• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

PERBAIKAN KONDISI KERJA BERBASIS KEARIFAN LOKAL

YANG RELEVAN DENGAN KONSEP ERGONOMI

UNTUK MENINGKATKAN

KUALITAS KESEHATAN DAN PRODUKTIVITAS PEMATUNG

DI DESA PELIATAN UBUD GIANYAR

OLEH:

Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes.

Dr. Ni Putu Ristiati, M.Pd.

Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Hibah

Bersaing Nomor: 043/SP2H/PL/Dit.Litabmas/IV/2011, tanggal 14 April 2011

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MIPA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

(2)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian: Perbaikan Kondisi Kerja Berbasis Kearifan Lokal yang Relevan dengan Konsep Ergonomi untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan dan Produktivitas Pematung di Desa Peliatan Ubud Gianyar

2. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes. b. Jenis kelamin : pria

c. NIP/ Golongan : 19681217199303 1 003/ IV c d. Strata/ Jabatan Fungsional: S3/ Guru Besar

e. Jabatan Struktural :

f. Fakultas/ Jurusan : MIPA/ Pendidikan Biologi g. Bidang Ilmu : Kesehatan

h. Alamat Kantor : Jalan Udayana Singaraja Bali i. Telepon/ Fax : (0362) 25072/ (0362) 25335

j. Alamat Rumah : Br. Tengah Kauh, Peliatan, Ubud, Gianyar k. Telpon/ E-mail : 081338193753/ imadesutajaya@yahoo.com

3. Lokasi Penelitian : Desa Peliatan, Ubud, Gianyar, Bali. 4. Jangka Waktu Penelitian : 2 (dua) tahun

Penelitian ini untuk : Tahun ke-1 5. Keanggotaan Peneliti

Nama Anggota : Dr. Ni Putu Ristiati, M.Pd.

6. Pembiayaan :

a. Tahun ke-1 (2011) : Rp. 45.000.000,- (Empat Puluh Lima Juta Rupiah) b. Tahun ke-2 (2012) : Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah)

Mengetahui,

Singaraja, 30 November 2011

Dekan Fakultas MIPA Ketua Peneliti,

Prof. Dr. Ida Bagus Putu Arnyana, M.Si. Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes. NIP.19581231198601 1 005 NIP. 19681217199303 1 003

Menyetujui

Ketua Lembaga Penelitian

Prof. Dr. Anak Agung Istri Ngurah Marhaeni, M.A. NIP. 19640326199003 2 002

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat’Nyalah maka Laporan Penelitian Hibah Bersaing yang berjudul: “Perbaikan Kondisi Kerja Berbasis Kearifan Lokal yang Relevan dengan Konsep Ergonomi untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan dan Produktivitas Pematung di Desa Peliatan Ubud Gianyar” dapat diselesaikan sesuai rencana. Dalam penulisan laporan penelitian ini, kami banyak mendapat masukan-masukan atau saran-saran dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan laporan penelitian tersebut.

Kami menyadari sepenuhnya akan kekurangan isi laporan penelitian ini, sehingga dengan kerendahan hati kami mohon kritik dan saran untuk kelengkapan dan kesempurnaan laporan penelitian tersebut. Sebagai akhir kata kami berharap agar laporan penelitian ini bermanfaat terutama bagi mereka yang tertarik dengan masalah-masalah ergonomi di industri kecil, khususnya dalam bidang kesehatan pekerja.

Singaraja, November 2011

(4)

iv DAFTAR ISI

Halaman

Judul………. i

Halaman Pengesahan... ii

Kata Pengantar... iii

Daftar isi………... iv Abstrak………... vi Abstract ... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………. 1 1.2 Tujuan Khusus………. 3

1.3 Urgensi (Keutamaan) Penelitian……….. 4

BAB II. STUDI PUSTAKA 2.1 Ergonomi dan Manfaatnya……… 6

2.2 Antropometri dan Stasiun Kerja ………... 7

2.3 Faktor Beban Kerja yang Dipertimbangkan dalam Mendesain Stasiun Kerja...……….. 8

2.4 Faktor Kelelahan yang Dipertimbangkan dalam Mendesain Stasiun Kerja………... 9

2.5 Kaitan antara Keluhan Muskuloskeletal dan Stasiun Kerja... 10

2.6 Kearifan Lokal yang Berkaitan dengan Ergonomi... 10

2.7 Faktor Sosial Budaya dalam Ergonomi... 11

2.8 Kerangka Konsep dan Hipotesis... 15

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian……… 16

3.2 Penentuan Sumber Data……… 17

(5)

v

3.4 Variabel Penelitian……… 19

3.5 Prosedur Penelitian……… 19

3.6 Bagan Alir Penelitian……….. 22

3.7 Analisis Data……… 23

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 24

4.1.1 Karakteristik Pekerja... 24

4.1.2 Antropometri Pekerja... 25

4.1.3 Jenis, Fungsi dan Ukuran Alat Kerja... 27

4.1.4 Kearifan Lokal yang Relevan dengan Konsep Ergonomi... 30

4.1.5 Kualitas Kesehatan Pematung... 31

4.2 Pembahasan... 32

4.2.1 Manfaat Praktis Antropometri dalam Mendesain Tempat Kerja... 32

4.2.2 Beban Kerja Pematung... 33

4.2.3 Keluhan Muskuloskeletal Pematung... 33

4.2.4 Kelelahan Pematung... 34 4.2.5 Produktivitas Pematung... 35 BAB V. PENUTUP 5.1 Simpulan... 36 5.2 Saran... 36 DAFTAR PUSTAKA……… 37 LAMPIRAN……… 40

(6)

vi Abstrak

PERBAIKAN KONDISI KERJA BERBASIS KEARIFAN LOKAL YANG RELEVAN DENGAN KONSEP ERGONOMI

UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN DAN PRODUKTIVITAS PEMATUNG DI DESA PELIATAN UBUD GIANYAR

Oleh:

