• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sepsis adalah komplikasi yang sering. Angka Kematian Sepsis Neonatal pada Bayi Risiko Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sepsis adalah komplikasi yang sering. Angka Kematian Sepsis Neonatal pada Bayi Risiko Tinggi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Angka Kematian Sepsis Neonatal pada Bayi Risiko Tinggi

Angka Kematian Sepsis Neonatal pada Bayi Risiko Tinggi

Angka Kematian Sepsis Neonatal pada Bayi Risiko Tinggi

Angka Kematian Sepsis Neonatal pada Bayi Risiko Tinggi

Angka Kematian Sepsis Neonatal pada Bayi Risiko Tinggi

Johanes Edy Siswanto, Budining Wirastari, Firmansyah Tb Rifai

S

epsis adalah komplikasi yang sering diketemukan pada unit perawatan intensif, hal tersebut terjadi pada bayi kecil terutama bayi prematur. Pada umumnya gejala klinik tidak khas dan sulit ditemukan.1,2,3 Angka kematian bayi (AKB) di negara-negara berkembang seperti India/Asia Tenggara/Pasifik sekitar 10-63 per 1000 kelahiran

Latar belakang. Latar belakang. Latar belakang.

Latar belakang. Latar belakang. Angka kematian bayi masih tinggi yang umumnya disebabkan infeksi atas septikemia, hal ini terutama pada bayi dengan berat badan lahir rendah.

Tujuan. Tujuan.Tujuan.

Tujuan.Tujuan. Untuk mengetahui angka kematian pada bayi baru lahir dengan berat badan normal serta berat lahir rendah dan untuk mengetahui angka kematian pada bayi risiko tinggi berdasarkan rujukan.

Metoda. Metoda.Metoda.

Metoda.Metoda. Penelitian potong lintang terhadap seluruh bayi yang dirawat di NICU (level III) dan ruang perawatan (level II) dari Januari sampai dengan Desember 2004. Data-data bayi yang diambil antara lain temperatur, frekuensi nafas, frekuensi nadi & denyut jantung, aktivitas menyusui & menangis, umur kehamilan dan berat badan, lama dari ketuban pecah dini, warna cairan ketuban, cairan lambung, darah lengkap termasuk neutropil granulotoksik, C-reactive protein, outcome/keluaran.

Hasil. Hasil.Hasil.

Hasil.Hasil. Angka case fatality rate (CFR) pada BBLR di NICU (yang dicurigai infeksi) adalah 20,3% sedangkan di level II sebesar 8,5% CFR di NICU, untuk BBLR sebesar 15,6% dan di level II sebesar 3,8%. Angka kematian bayi berdasarkan berat lahir antara bayi yang dirujuk dari luar dan tidak, terdapat perbedaan yaitu angka kematian lebih tinggi di dapat pada bayi yang dirujuk untuk bayi dengan BBL < 1500 gr, angka kematian pada bayi yang dirujuk 8,8 %o (non rujukan=3,1%o), BBL 1500-2400 gr sebesar 47,1%o (non rujukan 4,7%o) dan BBL > 2500 gr sebesar 170,1%o (non rujukan 3,1%o). Kesimpulan.

Kesimpulan.Kesimpulan.

Kesimpulan.Kesimpulan. Angka kematian lebih tinggi ditemukan pada bayi yang datang dari luar rumah sakit (rujukan)

Kata kunci: Sepsis neonatal, CFR, rujukan.

Alamat korespondensi:

Dr. Johanes Edy Siswanto, Sp.A. Unit Perinatologi SMF Anak RSAB. Harapan Kita Jl. S Parman Slipi, Jakarta Barat.

hidup (hospital based studies) dan 19-89 per 1000 kelahiran hidup (community based studies); sedangkan AKB yang berhubungan dengan infeksi adalah 14%-36% (hospital based studies) dan 8%-64% (community

based studies).4 Di negara maju misalnya Amerika Serikat, insidens sepsis neonatal 1-2 per seribu kelahiran hidup.1 Neonatal mortality rate (NMR) di India (1996) 47 ‰) kelahiran hidup dan hampir 2/3 dari angka kematian bayi; sedangkan kematian neonatus dini menyumbang 75% dari seluruh kematian bayi baru lahir. Perinatal mortality rate (PMR) 44 ‰ kelahiran hidup, namun angka tersebut masih di bawah perkiraan sebenarnya karena kesulitan dalam

(2)

mendokumentasi angka lahir mati (still birth). Hal yang sama terjadi di negara berkembang lain termasuk Indonesia dalam hal mendapatkan data vital yang akurat tentang angka kelahiran dan kematian.5,6,7 Berbagai intervensi dan jalan pintas dilakukan untuk menurunkan angka kematian dan meningkatkan kelangsungan hidup anak. Namun walaupun saat ini terjadi kecenderungan penurunan angka kematian bayi, angka kematian neonatus masih tetap tinggi.6,8

Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ialah,

1. Mendapatkan informasi angka kematian untuk bayi lahir normal dan lahir rendah

2. Menentukan antibiotik yang sesuai untuk menggantikan antibiotik empiris dengan mem-pertimbangkan hasil biakan darah dan cairan tubuh lainnya

3. Membandingkan angka kematian bayi risiko tinggi antara kelompok lahir di luar dan lahir di RSAB Harapan Kita

4. Memberikan saran atau pemikiran untuk penanganan yang komprehensif dalam menurunkan angka kematian

Metoda

Penelitian observasional cross sectional pada bayi risiko tinggi yang tercatat di UPIN (Unit Perawatan Intensif Neonatus) and intermediate ward RSAB Harapan Kita Jakarta, mulai Januari sampai Desember 2004. Jumlah bayi yang lahir pada periode tersebut 3203 bayi dan 248 (7,7%) diantaranya bayi berat lahir rendah. Di UPIN ditemukan 99 (35,9%) berat bayi lahir rendah dan 161 (64,1%) berat bayi lahir normal. Sedangkan dari Intermediate ward dijumpai 63 (23,1%) berat bayi lahir rendah dan 210 (76,9 %) berat bayi lahir normal. Data bayi yang dicatat antara lain suhu, frekuensi nafas, frekuensi nadi & denyut jantung, aktivitas menyusui & menangis, umur kehamilan dan berat badan, lama ketuban pecah sebelum kelahiran, warna cairan ketuban, cairan lambung, darah perifer lengkap termasuk neutropil granulotoksik, C-reactive protein, serta prognosis/keluaran.

Hasil

Angka case fatality rate (CFR) pada bayi dengan berat lahir rendah di UPIN (yang dicurigai terinfeksi) adalah 20,3% dan di Intermediate ward adalah 8,5%. Sedangkan

Tabel 1. Karakteristik klinis bayi dengan sepsis

Karakteristik n %/‰ Tempat perawatan

UPIN IW

Kelahiran di RSAB

• Jumlah 3203

• Berat lahir rendah (%) 248 7,7 Bayi berisiko tinggi

• Berat normal 161 210

• Berat lahir rendah 99 63

• Lahir di RSAB 94 90

• Lahir di luar RSAB 157 183

Kematian bayi

• Lahir di RSAB 35 10 25

• NMR* (%) 48 15

• PNR* (%) 39 12

• Luar RSAB 77 60 17

Kematian bayi dengan positif kuman

• Lahir di RSAB 12 1

• Lahir di luar RSAB 31 6

NMR*= neonatal mortality rate PNR*= perinatal mortality rate UPIN= unit perawatan intensive neonatal IW= intermediate ward

(3)

CFR dari bayi dengan berat lahir normal di UPIN adalah 15,6% dan di Intermediate ward 3,8% (Gambar 1). Case

fatality rate menggambarkan jumlah kasus kematian

dibandingkan dengan jumlah seluruh kasus yang dirawat dalam populasi yang sama. Masalah utama di ruang perawatan bayi adalah infeksi maka kami mengambil masalah ini sebagai obyek utama yang harus diwaspadai dan harus ditangani. Pada saat ditemukan dan dicurigai

septic work up dengan pengambilan sampel darah serta

dimasukkan dalam kultur media biakan Bactec. Pola kuman secara berurutan yang diketemukan adalah Serratia sp, K. pneumoniae, E. aerogenes, Pseudomonas sp, P. aeruginosa, Klebsiella sp, S. aureus, S. epidermidis, dan Candida sp. Mikroorganisme tersebut erat kaitannya sebagai penyerta kematian di UPIN khususnya bila diketemukan biakan positif, walaupun bila dilihat lebih jauh penyebab kematian di ruang intensif adalah multifaktorial yang tentunya harus ditangani secara komprehensif. 10

