• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pengambilan Sampel Sampel ikan Melem Biru diambil dari aliran sungai Ketro, Kabupaten Ponorogo dan Gondanglegi, Kabupaten Malang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Metode Pengambilan Sampel Sampel ikan Melem Biru diambil dari aliran sungai Ketro, Kabupaten Ponorogo dan Gondanglegi, Kabupaten Malang."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

2007) dan 4 buah sungut pada bagian mulut (Weber & de Beaufort, 1916). Ikan dari Genus Osteochilus memiliki ukuran kecil sampai sedang, terdiri dari 25 spesies dan penyebarannya di Asia Selatan (Karnasuta, 1993; Kottelat, 1995) yang meliputi: perairan air tawar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam, dan Kamboja (Djajadireja et al., 1997; Weber & de Beaufort, 1916).

Ikan Melem Biru memiliki banyak nama lokal yaitu Nilem, Lehat, Magut, Regis, Milem, Muntu, Palung, Pawas, Puyau, Asang, Penopa, dan Karper (Saanin, 1984; Setijaningsih et al., 2011; Weber & de Beaufort, 1916). Ikan ini berdasarkan morfometri dan meristik di Sumatra Barat dilaporkan sebagai Osteochilus hasseltii (Roesma & Santoso, 2011) dan Osteochilus vittatus (Hafrijal et al., 2014). Ikan Melem Biru Jawa Timur, setelah dilakukan identifikasi berdasarkan karakter morfologi diduga sebagai Osteochilus vittatus (Taqwin et al., 2014). Nama lokal pada kedua jenis ikan Osteochilus ini menyebabkan status taksonominya menjadi belum jelas.

Berdasarkan uraian diatas, identifikasi secara genetik dan morfologi sangat diperlukan untuk menentukan spesies dan mengetahui hubungan kekerabatan Ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang. Sekuen gen Ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang diharapkan dapat menambah data base di Genebank agar dapat dijadikan rujukan oleh peneliti lainnya.

Metode

Pengambilan Sampel

Sampel ikan Melem Biru diambil dari aliran sungai Ketro, Kabupaten Ponorogo dan Gondanglegi, Kabupaten Malang.

(3)

Pengamatan Karakter Morfologi

Pengamatan morfologi berupa perhitungan morfometri dan meristik mengacu Weber & de Beaufort (1916) dan Haryono (2001) pada Gambar 1 dan 2. Morfometri dilakukan meliputi 25 karakter dan meristik sebanyak 7 karakter. Identifikasi mengacu pada kunci identifikasiyang dibuat oleh Weber & de Beaufort (1916). Pengukuran morfometri dan meristik dilakukan tanpa membedakan kelamin karena tidak ada dimorfisme seksual. Ukuran sampel yang digunakan untuk pengukuran morfometri dan meristik minimal 50 mm (Haryono, 2006).

Gambar 1 Skema Pengukuran Morfometrik Ikan melem biru. 1. panjang total (Total

length / TL); 2. panjang standar (Standards Long / SL); 3. panjang sebelum

sirip dorsal (Pre Pelvic Length / PDL); 4. panjang dasar sirip dorsal (Dorsal

Basic Length / DBL); 5. diameter mata (Eye Diameter / ED); 6. tinggi sirip

dorsal (High Fins Dorsal / DFH); 7. panjang sirip ekor bagian atas (Upper

Caudal Length / LUCL); 8. tinggi badan (Body Depth / BD); 9. tinggi kepala

(Head Depth / HD); 10. tinggi pangkal ekor (Caudal Peduncle Depth / CPD); 11. panjang sirip ekor bagian tengah (Middle Caudal Length / LMCL); 12. panjang pangkal ekor (Caudal Peduncle Length / CPL); 13. panjang dasar sirp anal (Anal Basic Length / ABL); 14. panjang sirip ekor bagian bawah (Lower Caudal Length / LCLL); 15. panjang kepala (Head Long / HL); 16. panjang sirip dada (Pre Caudal Length / PCL);17. panjang sirip perut (Pre

Ventral Length / PVL); 18. panjang sebelum sirip perut (Pre Pelvic Length /

PPL);19. panjang sebelum sirip anal (Pre Anal Length / PAL); 20. jarak antar mata (Eyes Interval / IE); 21. Lebar kepala (Head Width / HW); 22. lebar badan (Body Width / BW); 23. panjang sungut rahang atas (Maxilary Barble

Length / MXBL); 24. panjang sungut moncong (Snout Barble Length /

(4)

Gambar 2 Skema Pengukuran Meristik Ikan melem biru. Ps. sisik sebelum sirip dorsal (Predorsal Scale); dr. jari-jari sirip punggung (Dorsal Rays); ll. Sisik pada garis lateral atau gurat sisi (Linea Lateralis); ts. Sisik melintang tubuh (Transverse Scale); cps. Sisik pada batang ekor (Caudal Peduncle Scale); pr. jari-jari sirip dada (Pectoral Rays); ar. jari-jari sirip dubur (Anal Rays).

