• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYUSUNAN PERDA DAN PERATURAN ZONASI TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA ( RDTRK ) WONGSOREJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYUSUNAN PERDA DAN PERATURAN ZONASI TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA ( RDTRK ) WONGSOREJO"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. LATAR BELAKANG

Penataan ruang merupakan salah satu instrumen yang bernilai strategis untuk mewadahi proses pembangunan, karena didalamnya terdapat upaya-upaya penanganan lingkungan, pembangunan ekonomi, pemerataan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Penataan ruang sebagai sebuah konsep pemikiran atau gagasan, mencakup penataan semua kegiatan beserta karakteristiknya yang berkaitan dengan ruang.

Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menetapkan bahwa lingkup kegiatan pelaksanaan penataan ruang meliputi tiga tahapan, yaitu tahap perencanaan tata ruang, tahap pemanfaatan ruang, dan tahap pengendalian pemanfataan ruang. Ketiga tahapan tersebut selayaknya berjalan secara kontinyu tanpa putus dengan keterkaitan yang utuh dalam suatu kegiatan penataan ruang. Dalam penyelenggaraan penataan ruang wilayah kabupaten, pemerintah kabupaten mempunyai wewenang dalam hal perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang pasal 147 dan 148 dijelaskan bahwa pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan untuk menjamin terwujudnya tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang. Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui pengaturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, dan pengenaan sanksi.

Penyusunan Peraturan Zonasi didasarkan pada RDTR kabupaten/kota dan RTR kawasan strategis kabupaten/kota serta berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang. Peraturan Zonasi berisi ketentuan yang harus/boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang, ketentuan amplop ruang (KDRH, KDB, KLB, GSB), ketentuan penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya ditentukan dalam rencana rinci tata ruang.

(2)

Berdasarkan Peraturan daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 8 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012-2032, struktur perkotaan Kecamatan Wongsorejo yaitu sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan Promosi (PKLp). Dilihat dari perkembangan wilayah, Kota Wongsorejo berada pada Wilayah Pengembangan Banyuwangi Utara dengan fungsi yaitu untuk kawasan pertanian, kawasan perkebunan, kawasan perikanan, kawasan peternakan, kawasan industri, kawasan pelabuhan, kawasan lindung, dan kawasan wisata. Pusat pengembangan Wilayah Pengembangan Banyuwangi Utara berada di Kota Banyuwangi dengan wilayah belakangnya meliputi Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Licin dan Glagah. Pada Tahun 2011, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah menyusun Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan (RDTRK) Wongsorejo yang merupakan revisi dan penyempurnaan dari Rencana Detail Tata Ruang Kota Wongsorejo Tahun 1991/1992 - 2013/2014. Untuk lebih mengoperasionalkan RDTRK Wongsorejo yang telah disusun tersebut, maka perlu untuk menyusun Peraturan Daerah dan Peraturan Zonasi atau Zoning Regulation tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Wongsorejo. Peraturan Daerah dan Peraturan Zonasi ini diharapkan menjadi aturan dalam pemanfaatan ruang sehingga menjamin pembangunan yang akan dilaksanakan dapat mencapai standar kualitas lokal minimum.

Penyusunan Peraturan Daerah dan Peraturan Zonasi atau Zoning Regulation tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Wongsorejo merupakan usulan rencana tata ruang yang nantinya akan memiliki kekuatan hukum sebagai pedoman dalam pelaksanaan kebijakan, rencana atau program di lingkup permerintahan Kabupaten Banyuwangi. Substansi kebijakan, rencana, program yang terdapat di dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Wongsorejo harus memperhatikan prinsip keberlanjutan guna meningkatkan kualitas dari produk tata ruang tersebut. Guna mencapai harapan dari kualitas rencana tata ruang yang berwawasan lingkungan, maka diperlukan adanya kajian terhadap muatan substansi yang dikaitkan dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan.

Untuk meyakinkan bahwa kegiatan pembangunan tidak merusak lingkungan sekaligus menjamin keberlanjutan pembangunan itu sendiri, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu yang paling mendasar yang terkandung dalam undang-undang tersebut adalah bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Pada prinsipnya KLHS adalah suatu self assessment untuk melihat sejauh mana Kebijakan, Rencana atau Program (KRP) yang diusulkan oleh pemerintah daerah telah mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan KLHS ini pula diharapkan Peraturan Daerah dan Peraturan Zonasi Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Wongsorejo yang dihasilkan dan ditetapkan oleh pemerintah daerah menjadi lebih baik.

Sebagai acuan bagi semua pihak terkait penyusunan rencana rinci tata ruang kabupaten dan sejalan dengan Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang kabupaten disusun dengan mengacu pada Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota, yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2011, sedangkan

(3)

Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Kabupaten/Kota disusun terpisah dari pedoman ini.