I Made Sutajaya & Ni Putu Ristiati

Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA Undiksha Singaraja

Saat ini belum banyak dimanfaatkan ukuran-ukuran antropometri di dalam mendesain alat-alat kerja dan tempat kerja, padahal sesungguhnya antropometri ini sudah dimanfaatkan oleh orang Bali pada saat membangun rumah dan membuat peralatan kerja yaitu dengan menggunakan konsep asta kosala-kosali dan asta bumi yang pada prinsipnya hampir sama dengan konsep antropometri. Di samping itu konsep yang tertuang pada Tri Hita Karana, konsep pamali, dan Ayurveda Ilmu Kedokteran Hindu juga digunakan sebagai acuan di dalam memperbaiki stasiun dan proses kerja di industri kecil yang dikaitkan dengan parameter kualitas kesehatan dan produktivitas. Ini merupakan kearifan lokal yang dapat diterapkan di masyarakat dengan mengacu kepada prinsip-prinsip ergonomi. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penerapan ergonomic berbasis kearifan lokal terhadap kualitas kesehatan dan produktivitas pekerja. Penelitian ini dilakukan di Desa Peliatan Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar yang melibatkan 30 orang pekerja. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) sekitar 82% stasiun kerjanya belum mengacu kepada konsep asta kosala-kosali yang sepadan dengan konsep antropometri; (2) kearifan lokal yang relevan dengan prinsip ergonomi adalah konsep menyama-braya (kerjasama tim), pantangan kerja malam hari/ siang hari, penerapan istirahat aktif melalui kegiatan mebongbong, beternak itik/ ayam/ sapi, pemberian sarin pegae sebagai bonus kerja, melaksanakan upacara tumpek landep sebagai spirit kerja, menggunakan ukuran tubuh seperti ajengkal, aguli, adepa, adepa agung saat mengukur peralatan dan objek kerja (sepadan dengan konsep antropometri); (3) kualitas kesehatan dilihat dari beban kerjanya ternyata terjadi peningkatan sebesar 37,5%; keluhan musculoskeletal meningkat sebesar 50,8%, dan kelelahan meningkat 31,5%, antara sebelum dan sesudah kerja. Itu semua tentu akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: (1) data antropometri yang sepadan dengan konsep asta kosala-kosali sangat diperlukan dalam mendesain stasiun kerja; (2) kearifan lokal yang ditemukan pada penelitian ini sangat relevan dengan konsep ergonomi dan ada yang bersifat umum ada yang bersifat khas di masing-masing daerah; (3) kualitas kesehatan pekerja ternyata sangat dipengaruhi oleh kondisi kerjanya, karena terbukti terjadi peningkatan beban kerja, kelelahan, dan keluhan musculoskeletal antara sebelum dan sesudah kerja secara bermakna (p < 0,05). Untuk itu disarankan agar konsep kearifan lokal yang secara alami sudah teruji hendaknya dikembangkan kembali dan diterapkan dalam mengatasi kondisi kerja yang tidak ergonomik.

Kata kunci: antropometri, kearifan local, ergonomi, dan stasiun kerja Abstract

(7)

vii

IMPROVEMENT OF WORKING CONDITION BASED LOCAL WISDOM WHICH RELEVAN TO ERGONOMIC CONCEPTS

TO INCREASE HEALTH QUALITY AND PRODUCTIVITY OF WOOD CARVERS IN PELIATAN, UBUD GIANYAR

By

I Made Sutajaya & Ni Putu Ristiati

Biology Education Department, MIPA Faculty, UNDIKSHA

Currently it was not utilized the anthropometric data in designing the hand tools and work station. Therefore, the anthropometric data had been utilized by the Balinese people when they are in building their house and made the hand tools. They used the asta kosala-kosali and asta bumi concept which was principally similar to anthropometric concept. Beside that, the concept of the Tri Hita Karana, pamali, and Hindu Medicine Knowledge of Ayur Weda so it could be used as a reference in overcoming the work station and work process in small scale industries related to the parameter of health quality and productivity. This is a local wisdom which was applied on the society with refers to ergonomic principles. The main purpose of this study was to know the influence of the ergonomic application based on the local wisdom to health quality and productivity. This explorative research was done in Peliatan Village, Gianyar Regency and involved is about 30 subjects. The result study was found: (1) about 82% the working station had not been designed based asta kosala-kosali concept which relevance to anthropometric concept; (2) local wisdom which relevance to ergonomic principles are: menyama-braya concept (team work), working in the night and afternoon are a taboo; the applied of active rest pauses through mebongbong (cockfight exercises) activity, give the sarin pegae as a bonus to motivate the workers, look after of the cattle such as duck/ chicken/ cow, tumpek landep ceremony as a working spirit, using the body size such as ajengkal, aguli, adepa, adepa agung to the size of the hand grip and working object (relevance to anthropometric concept); (3) the health quality with the indicators i.e. workload increase about 37.5%, musculoskeletal complaints increase about 50.8%, and fatigue increase about 31.5%, between before and after working. This condition was predicted to productivity. Therefore, it could be concluded that: (1) anthropometric data similar to asta kosala-kosali concept is most needed in designing the working station; (2) the local wisdom which was found in this study most relevance to ergonomic concept and it had generally and specific characteristic in the each regency; (3) the workers health quality is most influenced to working condition, because in this study was found that the significantly increase of workload, fatigue, and musculoskeletal complaints between before and after working (p < 0.05); (4) the productivity could be increased through the application of the local wisdom which relevance to ergonomic principles. So, it could be recommended that the local wisdom which had been tested naturally must be developed and applied in overcoming the un-ergonomic working condition.

(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam mendesain stasiun dan proses kerja, sampai saat ini belum mengacu kepada data antropometri pekerja yang ada di areal tempat mereka beraktivitas. Umumnya yang digunakan sebagai acuan adalah data sekunder yang ada pada litetatur atau sumber bacaan yang relevan yang umumnya masih menggunakan ukuran orang barat. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan eksplorasi data dasar yang akan digunakan sebagai acuan di dalam membuat desain stasiun kerja yang ergonomis. Di samping itu melalui pendekatan sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipatori (SHIP) akan terwujud desain stasiun dan proses kerja yang secara teknis sesuai dengan pekerjanya dan secara fisiologis tidak menimbulkan keluhan muskuloskeletal, tidak mengakibatkan beban kerja yang terlalu berat dan dapat memperlambat munculnya kelelahan (Manuaba, 2006 a; Azadeh, et al, 2007; Ercan, et al, 2006).

Antropometri merupakan ukuran dan proporsi tubuh manusia yang mempunyai manfaat praktis untuk menentukan ukuran tempat duduk, meja kerja, jangkauan, genggaman, ruang gerak dan batas-batas gerakan sendi (Grandjean, 2007). Jika dikaji mengenai hubungan antara alat, menusia dan pekerjaannya masing-masing, maka data antropometri akan sangat dibutuhkan untuk memperoleh kesesuaian antara ukuran diri mereka dengan alat-alat yang digunakan. Saat ini masih belum banyak dimanfaatkan ukuran-ukuran antropometri di dalam mendesain alat-alat kerja dan tempat kerja, padahal sesungguhnya antropometri ini sudah dimanfaatkan oleh orang Bali pada saat membangun rumah dan membuat peralatan kerja yaitu dengan menggunakan asta kosala-kosali dan asta bumi yang pada prinsipnya hampir sama dengan konsep antropometri. Di samping itu konsep yang tertuang pada Tri Hita Karana, konsep pemali, dan Ayurveda Ilmu Kedokteran Hindu juga digunakan sebagai acuan di dalam memperbaiki stasiun dan proses kerja di industri kecil yang dikaitkan dengan parameter kualitas kesehatan dan produktivitas. Ini merupakan kearifan lokal yang dapat diterapkan di masyarakat dengan mengacu kepada prinsip-prinsip ergonomi.

