Contoh penjual yang menimbulkan kerugian kepada pembeli karena wanprestasi dalam perjanjian jual beli produk adalah perkara perdata dalam putusan nomor: 333/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst. Berdasarkan beberapa kasus, penulis akan mengkaji permasalahan tersebut dan menuangkannya dalam bentuk disertasi yang disusun secara komprehensif dengan judul “Analisis Peradilan Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Penjual yang Merugikan Pembeli Karena Cidera Janji Jual Beli Produk”. Perjanjian (Studi Kasus Putusan Nomor : 333/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst) Bagaimana analisa hukum yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan terhadap penjual yang mengakibatkan kerugian bagi pembeli yang disebabkan sebagai akibat wanprestasi dalam perjanjian jual beli produk (Studi Kasus Putusan Nomor: 333/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst).
Untuk mengetahui dasar peninjauan kembali hakim dalam mengabulkan putusan terhadap penjual yang menimbulkan kerugian bagi pembeli karena tidak dibayarnya perjanjian jual beli produk tersebut (Studi Kasus Putusan Nomor: 333/Pdt.G/2020/ PN.Jkt.Ps). Memberikan hasil pemikiran akademis dalam bidang hukum perdata mengenai analisis dalam pengambilan keputusan terhadap penjual yang menimbulkan kerugian bagi pembeli akibat tidak dibayarnya perjanjian jual beli produk (Studi Kasus Putusan Nomor: .333/Pdt .G/2020/Pn.Jkt.Ps). Penulisan hukum ini diharapkan dapat praktis bagi penegak hukum dalam mempertimbangkan akibat hukum pengambilan keputusan mengenai penjual yang mengakibatkan kerugian bagi pembeli karena tidak dilaksanakannya perjanjian jual beli produk (Studi Kasus Putusan Nomor: 333 /Pdt.G/ 2020/ PN.Jkt.Ps) .
Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Jual Beli
Akta Notaris adalah akta yang dibuat di hadapan dan disaksikan pejabat yang berwenang untuk itu. Jenis dokumen ini merupakan bukti sempurna bagi pihak yang berkepentingan dan pihak ketiga. Apabila syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata terpenuhi, maka berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian itu mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang.
Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menegaskan bahwa: “Segala perjanjian yang dibuat dengan sah, menjadi hukum bagi yang membuatnya.”
Sepakat Mereka Yang Mengikatkan Dirinya
Subyek menyatakan bahwa suatu perjanjian lahir pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai pokok-pokok yang menjadi pokok perjanjian. Beliau juga menjelaskan kepada subjek bahwa suatu pernyataan yang patut diperhatikan untuk menyatakan maksud dari orang yang hendak berkomitmen adalah pernyataan yang dapat menjadi dasar suatu perjanjian.17. Momen bertemunya penawaran dan akseptasi dapat dikatakan sebagai momen terjadinya kesepakatan antara pihak-pihak yang melahirkan kesepakatan tersebut.
Di bawah ini ada beberapa teori yang dapat dijadikan acuan asal muasal perjanjian sebagai berikut. Apabila terdapat kesamaan kehendak atau kesamaan niat di antara para pihak, berarti telah tercapai kesepakatan dan dapat dikatakan telah lahir kesepakatan. Jika kemauan kedua belah pihak berbeda, maka tidak dapat dikatakan ada kecocokan kemauan dan tidak dapat dikatakan telah tercapai kesepakatan.
Cacat hanya dapat dijadikan alasan pemutusan kontrak, yang menyangkut hal-hal pokok kontrak. Kekerasan atau pemaksaan dalam konteks hukum kontrak diatur dalam Pasal 1323 sampai dengan 1327 KUH Perdata, yang pada dasarnya mengatur bahwa pemaksaan itu sedemikian rupa sehingga perbuatannya memberi kesan dan dapat menimbulkan rasa takut pada orang yang diancam, orang-orang terdekatnya. padanya atau kekayaannya. Dapat dikatakan bahwa suatu tindakan pemaksaan adalah apabila salah satu pihak memberikan pernyataan persetujuan karena didasari rasa takut akan suatu ancaman. 22.
