1 PENENTUAN KADAR PARTIKULAT, NO2, SO2 DAN NH3 DALAM
UDARA AMBIENT Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Kimia Lingkungan
Disusun oleh: Chitta Putri Noviani
109096000007
PROGRAM STUDI KIMIA
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA 2011 M / 1433 H
2 ABSTRAK
Udara merupakan zat yang penting setelah air dalam memeberikan kehidupan di permukaan bumi. Masalah pengotor udara sudah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama di negara industry yang banyak memiliki pabrik dan kendaraan bermotor.
Dilakukan penelitian kadar partikulat debu, NO2, SO2, dan NH3 dalam udara ambient dan didapat bahwa udara ambient di sekitar halte kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta masih jauh dibawah nilai ambang batas yang diperlukan, sehingga keberadaannya tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat di sekitarnya.
Kata kunci : udara ambient, NO2, SO2, NH3, Griess Saltzman, Pararosanilin,
3 ABSTRAC
The air is an important substance in the water after giving out life on the earth's surface. Problem of air pollutants has long been a problem in public health, especially in a country that has many industrial plants and motor vehicles.
Do the research levels of dust particulates, NO2, SO2, and NH3 in ambient air and found that the ambient air around the campus bus stop Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta is still far below the required threshold value, so its presence does not cause a negative impact on the environment and health of surrounding communities.
Keyword : ambient air, NO2, SO2, NH3, Griess Saltzman, Pararosanilin,
4 DAFTAR ISI
Abstrak
Daftar Isi ... I Daftar Tabel ... III Daftar Gambar ... IV Kata Pengantar ... V BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan Penelitian ... 2 C. Manfaat Penelitian ... 3 D. Pembatasan Masalah ... 3
BAB II Tinjauan Pustaka A. Udara ... 4
1. Pengertian Udara ... 4
2. Komponen Udara ... 4
3. Pengertian Udara Ambient ... 6
4. Baku Mutu Udara Ambient ... 6
B. Pencemaran Udara ... 8
1. Pengertian Pencemaran Udara ... 8
2. Komponen Pencemaran Udara ... 8
3. Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Udara ... 10
C. Komponen Pencemaran Udara Ambient ... 11
1. Nitrogen Oksida ... 11
2. Sulfur Dioksida ... 13
3. Amonia ... 16
4. Partikulat Debu ... 17
D. Metode Penentuan Udara Ambient ... 18
1. Metoda Griess Saltzman ... 18
2. Metode Pararosanilin ... 19
3. Metode Indofenol ... 19
4. Metode Spektrofometri ... 19
BAB III Metodologi Penelitian 1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20
5 3. Prosedur Penelitian ... 21 BAB IV Hasil dan Pembahasan ... 30 BAB V Penutup
A. Kesimpulan ... 44 B. Saran ... 44 Daftar Pustaka
6 DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi Udara Bersih ... 5
Tabel 2. Baku Mutu Udara Ambient Nasional ... 7
Tabel 3. Komponen Pencemaran Udara ... 9
Tabel 4. Pengaruh NO2Berdasarkan Kategori dan Rentang ISPU ... 12
Tabel 5. Pengaruh Gas SO2 Terhadap Manusia ... 13
Tabel 6. Pengaruh SO 2 Berdasarkan Kategori dan Rentang ISPU ... 16
Tabel 7. Pengaruh PM 10 Berdasarkan Kategori dan Rentang ISPU ... 18
Tabel 8. Data analisa lapangan sampling udara pada pagi hari ... 30
Tabel 9. Data analisa lapangan sampling udara pada sore hari ... 31
Tabel 10. Data Kebisingan dan kecepatan Angin pada pagi hari ... 32
Tabel 12. Data Kebisingan dan kecepatan Angin pada sore hari ... 33
Tabel 13. Data jumlah kendaraan pada pagi hari ... 34
Tabel 14. Data jumlah kendaraan pada sore hari ... 34
Tabel 15. Hasil penimbangan filter blanko dan filter sampel pagi hari ... 35
Tabel 16. Hasil penimbangan filter blanko dan filter sampel sore hari ... 36
Tabel 17. Jumlah NO2 dalam sampel ... 39
Tabel 18. Jumlah SO2 dalam sampel ... 41
7 DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Reaksi Absorber NO2 ... 38
Gambar 2. Kurva kalibrasi NO2 ... 38
Gambar 3. Reaksi sampel pada metode Pararosanilin ... 40
Gambar 4. Kurva Kalibrasi SO2 ... 40
Gambar 5. Reaksi sampel pada metode Indofenol ... 42
8 KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Kimia Lingkungan di bawah bimbingan dosen, Ir. Etyn Yunita, M.Si dan Nita Rosita, S.Si. Selain itu, makalah ini juga disusun agar saya dan teman mahasiswa prodi Kimia 2009 Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat lebih memahami prinsip sampling udara ambient dan mengetahui kadar pencemar udara ambient di sekitar halte kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentu hasil karya ini tidak mungkin luput dari kekurangan. Dengan upaya dan semangat peningkatan pemahaman Islam, saya senantiasa mengharapkan kontribusi pemikiran Anda, baik berupa saran, maupun kritik demi penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Ciputat, Desember 2011
9 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Udara merupakan zat yang penting setelah air dalam memeberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian, pendingin benda-benda panas, dan dapat menjadi media penyebaran penyakit pada manusia.
Udara merupakan campuran mekanis dari macam-macam gas. Komposisi normal udara terdiri atas nitrogen 78,1%, oksigen 20,93%, dan karbon dioksida 0,03%, sementara selebihnya merupakan gas argon, neon, krypton, xenon, dan helium. Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora, dan sisa tumbuh-tumbuhan.
Masalah pengotor udara sudah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama di Negara industry yang banyak memiliki pabrik dan kendaraan bermotor. Sebenarnya udara sendiri cnederungmengalami pencemaran oleh kehidupan dalam kegiatan manusia serta proses alam lainnya. Dalam batas-batas tertentu, alam mapu membersihkan udara dengan cara membentuk ekosistem yang disebut removal mechanism. Proses yang terjadi dapat berupa pergerakan udara, hujan, sinar matahari, dan fotosintesis tumbuh-tumbuhan. Pada suatu keadaan ketika pencemaran yang terjadi melebihi kemampuan alam untuk membersihkan dirinya sendiri, pencemaran itu akan membahayakan manusia dan
10 memberikan dampak yang luas terhadap fauna, flora, dan terhadap ekosistem yang ada.
Udara dikatakan tercemar bilamana terdapat unsure-unsur pencemar atau polutan yang bersumber dari aktifitas alam dan aktivitas manusia, yang dapat mempengaruhi keseimbangan udara normal dan mengakibatkan gangguan terhadap kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan, serta benda-benda lain. Polutan yang dihasilkan dari aktivitas manusia antara lain adalah oksida sulfur (SOx), karbon monoksida (CO), partikulat matter (PM10 dan PM2,5), oksida nitrogen (NOx), timah (Pb), ozon (O3) dan Volatilc Organic Compounds (VOCs). Polutan tersebut selain dapat mengakibatkan kerusakan pada lingkungan, juga mengakibatkan gangguan terhadap kehidupan makhluk hidup di sekitarnya. B. Tujuan Penelitian
1. Melakukan pengambilan sempel (sampling) udara ambient (SO2, NO2, NH3 dan total partikulat/debu).
2. Melakukan pengambilan data-data pendukung sampling udara ambient di tempat kerja (suhu, tekanan udara, laju alir udara, waktu/lama sampling, kebisingan, arah dan kecepatan angin).
3. Menentukan volume sampel uadara yang diserap.
4. Menganalisa dan menentukan total partikulat (kadar debu) udara ambient dengan metode gravimetric.
5. Menganalisa dan menentukan kadar NO2 udara ambient dengan metode Griess Saltzman.
6. Menganalisa dan menentukan kadar SO2 udara ambient dengan metode Pararosanilin.
11 C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya tentang kualitas uji udara di sekitar halte kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Pembatasan Masalah
Dalam laporan penelitian ini hanya membandingkan kadar SO2, NO2 dan NH3 serta partikulat debu dalam udara ambient pada pagi hari dan sore hari.
