanaman yang lain. Selanjutnya spora beradhesi, melakukan penetrasi awal kemudian membentuk bercak dan berkembang. Siklus hidup cendawan H.maydis berlangsung 2 - 3 hari. Dalam 72 jam satu bercak mampu menghasilkan 100 - 300 spora. Dengan demikian penyakit bercak daun berpotensi berkembang cepat pada areal pertanaman jagung dan dapat menyebabkan kehilangan hasil yang berarti, sekitar 59 %.

Menurut Holliday (1980) dalam Semangun (1993) hawar daun maydis disebabkan oleh Drechslera maydis (Nisik.) Subram. et Jain. Dewasa ini jamur masih lebih dikenal dengan nama H.maydis Nisik. Konidiofor terbentuk dalam

(5)

kelompok, sering dari stromata yang datar, berwarna coklat tua atau hitam. Konidiofor lurus atau lentur, kadang-kadang mempunyai bengkokan seperti lutut, coklat atau coklat tua, dekat ujungnya pucat, halus, panjangnya sampai 700 µm, tebal 5 - 10 µm. Konidium jelas bengkok, berbentuk perahu, coklat pucat sampai coklat emas tua, halus, mempunyai 5 - 11 sekat palsu, kebanyakan mempunyai panjang 70 - 160 µm, dan lebar pada bagian yang paling lebar 15 - 20 µm.

Gambar 1. Konidia Helminthosporium maydis Nisik. (Compendium of Corn Disease, 1980).

Keterangan Gambar :

A : Tabung Kecambah (Germ Tube). B : Konidia.

C : Sekat / Septa Konidia. D : Konidiofor.

E : Sekat / Septa Konidiofor.

A B C D

(6)

Jamur H. maydis menghasilkan konidia dalam jumlah besar. Berbentuk silinder, hitam, 3 sampai paling banyak 5 - 10 sel konidia yang terdapat pada dinding yang tebal yang terkadang melengkungn dan ramping. Konidia berwarna hitam gelap, bersekat. Dihasilkan berturut-turut di ujung awal pertumbuhan pada konidiofor (Agrios, 1978).

Gambar 2. Gambar 1. Konidia Helminthosporium maydis Nisik (Sumber : Foto langsung).

Keterangan Gambar : A : Konidia. B : Konidiofor.

C : Sekat / Septa Konidia. D : Sekat Konidiofor.

Jamur membentuk konidiofor yang keluar sendiri-sendiri atau membentuk kelompok kecil, lurus atau lentur, coklat sampai coklat tua atau coklat kehijauan, lebar 5 - 8 µm, panjang sampai 250 µm. Konidium bengkok atau kadang-kadang lurus, adakalanya seperti tabung, tetapi biasanya bagian tengahnya lebih besar dan

A B C D

(7)

mengecil ke arah ujungnya yang membulat dengan 6 - 12 sekat palsu. Pada akhirnya, sering kali konidium berwarna coklat tua atau coklat sangat tua atau coklat kehijauan tua dengan sel-sel ujung yang warnanya lebih muda dari sel-sel tengahnya (Semangun, 1993).

Gejala Serangan Penyakit

Gejala kerusakan akibat serangan H. maydis tampak pada daun, tangkai tongkol, kelobot dan tongkol. Pada daun tampak adanya bercak memanjang berwarna kelabu atau berwarna seperti jerami. Bercak dapat meluas ke seluruh permukaan daun. Pada tangkai tongkol dan kelobot nampak adanya bercak memanjang yang berwarna coklat tua yang dapat meluas menjadi bercak yang besar berwarna coklat gelap. Pada tongkol gejala akan tampak seperti bercak yang meluas berwarna coklat gelap. Upaya pengendalian dapat dilakukan dengan menanam varietas jagung yang tahan, menanam jagung pada saat curah hujan rendah, pengendalian dengan penyemprotan fungisida, dan perawatan benih dengan udara panas dan fungisida (Latief, 2003).

Gambar 3. Gejala serangan H. maydis Nisik. Pada Kelobot Buah Jagung (Crop Science, 2008).