Dikatakan penipuan apabila satu pihak dengan cara sedemikian membuat pihak lain berjanji atau tidak berjanji. Adapun ciri-ciri situasi yang boleh dinyatakan sebagai penyalahgunaan keadaan sebagaimana pendapat Erwin Soedjijanto Josua dalam J. Satrio ialah: 24.
Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perjanjian
Perempuan, dalam hal dimana hukum berlaku, dan secara umum semua orang yang dilarang oleh hukum untuk membuat perjanjian tertentu.
Suatu Hal Tertentu
Suatu Sebab (Kausa) Yang Halal
Undang-undang menyatakan bahwa perjanjian tanpa sebab, sebab palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan, atau dengan kata lain batal. Berkenaan dengan penjelasan tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian di atas, mengandung makna bahwa setiap orang atau badan hukum yang hendak mengadakan suatu perjanjian, tanpa ada kecualinya, harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, agar suatu perjanjian itu sah. dinyatakan sah secara hukum. atau tidak cacat secara hukum. Satrio dalam buku Johannes Ibrahim Kosasih mengatakan bahwa ketentuan pasal di atas hendaknya dibaca sebagai “perjanjian yang tidak mempunyai tujuan bersama atau mempunyai tujuan bersama yang salah atau bertentangan dengan hukum adalah batal”.
Suatu perjanjian tanpa sebab bukan berarti mempunyai sebab yang dilarang atau sebab yang salah, tetapi dalam kenyataan atau dalam praktek kadang-kadang digunakan untuk peristiwa-peristiwa yang biasanya baru kemudian diketahui bahwa apa yang ingin dicapai oleh para pihak melalui perjanjian itu tidak mungkin tercapai. . .dapat dilakukan. 28 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Pertunangan dalam KUH Perdata, Buku Ketiga, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015, hal. Jika kemudian ternyata utangnya hilang, maka perjanjian yang mereka buat tidak mengandung hubungan sebab akibat, dalam artian tujuan yang ingin mereka capai dengan perjanjian mereka tidak dapat tercapai.
Contoh lain ialah apabila anda ingin membuat kontrak baru untuk menggantikan kontrak lama dengan kontrak baru.
Tinjauan Umum Tentang Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi
Akibat Hukum Perbuatan Wanprestasi
Yahya Harahap umumnya gagal yaitu. pelaksanaan suatu kewajiban tidak dilakukan tepat pada waktunya atau dilaksanakan secara tidak semestinya.” 33 Jika demikian, seorang debitur dikatakan dalam keadaan wanprestasi, apabila ia lalai dalam melaksanakan kinerja dalam perjanjian, yang mengakibatkan “keterlambatan” dari jadwal waktu yang telah ditentukan atau dalam pelaksanaan suatu pertunjukan tidak sesuai dengan “layak atau patut”. wanprestasi” kita tidak lepas dari persoalan “pernyataan kelalaian”. pernyataan yang dilanggar) dan “kelalaian” (kegagalan).34 Akibat yang timbul karena tidak dibayarnya adalah kewajiban debitur untuk membayar ganti rugi atau apabila salah satu pihak wanprestasi maka pihak yang lain dapat menuntut. Akibat hukum dari wanprestasi (wanprestasi) yang tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian jual beli adalah kreditur dapat menuntut ganti rugi atas biaya, kerugian dan bunga yang diderita. Untuk kewajiban memberi ganti rugi kepada debitur, undang-undang menyatakan bahwa debitur harus terlebih dahulu dinyatakan dalam keadaan lalai (wanprestasi).
Dalam pasal 1243 KUH Perdata disebutkan bahwa penggantian biaya, kerugian, dan bunga akibat tidak dipenuhinya suatu kewajiban menjadi wajib apabila debitur, walaupun dinyatakan lalai, tetap tidak memenuhi kewajibannya, atau jika terjadi sesuatu yang tidak dapat dipenuhi. harus diberikan atau dilakukan hanya dapat diberikan atau dilakukan dalam waktu tertentu di luar batas waktu yang ditentukan. Berdasarkan ketentuan ini, ganti rugi disebabkan tidak terpenuhinya suatu kewajiban, yang hanya menjadi wajib apabila debitur, setelah dinyatakan lalai dalam memenuhi kewajibannya, tetap lalai, atau sesuatu yang diberikan atau dilakukan seharusnya dapat dilakukan. hanya diberikan atau dibuat dalam batas waktu yang telah terlampaui. Artinya ganti kerugian adalah kerugian yang timbul karena debitur wanprestasi, kerugian tersebut harus diganti oleh debitur sejak ia dinyatakan lalai.