Jumlah kasus kematian pada bayi risiko tinggi yang dicurigai menderita infeksi di ruang neonatologi 112 kasus, terdiri dari 77 kasus bayi lahir di luar dan 35 kasus bayi lahir di RSAB. Jumlah kematian lebih banyak 2,2x banyak pada kasus rujukan. Di lain pihak berdasarkan berat badan lahir, kematian terjadi pada 13 (11,6%) kasus BBLSR (bayi berat lahir sangat rendah) (<1500 g), 31 (27,7%) kasus BBLR (bayi berat lahir rendah) dan 68 (60,7%) kasus berat lahir normal. Data dari India menunjukkan sepsis neonatal sebagai penyebab utama kematian (52%), sedangkan ima-turitas menjadi penyebab umum di rumah sakit (31%). Sehubungan dengan 1/3 jumlah bayi baru lahir di

negara tersebut adalah BBLR, maka hampir 70% kematian perinatal terjadi pada persalinan BBLR.5 Di Indonesia SKRT 2001 BBLR menjadi penyebab kematian di masyarakat (29%) diikuti asfiksia 27%.8 Pada END kejadiannya lebih tinggi lagi, prematur dan BBLR 35% sedangkan asfiksia 33,6%.8 Bila di analisis lebih lanjut, dari 340 kasus bayi risiko tinggi yang dirujuk ke RSAB Harapan Kita 261 (76,8%) adalah kasus bayi dengan BBL >2500 g. Kemungkinan besar hal tersebut disebabkan karena,

1. Bayi kecil tidak sempat terkirim ke rumah sakit, dengan kondisi yang cepat sekali memburuk di lapangan.

2. Kecenderungan untuk merujuk bayi baru lahir dibandingkan dengan rujukan janin

3. Sistem transport neonatal yang belum berkembang dengan baik di Indonesia

4. Kendala sosial ekonomi, karena perawatan bayi kecil sangat mahal dan cukup lama.

Apabila di analisis lebih lanjut bayi terlambat dalam segala hal, baik dalam keterlambatan melakukan diagnosis, terlambat untuk melakukan tindakan ataupun terlambat dalam hal melakukan rujukan/ transport ke rumah sakit rujukan. Otomatis jumlah kematian bayi dengan berat badan lahir = 2500 g terlihat lebih tinggi yakni sebanyak 58 (75,3%) diantara 77 kasus kematian bayi rujukan. Sebaliknya pada kasus non-rujukan 35 kasus dengan 10 (28,6%) kematian pada berat badan =2500 gram, dan angka kematian BBLR 25 kasus (71,4%). Tentunya hal tersebut terjadi karena banyaknya kendala yang terjadi pada saat menghadapi kasus dengan berat badan

Gambar 1. Case Fatality rate (CFR) bayi risiko tinggi di RSAB Harapan

Kita berdasarkan berat badan lahir

INTERMEDIATE WARD NICU

Case Fatality Rate in CMH Harapan Kita

LOW birth weight NORMAL birth weight

P ercentage (%) 25 20 15 10 5 0 20,3 15,6 8,5 3,8

(4)

rendah ataupun kurang bulan. Pada Tabel 2 dan

Gambar 2, tampak angka kematian neonatus pada

kelompok bayi lahir luar (340) dibandingkan dengan kelompok bayi lahir dalam RSAB (184), untuk berat lahir renadah.

Pembahasan lama rawat berkaitan erat dengan kondisi pada saat bayi memulai perawatan, kondisi beratnya penyakit, komplikasi yang terjadi, berat badan dan masa gestasi serta kasus rujukan atau non rujukan. Berbagai kendala lainnya seperti fasilitas, transportasi,

infeksi nosokomial, masalah sosial-ekonomi serta faktor-faktor lainnya berhubungan dengan lama perawatan. Oleh karena itu pemahaman masalah dan pemecahannya harus ditangani secara menyeluruh dan lintas sektoral.

Tabel 3 memperlihatkan 39 (35%) kematian

terjadi <48 jam, sedangkan 73 (65%) kasus terjadi =48 jam. Pada kasus =2500 gram kematian 46 kasus terjadi pada >48 jam dan 22 kasus <48 jam. Bayi berat badan lahir rendah 27 kasus meninggal =48

Tabel 2. Angka kematian neonatus

Berat badan lahir Lahir di luar RSAB Lahir di RSAB

(gram) Jumlah Angka kematian Jumlah Angka kematian

< 1500 6 3 (8,8) 24 10(3,1)

1500 – 2499 73 16 (47,1) 50 15 (4,7)

> 2500 261 58 (170,1) 110 10 (3,1)

Jumlah 340 77 184 35

Tabel 3. Distribusi pasien berdasarkan lama rawat saat bayi meninggal

UPIN Intermediate Ward (jam)

Berat Lahir (gram) Lahir luar Lahir dalam Lahir luar Lahir dalam

<48 >48 <48 >48 <48 >48 <48 >48 < 1500 1 2 3 2 0 0 4 1 1500-2499 1 11 5 6 2 2 1 3 >2500 13 32 5 4 4 9 0 1 15 45 13 12 6 11 5 5 Total 60 25 17 10 85 27

Gambar 2. Angka kematian berdasarkan kasus lahir dalam dan lahir

luar RSAB.