Penerapan ergonomi yang mengupayakan agar pekerja selalu dalam kondisi sehat, aman, dan nyaman dalam proses kerja merupakan suatu yang urgen untuk dilaksanakan dan

(9)

2

sesegera mungkin harus diimplementasikan (Manuaba, 2006 a; Azadeh, et al, 2007; Ercan, et al, 2006). Jika hal ini diabaikan, maka kualitas kesehatan pekerja diyakini akan terganggu bahkan bisa menimbulkan deformitas pada organ tubuhnya dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. Salah satu cara yang bisa ditempuh agar para pekerja yang berkecimpung di dalam kegiatan yang ada di industri kecil tetap dalam kondisi yang sehat, aman, nyaman, efektif dan efisien serta produktivitasnya tinggi maka diperlukan kaidah-kaidah ergonomi yang berbasis kearifan lokal di dalam melakukan kegiatan atau aktivitas di tempat kerja. Sebab seandainya hal ini tidak dilakukan maka akan menimbulkan berbagai macam gangguan, kelainan dan penyakit yang terkait dengan sistem otot dan rangka, misalnya; (1) terganggunya mekanika tubuh manusia secara umum, (2) bisa terjadi luka atau cedera pada persendian, (3) epimisium dan perimisium otot bisa sobek, (4) rasa sakit pada vertebrae (tulang belakang) dan (5) terjadi deformitas atau degenerasi pada diskus intervertebralis (cakram atau piringan pada persendian tulang belakang) (Grandjean, 2007). Dengan demikian kualitas kesehatan pekerja akan terancam yang pada akhirnya produktivitas kerja akan menurun.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut.

Pada Tahun I

1. Bagaimanakah caranya menyesuaikan antropometri pekerja dengan ukuran alat kerjanya?

2. Bagaimanakah caranya mendesain stasiun kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi agar tidak menimbulkan efek negatif terhadap kualitas kesehatan pekerja?

3. Bagaimanakah caranya menentukan kriteria beban kerja yang menyertai pekerja di sektor industri kecil pada saat melakukan aktivitas di tempat kerja ?

4. Bagaimanakah caranya menentukan lokasi keluhan muskuloskletal yang terjadi seandainya ukuran alat kerja tidak sesuai dengan antropometri pekerja?

(10)

3 Pada Tahun II

1. Apakah perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat mengurangi beban kerja pematung ?

2. Apakah perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal pematung ?

3. Apakah perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat mengurangi kelelahan pematung ?

4. Apakah perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat meningkatkan produktivitas pematung ?

1.2 Tujuan Khusus

Menyimak latar belakang masalah tersebut, tujuan khusus yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Tujuan penelitian pada tahun pertama adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui cara penyesuaian antropometri pekerja dengan ukuran alat kerjanya. 2. Mengatahui cara mendesain stasiun kerja berbasis kearifan lokal yang relevan

dengan konsep ergonomi agar tidak menimbulkan efek negatif terhadap kualitas kesehatan pekerja.

3. Mengetahui cara menentukan kriteria beban kerja yang menyertai pekerja di sektor industri kecil pada saat melakukan aktivitas di tempat kerja.

4. Mengetahui cara menentukan lokasi keluhan muskuloskletal yang terjadi seandainya ukuran alat kerja tidak sesuai dengan antropometri pekerja.

5. Mengatahui cara menentukan kelelahan pekerja pada saat beraktivitas.

b. Tujuan penelitian pada tahun kedua adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui pengaruh perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi terhadap beban kerja pematung.

2. Mengetahui pengaruh perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi terhadap keluhan muskuloskeletal pematung. 3. Mengatahui pengaruh perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang

(11)

4

4. Mengatahui pengaruh perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi terhadap produktivitas pematung

1.3 Urgensi (Keutamaan) Penelitian

Urgensi (keutamaan) penelitian difokuskan pada luaran sebagai berikut.

1. Implementasi data antropometri yang mengacu kepada kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dan dilengkapi dengan hasil analisis persentil yang dapat digunakan sebagai acuan di dalam mendesain stasiun kerja. Luaran ini dapat digunakan sebagai acuan dalam memperbaiki infrastruktur di industri kecil sehingga dapat meminimalkan penyakit akibat kerja dan kualitas kesehatan pekerja dapat ditingkatkan.

2. Implementasi data ukuran alat kerja termasuk meja kerja dan tempat duduk yang dapat digunakan untuk mencari kesesuaian antara antropometri pekerja dengan stasiun kerjanya serta geometri yang mengacu kepada konsep asta bumi.

3. Implementasi data antropometri dan data ukuran alat kerja di dalam melakukan uji coba penuntun praktis pengukuran antropometri pekerja yang mengacu kepada prinsip asta kosala-kosali dan asta bumi.

4. Kualitas kesehatan yang mengacu kepada indikator sebagai berikut.

a. Nilai frekuensi denyut nadi sebelum dan sesudah kerja dapat digunakan sebagai data dasar di dalam menentukan kriteria beban kerja yang mengacu kepada subjek yang digunakan sebagai sample dalam penelitian dan digeneralisasi kepada populasi. Pemeriksaan denyut nadi ini mengacu kepada konsep nadi pariksha yang tertuang dalam ayurveda.

b. Skor keluhan muskuloskeletal yang dilengkapi dengan analisis validitas dan reliabilitasnya dapat digunakan sebagai data dasar dalam membuat penuntun praktis penentuan lokasi keluhan otot yang ada pada tubuh pekerja dan berbasis kepada ayurveda ilmu kedokteran Hindu yaitu Dhatu Waisamya (perubahan fungsi organ) c. Skor kelelahan yang dilengkapi dengan analisis validitas dan reliabilitasnya yang dapat digunakan sebagai data dasar di dalam

(12)

5

membuat penuntun praktis dalam penentuan tingkat kelelahan pekerja.

5. Implementasi data antropometri, data ukuran alat kerja, data kondisi lingkungan di dalam menguji coba contoh desain stasiun kerja yang ergonomik yang dirancang pada tahun I

6. Gambaran tentang kualitas kesehatan pematung yang dapat ditingkatkan melalui perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi sebagai temuan pada tahun II

7. Gambaran tentang produktivitas pematung setelah dilakukan perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi sebagai temuan pada tahun II.

(13)

6 BAB II STUDI PUSTAKA

2.1 Ergonomi dan Manfaatnya

Ergonomi berasal dari kata Yunani yaitu ergon (kerja) dan nomos (aturan). Definisi ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni untuk menyerasikan alat, cara kerja dan lingkungan pada kemampuan, kebolehan dan batasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya (Manuaba, 2006 a). Ergonomi sangat diperlukan di dalam suatu kegiatan yang melibatkan manusia di dalamnya dengan memperhitungkan kemampuan dan tuntutan tugas.

Kemampuan manusia sangat ditentukan oleh faktor-faktor profil, kapasitas fisiologi, kapasitas psikologi dan kapasitas biomekanik, sedangkan tuntutan tugas dipengaruhi oleh karakteristik dari materi pekerjaan, tugas yang harus dilakukan, organisasi dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilakukan (Manuaba, 2006 a, 2006 b). Dengan ergonomi dapat ditekan dampak negatif pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena dengan ergonomi berbagai penyakit akibat kerja, kecelakaan, pencemaran, keracunan, ketidak-puasan kerja, kesalahan unsur manusia, bisa dihindari atau ditekan sekecil-kecilnya (Manuaba, 2006 b).