Pengamatan Karakter Genetik

Karakter genetik yang digunakan dalam penelitian ini adalah gen Cyt-b dengan protokol isolasi mengikuti prosedur Hiigh Pure PCR Template Preparation Kit merk Roche disertai beberapa modifikasi. DNA yang didapatkan diukur kuantitas dan kemurniannya menggunakan UV spektrofotometer NANODROP 2000. Amplifikasi gen Cyt-b dilakukan menggunakan teknik PCR dengan primer yang digunakan yaitu LA-cyp (5’ ATG GCA AGC CTA CGA AAA AC-’) dan HA-cyp (5’-TCG GAT TAC AA GAC CGA TGC TT-’) (Tang et al., 2010). Prosedur amplifikasi gen Cyt-b dilakukan sebanyak 40 siklus meliputi denaturasi awal pada suhu 94ºC selama 1 menit, denaturasi pada suhu 94ºC selama 1 menit , annealing dengan suhu 48°C selama 60 detik, ekstensi dengan suhu 72ºC selama 2 menit 30 detik dan ekstensi akhir dengan suhu 72ºC selama 5 menit.

Analisis Data

Analisis sekuen barcode gen Cyt-b dilakukan dengan beberapa program komputer yaitu DNA Baser untuk membuat consensus sequence; BLAST untuk mengetahui kecocokan gen target dengan Query yang diperoleh dari Gene Bank; Clustal-X untuk membuat multiple alignment antara gen Cyt-b sampel dengan data base dari kerabat dekat Genus Osteochilus. Rekonstruksi topologi filogenetik dilakukan dengan menggunakan program komputer MEGA 6 dengan metode Maximum Parsimony, Minimum Evolution, dan Neighbor Joining dan Maximum

(5)

Likelihood. Distance Tree dari BLAST digunakan untuk memperkuat hasil rekonstruksi topologi pohon filogenetik.

Hasil Penelitian

A. Karakter Genetik Ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang

Sekuen gen Cyt-b sepanjang 1090 bp untuk ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan sepanjang 1086 bp ikan Melem Biru dari Kab. Malang. Hasil BLAST menunjukkan sekuen dari gen Cyt-b Ikan melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang benar merupakan gen Cyt-b. Sekuen gen Cyt-b dari Kab. Ponorogo memiliki query cover sebanyak 97% dan tingkat homologinya sebesar 85% dengan Osteochilus hasseltii. Hasil analisis sekuen konsensus Cyt-b dari Kab. Malang memiliki query cover sebanyak 94% dengan tingkat homologi sebesar 92% dengan. O. vittatus dan query cover 96% dengan tingkat homologi sebesar 93% dengan O. hasseltii.

Rekonstruksi topologi pohon filogenetik dilakukan menggunakan software MEGA6 dengan metode Maximum Likelihood, Neighbor Joining, dan Minimum evolution. Hasil rekonstruksi pohon filogenetik menunjukkan metode ML, NJ, dan ML memiliki topologi sama dengan nilai bootstrap yang sama. Ketiga metode tersebut juga menunjukkan bahwa sampel keluar dari genus Osteochilus (menjadi outgroup) serta memiliki nilai bootstrap 100 (Gambar 3; Gambar 4; dan Gambar 5).

Gambar 3 Hasil rekonstruksi pohon filogenetik menggunakan metode Maximum

(6)

Gambar 4 Hasil rekonstruksi pohon filogenetik menggunakan metode Neighbor Joining (NJ) dengan nilai bootstrap 1.000 kali

Gambar 5 Hasil rekonstruksi pohon filogenetik menggunakan metode metode Minimum

Evolution (ME) dengan nilai bootstrap 1.000 kali

Ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang terpisah dari Genus Osteochilus (menjadi outgroup) dengan nilai bootstrap 100. Ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang menjadi outgroup karena banyak perbedaan basa, pergantian basa, dan gap. Hasil alignment menunjukkan Ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang memiliki perbedaan dengan Genus Osteochilus sebanyak 879 basa, transisi sebanyak 95 basa, transversi sebanyak 131 basa, dan gap sebanyak 54 basa. Gap ini diduga terjadi karena adanya insersi dan delesi (Warnow, 2012; Zein dan Prawiradilaga, 2013).

