• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Hasil survei Global Language Monitor (GLM), lembaga survei independen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Hasil survei Global Language Monitor (GLM), lembaga survei independen"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hasil survei Global Language Monitor (GLM), lembaga survei independen untuk kota-kota mode paling berpengaruh di dunia, kembali menetapkan London sebagai kota mode nomor satu. Ibu kota Inggris itu mengalahkan New York yang kini berada di posisi dua. Selanjutnya, posisi lima besar berturut-turut ditempati oleh Barcelona, Paris, dan Madrid. Prestasi membanggakan juga menjadi milik Indonesia. Pasalnya, Bali masuk ke posisi 15 besar kota mode dunia. Tahun lalu, Bali berada di posisi 21. Bali membuktikan diri bukan hanya sebagai capital of swimwear, tapi lebih dari itu dengan banyaknya desainer internasional yang membuka butik di Bali atau bahkan berbasis bisnis di Bali.1

Hal di atas membuktikan bahwa perkembangan dunia mode dan fashion di Bali selalu meningkat dari waktu ke waktu. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari lahirnya perusahaan-perusahaan konveksi yang mendesain dan memproduksi pakaian serta pernak-pernik yang biasa dipakai anak-anak muda sekarang ini. Perusahaan konveksi tersebut biasa disebut dengan Clothing Company. Clothing company adalah istilah yang digunakan untuk perusahaan yang memproduksi pakaian dibawah

brand/merek mereka sendiri. Clothing Company saat ini menjadi sebuah bisnis yang besar dan menghasilkan keuntungan yang besar. Pakaian dan pernak-pernik yang diproduksi oleh Clothing Company dari hasil karya desainer-desainer muda berbakat, di distribusikan dan dipasarkan di Distro. Distro berasal dari kata Distribution Store

yang biasa diartikan sebagai tempat/outlet /toko yang secara khusus mendistribusikan

1 Anonim, “Hebat, Bali 15 Besar Kota Mode Dunia”

http://lifestyle.okezone.com/read/2012/09/11/29/687968/hebat-bali-15-besar-kota-mode-dunia, diunduh tanggal 12 maret 2015

(2)

produk dari suatu komunitas2.

Perkembangan distro di Bali begitu pesat. Terlihat dari menjamurnya distro

-distro yang ada di Bali.3 Distro sudah menjadi sebuah fenomena baru yang hadir di Bali. Keberadaan Distro sudah menjadi tren setter untuk menghadirkan gaya busana remaja dan anak muda dengan berbagai macam keunikan dan kelebihannya. Perkembangan Distro di Bali yang setiap tahun mengalami peningkatan yang cukup pesat, dapat dilihat hampir ditiap sudut kota Bali dengan munculnya beberapa Distro

baru yang menawarkan berbagai macam produk busana yang dibutuhkan remaja dan anak muda. Beberapa alasan menjamurnya bisnis distro ini disebabkan karena :4 1. Bisnis desain baju distro bisa dimulai dengan modal kecil dimana usaha bisa

diawali dari usaha skala kecil dengan peralatan terbatas.

2. Pasar dari produk bisnis ini sangat luas. Pebisnis bisa menjual produk dengan bahan yang lebih mahal atau bahan yang lebih murah, dengan konsep desain dan sablon yang lebih rumit dan memakan biaya atau yang simpel dan murah meriah. 3. Produk ini bebas batasan gender. Pebisnis bisa memproduksi pakaian yang bersifat unisex atau berdasar gender. Ada pula usaha distro yang memproduksi pakaian pasangan dengan desain yang mirip namun dalam ukuran yang berbeda. 4. Bisnis ini bisa dikerjakan full time atau sebagai pekerjaan sampingan.

5. Bisnis ini bisa menjadi media idealisme. Kebanyakan produk pakaian di pasaran memiliki konsep desain yang serupa dan universal. Bagi sebagian kalangan konsep ini menjenuhkan sehingga mereka mencari produk unik yang mengusung

2 Penny Rahmawaty, “Modul Retail Distro(pakaian),

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Penny%20Rahmawaty,

%20M.Si./MODUL%20RETAIL%20-%20DISTRO%20%28PAKAIAN%29.pdf, ., 12 maret 2015

3 Anonim, “Denpasar : Menjamurnya Bisnis Distro“

http://suluhbali.co/berita-kini/berita-terbaru/breaking-news/denpasar-menjamurnya-bisnis-distro/, 12 maret 2015

