Deformasi pada Formasi Karangsambung, di daerah Luk Ulo, Kebumen, Jawa Tengah . AGUS H. HARSOLUMAKSO dan DARDJI NOERADI
Jurusan Teknik Geologi FTM, institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa 10 Bandung 40132,. Tel. (022) 250 2197, Fax. (022) 250 2201
(Naskah diterima tanggaJ 29 Maret 1996)
Sari -Formasi Karangsambung, di daerah Luk uto, Jawa Tengah, merupakan sedimen berumur Eosen yang menutupi batuan Kompleks Melange Luk uto yang berumur Kapur Akhir-Paleosen. Karakter litologi dan struk tur dari formasi ini, yang berupa batulempuog bersisik, dengan kandungan blok batugamping dan konglomerat, serta perlapisannya yang tak teratur, mendorong beberapa ahli untuk menafsirkannya sebagai olistostrom.
Pengamatan lapangan pada fonnasi ini menunjukkan bahwa, di samping sifat yang bersisik, batuan ini telah terli pat dan tersesarkan dengan jalur tergerus serta perlapisan yang terganggu dan terfragmentasi. Gejala struktur ini menunjukkan suatu alobat dari deformasi semi-Ientur pada proses perlipatan dan anjakan yang sangat intensif dan OOkan dari proses sedimentasi dan pelengseran. Hasil pengukuran perlapisan, bidang gerus, bidang belahan, dan
sumbu lipatan minor rilenunjukkao arab umum ENE-WSW. Rekonstruksi struktur yang diasumsikan pada saat deformasi menghasilkan suatu sistem anjakan dengan arab tektonik SSE.
FQrmui KarangsamOOog merupakan basil sedimentasi yang dipengaruhi gejala pelengseran dengan melibatkan
material dari tepi cekungan, yang kemudian mengalami deformasi alabat tektonik anjakan yang diduga berlang sung antara kala Oligo-Miosen - Miosen Awal.
Abstract - Karangsambung Formation ofthe Luk uto area, Central Java, is the Eocene sediinent overlaying the Luk uto Melange Complex ofLate Cretaceous to Paleocene. The lithologic and structural character ofthis forma tion which consist ofscaly clay with limestone and conglomerate blocks whose bedding are disturbed, led some authors to interpret as an olistostrome.
Field study in this fonnation shows that, beside its scaly feature, the rocks ofthis formation have been folded and thrusted resulting a sheared zone. Futhermore, the bedding planes have been deformed and fragmented. These structural features indicate a semi~ctile deformation during folding and thrusting rather than sedimentary or sliding processes. T he bedding planes, shear zones, cleavage and minor fold axis show a ENE-WSW structural trending. Structural reconstruction indicates a SSE vergence thrust system.
The KarangsamOOng Formation is a sedimentary deposit involving materials from the basin which were ~ deformed by thrust tectonic probably during Oligo-Miocene to Early Miocene.
PENDABULUAN
Daerah Karangsambung, Luk Ulo, Jawa Tengah (Gambar 1) dikenal sebagai salah satu tempat tersingkap satuan batuan campuran, yaitu Kompleks Melange Luk-Ulo yang berumur Kapur Akhir sampai Paleosen (Asikin. 1974; Wakita et 0/., 1994). Satuan batuan ini dianggap sebagai produk dari proses subduksi antara lempeng Indo-Aus tralia yang menunjam di bawah lempeng henua Asia Tenggara(Asikin. 1974). Satuan batuan ini ditutupi oleh sedimen-sedimen Paleogen, yaitu F ormasi Karangsambung dan Formasi Totogan (Gambar 2). Kedua satuan batuan ini terdiri dari batulempung dengan ftagmen-ftagmenatau bongkah-bongkah
batu-BULETIN GEOLOGI, Vol.26, No.J,J996
an asing yang tercampur di dalamnya, yang dianggap sebagai Olistostrom (Asikin, 1974; Asikin et 0/., 1992). Hasil penelitian terakhir menyimpulkan bahwa kedua fonnasi ini mempunyai kisaran umur Eosen Tengah Akhir hinggaOligo-Miosen (Harsolumakso et 0/., 1995, Kapid dan Harsolumakso, 1996), yang penyebarannya berubah secara lateral dari utara ke selatan (Gambar 3).