Mortality Rate based on Outborn and Inborn Babies

Birth Weight M or tality Rate ( 1/ 1000 ) 200,0 150,0 100,0 50,0 0,0 INBORN OUTBORN > 2500 gram 1500 - 2500 gram < 1500 gram 8,8 3,0 47,1 4,7 170,1 3,1

(5)

jam sedangkan 13 kasus meninggal <48 jam. Dari tabel 2 terlihat juga bahwa jumlah kasus yang dapat ditangani =48 jam 2,1x lebih banyak dari kelompok kasus <48 jam. Pada asumsinya bahwa dengan unit fasilitas yang baik mampu menangani lebih lama sebelum pasien tersebut meninggal. Banyak hal yang masih dapat dilakukan untuk menyelamatkan kelangsungan hidup bayi. Sedangkan bila kasus <48 jam menggambarkan kewaspadaan petugas untuk dapat lebih dini dalam mendeteksi kegawat-daruratan pasien dan merujuk lebih dini bila dijumpai kasus risiko tinggi pada pemeriksaan antenatal. Bagaimanapun rujukan janin lebih baik daripada rujukan bayi baru lain. Rahim adalah inkubator yang terbaik bagi bayi yang tidak dapat digantikan dengan alat yang canggih sekalipun.

Tabel 4 menunjukkan sebaran pasien berdasarkan

hasil biakan dan prognosis/ keluaran setelah pasien dirawat. Biakan positif ditemukan pada 50 (54,3%) kelompok kasus bayi yang meninggal dan 167 (40,5%) pada kelompok bayi hidup. Presentasi biakan positif diketemukan lebih tinggi pada kelompok bayi yang meninggal, sebaliknya biakan yang negatif di-ketemukan lebih banyak pada kelompok bayi yang hidup. Tetapi apakah hasil tersebut bermakna secara statistik? Hal tersebut memerlukan penghitungan dan penelitian lebih lanjut. Bagaimanapun keluaran yang terjadi dari setiap kasus, hasil biakan positif tetap menjadi pertimbangan dan membantu dalam penentuan kebijakan antibiotik baik untuk first line

antibiotic sebagai terapi empiris ataupun sebagai terapi

definitif terhadap bakteria yang tumbuh berdasarkan

pola resistensi secara invitro di laboratorium mikrobiologi.

Pembahasan

Masalah kelangsungan hidup anak adalah salah satu faktor yang sangat berperan dalam menentukan angka derajat kesehatan masyarakat. Data statistik seperti angka kelahiran dan angka kematian merupakan hal yang sangat penting sebagai tolak ukur keberhasilan. Sebagai salah satu pusat rujukan perinatologi Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita diharapkan dapat menjadi contoh panutan dalam pelayanan perinatologi. Data RSAB Harapan Kita ditemukan, jumlah kelahiran bayi periode Januari sampai dengan Desember 2004 adalah 3203 bayi. Dari jumlah tersebut 13 bayi (4,1%) meninggal di ruang transisi yang termasuk dalam kematian neonatus dini

(early neonatal death = END). Kematian terjadi karena incompatible life dengan segala keterbatasan baik dari

sisi berat lahir maupun kelainan yang tidak memungkinkan untuk hidup. Sepuluh bayi dengan BBL < 1500 gram, 1 bayi dengan berat badan lahir 1500 – 2499 gram, dan 2 bayi > 2500 gram. Sebagian besar adalah bayi prematur, disertai kelainan genetik termasuk trisomi 13, hidrosefalus dan meningocele dengan disertai asfiksia berat. Berdasarkan klasifikasi ICD (international code of disease) X, data (END) pola penyakit penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah prematur dan BBLR 35%, asfiksia 33,6%, kelainan kongenital dan problem minum

masing-Tabel 4. Distribusi bayi risiko tinggi menurut hasil biakan kuman dan outcome

UPIN Intermediate Ward

Berat Lahir Lahir luar Lahir dalam Lahir luar Lahir dalam

M H M H M H M H (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) < 1500 1 1 2 0 3 2 4 6 0 0 0 1 0 1 2 2 1500-2499 9 3 12 14 5 2 9 12 0 1 11 20 1 1 4 10 >2500 21 21 38 31 4 2 18 20 6 7 50 84 0 1 17 45 31 25 52 45 12 6 31 38 6 8 61 105 1 3 23 57 Total 56 97 18 69 14 166 4 80 153 87 180 84 240 264

(6)

masing 8,45 selanjutnya diikuti gangguan hematologik 4,9%, dan tetanus neonatal 4,2%.8

Angka Kematian

Penilaian perinatal mortality rate (PMR) di RSAB Harapan Kita dihitung berdasarkan jumlah bayi lahir yang masuk dalam kasus kematian neonatus dini (13 bayi meninggal di ruang transisisi) dan bayi yang meninggal = 7 hari (26 bayi); maka jumlah bayi meninggal 39. Jadi angka kematian perinatal di RSAB Harapan Kita adalah 12,2‰ (12 perseribu kelahiran hidup).