4 Anonim, “Ini Dia Alasan Memilih Bisnis Distro”.

(3)

idealisme dan selera yang lebih khusus. Inilah yang menarik dari bisnis desain baju distro, Pebisnis bisa menyampaikan idealisme ini dalam desain baju

6. Konsep usaha fleksibel. Usaha ini tidak mutlak menuntut Pebisnis memiliki toko. Pebisnis tetap bisa menjalankan usaha ini dan mengeruk untung besar bahkan tanpa sebuah toko offline. Pebisnis juga tidak mutlak sepenuhnya memiliki perangkat produksi lengkap, karena Pebisnis juga bisa menjalin kerjasama dengan usaha sablon atau penjahitan. Karena untuk menjual produk ini Pebisnis bisa menggunakan banyak media mulai dari sistem keagenan, reseller, toko

online hingga melalui pameran-pameran

Clothing company merupakan perusahaan konveksi yang dalam hal ini sebagai

supplier distro yang menyuplai barang atau produk untuk distro. Banyak munculnya

distro–distro di kota-kota besar maupun di kota kecil yang menjual barang–barang dari produksi para supplier, dalam menjalankan kerja sama mereka tidak terlepas dari adanya kontrak perjanjian antara distro dengan pihak supplier. Perjanjian tersebut dalam prakteknya disebut dengan perjanjian konsinyasi. Sekitar beberapa tahun terakhir, pola ini diterapkan oleh distro–distro dengan perusahaan suppliernya di Indonesia dengan berlandaskan pada kontrak konsinyasi.

Dapat diketahui di sini bahwa kontrak konsinyasi merupakan kontrak yang dilakukan oleh pihak supplier sebagai pemilik barang dan pihak distro yang sebagai pihak yang menyediakan tempat untuk mendistribusikan dan tempat untuk menjual barang–barang yang diperjanjikan dalam kontrak kerjasama Konsinyasi. Kontrak kerjasama Konsinyasi distro dengan supplier mempunyai kesamaan nama dengan konsinyasi dalam KUH Perdata yaitu Pasal 1404, tetapi mempunyai makna yang berbeda. Dalam KUH Perdata, konsinyasi dijelaskan secara gamblang dan jelas sangat berbeda dengan definisi dalam kontrak kerjasama Konsinyasi antara distro

(4)

dengan supplier .

Perjanjian konsinyasi Distro merupakan salah satu perjanjian innominaat atau perjanjian tidak bernama yang digunakan para pelaku usaha Clothing Company

dengan Distro dalam memasarkan dan menjual hasil produksi Clothing Company. Perjanjian dengan sistem konsinyasi dikenal sebagai perjanjian bagi hasil atau sering disebut dengan perjanjian titip jual. Konsinyasi adalah penjualan dengan cara pemilik menitipkan barang kepada pihak lain untuk dijualkan dengan harga dan syarat yang telah diatur dalam perjanjian.5 Perjanjian konsinyasi merupakan hukum kontrak

innominaat. Hukum kontrak innominaat merupakan “keseluruhan kaidah hukum yang mengkaji berbagai kontrak yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat dan kontrak ini belum dikenal pada saat KUH Perdata diundangkan6.”

Salah satu Distro yang menerapkan sistem perjanjian konsinyasi kepada

supplier nya di Bali adalah distro Hiztory Store yang beralamat di jalan Teuku Umar 151 B, Denpasar, Bali. Dapat diketahui di sini bahwa perjanjian konsinyasi yang dilakukan oleh pihak supplier sebagai pemilik barang dan pihak distro sebagai pihak yang menyediakan tempat untuk mendistribusikan dan tempat untuk menjual barang– barang yang diperjanjikan dengan sistem konsinyasi. Hubungan antara supplier dan

distro ini didasarkan pada kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam perjanjian tertulis. Dimana supllier mempercayakan produknya dititipkan di distro, dan pihak

distro mempercayakan produk dari supplier akan laku terjual di pasaran yang akan memberikan keuntungan bagi para pihak. Dalam prakteknya sering terjadi pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya, Dengan demikian maka para pihak berada dalam keadaan wanprestasi. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau

5 www.akimee.com/pengertian-penjualan-konsinyasi-artikel., 16 maret 2015

6 Salim, 2010, Perkembangan hukum kontrak innominaat di indonesia, cetakan I, sinar

(5)

lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur7. Wanprestasi yang terjadi atas perjanjian tersebut misalnya seperti; keterlambatan supplier mengirimkan barang yang akan dititipkan di distro, dan keterlambatan pihak distro melakukan pembayaran kepada

supplier atas barang yang telah laku terjual.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membedakan antara perikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang serta akibat hukum dari perikatan tersebut. Akibat hukum suatu perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki berdasarkan perjanjian yang telah disepakati para pihak sebelumnya sedangkan, akibat hukum dari suatu perjanjian yang lahir dari undang merupakan hubungan hukum para pihak yang ditentukan oleh undang-undang. Namun dalam pelaksanaannya sering terjadi pelanggaran atau lalai melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan. Menurut Suharnoko, apabila atas perjanjian yang disepakati terjadi pelanggaran, maka dapat diajukan gugatan wanprestasi, karena adanya hubungan kontraktual antara pihak yang menimbulkan kerugian dan pihak yang menderita kerugian. Apabila tidak ada hubungan antara pihak yang menimbulkan kerugian dan pihak yang menderita kerugian, maka dapat diajukan gugatan perbuatan melawan hukum.8

Bertitik tolak dari uraian diatas, maka dalam penulisan penelitian ini diberi judul: “Pelaksanaan Kontrak Konsinyasi Distribution Outlet (Distro) Dengan

Supplier di Hiztory Store”.

1.2 Rumusan Masalah

7 Salim, 2003, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, cetakan pertama, sinar

grafika, jakarta, hlm 98.

8 Suharnko, 2004, Hukum Perjanjian: teori dan analisis kasus, Cetakan I, prenada media,

(6)

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah bentuk kontrak konsinyasi antara pihak supplier dengan distro

ditinjau dari segi hukum ?

2. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan kontrak konsinyasi distro Hiztory Store dengan supplier dalam prakteknya ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dalam pembuatan suatu kontrak dibagi menjadi 3 ( tiga ) tahap yaitu tahap pra kontrak, kontrak, pasca kontrak. Dalam pembuatan kontrak kerjasama Konsinyasi antara distro dengan supplier pun melalui 3 ( tiga ) tahap tersebut.

Dalam hal ini penulis memperjelas mengenai bagaimana suatu formulasi kontrak yang mengikat kedua belah pihak yang seharusnya saling menguntungkan dan mempunyai kesetaraan serta keseimbangan prestasi yang akan diberikan oleh pihak–pihak yang mengikatkan diri dalam kontrak konsinyasi. Penulis juga menjelaskan mengenai pengertian konsinyasi yang menurut BW Pasal 1404 dengan menurut kehidupan nyata mempunyai persepsi berbeda.

Lebih jauh, penulis juga menjelaskan dan memaparkan permasalahan yang ada dalam dunia bisnis distro dengan supplier yang dewasa ini sangat berkembang dengan pesat dimana didalamnya pastilah terdapat ketidak sesuaian atas apa yang telah disepakati oleh pihak–pihak yang mengikatkan diri dalam kontrak kerjasama Konsinyasi tersebut yang mana hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan dikemudian hari.

1.4 Orisinalitas Penelitian

(7)

di Indonesia, maka mahasiswa dijawibkan untuk mampu menunjukan perbedaan dari penelitian yang terdahulu dengan penelitian yang tengah dibuat sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini, akan ditampilkan 1 skripsi dan 1 tesis terdahulu yang pembahasaanya berkaitan dengan “Tinjauan Atas Kontrak Konsnyasi Distro Hiztory Store serta Upaya Hukum Para Pihak Akibat Wanprestasi Dalam Pelaksanaannya”

Tabel 1.1 Daftar Penelitian Sejenis

No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah

1. Pelaksanaan Perjanjian Konsinyasi Antara Distribytor Buku Dengan Pedagang Buku Di Kios Buku Taman Pintar Yogyakarta Wahid Yusuf, (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) tahun 2012 1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian konsinyasi di kios buku taman pintar Yogyakarta?

2. Bagaimana penyelesaian dalam hal buku yang di konsinyasikan apabila mengalami Overmacht ? 2. Konsinyasi Ganti Rugi

Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Sonny Djoko Marlijanto (Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang) Tahun 2010 1. Bagaimanakah Mekanisme Konsinyasi Ganti Rugi Atas Tanah Yang Di Gunakan Untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo Di Kabupaten Semarang?