Suatu wilayah/kawasan selalu mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan dinamika masyarakat dan berbagai kegiatan yang ada, baik itu direncanakan ataupun tidak direncanakan. Perkembangan wilayah/kawasan ini tidak akan sama antara satu wilayah/kawasan dengan wilayah/kawasan lainnya. Wilayah/kawasan yang mempunyai potensi besar cenderung berkembang dengan cepat, sementara wilayah/kawasan yang potensinya kurang perkembangannya relatif lambat. Perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah/kawasan ditandai tingginya intensitas kegiatan, penggunaan tanah yang semakin intensif, tingginya mobilisasi penduduk, sehingga menyebabkan kebutuhan tanah untuk pengembangan fisik semakin meningkat. Pada sisi lain ketersediaan lahan ternyata semakin terbatas.

Pola ini menjadikan kondisi tersebut menyebabkan rawannya konflik antar kegiatan yang ada di bagian wilayah, sehingga dibutuhkan pengaturan tata ruang. Pada kawasan bagian wilayah yang bukan termasuk kategori kota besar, fenomena perkembangan dan pertumbuhan yang pesat juga dialami. Hanya saja tingkat perkembangannya masih relatif tidak melampaui daya dukung lahan yang ada. Meskipun demikian dengan semakin pesatnya perkembangan dan pertumbuhan berbagai wilayah memerlukan adanya penataan ruang rinci yaitu dalam bentuk RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) sebagai upaya untuk mengendalikan pemanfaatan ruang agar tidak menimbulkan konflik antar kegiatan yang terdapat di wilayah yang ada, baik pada kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan.

Selain itu penataan ruang juga dilakukan secara terpadu (komprehensif), yaitu terkait dengan sektor-sektor lain yang diperkirakan berpengaruh terhadap kawasan perencanaan, serta tidak terlepas sebagai bagian dari suatu wilayah yang lebih luas sehingga dalam pelaksanaan pembangunan yang akan dilakukan tidak terjadi pertentangan antara masing-masing sektor yang justru menimbulkan ketidakserasian dan akan mengakibatkan munculnya permasalahan wilayah dalam pemanfaatan kawasan lindung dan kawasan budidaya seperti : pada kawasan perkotaan masalah PKL, kemacetan, genangan, kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan sebagainya. Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terdiri atas tiga tingkatan yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Ketiga rencana ini disusun berdasarkan hierarki perencanaan dari tingkat nasional sampai kabupaten / kota.

Berdasarkan tingginya pemanfaatan ruang Perkotaan Wongsorejo menyebabkan rawannya konflik antar kegiatan yang ada di bagian wilayah, sehingga memerlukan adanya penataan ruang rinci yaitu dalam bentuk RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) sebagai upaya untuk mengendalikan pemanfaatan ruang agar tidak menimbulkan konflik antar kegiatan yang terdapat di wilayah yang ada.

Dengan adanya Rencana Detail Tata Ruang yang dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan, diharapkan akan tercapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan pemanfaatan ruang dari seluruh kegiatan yang terdapat di kawasan perencanaan, dengan tetap memperhatikan faktor daya dukung lingkungan, fungsi lingkungan, lokasi dan struktur kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan yang terbentuk.

(4)

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Wongsorejo juga dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan pada berbagai kawasan perkotaan dan perdesaan yang mengalami perubahan secara menerus dalam jangka waktu tertentu akibat adanya intensitas kegiatan yang dilakukan oleh penduduk perkotaan. Perkembangan tersebut dapat bergerak menuju ke arah yang lebih baik, tetapi dapat pula mengakibatkan terjadinya penurunan efisiensi dan keefektifan struktur dan bentuk kota dalam mendukung kegiatan kehidupan masyarakat, penurunan keserasian struktur dan bentuk arsitektural, penurunan kualitas lingkungan hidup, penurunan kesejahteraan masyarakat dan sebagainya.

Penyusunan RDTR tersebut sangat diperlukan untuk menentukan pemanfaatan ruang bagi kawasan-kawasan yang menurut pemerintah kabupaten sangat strategis, serta mengamankan kawasan-kawasan yang memerlukan perlindungan dari adanya pembangunan yang tidak terkendali. Penyusunan RDTR dan peraturan zonasi merupakan turunan dari RTRW Kabupaten Banyuwangi dan peraturan zonasi tersebut harus mengacu pada RTRW Kabupaten Banyuwangi.

1.2. DASAR HUKUM

Dasar hukum dari kegiatan Penyusunan Perda Dan Peraturan Zonasi Tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Wongsorejo, dilakukan berlandaskan pada:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

2. Undang-Undang No 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air;

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Nasional;

4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004, Tentang Jalan;

5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;

6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana;

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah;

8. Undang-Undang Nomer 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara;

9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan;

10. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan;

11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup;

12. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2010 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian

Tanaman Pangan Berkelanjutan;

13. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Pemukiman;

14. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 Tentang Perencanaan Hutan;

15. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan; 16. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai;

17. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah;

18. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah;

19. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan;

20. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Kewenangan Pemerintah,

Pemerintah Propinsi, Dan Pemerintah Kabupaten/Kota;

21. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

(5)

23. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;

24. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan;

25. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk Dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang;

26. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1989 Tentang Pengelolaan Kawasan Budidaya;

27. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

28. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern;

29. Keputusan Menteri Pertanian No.837/KPTS/UM/1980 Dan No. 683/KPTS/UM/II/1998

Tentang Klasifikasi Kemampuan Lahan;

30. Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor 27 Tahun 2002 Tentang Penataan Pedoman Bidang Penataan Ruang;