(8)

Hawar daun maydis menyebabkan terjadinya bercak-bercak coklat kelabu atau berwarna seperti jerami, yang dapat meluas ke seluruh permukaan daun. Ukuran bercak dapat mencapai panjang 4 cm dan lebar 0,6 cm. Sisi-sisinya lebih kurang sejajar, dan ini sejajar dengan tulang daun utama. Jika terjadi infeksi yang berat beberapa bercak dapat bersatu dan membentuk jaringan mati yang lebar. Bercak terutama terdapat pada daun bawah. Pada jenis yang rentan dan cuaca yang membantu daun-daun atas pun dapat banyak berbercak (Semangun, 1993).

Penyakit daun jagung selatan (Southern corn leaf blight) dan bercak daun (Leaf spot) menyebabkan luka berwarna coklat sejajar atau bulat panjang, banyak dan menutupi seluruh permukaan daun. Beberapa spesies ras yang disebabkan oleh penyakit ini, juga menyerang batang, pelepah daun, kulit ari malai, batang kering, dan tongkol. Biji yang terserang diselimuti oleh miselium jamur yang berwarna hitam dan tongkol mungkin juga akar akan terserang. Jika yang terlebih dahulu terinfeksi adalah batang yang mengering, maka kemungkinan tongkol akan mati sebelum waktunya atau bahkan rebah. Bibit yang terinfeksi dari biji, kemungkinan akan layu dan mati dalam beberapa minggu setelah ditanam (Agrios, 1978).

Gejala visual yang menunjukkan ciri khas serangan H.maydis adalah bercak agak memanjang, bagian tengah agak melebar, makin ke pinggir makin kecil, berwarna coklat keabuan, dikelilingi oleh warna kekuningan sejajar tulang daun. Isolat H. maydis yang ditumbuhkan pada media potato dextrose agar (PDA) berwarna hitam putih keabuan dengan zonasi beraturan dan tidak beraturan. Konidia mulai terlihat setelah 6 hari dan semakin banyak pada 12 hari. Bentuk Konidia agak melengkung, ujungnya tumpul, bersekat 3 - 10 buah (Pakki, 2005).

(9)

Gambar 4. Gejala Serangan H. maydis Nisik. Pada Daun Jagung (Cassini, 2008). Daur Hidup Penyakit

Jamur H. maydis dapat mempertahankan diri pada tanaman jagung hidup yang selalu terdapat di daerah tropik, pada bermacam-macam rumput-rumputan termasuk sorgum, pada sisa-sisa tanaman jagung sakit, dan biji. Jamur dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit yang terdapat di atas tanah, tetapi tidak pada sisa-sisa tanaman sakit yang dipendam dalam tanah. Konidium jamur, terutama dipencarkan oleh angin. Di udara konidium yang terbanyak terdapat menjelang tengah hari. Konidium berkecambah dan pembuluh kecambah mengadakan infeksi melalui mulut kulit atau dengan mengadakan penetrasi secara langsung, yang didahului dengan pembentukan apresorium (Semangun, 1993).

Menurut Shurtleff (1980) dalam Pakki (2005) Spesies H. maydis

ditemukan pada dataran rendah dengan suhu optimum 20 – 30 °C. Keadaan suhu ini umumnya ditemukan pada areal pertanaman jagung sehingga memberi peluang berkembangnya H. maydis dibanding spesies lain. Tanaman jagung yang diusahakan pada awal dan akhir musim hujan juga dapat mendukung perkembangan H.maydis pada awal pertumbuhan tanaman.

(10)

Spora H. maydis tersebar oleh angin atau percikan air hujan dan mengenai tanaman muda. Setelah kolonisasi dan infeksi, sporulasi pada saat gejala pertama ini menjadi sumber untuk penyebaran dan infeksi yang kedua selama kondisi cuaca mendukung untuk perkembangan penyakit dan petumbuhan di jaringan tanaman. Perkecambahan spora dan penetrasi ke dalam tanaman bisa terjadi dalam 6 jam jika kebutuhan air untuk permukaan daun tersedia dan suhu berada di antara 60 °F dan 80 ° F (Plant Disease Report, 1997).

Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit

Penggunaan varietas tahan untuk pengendalian H. Maydis tergolong efektif. Menurut Zhinhuan et al. (2000) dalam Pakki (2005), Pada varietas tahan, jumlah bercak lebih sedikit dibanding pada varietas rentan. Pada varietas tahan, tanaman mengandung enzim yang dikeluarkan oleh dinding sel daun yang mampu melawan sifat agresivitas dari spora H. maydis.