Pemanfaatan prinsip-prinsip ergonomi dalam mendesain suatu produk membuat produk tersebut menjadi lebih sesuai dengan pemakai (users friendly), memuaskan, nyaman dan aman (Manuaba 2006 a; Fam, et al, 2007; Limerick, et al, 2007). Untuk memudahkan dan mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul, penerapan ergonomi hendaknya menggunakan bahasa yang sederhana, bahasa perusahaan atau bahasa masyarakat. Pendekatan sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipatori (SHIP) hendaknya selalu dimanfaatkan dalam setiap pemecahan masalah atau merencanakan sesuatu sehingga tidak ada lagi masalah yang tertinggal atau muncul di kemudian hari (Manuaba, 2006 a; Adiputra, 2006 a; Artayasa, 2006; Sutajaya, 2006 c; Azadeh, et al, 2007; Ercan, et al, 2006). Di samping itu pendekatan SHIP hendaknya diterapkan dalam pemilihan dan alih teknologi sehingga menjadi tepat guna, dengan persyaratan: (a) secara teknik hasilnya lebih baik; (b) secara ekonomi lebih menguntungkan; (c) secara sosial budaya dapat diterima; (d) kesehatan dapat dijamin dan dipertanggungjawabkan; (e) hemat dalam pemakaian energi; dan (f) tidak

(14)

7

merusak lingkungan (Manuaba, 2006 b, dan 2008; Sutjana & Adiputra, 2006; Munaf, dkk, 2008). Dari beberapa perbaikan ergonomi terbukti bahwa dengan penerapan ergonomi mampu memberikan keuntungan secara ekonomi, meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kerja. Malah telah sampai pada simpulan good ergonomi is good economic (Sutjana & Adiputra, 2006).

2.2 Antropometri dan Stasiun Kerja

Di dalam mendesain alat kerja dan ruang kerja yang mengacu kepada antropometri pemakai, perlu dipertimbangkan: (a) tinggi rendahnya tuntutan terhadap beban otot pada saat beraktivitas; (b) tingkat bahaya yang ditimbulkan pada saat melakukan aktivitas dengan menggunakan alat kerja tertentu dan di ruang kerja tertentu pula; (c) letak beban paling besar pada saat mengangkat dan mengangkut beban, mengoperasikan alat-alat kerja, duduk di kursi kerja, dan bekerja di meja kerja; (d) posisi kerja pada saat melakukan kegiatan (duduk, berdiri, jongkok, setengah jongkok, duduk bersila, kombinasi); (e) sikap kerjanya (alamiah atau tidak alamiah); (f) sifat kerjanya statis atau dinamis dilihat dari kontraksi otot yang terjadi pada saat melakukan aktivitas; (g) kemungkinan variasi posisi dan sikap kerja; (h) pola-pola gerakan badan yang dikaitkan dengan batasan-batasan gerakan sendi; (i) lamanya kerja dengan memanfaatkan tenaga fisik atau otot; (j) tinggi rendahnya presisi atau ketelitian yang diinginkan; dan (k) organ-organ yang terlibat langsung dengan komponen-komponen alat (Grandjean, 2007; Bazrgari, 2007; Sutjana, et al, 2008).

Di dalam mendesain alat dan ruang kerja perlu dipertimbangkan konponen-komponen di atas, karena upaya untuk menyesuaikan antropometri dengan desain alat dan ruang kerja pada dasarnya tergantung kepada: (a) keadaan, frekuensi dan kesulitan dari aktivitas yang dilakukan terkait dengan pengoperasian alat-alat kerja; (b) sikap tubuh selama beraktivitas; (c) syarat-syarat untuk keleluasaan gerak terkait dengan aktivitas yang dilakukan di ruang kerja tersebut; dan (d) keamanan, kenyamanan dan keselamatan yang diharapkan dengan penambahan dimensi kritis (Grandjean, 2007).

Di samping itu ada beberapa gerakan yang harus didukung oleh kesesuaian antara antropometri pemakai dengan alat yang dioperasikan atau ruang kerja tempat beraktivitas yaitu; (a) gerakan pada saat duduk, berdiri, berjalan atau kombinasi; (b) gerakan di dalam menggunakan fasilitas atau mengoperasikan alat-alat kerja; (c) gerakan-gerakan yang

(15)

8

berkaitan dengan emergency; (d) gerakan pada saat mengambil atau menaruh dan menjangkau sesuatu; dan (e) gerakan melintas di gang atau di antara alat-alat kerja yang ada pada saat pindah tempat kerja (Grandjean, 2007).

Antropometri memang sangat diperlukan untuk menyesuaikan antara alat atau ruang kerja dengan orang yang bekerja atau beraktivitas di tempat tersebut, sebab seandainya ini tidak terpenuhi maka akan menimbulkan: (a) ketidak-nyamanan dalam beraktivitas; (b) kelelahan lebih cepat muncul; (c) risiko terjadinya kesalahan dalam beraktivitas lebih tinggi; (d) beban kerja meningkat lebih cepat; (e) energi yang diperlukn untuk usaha kerja yang sama ternyata lebih tinggi; (f) sering menimbulkan gangguan otot terutama pada sistem musculoskeletal; dan (g) produktivitas menurun (Grandjean, 2007).

2.3 Faktor Beban Kerja yang Dipertimbangkan dalam Mendesain Stasiun Kerja

Aasa, et al. (2006) melaporkan bahwa aktivitas yang disertai dengan adanya stres mental dan fisik dapat meningkatkan rerata denyut nadi secara bermakna sebesar 16,80 denyut per menit pada pria dan 18,70 denyut per menit pada wanita (p < 0,01). Pada proses kerja tampaknya beban kerja yang dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal akan saling mempengaruhi sehingga memunculkan perpaduan antara beban kerja fisik dan mental. Beban kerja tersebut diekspresikan melalui perubahan frekuensi denyut nadi yang dapat digunakan sebagai salah satu data objektif untuk menentukan berat-ringannya suatu aktivitas. Akan tetapi dari beberapa laporan peneliti tampaknya suatu pekerjaaan yang didominasi oleh beban kerja mental tidak akan mengubah kategori beban kerja atau beban kerja berada pada kategori ringan (75 - 100 denyut per menit). Oleh karena itu perlu dilihat peningkatan frekuensi dari denyut nadi istirahat ke denyut nadi kerja sesuai dengan pernyataan Adiputra (2006 b) bahwa perubahan frekuensi denyut nadi tidak boleh melebihi 35 denyut per menit pada pria dan 30 denyut per menit pada wanita dari denyut nadi istirahat.

Adiputra (2006 b) menyatakan bahwa untuk beban kerja yang sama, subyek orang Bali telah merespon lebih berat 15% di atas orang Thai dan 30% di atas orang Barat. Itu berarti kriteria di atas harus dikurangi 30% dari orang barat yaitu: (a) untuk pria 35 – (35 x 30%) = 24,5 denyut per menit dan (b) untuk wanita 30 – (30 X 30%) = 21 denyut per menit. Dengan kata lain, walaupun kategori beban kerjanya sama, namun peningkatan frekuensi denyut nadi dengan subjek orang Bali tidak boleh melebihi 25 denyut per menit untuk pria

(16)

9

dan 21 denyut per menit untuk wanita. Kondisi seperti ini diprediksi akan berlaku sama untuk orang Indonesia karena mereka hidup di daerah tropis dengan temperatur udara dan kelembaban yang tinggi. Kondisi seperti ini dinyatakan dapat mempengaruhi kemampuan dan kesehatan seseorang.