Hadimya endapan Paleogen ini, yang dikenal sebelumnya sebagai "Eosen" (Harloff, 1933; Tjia, 1966), terutama di daerah Karangsam bung, telah mengundang berbagai diskusi 00gi beberapa peneliti. Secara umum satuan batuan ini mentmjukkan keadaan perlapisan yang ti dak teratur, hadimya bongkah asing (olistolit)
G. WADA5I'INAlVR KP G.RUJUL • G. WA'IVRANI>A
~
l.okasi pengukuran o 1 2Km,
.'_ c:::::::::;::iII' _ ===:::JIGambar 1 Peta lokasi
daerah
penelitiany • .~ dan mempunyai sifat yang Keadaan ini disimpulkan oleh Tjia (1966),
beBiSik
(scaly)atau
_
tergerus (sheared).
bahwadiatrofisme
padaTersier
yangG.IIIIUJUL o 1 2Km
--=
=
=-_
=::::jl
KP@
l.okasi pengukuran,
Gambar 1 Peta lokasi
daerab.
penelitian yg _beragam, dan mempunyaibcriSik
'(scaly)atau tergerussifat yang (sheared).
Keadaan ini disimpulkan oleh Tjia (1966),
bahwa
diatrofisme pada Tersier yang46 BULE11NGEOLOGI, VoI.26, No./,/996
melibatkan sedimen Eosen sebagai pehnnas. Mempertimbangkan karakter dari formasi ini, Asikin (1974) menafsirkannya sebagai olis penelitian ini dimaksudkan untuk mempelajari tostrom, yang merupakan percampuran dari lebih jauh tentang aspek struktur dan sifat proses sedimentasi pelongsoran akibat gaya deformasinya
bera!, pada suatu cekungan yang aktif secara tektonik. - F .·.·.·1... ·.·.·.·.· {J .... ·1···· ·l-··· 'J'. :: : . (~ i : : -..: . . . . . ... . . . .. . .. .
PETA GEOLOGI DAERAH LUK ULO
FormasiTot Aluvial
~
~
(1IaIapmphIs~)Formasi HsIang Formasi Karangsambung Diabas
f:T~:~
~
~
KOMPLEKS LUK ULO "Brebi Kemangguan"
t::~:~
..
.
..
.'.
BatupasirE·:~~·:l
~
Batulempung II: Fragmen batuanc
vr~vl
Formasi PenosoganIII
Selds ~:+::j Basalt 6; Batugamping-Rijangt6~~·4 • • • Formasi Watuianda
..
Serpentinit f~~~~~] Gabro 6; BasaltAsikin d aI., 1992) Gambar 2 Peta geologi daerah Luk uto, Jawa Tengah
MIOSEN BAWAH OLIGO-MIOSEN r OUGQSEN · EOSEN KOMPLEKS MELANGE LUKULO (HtIrsoIumtIJaro d. a1, 1995) PALEOSEN KAPURATAS
Gambar 3 Bagan tektono-stratigrafi daerah Luk Dlo
LITOLOGI DAN HUBUNGAN ANTAR SATUAN BATIJAN
Dua formasi yang mempunyai kisaran umur
dari Eosen Akhir hingga Oligo-Miosen, yaitu .
F ormasi Karangsambung dan F orrnasi T0
tog an mempunyai sifat yang mirip. yaitu ter
diri dari batulempung yang sebagian bersisik.
Perbedaan yang mencolok dari Formasi To
togan adalah sifat litologinya yang dominan, terdiri dari breksi dengan fragmen-fragmen batulempung, batupasir, batugamping, batuan beku basaltis berukuran centimeter sampai
. meter. Di dalam tulisan ini pembahasan hanya
pada sifat litologi dari satuan batuan yang di anggap sebagai F ormasi Karangsambung. Singkapan yang terbaik terutama dijumpai disekitar Desa Karangsambung, Kali Jebug dan Kalisana.
Batulempung bemsik dengan olistolit Secara umum litologinya terdiri dari batulem
pung gampingan hingga napal, berwama abu-.
abu gelap kehijauan. Konkresi batulempung
dengan oksida besi sering dijumpai dan sifat
lempungnya pada umumnya bersisik (scaiy).
Setempat ditemukan sisipan batulanau dan batupasir gampingan yang berlapis buruk, memperlihatkan gejala seperti struktur pe lengseran (slump structure) atau struktur ali ran (flowage structure) dan perlapisan yang
tak menerus (disrupted bedding). Beberapa di
antaranya menunjukkan struktur perlapisan bersusun dan laminasi sejajar. Sifat perlapisan juga ditunjukkan dengan adanya laminasi ser pih di antara sifat lempung yang bersisik.
Fragmen berukuran beberapa meter hingga
ratusan meter, berupa batugamping foramini fera dan konglomerat dianggap sebagai olis tolit pada formasi ini .