31. Peraturan Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan

Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah;

32. Peraturan Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Pedoman Koordinasi Penataan

Ruang Daerah;

33. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 Tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai;

34. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan;

35. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pedoman Perencanaan

Kawasan Perkotaan;

36. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Umum

Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan;

37. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2007 Tentang Kriteria Teknis Perencanaan Tata Ruang Kawasan Budidaya;

38. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2007 Tentang Pedoman

Penataan Ruang Kawasan Bencana Longsor;

39. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Teknis

Analisis Aspek Fisik Dan Lingkungan, Ekonomi Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang;

40. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman

Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan;

41. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011 Tentang Pedoman

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota;

42. Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 31/PERMEN/M/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kawasan Siap Bangun Dan Lingkungan Siap Bangun Yang Berdiri Sendiri; 43. Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 32/PERMEN/M/2006 Tentang Petunjuk

Teknis Kawasan Siap Bangun Dan Lingkungan Siap Bangun Yang Berdiri Sendiri;

44. Peraturan Menteri Perdagangan Nomer 53/M-DAG/PER/12/2008 Tentang Pedoman

Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern; 45. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41/Permentan/OT.140/9/2009 Tentang Kriteria

(6)

46. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.34/Menhut-II/2010/ Tentang Tata Cara Perubahan Fungsi Kawasan Hutan;

47. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomer 3 Tahun 2008 Tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional Dan Penataan Pasar Modern;

48. Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012-2032.

1.3 Rencana Struktur Wilayah Kabupaten Banyuwangi

1.3.1. Sistem Perkotaan

Hingga tahun 2014 batas wilayah kota di Kab. Banyuwangi masih mengacu pada Perda No 12 Tahun 1988 tentang Batas Wilayah Kota dimana terdiri dari 18 kecamatan. Tetapi sejak tahun 2005, wilayah kecamatan yang ada di Kab. Banyuwangi bertambah dari 18 kecamatan menjadi 24 kecamatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap perda batas wilayah di Kab. banyuwangi karena adanya perkembangan jumlah kecamatan tersebut.

Mengacu pada sistem perkotaan di Jawa Timur, maka kota-kota di Kab. Banyuwangi termasuk dalam kategori PKW dan PKL antar lain Kota Banyuwangi, Kota Genteng dan Muncar dengan jumlah penduduk berkisar antara 50.000 jiwa – 150.000 jiwa. Sedangkan bila memperhatikan jumlah penduduk yang akan berkembang serta melihat hierarki tersebut di atas, maka kota-kota di Kab. Banyuwangi diklasifikasikan sebagai berikut :

 Kota Menengah : Kota Banyuwangi

 Kota Kecil A : Kota Muncar ,Rogojampi ,dan Genteng

 Kota Kecil B : Kota Bangorejo, Tegaldlimo, Cluring, Gambiran, Glenmore, dan Singojuruh

 Kota Desa Besar : Kota Pesanggaran, Purwoharjo, Kalibaru, Srono, Kabat, Songgon, Glagah, Giri, Kalipuro, Wongsorejo, Tegalsari dan Siliragung

 Kota Desa Kecil A : Kota Sempu  Kota Desa Kecil B : Kota Licin

Kelengkapan sarana dan prasarana suatu kota secara tidak langsung akan mencerminkan tingkat kekotaan suatu wilayah. Berdasarkan kondisi tersebut, sistem pusat kegiatan perkotaan kota-kota di Kab. Banyuwangi sebagai berikut ;

 Kota Banyuwangi sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

 Kota Genteng, Muncar dan Rogojampi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan (PKL)  Kota Wongsorejo , Kalipuro, dan Bangorejo sebagai Pusat Kegiatan Promosi (PKLp )  Kota Kalibaru, Singojuruh, Srono , Pesanggaran, Purwoharjo, Tegaldlimo, Cluring, Glenmore, Kabat, Sempu, Songgon, Glagah, Wongsorejo, Giri, Tegalsari, Licin, dan Siliragung sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK ).

Sedangkan untuk wilayah belakangnya meliputi Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Licin dan Glagah, dan berfungsi sebagai :

 Kawasan pertanian,  Kawasan perkebunan,  Kawasan perikanan,  Kawasan peternakan  Kawasan industri,  Kawasan pelabuhan,  Kawasan lindung

(7)

 Kawasan wisata

1.3.2. Sistem Jaringan Prasarana Perkotaan

1. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Transportasi

Rencana sistem jaringan prasarana transportasi di Kabupaten Banyuwangi meliputi sistem transportasi darat dengan sub sistem jalan raya dan jalan rel kereta api. Sistem jalan raya meliputi jaringan prasarana jalan, fasilitas pendukung transportasi jalan raya. Sistem rel/kereta api terdiri dari jalur rel kereta api, stasiun, kereta api dan fasilitas pendukung lainnya. Sedangkan sistem transportasi perairan dan udara tidak tersedia di Kabupaten Banyuwangi.