Selain angka tersebut, untuk mendapatkan angka kematian bayi (NMR) di RSAB Harapan Kita; dihitung dari 35 bayi (10,9‰) yang meninggal dalam ruangan perawatan, 25 bayi dirawat diruang UPIN dan 10 bayi dirawat di ruang intermediate

ward. Sebagian besar adalah berat badan lahir 71,4%

(termasuk BBLSR 10 bayi dengan BBL < 1500 gram). Kondisi yang sama didapatkan dari penelitian di negara lain. Dengan demikian didapatkan angka NMR di rumah sakit ini adalah 48 (15 perseribu kelahiran hidup). Dari data tersebut menunjukkan bahwa kematian bayi di UPIN terhitung 2,5x lebih tinggi dari bayi yang dirawat di intermediate ward. Hal ini wajar mengingat kasus yang dirawat di UPIN adalah kasus dengan komplikasi dan masalah berat yang memerlukan observasi sangat ketat dibanding-kan kasus yang ada di rawat di intermediate ward. Bila dibandingkan dengan angka nasional NMR 22‰ (Survei Demografi dan Kesehatan di Indonesia 2002-2003), angka tersebut jauh lebih rendah. Hal tersebut dimungkinkan karena RSAB Harapan Kita adalah salah satu pusat rujukan bayi baru lahir dengan dilengkapi UPIN serta fasilitas yang baik, sehingga banyak kasus ibu/bayi risiko tinggi yang dirujuk ke rumah sakit ini berhasil mendapatkan pertolongan dengan baik. Ada fenomena yang menarik yang dapat diamati dalam menilai angka kematian bayi yang kita kenal dengan Fenomena 2/ 3, yakni:

• Kematian neonatus 2/3 dari angka kematian bayi • Kematian perinatal 2/3 dari angka kematian

neonatus

• Angka kematian bayi pada hari pertama 2/3 dari angka kematian perinatal

Proporsi kematian bayi di Indonesia 2001 adalah 32% pada neonatus umur 0-7 hari (early neonatal

death= END), 8-28 hari 8% (late neonatal death=LND)

dan 28 hari – 11 bulan 60%. Jadi angka kematian neonatus adalah 40% dari angka kematian bayi sedangkan angka perinatal 80% dari angka kematian neonatus. Berdasarkan SKRT (survai kesehatan rumah tangga) 2001 berdasarkan ICD X secara nasional kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh prematur/LBW (low birth weight) 29,2%, asfiksia 27,0%, problem minum dan tetanus masing-masing 9,5% diikuti oleh kematian yang diakibatkan kelainan kongenital 7,3% serta gangguan hema-tologik 5,6%. Untuk tetanus ada hal yang patut dicermati angka melonjak dari 4,2% (END) menjadi 31,4% (LND) diikuti dengan pneumonia dan problem minum masing-masing 14,3%, sepsis, gangguan pernapasan dan gangguan hematologik masing-masing 8,6% dan prematur/LBW 5,7%.8 Keberhasilan dalam imunisasi tetanus toxoid pada ibu hamil, terlihat dengan angka yang melonjak begitu bermakna (hampir 8x) berbeda dibandingkan angka kematian selepas 7 hari. Hal yang hampir mirip terjadi di Lahore (Pakistan) angka tetanus pada END 8,5% namun pada LND meningkat menjadi 28,6%.9 Dari angka tersebut sebagai petugas kesehatan kita dapat mengamati pentingnya pertolongan dan bimbingan pasca kelahiran, sehingga angka infeksi tetanus menjadi menurun bahkan seharusnya menjadi tidak ada. Rekomendasi WHO 1990 mengenai etiologi kematian neonatal di negara berkembang, diperkirakan angka kematian neonatus 60% dari angka kematian bayi dan proporsi terbesar berhubungan dengan infeksi. Stoll4 1977, meng-indikasikan tetanus, sepsis, pneumonia dan diare sebagai kategori utama dari infeksi neonatal. Terlihat tetanus tetap terhitung sebagi penyebab kematian secara global diikuti oleh sepsis. Oleh karena itu usaha elimisasi tetanus neonatorum, problem neonatal sepsis, asfiksia dan prematuritas bila dapat diatasi sampai ke tingkat terendah pelayanan kesehatan akan membawa dampak yang besar dari kelangsungan hidup bayi baru lahir.5 Hanya sedikit data mengenai etiologi sepsis neonatal dari negara berkembang, disebabkan karena masalah fasilitas diagnostik di masyarakat serta kesenjangan dalam mekanisme pelaporan dan informasi hanya berasal dari berbagai pusat fasilitas kesehatan. Evaluasi saat ini, alasan yang berhubungan dengan perawatan neonatus di rumah sakit di berbagai pusat kesehatan di Pakistan adalah infeksi sebagai penyebab kategori diagnosis utama