Batugamping foram yang dijumpai di be berapa lokasi, seperti di Desa Karangsam
bung, Karanglo dan · lembah Kali Welaran,
yang berupa singkapan bongkah lepas tak teratur memberikan kesan seolah-olah batuan ini merupakan fragmen yang berukuran bera gam di dalam batulempung. Pada beberapa lapisan yang tak teratur atau pada bidang ser pihan dijumpai batugamping foram yang mempunyai struktur imbrikasi. Hasil penga matan terinci di lokasi K. Welaran, di Desa
Kalisana, rnenunjukkan bahwa batugamping
BULETIN GEOLOGI. Vo/.26. No.l,1996 48
KOMPLEKS MELANGE
LUKULO
(~d . /Il, 1995)
Gambar 3 Bagan tektono-stratigrafi daerah Luk Ulo
MIOSEN BAWAH OLIGO-MIOSEN OUGOSEN EOSEN PALEOSEN KAPURATAS
LITOLOGI DAN HlJBUNGAN ANTAR SATUAN BAnJAN
Dua fonnasi yang mempunyai kisaran umur dari Eosen Akhir hingga Oligo-Miosen, yaitu . F onnasi Karangsambung dan F ormasi To togan mempunyai sifat yang mirip, yaitu ter diri dari batulempung yang sebagian bersisik. Perbedaan yang mencolok dari Formasi To togan adalah sifat litologinya yang dominan,
terdiri dari breksi dengan fragmen-fragmen batulempung, batupasir, batugamping, batuan beku basaltis berukuran centimeter sampai . meter. Di dalarn tulisan ini pembahasan hanya pada sifat iitologi dari satuan batuan yang di anggap sebagai F ormasi Karangsambung. Singkapan yang terbaik terutama dijumpai disekitar Desa Karangsambung, Kali Jebug dan Kalisana.
Batulempung bersisik dengan olistolit
Secara umum litologinya terdiri dari batLllem pung gampingan hingga napal, beIWama abu- . abu gelap kehijauan. Konkresi batulempung dengan oksida besi sering dijumpai dan sifat lernpungnya pada umumnya bersisik (scaiy).
48
Setempat ditemukan sisipan batulanau dan batupasir garnpingan yang berlapis buruk, memperlihatkan gejala seperti · struktur pe lengseran (slump structure) atau struktur ali ran (flowage structure) -dan perlapisan yang tak rnenerus (disrupted bedding). Beberapa di antaranya menunjukkan struktur perlapisan bersusun dan laminasi sejajar. Sifat perJapisan juga ditunjukkan dengan adanya laminasi ser pih di antara sifat lempung yang bersisik. Fragmen berukuran beberapa meter hingga
ratusan meter, berupa batugamping foramini fera dan konglomerat dianggap sebagai olis tolit pada formasi ini .
Batugamping foram yang dijumpai di be berapa lokasi, seperti di Desa Karangsam bung, Karanglo dan · lembah Kali Welaran, yang berupa singkapan bongkah lepas tak teratur memberikan kesan seolah-olah batuan ini merupakan fragmen yang berukuran bera gam di dalarn batulempung. Pada beberapa lapisan yang tak teratur atau pada bidang ser pihan dijumpai batugamping foram yang mempunyai struktur imbrikasi. Hasil penga matan terinci di lokasi K. Welaran, di Desa Kalisana, menunjukkan bahwa batugamping
BlJLE77N GEOLOG1, Vol. 26, No. 1. 1996
ini berupa lensa di dalam batulempung. Ke beradaannya berupa perselingan dengan batulempung pasiran dan napal, perlapisan nya buruk, setempat dijumpai · sisipan kong lomerat polimik di bagian alasnya yang berupa Ientile seperti hasil suatu alur (channel). Di lokasi dekat Kampus, pada satu singkapan yang terbatas, dapat diarnati hubungan langsung antara batugamping di atas konglomerat.
Singkapan konglomerat yang paling baik . adalah di Bukit Pesanggrahan, di tepi S. Luk
010. Litologi umumnya terdiri dari kong lorperat polimik dengan massadasar batupasir,
dan perselingan batupasir dan serpih. Bagian bawah dari singkapan ini diawali dengan lapisan konglomerat berukuran butir kerikil terdiri dari rijang, kuarsa, dan mineral silika yang lain, basal, sekis, mempunyai ketebalan sampai 3 m berubah berangsur menjadi batu pasir sangat kasar, dan diikuti dengan per selinganbatupasir, batulanau dan serpih pada bagian ini setempat terdapat lempung kerikilan. Ke arah atas berubah menjadi konglomerat, dan berulang kembali sebagai sekuen perselingan batupasir dan serpih.