A. Rencana Jaringan Jalan

Jaringan jalan di Kab. Banyuwangi sesuai dengan fungsinya yang terdapat di Kecamatan Wongsorejo, sebagai berikut :

a. Jalan Arteri Primer, diantaranya adalah :

Bajulmati (batas Kab. Situbondo-Ketapang)

 Jalan Basuki Rahmat

 Jalan Yos Sudarso

 Jalan Gatot Subroto

b. Jalan Lokal Primer, adalah jalan-jalan yang menghubungkan pusat kegiatan dengan jalan kolektor

Rencana pengembangan jaringan jalan di Kab. Banyuwangi, antara lain :

Rencana Jalan Tol

Pengusahaan jalan tol dilaksanakan dengan maksud untuk mempercepat perwujudan jaringan jalan bebas hambatan sebagai bagian jaringan jalan nasional. Rencana pengembangan jalan tol berdasarkan RTRW Propinsi Jawa Timur menjadi alternatif pilihan lain karena upaya peningkatan jalan arteri sudah melampaui batas maksimal. Rencana pengembangan jalan tol meliputi Surabaya-Pasuruan-Probolinggo-Situbondo-Banyuwangi.

B. Angkutan umum

Tersedianya sarana angkutan umum yang mewadahi dan menjangkau seluruh wilayah Kab. merupakan bagian dari sistem transportasi. Data jaringan angkutan umum yang tersedia memperlihatkan bahwa belum seluruh wilayah Kab. Banyuwangi terjangkau pelayanan angkutan umum yang tersedia.

Kawasan Industri yang akan direncanakan di Wongsorejo juga menjadi prioritas pengembangan jalur angkutan umum terutama untuk mengangkut tenaga kerja yang berada di luar kawasan industri.

2. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telematika

Rencana pengembangan prasarana telematika diarahkan pada peningkatan jangkauan pelayanan dan kemudahan mendapatkannya. Dengan melihat potensi yang ada, lokasi mupun karakter kegiatan yang ada di wilayah perencanaan, sangat mendukung bagi pengembangan jaringan telepon. Sehingga tingkat kebutuhan telepon di Kab. Banyuwangi diperkirakan cukup besar dengan pertimbangan wilayah perencanaan merupakan daerah dengan perkembangan cukup tinggi.

Selain menggunakan telepon kabel, sistem telekomunikasi saat ini juga bertumpu pada penggunaan telepon seluler. Dalam hal ini, penyediaan tower Base Transceiver Station (BTS) sangat penting menjangkau ke pelosok perdesaan sebagai prasarana pendukung.

(8)

3. Rencana Pengembangan Sistem Sumber Daya Air

Kondisi saat ini adalah pemenuhan kebutuhan air baku untuk masyarakat Kab. Banyuwangi belum terpenuhi. Masyarakat memenuhi kebutuhan akan air bersih melalui sumur gali dan mata air. Pada tahun 2015 diperkirakan Waduk Bajul Mati akan dapat beroperasi sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah krisis air di wilayah Banyuwangi utara, seperti Kecamatan Wongsorejo. Untuk mensukseskan program Pemerintah Kab. Banyuwangi sebagai Lumbung Padi Nasional, terdapat beberapa potensi yang dapat mendukung bagi pengembangan program tersebut, diantaranya adalah;

1. Proyek pembangunan waduk Bajul Mati seluas 115 ha diharapkan mampu

menampung air 10 juta m3. Waduk direncanakan akan mengairi sawah seluas 1.800 ha.

2. Selain untuk keperluan irigasi, waduk Bajul Mati juga menjadi sumber air baku untuk air minum dan industri dengan kapasitas 180 liter/detik.

3. Terdapat beberapa sungai yang membentang dari puncak gunung dan perbukitan yang ada hingga ke laut yang memungkinkan untuk direkayasa dan dikendalikan serta dikembangkan sebagai embung atau waduk.

4. Memiliki potensi aquifer yang cukup baik.

Sebagai upaya mengatasi permasalahan kekurangan pasokan air untuk irigasi, maka direncanakan untuk membangun 4 buah penampungan air. Penampungan air tersebut adalah Embung Lider, Waduk Bajulmati, Embung Kedawang, dan Waduk Singolatri. Dengan adanya keempat penampung air ini diharapkan pasokan air untuk kepentingan irigasi pada musim kemarau di Kab. Banyuwangi dapat terpenuhi.

4. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Energi

Adapun pengembangan pelayanan energy listrik yang direncanakan di Kab. Banyuwangi antara lain:

1. Peningkatan daya energi listrik pada daerah-daerah pusat pertumbuhan dan daerah pengembangan berupa pembangunan dan penambahan gardu-gardu listrik.

2. Penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik pada daerah-daerah yang

masyarakatnya belum terlayani.

3. Untuk meningkat dan mengoptimalkan pelayanan listrik sehingga terjadi pemerataan pelayanan diseluruh wilayah Kab. Banyuwangi, maka dapat diasumsikan bahwa setiap kepala keluarga (KK) akan memperoleh layanan jaringan listrik, sehingga tidak ada masyarakat yang belum terlayani.

4. Mendorong pembangunan pembangkit listrik mikro hidro seperti yang telah

dilakukan di perkebunan yang dikelola oleh PTPN XII dan Waduk Bajul Mati.