Analisis jarak genetik (pairwise distance) menunjukkan Ikan Melem Biru dari Kab. Malang dan Kab. Ponorogo memiliki jarak genetik 0,166 sehingga termasuk interspesies. Jarak genetik O.vittatus dengan Ikan Melem biru Kab. Ponorogo 1,584 dan dengan Ikan Melem Biru dari Kab. Malang 1,532. Osteochilus vittatus dengan Ikan Melem Biru Kab. Ponorogo dan Kab. Malang termasuk interspesies serta tidak masuk dalam satu genus. Suatu spesies dianggap

(7)

sebagai intraspesies bila memiliki jarak genetik 0,03 dan masih dalam satu genus jika memiliki variasi sekuen antara 0,03-0,06 (Freitas et al., 2011).

Berdasarkan analisis Fast Minimum Evolution melalui BLAST menunjukkan ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo masih dalam satu cluster dengan Barbodes banksi, Puntius binotatus, Barbodes rhombeus, Barbodes aurotaeniatus, dan Cyprinidae sp. namun berbeda clade (Gambar 6) sedangkan ikan Melem Biru dari Kab. Malang masih dalam satu cluster dengan Osteochilus sp. namun berbeda clade (Gambar 7).

Berdasarkan analisis Neighbor Joining melalui BLAST menunjukkan ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo berbeda clade dengan Barbodes banksi, Puntius binotatus, Barbodes rhombeus namun masih dalam satu cluster (Gambar 8) sedangkan ikan Melem Biru Kab. Malang berbeda clade dengan Osteochilus sp. namun masih dalam satu cluster (Gambar 9).

Gambar 6 Fast Minimum Evolution ikan Melem Biru Kab. Ponorogo dari BLAST NCBI

(8)

Gambar 8 Neighbor Joining ikan Melem Biru Kab. Ponorogo dari BLAST NCBI

Gambar 9 Neighbor Joining ikan Melem Biru Kab. Malang dari BLAST NCBI

Fast Minimum Evolution dan Neighbor Joining menghasilkan topologi pohon filogenetik dengan data dalam jumlah banyak, cepat dan lebih akurat (Desper dan Gascuel, 2002). Hasil Fast Minimum Evolution dan Neighbor Joining menunjukkan ikan Melem biru dari Kab. Ponorogo tidak masuk ke dalam Genus Osteochilus namun masih dalam Famili Cyprinidae sedangkan ikan Melem biru dari Kab. Malang masih dalam Genus Osteochilus.

B. Perbandingan morfologi Ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang

Analisis morfometri dengan 25 karakter (Tabel 1) memberikan hasil bahwa rata-rata panjang total ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo adalah 149,7 mm sedangkan ikan Melem Biru dari Kab. Malang sebesar 164,79 mm. Dengan demikian selisih panjang total Ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dengan Kab. Malang adalah 15,09 mm.

(9)

Tabel 1 Hasil morfometri ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang

No.

Karakter (Dalam mm) Melem Biru dari Kab. Ponorogo (Taqwin, 2014) Melem Biru dari Kab. Malang 1. panjang total (TL); 149,7 ±22,05 164,79±22,35 2. panjang standar (SL) 120,8 ±18,33 128,14±19,58 3. panjang kepala (HL) 26,0±3,46 28,16±2,70 4. lebar kepala (HW) 16,6±2,52 18,37±2,85 5. tinggi kepala (HD) 22,6±2,94 24,72±4,09

6. diameter mata (ED) 6,0±0,90 6,19±0,78

7. panjang moncong (SNL) 9,0±1,89 6,36±0,99

8. jarak antar mata (IW) 15,0±2,72 15,54±2,40

9. panjang sebelum sirip anal (PAL) 91,1±15,09 99,17±14,54

10. tinggi badan (BD) 38,5±7,53 43,06±7,41

11. lebar badan (BW) 18,8±4,31 18,00±4,11

12. panjang sirip perut (PVL) 16,1±3,57 17,16±2,94

13. tinggi pangkal ekor (CPD) 16,3±4,25 18,79±2,85

14. panjang pangkal ekor (CPL) 21,4±3,40 24,38±3,75

15. panjang dasar sirip dorsal (DBL) 40,6±6,06 42,20±6,40

16. tinggi sirp dorsal (DFH) 48,0±14,06 22,01±3,82

17. panjang sirip dada (PCL) 22,7±4,70 24,31±2,58

18. panjng sebelum sirip perut (PPL) 59,3±10,1 61,18±9,89 19. panjang dasar sirip anal (ABL) 13,0±8,08 11,20±2,78 20. panjang sebelum sirip dorsal (PDL) 50,3±7,69 55,79±7,50

21. panjang sungut moncong (SNBL) 2,4±0,51 6,74±0,88

22. panjang sungut rahang atas (MXBL) 5,47±0,51 2,66±0,66 23. panjang sirip ekor bagian atas

(LUCL)

27,87±4,17 36,89±3,89 24. panjang sirip ekor bagian tengah

(LMCL)

13,4±186 12,49±1,75

25. panjang sirip ekor bagian bawah (LCLL)

24,7±3,20 33,99±3,87

Hasil meristik ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang perbedaan. Jumlah jari jari sirip dorsal Ikan Melem Biru Kab. Ponorogo DIII.13-16 dan Ikan Melem Biru Kab. Malang DII-III.15-DIII.13-16. Jumlah jari jari sirip anal Malang Ikan Melem Biru Kab. Ponorogo AIII 2-5 dan Ikan Melem Biru Kab. Malang AII 5-7.

(10)

2014)

1. Dorsal rays DIII 13-16 DII-III 15-16

DIII 10-15 DIII 12-18

2. Anal rays AIII 2-5 AII 5-7 AIII 3-5 AIII 5

3. Pectoral rays P 9-13 PI-III 7-13 PI 13-16 PI 13-15

4. Predorsal scale 10-14 10-12 10-12 10-11 5. Linea lateralis 34-38 35-38 33-34 33-36 6. Caudal peduncle scales 20-39 30-50 16 16 7. Transverse scale 6.6½ 6.6½ 5½-6.6½ 4½-6.5½-6½ Keterangan: *) Sumber: Weber & De Beaufort,1916

Berdasarkan karakter morfologi yang diamati dan dicocokkan dengan kunci identifikasi tingkat genus dari Cyprininae yang dibuat oleh Weber & De Beaufort (1916) sebagai berikut.

I. Posisi linea lateral mencapai bagian bawah ekor...Leptobarbus II. Posisi linea lateral mencapai tengah ekor...Rocteichthys 1. Sirip anal memiliki tulang keras dibagian belakang

a. 4 sungut, 3 seri gigi faring berbentuk seperti geraham...Cyprinus b. Tidak memiliki sungut, satu seri gigi faring yang pipih...Carrasius 2. Sirip anal tidak memiliki tulang keras dibagian belakang

a. Kelopak mata yang meluas

a) Mulut ikan terletak dibawah kepala (inferior)...Amblyrhynchichthys b) Mulut ikan terletak diujung depan kepala (terminal)...Albulichthys b. Kelopak mata tidak meluas

a) Ada duri kecil didepan sirip dorsal yang biasanya tidak terlihat karena tertutup sisik, jari jari sirip anal sebanyak 8 – 9 buah...Mystacoleucus b) Tidak ada duri kecil didepan sirip dorsal, jari jari sirip anal sebanyak 8 buah...Ctenopharyngodon

(11)

c) Tidak ada duri kecil didepan sirip dorsal, jari jari sirip anal sebanyak 5 buah dan jarang sebanyak 7 buah

1) Jari jari sirip dorsal sebanyak 21-30 buah...Dangila 2) Jari jari sirip dorsal sebanyak 8 – 18 buah

A. linea lateralis 56-75 sisik

α. Jari jari sirip dorsal sebanyak 14-18 buah, 4 atau 2

sungut...Barynotus β. Jari jari sirip dorsal sebanyak 8-10 buah, tidak ada

sungut...Thynnichthys B. linea lateralis kurang dari 56 sisik.

α. Jari jari sirip dorsal sebanyak 10-18 buah ...Osteochilus

Ikan Melem Biru dari Kab. Malang diduga sebagai anggota genus Osteochilus. Identifikasi hanya dilakukan pada tingkat genus karena terdapat karakter yang jelas berbeda dengan kunci identifikasi pada tingkat spesies. Perbedaan tersebut antara lain jumlah sisik Linea lateralis 34-38 sisik pada Ikan Melem Biru Kab. Ponorogo dan 35-38 sisik pada Ikan Melem Biru Kab. Malang berbeda dengan O. vittatus maupun O. hasseltii. Caudal peduncle scale antara ikan Melem Biru dari Kab.Ponorogo dan Kab. Malang juga sangat berbeda jauh dengan O. vittatus maupun O. hasseltii.