2.4 Faktor Kelelahan yang Dipertimbangkan dalam Mendesain Stasiun Kerja

Kelelahan secara umum merupakan suatu keadaan yang tercermin dari gejala perubahan psikologis berupa kelambanan aktivitas motoris dan respirasi, adanya perasaan sakit, berat pada bola mata, pelemahan motivasi, aktivitas dan fisik lainnya yang akan mempengaruhi aktivitas fisik maupun mental (Grandjean, 2007; Richardson, 2006; Steward, et al, 2008; Suter, 2008). Kelelahan sesungguhnya merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut atau dapat dikatakan sebagai alarm tubuh yang mengisyaratkan seseorang untuk segera beristirahat. Mekanisme ini diatur oleh sistem saraf pusat yang dapat mempercepat impuls yang terjadi di sistem aktivasi oleh sistem saraf simpatis dan memperlambat impuls yang terjadi di sistem inhibisi oleh saraf parasimpatis. Menurunnnya kemampuan dan ketahanan tubuh akan mengakibatkan menurunnya efisiensi dan kapasitas kerja. Seandainya kondisi seperti ini dibiarkan berlanjut tentunya akan mempengaruhi produktivitas seseorang. Grandjean (2007) menyatakan bahwa kelelahan yang berlanjut dapat menyebabkan kelelahan kronis dengan gejala: (a) terjadi penurunan kestabilan fisik; (b) kebugaran berkurang; (c) gerakan lamban dan cenderung diam; (d) malas bekerja atau beraktivitas; dan (e) adanya rasa sakit yang semakin meningkat.

Di samping itu kelelahan juga menyebabkan gangguan psikosomatik seperti: (a) sakit kepala; (b) pusing-pusing; (c) mengantuk; (d) jantung berdebar; (e) keluarnya keringat dingin; (f) nafsu makan berkurang atau hilang; dan (g) adanya gangguan pencernaan (Grandjean, 2007). Terkait dengan fakta tersebut tampaknya dalam proses kerja para pekerja tidak akan terlepas dari kelelahan saat mengikuti aktivitas. Kondisi tersebut akan semakin parah jika pada proses kerja disertai dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat, aman dan nyaman, suasana kerja yang membosankan dan sarana atau prasarana yang tidak mengacu aspek-aspek ergonomi.

(17)

10

2.5 Kaitan antara Keluhan Muskuloskeletal dan Stasiun Kerja

Aasa, et al (2006), David, et al (2008), dan Marras, et al (2009) melaporkan bahwa keluhan sistem muskuloskeletal merupakan masalah besar dalam suatu industri yang disebabkan oleh: (a) tempat kerja yang tidak memadai; (b) aktivitas yang bersifat repetitif; (c) desain alat dan peralatan yang tidak sesuai dengan si pemakai; (d) organisasi kerja yang tidak efisien; (e) jadwal istirahat yang tidak teratur; dan (f) sikap kerja yang tidak alamiah. Escorpiso (2008) melaporkan bahwa keluhan muskuloskeletal menempati urutan pertama di antara penyakit akibat kerja lainnya yang dipengaruhi oleh karakteristik individu (umur lebih dari 30 tahun), di mana pekerja yang mengalami gangguan tersebut sebanyak 44,9%.

Grandjean (2007) menyatakan bahwa sikap kerja yang tidak alamiah menimbulkan kontraksi otot secara statis (isometrik) pada sejumlah besar sistem otot tubuh manusia dan kontraksi otot statis dapat mengakibatkan: (a) tenaga atau energi yang diperlukan lebih tinggi dalam usaha yang sama; (b) denyut nadi meningkat lebih tinggi; (c) cepat merasa lelah; dan (d) setelah bekerja, otot memerlukan waktu pemulihan yang lebih lama (Sutajaya, 2006a, 2006b).

Reenan, et al (2009) dan Vayvay, et al (2008) menyatakan bahwa keluhan muskuloskeletal terjadi pada sistem muskuloskeletal yang meliputi: (a) tulang-tulang yang merupakan struktur penyangga tubuh; (b) jaringan otot yang dapat berkontraksi sehingga menimbulkan gerakan; (c) tendo yang merupakan jaringan penghubung otot dengan tulang; (d) ligamen yang merupakan jaringan penghubung tulang dengan tulang; (e) kartilago (tulang rawan) yang berfungsi sebagai bantalan sendi; (f) saraf yang merupakan sistem komunikasi antara otot, tendo dan jaringan lainnya dengan otak; dan (g) pembuluh darah yang berfungsi sebagai organ transportasi nutrisi ke seluruh jaringan tubuh melalui darah dan ke organ pembuangan.

2.6 Kearifan Lokal yang Berkaitan dengan Ergonomi

Kearifan lokal adalah unsur kebudayaan tradisional yang telah memiliki sejarah yang panjang dan hidup dalam kesadaran kesadaran kolektif manusia dan masyarakat sejagat, terkait dengan sumber daya alam, sumber daya kebudayaan, sumber daya manusia, ekonomi, hokum dan keamanan (Geriya, 2007). Secara konseptual kearrifan lokal merupakan bagian dari sistem pengetahuan sederhana (Sarna, 2008). Di antara keanekaragaman jenis kearifan

(18)

11

lokal, ditemukan beberapa kearifan lokal yang memiliki kualitas dan keunggulan dengan kandungan nilai-nilai universal seperti historis, religius, etika, estetika, sains dan teknologi yang disebut lokal genius.

Tri Hita Karana sebagai warisan budaya Bali ternyata memiliki banyak keterkaitan dengan ergonomi karena kaya dengan filosofi, nilai, etika lokal, dan dengan focus berupa konfigurasi nilai harmoni. Dalam hal ini prinsip ergonomi yang mengutamakan unsur kenyamanan, kesehatan, keamanan, efisiensi, dan efektivitas serta produktivitas kerja amat terkait dengan konsep Tri Hita Karana yang sangat mempengaruhi perilaku orang Bali dalam beraktivitas. Di samping itu warisan leluhur tentang konsep keseimbangan yang dikenal dengan istilah Tri Hita Karana tersebut selalu menjadi inspirasi bagi pengelolaan sumber daya alam di Bali. Dalam hal ini penerapan ergonomi di industri kecil yang berbasis kearifan lokal sesungguhnya adalah beruasaha agar terjadi keseimbangan antara aktivitas manusia dengan daya dukung alam di sekitarnya. Penanganan limbah perusahaan dan pembatasan waktu kerja merupakan upaya ergonomi untuk menserasikan antara tuntutan tugas dengan kemampuan manusia dan faktor lingkungan yang menyertai para pekerja saat beraktivitas.

Budaya Bali sangat menekankan keseimbangan dari pola relasi hubungan dengan Tuhan, manusia, dan lingkungan. Kedinamisan keseimbangan pola relasi ini sangat terkait dengan dinamika perjalanan waktu dan keadaan yang terjadi (desa, kala, patra). Konsep desa kala patra juga menjadi acuan dalam perbaikan stasiun dan proses kerja di industri kecil, karena konsep ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan intervensi ergonomi di suatu daerah.