12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan industri yang pesat dewasa ini tidak lain karena penerapan kemajuan teknologi oleh manusia guna mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Semua kegiatan dalam bidang industri pada mulanya dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, ternyata pada sisi lain dapat menimbulkan dampak yang justru merugikan kelangsungan hidup manusia. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya masalah pencemaran udara.
A. Udara
1. Pengertian Udara
Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air yang berupa uap air. Jumlah air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu. Udara dalam istilah meteorologi disebut juga atmosfir yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan di dunia ini. Atmosfir merupakan campuran gas-gas yang tidak bereaksi satu dengan lainnya (innert). atmosfir terdiri dari selapis campuran gas-gas, sehingga sering tidak tertangkap oleh indera manusia kecuali apabila berbentuk cairan (uap air) dan padatan (awan dan debu). Lapisan atmosfir mempunyai ketinggian sekitar 110 km dari permukaan tanah dan bagian terbesar berada di bawah ketinggian 25 km, karena tertahan oleh gaya gravitasi bumi.
2. Komponen Udara
Udara mengandung sejumlah oksigen, merupakan komponen esensial bagi kehidupan, baik manusia maupun makhluk hidup lainnya. Udara yang normal merupakan campuran gas-gas meliputi 78 % N2; 20 % O2; 0,93 % Ar ; 0,03 % CO2 dan sisanya terdiri dari neon (Ne), helium (He), metan (CH4) dan hidrogen
13 (H2). Sebaliknya, apabila terjadi penambahan gas-gas lain yang menimbulkan gangguan serta perubahan komposisi tersebut, maka dikatakan udara sudah tercemar/terpolusi. Giddings (1973) mengemukakan bahwa atmosfir pada keadaan bersih dan kering akan didominasi oleh 4 gas penyusun atmosfir, yaitu 78,09% N2; 20,95% O2; 0,93% Ar; dan 0,032% CO2; sedangkan gas-gas lainnya sangat kecil konsentrasinya. Komposisi udara kering , yaitu semua uap air telah dihilangkan dan relatif konstan. Komposisi udara kering yang bersih, dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Table 1. Komposisi udara bersih
konsentrasi dalam volume
(Ppm) (%)
Nitrogen (N2) 780.900 78.09
Oksigen (O2) 209.500 20.95
Argon (Ar) 9.300 0.93
Karbon diosida (CO2) 320 0.032
Neon (Ne) 18 1.8 x 10-3 Helium (He) 5.2 5.2 x 10-4 Metana (CH4) 1.5 1.5 x 10-4 Krypton (Kr) 1.0 1.0 x 10-4 H2 0.5 5.0 x 10-5 H2O 0.2 2.0 x 10-5 CO 0.1 1.0 x 10-5 Xe 0.08 8.0 x 10-6 O3 0.02 2.0 x 10-6 NH3 0.006 6.0 x 10-7 NO2 0.001 1.0 x 10-7 NO 0.0006 6.0 x 10-8 SO2 0.0002 2.0 x 10-8 H2S 0.0002 2.0 x 10-8
14 Akibat aktifitas perubahan manusia, udara seringkali menurun kualitasnya. Perubahan kualitas ini dapat berupa perubahan sifat-sifat fisis maupun sifat-sifat kimiawi. Perubahan kimiawi, dapat berupa pengurangan maupun penambahan salah satu komponen kimia yang terkandung dalam udara, yang lazim dikenal sebagai pencemaran udara. Kualitas udara yang dipergunakan untuk kehidupan tergantung dari lingkungannya.
3. Pengertian Udara Ambient
Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada didalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya. Mutu udara ambien adalah kadar zat, energi, dan/atau komponen lain yang ada di udara bebas. Status mutu udara ambien adalah keadaan mutu udara di suatu tempat pada saat dilakukan Inventarisasi. Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambient. Perlindungan mutu udara ambien adalah upaya yang dilakukan agar udara ambien dapat memenuhi fungsi sebagaimana mestinya (PP NOMOR 41 TAHUN 1999).
4. Baku Mutu Udara Ambient
Kualitas udara ambien merupakan tahap awal untuk memahami dampak negatif cemaran udara terhadap lingkungan. Kualitas udara ambien ditentukan oleh:
(1) Kuantitas emisi cemaran dari sumber cemaran
(2) Proses transportasi, konversi dan penghilangan cemaran di atmosfer.
Kualitas udara ambien akan menentukan dampak negatif cemaran udara terhadap kesehatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat (tumbuhan, hewan, material dan lain-lainnya).
15 Baku mutu kualitas udara ambien ditetapkan untuk cemaran yaitu: O3 (ozon), CO (karbon monoksida), NOX (nitrogen oksida), SO2 (sulfur oksida), hidrokarbon non-metana, dan partikulat.
Tabel 2. BAKU MUTU UDARA AMBIEN NASIONAL
CATATAN : (*) PM2,5 mulai berlaku tahun 2002
Nomor 11 s/d 13 Hanya diberlakukan untuk daerah/kawasan Industri Kimia Dasar. Contoh : Industri Petrokimia, Industri Pembuatan Asam Sulfat.
(PP RI NO : 41 Tahun 1999 Tanggal : 26 MEI 1999)
Baku mutu primer ditetapkan untuk melindungi pada batas keamanan yang mencukupi (adequate margin safety) kesehatan masyarakat dimana secara umum ditetapkan untuk melindungi sebagian masyarakat (15-20%) yang rentan terhadap
16 pencemaran udara. Baku mutu sekunder ditetapkan untuk melindungi kesejahteraan masyarakat (material,tumbuhan, hewan) dari setiap efek negatif pencemaran udara yang telah diketahui atau yang dapat diantisipasi.
B. Pencemaran Udara
1. Pengertian Pencemaran Udara
Pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Masuknya bahan-bahan atau zat-zat asing ke dalam udara selalu menyebabkan perubahan kualitas udara. Masuknya bahan-bahan atau zat-zat asing tersebut tidak selalu menyebabkan pencemaran udara. Mengacu pada defenisinya, pencemaran udara baru terjadi jika masuknya bahan-bahan atau zat-zat asing tersebut menyebabkan mutu udara turun sampai ketingkat dimana kehidupan manusia, hewan dan binatang terganggu atau lingkungan tidak berfungsi sebagai mana mestinya (Arya Wardana, Wisnu,2001).
Informasi mengenai efek pencemaran udara terhadap kesehatan berasal dari data pemaparan pada binatang, kajian epidemiologi, dan pada kasus yang terbatas kajian pemaparan pada manusia. Penelitian secara terus menerus dilakukan dengan tujuan:
(1) Menetapkan secara lebih baik konsentrasi dimana efek negatif dapat dideteksi, (2) Menentukan korelasi antara respon manusia dan hewan terhadap cemaran (3) Mendapatkan informasi epidemiologi lebih banyak, dan
(4) Menjembatani gap informasi dan mengurangi ketidakpast’an baku mutu yang sekarang diberlakukan.
2. Komponen Pencemaran Udara
Udara di daerah perkotaan yang mempunyai banyak kegiatan industri dan teknologi serta lalu-lintas yang padat, udaranya relatif sudah tidak bersih lagi. Udara di daerah industri kotor tekena bermacam-macam pencemar. Dari beberapa
17 macam komponen pencemar udara, maka yang paling banyak berpengaruh dalam pencemaran udara adalah komponen-komponen berikut ini :
Table 3. Komponen pencemaran udara
(Arya Wardana, Wisnu,2001).
Komponen pencemaran udara tersebut di atas bisa mencemari udara secara sendiri-sendiri, atau dapat pula mencemari udara secara bersama-sama. Jumlah komponen pencemaran udara tersebut tergantung pada sumbernya.
Di atmosfer, berbagai polutan udara akan melalui berbagai proses. Baik pencampuran antara polutan yang satu dengan yang lain yang pada akhirnya akan meningkatkan komposisi polutan itu sendiri bahkan memunculkan jenis polutan yang baru. Namun alam mempunyai prosesnya sendiri yang secara alamiah dapat mengurangi maupun memindahkan konsentrasi berbagai partikulat tersebut sebagai akibat faktor meteorologi. Pencemaran udara akan dipancarkan oleh sumbernya dan kemudian mengalami transportasi, dispersi atau pengumpulan karena kondisi meteorologi maupun topografi. (Neiburger, 1995).
