CEMARAN KIMIA PANGAN
DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN
Roy Sparringa
Badan Pengawas Obat dan Makanan
Disampaikan pada
Temu Ilmiah Internasional PERSAGI XV
“Penguatan Profesi Gizi untuk Mendukung Pemerintah dalam
Mencegah Masalah Stunting dan Penyakit Degeneratif”
3
Pendahuluan
Article 25
Everyone has the right to a standard of living adequate for the
health and well-being of himself and of his family, including
food, clothing, housing and medical care and necessary social
services, and the right to security in the event of unemployment,
sickness, disability, widowhood, old age or other lack of
livelihood in circumstances beyond his control” (article 25)
4
(1948)
Pangan berkontribusi terhadap
hidup yang berkualitas
“Food security exists when all people, at all
times, have physical, social and economic
access to sufficient, safe and nutritious
food to meet their dietary needs and food
preferences for an active and healthy life”
(CFS Reform Document, 2009)
5
Kriteria pangan sebagai hak azasi manusia
6
Jaminan keamanan, mutu, dan gizi pangan
Kehilangan pangan berkurang
Ketersediaan, stabilitas
pangan meningkat
Nilai jual pangan meningkat
Produktivitas
meningkat
Ketahanan nasional yang kuat
Akses pasar lebih baik
Perbaikan status gizi dan
kesehatan
Penurunan angka
kesakitan
Keuntungan bagi produsen
dan konsumen
Biaya kesehatan dan implikasi
biaya lain berkurang
Kualitas hidup yang lebih baik
* Diadaptasi dari Konuma (2014)
Pangan untuk kualitas
hidup yang lebih baik*
• Lebih dari 200 penyakit akibat pangan
menyebabkan jutaan orang jatuh sakit setiap
tahun dan banyak yang meninggal (WHO 10
facts on food safety)
• Secara global, ± 1,3 miliar ton pangan hilang
atau terbuang setiap tahunnya (FAO, 2011)
• Sekitar 250 juta anak prasekolah mengalami
defisiensi vitamin A. Defisiensi ini menjadi isu
kesehatan masyarakat terutama di Afrika dan
Asia Tenggara
7
Apakah pangan kita aman, bermutu, dan bergizi?
Bahaya kimia
pada pangan
Jenis bahaya kimia
Tahapan rantai pangan
Pangan asal
Budidaya Pengolahan Pemasakan&
penyiapan
Pestisida, obat hewan
+
Toksin alami (ciguatoksin)
+
Toksin alami (mikotoksin)
+
Kontaminan lingkungan (logam
berat, POPs, dioxin)
+
+
Alergen
+
Penyalahgunaan bahan berbahaya
(formalin, boraks)
+
Bahan tambahan pangan berlebih
+
Senyawa yang terbentuk saat
proses (akrilamida, benzo[a]piren)
+
+
Migrasi bahan kontak pangan/
kemasan
+
+
8
+ bahaya kimia dapat terjadi pada pangan, disengaja atau tidak, pada tahap ini
9
Dampak cemaran kimia pangan
terhadap kesehatan
How much, how often, how
big the portion,
concentration / prevalence ?
RISK = HAZARD X EXPOSURE = DOSE OF POISON/HAZARD
Theophratus von Hohenheim
(Paracelcus) 1493 – 1541
Alle Dinge sind Gift und nichts ohne Gift. Allein
die Dosis macht, dass ein Ding kein Gift ist
(All things are poisons, nothing is without
poison; the dose causes a thing not to be poison)
Risiko terhadap kesehatan akibat paparan
bahaya kimia pangan
11
• Jumlah cemaran yang
terpapar setiap hari?
• Melebihi referensi kesehatan
(misal Tolerable Intake)?