Menurut Rahamma dan Kontong (2000) dalam Pakki (2005), Melalui infeksi buatan isolat H. maydis setelah tanaman berumur 21 hari. Varietas Bisma, Bisi-3, Bisi-4, Bisi-5, Pioneer 10, dan CPI-2 memberikan reaksi sifat ketahanan

yang tinggi terhadap H. Maydis dan pada varietas pembanding peka (Pulut Takalar).

Menurut Renfro dan Ullstrup (1976) dalam Semangun (1993) Pada

Drechslera maydis suhu optimum untuk perkecambahan konidiumnya lebih

kurang 30 °C, sedikit lebih tinggi daripada suhu optimum untuk

(11)

Pengendalian Penyakit

Penguburan sisa tanaman sangat membantu dalam pengendalian penyakit ini (jika erosi tidak menjadi masalah/tidak terjadi). Rotasi tanaman adalah saran utama, ketika sisa-sisa tanaman berat ditemukan. Fungisida daun, digunakan untuk lahan yang memproduksi biji. Untuk pengendalian optimal, pengendalian penyakit daun sangat penting dimulai dari waktu 14 hari sebelum bunga jantan keluar dan 21 hari setelah bunga jantan keluar. Para peneliti menunjukkan bahwa 4 minggu ini, adalah masa yang paling kritis dari kerusakan penyakit-penyakit tumbuhan dimana hasil dan kualitas dipengaruhi jika pembawa sifat rentan tidak dilindungi pada saat ini (Plant Disease Report, 1997).

Berbagai upaya pengendalian H. maydis telah diteliti, yang meliputi pengendalian secara kimiawi dengan fungisida, kombinasi fungisida dan varietas, varietas tahan (Bisma, Bisi-3, Bisi-4, Bisi-5, Pioneer 10, dan CPI-2), pengaturan waktu tanam (penanaman lebih awal pada musim hujan dapat menciptakan kondisi iklim yang kurang menguntungkan bagi perkembangan H. maydis,

sehingga intensitas serangan rendah), serta komponen pengendalian lainnya (Pakki, 2005).

Pengendalian yang dapat dilakukan terhadap serangan penyakit hawar daun jagung yaitu :

1. Menurut Sudjono (1988) dalam Semangun (1993), Varietas jenis Kalingga, Arjuna, dan Hibrida C1 adalah tahan terhadap E.turcicum.

2. Menurut Sudjono (1989) dalam Semangun (1993), Menganjurkan agar penanaman jagung dilakukan bila curah hujan rata-rata 10 hari kurang dari 55 mm.

(12)

3. Jika diperlukan penyakit dapat dikendalikan dengan fungisida mankozeb (Semangun, 1993).

4. Menurut Holliday (1980) dalam Semangun (1993), Jamur yang terbawa oleh biji dapat dimatikan dengan Thiram dan Karboxin, atau dengan perawatan udara panas selama 17 menit dengan suhu 54 – 55 °C.

Tanaman Mindi (Melia azedarach L.) Sebagai Fungisida Nabati

Tanaman mindi dikenal dengan nama mindi kecil, banyak digunakan dalam industri sebagai bahan baku sabun. Tanaman ini dapat digunakan sebagai pestisida nabati karena dapat bersifat sebagai insektisida, fungisida, dan nematisida. Senyawa aktif yang dikandung antara lain margosin (sangat beracun bagi manusia), glikosida flavonoid dan aglikon. Tanaman ini dapat digunakan untuk mengendalikan/menekan OPT seperti Hidari irava, Spodoptera litura, Spodoptera abyssina, Myzus persicae, Orsealia oryzae, Alternaria tenuis, Aphis citri, Bagrada crucifearum, Blatella germanica, Kecoa, Jangkrik, Kutu, Belalang, Heliothis virescens, Helminthosporium sp., dan lain-lain. Cara pemanfaatan tanaman ini sebagai pestisida nabati dilakukan dengan : biji mindi

dikupas/daun mindi ditumbuk lalu direndam dalam air dengan konsentrasi 25 - 50 gram/l selama 24 jam, larutan yang dihasilkan disaring agar didapatkan

larutan yang siap diaplikasikan. Aplikasi dilakukan dengan cara penyemprotan. Kulit buah dan kulit batang dapat digunakan sebagai mulsa (AOI, 2007).