Ajaran Catur Purusartha (Dharma, Artha, Kama, Moksa) diarahkan untuk mencapai tujuan kebebasan yang abadi dan kesejahteraan seantero alam semesta dengan istilah mokshartam jagadhita. Tujuan untuk mencapainya adalah dengan Catur Marga (Karma, Bhakti, Jnana, Raja). Konsep ini amat terkait dengan prinsip ergonomi yang menekankan kepada upaya manusia untuk meningkatkan produktivitas kerjanya dalam mencapai kesejahteraan hidup dan tetap terjaganya kualitas kesehatan jasmani dan rohani.

2.7 Faktor Sosial Budaya dalam Ergonomi

Ergonomi menekankan bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhannya tidak bisa terlepas dari: (a) alat-alat kerja dan tugasnya (task); (b) organisasi kerja; dan (c) lingkungan

(19)

12

kerja. Di tempat kerja berbagai masalah ergonomi masih banyak terjadi seperti: (a) alat kerja yang tidak memadai atau tidak sesuai denngan antropometri; (b) sikap kerja yang tidak alamiah; (c) mikroklimat yang tidak memadai; (d) organisasi kerja yang tidak mendukung tercapainya hasil yang maksimal; (e) jam kerja berkepanjangan tanpa istirahat; (f) kerja bergilir yang tidak manusiawi; (g) kerja statis; (h) kurang gizi; dan (i) ligkungan kerja yang tidak aman dan tidak nyaman. Untuk mengatasi masalah tersebut penerapan ergonomi sejak dini mutlak diperlukan dan merupakan suatu keharusan untuk mempertimbangkan unsur-unsur budaya yang akan mempengaruhi mekanisme atau proses penerapannya demi tercapainya hasil yang maksimal.

Geriya (2007) menyatakan bahwa kristalisasi nilai-nilai budaya yang digali dari bumi Indonesia adalah: (a) unsur ke-Tuhanan yang diungkapkan dengan bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrua yang artinya berbeda-beda tetapi satu dan tidak ada agama yang memiliki tujuan berbeda dimana unsur kerukunan dan toleransi agama menjadi bingkai pemersatu; (b) unsur kemanusiaan yang egaliter dapat dijumpai pada tata kehidupan bermasyarakat yakni menghargai sesama umat dan saling membantu jika tertimpa musiba;, (c) unsur persatuan yang terihat jelas dengan adanya kebersamaan (collectives), kekeluargaan, persatuan dan kesatuan serta kegotong-royongan; (d) unsur kerakyatan sebagai ciri demokrasi terlihat dalam pengambilan keputusan dilakukan melalui jalan musyawarah mufakat; dan (e) unsur keadilan tercermin dalam kehidupan hukum adat sebagai salah satu aspek budaya yang mengatur secara adil dan merupakan kewajiban warga masyarakat setempat. Pendapat ini sangat berkaitan dengan unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan ergonomi khususnya di Bali yaitu: (a) bekerja diyakini sebagai suatu darma seseorang dan hasilnya akan dipertanggung-jawabkan kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) melalui pelaksanaan karma marga sebagai wujud bakti kepadaNya; (b) melalui penerapan ergonomi sejak dini diharapkan dicapai kondisi kerja yang lebih manusiawi dan tidak memaksa seseorang untuk bekerja di luar batasan, kemampuan dan kebolehannya; (c) suatu pekerjaan akan bisa dilakukan secara efektif dan efisien dengan hasil maksimal jika dikerjakan secara bersama-sama melalui tim kerja yang kondusif; (d) unsur kerakyatan sebagai ciri demokrasi sangat kentara di dalam suatu organisasi kerja yang menerapkan pendekatan SHIP (sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipatori) karena pendekatan tersebut memberi peluang kepada setiap orang untuk berkontribusi sama dalam setiap

(20)

13

mengambil keputusan dan mereka yang ingin menang sendiri dan otoriter akan tereliminasi; dan (e) unsur keadilan dapat dilihat pada sistem pengupahan di mana prinsip ergonomi selalu menekankan kepada sistem pengupahan yang proporsional sesuai dengan beban kerja atau risiko yang dihadapi pekerja.

Penelitian ergonomi yang menyentuh unsur tubuh manusia yaitu: bayu (kekuatan), sabda (suara) dan idep (pikiran) dapat dijelaskan sebagai berikut (Sutajaya, dkk, 2009).

1. Dalam menentukan permasalahan di tempat kerja hendaknya memperhatikan status nutrisi atau energi dan pemanfaatan tenaga otot (bayu) terkait dengan subjek yang akan dilibatkan dan intervensi ergonomi yang dikenakan terhadap subjek penelitian.

2. Dalam membuat protokol penelitian unsur sabda atau pendapat (suara) subjek perlu diperhatikan, karena apa yang diinginkan peneliti belum tentu sesuai dengan keinginan subjek.

3. Saat memperbaiki kondisi kerjanya diharuskan untuk mengajak subjek secara partisipatori turut berpikir atau memanfaatkan idep mereka demi tercapainya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.

Penelitian ergonomi yang menyentuh unsur sarana berlogika yaitu desa (tempat), kala (waktu) dan patra (kebiasaan) dapat dijelaskan sebagai berikut (Sutajaya, dkk, 2009).

1. Pada proses penelitian karateristik lokasi (tempat) penelitian sangat menentukan keberhasilan suatu penelitian karena terkait dengan cara pemilihan sampel, rancangan yang digunakan, dan strategi pendataan. Untuk itu perlu diketahui karakteristik suatu wilayah yang akan dijadikan objek penelitian sehingga penelitian dapat berlangsung lancar dengan hasil yang maksimal.

2. Waktu penelitian juga sangat menentukan validitas dan reliabilitas data yang diperoleh karena jika salah menentukan alokasi waktu penelitian bisa berakibat fatal atau penelitian mengalami kegagalan, misalnya: penelitian dilakukan saat ada upacara agama, ini tentu akan mempengaruhi kondisi subjek.

3. Kebiasaan setempat perlu dipertimbangkan agar diperoleh data yang akurat karena kebiasaan seseorang yang mungkin sudah dilakukan selama bertahun-tahun atau bahkan berabad-abad lamanya tidak bertindak sebagai variabel pengganggu atau menjadi masking effect dalam analisis data.

(21)

14

Penelitian ergonomi yang menyentuh unsur peradilan yaitu bukti, saksi dan ilikita (logika) dapat dijelaskan sebagai berikut (Sutajaya, dkk, 2009).

1. Bukti keberhasilan intervensi ergonomi sering digunakan sebagai acuan di dalam melaksanakan intervensi berikutnya, karena bukti yang bisa dilihat dan dirasakan oleh pekerja dapat bertindak sebagai pemicu motivasi pihak terkait untuk memperbaiki kondisi kerjanya.

2. Saksi juga diperlukan untuk mempromosikan keberhasilan intervensi ergonomi karena apa yang dikatakan atau dilaporkan oleh saksi yang dalam hal ini adalah subjek dan peneliti dapat mempengaruhi minat pekerja atau orang lain yang tertarik dengan intervensi tersebut untuk diterapkan di tempat mereka.

3. Ilikita atau logika sangat berpengaruh dalam mengambil suatu keputusan terkait dengan upaya perbaikan yang akan dilakukan, karena dalam penerapan ergonomi diawali dengan perbaikan yang sifatnya mudah dikerjakan, murah biayanya dan masuk akal. Itu berarti secara logis apa yang diterapkan dalam penelitian ergonomi hendaknya masuk akal dan bisa berlanjut atau tidak hanya terbatas sebagai penelitian saja.

(22)

15 2.8 Kerangka Konsep dan Hipotesis

Kerangka konsep pada penelitian ini dapat dicermati pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Konsep

Bertolak dari kerangka konsep yang telah diuraikan pada Gambar 2.1 dapat dibuat hipotesis penelitian (khusus untuk penelitian tahun II) sebagai berikut.

1. Perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat mengurangi beban kerja pematung.

2. Perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal pematung.

3. Perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat mengurangi kelelahan pematung.

4. Perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat meningkatkan produktivitas pematung.

Output:

 Stasiun kerja yang

ergonomik  Gambaran tentang kualitas kesehatan (beban kerja, kelelahan, dan keluhan muskuloskeletal)  Produktivitas Process: Perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi Environmental input:  Suhu  Kelembaban relatif  Intensitas pencahayaan  Kecepatan angin  Kebisingan  Vibrasi Instrumental input:  Alat kerja  Stasiun kerja  Alat pelindung diri

Raw input: Pekerja di Industri Kecil  umur  jenis kelamin  berat badan  kesehatan  antropometrik Organization input :  Karakteristik pimpinan  Sistem pengupahan  Manajemen perusahaan

(23)

16 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Pada tahun I dilakukan penelitian deskriptif yang difokuskan pada eksplorasi kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi yang cocok diimplementasikan dalam mendesain stasiun kerja pematung dan dikaitkan dengan kualitas kesehatannya yang dinilai dari indikator beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan. Pada tahun II dilakukan penelitian eksperimental yang dirancang berdasarkan pendekatan sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipatori (SHIP). Sistemik atau melalui pendekatan sistem artinya dimana semua faktor yang berada di dalam satu sistem dan diperkirakan dapat menimbulkan masalah harus ikut diperhitungkan sehingga tidak ada lagi masalah yang tertinggal atau munculnya masalah baru sebagai akibat dari keterkaitan system. Holistik artinya semua faktor atau sistem yang terkait atau diperkirakan terkait dengan masalah yang ada, haruslah dipecahkan secara proaktif dan menyeluruh. Interdisipliner artinya semua disiplin terkait harus dimanfaatkan, karena makin kompleksnya permasalahan yang ada diasumsikan tidak akan terpecahkan secara maksimal jika hanya dikaji melalui satu disiplin, sehingga perlu dilakukan pengkajian melalui lintas disiplin ilmu. Partisipatori artinya semua orang yang terlibat dalam pemecahan masalah tersebut harus dilibatkan sejak awal secara maksimal agar dapat diwujudkan mekanisme kerja yang kondusif dan diperoleh produk yang berkualitas sesuai dengan tuntutan jaman (Manuaba, 2006 a dan 2006 b).

Penelitian ekperimental ini menggunakan rancangan pre and post test group design (treatment by subjects design), dengan pola dasar sebagai berikut (Colton, 2007).

P ---- RS---O1---(-)---O2---WOP---O3---(p)---O4

Gambar 1. Bagan Rancangan Penelitian

Keterangan:

P adalah populasi berupa pekerja di industri kecil RS adalah sampel dipilih secara random

(24)

17

O1 adalah pendataan sebelum kerja pada kelompok yang belum mendapatkan perlakuan berupa perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi

O2 adalah pendataan sesudah kerja pada kelompok yang belum mendapatkan perlakuan berupa perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi

O3 adalah pendataan sebelum kerja pada kelompok yang sudah mendapatkan perlakuan berupa perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi

O4 adalah pendataan sesudah kerja pada kelompok yang sudah mendapatkan perlakuan berupa perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi

(-) adalah kondisi kerja sebelum perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi

(p) adalah kondisi kerja setelah perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi

WOP adalah washing out period atau proses penghilangan efek sebelum diberi perlakuan yang diberikan selama dua hari

3.2 Penentuan Sumber Data 3.2.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pematung yang ada di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, alat kerjanya, dan stasiun kerja yang digunakan untuk beraktivitas.

3.2.2 Populasi dan Sampel

Populasi target pada penelitian ini adalah semua pematung yang ada di Desa Peliatan. Populasi terjangkau adalah semua pematung yang memenuhi kriteria inklusi yang berjumlah 107 pematung. Sampel pada penelitian ini adalah 30 pematung yang terpilih dalam penentuan jumlah sampel dan dilibatkan secara penuh pada penelitian ini.

(25)

18 3.2.3 Kriteria Sampel

Untuk menghindari adanya bias yang disebabkan oleh karakterisistik subjek dibuat kriteria untuk membatasi jumlah subjek yang bisa dilibatkan dalam penelitian ini. Kriteria inklusi dalam penentuan sampel adalah sebagai berikut.

a. Berbadan sehat.

b. Bersedia sebagai subjek penelitian. c. Tidak memiliki cacat tubuh.

d. Tidak dalam keadaan sakit pada otot dan tulangnya.

Di samping itu juga ditentukan kriteria eksklusi dengan ketentuan sebagai berikut. a. Bekerja secara individu

b. Jika bekerja berkelompok, jumlah anggota kelompok kurang dari 12 orang. c. Tidak menggunakan peralatan bermesin

Kriteria drop out yang dipersyaratkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Tidak bekerja pada saat penelitian.

b. Menderita sakit saat penelitian berlangsung

c. Karena alasan tertentu mengundurkan diri sebagai sampel

3.3 Besar Sampel

Jumlah sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang yang dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling). Teknik penentuan besar sampel adalah sebagai berikut.

1. Mengacu kepada jumlah populasi terjangkau sebanyak 107 pematung yang tersebar di sepuluh banjar yang ada di Desa Peliatan dibuat daftar nama pematung.

2. Dari daftar nama tersebut dicermati jumlah pematung yang bekerja berkelompok dan bekerja secara individu.

3. Pematung yang bekerja secara berkelompok di masing-masing banjar dirandom untuk mendapatkan tiga kelompok pematung dengan jumlah anggota kelompok antara 12 – 17 pematung.

4. Dari ketiga kelompok pematung tersebut dipilih secara acak 30 pematung sebagai sampel penelitian.

(26)

19 3.4 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah: (a) variabel bebasnya adalah perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi; (b) variabel tergantungnya adalah (1) kualitas kesehatan yang dinilai dari indikator beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan dan (2) produktivitas pematung; dan (c) variabel kontrolnya adalah kondisi subjek (umur, berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan status kesehatan), organisasi kerja (sistem pengupahan, metode kerja, dan proses kerja), dan kondisi lingkungan di tempat kerja (suhu, kelembaban, dan kebisingan)

3.5 Prosedur Penelitian

Untuk menghindari adanya kesalahan dalam pengumpulan data, dibuat prosedur penelitian sebagai berikut.

3.5.1 Pendataan pada tahun I

1. Data kearifan local yang relevan dengan konsep ergonomi didata dengan metode wawancara dan dikaitkan dengan literatur yang relevan.

2. Antropometri pekerja diukur dengan menggunakan antropometer di mana pekerja diminta untuk bersandar di tembok pada posisi tegak dimana buttock dan belakang kepala harus menyentuh tembok.