37 Sedyo Prayogo, Penerapan Batasan Cidera dan Tort dalam Kontrak, Jurnal Reformasi Hukum, Volume III, Nomor 2, Mei-Agustus 2016. Kerugian dalam hukum perdata dapat timbul karena wanprestasi akibat suatu perjanjian atau dapat timbul karena untuk tindakan Melawan hukum. Ganti kerugian akibat wanprestasi adalah apabila ada pihak-pihak dalam perjanjian yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana tercantum dalam perjanjian, maka menurut hukum mereka dapat dimintai pertanggungjawaban apabila pihak lain dalam perjanjian itu menderita kerugian sebagai akibatnya. .
Pemberian ganti rugi atas tidak dilaksanakannya akad dapat diberikan dalam berbagai kombinasi, antara lain pemberian ganti rugi (berupa kerugian, biaya dan bunga), pelaksanaan perjanjian tanpa imbalan, pelaksanaan perjanjian dan ganti kerugian, saling menguntungkan. pembatalan perjanjian tanpa ganti kerugian, pembatalan perjanjian bersama ditambah ganti kerugian.39. Pasal 1336 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Setiap orang bertanggung jawab bukan hanya atas kerugian yang ditimbulkannya karena perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang ditimbulkannya karena kelalaian atau kecerobohannya.”
Tinjauan Umum Tentang Dasar Pertimbangan Hakim
Wisnubroto berpendapat, pertimbangan hakim dimulai pada saat hakim menyatakan pemeriksaan ditutup, setelah itu hakim yang memeriksa dan mengadili suatu perkara sengaja untuk sampai pada putusan yang adil sesuai dengan tujuan hukum.43. Lebih lanjut, Wisnubroto menjelaskan, ada dua indikator yang perlu diperhatikan hakim, yakni bagaimana hakim dengan akal dan hati nuraninya mampu mengungkap fakta berdasarkan bukti-bukti yang dihadirkan di persidangan, mencari keadilan yang tepat, menemukan dan menerapkan. sesuai dengan rasa keadilan individu (pelaku), masyarakat (korban) dan negara (hukum).44.
METODOLOGI PENELITIAN
- Ruang Lingkup Penelitian
- Jenis Penelitian
- Metode Pendekatan Masalah
- Sumber Bahan Hukum
- Bahan Hukum Primer
- Bahan Hukum Sekunder
- Bahan Hukum Tersier
- Metode Penelitian
- Analasis Bahan Hukum
Ada beberapa pendekatan berbeda terhadap penelitian hukum; penulis akan memperoleh data tentang berbagai aspek permasalahan yang memerlukan jawaban. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan hukum, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual.47. Pendekatan Legislatif (pendekatan hukum) merupakan pendekatan permasalahan yang dilakukan dengan cara menelaah seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan hukum.
Dalam pendekatan legislasi ini, penulis mengkaji undang-undang yang berkaitan dengan pembahasan penelitian, yaitu: Undang-undang. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, serta peraturan perundang-undangan yang terkait. Pendekatan konseptual adalah suatu pendekatan yang berangkat dari pandangan dan doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum, untuk menemukan gagasan-gagasan yang menimbulkan makna, konsep dan prinsip hukum yang relevan, sebagai landasan untuk membangun argumentasi hukum dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang dihadapi. . .
49 Dengan pendekatan konseptual ini diharapkan dapat diperoleh argumentasi hukum untuk menyikapi materi muatan hukum yang menjadi titik tolak penelitian ini. Khususnya bahan hukum yang bersumber dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Buku Undang-Undang. Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan dan data yang bersumber dari buku, literatur, jurnal hukum, pendapat para ahli hukum.
Yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti: Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia.50. Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dan studi dokumen.