Tinggi pohon 50 kaki (15 m) dan diameter 2 kaki (60 cm), mempunyai banyak dahan, daun menyerupai renda berwarna hijau tua dan memiliki wangi seperti bunga mawar. Ranting hitam, coklat kehijauan mengkilap dengan bercak terang / lentisel (Miller, 2003).

(13)

Buah mindi beracun untuk manusia jika dimakan dalam jumlah tertentu. Toksinnya adalah toksin saraf (neurotoxins). Salah satu toksinnya adalah tetranortriterpenoids yang merupakan racun penting dan secara kimia mirip dengan azadirachtin, yang merupakan kandungan insektisida utama pada minyak nimba (neem oil). Kandungan ini kemungkinan terkait dengan ketahanan bibit dan tanaman penghasil kayu terhadap infestasi serangan hama (Wikipedia, 2008a).

Tanaman Sirih (Piper betle L.) Sebagai Fungisida Nabati

Tanaman ini termasuk familia Poaceae. Tumbuhan ini tumbuh di tempat yang terbuka atau sedikit terlindung dan ada rambatannya. Tumbuhan ini dapat dikembangbiakkan melalui setek batangnya yang sudah agak tua yang terdiri dari 4 - 6 ruas, semaikan di tempat yang teduh. Biarkan sampai tumbuh subur sebelum dipindahkan ke pekarangan. Mengandung minyak asiri, hidroksivacikol, kavicol, kavibetol, allypyrokatekol, karvakrol, eugenol, eugenol methyl ether, p-cymene, cineole, caryophyllene, cadinene, estragol, tgerpenena, sesquiterpena, fenil propana, tanin, diastase, gula, pati (LIPI, 2008).

Sirih (Piper betle) termasuk jenis tumbuhan merambat dan bersandar pada batang pohon lain. Tanaman ini panjangnya mampu mencapai puluhan meter. Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung dan tangkainya agak panjang. Permukaan daun berwarna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau tembelek (hijau agak kecoklatan) dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut. Sirih paling baik tumbuh pada ketinggian 200 - 1000 m dpl, dan dapat digunakan sebagai bahan pestisida alternatif karena dapat digunakan dan bersifat sebagai fungisida dan bakterisida. Senyawa yang dikandung oleh tanaman

(14)

ini antara lain profenil fenol (fenil propana), enzim diastase tanin, gula, amilum atau pati, enzim katalase, vitamin A,B, dan C, serta kavarol. Cara kerja zat aktif dari tanaman ini adalah dengan menghambat perkembangan bakteri dan jamur. Sirih memiliki kandungan phenol dan Chavicol. Chavicol ini memberikan bau khas sirih dan memiliki daya pembunuh bakteri 5 kali dari phenol biasa (Wardiyono, 2008b).

Daun sirih yang tunggal berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-seling, bertangkai, dan mengeluarkan bau yang sedap bila diremas. Panjangnya sekitar 5 - 8 cm dan lebar 2 - 5 cm. Bunganya majemuk berbentuk bulir dan terdapat daun pelindung ± 1 mm berbentuk bulat panjang. Pada bulir jantan panjangnya sekitar 1,5 - 3 cm dan terdapat dua benang sari yang pendek sedang pada bulir betina panjangnya sekitar 1,5 - 6 cm dimana terdapat kepala putik tiga sampai lima buah berwarna putih dan hijau kekuningan. Buahnya buah buni berbentuk bulat berwarna hijau keabu-abuan. Akarnya tunggang, bulat dan berwarna coklat kekuningan. Minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak terbang (betlephenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan chavicol (Wardiyono, 2008 b).

Tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) Sebagai Fungisida Nabati Tanaman cengkeh merupakan tanaman asli Maluku, dan dibudidayakan di Indonesia terutama di Penang dan Semenanjung Malaka, saat ini cengkeh telah menyebar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia merupakan negara penghasil cengkeh terbesar ketiga di dunia setelah Tanzania (Zanzibar) dan pulau Madagaskar. Daun muda berwarna coklat muda kemudian pada ujung tunas tumbuh kuncup bunga hijau yang membutuhkan waktu 4 bulan untuk berubah

(15)

menjadi cengkeh yang sempurna. Awalnya cengkeh berwarna hijau muda kemudian kuning pucat dan akhirnya merah. Hasil penyulingan minyak cengkeh yang disebut clove oil memiliki bahan aktif yang dapat menghambat pertumbuhan berbagai hama, daun yang disebar di pekarangan dapat menekan pertumbuhan jamur. Minyak cengkeh yang mengandung eugenol bersifat sebagai anti jamur, antibakteri dan anti serangga (Wardiyono, 2008a).