(7)

22%-66%.8 Di RSAB Harapan Kita dari 1331 bayi yang dirawat tahun 2004, 524 (39,4%) diantaranya dikaitkan erat dengan penyebab infeksi. Penyebab infeksi tersebut secara berurutan adalah infeksi bakteri Gram negatif 83,2%, Gram positif 12,0% dan kandida 4,8%.10

Etiologi sepsis neonatal mengalami perubahan di negara barat selama lebih dari 60-70 tahun. Terjadi penurunan prevalensi S. aureus dan bakteri Gram negatif digantikan dengan group B streptococcus (GBS) sebagai patogen utama dalam early onset

neonatal sepsis. Bersamaan dengan itu coagulase negative Staphylococcus berkembang menjadi

organisme penting penyebab infeksi nosokomial. Sebaliknya di negara berkembang agak berbeda dengan tetap munculnya kasus infeksi Gram negatif.9 Harus lebih diwaspadai kecenderungan yang muncul pada akhir-akhir ini kejadian multi

drug resistance (MDR) diantara organisme penyebab

sepsis neonatal. Sementara problem seperti ini sudah dikenal dengan baik dan terjadi di UPIN negara maju, ketersediaan dan pemakaian antibitok yang luas serta kontrol infeksi yang tidak efektif akan dapat membuat situasi yang sama di negara-negara berkembang. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah memfokuskan strategi terhadap pencegahan/ preventif daripada menggunakan antibiotik yang mahal untuk mengontr ol infeksi neonatal (MDR).9

Di RSAB Harapan Kita angka kematian perinatal 12‰ (12 perseribu kelahiran hidup), sedangkan angka kematian neonatus 15‰. Perbandingan angka di rumah sakit ini (12/15) agak menyimpang dan sedikit lebih tinggi dengan angka di masyarakat karena kasus-kasus yang dirawat adalah kasus-kasus risiko tinggi yang walaupun dengan pertolongan resusitasi dan fasilitas yang baik belum dapat mengubah kematian di periode perinatal (= 7 hari). Angka yang dapat ditekan dan

berhasil diatasi dengan cukup baik adalah angka kematian bayi di era neonatal > 7 hari. Perlu kerjasama yang baik untuk penataan rujukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah baik untuk ibu maupun bayi risiko tinggi. Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah kerjasama antar rumah sakit, komunikasi, peningkatan ketrampilan, pendidikan formal/non-formal maupun transportasi antar unit/ lembaga/departemen/area yang saling menunjang satu dengan yang lain. Di lain pihak, bila merujuk data Survei Demografi dan Kesehatan di Indonesia 2002-2003 (data dihitung berdasarkan NMR 22/1000 kelahiran hidup): 4,608,000 bayi lahir tiap tahun, 100,454 kematian neonatus tiap tahun, 275 kematian neonatus tiap hari, 12 kematian neonatus tiap jam, dan 1 kematian neonatus tiap 5 menit

Dapat dibayangkan kerja keras dari Departemen Kesehatan dan jajarannya dalam memutus penyebab kematian yang begitu tinggi. Peran serta dokter anak diharapkan dapat mengubah angka tersebut yang begitu fenomenal. Pengajaran tehnik resusitasi yang baik dan pendampingan persalinan oleh tenaga-tenaga terlatih di masyarakat maupun oleh para bidan desa diharapkan dapat menurunkan angka kematian bayi, angka kematian neonatus, bahkan angka kematian perinatal. Dengan pemeriksaan antenatal yang baik diharapkan dapat mendeteksi kasus risiko tinggi yang harus dirujuk ke pusat-pusat pelayanan yang berkompeten dengan berbagai macam fasilitasnya. Namun ada hal yang patut disyukuri dan menjadi perhatian, bahwa angka kematian balita, bayi dan neonatus terus menurun seperti terpapar dalam Tabel 5.