Setempat dijumpai fragmen kayu terkersikan dan karbon. Pada beberapa lapisan dijumpai struktur perlapisan bersusun dan laminasi sejajar, perlapisan bersilang planar dan gelem bur gelombang. Pada serpih dijumpai larninasi karbon dan bioturbasi. Kedudukannya ter badap batuan lain tidak pemah teramati dengan jelas. Pada beberapa singkapan bongkab, seringkali dijumpai bersama dengan batugarnping foram.
Batuan volkanik (Diabas dan Basal)
Batuan beku basaltik hadir sebagai singkapan singkapan yang terpisah disekitar lembab Karangsambung dan di bagian utaranya. Singkapan utama, di sekitar Desa Dakah dan G. Parang berupa batuan diabas. Di bagian utara, batas singkapan batuan ini ke arab timur sulit diarnati dengan bai~, seolah ber .. campur dengan batuan beku basaltik lain,
basalt, lava dengan struktur bantal dan seba gainya, yang umum dijumpai sebagai fragmen breksi p3.da satuan breksi lempung (Forrnasi
BULETIN GEOLOGI, Vol. 26, No. 1. 1996
Totogan). Kedudukan tubuh batuan beku ini
dan hu-bungannya satu sarna lain masih menjadi masalah. Batuan basaltik dengan tekstur diabasik dan lava bantal ditemukan ·pada lokasi yang berdekatan, walaupun belum pemah keduanya dijumpai dalarn satu tubuh batuan yang sarna. Singkapall di daerah antara Trenggulun dan Kedunglo menunjukkan adanya fragmen batuan fanerik, sebagian bertekstur diabasik, yang hadir sebagai inklusi di dalam batuan basal. Sebagian dari batuan basal memperlihatkan struktur vesikuler. Di bagian selatan, dari G. Parang kearah timur, kontak dengan batulempung dapat diamati dengan baik terutama di sekitar Desa Watu tumpang. Kontak ini berupa bidang sesar pada diabas dengan cermin sesar yang baik, dan batuIempung yang telah mengalami de formasi. Jalur ini dapat diikuti pada cabang cabangK. Jebug, yang mempunyai arah barat timur. Gejala yang mirip juga dijumpai di lokasi bekas galian tambang rakyat disekitar Desa Totogan.
UMUR
F ormasi Karangsambung secara umum mem punyai kisaran urnur dari Eosen Tengah Akhir (NP 16-17) sampai Eosen Akhir (NP20-21) (Harsolumakso et aI., 1995). Pada lensa batugamping ditemukan kandungan foraminifera Nummulites if. pengaronensis, Nummulites jogjakartae, Discocyc/ina cf om phala, Discocyc/ina sp. menunjukkan umur Eosen Akhir (Tb). Hasil penelitian pada lokasi di sekitar kontak dengan tubuh batuan beku diabas menunjukkan umur NP20 (Kapid dan Harsolurnakso, 1996). Sedangkanpenta rikhan radiometri dengan metoda K-Ar pada diabas di daerah T otogan (Gunung Parang) menghasilkan umur 39 sampai 26 juta tahun atau Eosen Akhir-Oligosen (Soeria-Atmadja eta!., 1994).
KARAKTER STRUKTUR DAN DEFORMASI Melihat sifat litologi dari formasi ini yang mengandung fragmen atau blok dengan ukuran yang sangat beragarn, sifat tekstur dan struk
tur sedimen yang berkembang, jelas dapat di katakan bahwa formasi ini terbentuk oleh proses sedimentasi. Hadimya sebagian blok dengan ukuran yang eukup besar dapat di jelaskan dengan mekanisme longsoran (olis tostrome), 'slump' atau sedimentasi turbidit (Hsu, 1974, Raymond, 1984). Walaupun demikian, sifat yang bersisik (scaly) ataU tergerus (sheared), terutama pada massadasar lempung atau pada kontak antara fragmen dan massadasarnya, menandakan bahwa satuan ini
pernah mengalami deformasi yang kuat, teru tama tipe ductile atau semi-ductile (Harso lumakso et 01., 1995). Lapisan batulempung bersisik yang menonjol di lapangan karena wamanya yang gelap, kadangkala kemerahan, pada singkapan-singkapan yang diamati, dapat berupa lapisan yang menerus atau sering terpotong-potong sesar. Lapisan serupa juga teramati pada singkapan di kaki selatan G Parang, yang bahkan memper lihatkan gejala boudinage. Walaupun demi kian perlapisan yang baik dan normal masih sering dijumpai di antara bagianyang bersisik. Pengamatan seksama dilakukan pada lokasi singkapan di sekitar K Jebug, Desa Karang sambung, Kemendung dan Kalisana. Litologi yang umum dijumpai terdiri dari batulempung bersisik, berwama abu-abu kehijauan, se tempat berwama ungu dan hitam (Foto I). Sisipan batupasir dan batulanau dengan kete balan bervariasi dari 5 em hingga 30 em, umumnya memmjukkan perlapisan yang bu ruk karena sebagian besar telah terdeformasi. Sisipan tipis serpih juga seringkali dijumpai, dengan jejak perlapisannya yang masih dapat diamati. Gejala umum yang tampak adalah singkapan-singkapan 1D1 memperlihatkan struktur perlipatan, sesar-sesar dan jalur ter geruskan, pada lapisan-Iapisan yang pada bagian lempungnya selalu menunjukkan sifat yang bersisik. Hal ini jelas menunjukkan basil
proses deformasi pada suatu masa batuan yang sebelumnya telah mengalami litifikasi, dan bukan struktur hasil suatu pelengseran pada proses sedimentasi.