Tanaman Serai (Andropogon nardus L.) Sebagai Fungisida Nabati

Sereh merupakan salah satu jenis rumput-rumputan yang sudah sejak lama dibudidayakan di Indonesia. Batangnya kaku, keluar dari akar tinggal yang berimpang pendek. Daunnya berbentuk pita yang makin ke ujung makin meruncing, berwarna hijau kebiru-biruan. Perbungaannya berupa tandan yang sangat pendek, panjangnya kurang dari 2 cm. tanaman ini hidup baik di daerah yang udaranya panas maupun basah, sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Cara berkembangbiaknya dengan anak atau akarnya yang bertunas. Supaya daunnya tumbuh subur dan lebat, sebaiknya penanaman dilakukan dengan jarak sekitar 65 cm per baris (Diana dkk, 2008).

Tanaman sereh, dapat digunakan sebagai menggantikan pestisida kimia yaitu untuk insektisida, bakterisida, dan nematisida. Senyawa aktif dari tanaman ini berbentuk minyak atsiri yang terdiri dari senyawa sitral, sitronella, geraniol, mirsena, nerol, farnesol, metil heptenol dan dipentena. Cara pemanfaatan tanaman ini sebagai pestisida nabati dilakukan dengan : daun dan batang sereh ditumbuk lalu diendapkan dalam air dengan konsentrasi 25 - 50 gram/l selama 24 jam, Larutan yang dihasilkan disaring agar didapatkan larutan yang siap diaplikasikan. Aplikasi dilakukan dengan cara penyemprotan (AOI, 2007).

(16)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan UPT-BBI Palawija Tj. Selamat, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut

(dpl). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2008 sampai dengan Desember 2008.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan yaitu : Benih jagung varietas Bisi-16, Benih jagung varietas Bisma, Benih jagung varietas Jaya 3, Daun Mindi, Daun Sirih, Daun Cengkeh, Serai, Tanah, Pupuk Urea, Pupuk KCl, Pupuk TSP, Fungisida Sistemik Saromyl 35 SD, Air, Teepol dan bahan pendukung lainnya.

Adapun alat yang digunakan yaitu : Blender, Knapsack, Gembor, Cangkul, Timbangan, Tugal, Alat tulis dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial, terdiri dari 2 faktor yaitu : Fungisida Nabati (F) dan Varietas Jagung (J).

Faktor I Fungisida Nabati (F), terdiri dari : F 0 = Kontrol

(17)

F 2 = Ekstrak 100 gr Daun Sirih dalam 2 liter air/plot. F 3 = Ekstrak 100 gr Daun Cengkeh dalam 2 liter air/plot. F 4 = Ekstrak 100 gr Serai dalam 2 liter air/plot.

Faktor II Varietas Jagung (J) terdiri dari : J 1 = Bisi 16

J 2 = Jaya 3 J 3 = Bisma

Kombinasi perlakuan sebagai berikut :

F0J1 F1J1 F2J1 F3J1 F4J1

F0J2 F1J2 F2J2 F3J2 F4J2

F0J3 F1J3 F2J3 F3J3 F4J3

Jumlah Kombinasi Perlakuan = 15 Jumlah ulangan (r) = (t - 1) (r - 1) ≥ 15 (15 - 1) (r - 1) ≥ 15 14 (r - 1) ≥ 15 14r - 14 ≥ 15 14r ≥ 15 + 14 14r ≥ 29 r ≥ 2,07 r ≈ 3 (Pembulatan) Jumlah ulangan = 4

Jumlah plot = 60 plot

Jumlah tanaman / plot = 24 tanaman

(18)

Jumlah tanaman sampel seluruhnya = 240 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya = 1440 tanaman Ukuran plot = 250 cm x 190 cm.