Proporsi kematian neonatal menurut karateristik demografi 58,6% ada di pedesaan dan 41,4% ada di perkotaan. Menurut karateristik perawatan bayi baru lahir yang tidak berobat 72,3%, berobat di rumah sakit 8,3%, Puskesmas/klinik 5,5%, tenaga kesehatan 6,7%, dan alternatif lainnya 6,1%. Jadi terlihat

Tabel 5. Angka kematian di Indonesia

Angka kematian balita Angka kematian bayi Angka kematian neonatal

Tahun (U5MR) (IMR) (NMR)

1000 kelahiran hidup 1000 kelahiran hidup 1000 kelahiran hidup

1988-1992 79 59 29

1993-1997 63 51 26

1998-2003 46 35 20

(8)

masalah yang sering terjadi dalam kesehatan neonatal yaitu 1) Sebagian besar persalinan terjadi di rumah, 2) Secara budaya dan kepercayaan neonatus tidak boleh keluar rumah sebelum berumur 40 hari, 3) Dan adanya anggapan bahwa untuk mencegah kematian neonatal memerlukan teknologi canggih. Dengan alasan semacam itulah pemerintah membuat pelayanan neonatal berjenjang, mulai dari tingkat keluarga dengan munculnya MTBM (manajemen terpadu bayi muda), pelayanan kesehatan neonatal di Puskesmas dengan PONED (Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar serta pelayanan kesehatan neonatal tingkat kabupaten dan kota – PONEK).8 Rumah sakit Harapan Kita mencoba memprakarsai terbentuknya JANETS (Jakarta

Neonatal Transport System) yang tentunya

memerlu-kan pemantauan dan koordinasi yang berke-sinambungan dan menyeluruh dengan berbagai pihak yang berkompeten.

Untuk melihat kinerja dari tim perinatologi/ neonatologi RSAB Harapan Kita selain angka kematian perinatal dan angka kematian neonatus, juga bisa diamati angka kematian dengan perbedaan atas dasar asal rujukan, yakni bayi lahir luar ataupun bayi lahir dalam. Kinerja tersebut diharapkan berbeda karena pendampingan persalinan oleh dokter jaga spesialis anak/neonatologist sudah dimulai sejak detik-detik awal, kemudian dokter jaga harus siap 24 jam untuk melakukan resusitasi, ditunjang sistem penataan ruangan yang memungkinkan untuk referal pasien gawat dengan cepat dan mudah. Rumah Sakit Harapan Kita sebagai salah satu pusat rujukan neonatus selain menerima rujukan pasien-pasien UPIN juga menerima rujukan pasien intermediate

ward. Dilihat dari sisi rujukan dan non rujukan,

jumlah kasus kematian bayi lahir diluar RSAB (77 kasus) ternyata 2,2x dari bayi bayi lahir di RSAB (35 kasus) (Tabel 1).

Program Nasional dan Perawatan Bayi

Keterlibatan pemerintah dan masyarakat sangat penting dalam hal kelangsungan hidup bayi. Seperti diketahui perawatan bayi baru lahir yang esensial meliputi a) resusitasi neonatus pada kasus asfiksia, b) pencegahan hipotermi c) pencegahan infeksi 4) EBF=exclusive breast feeding dan e) rujukan bayi sakit.5,11 Keberhasilan dan program tersebut harus diserasikan dengan pelayanan kesehatan ibu yakni

registrasi dini kehamilan, tiga kali pemeriksaan antenatal, pemberian tetanus toxoid, suplementasi besi dan asam folat, nasehat makanan yang adekuat dan istirahat cukup, deteksi dini dan rujukan risiko tinggi, persalinan oleh tenaga terlatih, persalinan di rumah sakit untuk ibu risiko tinggi, manajemen kedaruratan obstetrik serta jarak kelahiran. Kebutuhan lain yang harus dikerjakan pada program nasional perawatan bayi dalam masyarakat diantaranya adalah 1) Operasionalisasi, pemantauan dan evaluasi perawatan bayi di fasilitas kesehatan perifer 2) Pelatihan provider berdasarkan ketrampilan 3) Pengembangan dan validasi protokol manajemen kasus bayi sakit di masyarakat, 4) Penghargaan pada petugas kesehatan desa dalam hal perawatan bayi, 5) Melibatkan tenaga tradisional terlatih untuk memperbaiki cara perawatan bayi, dan 6) Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pada keluarga dan partisipasi masyarakat dalam perawatan bayi yang esensial sebagai kunci strategi untuk sukses dalam mempromosikan kesehatan neonatal di masyarakat. Di jalur institusional yang harus dilakukan adalah 1) Peningkatan fasilitas perawatan bayi dan edukasi pada tenaga medis, 2) Peningkatan ilmu neonatologi pada kurikulum kedokteran dan keperawatan, 3) promosi penelitian bayi baru lahir dan 4). Peningkatan kursus lanjut neonatologi untuk mempersiapkan dokter anak untuk berkarir dalam bidang neonatologi sebagai guru, peneliti dan klinisi.11

Kesimpulan

1. Angka kematian bayi dengan berat lahir rendah di Unit perawatan intensif neonatal adalah 20,3% dan di intermediate ward 8,5%; sedangkan angka kematian dari bayi dengan berat lahir normal di Unit perawatan intensif neonatal 15,6% dan di

intermediate ward 3,8%

2. Angka kematian untuk kelompok bayi lahir di luar RSAB (rujukan) adalah lebih tinggi dibandingkan kelompok bayi lahir di RSAB

3. Hasil dari biakan darah atau cairan tubuh lainnya sangat penting dalam menentukan antibiotik yang tepat untuk membantu peningkatan pelayanan medis dan mungkin dapat menurunkan angka kematian.