StTUktur lipatan, belahan (cleavage) dan jalur tergerus (sheared zone)
Struktur lipatan yang berkembang dan
. berhubungan dengan sesar-sesar minor, umumnya dapat diamati pada sisipan batu pasir ataU batulanau. Geja(a yang umum di
jum~i adalah kedudukan yang tidak teratur, lapisan yang hilang dan teJah berubah menjadi fragmen. Struktur lipatan yang baik dapat diamati di lokasi sekitar Desa Kemendung, Karangsambung, dan pada eabang-eabang K. Jebug, dekat kontak dengan tubuh batuan diabas (Foto 2). Struktur sesar minor dicer minkan oleh jalur gerusan (sheared zone), baik yang memotong atau sejajar dengan Japisan. Sifat bersisik atau scaly , yang merupakan gejala yang paling umum dari satuan batulem pung formasi ini, sebenamya merupakan bi dang belahan berlembar (slaty-cleavage), dieirikan oleh lembaran .. planar berukuran kurang dari 1 mm. Struktur ini terbentuk se bagai akibat proses deformasi pada batulem pung dengan tingkat rekristalisasi umumnya sangat lemah (Henry, 1983, Gidon, 1987). Selain itu gejala yang umum pada bidang be lahan ini adalah sifat permukaannya yang mengkilat dan menunjukkan gores-garis (striation), yang merupakan eiri dari perge seran pada bidang tersebut. Seringkali jalur jalur gerusan ini hampir sejajar dengan bidang belahan.
o
Gejala perlipatan ketat juga tampak pada bi dang-bidang belahannya yang telah terputar mengikuti perlipatan pada bidang perlapisan (Foto 3 dan 4). Hal ini mengakibatkan kedudukan bidang belahan akan terorientasi membentuk lengkungan berbentuk
s
(erenu lation), yang tampak seperti struktur aliran atau pelengseran. Keadaan ini sebenamya adalah akibat dari tahap lanjut dari suatu per lipatan yang diikuti dengan penyesaran. Sulit untuk dapat meinisahkan fasa-fasa perlipatan yang terjadi dari struktur-struktur karena be lum dilakukan pengukuran sistematik dan keteIbatasan data yang lebih terpilih.tur sedimen yang berkembang, jelas dapat di katakan bahwa formasi ini terbentuk oleh proses sedimentasi. Hadirnya sebagian blok . dengan ukuran yang cukup besar dapat di jelaskan dengan mekanisme longsoran (olis tostrome), 'slump' atau sedimentasi turbid it (Hsu, 1974, Raymond, 1984). Walaupun demikian, sifat yang bersisik (scaly) atau tergerus (sheared), terutama pada massadasar lempung atau pada kontak antara fragmen dan massadasarnya, menandakan bahwa satuan ini pernah mengalami deformasi yang kuat, teru tama tipe ductile atau semi-ductile (Harso lumakso et al., 1995). Lapisan batulempung bersisik yang menonjol di lapangan karena warnanya yang gelap, kadangkala kemerahan, pada singkapan-singkapan yang diamati, dapat berupa lapisan yang menems atau sering terpotong-potong sesar. Lapisan serupa juga teramati pada singkapan di kaki selatan G Parang, yang bahkan memper lihatkan gejala boudinage. Walaupun demi kian perlapisan yang baik dan normal masih sering dijumpai di antara bagianyang bersisik. Pengamatan seksama dilakukan pada lokasi .