Parit antar plot = 30 cm Parit antar ulangan = 50 cm Parit keliling = 100 cm Jarak tanam = 70 cm × 30 cm

Luas lahan seluruhnya= 3472 cm x 1350 cm = 4687200 cm2

= 468,72 m2

Metode linier yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk= µ + τi+ βj + (τβ)ij+ Єijk

Keterangan :

Yijk = Respon tanaman yang diamati µ = Nilai tengah umum (rataan) τi = Pengaruh taraf ke-i dari faktor A βj = Pengaruh taraf ke-j dari faktor B

(τβ)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B Єijk = Pengaruh sisa (galat percobaan) taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B pada ulangan ke-k

(19)

Pelaksanaan Penelitian

Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah untuk media pertanaman dilakukan dengan cara membalik tanah dan memecah bongkah tanah dengan menggunakan cangkul agar diperoleh tanah yang gembur. Pengolahan tanah dilakukan 14 hari sebelum tanam. Sebelum penanaman benih, benih varietas lokal (Bisma) terlebih dahulu diberi perlakuan benih (Seed Treatment) menggunakan fungisida Saromyl 35 SD yang mengandung Metalaksil dengan dosis 1,5 gr/8ml/kg benih jagung.

Penanaman Benih

Penanaman benih dilakukan menggunakan tugal dengan kedalaman 2,5 – 5 cm dan jarak tanam 70 × 30 cm. Pada setiap lubang dimasukkan dua benih

jagung, kemudian ditutup dengan tanah yang gembur. Kebutuhan benih yang diperlukan adalah 1056 benih / varietas. Bila kedua benih telah tumbuh, dipilih satu tanaman saja yang paling baik. Pemilihan tanaman ini, dilakukan sebelum dilakukan aplikasi fungisida nabati ke tanaman.

Pemupukan

Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea, pupuk TSP dan pupuk KCl. Pupuk urea diberikan 2 kali selama pertanaman, yaitu bersamaan pada saat tanam

dan 30 HST. Dosis yang diperlukan adalah 300 kg/ha atau sebanyak 2,1 gr/tanaman dalam satu kali pemberian. Pupuk TSP dan pupuk KCl diberikan

secara bersamaan pada saat tanam, dosis pupuk TSP 150 kg/ha atau 3,15 gr/tanaman dan pupuk KCl 100 kg/ha atau 2,1 gr/tanaman. Pupuk Urea

(20)

dan KCl diletakkan di dalam lubang disebelah kanan lubang tanam benih dengan jarak 5 cm dan kedalaman lubang pupuk antara 5 - 10 cm.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman, penyiangan gulma, pembubunan dan pengendalian hama.

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari apabila kondisi tanah kering. Namun jika terjadi hujan, penyiraman tidak dilakukan. Penyiraman cukup dilakukan disekitar perakaran tanaman.

Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali, pada saat 21 hari setelah tanam (HST) dan 42 hari setelah tanam (HST). Tujuannya adalah untuk membersihkan gulma yang tumbuh di areal pertanaman.

Pembumbunan bertujuan untuk menutupi akar yang terbuka dan membuat pertumbuhan tanaman tetap tegak dan kokoh. Pembumbunan dilakukan dengan menimbun tanah pada batang bawah tanaman jagung. Pengendalian hama dilakukan, bila terdapat serangan hama di lapangan yang melebihi ambang ekonomi.

Penyediaan Fungisida Nabati

Fungisida nabati ekstrak daun mindi.

Pembuatan ekstrak daun mindi adalah dengan cara di blender sampai halus 100 gr daun mindi segar dan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum diaplikasikan ke lapangan. Sebelum di aplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur

(21)

Teepol dengan dosis 4 cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau stiker.

Fungisida nabati ekstrak daun sirih.

Pembuatan ekstrak daun sirih adalah dengan cara di blender sampai halus 100 gr daun sirih segar dengan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum diaplikasikan ke lapangan. Sebelum diaplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur

Teepol dengan dosis 4 cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau stiker.

Fungisida nabati ekstrak daun cengkeh.

Pembuatan ekstrak daun cengkeh adalah dengan cara di blender sampai halus 100 gr daun cengkeh segar dengan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum diaplikasikan ke lapangan. Sebelum diaplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur

Teepol dengan dosis 4cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau stiker.

Fungisida nabati ekstrak serai.

Pembuatan ekstrak serai adalah dengan cara di blender sampai halus 100 gr batang serai segar dengan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan

menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum diaplikasikan ke lapangan. Sebelum diaplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur

Teepol dengan dosis 4cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau stiker.