5. Pengembangan energi

 Dalam peningkatan pelayanan jaringan listrik perlu diperhatikan adanya ketentuan pembangunan jaringan listrik, dimana dalam pengembangan jaringan listrik. khususnya untuk pengembangan jaringan SUTT dan SUTET diperlukan areal konservasi pada sekitar jaringan yaitu sekitar 20 meter pada setiap sisi tiang listrik untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat.

Untuk jaringan SUTUT (Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi) arahan

pengembangannya mengikuti jaringan jalan Arteri Primer Jawa-Bali yang melewati Wongsorejo dan melintasi selat Bali melalui Ketapang. Selain menyesuaikan dengan kondisi yang sudah ada, faktor akan dikembangkannya Kecamatan Wongsorejo sebagai wilayah industri juga menjadi pertimbangan adanya arahan pengembangan SUTUT.

(9)

5. Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Lingkungan

A. Rencana Kebutuhan Sanitasi dan Limbah

Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh air kotor/limbah, perlu dikembangkan penanganan sistem pembuangan air limbah terpusat.

Rencana pengelolaan prasarana air limbah terdiri dari:

 Mengembangkan sistem setempat yang diarahkan pada sistem publik bagi wilayah yang tidak terlayani saluran air limbah terpusat;

 Pengadaan dan mengoptimalkan pelayanan sistem terpusat pada kawasan-kawasan yang sudah dilayani sistem tersebut;

 Pengelolaan penanganan air limbah dari kegiatan industri, rumah sakit, hotel, restoran dan rumah tangga

B. Rencana Sistem Drainase

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pengembangan sistem drainase di kawasan Kab. Banyuwangi adalah:

1. Perlu adanya koordinasi dengan wilayah sekitar kawasan rencana untuk pembuatan sistem drainase yang terpadu untuk menghindari timbulnya genangan air atau banjir di daerah hilir.

2. Menetapkan garis sempadan yang jelas untuk setiap sungai dan waduk/dam:  Sungai besar sekitar 50 – 100 meter di kiri dan kanan berupa jalur hijau.  Sungai kecil sekitar 5 – 15 meter di kiri dan kanan berupa jalur hijau.

 Sungai yang terdapat di kawasan sendiri dengan sempadan 5 – 10 meter berupa jalur hijau atau jalan inspeksi.

3. Pembuatan jaringan drainase baru di setiap jaringan jalan, di samping tetap mempertahankan sungai-sungai yang ada sebagai saluran primer dan sekunder. 4. Penigkatan dan penambahan fasilitas Sistem drainase yang ada terdiri dari :

a. Saluran-saluran pematusan primer untuk mengalirkan banjir terutama di wilayah genangan air (Kecamatan Banyuwangi dan Kecamatan Giri) dan juga yang berasal dari Luar Kab. Banyuwangi diarahkan ke laut.

b. Pengumpulan limpasan dari area perkotaan melalui saluran-saluran tersier, sekunder, dan primer dibantu oleh pompa-pompa drainase pada daerah yang tidak memungkinkan adanya aliran secara gravitasi.

c. Tanggul laut dengan pintu-pintu laut untuk mencegah arus balik di saluran pematusan primer selama pasang tinggi (di daerah pantai timur)

d. Serangkaian saluran-saluran irigasi primer dan sekunder dari bangunan pengatur Gunungsari dan Gubeng. Saat ini saluran-saluran ini memiliki fungsi ganda di musim hujan dengan menerima aliran dari saluran pematusan.

e. Pengembangan Sistem drainase internal untuk melindungi kawasan perkotaan yang rendah dari banjir lokal, yaitu dengan membangun rumah-rumah pompa pematusan.

C. Rencana Persampahan

Berdasarkan kondisi eksisting, TPS yang terdapat di Kab. Banyuwangi berjumlah 23 TPS (Tempat Pembuangan Sementara). Depo sampah sebanyak 11 unit dan TPA sebanyak 4 lokasi. Lokasi TPS, Depo dan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) tersebar di seluruh Kab. Banyuwangi.

(10)

pasar, mengingat penghasil sampah terbesar berasal dari rumah tangga dan kawasan perdagangan seperti di pasar. Sedangkan untuk depo di Kab. Banyuwangi, total terdapat 11 depo yang tersebar di beberapa kecamatan. Rata-rata depo memiliki luas (10x10)m2.

Keberadaa depo sampah dimungkinkan untuk ditambah jika terjadi perkembangan volume sampah sebagai akibat penambahan aktifitas pembangunan di Kab. Banyuwangi, agar tidak terjadi penumpukkan sampah yang dapat mengganggu kualitas lingkungan. Bak amrol merupakan kendaraan untuk mengangkut sampai yang berbentuk kontainer. Hingga tahun 2013 di Kab.

1.4 Rencana Pola Ruang

1.4.1. Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung

Penetapan kawasan lindung di Kab. Banyuwangi pada dasarnya merupakan penetapan fungsi kawasan agar wilayah yang seharusnya dilindungi dan memiliki fungsi perlindungan dapat dipertahankan, untuk mempertahankan ekosistem sebagai kawasan perlindungan sekitarnya.

Rencana perlindungan kawasan lindung di Kecamatan Wongsorejo berdasarkan RTRW Kab. Banyuwangi adalah :

1. Kawasan suaka alam laut sekitar pantai Pulau Tabuan Di Desa Bangsring Kecamatan Wongsorejo.

2. Rencana pengembangan kawasan hutan bakau.

3. Kawasan hutan lindung.

4. Kawasan sempadan pantai, sungai, mata air dan sekitar waduk.

5. Kawasan rawan bencana letusan gunung api di Desa Singowangi dan Desa Wongsorejo. 6. Kawasan rawan bencana banjir rob di Desa Alasrejo, Bajulmati, Bimorejo, Sidodadi,

Sidowangi, Sumberanyar, Sumberkencono

7. Kawasan rawan bencana kekeringan di Desa Wongsorejo, Watukebo, Sumberkencono, Sidodadi, Bimorejo, Bajulmati, Alasrejo, Alasbuluh

1.4.2 Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya

Untuk lebih jelasnya rencana pola ruang kawasan budidaya di Kabupaten Banyuwangi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

1. Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Kawasan hutan produksi terbatas di Kab. Banyuwangi direncanakan seluas 20.731,71 ha, yang terletak di Kecamatan Wongsorejo di sekitar Kawah Ijen, Kecamatan Kalipuro di sekitar Watudodol, di Kecamatan Pesanggaran tepatnya di Gunung Agatamu, Kecamatan Glenmore dan Kecamatan Kalibaru. Pada kawasan hutan produksi terbatas diperbolehkan adanya kegiatan dan bangunan secara terbatas dan tidak boleh dikembangkan lebih lanjut dengan tetap memperhatikan fungsi perlindungan bawahannya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Kawasan hutan produksi tetap yang direncanakan di Kab. Banyuwangi seluas 70740,4 ha, dan terletak di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Licin, Glagah, Songgon, Sempu, Glenmore, Kalibaru, Tegaldlimo, Purwoharjo, Siliragung, Pesanggaran dan Bangorejo. Terjadi penambahan luasan kawasan hutan produksi tetap berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI No. SK.826/Menhut-II/2013 yang menjelaskan perubahan fungsi pokok hutan lindung yang berada di Kecamatan Pesanggaran menjadi kawasan hutan produksi tetap.

(11)

Kawasan hutan rakyat yang direncanakan di Kab. Banyuwangi seluas 23.930 ha, dan terletak di seluruh kecamatan kecuali Kecamatan Banyuwangi. Pengembangan dan diversifikasi penanaman jenis hutan sehingga memungkinkan untuk diambil hasil non kayu, seperti buah dan getah.

3. Kawasan Peruntukan Pertanian

Kawasan pertanian di Kab. Banyuwangi, meliputi pertanian lahan basah (persawahan), dan pertanian lahan kering (ladang, kebun campur). Untuk Kab. Banyuwangi, dengan adanya rencana pengembangan Waduk Bajulmati, Waduk Singolatri, Embung Kedawang dan Embung Lider, diharapkan adanya pencetakan sawah baru dari lahan tegalan/sawah tadah hujan menjadi sawah.

Luas lahan pencetakan sawah baru tersebut direncanakan di Kecamatan Wongsorejo seluas 390 ha dengan memanfaatkan air dari Waduk Bajulmati. Sedangkan pencetakan sawah baru juga direncanakan seluas 1.050 ha, meliputi Kecamatan Muncar seluas 200 ha, Kecamatan Pesanggaran seluas 450 ha dan Kecamatan Tegaldlimo seluas 400 ha dengan memanfaatkan air dari Waduk Singolatri, Embung Kedawang dan Embung Lider. Berdasarkan kondisi tersebut, maka luas keseluruhan pencetakan sawah baru di Kab. Banyuwangi adalah 1.440 ha.

Selain itu, dengan masih bisa dikembangkannya potensi air bawah tanah untuk kegiatan irigasi, pencetakan sawah baru di Kab. Banyuwangi, masih dapat dilakukan. Apabila hal ini dapat terwujud maka di Kab. Banyuwangi diperkirakan tidak akan ada tegalan lagi tetapi berubah total menjadi sawah. Berdasarkan kondisi tersebut, maka luas lahan pertanian lahan basah yang direncanakan di Kab. Banyuwangi seluas 84.757,39 ha.

4. Kawasan Perkebunan

Berdasarkan kondisi yang ada serta hasil analisis yang dilakukan, Kab. Banyuwangi merupakan daerah potensial untuk pengembangan perkebunan tanaman tahunan, yang direncanakan membentang dari arah utara–barat (Ijen–Raung) yang sekaligus berfungsi sebagai kawasan penyangga. Sedangkan wilayah selatan–barat pada umumnya tersebar di Kecamatan Pesanggaran, Siliragung, Kalibaru, Glenmore. Kawasan perkebunan di Kab. Banyuwangi pada umumnya dikelola oleh swasta maupun pemerintah dan hanya sebagian kecil saja perkebunan yang merupakan milik rakyat (masyarakat). Sedang kawasan perkebunan untuk tanaman semusim dan hortikultura pada umumnya merupakan milik rakyat (masyarakat). Luas perkebunan yang direncanakan di Kab. Banyuwangi seluas 81.150,60 ha.