singkapan di sekitar K Jebug, Desa Karang sambung, Kemendung dan Kal i sana. Litologi yang umum dijumpai terdiri dari batulempung bersisik, berwama abu-abu kehijauan, se tempat berwarna ungu dan hitam (F oto 1). Sisipan batupasir dan batulanau dengan kete balan bervariasi dari 5 em hingga 30 em, umumnya menunjukkan perlapisan yang bu
ruk karena sebagian besar telah terdefonnasi. Sisipan tipis serpih juga seringkali dijumpai, denganjejak perlapisannya yang masih dapat diamati. Gejala umum yang tampak adalah singkapan-singkapan fil memperlihatkan struktur perlipatan, sesar-sesar dan jalur ter geruskan, pada lapisan-Iapisan yang pada bagian lempungnya selalu menunjukkan sifat yang bersisik. Hal ini jelas menunjukkan hasil
proses deformasi pada suatu masa batuan yang sebelwnnya telah mengalami litifi~
dan bukan struktur hasil suatu pelengseran pada proses sedimentasi.
50
Struktur lipatan, belahan (cleavage) dan jaJur tergerus (sheared zone)
Struktur lipatan yang berkembang dan berhubungan dengan sesar-sesar minor, umumnya dapat diamati pada sisipan batu pasir atau batulanau. Gejala yang umum di
jump~i adalah kedudukan yang tidak teratur, lapisan yang bilang dan telah berubah menjadi fragmen. Struktur lipatan yang baik dapat diamati di lokasisekitar Desa Kemendung, Karangsambung, dan pada cabang-cabang K. Jebug, dekat kontak dengan tubuh . batuan diabas (Foto 2). Struktur sesar minor dicer minkan oleh jalur gerusan (sheared zone), baik yang memotong atau sejajar dengan lapisan. Sifat bersisik atau scaly , yang merupakan gejala yang paling urnum dari satuan batulem pung formasi ini, sebenarnya merupakan bi dang belahan berlembar (slaty-cleavage), dicirikan. oleh lembaran planar berukuran kurang dari 1 mm. Struktur ini terbentuk se bagai akibat proses deformasi pada batulem pung dengan tingkat rekristalisasi umumnya sangat lemah (Henry, 1983, Gidon, 1987). Selain itu gejala yang umum pada bidang be lahan ini adalah sifat permukaannya yang mengkilat dan menunjukkan gores-garis (striation), yang merupakan ciri dari perge seran pada bidang tersebut. Seringkali jalur jalur gerusan ini hampir sejajar dengan bidang belahan.
Gejala perlipatan ketat juga tampak pada bi dang-bidang belahannya yang telah terputar mengikuti perlipatan pada bidang perlapisan (Foto 3 dan 4). Hal ini mengakibatkan kedudukan bidang belahan akan terorientasi membentuk lengkungan berbentuk s (erenu lation), yang tampak seperti struktur aliran atau pelengseran Keadaan ini sebenarnya adalah akibat dari tahap lanjut dari suatu per lipatan yang diikuti dengan penyesaran. Sulit untuk dapat memisahkan faSa-fasa perlipatan yang terjadi dari struktur -struktur karena be lum dilakukan pengukuran sistematik dan keterbatasan data yang lebih terpilih.
BULE17N GEOLOGI, Vol. 26, No.1, 1996
Fotol
Singkapan batulempung bersisik yang tersayat oleh bidang-bidang gems. Fot02
Kontak antara batulempung bersisik dengan diabas.
(kanan atas)
BULE17NGEOLOGI, Vol.26, No.J,1996
Fot03
Struktur perIipatan pada
sisipan batulanau. Fot04
Struktur perlipatan yang tersayat oleh bidang bidang gems.
N N
A BIDANG PERLAPlSAN
B. BIDANG cl JALUR GERUS N
C. SUMBU L1PATAN D. PHI cl BETA DIAGRAM DAR! PERUPATAN
E. HASIL REKONSTRUKSI AR>\H TEKTONIK PADA SAAT DEFORMASI FM. KARANGSAMBUNG
Gambar 4 Hasil pengukuran struirn!r dan interpretasi arab deformasi.