No Pencemar Simbol
1 Karbon Monoksida CO
2 Nitrogen Oksida NOx
3 Belerang Oksida SOx
4 Hidro karbon HC
5 Partikel -
18 3. Faktor Yang Memperngaruhi Pencemaran Udara
Penyebaran bahan pencemar di udara dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi sebagai berikut :
1. Suhu Udara
Suhu udara dapat mempengaruhi konsentrasi bahan pencemar di udara sesuai dengan cuaca tertentu. Suhu udara yang tinggi menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi bahan pencemar menjadi makin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara makin padat sehingga konsentrasi pencemar diudara makin tinggi.
2. Kelembaban
Kelembaban udara juga mempengaruhi konsentrasi pencemar di udara. Pada kelembaban yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi dengan pencemar di udara, menjadi zat lain yang tidak berbahaya atau menjadi pencemar sekunder.
3. Tekanan udara
Tekanan udara tertentu dapat mempercepat atau menghambat terjadinya suatu reaksi kimia antara pencemar dengan zat pencemar di udara atau zat-zat yang ada di udara, sehingga pencemar udara dapat bertambah atau berkurang.
4. Angin
Angin adalah udara bergerak. Akibat pergerakan udara maka akan terjadi suatu proses penyebaran yang dapat mengakibatkan pengenceran dari bahan pencemar udara, sehingga kadar suatu pencemar pada jarak tertentu dari sumber akan mempunyai kadar berbeda. Demikian juga halnya dengan arah dan kecepatan angin mempengaruhi kadar bahan pencemar setempat.
5. Keadaan awan
Keadaan awan dapat mempengaruhi keadaan cuaca udara, termasuk juga banyaknya sinar matahari yang menyinari bumi. Kedua hal ini dapat mempengaruhi reaksi kimia pencemar udara dengan zat-zat yang ada di udara.
19 6. Sinar Matahari
Sinar matahari dapat mempengaruhi kadar bahan pencemar di udara karena dengan adanya sinar matahari tersebut maka beberapa pencemar udara dapat dipercepat atau diperlambat reaksinya dengan zat-zat lain di udara sehingga kadarnya dapat berbeda menurut banyaknya sinar matahari yang menyinari bumi. Demikian juga banyaknya panas matahari yang sampai ke bumi dapat mempengaruhi kadar pencemar di udara.
7. Curah Hujan
Hujan merupakan suatu partikel air di udara yang bergerak dari atas jatuh ke bumi. Dengan adanya hujan maka bahan pencemar berupa gas tertentu dapat diserap ke dalam partikel air. Begitu pula partikel debu baik yang inert maupun partikel debu yang lain dapat ditangkap dan menempel pada partikel air dan dibawa jatuh ke bumi. Dengan demikian bahan pencemar dalam bentuk partikel dapat berkurang akibat jatuhnya hujan (dirjen PPM dan PLP, 1993)
C. Komponen Pencemaran Udara Ambient
1. Nitrogen oksida (NOx)
Nitrogen oksida (NOx) adalah senyawa gas yang terdapat di udara bebas (atmosfir) yang sebagian besar terdiri atas nitrit oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta berbagai jenis oksida dalam jumlah yang lebih sedikit. Kedua macam gas tersebut mempunyai sifat yang sangat berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. Gas NO yang mencemari udara secara visual sulit diamati karena gas tersebut tidak bewarna dan tidak berbau. Sedangkan gas NO2 bila mencemari udara mudah diamati dari baunya yang sangat menyengat dan warnanya merah kecoklatan. Sifat Racun (toksisitas) gas NO2 empat kali lebih kuat dari pada toksisitas gas NO. Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas NO2 adalah paru-paru. Paru-paru yang terkontaminasi oleh gas NO2 akan membengkak sehingga penderita sulit bernafas yang dapat mengakibatkan kematiannya.
20 Udara yang mengandung gas NO dalam batas normal relatif aman dan tidak berbahaya, kecuali bila gas NO yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sisitem saraf yang menyebabkan kejang-kejang. Bila keracunan ini terus berlanjut akan dapat menyebabkan kelumpuhan. Gas NO akan menjadi lebih berbahaya apabila gas itu teroksidasi oleh oksigen sehingga menjadi gas NO2. Di udara nitrogen monoksida (NO) teroksidasi sangat cepat membentuk nitrogen dioksida (NO2) yang pada akhirnya nitrogen dioksida (NO2) teroksidasi secara fotokimia menjadi nitrat.
Mekanisme reaksi pembentukannya di udara sebagai berikut :
N2 + O2 ↔ 2NO
2NO + O2 ↔ 2NO2
2NO2 + 0.5O2 ↔ H2O ↔ 2HNO3
Udara yang tercemar oleh gas nitrogen dioksida tidak hanya berbahaya bagi manusia dan hewan saja, tetapi juga berbahaya bagi kehidupan tanaman. Pengaruh gas NO2 pada tanaman antara lain timbulnya bintik-bintik pada permukaan daun. Pada konsentrasi lebih tinggi, gas tersebut dapat menyebabkan nekrosis atau kerusakan pada jaringan daun, dalam keadaan seperti ini daun tidak dapat berfungsi sempurna. Pencemaran udara oleh gas NO2 juga dapat menyebabkan timbulnya Peroxy Acetil Nitrates yang disingkat dengan PAN. PAN ini menyebabkan iritasi pada mata sehingga mata terasa pedih dan berair.
Tabel 4. Pengaruh NO
2 Berdasarkan Kategori dan Rentang ISPU
Kategori Indeks Pengaruh NO
2
Baik 0 – 50 Sedikit berbau
Sedang 51 – 100 Berbau
Tidak Sehat 101 – 199 Berbau dan kehilangan warna, peningkatan reaktivitas pembuluh
21 tenggorokan pada penderita asma Sangat Tidak Sehat 200 – 299 Meningkat sensitivitas pada pasien
yang berpenyakit asma dan bronhitis
Berbahaya 300 lebih Tingkat yang berbahaya Sumber : Kep-107/KABAPEDAL/11/1997
2. Sulfur Dioksida (SOx)
Gas SO2 (sulfur dioksida), merupakan gas polutan yang banyak dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung unsur belerang seperti minyak, gas, batubara, maupun kokas. Disamping SO2, pembakaran ini juga menghasilkan gas SO3, yang secara bersama-sama dengan gas SO2 lebih dikenal sebagai gas SOx (sulfur oksida).
Akibat utama pencemaran gas sulfur oksida, khususnya SO2 terhadap manusia adalah terjadinya iritasi pada system pernapasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih. Bahkan pada beberapa individu yang sensitive, iritasi sudah terjadi pada paparan 1-2 ppm saja. Untuk penderita yang mempunyai penyakit kronis pada system pernapasan dan kardiovaskular dan lanjut usia gas ini merupakan polutan yang berbahaya karena dengan paparan yang rendah saja (0,2 ppm) sudah dapat menyebabkan iritasi tenggorokan. Lebih lengkap, pada Table 1 ditunjukkan pengaruh SO2 dalam berbagai kadar (ppm) terhadap kesehatan manusia.
Tabel 5. Pengaruh Gas SO2 Terhadap Manusia
Kadar (ppm) Dampaknya terhadap manusia
3 ~ 5 Jumlah minimum yang dapat dideteksi baunya
8 ~ 12 Jumlah minimum yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan
22 20
Jumlah minimum yang mengakibatkan iritasi pada mata. Dapat menyebabkan batuk. Jumlah maksimum yang diperbolehkan untuk paparan yang lama
50 ~ 100 Jumlah maksimum yang dibolehkan untuk paparan yang singkat ( + 30 menit)
400 ~ 500 Sudah berbahaya walaupun dalam paparan yang singkat
Sumber : Philip Kristanto, Ekologi Industri, Edisi Pertama cetakan pertama, 2002.(2)
Disamping dampak terhadap kesehatan manusia tersebut, polutan ini juga berpengaruh negatif pada benda-benda maupun tanaman melalui pembentukan hujan asam.
Secara umum, proses pembentukan gas sulfur oksida hasil pembakaran bahan bakar fosil mengikuti mekanisme reaksi sebagai berikut :
S + O2
SO2 2 SO2 + O2
2 SO3
Dari hasil pembakaran ini, jumlah SO2 selalu akan lebih besar dari jumlah SO3, karena pembentukan SO3 sangat dipengaruhi oleh kondisi reaksi seperti suhu dan jumlah O2, dan biasanya tidak lebih dari 10 % jumlah pembentukan gas Sulfur oksida.
Meskipun pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia merupakan salah satu sumber emisi SO2 ke udara, namun diperkirakan jumlah emisi ini hanya sepertiga dari total emisi SO2 yang ada. Penyumbang terbesar dari polutan ini adalah berasal dari aktivitas alam seperti dari letusan gunung berapi yang menghasilkan gas H2S. Melalui proses oksidasi di udara, selanjutnya gas H2S ini berubah menjadi gas SO2.
23 Selain sumber-sumber emisi dari hasil pembakaran bahan bakar fosil di atas, industri pengolahan hasil tambang, seperti Industri peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan SOX. Hal ini disebabkan karena elemen yang penting secara alami terdapat dalam bentuk logam sulfida seperti tembaga (CuFeS2 dan Cu2S), Seng (ZnS), merkuri (HgS), dan timbal (PbS). Di samping itu sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehendaki dalam logam dan biasanya lebih mudah menghilangkan sulfur dari permukaan logam yang kasar dibandingkan menghilangkannya dari produk metal yang lain.
Beberapa reaksi yang terjadi pada proses peleburan logam adalah sbb :
2 ZnS + 3 O2
2 ZnO + 2 SO2 2 PbS + 3 O2
2 PbO + 2 SO2
Untuk produksi tembaga, penanganan CuS akan membentuk metal melalui reaksi: Cu2S + O2
2 Cu + SO2
Dari reaksi ini tampak bahwa, SO2 juga dihasilkan dari hasil samping industri logam. Lebih jauh, gas SO2 ini telah menimbulkan hujan asam sebagai hasil reaksi:
½ O2 + SO2 + H2O
H2 SO4 yang menghasilkan pH air hujan cenderung rendah ( pH < 7).
Untuk mengurangi dampak lingkungan yang diakibatkan oleh gas SO2 sebagai hasil aktivitas manusia, perlu adanya upaya pencegahan secara terus menerus untuk menurunkan kadar emisi gas ini hingga pada kadar dibawah nilai ambang batas yang diijinkan. Salah satu upaya pencegahan ini dikenal sebagai pendekatan penerapan teknologi produksi bersih.
24 Tabel 6. Pengaruh SO
2 Berdasarkan Kategori dan Rentang ISPU
Kategori Indeks Pengaruh SO
2
Baik 0 – 50 Luka pada beberapa spisies tumbuhan akibat kombinasi O
3 (selama 4 jam)
Sedang 51 – 100 Luka pada beberapa spesies tumbuhan Tidak Sehat 101 – 199 Berbau, Meningkatnya kerusakan tanaman Sangat Tidak
Sehat
200 – 299 Meningkat sensitivitas pada pasien yang berpenyakit asma dan bronhitis
Berbahaya 300 lebih Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi yang terpapar
Sumber : Kep-107/KABAPEDAL/11/1997 3. Amonia (NH3)
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan amonia dalam gas berkonsentrasi 35 ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun amonia di AS diatur sebagai gas tak mudah terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup, dan pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon (13,248 L) harus disertai surat izin.
Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu -33 °C, cairan amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah. Walaupun begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat ditangani dengan tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap.
25 "Amonia rumah" atau amonium hidroksida adalah larutan NH3 dalam air. Konsentrasi larutan tersebut diukur dalam satuan baumé. Produk larutan komersial amonia berkonsentrasi tinggi biasanya memiliki konsentrasi 26 derajat baumé (sekitar 30 persen berat amonia pada 15.5 °C). Amonia yang berada di rumah biasanya memiliki konsentrasi 5 hingga 10 persen berat amonia.
Amonia umumnya bersifat basa (pKb=4.75), namun dapat juga bertindak sebagai asam yang amat lemah (pKa=9.25).
4. Partikulat Debu
Partikulat debu dalam emisi gas buang terdiri dari bermacam-macam komponen. Bukan hanya berbentuk padatan tapi juga berbentuk cairan yang mengendap dalam pertikel debu. Pada proses pembakaran debu terbentuk dari pemecahan unsure hidrokarbon dan proses oksidasi setelahnya. Dalam debu tersebut terkandung debu sendiri dan beberapa kandungan metal oksida. Dalam proses ekspansi selanjutnya di atmosfir, kandungan metal dan debu tersebut membentuk partikulat. Beberapa unsure kandungan pertikulat adalah karbon, SOF (soluble Organic Fraction), debu, SO4, dan H2O. Sebagian benda pertikulat keluar dari cerobong pabrik sebagai asap hitam tebal, tetapi yang peling berbahaya adalah butir-butiran halus sehingga dapat menembus bagian terdalam paru-paru. Diketahui juga bahwa di beberapa kota besar di dunia peruabhan menjadi partikel sulfat di atmosfer banyak disebabkan karena proses oksidasi oleh molekul sulfur.
Sifat fisik partikel adalah ukurannya berkisar diantara 0,1 mikron sampai 10 mikron. Selain itu pertikel mempunyai kemampuan sebagai tempat adsorbsi (absorpsi secara fisik).
26 Tabel 7. Pengaruh PM
10 Berdasarkan Kategori dan Rentang ISPU
Kategori Indeks Pengaruh PM
10
Baik 0 – 50 Tidak ada efek
Sedang 51 – 100 Terjadi penurunan pada jarak pandang Tidak Sehat 101 – 199 Jarak pandang turun dan terjadi
pengotoran oleh debu Sangat Tidak
Sehat
200 – 299 Meningkat sensitivitas pada pasien yang berpenyakit asma dan bronhitis
Berbahaya 300 lebih Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi yang terpapar
Sumber : Kep-107/KABAPEDAL/11/1997 D. Metode Penentuan Udara Ambient
1. Metoda Griess Saltzman untuk Pengukuran Nitrogen Dioksida (NO2) di Udara Ambien
Metode Gries Saltzman adalah metoda yang digunakan dalam menentukan konsentrasi gas pencemar nitrogen dioksida (NO2) dalam udara. NO2 di udara direaksikan dengan pereaksi Griess Saltman (absorbent) membentuk senyawa yang berwarna ungu. Intensitas warna yang terjadi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Absorber untuk penangkapan NO2 adalah absorber dengan desain khusus dan porositas frittednya berukuran 60 μm. Untuk pengukuran NO, sample gas harus dilewatkan ke dalam oxidator terlebih dahulu ( seperti KMnO4, Cr2O3). Langkah-langkah sebagai berikut : 1. Pengambilan sampel gas pencemar nitrogen dioksida (NO2) menggunakan
larutan penyerap
2. Pembuatan Larutan Absorban untuk sampel nitrogen dioksida (NO2) di udara 3. Analisa konsetrasi nitrogen dioksida (NO2) dengan spektrofotometer
27 2. Metode Pararosanilin untuk Pengukuran Kadar SO2
Gas sulfur dioksida (SO2) diserap dalam larutan penyerap tetrakloromerkurat membentuk senyawa kompleks diklorosulfonato merkurat dengan menambahkan larutan pararosanilin dan formaldehida ke dalam senyawa diklorosulfonato merkurat maka terbentuk senyawa pararosanilin metal sulfonat yang berwarna ungu. Konsentrasi larutan ini diukur dengan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 550 nm.
3. Metode Indofenol untuk Pengukuran Kadar NH3
Amoniak dari udara ambient yang telah diserap oleh larutan penyerap asam sulfat akan membentuk garam ammonium sulfat kemudian direaksikan dengan fenol dan natrium hipoklorit dalam suasana basa membentuk senyawa kompleks indofenol yang berwarna biru. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengam menggunakan spekrtofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 640 nm.
4. Metode Spektrofometri
Spektrofotometri adalah suatu cara analisa yang mencakup pengukuran absorbsi oleh senyawa kimia dengan panjang gelombang tertentu menggunakan radiasi monkromatik. Radiasi monokromatik adalah radiasi dari satu panjang gelobang. Didalam praktek radiasi monokromatik dihasilkan dengan gelobang prisma difraksi kiri yang memiliki panjang gelobang lebih dari satu. Biasanya ruang spektra di isolasi di dalam spektrofotometri.
28 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sejak 25 Oktober 2010 sampai 31 Oktober 2010.
2. Bahan dan Alat Penelitian
Sampel yang digunakan untuk penelitian yaitu udara ambient di sekitar halte Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Bahan yang digunakan adalah absorber SO2, absorber NO2, Absorber NH3, Aquades, Filter Hidrofobik pori 0,5 m diameter 110 cm, Botol/wadah sample + penutupnya, Plastic polietilen/PE, Larutan induk nitrit, Larutan standar nitrit, Larutan induk natrium metabisulfit, Larutan standar natrium metabisulfit, larutan pararosanilin hidroklorida, indikator kanji, Larutan formaldehid, larutan asam sulfanilik 0,6%, Larutan Iodin 0,1 N, Larutan stok amoniak 1000ug, dan Pereaksi A dan B.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Impinger / tabung, Low Volume Air Sampler (LVAS), pompa penghisap udara (Vaccum pump), Ketas saring, flowmeter, Termometer, Hygrometer, Sound level meter, Anemometer, Stopwatch, Hand Tally Counter, Desikator, Pinset, timbangan analitik, Pipet, Labu ukur, Erlenmeyer, Spektrofotometer UV-Vis.
29 3. Prosedur Penelitian
1. Persiapan
a. Pembuatan larutan penyerap (Absorber) SO2
Larutan penyerap tetrakloromerkurat (TCM) 0.04 M
Dilarutkan 10.86 gram merkuri (II) klorida (HgCl2) dengan 800 mL air suling ke dalam gelas piala 1000 mL. Ditambahkan berturut-turut 5.96 gram Kalium
Klorida (KCl) dan 0.066 gram EDTA
(HOCOCH2)2N(CH2)2N(CH2COONa)2.2H2O lalu diaduk sampai batas tera. Catatan : Pembuatan larutan penyerap ini stabil sampai 6 bulan jika tidak terbentuk endapan.
b. Pembuatan larutan penyerap (absorber) NO2
1) Pembuatan larutan induk N-1-naftil-etilen-diamin-dihidroklorida (NEDA, C12H16Cl2N2) 0.1 %.
Dilarutkan 0.1 gram NEDA dalam labu ukur 100mL, dengan air suling sampai batas tera.
Cat : larutan disimpan dalam lemari pendingin dan stabil selama 1bulan.
2) Larutan Penyerap Griess Saltzman
Dilarutkan 2.5 gram asam sulfanilat anhidrida (H2NC6H4SO3H) atau 2.76 gram asam sulfanilat monohidrat dalam labu ukur 500 mL dengan 300 mL air suling dan 70 mL asam asetat glacial kemudian dikocok. Untuk mempercepat pelarutan dapat dilakukan pemanasan, setelah dingin ke dalam larutan ditambahkan 10 mL larutan N-1-naftil-etilen-diamin-dihidroklorida dan 5 mL aston, ditepatkan dengan air suling hingga batas tera.
Cat. Pembuatan larutan penyerap ini tidak boleh terlalu lama kontak dengan udara. Dimasukkan larutan penyerap tersebut ke dalam botol berwarna gelap dan simpan di lemari pendingin. Larutan stabil dalam beberapa bulan (2 bulan).
30 c. Pembuatan larutan penyerap (Absorber) NH3
Dimasukkan 3 mL H2SO4 97% ke dalam labu ukur 1000 mL yang telah berisi air suling kurang lebih 200 mL lalu ditepatkan sampai batas tera.
d. Filter yang diperlukan disimpan di dalam desikator selama 24 jam agar mendapatkan kondisi stabil.
e. Fiter kosong pada 1.a ditimbang sampai diperoleh berat konstan, minimal tiga kali penimbangan sehingga diketahui berat filter sebelum pengambilan sampel, dicatat berat filter blanko (B1) dan filter sampel (W1). Masing-masing filter tersebut ditaruh dalam plastic PE setelah diberi kode sebelum dibawa ke lapangan.
f. Pompa penghisap udara dikalibrasi dengan kecepatan laju aliran udara 1 L/menit dengan menggunakan flow meter.
g. Masing-masing absorber ditempatkan pada botol sampel sebanyak 10 mL dan diberi kode.
2. Pengambilan Sampel
Dibawa seluruh peralatan dan bahan ke lokasi sampling yang sudah ditentukan. Dihubungkan midget impinge dan LVAS ke pompa penghisap udara dengan menggunakan selang silicon atau Teflon. Dipasang flowmeter pada selang. Dipastikan tidak ada kebocoran pada setiap sambungan selang baik yang berhubungan dengan LVAS dan midget impinge maupun ke pompa penghisap udara. LVAS diletakkan pada titik pengukuran dengan menggunakan tripod kira-kira setinggi zona pernafasan manusia. Dibilas tabung midget impinge dengan aquadest lalu dimasukkan larutan absorber (SO2, NO2, NH3) masing-masing 10 mL ke tabung midget impinger sesuai dengan gas yang akan diuji. Filter sampel dimasukkan ke dalam LVAS holder dengan menggunakan pinset dan tutup bagian atas holder. Pompa penghisap udara dihidupkan (Power On) dan dilakukan pengambilan sampel dengan kecepatan laju aliran udara (Flow rate 1 Lmenit) Diatur timer selama 1 jam. Lama pengambilan sampel dapat dilakukan selama beberapa menit hingga satu jam (tergantung pada kebutuhan, tujuan dan kondisi dilokasi
31 pengukuran). Dilakukan pembacaan temperature (t awal) dan tekanan udara (P awal), dicatat. Diperhatikan dan dicatat kondisi sekitar lokasi sampling (kondisi cuaca, sumber-sumber emisi, dll). Apabila lokasi sampling di pinggir jalan, dihitung jumlah kendaraan bermotor yang lewat selama sampling dengan bantuan hand tally counter. Dicatat data tersebut. Sebagai data pendukung, dilakukan pengukuran kebisingan dan kecepatan angin pada lokasi sampling selama 10 menit. Dicatat. Setelah 1 jam pompa penghisap udara dimatikan (Power Off). Dilakukan pembacaan temperature (t akhir) dan tekanan udara (P akhir), dicatat. Dipindahkan masing-masing absorber pada midget impinge ke botol sampel dan masing-masing diberi label (Kode sampel, titik sampling, hari, tanggal, dan tenaga sampler). Dibilas kembali dengan aquadest masing-masing tabung pada midget impinger. Dipindahkan filter sample yang ada di LVAS ke plastic PE. Diberi label pada wadah tersebut (Kode sampel, titik sampling, hari, tanggal, dan tenaga sampler). Setelah selesai pengambilan sampel, debu pada bagian luar holder dibersihkan untuk menghindari kontaminasi. Dikemas peralatan. Selanjutnya bahwa sampel gas dan debu ke laboratorium untuk dianalisa. Filter dimasukkan ke dalam desikator selama 24 jam.
3. Penentuan partikulat
1) Timbang filter sampel dan filter blangko sebagai pembanding menggunakan timbangan analitik yang sama sehingga diperoleh berat filter blangko (B2) dan filter sampel (W2) catat hasil penimbangan tersebut.
2) Hitung volume sampel udara yang diambil (V)
Sampel uji udara yang diambil dikoerksi pada kondisi normal (25oC, 760 mmHg) dengan menggunakan rumus :
32 Keterangan :
V : volume udara yang dihisap F1 : laju alir awal (L/menit) F2 : laju alir akhir (L/menit)
t : durasi pengambilan sampel (menit)
Pa : tekanan udara rata-rata selama pengambilan sampel (mmHg) Ta : temperature rata-rata selama pengambilan sampel (K)
298 : temperature pada kondisi normal 25oC (K)
760 : tekanan udara pada kondisi normal 1 atm (mmHg)
3) Hitung kadar debu total di udara dengan menggunakan rumus sebagai berikut
( ⁄ ) ( ) ( )
Keterangan :
C : kadar debu total
W2 : berat filter sampel uji setelah pengambilan sampel W1 : berat filter sampel uji sebelum pengambilan sampel B2 : berat flter blanko sebelum pengambilan sampel B1 : berat filter blanko setelah pengambilan sampel V : volume udara pada waktu pengambilan sampel (L)
4. Penentuan NO2 Udara Ambient Dengan Metode Griesss Saltzman a. Pembuatan kurva kalibrasi
Buat derat standar dengan mempipet(misalkan 0; 0.2; 0.4; 0.6; 0.8 dan 1 ml) dari larutan standar nitrit kedalam labu ukur 25 ml, encerkan dengan larutan penyerap sampai batas tera. Kocok dan diamkan selama 15 menit
33 sampai proses pembentukan warna sempurna. Ukur pada panjang gelombang 550 nm. Buat kurva kalibrasi dari hasil absorban yang terukur
b. Pengukuran sampel
Setiap pengambilan sampel terbentuk warna merah violet. Masukan larutan sampel ke dalam kuvet tertutup, ukur serapan pada panjang gelombang 550 nm. Setiap pengukuran harus dikoreksi terhadap blanko. Pada pembacaan kuantitatif untuk warna terlalu pekat, maka dapat dilakukan pengenceran dengan menggunakan larutan penyerap. Serapan yang diukur dikalikan dengan factor pengenceran.
c. Perhitungan
Perhitungan konsentrasi larutan standar nitrit:
NaNO2 ( g/mL) =
Keterangan : a : berat NaNO2
b : Volume laruatan standar nitrit yang diambil untuk kurva kalibrasi
Volume sampel udara yang diambil
Volume sampel uji udara yang di ambil di koreksi pada kondisi normal (25 C, 760 mmHg ) dengan menggunakan rumus :
Keterangan :
V : volume udara yang dihisap F1 : laju alir awal (L/menit)
34 F2 : laju alir akhir (L/menit)
t : durasi pengambilan sampel (menit)
Pa : tekanan udara rata-rata selama pengambilan sampel (mmHg) Ta : temperature rata-rata selama pengambilan sampel (K)
298 : temperature pada kondisi normal 25oC (K)
760 : tekanan udara pada kondisi normal 1 atm (mmHg)
Konsentrasi NO2 di udara ambient
Konsentrasi NO2 dalam sampel uji untuk pengambilan sampel uji selama 1 jam dapat dihitung dengan rumus :
C =
Keterangan:
C : konsentrasi NO2 di udara (µg/Nm)
a : jumlah NO2 dari sampel uji dengan melihat kurva kalibrasi (µg) V : Volume udara pada kondisi normal (L)
1000 : konversi liter (L) ke m3
5. Penetapan SO2 Dalam Udara Dengan Metode Pararosanilin. 1. Pembuatan larutan
a. Larutan induk Natrium metabisulfit
Dilarutkan 0.03 gram Na2S2O3 dengan air suling dalam labu ukur 50 mL sampai batas tera, lalu dihomogenkan. Air suling yang digunakan sudah dididihkan.
b. Larutan standar natrium metabisulfit
Dimasukkan 2 mL larutan induk sulfit ke dalam labu ukur 100 mL, diencerkan sampai batas tera dengan larutan penyerap lalu dihomogenkan. c. Larutan Pararosanilin hidroklorida (C19H17N3.HCl) 0.2%
35 Dilarutkan sebanyak 0.2 gram Pararosanilin dalam 6 mL HCl pekat dan ditepatkan 100 mL dengan air suling. Larutan disimpan dan didiamkan selama 1-2 hari kemudian disaring. Sebanyak 4 mL filtrat ditambahkan 6 mL HCl pekat dan ditepatkan hingga 100 mL dengan air suling.
Catatan. Simpan dalam botol gelap dan stabil selama 9 bulan. d. Larutan indikator kanji
Ditimbang 0.4 gram kanji dan 0.002 gram HgI2 dilarutkan dengan air mendidih sampai volume 250 mL lalu didinginkan dan dipindahkan kedalam botol pereaksi.
e. Larutan Formaldehida (HCHO) 0.2%
Sebanyak 0.135 mL Formaldehida 37% diencerkan menjadi 25 mL dengan air suling.
Catatan. Larutan ini disiapkan pada saat akan digunakan. f. Larutan Asam Sulfanilat 0.6%
Sebanyak 0.6 gram dilarutkan dalam 100 mL air suling. g. Larutan Iodin 0.1 N
Dilarutkan 10 gram KI dalam 20 mL aquades + 3 gram resublimedIodine
(I2). Didiamkan selama semalaman dan diencerkan sampai 250 mL. Didiamkan dalam botol coklat.
2. Standardisasi larutan Stok MBS
Dipipet 10 mL larutan stok MBS kedalam elrlenmeyer 100 mL dan ditambahkan 10 mL air suling dan 1 mL indikator kanji. Kemudian dititrasi dengan larutan. standar Iodin 0.025 N hingga timbul warna biru. Dihitung konsentrasi (N) larutan stok MBS yang setara dengan (32 x N MBS x 1000) μg SO2/mL.
3. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Alat spektrofotometer dioptimalkan sesuai petunjuk penggunaan alat. Lalu dimasukkan larutan standar Na2S2O5 pada langkah/point 3 masing-masing 0,0; 1,0; 2,0; 3,0 dan 4,0 mL kedalam labu ukur 25 mL dengan pipet
36 volum atau buret mikro. Ditambahkan larutan penyerap sampai 10 mL. kemudian ditambahkan 1 mL larutan asam sulfanilat 0.6%, tunggu sampai 10 menit. Setelah itu tambahkan 2 mL larutan formaldehida 0.2% dan larutan pararosanilin sebanyak 2 mL. Ditepatkan dengan air suling sampai 25 mL, lalu dihomogenkan dan ditunggu sampai 30-60 menit.
Untuk larutan blanko, 20 mL larutan TCM dalam labu ukur 25 mL ditambah dengan 1 mL larutan asam sulfanilat 0.6%, ditunggu sampai 10 menit. Setelah itu ditambahkan 2 mL larutan formaldehida 0.2% dan larutan pararosanilin sebanyak 2 mL. Diukur serapan masing-masing larutan standar dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Dibuat kurva kalibrasi antara serapan dengan jumlah SO2 (μg).
4. Pengukuran Sampel
Dipindahkan sampel ke dalam labu ukur 25 mL. Ditambahkan masing-masing 1 mL larutan asam sulfanilat 0.6%, ditungu sampai 10 menit. Ditambahkan 2 mL larutan formaldehida 0.2% dan larutan pararosanilin sebanyak 2 mL, lalu ditepatkan hingga batas tera dengan larutan TCM. Sampel diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.
6. Penetapan kadar NH3 dalam udara dengan metode Indofenol. a. Pembuatan kurva kalibrasi
Dibuat deret standard dengan kondentrasi 0, 2, 4, 8, dan 10 μg/ mL dalam labu ukur 25 mL. Dipipet sebanyak 4 mL dari setiap deret standard dalam test tube, lalu disimpan dalam water bath selama 1 jam dengan temperatur 30oC. Kemudian ditambahkan masing-masing 2 mL pereaksi A dan 2 mL pereaksi B. Setelah itu dihomogenkan hingga terbentuk warna biru dan diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 640 nm. Lalu dibuatlah kurva kalibrsi dari hasil absorban yang terukur.
37 b. Pengukuran Sampel
Dipipet 4 mL sampel ke dalam test tube, kemudian disimpan dalam water bath selama 1 jam dengan temperatur 30oC. Lalu ditambahkan pada test tube tersebut 2 mL pereaksi A dan 2 mL pereaksi B. Dan dihomogenkan sampai terbentuk warna biru dan diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 640 nm.
38 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengambilan sampel udara di halte UIN Syarif Hidayatullah Jalarta pada tanggal 25 Oktober 2011 pada pagi dan sore hari dilakukan untuk mengetahui kadar SO2, NO2, NH3, dan total pertikulat debu pada udara ambient. Disamping itu dibutuhkan data pendukung untuk dapat membantu dalam perhitungan, seperti suhu, tekanan udara, laju alir udara, lamanya sampling, kebisingan, arah dan kecepatan angin, kelembapan udra, serta jumlah kendaraan. Didapat datanya sebagai berikut:
Data Analisis Lapangan Sampling Udara Hari/Tanggal : Selasa, 25 Oktober 2011 Lokasi : Halte UIN Jakarta Petugas Sampling : Mahasiswa Kimia 2009 Waktu Sampling : 08.00-09.00 WIB
Tabel 8. Data analisa lapangan sampling udara pada pagi hari
No. Paramet er Vol. Absorber (ml) Flowrate (l/menit) Temperature (°K) Tekanan Udara (mmHg) Time Sampling (menit) awal akhir awal akhir
1 SOx 10 10 306 307 738 739,2 60 2 NOx 10 10 306 307 738 739,2 60 3 NH3 10 10 306 307 738 739,2 60 4 Total partikula t 10 10 306 307 738 739,2 60
39 Waktu Sampling : 15.30 – 16.00
Tabel 9. Data analisa lapangan sampling udara pada sore hari
No. Paramet er Vol. Absorber (ml) Flowrate (l/menit) Temperature (°K) Tekanan Udara (mmHg) Time Sampling (menit) awal akhir awal akhir
1 SOx 10 10 302 303 738 738 30 2 NOx 10 10 302 303 738 738 30 3 NH3 10 10 302 303 738 738 30 4 Total partikula t 10 10 302 303 738 738 30
Suhu merupakan karateristik inherent, dimiliki oleh suatu benda yang berhubungan dengan panas dan energi. suhu udara akan berubah dengan nyata selama periode 24 jam. Perubahan suhu pada setiap ketinggian mempunyai pengaruh yang besar pada pergerakan zat pencemar udara di atmosfer. Dapat dilihat pada hasil bahwa suhu udara di pagi hari pada awal sampling adalah 306 K dan pada akhir sampling adalah 307 K sedangkan di sore hari pada awal sampling adalah 302 K dan pada akhir sampling adalah 303 K.
Tekanan udara rata-rata yang didapat pada pagi hari adalah 738,6 mmHg dan pada sore hari adalah 738 mmHg. Dimana suhu udara rata-rata dan tekanan udara rata-rata ini akan digunakan dalam perhitungan volume sample uji udara yang diserap.
40
Tabel 10. Data Noise (Kebisingan) dan kecepatan Angin pada pagi hari
No Noise No Noise No Noise No Noise No Noise
1 90,8 25 94,6 49 89,7 73 96,2 97 93,3 2 92,9 26 96,9 50 90,3 74 90,7 98 87,9 3 90,2 27 99,1 51 92,6 75 91,0 99 88,8 4 91,1 28 97,9 52 90,0 76 89,3 100 89,7 5 92,0 29 95,0 53 89,2 77 90,2 101 91,4 6 89,8 30 97,4 54 89,8 78 91,1 102 89,9 7 91,0 31 93,5 55 89,1 79 91,0 103 89,0 8 90,8 32 92,8 56 92,5 80 88,9 104 89,1 9 92,5 33 96,4 57 93,8 81 90,4 105 89,1 10 90,9 34 90,3 58 92,6 82 91,2 106 86,0 11 89,9 35 90,3 59 92,2 83 92,0 107 88,9 12 90,5 36 85,9 60 89,7 84 90,2 108 89,3 13 90,3 37 85,0 61 89,6 85 93,4 109 90,0 14 87,1 38 91,9 62 90,1 86 90,4 110 90,6 15 89,6 39 91,4 63 91,2 87 90,1 111 89,7 16 87,9 40 92,3 64 91,4 88 89,5 112 87,6 17 87,9 41 91,1 65 87,9 89 90,3 113 92,5 18 90,1 42 89,3 66 90,3 90 95,8 114 88,0 19 89,2 43 86,3 67 92,3 91 89,1 115 86,7 20 90,2 44 91,0 68 92,3 92 89,4 116 88,2 21 91,3 45 88,8 69 90,9 93 91,9 117 92,3 22 90,1 46 86,8 70 94,1 94 97,4 118 89,5 23 94,2 47 87,5 71 91,1 95 95,5 119 89,4 24 93,7 48 86,0 72 88,9 96 89,4 120 87,2
Total 2174,0 Total 2197,5 Total 2181,6 Total 2194,4 Total 2144,1
Nilai rata-rata kebisingan : 90,76 dB Nilai minimum kebisingan : 85,0 dB Nilai maksimum kebisingan : 99,1 dB
41
Tabel 12. Data Noise (Kebisingan) dan kecepatan Angin pada sore hari
No. Noise No. Noise No. Noise No. Noise No. Noise
1 85.6 25 95.5 49 88.3 73 88.0 97 87.4 2 85.9 26 91.3 50 88.3 74 88.3 98 88.7 3 98.8 27 90.4 51 90.4 75 87.9 99 96.0 4 88.8 28 87.6 52 93.6 76 86.9 100 89.2 5 88.5 29 85.1 53 90.1 77 84.0 101 89.3 6 86.2 30 87.3 54 89.0 78 85.7 102 88.6 7 88.2 31 88.3 55 85.3 79 95.4 103 85.3 8 91.6 32 86.6 56 90.6 80 94.8 104 85.7 9 91.8 33 84.9 57 86.7 81 87.9 105 84.3 10 89.0 34 89.4 58 89.1 82 96.9 106 97.3 11 88.1 35 86.9 59 96.7 83 90.5 107 92.6 12 87.4 36 87.0 60 88.4 84 97.3 108 90.8 13 87.3 37 89.0 61 88.4 85 89.9 109 87.7 14 86.0 38 88.2 62 84.9 86 86.5 110 85.1 15 88.4 39 87.7 63 97.6 87 88.2 111 89.5 16 88.4 40 87.1 64 89.8 88 88.1 112 94.7 17 92.4 41 87.9 65 90.0 89 87.8 113 89.3 18 90.2 42 87.7 66 90.8 90 89.9 114 86.9 19 88.5 43 88.9 67 90.4 91 88.6 115 88.4 20 89.5 44 89.0 68 89.1 92 89.7 116 91.2 21 88.3 45 87.3 69 92.2 93 98.3 117 91.9 22 94.6 46 95.2 70 97.8 94 88.0 118 96.7 23 88.4 47 94.2 71 89.1 95 88.4 119 104.6 24 87.4 48 87.5 72 91.1 96 88.1 120 88.6 ∑ 2,139.3 ∑ 2,130.0 ∑ 2,167.7 ∑ 1,804.5 ∑ 2,169.8
Nilai rata-rata kebisingan : 89.3 dB
Nilai maksimum : 84 dB
Nilai minimum : 104.6 dB
42 Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Kebisingan memiliki baku mutu tersendiri.
Nilai rata-rata kebisingan yang didapat dari penelitian ini pada pagi hari adalah 90,76 dB, sedangkan pada sore hari nilai rata-rata kebisingannya lebih kecil dibandingkan pada pagi hari, yaitu 89.3 dB. Nilai kebisingan ini melebihi standar baku mutu yang ditetapkan oleh KepMenLH No. 48 tahun 1996 yaitu 60 dB untuk fasilitas umum . Nilai-nilai ini juga dipengaruhi oleh jumlah kendaraan yang melintasi jalan. Berikut datanya :
Tabel 13. Data jumlah kendaraan pada pagi hari
Jenis kendaraan Mobil pribadi
Angkutan umum
Truk Motor
Jumlah (buah) 1064 703 128 7961
Tabel 14. Data jumlah kendaraan pada sore hari
Jenis kendaraan Mobil pribadi
Angkutan umum
Truk Motor
Jumlah (buah) 504 261 90 3299
Angin adalah udara bergerak. Dari penelitian didapat pula nilai rata-rata kecepatan angin pada pagi dan sore hari, yaitu 123 m/600 s = 0,205 m/s dan 255 m/600 s = 0.425 m/s. Akibat pergerakan udara maka akan terjadi suatu proses penyebaran yang dapat mengakibatkan pengenceran dari bahan pencemar udara, sehingga kadar suatu pencemar pada pagi dan sore hari berbeda.
Penentuan total partikulat / kadar debu udara dilakukan dengan metode gravimetric. Filter smaple dan filter blanko ditimbang dengan timbangan analitik dan didapat hasilnya adalah sebagai berikut :
43
Tabel 15. Hasil penimbangan filter blanko dan filter sampel pagi hari
NO Sample Ulangan Bobot (gram ) Bobot rata-rata (g)
1 Filter blanko awal (B1) 1 0,780 0,780
2 0,780
3 0,780
2 Filter sampel awal (W1)
1 0,785 0,7853
2 0,786
3 0,785
3 Filter blanko akhir (B2) 1 0,780 0,780
2 0,780
3 0,780
4 Filter sampel akhir (W2)
1 0,790 0,790
2 0,790
3 0,790
Dihitung volume sampel uji udara yang diserap :
V
=
44 Kadar debu totalnya adalah :
C (g/L)
=
( )–( )=
= 8,29.10
-6g/L
C (mg/m
3) = 8,29.10
-3mg/m
3Tabel 16. Hasil penimbangan filter blanko dan filter sampel sore hari
NO Sample Ulangan Bobot (gram ) Bobot rata-rata (g)
1 Filter blanko awal (B1) 1 0.810 0.803
2 0.800
3 0.800
2 Filter sampel awal (W1)
1 0.810 0.803
2 0.800
3 0.800
3 Filter blanko akhir (B2) 1 0.800 0.800
2 0.800
3 0.800
4 Filter sampel akhir (W2)
1 0.815 0.816
2 0.817
45 Dihitung volume sampel uji udara yang diserap :
⁄ ⁄
L
Kadar debu totalnya adalah :
[( ) ( )]
g/L
mg/m
3Dari nilai tersebut dapat dikatakan bahwa konsentrasi total partikulat debu yang tersaring dalam filter adalah lebih banyak pada sore hari, yaitu sebesar
mg/m3
, sedangkan pada pagi hari hanya sebesar 8,29 x 10-3 mg/m3. Nilai tersebut juga dipengaruhi oleh perbedaan pengambilan sample udara, yaitu pada pagi hari selama 60 menit sedangkan pada sore hari selama 30 menit. Sehingga data tersebut tidak dapat dibandingkan secara langsung. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999, baku mutu debu dalam waktu pengukuran 1 jam adalah 90 μg / Nm3.
Penyerapan NO2, SO2 dan NH3 pada udara ambient dibantu dengan larutan penyerap atau yang biasa disebut dengan absorber. Untuk setiap senyaa yang akan diukur, memiliki absorber yang berbeda.
Absorber untuk NO2 adalah larutan NEDA yang dicampur dengan larutan sehingga membentuk larutan Griess Saltzman. Dimana gas nitrogen ini diserap
46 membentuk suatu senyawa azo dye berwarna merah muda yang stabil dalam 15 menit. Berikut reaksinya :
Gambar 1. Reaksi Absorber NO2
Ditentukan konsentrasinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 550 nm. Sebelumnya dibuat kurva kalibrasinya :
47 Sehingga di dapat jumlah NO2 dari smapel uji, yaitu :
Tabel 17. Jumlah NO2 dalam sampel
Dari hasil ini kita dapat menghitung konsentrasinya, yaitu :
C =
= 0,64 µg/Nm3 untuk pagi hari
C =
= -0.78 µg/Nm3 untuk sore hari
Menurut peraturan pemerintah nomor 41 tahun 1999 mengenai pengendalian pencemaran udara, kadar yang dibolehkan untuk NO2 dalam udara ambient adalah 900 µg/Nm3 yang pengambilan sampel udaranya dalam waktu 1 jam. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian kadar NO2 dalam udara masih dibawah baku mutu atas masih diperbolehkan. Jika perbandingan antara kadar NO2 di pagi dan sore gari, maka pada sore hari didapat nilai -0.78 µg/Nm3 yang berarti sangat minim dibandingkan pada pagi hari 0,64 µg/Nm3.
Penentuan SO2 atau gas sulfur dioksida dalam udra ambient digunakan metode Pararosanilin dengan menggunakan absorber TCM (Tetrakloromerkurat). Reaksinya adalah :
HgCl42- + SO2 + H2O → HgCl2SO32- + 2H+ + 2Cl -HCHO + SO2 + H2O → HOCH2SO3H
48 Pengukuran sampel dilakukan dengan menambahkan asam sulfanilic dan formaldehid ke dalam suatu senyawa diklorosulfanatomerkurat maka akan terbentuk suatu senyawa pararosanilin metal sulfonat yang berwarna ungu.
Reaksinya adalah :
Gambar 3. Reaksi sampel pada metode Pararosanilin
Sampel diukur dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 550 nm. Berikut hasil kurva kalibrasinya :
Gambar 4. Kurva Kalibrasi SO2
49 serta didapat nilai jumlah SO2 dari sampel uji, yaitu :
Tabel 18. Jumlah SO2 dalam sampel
Didapat konsentrasinya sebagai berikut : C =
= 1.86 µg/Nm3 untuk pagi hari
C =
= -8.41 µg/Nm3 untuk sore hari
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 kadar SO2 yang diperbolehkan dalam waktu pengukuran 1 jam adalah 900 μg / Nm3
. Dari hasil penelitian ini kadar SO2 pada pagi hari, yaitu 1.86 µg/Nm3, masih dalam kadar yang diperbolehkan, sedangkan pada sore hari kadarnya menunjukkan hasil yang negative, -8.41 µg/Nm3 yang artinya terlalu kecil sehingga tidak dapat diukur.
Penentuan kadar gas amoniak (NH3) dalam udara ambient menggunakan metode Indofenol. Dimana amoniak dari udara ambien yang telah dijerap oleh larutan penjerap asam sulfat, akan membentuk amonium sulfat. Reaksinya sebagai berikut :
NH3 + H2SO4 → (NH4)2SO4
Kemudian direaksikan dengan fenol dan natrium hipoklorit dalam suasana basa dengan katalis natrium nitroprussida, akan membentuk senyawa komplek indofenol yang berwarna biru. Reaksinya adalah :
50 Gambar 5. Reaksi sampel pada metode Indofenol
Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm dengan kisaran konsentrasi 20μg/Nm3
sampai 700 μg/Nm3 (0,025 ppm sampai 1 ppm). Berikut kurva kalibrasinya :
51 1000 3 Va C 1000 3 Va C
sehingga didapat jumlah NH3 dari sampelujinya :
Tabel 19. Jumlah NH3 dalam sampel
Dihitung nilai konsentrasinya adalah:
= - 0.44µg/ Nm3 untuk pagi hari
= 0.31µg/ Nm3 untuk sore hari
Dari hasil konsentrasi yang didapat, bahwa pada pagi hari didapat nilai yang negatif yang berarti nilai terlalu kecil. Hal ini dapat dilihat juga dari intensitas warna biru yang dihasilkan. Pada sampel ini warna biru yang terbentuk adalah biru bening. Sedangkan pada sore hari didapat niali konsentrasi untuk gas amoniak adalah 0.31 µg/ Nm3. Pada Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1999 kadar pencemar NH3 tidak dicantumkan.
52 BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis uji kadar SO2, uji kadar NO2 dan uji kadar NH3 serta total partikulat/debu, dapat disimpulkan bahwa udara ambient di sekitar halte kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta masih dalam batas yang diperbolehkan. Hal ini dikarenakan nilai dan kadar masing-masing parameter uji berada di ambang batas baku mutu yang diperbolehkan oleh pemerintah, berdasarkan Peraturan Pemerinta No.41 Tahun 1999.
B. Saran
1. Pengambilan sampel uji lebih baik dilakukan sesuai dengan prosedur, untuk menghindarkan kontaminasi terhadap sampel.
2. Pembuatan larutan standard dilakukan dengan lebih akurat untuk mendapatkan kurva kalibrasi yang baik.
3. Instrumen yang digunakan untuk analisis sebaiknya sudah dikalibrasi terlebih dahulu sehingga diperoleh data dengan presisi dan keakuratan yang tinggi.
53 DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Etyn Yunita, Nita Rosita. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Lingkungan. Jakarta: UIN. http://id.wikipedia.org/wiki/Amonia http://environmentalchemistry.wordpress.com/2010/12/05/analisa-so2-dengan-metode-pararosanilin/ http://ejurnal.bppt.go.id/ www.scribd.com/doc/58430930/Laporan-Tahunan-2009 http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-industri/limbah-industri/pencemaran-udara-ambien/ http://oonggaboong.wordpress.com/2011/09/02/air-sampler-impinger/ http://www.scribd.com/doc/45773275/Proposal-Pencemud-Gita http://www.scribd.com/doc/47765816/LAPORAN-PENGUKURAN-GAS-Isi