2. Hambatan Apa Yang

Timbul Dalam

Mekanisme Gant Rugi Atas Tanah Yang Di Gunakan Untuk

(8)

Tabel 1.2 Daftar Penelitian Penulis

1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan umum

Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo Di Kabupaten Semarang?

3. Bagaimana Proses Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Rangka Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo Di Kabupaten Semarang serta

Pengaruhnya Terhadap Pemilik Hak Atas Tanah Yang Terkena Proyek Tersebut?

No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah

1. Pelaksanaan Kontrak Konsinyasi Distribution Outlet (Distro) Dengan Supplier Di Hiztory Store

Deny Chandra Tri Bayu, (Fakultas Hukum Mahasiswa Universitas Udayana) Tahun 2016 1. Bagaimanakah Bentuk Kontrak Konsinyasi Antara Pihak Supplier

Dengan Distro Ditinjau Dari Segi Hukum ? 2. Apa Saja Hambatan

Dalam Pelaksanaan Kontrak Konsinyasi

Distro Hiztory Store Dengan Supplier Dalam Prakteknya ?

(9)

1. Untuk mengetahui tentang bagaimana bentuk kontrak konsinyasi dalam prakteknya di distro.

2. Untuk mengetahui lebih jauh mengikatnya kontrak konsinyasi.

1.5.2 Tujuan khusus

1. Untuk mendalami bagaimanakah bentuk kontrak kerjasama konsinyasi antar

supplier dengan distro ditinjau dari segi hukum

2. Untuk mendalami apakah yang menjadi hambatan – hambatan dalam pelaksanaan kontrak konsinyasi distro.

1.6 Manfaat Penulisan

Hasil penulisan ini diharapkan bermanfaat bagi:

1.6.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini nantinya akan bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu Hukum Ekonomi Bisnis.

1.6.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini nantinya akan bermanfaat untuk, para pihak yang melaksanakan perjanjian konsinyasibilamana terjadi sengketa atau permasalahan akibat wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian konsinyasi tersebut.

1.7 Landasan Teoritis

Istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara rancu. BW (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak dari judul Buku III titel kedua tentang “Perikatan-perikatan yang lahir dari Kontrak atau Perjanjian” yang dalam bahasa Belanda berbunyi “Van verbintenissen die uit contract of overeenkomst geborenworden”. Pengertian ini juga didukung oleh pendapat banyak sarjana, antara

(10)

lain : Hofmann dan J. Satrio, 9 Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, 10 Mariam Darus Badrulzaman, 11 Purwahid Patrik12 dan Tirtodiningrat13 yang menggunakan istilah kontrak dan perjanjian dalam pengertian yang sama

Subekti14 menganggap istilah kontrak mempunyai pengertian lebih sempit daripada perjanjian/perikatan, karena kontrak ditujukan kepada perjanjian/perikatan yang tertulis. Sedangkan Pothier membedakan contract dan convention (pacte). Disebut convention yaitu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk menciptakan, menghapuskan atau meubah perikatan. Adapun Contract adalah perjanjian yang mengharapkan terlaksananya perikatan.15

Argumentasi kritis mengenai penggunaan istilah kontrak atau perjanjian disumbangkan oleh Peter Mahmud Marzuki16 dengan melakukan perbandingan terhadap pengertian kontrak atau perjanjian dalam sistem Anglo-American.

Sistematika Buku III tentng Verbintenissenrecht (hukum Perikatan) mengatur mengenai overeenkomst yang kalau diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berarti perjanjian. Istilah kontrak merupakan terjemahan dari Bahasa Inggeris Contract. Didalam konsep kontinental, penempatan pengaturan perjanjian pada Buku III BW Indonesia tentang Hukum Perikatan mengindikasikan bahwa perjanjian memang berkaitan dengan masalah Harta Kekayaan (Vermogen).

Pengertian perjanjian ini mirip dengan contract pada konsep Anglo-American

yang selalu berkaitan dengan bisnis. Di dalam pola pikir Anglo-American, perjanjian

9 J. Satrio, 1992, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 19.

10 Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, 1978, Hukum Perikatan, Surabaya:

Bina Ilmu, hlm. 84

11 Mariam Darus Badrulzaman, 1996, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III

Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, edisi II, Cet. I, Bandung: Alumni, hlm. 89.