BULETINGEOLOGI, Vo1.26, No./,/996 52
N N
A. BIDANG PERLAPISAN
B. BIDANG.I: JALUR GERUS N
C. SUMBU LlPATAN D.I'HI.I: BETA DIAGRAM DAR! PERUPATAN
E. HASIL REKONSTRUKSI ARAH TEKTONIK PADA SAAT DEFORMASI PM. KARANGSAMBUNG
Gambar 4 Hasil pengukuran
struktl!r
dan interpretasi arab deformasi.BULEl1NGEOLOGI. Vol.26. No. 1.1996
52
Pengukuran pendahuluan di lokasi yang ter batas, yaitu di sekitar K. Jebug dan beberapa cabangnya, dilakukan pada bidang perlapisan, termasuk orientasi yang masih dapat diarnati
sebagai perlapisan, jalur tergerus yang utama
dan sumbu perlipatan minor. Hasil yang dida patkan ditunjukkan pada Gambar 4. Dari pengukuran ini diperoleh arah umum stroktur
E-W hinggaENE-WSW, dengan arah tektonik (tectonic vergence) SSW. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua formasi ini
telah mengalami deformasi abbat tektonik, kemungkinan berupa anjakan yang mengarah ke selatan.
KonJllk anttua Fonnasi Karangsambung
don Melange Lllk Ulo
Kontak antara kedua formasi ini dengan
Kompleks Melange Luk Ulo pada umumnya tektonik. Di bagian barat kontak sesar diperkirakan berbatasan dengan blok basal, sekis dan rijang di sekitar K. Gebang. Di
utara, di K. Muncar, dijumpai kontak antara breksi lempung dengan batugamping rijang
dan lava banta!. Kontak satuan ini pada umumnya memperlihatkan jalur tergerus yang sangat kuat, yang dalam kompleks melange dapat bertindak sebagai massadasar dengan
blok-blok batuan asing (Harsolurnakso et a.1., 1996). Dalam hal ini perlu dipertimbangkan apakah massadasar ini tennasuk dalam satuan melange atau Formasi KarangsamblUlg dan
Totogan.
Usaha. lUltuk membedakan sifat massadasar telah dicoba. Pada F ormasi KarangsamblUlg
dan Totogan pada wnumnya hanya memper lihatkan cleavage dan belurn memperlihatkan rekristalisasi, atau masih samar, sedangkan pad8 kompleks melangetelah memperlihatkan gejala metamorfosa (Harsolumakso et ai., 1996).
INTERPRETASI DAN DISKUSI
Interpretasi Tjia (1966), bahwa diatrofisme atau deformasi pada T ersier yang melibatkan sedimen Eosen sebagai pelumas, kemungkinan
BULEl1NGEOLOGI, Vol.26. No.l,1996
dapat diartikan sebagai sifat defonnasi semi
lentur. Sifat dari massadasar dan komponen nya yang tergerus yang ditafsirkan bahwa '
lIlaterial tersebut berasal dari suatu daratan yang aktif secara tektonik (Asikin, 1974),
sulit menjelaskan hubungan aritara massadasar
dan komponennya yang juga tergerus. Hal yang perlu didiskusikan di ' sini, apakah defonnasi ini berlangsung bersamaan dengan
proses sedimentasi.
Melihat struktur dari kedua formasi ini, ter utama sifat tergerus, perlipatan dan jalur-jalur tergerus, diinterpretasikan bahwa deformasi
ini berlangslUlg pada suatu tubuh batuan yang padat, artinya batuan tersebut telah meng alami litifikasi. Dengan kata lain proses deformasi tetjadi setelah sedimentasi, dan
tidak berhubungan dengan gejala pelengseran atau penggerusan yang sejalan dengan sedimentasi. Fragmen atau bl9k mungkin telah mengala.'lli defonnasi akibat tektonik sebe
lumnya, akan tetapi ini tidak dapat menjelaskan sifat massadasar yang tergerus. Gejala deformasi yang teramati pada sing kapan yang sifatnya masih terbatas ini
terletak tidak jauh dengan kontak dengan batuan volkanik (basal dan diabas) di sekitar
K. Jebug, yang jelas merupakan blok yang tersesarkan ke arah selatan. Pada lokasi yang lain seperti di sekitar KemendlUlg dan Ka rangsambung juga tidak jauh dengan kelom pok batuan basaltik ini. Kedudukan kelom pok batuan ini memang masih menjadi
masalah (Harsolumakso et ai., 1996). Hal ini
juga telah dikemukakan oleh Asikin (1974),
yang keberadaannya diduga merupakan
lempengan yang disesarkan ke atas melalui sesar sisik. Kemungkinan besar bahwa
kelompok batuan volkanik: ini merupakan bagian dari muka anjakan (thrust sheet) yang
melibatkan deformasi pada F onnasi
Karangsambung dan Totogan.