Potensi bila melebihi Referensi Kesehatan
Contoh:
• Pb: Defisiensi IQ dan peningkatan tekanan
darah
• Cd: Gangguan ginjal
• Methyl Mercury: Keterbelakangan mental
dan pertumbuhan terhambat
• Aflatoksin B1: Hepato Cellular Carcinoma
(HCC) atau kanker liver; berkorelasi positif
dengan stunting
12
Prevalensi masalah kesehatan di Indonesia
dan potensi penyebab pada pangan tercemar
Isu/Masalah Kesehatan
Prevalensi (%)
Kanker
1,4
Gagal ginjal kronis
0,2
Batu ginjal
0,6
Hipertensi
25,8
Stunting
37,2
Aflatoksin B1 (Liu
& Wu, 2010;
Khlangwiseta et
al, 2011)
Cadmium
(JECFA, 2011)
Timbal (JECFA,
2011)
Dapat berkontribusi Sumber: Kemkes (2013)13
“Aflatoxin
exposure and its
association with
growth
impairment in
children
could contribute
a significant
public health
burden in less
developed
countries”
Critical Reviews in
Toxicology 41(9):
740-755
Khlangwiset et al (2011)
Contoh: Aflatoksin dan dampaknya
terhadap pertumbuhan
Jenis Pangan Jumlah Sampel Konsentrasi Aflatoksin-B1 (ppb)
Total TMS* Min Maks Rata-rata
Berondong Jagung 12 3 TTD** 102 21,1
Bumbu Pecel 25 13 TTD 25127,6 1039,4
Gerontol jagung 9 0 TTD 8 2,3
Jagung Pipil Mentah 11 5 TTD 1671,5 193,4
Jagung Pipil Olahan 19 10 TTD 123 24,8
Kacang Atom/sukro 41 1 TTD 166,8 4,5
Kacang Goyang 24 0 TTD TTD 0
Kacang Tanah dengan Kulit 45 2 TTD 337,9 10,4 Kacang Tanah tanpa Kulit 33 5 TTD 4571,4 158,5
Kacang Telur 42 1 TTD 112,5 3,3
Produk Olahan Pala 20 0 TTD TTD 0
Tepung Maizena 15 3 TTD 18,9 4,9
Total 296 43
14 *Batas maksimum : 15 ppb **TTD: Tidak terdeteksi, batas deteksi 0,048 ppb
Aflatoksin B1 pada Kacang dan Jagung serta hasil olahannya (BPOM, 2014)
Rata-rata melebihi batas maksimum
Estimasi HCC yang dihasilkan lebih dari 3 500 kasus per tahun, dihitung dengan kajian risiko
point estimate dengan menggunakan data SUSENAS (BPS, 2011)
Identik dengan
BOM WAKTU
untuk upaya kesehatan
yang
dapat meledak sewaktu-waktu
jika tidak dikendalikan dari
sekarang
MASALAH KEAMANAN PANGAN TERKAIT
CEMARAN
Dikendalikan oleh SIAPA?
Bagaimana?
16
Apa yang telah dan perlu
dilakukan
17
Prioritas Cemaran Kimia untuk Monitoring Pangan
(GEMS Core List, WHO (2001))
Contaminants
Food
aldrin, dieldrin, DDT (p,p'- and o,p'-), TDE
(p, p'-), DDE (p,p'- and p,o'-), endosulfan (α,
ß and sulfate), endrin, Hexachloro
cyclohexane (α and ß and γ),
hexachlorobenzene, heptachlor, heptachlor
epoxide and polychlorinated biphenyls
whole milk, butter, animal fats and oils, fish,
cereals*, human milk
lead
milk, canned/fresh meat, kidney, cereals*,
canned/fresh fruit, fruit juice, spices, infant
food, drinking water
cadmium
kidney, mollusks, crustaceans, cereals*
mercury
fish
aflatoxins
milk, maize, groundnuts, other nuts, dried figs
diazinon, fenitrothion, malathion,
parathion, methyl parathion, methyl
pirimiphos
cereals*, fruit, vegetables
inorganic arsenic
drinking water
Bagaimana melakukannya?