12 Purwahid Patrik, 1994, Dasar-dasar hukum Perikatan, Bandung: Mandar Maju, hlm.45 13 R.M. Suryodiningrat, 1985, Azas-azas Hukum Perikatan, Bandung: Tarsito, hlm. 72. 14 Subekti, 1996, Hukum Perjanjian, Cet. XVI, Jakarta: Intermasa, hlm. 1.

15 Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, loc.cit.

16 Peter Mahmud Marzuki, 2003 “Batas-batas Kebebasan Berkontrak”, Yuridika, hlm.

(11)

yang bahasa Belanda-nya overeenkomst, dalam Bahasa Inggris disebut agreement

yang mempunyai pengertian lebih luas dari contract, karena mencakup hal-hal yang berkaitan dengan bisnis atau bukan bisnis. Untuk agreement yang berkaitan dengan bisnis disebut contract, sedangkan untuk yang tidak terkait dengan bisnis hanya disebut agreement.

Dengan mencermati pendapat-pendapat para ahli di atas, penulis memilih pandangan yang menyamakan arti kontrak dengan perjanjian. Menurut penulis, dalam prakteknya kedua istilah tersebut juga digunakan dalam kontrak komersial, misalnya perjanjian waralaba, perjanjian sewa guna usaha, kontrak kerjasama, perjanjian kerjasama, kontrak kerja konstruksi, dan kontrak kerjasama konsinyasi.

Kontrak kerjasama Konsinyasi bila dihubungkan dengan undang–undang adalah suatu hal yang mendasari kontrak dan nantinya dapat dipertangung jawabkan berdasarkan hukum, dalam hal ini hukum kontrak di Indonesia.

Dalam skripsi ini penulis membahas kontrak kerjasama konsinyasi supplier

dengan distro menurut pola distro Hiztory Store, karena dalam skripsi ini kontrak kerjasama konsinyasi yang dibahas penulis adalah kontrak kerjasama konsinyasi

supplier dengan distro Hiztory Store.

Dalam kontrak kerjasama ini, definisi Konsinyasi berasal dari kata yaitu

Consignment dari bahasa Inggris dan Consignatie ; Bewaargeving Tot Betalingmenurut dalam bahasa Belanda, sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut konsinyasi, sedangkan konsinyasi menurut kamus hukum mempunyai arti: penitipan barang untuk dijual atas nama si penitip atau si pemilik dengan ketentuan setiap barang yang telah terjual, jumlah uang hasil penjualann barang tersebut disetor kepada si pemilik (si penitip barang) dikurangi komisi yang telah disepakati17.

(12)

Kontrak kerjasama Konsinyasi distro dengan supplier ini, mempunyai kesamaan nama dengan konsinyasi dalam BW yaitu Pasal 1404. tetapi mempunyai makna yang berbeda. Konsinyasi dalam BW menjelaskan bahwa penitipan yang dilakukan dikantor panitera pengadilan negeri dalam hal tata cara pembayaran yang dilakukan oleh debitur karena kreditur tidak mau menerima pembayaran, sesuai pasal 1404 BW18.

Dalam perkembangannya pengertian Konsinyasi dalam kontrak kerjasama

distro Dengan supplier adalah merupakan suatu bentuk manifestasi baru perjanjian penitipan, jual beli, keagenan dan perjanjian distributor. Kontrak kerjasama konsinyasi ini dapat disebut perjanjian campuran karena dalam perjanjian konsinyasi ini mempunyai sifat-sifat perjanjian yang terdapat dalam beberapa perjanjian bernama, keterkaitannya dalam B W dan dalam penerapannya kontrak kerjasama Konsinyasi antara distro dengan supplier merupakan suatu langkah penyimpangan terhadap buku III BW yang pada dasarnya bersifat aanvullend recht atau hukum pelengkap. Dari pengertian kontrak kerjasama Konsinyasi antara distro dengan

Supplier yang mengadopsi penyimpangan pengertian dalam B W maka perjanjian tersebut merupakan perjanjian tidak bernama yang timbul karena perkembangan definisi dalam prakteknya.

Jadi dalam hal ini kontrak kerjasama Konsinyasi antara distro dengan supplier

menurut pola distro Hiztory Store hanya ada dua pihak yang terkait dalam perjanjian tersebut yaitu : pihak pertama adalah pihak supplier yang dalam hal ini sebagai penyuplai barang, dan sebagai pihak kedua adalah pihak distro Hiztory Store sebagai tempat penjual barang, kecuali diperjanjikan lain dan diatur secara tegas dalam kontrak kerjasama Konsinyasi antara distro dengan supplier tentang keberadaan pihak

18 Darwan Prins, 1996, Srategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata , Citra Aditya

(13)

lain.