Melihat sifat defonnasi pada fonnasi ini yang khas berbeda dengan batuan yang lebih mud&, misalnya bagian atas dari F onnasi Totogan atau bagian bawah F ormasi . Waturanda yang relatif berlapis baik, kemungkinan defonnasi
ini berlangsung sebelum pengendapan For masi Waturanda (Oligo-Miosen - Miosen A wal). Hasil rekonstruksi struktur mengh3siI kan suatu sistem anjakan ke arah SSW.
Membandingkan deformasi pada Kompleks Melange Luk Ulo, terdapat kesamaan arab umum yaitu ENE-WSW (Harsolumakso et ai., 1996), walaupun kejadiannya tidak dapat dihu-bungkan secara langsung.
KESIMPULAN
F ormasi KarangsambWlg merupakan basil percampuran dari bongkah di dalam suatu massadasar sebagai proses sedimentasi, yang kemudian mengalami deformasi tektonik yang diduga berlangSWlg antara kala Oligo-Miosen - Miosen A wal.
Uctlpan terlma kllsih
Makllah ini ada/ah bagian dari hasil kerjasama penelitian antara Jurusan Teknik Geologi ITB tahun
1994-1995 dan Puslitbang Geotelcnologi LIP!. Uca pan terimakasih disampaikan kepoda pimpinan dan stafatas kepercayrxmnya Iu!pada tim untuk melalrukan
penelitian ini. Kelatrcaran pekerjaan teknis dan administrasi herJrat bantuan staf dan koryawan UPT Laboratorium A/am Geologi Karangsambung.
PUSTAKA
Asikin S. (1974) Evolusi geologiJawa Tengah dan sekitamya ditinjau dari segi teori tektonik dunia yang bam Desertasi Doklor, Institut Teknologi Bandung, tidak dipublikasikan, 103 hal.
Asikin S., Handoyo A, Busono H., dan Gafoer S. (1992), 'Geologic Map of Ke bumen Quadrangle, Java. scale
1
:100000. Geological Research and Develop ment Center, Bandung.
Gidon M. (1987) Les Structures Tecloniques, Bureau de Recherches Geologiques et Minieres, 206 hal.
Harloff Ch.E.A (1933) Toelich!ing bi} blad 67 (Bandjamegara) - Geologische kaarl l
r
54
van Java, 1 : 100 000, Diens van den Mijnbouw, Nederland Indische.
Harsolumakso A H., Suparka M. E., Zaim Y, Magetsari N. A, Kapid R, Dardji
. Noeradi, dan Chalid I. Abdullah (1995),
Karakteristik Satuan Melange dan Olis tostrom di daerah Karangsambung, ' Jawa Tengah: suatu tinjauan ulang. Dalam Pro siding Hasil Penelitian Puslitbang Geo teknologi LIPI (ed. Y Kumoro., A M. Ri yanto, danE. Z. Gaffar), 190-215.
Harsolumakso A H., Suparka M. E., Oardji Noeradi, Kapid R, Zaim Y, Magetsari N. A, dan Chalid I. Abdullah (1996), Karak teristik Struktur Melange di daerah Luk Ulo, Jawa Tengah. Dalam Prosiding Hasil Penelitian Puslitbang Geotelcnologi LIPI (ed lSopaheluwakan dan E. Z. Gaffar),
422-441.
Henry M. l (1983), Methodes Modernes de Geologie de Terrain, Manuel D 'analyse Structurale Methodes D 'Qbservation de Mesure et de Notation, Editions Technip,
183 hal.
Hsu KJ. (1974) Melange and their distinc tion from Olistostrome, Soc. of Economic Paleontologist and · Mineralogist, Spec. Publication 10-19, 321 - 33l. .
Kapid
R
dan Harsolumakso A H. (1996)Studi fosil nanoplankton pada F ormasi Karangsambungdan Totogan. Ruletin Geo logi 26, 13-43.
Raymond L. A (1984) Classification of me Ian.ge. Dalam Melanges: Their Nature, Origin and Significance (ed. L. A Ray mond) , Geol. Soc. Am. spec. paper 198, 1 5.
Soeria-Atmadja R., M~ury RC., Bellon H., Pringgoprawiro H., Polve M. and Priadi B.
(1994) Tertiary magmatic belts in Java. Journal o/Southeast Asian Earth Sciences,
9, 13-27
Tjia H.D. (1996) Structural analysis of the Pre-Tertiary of the Luk-Ulo area, Central Java; Disertasi Doktor, Institut Teknologi Bandung, tidak dipublikasikan.
Wakita K, Munasri & Widoyoko B. (1994)
Cretaceous radiolarian from the Luk Ulo melange Complex in the Karangsambung area, Central Java, Indonesia. Journal of Southeast Asian Earth Sciences 9,29-43.