5. Kawasan Perikanan

Kawasan pengembangan perikanan di Kab. Banyuwangi dialokasikan disepanjang kawasan pesisir yang membentang dari arah utara sampai selatan (Selat Bali dan Samudera Indonesia). Kawasan perikanan dimaksud adalah :

1. Tambak : Lokasi pengembangan areal tambak di Kab. Banyuwangi dialokasikan di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Banyuwangi, Kabat, Rogojampi, Muncar dan Tegaldlimo dengan luas 1.782,50 ha.

(12)

2. Pengembangan perikanan rakyat dialokasikan menyatu dengan lingkungan permukiman nelayan yang berada disepanjang kawasan pesisir Selat Bali maupun Samudera Indonesia.

6. Kawasan Peruntukan Pertambangan

Kab. Banyuwangi merupakan wilayah yang masuk dalam Zona Tengah di Propinsi Jawa Timur. Pada zona ini didominasi oleh kelompok mineral agregat dan kelompok alumino silikat dan mineral lempung. Adapun hasil pertambangan di Kab. Banyuwangi, diantaranya adalah belerang, batu kapur, tanah liat, batu gunung, pasir dan tanah urug.

7. Kawasan Peruntukan Industri

Pengembangan kawasan industri di Kab. Banyuwangi didasarkan pada potensi sumberdaya alam yang ada. Kondisi eksisting saat ini, struktur ekonomi Kab. Banyuwangi banyak bertumpu pada sektor primer yakni sektor pertanian tanaman pangan, peternakan, perkebunan dan perikanan. Sementara sektor sekunder seperti industri pengolahan yang banyak digunakan sebagai motor penggerak ekonomi wilayah belum mampu mengimbangi sektor primernya. Sehingga untuk meningkatkan perekonomian wilayah Banyuwangi perlu dikembangkan kawasan industri yakni antara lain :

1. Kawasan industri yang direncanakan di Kab. Banyuwangi tepatnya di Desa Bangsring Kecamatan Wongsorejo berbentuk industrial estate, untuk mengolah hasil sumberdaya alam yang ada di Kab. Banyuwangi, dengan luas sekitar 1.000 ha. Pemilihan Wongsorejo sebagai kawasan industri tak lepas dari kondisi geografis yang mendukung. Kawasan tersebut juga dekat dengan pelabuhan.

2. Sentra industri kecil dikembangkan di setiap kecamatan disesuaikan dengan potensi yang dimiliki. Pola pengembangannya mengikuti kecenderungan yang ada yakni menyatu dengan permukiman tenaga kerja dari penduduk lokal dan dikerjakan di tiap rumah. Sentra industri kecil diarahkan pengembangannya dengan pengendalian terhadap pengembangan pemanfaatan lahannya serta dikelola limbahnya pada tempat yang sudah berkembang.

8. Kawasan Peruntukan Pariwisata

Kab. Banyuwangi dikenal memiliki keindahan alam yang sangat menawan, jargon The Sunrise of Java, telah mampu memperkenalkan tempat wisatanya ke mata dunia melalui berbagai event Internasional seperti Banyuwangi Tour de Ijen, International Surfing Competition dan banyak event lain yang menarik yang dikemas dalam Banyuwangi Festival. Pengembangan pariwisata di Kecamatan Wongsorejo termasuk dalam WPP I (zona pariwisata I) yaitu Pantai Kampe dan Pulau Tabuhan

9. Kawasan Peruntukan Permukiman

Secara umum kawasan permukiman di Kab. Banyuwangi, berdasarkan penyediaan wilayah permukimannya dapat dibedakan menjadi :

1. Kawasan permukiman yang dibangun oleh pengembang (developer).

2. Kawasan permukiman yang dibangun secara mandiri oleh masyarakat atau dibangun secara swadaya. Kawasan permukiman swadaya umumnya berupa kampong dengan, kecenderungan memiliki kapling lebih luas serta kawasan permukiman pedesaan dan permukiman yang dibangun oleh pengembang.

(13)

3. Kawasan permukiman yang diperkirakan akan tumbuh sebagai akibat adanya perkembangan wilayah, sentra ekonomi, industri dan infrastruktur, diantaranya :

a. Kawasan permukiman yang timbul karena pertumbuhan dan perkembangan kota, seperti Kecamatan Kota Banyuwangi, Kalipuro, Genteng, Kabat, Rogojampi.

b. Kawasan permukiman yang timbul karena pengembangan Jalan Toll yang

melintasi Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Banyuwangi.

c. Kawasan permukiman yang timbul karena pembangunan kawasan industri di

Bangsring Wongsorejo.

d. Kawasan permukiman yang timbul karena pembangunan bandar udara Blimbingsari

dan Fishery Park Bomo di Kecamatan Rogojampi.

e. Kawasan permukiman yang timbul karena pembangunan jalur lintas selatan yang melewati Kecamatan Rogojampi, Srono, Muncar, Tegaldlimo, Purwoharjo, Bangorejo, Siliragung, Pesanggaran, Glenmore dan Kalibaru.

f. Kawasan permukiman yang timbul karena pengembangan lahan peruntukan industri

di Kecamatan Muncar.