Secara morfologi Sampel Kab. Ponorogo dan Kab. Malang sama dengan namun secara genetik berbeda. Perbedaan genetik mungkin dipengaruhi oleh geografi dan kondisi lingkungan (Seehausen & Wagner, 2014). Ikan Melem Biru dari Kab. Malang hidup di aliran DAS Brantas (BBWS Brantas tahun 2011) sedangkan Ikan Melem Biru Kab. Ponorogo hidup di aliran DAS Begawan Solo (Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 266/KPTS/M/2010). Adanya inbreeding dan paparan bahan kimia yang ada di dalam sungai juga dapat menyebabkan perubahan genetik suatu spesies sehingga memiliki kenampakan yang sama namun secara genetik sudah berbeda (Brown et al., 2009).

(12)

Melem Biru dari Kab. Ponorogo diduga sebagai Osteochilus vittatus dan Kab. Malang diduga sebagai anggota Genus Osteochilus. Jadi terdapat inkonsistensi posisi taksonomi ikan Melem Biru.

Penelitian lanjutan sangat diperlukan untuk memastikan nama spesies dari Ikan Melem Biru. Selain itu perlu adanya analisis menggunakan gen lain seperti COI, 16S, dan D-loop untuk menguatkan filogenetik Ikan Melem Biru ini serta untuk memantapkan posisi taksonominya. Penelitian lanjutan juga memerlukan penambahan lokasi pengambilan sampel akan memperkuat hasil penelitian selanjutnya.

Daftar Rujukan

BBWS Brantas tahun 2011.Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (Online), (http://www.pu.go.id/uploads/services/2011-11-30-11-37-29.pdf) Di akses 14 Juli 2016

Brown, A.R., Hosken, D.J., Balloux, F., Bickey, L.k., LePage, G., Owen, S.F., Hetheridge, M.J., & Tyler, C.R. 2009. Genetic variation, inbreeding, and chemical exposure-combined effect in wildlife and critical considerations for ecotoxicology. Phil. Trans. R. Soc. B, 364 : 3377 - 3390

Desper, R. & Gascuel, O. 2002. Fast and Accurate Phylogeny Reconstruction Algorithms Based on the Minimum-Evolution Principle. 9 (5) :687 - 705 Djajadireja, R.R.S., Hatimah, & Arifin Z. 1997. Buku Pedoman Perikanan Darat.

bagian I (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Departemen Pertanian. Jakarta

Dewi, K. & Soeminto. 2005. Pertumbuhan Ikan Nilem (Osteochilus Hasselti C.V) Ginogenesis sampai Umur 30 Hari Serta Tingkat Perkembangan Gonad yang Telah Dicapai. Jurnal lktiologi Indonesia, 5 (2) : 55 - 59

Freitas, P.D., Machado, C.B., Ishizuka, T.K., & Galleti, J.P.M. 2011.Molecular identification of species from Genus Salminus (Characidae) through DNA

(13)

Barcoding. Poster disajikan di Fourt International Barcode of Life Conference

Hafrijal, S., Azrita, & Junaidi. 2014. Morphological characterization of Asang Fish (Osteochilus vittatus, Cyprinidae) in Singkarak Lkae,Antokan River, and Koto Panjang Reservoir West Sumatra Province, Indonesia. Journal of Fisheries and Aquaculture, 5 (1) : 158 - 162

Haryono. 2001. Variasi Morfologi dan Morfometri Ikan Dokun (Puntius Lateristriga) di Sumatera. Jurnal Biota, 6 (3) : 109 - 116

Haryono. 2006. Studi Morfometri Ikan Wader Goa (Puntius microps

Gunther,1868 ) yang Unik Dan Dilindungi Undang-Undang. Berk. Penel. Hayati 12: 51 - 55.