1.8 Metode Penelitian

Metode Penelitian adalah cara kerja untuk dapat memeahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Untuk dapat memahami objek dari penelitian ini maka dibuat dengan menggunakan pendekatan dan metode tertentu sehingga dapat dihasilkan suatu karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.19 Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

1.8.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian hukum empiris dengan meneliti fakta hukum yang ada di dalam masyarakat dan tumbuh sebagai landasan hukum.

1.8.2 Jenis pendekatan

Sebagai suatu karya ilmiah agar dapat di pertahankan secara ilmiah maka dalam penelitian ini dipergunakan pendekatan masalah :

- Pendekatan perundang – undangan (statute approach), karena yang akan diteliti yaitu undang – undang mana yang akan mengatur kontrak kerjasama konsinyasi antara supplier dengan pihak distro.

- Pendekatan konsep (conceptual approach) beranjak dari undang – undang dan doktrin – doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan – pandangan doktrin didalam ilmu hukum penulis menemukan ide – ide yang melahirkan pengertian hukum, konsep – konsep hukum, dan asas – asas hukum yang relevan.

19 Alimudin Tuwu 1993, Pengantar Metode Penelitian. Get. I, Universitas Indonesia, Jakarta,

(14)

1.8.3 Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, adapun pengertian penelitian deskriptif ini adalah untuk menggambarkan secara tepat sifat – sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya di masyarakat.20

1.8.4 Sumber data

Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah sumber data primer atau data yang bersumber dari penelitian langsung ke lapangan (Field Research) dan data sekunder yaitu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan (Library Research) data yang di peroleh tidak secara lansung dari sumber pertamanya melainkan bersumber dari data – data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan – bahan hukum, dan juga menggunakan sumber data tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti dari kamus atau ensiklopedia.21

1.8.5 Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik studi dokumen yaitu dengan cara membaca dan menyalin catatan – catatan penting dari bahan – bahan hukum serta menggunakan peraturan perundang – undangan yang relevan dengan permasalahan penelitian. Selain dengan teknik itu penulis juga melakukan teknik wawancara dengan informan dan responden di lapangan. Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengonstruksi mengenal orang, kejadian, organisasi, motivasi, perasaan dan

20 Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h.8. 21 Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja

(15)

sebagainya yang dilakukan oleh dua pihak dengan orang yang di wawancarai.22

1.8.6 Pengolahan dan analisa data

Data – data yang dikumpulkan melalui data primer dan data skunder dianalisa secara kualitatif yaitu data – data yang diperoleh dari beberapa sumber yang dikumpulkan untuk mendapatkan data yang relevan dengan masalah yang diangkat kemudian diolah secara deskriptif analisis yaitu penyajian yang menggambarkan secara lengkap tentang aspek – aspek tertentu yang berkaitan dengan permsalahan dan selanjutnya dianalisa kebenarannya.

22 Burhan Burgin, 2001, Metodelogi Penelitian Kualitatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

Gambar

Tabel 1.1 Daftar Penelitian Sejenis
Tabel 1.2 Daftar Penelitian Penulis

Referensi

Dokumen terkait

pihak yang terkait untuk mengetahui informasi yang berhubungan dengan penjualan barang-barang yang up to date dan stok barang yang disediakan Distro Monalisa1. 1.2

Pola hubungan pasien dengan dokter yang biasanya dan umumnya terjadi karena adanya perjanjian terapeutik, Menurut Bahder Johan Nasution, perjanjian terapeutik

Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan

Menurut mereka ada beberapa hal yang menyebabkan ketidakpuasan mereka, yaitu diantaranya pihak universitas yang kurang peduli dengan kesejahteraan mereka,

menurut Undang- Undang No.10 Tahun 1998 pasal 1 butir 13 adalah sebuah aturan perjanjian yang berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain atau nasabah untuk

Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

Dalam pelaksanaan penelitian yang menjadi subjek adalah para pihak dari bank, antara lain manajer cabang, staf pembiayaan dan pihak (nasabah) yang terikat dengan perjanjian sewa

Definisi asuransi atau pertanggungan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau