• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ANALISIS HUKUM TERHADAP DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA NOMOR: 3212/PID.B/2007/PN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II ANALISIS HUKUM TERHADAP DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA NOMOR: 3212/PID.B/2007/PN."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

ANALISIS HUKUM TERHADAP DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA

NOMOR: 3212/PID.B/2007/PN. MDN

Proses dari suatu peradilan pidana di Indonesia tentunya tidak terlepas dari Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice Sistem) itu sendiri yang memiliki tugas dan wewenang masing-masing, adapun sub sistem dari Sistem Peradilan Pidana tersebut adalah sebagai berikut:37

1. Kepolisian, dengan tugas utama menerima laporan dan pengaduan dari masyarakat manakala terjadinya tindak pidana, melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, melakukan penyaringan terhadap kasus-kasus yang memenuhi syarat untuk diajukan ke kejaksaan, melaporkan hasil penyidikan kepada kejaksaan dan memastikan dilindunginya para pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana.

2. Kejaksaan, dengan tugas pokok menyaring kasus yang layak diajukan ke pengadilan, mempersiapkan berkas penuntututan dan melaksanakan putusan pengadilan.

3. Pengadilan, yang berkewajiban untuk menegakkan hukum dan keadilan, melindungi hak-hak terdakwa, saksi dan korban dalam proses peradilan pidana, melakukan pemeriksaan kasus-kasus secara cepat dan tepat, memberikan putusan yang adil dan berdasarkan hukum, dan mempersiapkan tempat untuk persidangan

37

(2)

sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dan melakukan penilain terhadap proses peradilan di tingkat ini.

4. Lembaga Pemasyarakatan yang berfungsi untuk menjalankan putusan pengadilan yang merupakan pemenjaraan, memastikan perlindungan hak-hak narapidana, melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki narapidana, mempersiapkan narapidana untuk kembali ke masyarakat.

5. Advokat, berfungsi untuk melakukan pembelaan bagi klien dan menjaga hak-hak klien dipenuhi dalam proses peradilan pidana dalam setiap tingkatannya yang dimulai dari tingakat kepolisian hingga ke pengadilan bahkan sampai ke Mahkamah Agung.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka jelas bahwa tahap awal dari suatu proses peradilan pidana dimulai dari tingkat kepolisian dengan melakukan penyelidikan setelah mendapat laporan atau pengaduan dari masyarakat. Menurut Pasal 1 butir 5 KUHAP di sebutkan bahwa penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Setelah melalui tahap penyelidikan dilanjutkan dengan tahap penyidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 butir 2 KUHAP).

(3)

Tindakan penyelidikan dan maupun penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian tersebut didasarkan pada bahwa telah terjadinya tindak pidana yang dapat diketahui oleh pihak kepolisian berdasarkan beberapa kemungkinan yaitu:38

1. Kedapatan tertangkap tangan (Pasal 1 butir 19 KUHAP)

Menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP, pengertian tertangkap tangan meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Tertangkap tangan waktu sedang melakukan tindak pidana. b. Tertangkap segera sesudah beberapa saat perbuatan itu dilakukan.

c. Tertangkap sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukan tindak pidana.

d. Tertangkap sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.

2. Karena laporan (Pasal 1 butir 24 KUHAP). 3. Karena pengaduan (Pasal 1 butir 25 KUHAP).

4. Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik mengetahui terjadinya delik seperti membacanya di surat kabar, mendengar dari radio atau orang bercerita dan lain sebagainya.

38

(4)

Selanjutnya dalam melaksanakan tugas penyidikan untuk mengungkap suatu tindak pidana maka penyidik dari kepolisian juga dapat melakukan penangkapan dan penahanan dengan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam KUHAP, yaitu:39

a. Menurut ketentuan Pasal 1 butir 20 KUHAP, penangkapan itu sebenarnya sudah merupakan tindakan penyidikan dan hanya dapat dilakukan atau dapat diperintahkan untuk dilakukan apabila terdapat cukup bukti untuk kepentingan penyidikan, penuntutan atau peradilan.

b. Penahanan terhadap seorang tersangka hanya perlu dilakukan apabila terdapat suatu dugaan yang kuat bahwa tersangka akan melarikan diri, akan merusak atau akan menghilangkan barang-barang bukti atau akan mengulangi tindak pidananya, yang semuanya itu haruslah didasarkan pada bukti-bukti yang cukup bahwa tersangka telah melakukan suatu tindak pidana tertentu.

c. Penahanan itu hanya dapat dilakukan terhadap seseorang yang disangka telah melakukan suatu tindak pidana atau mencoba melakukan suatu tindak pidana ataupun membantu orang lain melakukan tindak pidana yang oleh undang-undang diancam dengan pidana penjara selama lima tahun atau lebih ataupun tindak pidana tertentu seperti yang disebutkan dalam Pasal 21 ayat (4) hurup b KUHAP.

d. Atas penahanan seseorang sebagaimana tersebut di atas, penyidik harus memberikan suatu surat perintah penahanan yang memenuhi syarat-syarat dalam

39

(5)

Pasal 21 ayat (2) KUHAP kepada orang yang ditahan dan memberikan tembusan dari surat perintah penahanan tersebut kepada keluarganya.

e. Dalam melakukan penahanan itu, penyidik hanya dapat menahan seseorang paling lama dua puluh hari, dan untuk kepentingan pemeriksaan penahanan tersebut dapat diperpanjang oleh penuntut umum untuk jangka waktu paling lama empat puluh hari, dengan catatan penyidik dapat mengeluarkan orang tersebut dari tahanan apabila kepentingan pemeriksaan telah terpenuhi, tanpa menunggu habisnya batas waktu penahanan yang dapat dilakukan oleh penyidik ataupun habisnya jangka waktu perpanjangan penahanan yang dapat dilakukan oleh penuntut umum.

f. Setelah waktu enam puluh hari seseorang berada dalam tahanan, demi hukum penyidik harus mengeluarkan orang tersebut dari tahanan.

g. Apabila penahanan atau perpanjang penahanan itu didasarkan pada alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena beberapa hal seperti yang dimaksud dalam pasal 29 ayat (1) huruf a dan b KUHAP dianggap perlu untuk diperpanjang kembali maka pada tingkat penyidikan atau pada tingkat penuntutan, perpanjangan tersebut hanya dapat diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri, yakni sebanyak dua kali masing-masing untuk jangka waktu paling lama tiga puluh hari.

h. Terhadap perpanjangan penahanan yang diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri tersebut, orang yang ditahan berhak untuk mengajukan keberatan yakni pada

(6)

tingkat penyidikan atau pada tingkat penuntutan kepada Ketua Pengadilan Negeri.

i. Setelah jangka waktu enam puluh hari seseorang itu tetap ditahan berdasarkan perpanjangan penahanan yang diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri demi hukum orang itu harus dikeluarkan dari tahanan walaupun perkaranya belum selesai diperiksa atau diputus oleh pengadilan.

j. Penyidik harus benar-benar menaati ketentuan diatas karena kelalaian menaati ketentuan tersebut pada hakikatnya merupakan suatu perbuatan melakukan penahanan secara tidak sah, yang menyebabkan orang yang ditahan dapat menuntut ganti kerugian sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 95 dan Pasal 96 KUHAP dan apabila terbukti tidak menutup kemungkinan penyidik dapat dituntut karena telah melanggar Pasal 333 KUHP.

k. Atas permintaan orang yang ditahan, penyidik berwenang untuk mengadakan penangguhan penahanan baik dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang dan sewaktu-waktu berwenang untuk mencabut penangguhan penahanan tersebut, dalam hal tersangka telah melanggar syarat-syarat yang telah ditentukan oleh penyidik.

Setelah proses penyelidikan dan penyidikan selesai maka selanjutnya memasuki tahap penuntutan. Tahapan ini merupakan rangkaian dalam penyelesaian perkara pidana sebelum hakim kemudian memeriksanya di sidang pengadilan.

(7)

Menurut Martiman Prodjohamidjojo, sebelum jaksa melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan dan melakukan penuntutan, ia wajib mengambil langkah-langkah sebagai berikut:40

1. Menerima dan memeriksa berkas perkara

2. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan segera mengembalikan berkas kepada penyidik dengan memberikan petunjuk-petunjuk untuk kesempurnaan.

3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik.

4. Membuat surat dakwaan.

5. Melimpahkan perkara ke Pengadilan.

6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan persidangan dengan disertai panggilan, baik kepada terdakwa maupun saksi-saksi.

7. Melakukan penuntutan.

8. Menutup perkara demi kepentingan hukum.

9. Melakukan tindakan lain dalam ruang lingkup dan tanggung jawab sebagai penuntut umum.

10.Melaksanakan penetapan hakim.

Setelah penuntut umum beranggapan bahwa penyidikan telah lengkap maka penuntut umum segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi syarat untuk dapat atau tidaknya dilimpahkan ke Pengadilan. Jika jaksa penuntut umum baranggapan bahwa hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan maka dibuat surat dakwaan (Pasal 140 ayat (1) KUHAP).

Akan tetapi apabila penuntut umum berpendapat sesuai dengan Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP, bahwa:

a. Tidak terdapat cukup bukti, atau

40

(8)

b. Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana (kejahatan atau pelanggaran), atau

c. Perkara ditutup demi hukum,

Maka penuntut umum menghentikan penuntutan dan menerangkan hal tersebut dalam suatu penetapan. Untuk perkara yang dianggap cukup bukti dilimpahkan ke Pengadilan maka jaksa menentukan perkara itu akan diajukan dalam perkara singkat atau acara biasa.

A. Pemeriksaan Perkara Di Sidang Pengadilan

KUHAP membedakan tiga macam pemeriksaan perkara di sidang pengadilan, yaitu pemeriksaan perkara biasa, pemeriksaan singkat dan pemeriksaan cepat. Pemeriksaan cepat dibagi lagi atas pemeriksaan tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu lintas.

Pada Pasal 203 ayat (1) KUHAP dinyatakan bahwa yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.

Selanjutnya untuk pemeriksaan cepat terhadap tindak pidana ringan ditentukan di dalam Pasal 205 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan adalah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda

(9)

sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 bagian ini.

Paragraf 2 yang dimaksud adalah mengenai acara pemeriksaan perkara lalu lintas jalan yang dijelaskan dalam Pasal 211 KUHAP yang menyebutkan bahwa yang diperiksa menurut acara pada paragraf ini ialah perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas.

Pemeriksaan perkara yang selanjutnya ialah diperiksa dengan pemeriksaan biasa, undang-undang tidak memberikan batasan tentang perkara-perkara mana yang termasuk pemeriksaan biasa. Ditinjau dari segi peraturan perundang-undangan maka terhadap pemeriksaan biasa ini paling luas pengaturannya.

Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam acara pemeriksaan biasa inilah dilakukan pemeriksaan perkara-perkara tindak pidana kejahatan seperti tindak pidana pencurian sebagaimana yang tercatat dalam register perkara di Pengadilan Negeri Medan, Nomor: 3212/Pid.B/2007/PN. Mdn atas nama terdakwa Kohiruddin yang berkerja sebagai buruh bangunan dan di tuduh telah melakukan pencurian secara bersama-sama sejumlah kabel listrik di jalan Garu II Kelurahan Harjosari I Medan Amplas atau di Bangunan Perumahan Taman Harjosari Indah milik Tan Thun Sie (korban).

(10)

Adapun Proses pemeriksaan atas nama terdakwa Kohiruddin dalam perkara Nomor: 3212/Pid.B/2007/PN.Mdn adalah dengan acara pemeriksaan biasa di sidang Pengadilan yang dilaksanakan dengan melalui beberapa tahap, yaitu:41

a. Tahap Panggilan.

Apabila Pengadilan Negeri menerima surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan dan berkas perkara berikut barang bukti dari penuntut umum (menggunakan formulir surat pelimpahan model P.31), kemudian berpendapat bahwa perkara itu termasuk wewenangnya maka Ketua Pengadilan Negeri menunjuk hakim (majelis hakim atau hakim tunggal) yang akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk tersebut menetapkan hari sidang dan memerintahkan penuntut umum supaya memanggil tersangka dan saksi untuk datang di sidang pengadilan.42

Penuntut umum diharuskan untuk menghadirkan terdakwa pada setiap proses persidangan dengan jalan memanggilnya. Penuntut umum diberi wewenang untuk memanggil terdakwa supaya hadir pada hari, tanggal dan tempat persidangan yang telah ditentukan. Ini berarti dengan ketidakhadiran terdakwa dianggap tidak sah. Kalau terdakwa tidak dapat dihadirkan maka persidangan diundurkan pada hari lain untuk memberi kesempatan penuntut umum melakukan pemanggilan untuk menghadirkan terdakwa.43

41

Rusli Muhammad, Ibid, hlm 122.

42

HMA. Kuffal, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, (Malang: UMM Press, 2008), hal: 323.

43

Syafruddin Kalo, Makalah Hukum Acara Pidana Teori Dan Praktek, Disampaikan Pada Program Pendidikan Khusus Profesi Advokat, yang diselenggarakan oleh Asosiasi Advokat Indonesia Cabang Medan Kerjasama Dengan Fakultas Hukum Universitas Darma Agung Medan, 2007, hlm 31.

(11)

Menurut ketentuan Pasal 145 KUHAP, surat panggilan hanya dapat dipandang sebagai suatu sarana pemberitahuan yang sah apabila:

1. Surat panggilan disampaikan kepada terdakwa di alamat tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir.

2. Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnya atau di tempat kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan melalui kepala desa yang berdaerah hukum di tempat tinggal terdakwa atau tempat kediaman terakhir.

3. Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan, surat panggilan disampaikan padanya melalui pejabat Rumah Tahanan Negara.

4. Penerimaan surat panggilan oleh terdakwa sendiri atau melalui orang lain, dilakukan dengan tanda penerimaan.

5. Apabila tempat tinggal ataupun tempat kediaman terakhir tidak diketahui, surat panggilan di tempatkan pada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya.

Pemanggilan terhadap terdakwa Kohiruddin dalam perkara No. 3212/Pid. B/2007/PN. Mdn dilakukan oleh jaksa penuntut umum melalui pejabat Rumah Tahanan Negara (Rutan) disebabkan terdakwa sedang berada di dalam tahanan rutan.

b. Tahap Pembukaan dan Pemeriksaan Identitas Terdakwa.

Pembukaan sidang pengadilan oleh hakim ketua sidang dinyatakan terbuka untuk umum karena pada dasarnya semua persidangan pengadilan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak

(12)

(Pasal 153 ayat (3) KUHAP) dan apabila terjadi pelanggaran terhadap pasal ini maka putusan pengadilan yang dijatuhkan batal demi hukum (Pasal 153 ayat (4) KUHAP).

Setelah hakim membuka serta menyatakan terbuka untuk umum, ketua majelis hakim memeriksa identitas terdakwa yaitu:

1. Nama lengkap 2. Tempat lahir

3. Umur atau tanggal lahir 4. Jenis kelamin

5. Kebangsaan 6. Tempat tinggal 7. Agama, dan 8. Pekerjaan.

c. Pembacaan Surat Dakwaan.

Pada kesempatan ini diberikan pada penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan. Untuk perkara No. 3212/ Pid. B/2007/PN. Mdn dan dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum mendakwa terdakwa dalam dakwaan pertama telah melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4e KUHP yaitu dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum, pencurian dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih.

Sedangkan untuk dakwaan kedua, jaksa penuntut umum mendakwa terdakwa kohiruddin telah melanggar Pasal 480 ke-1e KUHP yaitu dengan hukuman selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,- dihukum karena

(13)

sebagai sekongkol, barang siapa yang membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahuinya atau yang patut disangkanya diperoleh dari kejahatan.

Dengan pembacaan surat dakwaan maka perkara yang bersangkutan telah dimulai pemeriksannya atau dengan demikian maka surat dakwaan adalah merupakan dasar pemeriksaan perkara pidana di pengadilan.

d. Eksepsi.

Eksepsi adalah keberatan yang diajukan terdakwa dan atau penasehat hukumnya terhadap syarat hukum formil dan belum memasuki pemeriksaan hukum materil. Ada tiga hal yang menjadi objek eksepsi sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP yaitu:44

1. Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara, meliputi:

a. Keberatan tidak berwenang mengadili secara relative (competentie relative). b. Keberatan tidak berwenang secara absolute (competentie absolute).

2. Dakwaan tidak dapat diterima antara lain:

a. Apa yang didakwakan terhadap terdakwa bukan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran.

b. Apa yang didakwakan terhadap terdakwa telah pernah diputus dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (nebis in idem)

44

(14)

c. Apa yang didakwakan terhadap terdakwa telah lewat waktu atau kadaluarsa.

d. Apa yang didakwakan terhadap terdakwa tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya.

e. Apa yang didakwakan terhadap terdakwa bukan merupakan tindak pidana melainkan perselisihan perdata.

f. Apa yang didakwakan terhadap terdakwa adalah tidak pidana aduan sedang orang yang berhak mangadu tidak pernah menggunakan haknya.

3. Surat dakwaan harus dibatalkan karena tidak memenuhi syarat formil seperti yang ditentukan Pasal 143 ayat (2) huruf b.

Terdakwa Kohiruddin melalui kuasa hukumnya juga mengajukan eksepsi terhadap dakwaan jaksa penuntut umum dengan menyatakan bahwa jaksa penuntut umum tidak menguraikan secara cermat dan jelas mengenai tindak pidana yang didakwakan terhadap terdakwa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b.

e. Tahap Pembuktian.

Pembuktian memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Melalui pembuktian ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa maka terdakwa dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan

(15)

dengan alat-alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP yaitu bardasarkan ketengan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk maupun keterangan terdakwa maka terdakwa dinyatakan bersalah dan terhadap dirinya dapat dijatuhkan hukuman. Untuk pemeriksaan terhadap barang-barang bukti dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan para saksi. Barang-barang bukti yang diajukan diperlihatkan dan dimintakan keterangan dari saksi atau dari terdakwa tentang kebenarannya.

Pemeriksaan alat bukti dalam tahap pembuktian dalam perkara No. 3212/ Pid. B/2007/PN. Mdn dilakukan dengan mendahulukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi setelah itu baru mendengarkan keterangan terdakwa dan saksi-saksi yang didengar kesaksiannya tersebut adalah ;

1. Ruarid Kurniawan alias Ruri yang pada intinya menerangkan bahwa perusahaan ada kehilangan kabel listrik yang telah dicuri orang namun saksi tidak mengetahui siapa yang mencurinya.

2. R. Hasibuan yang merupakan saksi verbal yaitu saksi dari pihak kepolisian yang telah memeriksa para saksi dan terdakwa pada tingkat penyidikan di kepolisian. Ia menerangkan bahwa tanda tangan yang tertera di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) adalah benar tanda tangan terdakwa dan pada saat membubuhkan tanda tangan itu terdakwa tidak pernah dipaksa dan selama pemeriksan tidak ada di pukul.

Pemeriksaan dilanjutkan pada terdakwa karena saksi-saksi lainnya yang terdapat dalam Berita Acara Pemeriksaan kepolisian tidak dapat dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum meskipun Majelis Hakim dalam Penetapannya tertanggal 13

(16)

November 2007 Nomor: 3212/Pid.B/2007/PN. Mdn telah memerintahkan agar Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi-saksi sebagaimana yang tercantum dalam berkas perkara.

Adapun keterangan dari terdakwa Kohiruddin adalah bahwa ia tidak pernah mengambil atau ikut mencuri kabel di Perumahan Harjosari Indah dan benar terdakwa ada menandatangani berita acara pemeriksaan di kepolisian tapi itu ia lakukan karena ia takut, sebab sewaktu ditangkap terdakwa dipukuli dan disuruh mengaku. Terdakwa Kohiruddin juga mengenal Andi (tersangka lainnya yang saat itu masuk pada Daftar Pencarian Orang oleh pihak kepolisian) karena mereka memang sudah lama berteman dan mereka sering saling memberi dan menerima uang sehingga terdakwa tidak mengetahui apakah uang yang pernah diberikan oleh andi pada dirinya adalah hasil dari mencuri atau tidak.

Setelah proses pembuktian selesai selanjutnya ketua majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum untuk mengajukan tuntutan (requisitoir).

f. Pembacaan Surat Tuntutan (Requisitoir).

Surat tuntutan berisi bagian-bagian mana dan ketentuan-ketentuan pidana yang didakwakan terhadap terdakwa yang telah terbukti disertai dengan penjelasan dari setiap unsur dari delik yang didakwakan.45

Berdasarkan surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum tertanggal 22 November 2007 dinyatakan bahwa terdakwa Kohiruddin terbukti secara sah dan meyakinkan

45

(17)

bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana yang diatur dan diancam dalam pasal 363 ayat (1) ke-4e KUHP dalam dakwaan pertama.

g. Pembelaan (Pleidoi).

Pasal 182 KUHAP menyatakan bahwa:

a. Setelah periksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan pidana. b. Selanjutnya terdakwa dan atau penasehat hukum mengajukan pembelaanya

yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukumnya selalu mendapat kesempatan terakhir. c. Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis

dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.

Terdakwa Kohiruddin melalui penasehat hukumnya juga mengajukan pembelaan yang pada intinya menyatakan bahwa terdakwa bukan pelaku pencurian sebagaimana yang dinyatakan jaksa penuntut umum dalam tuntutannya sehingga sudah sepatutnya Kohiruddin dibebaskan dari dakwaan jaksa penuntut umum.

h. Tahap replik dan Duplik.

Setelah terdakwa atau penasehat hukum mengajukan pembelaan maka kepada jaksa penunutut umum diberi kesempatan untuk mengajukan tanggapannya atas pledoi terdakwa atau penasehat hukum atau sering juga disebut dengan istilah replik. Terhadap replik jaksa penuntut umum, terdakwa atau penasehat hukum diberikan

(18)

kesempatan untuk mengajukan duplik yaitu jawaban atas replik jaksa penuntut umum.

i. Putusan.

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari keseluruhan rangkaian proses di dalam persidangan. Namun hakim majelis tidak langsung menyusun dan membacakan putusannya pada saat itu tetapi selalu menunda persidangan untuk musyawarah tentang segala sesuatu yang terungkap dalam persidangan untuk kemudian mengambil keputusan.

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan tergantung hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Majelis hakim dapat menilai, apa yang didakwakan dalam surat dakwaan benar terbukti atau bisa juga majelis hakim menilai apa yang didakwakan memang benar terbukti akan tetapi apa yang didakwakan bukan merupakan suatu tindak pidana tetapi masuk dalam perkara perdata atau termasuk ruang lingkup tindak pidana aduan. Atau bisa juga majelis hakim menilai bahwa tindak pidana yang dijatuhkan tidak terbukti sama sekali dan dari setiap kemungkinan yang ada maka majelis hakim dapat menjatuhkan putusan berupa putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum atau putusan berupa pemidanaan.46

46

(19)

Untuk kasus yang pencurian dengan pemberatan atas nama Kohiruddin yang tercatat dalam register perkara No: 3212/Pid.B/2007/PN.Mdn tersebut maka majelis hakim menjatuhkan putusan bebas yang berdasarkan hasil pemeriksaan di sidang pengadilan, kesalahan terdakwa Kohiruddin atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dengan demikian maka terdakwa Kohiruddin oleh majelis hakim di putus bebas. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya dengan demikian maka terdakwa dibebaskan dari tahanan.

B. Bentuk-Bentuk Putusan Pengadilan Dalam Perkara Pidana.

Adapun bentuk-bentuk putusan pengadilan dalam perkara pidana adalah sebagai berikut:

1. Putusan yang menyatakan tidak berwenang mengadili.

Dalam hal menyatakan tidak berwenang mengadili dapat terjadi setelah persidangan dimulai dan jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaan maka terdakwa atau penasehat hukum terdakwa diberi kesempatan untuk mengajukan eksepsi (keberatan). Eksepsi tersebut antara lain dapat memuat bahwa pengadilan negeri tersebut tidak berkopetensi (berwenang) baik secara relative maupun absolute

(20)

untuk mengadili perkara tersebut.47 Jika majelis hakim berpendapat sama dengan penasehat hukum maka dapat dijatuhkan putusan bahwa pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili.48

2. Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan batal demi hukum.

Pengadilan Negeri dapat menjatuhkan putusan yang menyatakan bahwa dakwaan batal demi hukum. Baik hal itu oleh karena atas permintaan yang diajukan oleh terdakwa atau penasehat hukum dalam eksepsi maupun atas wewenang hakim karena jabatannya. Alasan utama untuk membatalkan surat dakwaan demi hukum adalah apabila surat dakwaan tidak menjelaskan secara terang segala unsur konstitutif yang dirumuskan dalam pasal pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Artinya adalah bahwa beberapa alasan pokok yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyatakan dakwaaan jaksa batal demi hukum yaitu:49

a. Apabila dakwaan tidak merumuskan semua unsur dalih yang didakwakan.

47

Pengadilan tidak berkompetensi (berwenang) secara relative maksudnya adalah berkaitan dang an wilayah hukum bagi setiap pengadilan, pengadilan tertentu hanya mempunyai kekuasaan atau wewenang untuk mengadili suatu perkara dalam suatu wilayah hukum yang menjadi kekuasaan atau wewenangnya. Sedangkan pengadilan tidak berkompetensi (berwenang) secara absolute maksudnya adalah berkaitan dengan lingkungan peradilan yang terdiri dari 4 (empat) yaitu: lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lengkungan peradilan militer dan lingkungan peradilan tata usaha Negara, tegasnya apa yang menjadi wewenang peradilan umum secara mutlak hanya dapat diperiksa dan diadili oleh peradilan umum, sedangkan peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha Negara secara mutlak tidak boleh memeriksa dan mengadilinya dan demikian juga sebaliknya. Perhatikan M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Dan Peninjauan Kembali , Op. Cit, hlm. 92.

48

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 52 49

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Dan Peninjauan Kembali, hlm. 359.

(21)

b. Tidak merinci secara jelas peran dan perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam dakwaan.

c. Dakwaan kabur atau obscuur libel karena tidak dijelaskan bagaimana kejahatan dilakukan.

3. Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima.

Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima pada dasarnya termasuk kekurangcermatan penuntut umum, sebab putusan tersebut dijatuhkan karena:50

a. Pengaduan yang diharuskan bagi penuntutan dalam delik aduan tidak ada. b. Perbuatan yang di dakwakan kepada terdakwa sudah pernah diadili (nebis in

idem).

c. Hak untuk menuntut hukuman telah hilang karena daluarsa (verjaring).

4. Putusan yang menyatakan bahwa terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa diputus bebas dari segala tuntutan hukum.

Pada dasarrnya, putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolding) dapat terjadi apabila majelis hakim beranggapan bahwa apa

50

(22)

yang didakwakan kepada terdakwa memang terbukti secara sah dan meyakinkan, akan tetapi sekalipun terbukti hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana.51

Putusan yang menyatakan bahwa terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum juga dapat terjadi disebabkan oleh karena:52

a. Materi hukum pidana yang didakwakan tidak cocok dengan tindak pidana. b. Terdapat keadaan-keadaan istimewa yang menyebabkan terdakwa tidak dapat

dihukum. Keadaan istimewa tersebut antara lain: 1. Tidak mampu bertanggung jawab.

2. Melakukan dibawah pengaruh daya paksa (overmacht). 3. Adanya pembelaan terdakwa.

4. Adanya ketentuan undang-undang. 5. Adanya perintah jabatan.

5. Putusan pemidanaan pada terdakwa.

Putusan pemidanaan dalam tindak pidana apabila perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP.

Hakim dalam hal ini membutuhkan kecermatan, ketelitian serta kebijaksanaan memahami setiap yang terungkap dalam persidangan. Sebagai hakim ia berusaha untuk menetapkan suatu hukuman yang dirasakan oleh masyarakat dan oleh terdakwa

51

Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Normatif, Teorotis, Praktik Dan Masalahnya, (Bandung: Alumni, 2007), hlm 324.

52

Evi Hartanti, Op. Cit, hlm. 54. Perhatikan juga Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

(23)

sebagai suatu hukuman yang setimpal dan adil. Untuk mencapai penjatuhan yang setimpal dan adil, maka hakim harus memperhatikan:53

a. Sifat tindak pidana.

b. Ancaman hukuman terhadap tindak pidana.

c. Keadaan dan suasana waktu dilakukannya tindak pidana. d. Pribadi terdakwa.

e. Sebab-sebab melakukan tindak pidana. f. Sikap terdakwa dalam pemeriksaan. g. Kepentingan umum.

Putusan yang menjatuhkan hukuman pemidanaan kepada seorang terdakwa tiada lain dari pada putusan yang berisi perintah untuk menghukum terdakwa sesuai dengan ancaman pidana yang disebut dalam pasal pidana yang didakwakan. Memang benar hakim dalam menjatuhkan berat ringannya hukuman pidana yang akan dikenakan kepada terdakwa adalah bebas. Undang-undang memberi kebebasan kepada hakim untuk menjatuhkan pidana antara hukuman minimum dan maksimum yang diancamkan dalam pidana yang bersangkutan. Namun demikian, titik tolak hakim menjatuhkan putusan pemidanaan harus didasarkan pada ancaman yang disebutkan dalam pasal pidana yang didakwakan.

6. Putusan bebas.

Pasal 191 ayat (1) KUHAP menyatakan jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.

53

(24)

Adapun yang dimaksud dengan perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan adalah tidak cukup bukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.54

Putusan bebas berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan bebas dari tuntutan hukum (vrijspraak). Inilah pengertian terdakwa diputus bebas, terdakwa dibebaskan dari tuntutan hukum, dalam arti dibebaskan dari pemidanaan. Tegasnya terdakwa tidak dipidana. Adapun yang menjadikan alasan paling mendasar dijatuhkannya putusan bebas adalah apabila majelis hakim berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

55

Oleh karena itu, secara yuridis dapat disebutkan bahwa putusan bebas apabila majelis hakim yang telah memeriksa pokok perkara dan bermusyawarah beranggapan bahwa:

a. Tidak memenuhi asas pembuktian menurut undang-undang secara negative. Pembuktian yang diperoleh dipersidangan tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa dan sekaligus kesalahan terdakwa yang tidak cukup terbukti itu tidak diyakini oleh hakim atau dengan perkataan lain bahwa

54

Perhatikan penjelasan Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. 55

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Dan Peninjauan Kembali,Op. Cit, hlm. 347.

(25)

ketiadaan alat bukti seperti ditentukan dalam asas minimum pembuktian menurut undang-undang secara negatif sebagaimana dianut oleh KUHAP.56

b. Tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian.

Maksudnya adalah bahwa kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa hanya didukung oleh satu alat bukti saja.57 Putusan bebas pada umumnya didasarkan pada penilaian dan pendapat hakim tentang:58

1. Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa sama sekali tidak terbukti, semua alat bukti yang diajukan dipersidangan baik berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan petunjuk maupun keterangan terdakwa tidak dapat membuktikan kesalahan yang didakwakan. Berarti perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan karena menurut penilaian hakim semua alat bukti yang diajukan tidak cukup atau tidak memadai untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, atau,

56

Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Normatif, Teorotis, Praktik Dan Masalahnya, (Bandung: Alumni, 2007), Op. Cit, hlm 323.

57

Sedangkan menurut ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup untuk membuktikan kesalahan seorang terdakwa harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Dalam ketentuan Pasal 183 tersebut terkandung 2 (dua) asas yaitu pertama asas pembuktian menurut undang-undang secara negative yang menyatakan bahwa disamping kesalahan terdakwa cukup terbukti harus pula dibarengi dengan keyakinan hakim akan kebenaran kesalahan terdakwa. Kedua, asas minimum pembuktian, yang dianggap cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa harus sekurang-kurangnya dengan dua alat bukti yang sah.

58

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Dan Peninjauan Kembali,Op. Cot, hlm. 348.

(26)

2. Secara nyata hakim menilai, pembuktian kesalahan yang didakwakan tidak memenuhi ketentuan batas minimum pembuktian.

Misalnya alat bukti yang diajukan dipersidangan hanya terdiri dari seorang saksi saja. Dalam hal yang seperti ini, disamping tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian juga bertentangan dengan asas unus testis nullus testis atau seorang saksi bukanlah saksi, atau,

3. Putusan bebas bisa juga didasarkan atas penilaian adanya kesalahan yang terbukti namun tidak didukung oleh keyakinan hakim.

Penilaian yang demikian sesuai dengan system pembuktian yang dianut oleh KUHAP yang mengajarkan pembuktian menurut undang-undang secara negative. Keterbuktian kesalahan yang didakwakan dengan alat bukti yang sah, harus didukung oleh keyakinan hakim sekalipun secara formal kesalahan terdakwa dapat dinilai cukup terbukti namun nilai pembuktian yang cukup tersebut akan lumpuh apabila tidak didukung oleh keyakinan hakim. Dalam keadaan penilaian seperti ini, putusan yang akan dijatuhkan pengadilan adalah membebaskan terdakwa dari tuntutan hukum.

(27)

Selanjutnya, jika ditelaah dari aspek teoritik, menurut pandangan doktrina59

a. Pembebasan murni (de zuivere vrijspraak) dimana hakim mempunyai keyakinan mengenai tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa adalah tidak terbukti.

putusan bebas (vrijspraak) dibagi lagi dalam beberapa bentuk yaitu:

b. Pembebasan tidak murni (de onzuivere vrijspraak) yaitu dalam hal batalnya dakwaan secara terselubung atau pembebasan yang menurut kenyataannya tidak didasarkan pada ketidakterbuktian dalam surat dakwaan.

c. Pembebasan berdasarkan alasan pertimbangan kegunaan yaitu bahwa berdasarkan pertimbangan haruslah diakhiri suatu penuntutan yang sudah pasti tidak akan ada hasilnya.

d. Pembebasan yang terselubung (de bedekte vrijspraak) dimana hakim telah mengambil putusan tentang suatu peristiwa hukum dan menjatuhkan putusan pelepasan dari tuntutan hukum, padahal putusan tersebut berisikan suatu pembebasan secara murni.

Namun menurut pengamat hukum acara pidana T. Nasrullah menyatakan bahwa KUHAP tidak mengenal bentuk-bentuk putusan bebas murni maupun bebas tidak murni sebab di dalam Pasal 244 KUHAP disebutkan bahwa “terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas” hanya menggunakan kata “bebas”. KUHAP tidak mengenal putusan bebas murni atau tidak murni.60

59

Lilik Mulyadi, Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana (Teori, Praktik, Teknik Penyusunan Dan Permasalahannya), Op.Cit, hlm. 158.

60

T. Nasrullah, Kasasi Atas Vonis Bebas Yurisprudensi Yang Menerobos KUHAP, dalam http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21009/kasasi-atas-vonis-bebas-yurisprudensi-yang-menerobos-kuhap, diakses pada hari Senin , tanggal 3 Mei 2010, pukul 10. 45 wib.

(28)

C. Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Perkara No. 3212/Pid.B/2007/PN.Mdn.

Setelah melalui tahapan pemeriksaan dalam persidangan dan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan maka majelis hakim menjatuhkan putusan dalam perkara No: 3213/Pid.B/2007/PN.Mdn atas kasus pencurian dengan pemberatan dengan terdakwa Kohiruddin yang amar putusannya adalah sebagai berikut:

1 Menyatakan bahwa terdakwa kohiruddin tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum.

2 Membebaskan terdakwa tersebut di atas dari segala dakwaan.

3 Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya

4 Memerintahkan agar terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan.

5 Menetapkan barang bukti berupa 2 (dua) gulung kabel kecil dikembalikan kepada saksi Tan Thun Sie (korban).

6 Membebani ongkos perkara kepada negara.

Putusan bebas ini dijatuhkan oleh majelis hakim sebab majelis hakim tidak yakin bahwa terdakwa yang melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4e KUHP sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum. Terhadap putusan tersebut Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Agung menjatuhkan

(29)

putusan yang pada intinya tetap menguatkan putusan dari Pengadilan Negeri Medan yaitu membebaskan terdakwa Kohiruddin dan menyatakan tidak dapat menerima permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum.

Untuk dapat melihat lebih jelas tentang kasus tersebut diatas maka dibawah ini akan diuraikan secara lengkap tentang kasus posisi dan dasar pertimbangan Majelis Hakim, sebagai berikut:

1. Kasus Posisi.

Bahwa terdakwa Kohiruddin secara bersama-sama semufakat dengan temannya bernama Andi dan Ari (yang saat itu belum tertangkap dan masuk dalam Daftar Pencararian Orang) pada bulan April 2007 bertempat di Perumahan Harjosari Indah Jalan harjosari I Kecamatan Medan Amplas telah mengambil kabel listrik sebanyak 105 gulung yang ditaksir seharga Rp.40.000.000,- (empat puluh juta rupiah) milik Tan Thun Sie (korban).

Atas perbuatannya tersebut selanjutnya terdakwa diajukan kepersidangan dan didakwa dalam dakwaan pertama melanggar Pasal 363 ayat (1) Ke-4e KUHP tentang pencurian dengan pemberatan dan dakwaan kedua melanggar Pasal 480 ke-1e KUHP.

2. Dasar Pertimbangan Majelis Hakim.

a. Keterangan Saksi.

Bahwa di dalam berkas perkara terdapat 3 (tiga) orang saksi yaitu saksi korban Tan Thun Sie, Toni Kuswoyo alias Toni, dan Ruarid Kurniawan alias Ruri namun di dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum hanya mampu

(30)

menghadirkan 1 (satu) orang saksi (Ruarid Kurniawan alias Ruri ) ditambah 1 (satu) orang saksi verbalis (R. Hasibuan selaku penyidik pembantu). Meskipun dalam persidangan Majelis Hakim dengan penetapannya tertanggal 13 November 2007 Nomor: 3212/Pid.B/2007.PN. Mdn61

Masing-masing saksi yang hadir di persidangan menerangkan sebagai berikut: telah memerintahkan agar jaksa penuntut umum menghadapkan saksi-saksi sebagaimana tercantum dalam berkas perkara.

1. Saksi Ruarid Kurniawan alias Ruri, yang pada intinya menerangkan sebagai berikut:

a. Bahwa benar perusahaan ada kehilangan kabel listrik namun ia tidak tahu siapa yang mencurinya.

b. Saksi diberitahu oleh pihak kepolisian bahwa terdakwa telah mengaku mengambil kabel listrik tersebut.62

2. Saksi R. Hasibuan selaku penyidik pembantu (saksi verbalis), yang pada intinya menerangkan bahwa terdakwa ada menandatangani Berita Acara Pemeriksaan di kepolisian dan itu dilakukan terdakwa tanpa ada paksaan dari siapapun dan selama pemeriksaan tidak ada dipukul.63

b. Barang Bukti

Dalam persidangan, Jaksa penuntut Umum mengajukan 2 (dua) gulungan kecil kabel listrik berwarna hitam dan biru sebagai barang bukti.

61

Putusan pengadilan Negeri Medan Nomor: 3212/Pid.B/2007/PN. Mdn,, hlm. 6 62

Putusan pengadilan Negeri Medan Nomor: 3212/Pid.B/2007/PN. Mdn, hlm. 5 63

(31)

c. Keterangan Terdakwa.

Pada intinya, dipersidangan terdakwa menerangkan sebagai berikut:

1. Terdakwa tidak pernah mengambil ataupun ikut mengambil/mencuri kabel sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum.

2. Apa yang terurai didalam berita acara penyidikan di kepolisian adalah tidak benar dan terdakwa terpaksa menandatangani berita acara tersebut karena takut pada polisi sebab saat ia ditangkap, ia dipukuli dan dipaksa untuk mengaku.

3. Terdakwa memang ada diberi uang oleh Andi (salah satu tersangka lainnya yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang) sebesar Rp. 12.000,- (dua belas ribu rupiah) tapi terdakwa tidak tahu apakah uang itu hasil penjualan kabel curian atau tidak karena antara terdakwa dan Andi sudah biasa saling memberi dan menerima uang.64

d. Unsur-unsur Tindak Pidana.

1. Dakwaan pertama melanggar Pasal 363 ayat (1) Ke-4e KUHP mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Barang siapa

b. Mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain.

c. Dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak. d. Yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama.

64

(32)

1. Tentang Unsur Barang Siapa.

Bahwa yang dimaksud dengan barang siapa ialah setiap subjek hukum baik perorangan maupun korporasi yang didakwa telah melakukan tindak pidana atau dengan kata lain setiap orang yang harus bertanggungjawan atas peristiwa sebagai akibat perbuatannya atau mengenai siapa yang harus dijadikan sebagai terdakwa dalam suatu peristiwa pidana.65

Dari keterangan saksi Ruarid Kurniawan alias Ruri yang menerangkan bahwa ketika ia diperiksa polisi (penyidik), ia diberitahu penyidik bahwa yang mengambil kabel tersebut adalah terdakwa Kohiruddin, dihubungkan dengan keterangan R. hasibuan yang mengatakan bahwa saksi dalam kedudukannya sebagai penyidik pembantu, ada memeriksa terdakwa pada bagian akhir pemeriksaan dihubungkan pula dengan keterangan terdakwa yang mengakui bahwa benar identitas yang tercantum dalam dakwaan jaksa penuntut umum tersebut adalah terdakwa dan secara lahiriah Majelis melihat bahwa terdakwa berada dalam keadaan cukup sehat baik jasmani maupun rohaninya, Majelis berpendapat bahwa unsur barang siapa telah terbukti secara hukum.

65

(33)

2. Mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain.

Untuk membuktikan unsur ini, jaksa penuntut umum telah menghadirkan saksi-saksi sebagaimana yang telah disebutkan diatas yaitu saksi Ruarid Kurniawan alias Ruri dan Saksi R. Hasibuan yang pada dasarnya para saksi menerangkan tidak tahu siapa pelaku dari pencurian tersebut.

Untuk barang bukti yang diajukan dipersidangan yaitu dua gulungan kecil kabel warna hitam dan biru setelah diteliti oleh Majelis Hakim ternyata penyitaan barang bukti tersebut tanpa izin dari Pengadilan Negeri Medan, tentu saja hal ini bertentangan dengan Pasal 38 ayat (1) dan (2) KUHAP.

Ditemukan fakta lain dalam berita acara pemeriksaan saksi korban (Tan Thun Sie) di kepolisian yang pada angka 10 atas pertanyaan penyidik saksi korban menyatakan bahwa:

“adapun sebabnya Kamal (pagawai saksi korban) memohon kepada saya (saksi) untuk menyelesaikannya dan oleh istrinya (istri Kamal) mengatakan kepada saya bahwa yang mengambil dan membakar kabel tersebut adalah Iful namun saya (saksi korban) mengatakan tidak mau tau siapa yang ambil itu, itu tanggung jawab Kamal” hal itu dikatakan kepada saya (saksi korban) pada hari jum’at tanggal 5 Juni 2007.66

Berdasarkan fakta tersebut maka Majielis Hakim berpendapat bahwa unsur ini tidak terbukti apa lagi penyidik tidak memeriksa

66

(34)

Kamal dan istrinya atau seseorang yang bernama iful tersebut dan dengan demikian maka unsur selanjutnya juga tidak perlu dipertimbangkan lagi.

2. Dakwaan kedua melanggar Pasal 480 ke 1e KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut:

a. Karena sebagai sekongkol.

b. Barang siapa membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan.

Berdasarkan keterangan terdakwa bahwa ia ada menerima uang dari Andi (Daftar pencarian Orang) sejumlah Rp. 12.000,- (dua belas ribu rupiah) namun ia tidak mengetahui apakah uang itu hasil penjualan kabel curian atau tidak karena memang diantara mereka terbiasa saling memberi dan menerima uang.

Dengan demikian maka unsur ini juga tidak terpenuhi apa lagi dari fakta lain juga ditemukan nama Iful yang disebut istri Kamal sabagai pelaku pencurian namun nama-nama tersebut tidak diperiksa pada tingkat penyidikan padahal untuk mencari kebenaran, seharusnya ketiga orang tersebut (Iful, Kamal dan Istrinya) harus didengar keterangannya.

(35)

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas maka Majelis Hakim menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum dalam dakwaan pertama dan kedua, karena itu terdakwa dibebaskan dari dakwaan.

3. Analisis Penulis Terhadap Dasar Pertimbangan Majelis Hakim.

a. Terhadap Keterangan Para Saksi.

1. Keterangan saksi Ruarid Kurniawan alias Ruri

Dari keterangan saksi Ruarid Kurniawan alias Ruri dapat diketahui bahwa pada dasarnya ia tidak tahu siapa pelaku pencurian kabel listrik tersebut hanya saja ia diberitahu oleh pihak kepolisian bahwa terdakwa Kohiruddin telah mengaku sebagai pelakunya.

Di dalam Pasal 185 ayat (1) KUHAP disebutkah bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Kemudian dalam penjelasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP dinyatakan bahwa dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu. Maksudnya adalah bahwa keterangan saksi yang diperoleh dari orang lain bukanlah alat bukti yang sah.67

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 185 ayat (1) KUHAP maka keterangan saksi Ruarid Kurniawan alias Ruri ini tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti untuk menyatakan terdakwa sebagai pelaku tindak pidana

67

(36)

sebab ia hanya diberitahu oleh pihak kepolisian bahwa terdakwa yang telah mengaku sebagai pelaku yang telah mengambil kabel listrik itu.

2. Keterangan Saksi R. Hasibuan (Verbalisan).

Saksi R. Hasibuan merupakan penyidik pembantu yang juga ikut memeriksa terdakwa di kepolisian. Saksi menerangkan bahwa terdakwa (Kohiruddin) ada menandatangani Berita Acara Pemeriksaan di kepolisian dan itu dilakukan terdakwa (Kohiruddin) tanpa ada paksaan dari siapapun dan selama pemeriksaan tidak ada dipukul. Pada dasarnya keterangan yang disampaikan saksi R. Hasibuan ini tidak perlu di pertimbangkan oleh majelis hakim sebab keterangan yang disampaikan oleh saksi R. Hasibuan ini tidak bernilai pembuktian.

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri (Pasal 1 butir 26 KUHAP).

Selanjutnya Pasal 1 butir 27 KUHAP menyebutkan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

(37)

Keterangan saksi yang memiliki nilai pembuktian adalah keterangan saksi mengenai peristiwa pidana yang dilihat sendiri, didengar sendiri dan dialami sendiri serta menyebutkan alasan dari pengetahuannya.

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa keterangan yang disampaikan R. Hasibuan di persidangan sama sekali tidak mengandung nilai pembuktian karena keterangan itu ia berikan tidak berdasarkan atas apa yang ia lihat, ia dengar maupun ia alami sendiri bahkan seharusnya R. Hasibuan tidak dapat dijadikan sebagai seorang saksi karena ia tidak memenuhi kapasitas sebagai seorang saksi sebab ia tidak melihat, tidak mendengar dan tidak mengalami sendiri peristiwa pidana sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum.

Dengan demikian maka hanya ada satu keterangan saksi yaitu keterangan saksi yang dikemukakan oleh saksi Ruarid Kurniawan alias Ruri, bahwa perusahaan ada kehilangan kabel listrik namun ia tidak tahu siapa yang mencurinya. Meskipun keterangan yang disampaikan oleh saksi Ruarid Kurniawan alias Ruri ini pun pada dasarnya tidak memenuhi ketentuan batas minimum pembuktian.

Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa keterangan seorang saksi saja belum dapat dianggap

(38)

sebagai alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa, atau yang dalam istilah hukum di sebut dengan unus testis nullus testis.68

Sementara untuk saksi lainnya yaitu saksi korban Tan Thun Sie dan Toni Kuswoyo alias Toni, Jaksa Penuntut Umum tidak mampu menghadirkannya ke persidangan meskipun Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara dengan terdakwa Kohiruddin telah mengeluarkan penetapan tertanggal 13 November 2007, Nomor: 3212/Pid.B/2007/PN.Mdn yang memerintahkan agar Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi-saksi sebagaimana tercantum dalam berkas perkara. Namun walaupun demikian ternyata Jaksa Penuntut Umum tetap tidak mampu menghadirkan saksi-saksi yang dimaksud terutama saksi korban.

Padahal menurut Irma Hasibuan menyatakan bahwa Jaksa Penunut Umum wajib menghadirkan seluruh saksi-saksi yang terdapat dalam Berita Acara Pemeriksaan ke sidang pengadilan kecuali bagi saksi-saksi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 162 ayat (1) KUHAP. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa apabila ada saksi yang tidak mau hadir ke persidangan meskipun telah di panggil secara sah maka Jaksa Penuntut Umum dapat meminta kepada majelis hakim

68

Ini berarti jika alat bukti yang dikemukakan jaksa penuntut umum hanya terdiri dari seorang saksi saja tanpa ditambah dengan keterangan saksi yang lain atau alat bukti lain, “kesaksian tunggal” yang seperti ini tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa sehubungan dengan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Perhatikan M.

Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang

(39)

untuk mengeluarkan penetapan sebagai upaya paksa terhadap saksi agar hadir kepersidangan.69

Undang-undang juga mengatur bahwa dalam hal saksi tidak hadir meskipun telah dipanggil dengan sah dan hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan kepersidangan (Pasal 159 ayat (2) KUHAP).

Terhadap kewajiban saksi harus hadir kepersidangan, undang-undang juga memberi pengecualian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 162 ayat (1) KUHAP yang menyatakan jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan Negara maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan.

Menurut Irma Hasibuan, keterangan saksi adalah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan sebagaimana yang diatur dalam KUHAP sehingga kekuatan hukum atas keterangan yang disampaikan di persidangan dengan keterangan saksi yang terdapat dalam berita acara pemeriksaan yang dibacakan dipersidangan itu tidak sama namun terhadap keterangan saksi yang terdapat dalam berita acara pemeriksaan yang dibacakan dipersidangan tersebut, hakim

69

Hasil Wawancara Dengan Jaksa Irma Hasibuan di Kejaksaan Negeri Medan Pada Tanggal 21 Januari 2011.

(40)

dapat memberikan penilaian apakah ada persesuaian dengan alat bukti lain yang dihadirkan dipersidangan atau dengan kata lain keterangan tersebut dapat diketegorikan sebagai alat bukti petunjuk.70

Namun terhadap saksi korban Tan Thun Sie dan Toni Kuswoyo alias Toni yang tidak dapat dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum kepersidangan, menurut majelis hakim pengecualian yang terdapat dalam Pasal 162 ayat (1) KUHAP tidak berlaku sehingga tidak ada alasan bagi para saksi untuk tidak hadir di persidangan sebagaimana yang tertuang dalam salah satu pertimbangan hakim yang menyebutkan:

Menimbang bahwa majelis dipersidangan telah mengingatkan jaksa penuntut umum tentang belum cukupnya bukti untuk menuntut terdakwa di persidangan dengan memerintahkan agar jaksa memanggil saksi-saksi lainnya terutama saksi korban sebagaimana yang tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan namun Jaksa Penuntut Umum menyatakan ia tidak akan memanggil lagi saksi-saksi tersebut, meskipun syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam pasal 162 ayat (1) KUHAP tidak terpenuhi.71

Dengan demikian, seharusnya Jaksa Penuntut Umum berdasarkan penetapan yang telah dikeluarkan oleh majelis hakim sebelumnya tertanggal 13 November 2007, Nomor: 3212/Pid.B/2007/PN.Mdn, dapat meminta bantuan pihak kepolisian untuk menghadirkan para saksi tersebut dan bila para saksi yang dimaksud tetap tidak mau hadir maka terhadap mereka dapat dituntut secara

70

Hasil Wawancara Dengan Jaksa Irma Hasibuan di Kejasaan Negeri Medan Pada Tanggal 21 Januari 2011.

71

(41)

pidana berdasarkan Pasal 224 KUHP dengan ancaman pidana salama-lamanya sembilan bulan.

b. Terhadap Barang Bukti.

Selain menghadirkan saksi-saksi, jaksa penuntut umum juga mengajukan barang bukti ke persidangan yaitu berupa 2 (dua) gulungan kabel listrik warna hitam dan biru, namun setelah diteliti oleh majelis hakim ternyata proses penyitaan barang bukti tanpa izin dari Pengadilan Negeri Medan.

Pasal 38 ayat (1) KUHAP menentukan bahwa penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan Negeri setempat. Selanjutnya Pasal 38 ayat (2) KUHAP menyatakan dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1), penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.

Menurut M. Yahya Harahap, sebelum penyidik melakukan penyitaan, lebih dulu meminta izin ke Ketua Pengadilan Negeri setempat. Dalam permintaan tersebut, penyidik memberi penjelasan dan alasan-alasan pentingnya dilakukan

(42)

penyitaan, guna dapat memperoleh barang bukti baik sebagai barang bukti untuk penyidikan, penuntutan dan untuk barang bukti dalam persidangan pengadilan.72

Berdasarkan Pasal 38 KUHAP dan doktrin yang dikemukakan oleh M. Yahya Harahap tersebut maka jelas bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak teliti didalam menerima limpahan berkas dari penyidik kepolisian terutama mengenai barang bukti yang mengakibatkan barang bukti tersebut tidak dapat dijadikan sebagai barang bukti di persidangan.

c. Terhadap Keterangan Terdakwa.

Terdakwa Kohiruddin menyangkal atau mencabut semua keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan di kepolisian dengan alasan bahwa apa yang terurai di dalam Berita Acara Pemeriksaan tidak benar karena ia tidak pernah mencuri kabel di Perumahan Harjosari Indah di Jalan Harjosari I, Kecamatan Medan Amplas. Ia memang ada menandatangani Berita Acara Pemeriksaan tapi itu ia lakukan karena takut pada polisi sebab saat ditangkap, terdakwa dipukuli dan disuruh untuk mengaku.

Pasal 189 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Ayat (2) menyatakan bahwa keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk membantu

72

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 266.

(43)

menemukan bukti di sidang asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.

Terhadap bunyi Pasal 189 ayat (2) KUHAP, M. Yahya Harahap mengatakan, bentuk keterangan yang dapat diklasifikasikan sebagai keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang ialah:

1. keterangan yang diberikannya dalam pemeriksaan penyidikan, 2. dan keterangan itu dicatat dalam berita acara penyidikan,

3. serta berita acara penyidikan itu ditandatangani oleh penyidik dan terdakwa.73

Berdasarkan Pasal tersebut dan ditinjau dari segi yuridis, terdakwa dibenarkan untuk mencabut keterangan pengakuan yang diberikan dalam pemeriksaan penyidikan. Pencabutan dilakukan selama pemeriksaan persidangan pengadilan berlangsung. Undang-undang tidak membatasi hak terdakwa untuk mencabut kembali keterangannya asal pencabutan itu mempunyai landasan alasan yang berdasar dan logis.

74

Hal itu dapat dilihat dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) No. 1651K/Pid/1989 tanggal 16 September 1992 menyatakan bahwa keterangan terdakwa dalam Berita Acara Pemeriksaan kepolisian yang kemudian ditarik kembali dalam suatu persidangan dengan alasan terdakwa telah

73

Mohammmad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara pidana Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 131.

74

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Dan Peninjauan Kembali, Op.c it, hlm. 325

(44)

dipaksa dan dipukuli oleh penyidik dan alasan ini dibenarkan pula oleh saksi dan bukti baju yang bercak darah maka penarikan keterangan yang demikian itu adalah syah karena didasari alasan yang logis sehingga keterangan terdakwa dalam Berita Acara Pemeriksaan tidak mempunyai nilai pembuktian menurut KUHAP.75

Namun hakim tidak boleh sembarangan menolak atau menerima begitu saja alasan pencabutan Berita Acara Pemeriksaan oleh terdakwa. Hakim dituntut untuk mampu menguasai hukum pembuktian dan kemampuan memberikan penilaian kekuatan pembuktian sebagaimana yang diatur dalam KUHAP yang dipadukan dengan keyakinan hakim, dengan demikian ia mampu menilai dan mempertimbangkan alasan pencabutan berdasarkan peraturan penundang-undangan.

76

Apabila hakim dapat menerima alasan pencabutan, berarti keterangan yang terdapat dalam Berita Acara Pemeriksaan dianggap tidak benar dan keterangan itu tidak dapat digunakan sebagai landasan untuk membantu menemukan bukti di sidang pengadilan. Sebaliknya apabila alasan pencabutan tidak dapat dibenarkan, karena alasan pencabutan yang dikemukakan terdakwa tidak mempunyai alasan yang mendasar dan logis maka keterangan pengakuan yang tercantum dalam berita acara penyidikan tetap dianggap benar. Hakim dapat mempergunakannya sebagai alat untuk membantu menemukan bukti di sidang pengadilan.77

75

Syafruddin Kalo, Op. Cit, hlm. 24

76

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Dan Peninjauan Kembali, Op. Cit, hlm. 326

77

(45)

d. Terhadap Unsur-unsur Tindak Pidana.

1. Dakwaan pertama melanggar Pasal 363 ayat (1) Ke-4e KUHP mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Terhadap unsur barang siapa.

Barang siapa ialah orang subjek hukum yang melakukan perbuatan.78 Perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan pidana. Menurut Moeljatno79

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan maka unsur barang siapa, tidak terpenuhi karena terdakwa Kohiruddin bukanlah orang yang harus dimintai pertanggungjawaban atas suatu peristiwa pidana yang tidak dilakukannya.

perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang diancam dengan sanksi barupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

b. Terhadap unsur mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain.

Unsur ini termasuk unsur objektif yaitu unsur yang berada diluar keadaan batin manusia/pelaku.80

78

Suharto RM, Hukum Pidana Materil, Unsur-Unsur Obyektif Sebagai Dasar Dakwaan,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm. 38.

Menurut Noyon Langemeyer, mengambil sesuatu barang untuk dicuri adalah mengambil yang

79

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1 Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan Dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2002), hlm. 71.

80

(46)

eigenmachtig yaitu karena kehendak sendiri atau tanpa persetujuan yang menguasai barang.81 Mengambil juga dapat diartikan mengambil untuk dikuasai, maksudnya waktu pencuri mengambil barang itu, barang tersebut belum berada dalam kekuasaannya.82

Dengan memperhatikan keterangan dari para saksi baik yang dikemukakan oleh saksi Ruairid Kurniawan alias Ruri maupun R. Hasibuan maka tidak satupun dari keterangan para saksi yang menyatakan atau yang mengarah bahwa terdakwa telah mengambil kabel listrik milik Tan Thun Sie (korban).

c. Terhadap Unsur dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak.

Unsur ini termasuk unsur subjektif yaitu unsur yang melekat pada batin seseorang /pelaku.83 Pada saat mengambil barang sebagaimana yang terdapat dalam unsur sebelumnya, itu dilakukan dengan sengaja dan dengan maksud untuk memilikinya. Unsur ini juga tidak terpenuhi.

81

Sebagaimana yang dikutip oleh Suharto, Loc. Cit. 82

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap pasal demi Pasalnya, (Bogor: Politeia Bogor, 1994), hlm 250.

83

(47)

d. Terhadap unsur yang dilakukan dua orang bersama-sama atau lebih. Unsur ini menentukan bahwa pencurian itu harus dilakukan oleh dua orang atau lebih yang semuanya bertindak sebagai pelaku atau turut melakukan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 55.

Didalam dakwaan pertama ini, jaksa penuntut umum tidak menjabarkan / menguraikan secara lengkap posisi tindakan terdakwa Kohiruddin terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan secara bersama-sama dengan Andi dan Ari (saat itu Andi dan Ari belum tertangkap) sehingga dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum tidak menjelaskan siapa sebagai pelaku, siapa yang menyuruh melakukan pencurian, siapa yang turut melakukan pencurian dan siapa yang menganjurkan untuk dilakukannya perbuatan pencurian tersebut.

Seharusnya jaksa penuntut umum didalam dakwaan pertamanya menyebutkan melanggar Pasal 363 ayat (1) Ke-4e jo Pasal 55 KUHP, sebab dalam Pasal 55 disebutkan:

Ayat (1) Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana: 1e. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau

turut melakukan perbuatan itu;

2e. Orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan member kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan sesuatu perbuatan.

Ayat (2) Tentang orang-orang yang tersebut dalam sub 2e itu yang boleh diopertanggungkan kepadanya hanyalah perbuatan yang dengan sengaja dibujuk oleh mereka itu, serta dengan akibatnya.

(48)

Menurut Utrech, Pasal 55 KUHP ini mengatur tentang penyertaan yang dibuat untuk menghukum orang-orang yang bukan pelaku artinya Pasal 55 KUHP ini dibuat untuk menuntut pertanggungjawaban orang-orang yang tidak memenuhi semua unsur-unsur tindak pidana.84

Dengan demikian maka dengan tidak dicantumkannya Pasal 55 KUHP dalam dakwaan jaksa penuntut umum maka dakwaan tersebut kabur (obscure libel) karena tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap memuat tindak pidana yang di dakwakan sehingga harus dinyatakan batal demi hukum. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Agung Nomor: 1303 K/Pid/ 1985 yang menyatakan bahwa:

Dakwaan yang hanya mencantumkan unsur-unsur pasal yang didakwakan tetapi sama sekali tidak menguraikan bagaimana terdakwa melakukan perbuatan itu, secara keseluruhan tidak cermat, jelas dan lengkap. Dakwaan dapat dikwalifikasikan obscuur libel dan harus dinyatakan batal demi hukum.85

Terhadap fakta lain yang diungkapkan oleh Majelis Hakim dalam dasar pertimbangannya berdasarkan berita acara pemeriksaan saksi korban dikepolisian yang dibacakan dipersidangan menyebutkan:

Menimbang bahwa di dalam berita acara pemeriksaan saksi korban (Tan Thun Sie) ditemukan fakta lain yaitu dalam berita acara pemeriksaan angka 10 saksi korban memberikan jawaban atas

84

Mohammad Ekaputra dan Abdul khair, Percobaan Dan Penyertaan, (Medan: USU Press, 2009), hlm. 39.

85

H. Hamrat Hamid dan Harun M. Husein, Pembahasan Permasalahan KUHP Bidang Penuntutan Dan Eksekusi Dalam Bentu Tanya Jawab, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hlm. 25.

(49)

pertanyaan penyidik sebagai berikut: “adapun sebabnya Kamal (pagawai saksi korban) memohon kepada saya (saksi) untuk menyelesaikannya dan oleh istrinya (istri Kamal) mengatakan kepada saya bahwa yang mengambil dan membakar kabel tersebut adalah Iful namun saya (saksi korban) mengatakan tidak mau tau siapa yang ambil itu, itu tanggung jawab Kamal” hal itu dikatakan kepada saya (saksi korban) pada hari jum’at tanggal 5 Juni 2007.86

Dalam pertimbangan selanjutnya disebutkan bahwa:

Menimbang bahwa dari fakta tersebut diatas majelis tidak mendapatkan keyakinan bahwa terdakwa telah mengambil atau ikut serta mengambil kabel tersebut apa lagi penyidik tidak memeriksa Kamal dan istrinya atau seseorang yang bernama Iful tersebut, karenanya majelis berpendapat unsur kedua ini dipandang telah tidak terbukti secara hukum.87

Pertimbangan ini bertentangan dengan pertimbangan sebelumnya yang menyatakan:

Menimbang bahwa majelis dipersidangan telah mengingatkan jaksa penuntut umum tentang belum cukupnya bukti untuk menuntut terdakwa di persidangan dengan memerintahkan agar jaksa memanggil saksi-saksi lainnya terutama saksi korban sebagaimana yang tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan namun Jaksa Penuntut Umum menyatakan ia tidak akan memanggil lagi saksi-saksi tersebut, meskipun syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam pasal 162 ayat (1) KUHAP tidak terpenuhi.88

Namun dalam kenyataannya majelis hakim menjadikan keterangan saksi korban yang dibacakan dipersidangan tersebut sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam putusannya meskipun syarat-syarat yang

86

Putusan pengadilan Nomor: 3212/Pid.B/2007/PN. Mdn, hlm. 8 87

Putusan pengadilan Nomor: 3212/Pid.B/2007/PN. Mdn, hlm. 9. 88

(50)

terdapat dalam Pasal 162 ayat (1)89 KUHAP tidak terpenuhi dan berdasarkan Pasal 185 ayat (1) juga tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti. Pasal 185 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan disidang pengadilan.

2. Dakwaan kedua melanggar Pasal 480 ke 1e KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut:

a. Karena sebagai sekongkol.

b. Barang siapa membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan.

Menurut hemat penulis, unsur dalam pasal ini sebenarnya tidak perlu dibuktikan lagi sebab berdasarkan keterangan terdakwa ia ada menerima uang dari Andi (Daftar pencarian Orang) sejumlah Rp. 12.000,- (dua belas ribu rupiah) namun ia tidak mengetahui apakah uang itu hasil penjualan kabel curian atau tidak sementara saat itu Andi juga belum

89

Pasal 162 ayat (1) KUHAP menyatakan jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan Negara maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan.

(51)

tertangkap dan ditambah lagi tidak ada satu alat bukti lain yang dapat menunjukkan kesalahan terdakwa.

Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang menyatakan bahwa keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai alat bukti lain.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan maka dapat disimpulkan bahwa dasar pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan bebas Nomor: 3212/Pid.B/2007/PN. Mdn dengan terdakwa Kohiruddian telah sesuai dengan system pembuktian menurut undang-undang secara negative sebagaimana yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP, sehingga patut dan beralasan secara hukum untuk membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari analisis biaya dan manfaat secara keseluruhan (totalitas), PPJ tetap memperoleh manfaat atau keuntungan yang cukup besar dalam kerja sama produksi dan

Sebelum dilakukan pengecoran terlebih dahulu ditentukan selimut beton yang akan dicor, yaitu pada bagian bawah tulangan dipasang beton decking dan pada atasnya dipasang

ABSTRAK :Hidrolisis garam merupakan salah satu materi yang dianggap sulit oleh siswa. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: 1) materi hidrolisis garam yang

Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan kadar glukosa darah pada pasien-pasien tersebut banyak yang mengalami peningkatan atau melebihi batas normal,

digunakan dalam penelitian ini adalah Purpossive Sampling, dengan pengukuran langsung kadar debu terbang PM 10 di masing-masing titik pengukuran di jalan Demang Lebar Daun

Adapun tujuan dilaksanankan praktikum ini yaitu untuk membuktikan hubungan beda potensial (tegangan) dengan kuat arus pada dioda yang merupakan karakteristik dari dioda

Berdasarkan hasil pemeriksaan ketersediaan dokumen V-Legal untuk produk yang wajib dilengkapi dengan dokumen V-Legal, Auditee telah menerapkan penggunaan dokumen

Skripsi ini merupakan hasil penelitian normatif tentang “Tinjauan fiqh siya>sah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 tentang kewenangan