‘To achieve maximum consumer
protection, it is essential that safety and
quality be built into food products from
production through to consumption. This
calls for a comprehensive and integrated
farm-to-table approach in which the
producer, processor, transporter, vendor,
and consumer all play a vital role in
ensuring food safety and quality’
(FAO/WHO, 2003)
18
“National authorities have the responsibility and obligation to ensure that
toxic chemicals are not present in food that may adversely affect the health
of consumers” (WHO, 1985)
19
Tantangan Pengawasan Keamanan Pangan di Indonesia
• Area pengawasan yang luas
• Pangan yang diawasi sangat beragam
• Pengetahuan dan keterampilan yang
terbatas di bidang keamanan dan
mutu dari produsen, terutama IRTP
• Kurangnya kesadaran masyarakat
atas keamanan pangan
• Keterbatasan jumlah tenaga
pengawas pangan
Khatulistiwa
• Iklim tropis; kondisi
pertumbuhan optimal
untuk kapang
produksi mikotoksin
• Cemaran industri
• Aktivitas gunung
berapi
Budidaya
Pengolahan
Transportasi
Retail
Pemasakan
Konsumsi
Performance
criteria
Control
measures
Performance
objective
Performance
objective
Food safety
objective (FSO)
Paparan
Kesehatan Masyarakat dan
Perdagangan yang lebih baik
Peraturan Kepala Badan POM
No HK.00.06.1.52.4011
tentang Penetapan Batas
Maksimum Cemaran Mikroba
dan Kimia dalam Makanan
Penyimpanan
20
Intervensi diperlukan sepanjang rantai pangan dalam meminimalkan
cemaran, untuk memenuhi FSO serta mencapai ALOP
Appropriate Level
of Protection
Pembagian tugas dan kewenangan dalam penyusunan NSPK,
pengawasan, dan pembinaan (PP 28/2004)
PANGAN
SEGAR,
PANGAN
OLAHAN,
PANGAN SIAP
SAJI
PANGAN SEGAR
DIKONSUMSI BAHAN BAKU LANGSUNG PENGOLAHAN
PANGAN
OLAHAN
Kementerian Pertanian, Kementerian
Kelautan& Perikanan (KKP)
(ps 4-5, 24, 51)
Budidaya
Produksi
pasca panen
Pengolahan
Kementerian Perindustrian, KKP, BPOM,
Pemda Kab/Kota
(ps 6, 14-19, 24, 42, 51)
BPOM, Kemenprind, KKP, Kementan, Pemda (ps 45-47)
Distribusi
Ritel
Produksi
pangan
siap saji
Pembinaan PEMDA dan
masyarakat oleh BPOM
(ps 51)
Kementerian Kesehatan (ps. 9), Pem kab/kota (ps 51) Kemenprind, KKP, Kementan (ps 7), Badan POM (ps.45) BPOM (ps 8, ps.45)KONSUMEN
CONTAMINANT
CONTROL: Risk
based approach
22On farm
Harvesting
Processing
Distribution
Consumption
• Political Will untuk mengatasi masalah kontaminan:
prioritas; kebijakan nasional yang dibutuhkan
• Pertimbangan konsekuensi, paparan dan probabilitas
• Pengawasan cemaran berbasis rantai pangan
• Praktek keamanan pangan yang baik sepanjang rantai
pangan
• Mempertimbangkan faktor risiko untuk cemaran tertentu,
seperti mikotoksin (suhu misalnya, kelembaban,
kelembaban)
• Metode sampling yang sesuai
• Pengaturan standar harus achievable
• Memastikan semua standar untuk cemaran dapat diuji oleh
laboratorium di negara ini
• Penelitian dan Pengembangan untuk pengolahan makanan
yang lebih baik
• Perlu peningkatan kesadaran untuk membangun komitmen
• Penguatan kemitraan
Penguatan Kemitraan?
23
• Pengkajian faktor risiko dan buat prioritas berdasarkan opsi terbaik
• Kajian risiko kontaminan yang terintegrasi
1. Bagaimana memperkuat kemitraan?
2. Apakah kita perlu membentuk konsorsium untuk mengatasi isu
kontaminan di seluruh rantai makanan?
3. Siapa yang akan terlibat dalam konsorsium tersebut?
Petani, prosesor, regulator, konsumen, tenaga penyuluh, pengawas
makanan, dokter, dokter hewan, peneliti, akademisi?
4. Apa agendanya?
Kesehatan masyarakat, penelitian, teknologi, pasar, perdagangan, promosi
keamanan pangan?
5. Apa pendekatan? Langkah demi langkah pendekatan: pilot project,
replikasi dan peningkatan dalam skala yang lebih besar.