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 266/KPTS/M/2010. Dewan Sumber

Data Air Nasional.(Online),

(http://dsdan.go.id/index.php/component/phocadownload/category/123-lintas-propinsi?download=190:bengawan-solo) Di akses 14 Juli 2016 Kottelat, M. & Jörg, F. 2007. Handbook of European Freshwater Fishes. Swiss:

Publication Kottelat

Mulyasari, D.T., Soelistyowati, Kristanto, A.H. & Kusmini, I.I. 2010. Karakteristik Genetik Enam Populasi Ikan Nilem (Osteochilus hasseltii) di Jawa Barat. Jurnal Riset Akuakultur, 5 (2) : 175 - 182.

Roesma, D.I. & Santoso, P. 2011. Morphological divergences among three sympatric populations of Silver Sharkminnow (Cyprinidae: Osteochilus hasseltii C.V.) in West Sumatra. Biodiversitas, 12 (3) : 141 - 145 Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 2. Bogor: Bina Cipta. Seehausen, O. & Wagner, C.E. 2014. Speciation in Freshwater Fishes. Annu. Rev.

Ecol. Evol. Syst., 45: 621 - 651

Setijaningsih, L., Nafiqoh, N. & Nugroho, E. 2011. Pengaruh Pemberian Probiotik pada Pemeliharaan Benih Ikan Nila. Dalam Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur

Sharifuddin. 2010. Aspek reproduksi ikan Nilem, Osteochilus vittatus (Valenciennes, 1842) di Danau Sidenreng, Sulawesi Selatan. Jurnal Iktiologi Indonesia, 10 (2) : 111 - 122

Subagdja, Sevi, S., Dwi, A. & Safran, M. 2013. Aspek Biologis dan Penangkapan Ikan Nilem (Osteochilus vittatus, Valenciennes 1842) di Perairan Danau

(14)

279

Taqwin, N.A.A., Qoni’atul, M., Dwi, M.S., Elsa, M.S., Rahayu, D.A. & Listyorini D. 2014. Studi Morfometrik dan Meristik Ikan Melem Biru (Osteochilus sp.) di Aliran Sungai Ketro,Ponorogo, Jawa Timur. Proceeding Seminar Nasional Biodiversitas V.492 - 500

Warnow, T. 2012. Standart maximum likelihood analyses of alignment with gaps can be statiscally inconsistent. PLOS Currents Tree of Life, 1 : 1 - 8 Weber, M. & de Beaufort L.F. 1916. The Fishes of Indo Australian Archipelago

III (Ostariophysi II: Cyprinidae, Apodes. Synbranchi). E.J. Brill Leiden Ltd.

Zein, M.S.A. & Prawiradilaga, D.M. 2013. DNA Barcode Fauna di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Gambar

Gambar 1  Skema  Pengukuran  Morfometrik  Ikan  melem  biru.  1.  panjang  total  (Total  length /  TL);  2
Gambar 2  Skema Pengukuran Meristik Ikan melem biru. Ps.  sisik sebelum sirip dorsal  (Predorsal  Scale);  dr
Gambar 3    Hasil rekonstruksi pohon filogenetik menggunakan metode Maximum  Likelihood (ML) dengan nilai bootstrap 1.000 kali
Gambar  4   Hasil rekonstruksi pohon filogenetik menggunakan metode Neighbor Joining  (NJ) dengan nilai bootstrap 1.000 kali
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pengolahan Data Bantuan Beasiswa Siswa Miskin (BSM) di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Maluku Utara saat ini belum terkomputerisasi terkesan lambat, dalam

Selain itu, pengelola lembaga wakaf dapat menggunakan teknik- teknik pengembangan usaha yang telah dirumuskan oleh para ahli dalam bidang tersebut dalam

Berdasarkan penelitian, penulis menyarankan Keberadaan kendaraan pribadi sebagai angkutan umum di Kota Samarinda banyak didapati dikarenakan kurangnya keinginan para

Hasil pengkajian yang telah dilakukan dengan menggunakan instrumen pengkajian diri, review catatan pasien dan analisis aliran pasien dapat digunakan untuk mengukur kinerja

7/36/IU/PMDN/2017 oleh Kepala Badan Pelayanan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu tanggal 10 Maret 2017 di Banten.  Surat Keterangan Terdaftar

Orang tua kita adalah orang yang pertama mengajarkan kita dalam pembagian dunia secara simbolis. Orientasi gender pada orang tua kita telah tertanam sehingga membuat

Proses evolutionary programming diimplementasikan untuk menempatkan Node B untuk mencapai coverage yang luas dan dapat melayani demand trafik yang tinggi dalam pemetaan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan; Pengembangan modul mata kuliah Strategi Belajar Mengajar IPA dengan meman- faatkan artikel hasil penelitian sebagai rujukan