(22)

Waktu Aplikasi Fungisida Nabati

Fungisida nabati yang digunakan, di aplikasikan pada saat tanaman jagung berumur 21 hari setelah tanam. Aplikasi dilakukan 7 hari sekali, dengan jumlah

aplikasi 11 kali. Aplikasi fungisida nabati ini dilakukan sore hari, pada pukul 5 sore.

Panen

Pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 95 - 100 hari setelah tanam (HST). Dengan kriteria panen dapat ditentukan bila kulit jagung (kelobot) sudah menguning (Warisno, 1998).

Parameter Pengamatan

A. Intensitas Serangan Helminthosporium maydis Nisik.

Intensitas serangan nisbi penyakit dapat dihitung dengan menggunakan rumus yaitu : % 100 ) ( ) ( x Z x N v x n IS =

Dimana : IS = Intensitas serangan (%)

n = Jumlah daun yang diamati dari tiap kategori serangan v = Nilai skor dari tiap kategori serangan

N = Jumlah daun yang diamati.

Z = Nilai skor dari kategori serangan tertinggi Dengan nilai skor kerusakan sebagai berikut : Skor 0 = Tidak terdapat gejala serangan.

(23)

Skor 3 = > 5 % - ≤ 25 % luas permukaan daun terserang. Skor 5 = > 25 % - ≤ 50 % luas permukaan daun terserang. Skor 7 = > 50 % - ≤ 75 % luas permukaan daun terserang. Skor 9 = > 75 % - ≤ 100 % luas permukaan daun terserang. (Pakki dkk, 1996).

B. Produksi

Produksi dihitung dengan menimbang berat bersih jagung pipilan pada akhir masa percobaan per perlakuan, yang dikonversikan dalam ton/ha.

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung yaitu :

Kg m x L X Y 1000 10000 2 = Dimana :

Y = Produksi dalam ton/ha. X = Produksi dalam kg/plot. L = Luas plot (m2).

(Sudarman dan Sudarsono, 1981). Pengambilan Sampel

Tanaman yang dijadikan sampel adalah 4 tanaman yang berada dalam setiap perlakuan. Pengambilan data dilakukan sebelum aplikasi fungisida, dengan interval waktu 7 hari sekali dan jumlah pengamatan sebanyak 12 kali.

Jumlah Tanaman = 4× 6 = 24 Tanaman Sampel = 4 × 100% 24 = 16,6 % × 24 = 3,98 ≈ 4 tanaman.

Gambar

Gambar 1. Konidia Helminthosporium maydis Nisik.
Gambar 2. Gambar 1. Konidia Helminthosporium maydis Nisik  (Sumber : Foto langsung).
Gambar 3. Gejala serangan H. maydis Nisik. Pada Kelobot Buah Jagung              (Crop Science, 2008)
Gambar 4. Gejala Serangan H. maydis Nisik. Pada Daun Jagung (Cassini, 2008).

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pertumbuhan alga cokelat Padina australis untuk menentukan waktu panen yang tepat untuk pengembangan budidaya

L Karyawan 52821014 Staf Hubungan Langganan/Pencatat Meter L Karyawan 55910815 Staf Hubungan Langganan/Pencatat Meter L Calon Karyawan - Staf Hubungan Langganan/Pencatat

(Suatu hal yang dapat diterapkan secara umum untuk semua persaingan tidak jujur atau curang dalam perdagangan dan bisnis, tetapi terutama diterapkan pada praktik berusaha

Prinsip kesetaraan manusia dan kebebasan untuk menentukan pilihan tanpa ancaman dan bayangan kekerasan atau paksaan oleh siapa pun serta keadilan sebagaimana

(4) Cepat rambat bunyi dan cahaya memiliki nilai yang sama Pernyataan yang benar terdapat pada angka..... Di ketahui intensitas gelombang gempa di suatu lokasi yang berjarak 50

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai bahan evaluasi bagi individu yang menjalani pernikahan jarak jauh sehingga mereka dapat memahami gaya attachment yang

bisnis utama yang sedang digeluti, atau beberapa bisnis yang membentuk rantai nilai (value chain) dalam suatu kelompok usaha (Nathanson &4.

Taman Hutan Raya Raden Soerjo merupakan suatu kawasan yang menjadi daerah tangkapan air dengan memiliki luas kawasannya 27.868,30 Ha berada di empat kabupaten yaitu