•
Salah satu the most cost-effective methods
utuk menjamin keamanan pangan dari
cemaran kimia
•
Dapat menjadi indikator kontaminasi
lingkungan sekaligus sumber cemaran
(point of sources)
•
Sebagai sumber informasi penting profil
gizi masyarakat Indonesia serta
menyempurnakan profil kesehatan
lingkungan
24
TOTAL DIET STUDY
Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang melaksanakan kegiatan
25
INDONESIA
RISK ASSESSMENT
CENTER
• memfasilitasi
pool of expert
secara
terintegrasi
• melaksanakan
kajian risiko,
• mensupport
manajemen
risiko,
termasuk untuk
mikotoksin,
kontaminan
lingkungan dan
hasil pengolahan
Governing Body (Jejaring
Intelijen Pangan)
Sub Komite Jejaring
Kajian Risiko
Mikrobiologi
Sub Komite Jejaring
Kajian Risiko Kimia
Sub Komite Jejaring
Rekayasa Pangan
dan Novel Foods
1. Panel BTP
2. Panel toksin alami dan
mikotoksin
3. Panel kontaminan kimia
(kontaminan lingkungan,
hasil proses)
4. Panel residu pestisida
5. Panel residu antibiotik,
hormon dan obat hewan
6. Panel bahan berbahaya,
kemasan, dan bahan kontak
pangan
26
Kesimpulan dan
Rekomendasi
27
Kesimpulan
• Cemaran kimia termasuk mikotoksin dapat berkontribusi
terhadap penyakit degeneratif, stunting, mempengaruhi
kemampuan cognitif dan daya tahan tubuh.
• Peraturan (Food Safety Objective and Performance Objective)
sebaiknya berbasis rantai pangan dan tidak terfragmentasi
• Intervensi sepanjang rantai pangan diperlukan untuk memenuhi
standar cemaran pada pangan
• Saat ini, Total Diet Study dilaksanakan di Yogyakarta (sebagai
pilot), salah satu tujuannya untuk mengetahui paparan
kontaminan dan kecukupan gizi yang dapat digunakan sebagai
landasan kebijakan publik.
28
• Pengawasan cemaran pada pangan sebaiknya merupakan
kebijakan nasional yang terintegrasi
• Program Keamanan Pangan hendaknya sejalan dan
terintegrasi dengan Program Gizi Nasional
• INARAC (Indonesia Risk Assessment Center) yang
dicanangkan pada 20 November 2014 perlu segera
melakukan langkah nyata untuk mengintegrasikan database
yang diperlukan untuk kajian risiko dan pelaksanaan kajian
risiko cemaran
• Edukasi keamanan pangan dan gizi untuk konsumen perlu
mendapat prioritas lebih
29
Referensi
BPOM. (2014). Survei Aflatoksin B1 pada Kacang dan Jagung serta Hasil Olahannya di Surabaya dan Manado. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
BPS. (2011). Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 2011. Badan Pusat Statistik. Jakarta CFS. (2009). Reform of the Committee on World Food Security. Final Version. CFS 35th session
FAO. (2011). Global Food Losses and Food Waste: Extent, Causes, and Prevention. Rome
FAO/WHO. (2003). Assuring Food Safety and Quality: Guidelines for strengthening national food control system. Rome
JECFA. (2011). Evaluation of Certain Food Additives and Contaminants. Seventy-third report of the Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives. WHO Technical Report Series No. 960. WHO: Geneva
Kemkes. (2013). Laporan Riskesdas 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan
Khlangwiseta, P., Shepard, G.S., and Wu, F. (2011). Aflatoxins and growth impairment: A Review. Critical reviews in Toxicology 41(9): 740-755
Konuma, H. (2014). AEC 2015 – Impact on Global and Regional Food Scenario: Strategic Rethinking to Ensure Food Security and Food Safety in the Marketplace . World of Food Safety Conference, 21-23 May 2014. Bangkok
30
Referensi
Liu, Y and Wu, F. (2010). Global Burden of Aflatoxin-Induced Hepatocellular Carcinoma: A Risk Assessment. Environmental Health Perspectives., Vol.118, 6
WHO. (1985). Guideline for The Study of Dietary Intakes of The Chemical Contaminants. WHO Offset Publication No. 87. WHO: Geneva
WHO (2001). Global Environmental Monitoring System GEMS/Food EURO. National Contact Points Meeting. Berlin, Germany 10-12 July 2001.
WHO. (2009). 10 facts on food safety
• Halim Nababan, Nugroho Indrotristanto, Rina Puspitasari
Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan,
Badan POM Ri.
31
Ucapan terima kasih
32