10.Rencana Peruntukan Kawasan Pesisir Dan Pulau – Pulau Kecil

Kab. Banyuwangi mempunyai panjang pantai 282 km yang berada di 11 kecamatan 3 (tiga) kecamatan menghadap Samudera Indonesia, 7 (tujuh) kecamatan menghadap Selat Bali dan 1 (satu) kecamatan menghadap Laut Jawa. Di Kab. Banyuwangi setidaknya terdapat 15 pulau kecil yang saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Pulau-pulau kecil yang ada di Kab. Banyuwangi antara lain :

1. Pulau (P) Tabuan (Kecamatan Wongsorejo). Dalam pengembangannya perlu dilakukan reboisasi terhadap hutan untuk mengembalikan fungsi hutan dan menjaga ekosistem laut sekitar. Pulau Tabuan dan wilayah pantainya direncanakan sebagai suaka alam laut yang menjadi salah satu alternatif obyek wisata.

2. P. Musing, P. Kalong, P. Bedil, P. Merak, P. Lutung, P. Karang Bolong, P. Mustaka di Kecamatan Pesanggaran, difungsikan sebagai hutan untuk memperlambat terjadinya arus gelombang yang cukup besar di Pantai Selatan, jika terjadi gelombang tsunami maupun sebagai kawasan yang berfungsi menjaga ekosistem pantai yang ada.

3. P. Merah di Kecamatan Pesanggaran. Dalam pengembangannya perlu dilakukan reboisasi terhadap hutan untuk menjaga fungsi hutan dan menjaga ekosistem laut sekitar. Pulau Merah dan wilayah pantainya direncanakan sebagai Suaka Alam Laut.

Pulau Tabuan di Kecamatan Wongsorejo merupakan :

1. Zona kawasan lindung yang diarahkan untuk perindungan ekosistem terumbu karang dan fishing ground ada di sekitar P. Tabuhan

2. Zona pengembangan meliputi kawasan perikanan tangkap dan kawasan pariwisata 3. Zona pertanian, yang meliputi pertanian lahan basah, dan pertanian lahan kering, yang

direncanakan di Kecamatan Wongsorejo, Muncar, Pesanggaran, dan Tegaldlimo.

11.Kawasan Andalan

Kawasan Andalan merupakan kawasan yang di pilih dari kawasan budidaya yang dapat berperan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan disekitarnya. Pengembangan kawasan andalan di Kab. Banyuwangi didasarkan pada kondisi dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing kecamatan.

(14)

1. Kawasan andalan kelapa direncanakan dikembangkan dengan pusat pengembangan di Kecamatan Kabat, dengan sentra pengembangan di Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, Giri, Glagah, Songgon, Kabat, Rogojampi, Srono, Sempu, Genteng, Gambiran, Muncar, Cluring, Tegalsari, Glenmore, Siliragung, Bangorejo, Purwoharjo dan Kecamatan Tegaldlimo.

2. Kawasan andalan komoditas sapi potong direncanakan dikembangkan dengan pusat pengembangan di Kecamatan Kalipuro dengan sentra pengembangan di Kecamatan Wongsorejo, Giri, Glagah, Kalibaru, Glenmore, Muncar Tegalsari, Siliragung, Pesanggaran dan Kecamatan Tegaldlimo.

3. Kawasan andalan komoditas kuda direncanakan dkembangkan dengan pusat

pengembangan di Kecamatan Sempu, dengan sentra pengembangan di Wongsorejo, Banyuwangi, Songgon, Kalibaru, Glenmore, Cluring, dan Kecamatan Tegaldlimo

4. Kawasan andalan komoditas domba direncanakan untuk dikembangkan dengan pusat pengembangan di Kecamatan Kalibaru dengan sentra pengembangan di Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, Giri, Songgon, Kabat, Rogojampi, Singojuruh, Sempu, Kalibaru, Glenmore, dan Kecamatan Tegalsari.

5. Kawasan andalan perikanan, yaitu sentra pengembangan untuk ikan laut terletak di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Banyuwangi, Kabat, Rogojampi, Tegaldlimo, Purwoharjo, Bangorejo, Siliragung dan Kecamatan Pesanggaran.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melakukan analisis dan pembahasan secara lengkap, pada bab ini penulis menarik kesimpulan sebagai pemecahan dari permasalahan yang ada, selain itu penulis juga

[r]

[r]

Rekam medis saat ini menjadi milik dari rumah sakit dimana pasien berobat sehingga di rumah sakit yang baru pasien tersebut tidak memiliki data riwayat kesehatan.. Pencatatan

(3) The influence of islamic consultation guidance for student individual and social behavior at Yunior High School Bandung Tulungagung.. The approach of this reseach

Pada saat konduktor dengan arah arus menjahui pembaca ditempatkan didalam medan searagam maka medan gabungannya akan seperti yang ditunjukan pada gambar 2.5 (c)

122. erikut software yang digunakan untuk mengolah basis data@ yaitu …... Sistem operasi merupakan suatu software kompleks yang berfungsi sebagai berikut@ !ecuali   …... a.

Berdasarkan uraian di atas maka tujuan dari penelitian adalah: mengetahui diversitas ikan yang terdapat di Segara Anakan Cilacap, mengetahui distribusi spasial