4. Diperlukan manajamen komprehensif dalam upaya menurunkan angka kematian, termasuk

(9)

keterlibatan, kewaspadaan dan partisipasi aktif masyarakat.

Daftar Pustaka

1. Horng Jiang Jia. Neonatal sepsis in the neonatal

inten-sive care unit: characteristic of early versus late onset , J. Microbiol Immunol Infect, 2004; 37:301-6.

2. Baltimore RS, Hule SM, Meek JI, Schuchat A, O’Brien

KL, Early onset neonatal sepsis in the era of grup B strep-tococcal prevention, Pediatrics, 2001; 108:1094-8.

3. Barbara J. Stoll. Late-onset sepsis in very low birth weight

neonates: The experience of the NICHD neonatal re-search network. Pediatrics 2002; 110:285-91.

4. Barbara J. Stoll. The global impact of neonatal

infec-tion. Clin Perinatol 1977; 24:1-21.

5. Vinod Kumar Paul. Newborn care in India: a

promis-ing beginnpromis-ing, but o long way to go, Semin Neonatol 1999; 4:141-9.

6. Anthony M. de L Costello and Meharban Singh.

Re-cent developments for neonatal health in developing countries, Semin Neonatol 1999; 4:131-9.

7. Harendra de Silva DG., Perinatal in Sri Lanka; secrets

of success in a low income country. Semin Neonatol, 1999; 4:201-7

8. Subdit Kesehatan Balita. Dep Kes. Pelayanan Kesehatan

neonatal di pelayanan kesehatan dasar,, Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia, 2002-2003. Departemen Kesehatan RI 2006. h. 1-8.

9. Zulfiqar Ahmed Bhutta. Neonatal bacterial infection in

developing countries: strategies for prevention Semin Neonatol 1999; 4:159-71.

10. Siswanto EJ, Ferdy, Latre B. Micrroorganisms pattern and its sensitivity from clinical specimens in NICU and intermediate ward. Dipresentasikan pada KONIKA XIII, Bandung, 2005.

11. MCH Division, Department of Family Welfare, Ministry of Health and Family Welfare. National Child Survival and Safe Motherhood Programme, New Delhi India 1994.

Gambar

Tabel 1.  Karakteristik klinis bayi dengan sepsis
Gambar 2. Angka kematian berdasarkan kasus lahir dalam dan lahir luar RSAB.
Tabel 4 menunjukkan sebaran pasien  berdasarkan hasil biakan dan prognosis/ keluaran setelah pasien dirawat
Tabel 5.  Angka kematian di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Ruang OSIS terletak disebelah barat bersebelahan dengan kelas X. Ruang ini difungsikan untuk kegiatan yang berhubungan dengan OSIS dan untuk penyimpanan

melalui program GERTAK KASI di Puskesmas Bades Kecamatan Pasirian yang meliputi bentuk inovasi pelayanan, aktor yang terlibat dalam inovasi, dan proses

Kondisi tersebut juga ada yang mengalaminya di antara para santri puteri Pondok Pesantren al-Masyitoh. Ada dua orang yang siklus haidnya tidak tera- tur terjadi setiap bulan.

Desain produk menjadi faktor kedua dengan kontribusi varian dari faktor desain produk ini adalah sebesar 21,653% dengan nilai keterwakilan 1,631 yang menunjukkan

Sifat-sifat dasar operator akan disajikan sebagai dasar untuk pengembangan lanjutan, yang sebelumnya sebagian sudah disajikan di dalam beberapa tulisan antara

Tulis semua data yang diperoleh dari pengukuran dbh (pohon hidup) ke dalam &#34;blanko pengamatan biomasa&#34; (Tabel 1), buatlah tabulasi data dalam program EXCELL untuk

Berdasarkan uji simultan (uji f) dapat diketahui bahwa variabel Konflik (X1) dan Stres (X2) berpengaruh signifikansi secara simultan terhadap Kinerja Karyawan (Y)

Hasil dari penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa minyak dedak padi yang memiliki nilai viskositas yang tinggi bisa diturunkan dengan dicampurkan