3. Gambaran tentang kualitas kesehatan pematung didata dengan cara sebagai berikut.

a. Denyut nadi (beban kerja) dihitung dengan metode sepuluh denyut (ten pulse method), dilakukan sebanyak 2 kali yaitu: (1) denyut nadi istirahat (pretest) dihitung 10 menit sebelum kerja (setelah pekerja istirahat selama 5 menit) dan (2) denyut nadi kerja dihitung sesaat akan berakhirnya pekerjaan (posttest). Data dasar ini digunakan untuk menentukan kriteria beban kerja.

b. Keluhan muskuloskeletal yang didata dengan kuesioner Nordic Body Map, dilakukan sebelum dan sesudah kerja dengan jalan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia, sesuai dengan rasa sakit atau kaku pada otot skeletal yang dirasakan. Data dasar ini digunakan

(27)

20

untuk membuat penuntun praktis penentuan lokasi keluhan muskuloskeletal.

c. Kelelahan didata dengan 30 items of rating scale dengan cara memilih item-item yang tersedia sesuai dengan kondisi pekerja saat itu. Data dasar ini digunakan untuk menganalisis validitas dan reliabilitas kuesioner dan nantinya akan digunakan sebagai penuntun praktis dalam penentuan tingkat kelelahan pekerja.

4. Keseluruhan data di atas dan dilengkapi dengan data kondisi lingkungan seperti intensitas penerangan, kelembaban relatif, suhu ruang kerja, dan kecepatan angin serta data ukuran alat-alat kerja digunakan sebagai data dasar di dalam membuat desain stasiun kerja yang mengacu kepada kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi.

3.5.2 Pendataan pada Tahun II

1. Kualitas kesehatan pematung dinilai dari indikator sebagai berikut.

a. Denyut nadi (beban kerja) dihitung dengan metode sepuluh denyut (ten pulse method), dilakukan sebanyak 2 kali yaitu: (1) denyut nadi istirahat (pretest) dihitung 10 menit sebelum kerja (setelah pekerja istirahat selama 5 menit) dan (2) denyut nadi kerja dihitung sesaat akan berakhirnya pekerjaan (posttest).

b. Keluhan muskuloskeletal yang didata dengan kuesioner Nordic Body Map, dilakukan sebelum dan sesudah kerja dengan jalan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia, sesuai dengan rasa sakit atau kaku pada otot skeletal yang dirasakan.

c. Kelelahan didata dengan 30 items of rating scale dengan cara memilih item-item yang tersedia sesuai dengan kondisi pekerja saat itu.

2. Data produktivitas dihitung dengan rumus output (jumlah produk yang dihasilkan) per input (perubahan parameter fisiologis) dikalikan time (waktu yang diperlukan dalam bekerja)

(28)

21

3. Kondisi lingkungan antara sebelum dan sesudah perbaikan kondisi kerja didata sebanyak tiga kali yaitu: (a) ketika pematung mulai bekerja; (b) setelah pematung bekerja selama dua jam; dan (c) setelah pematung bekerja empat jam.

Dalam proses pendataan digunakan alat ukur atau instrumen penelitian sebagai berikut. 1. Anthropometer merek Super 686 buatan Jepang dengan ketelitian 1 mm untuk

mengukur antropometri pekerja.

2. Nordic Body Map yang digunakan untuk mendata keluhan muskuloskeletal. 3. Kuesioner 30 items of rating scale yang digunakan untuk mendata kelelahan. 4. Daftar isian biodata untuk mendata riwayat hidup subjek.

5. Stop watch digital merek Alba sebagai alat bantu dalam menghitung denyut nadi (beban kerja)

6. Meteran logam merek Imundex untuk mengukur alat-alat kerja dan dimensi stasiun kerja.

7. Sling thermometer dengan skala Celsius buatan Jerman untuk mendata suhu lingkungan.

8. Psychrometric Chart digunakan untuk menentukan kelembaban relatif di tempat kerja yang dinilai dari suhu basah dan suhu kering.

9. Luxmeter merek Gossen Panlux Electronic 2 buatan Jerman untuk mengukur intensitas pencahayaan di tempat kerja.

10. Termometer ruangan merek MC dengan skala Celsius untuk mengukur suhu basah dan suhu kering di ruang kerja.

11. Anemometer merek Lutron AM-4201 buatan Taiwan untuk mengukur kecepatan angin di ruang kerja.

(29)

22

 Delapan (8) aspek ergonomi: (1) energi/ status nutrisi; (2) pemanfaatan tenaga otot; (3) sikap/posisi tubuh saat beraktivitas; (4) kondisi lingkungan; (5) kondisi waktu; (6) kondisi sosial; (7) kondisi informasi; dan (8) interaksi manusia dan alat kerja.  Enam (6) kajian teknologi tepat guna:

(1) secara teknik bisa dikerjakan; (2) secara ekonomi terjangkau dan lebih menguntungkan; (3) secara sosial budaya dapat diterima semua pihak; (4) kesehatan dapat dijamin dan dipertanggungjawabkan; (5) hemat energi; dan (6) tidak merusak lingkungan

 Konsep kearifan lokal berupa: (1) Asta Kosala-kosali; (2) Asta Bumi; (3) Tri Hita Karana; (4) konsep pemali; dan (5) Ayurveda Ilmu Kedokteran Hindu

SHIP Approach Identifikasi Masalah Prioritas masalah (urgen, esensial, dan penting)

Indikator yang dinilai sebagai akibat

dari masalah tersebut adalah

1. Kualitas kesehatan yang tercermin

dari:

a) Peningkatan kelelahan pekerja

b) Peningkatan keluhan muskuloskeletal

c) Peningkatan frekuensi denyut nadi kerja (beban kerja)

2. Produktivitas

3. Kondisi lingkungan kerja

SWOT analisis terhadap sarana/prasarana, infrastruktur di industri kecil, peluang peningkatan produktivitas, dan kondisi ruang kerja

Rencana aksi/ tindak lanjut (action plan)

yang mengacu kepada unsur 5 W 2H dan 1R yaitu;

What: apa yang akan dikerjakan Why: mengapa itu yang dikerjakan How: bagaimana cara mengerjakannnya When: kapan mulai dilaksanakan Where: di mana dilaksanakan

Who: siapa stakeholders yang dilibatkan How Much: berapa biaya yang diperlukan Regulation: peraturan yang mana yang bisa memayungi kegiatan tersebut

Pelaporan hasil atau temuan pada Tahun I (2011) yang merupakan kebaharuan penelitian: (1) kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomic dan cocok diterapkan di industri kecil; (2) prioritas masalah ergonomi dalam proses pembuatan patung yang berdampak terhadap kualitas kesehatan dan produktivitas; (3)

antropometri pekerja; (4) desain ruang kerja; (5) penuntun praktis penelusuran kualitas kesehatan yang mengacu kepada indikator keluhan

muskuloskeletal, denyut nadi, dan kelelahan; (6) data dasar mikroklimat di ruang kerja; dan (7) gambaran produktivitas sebelum dan sesudah perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan local yang relevan dengan konsep ergonomi. Luarannnya:

Buku Penuntun Penerapan Ergonomi berbasis Kearifan Lokal dan contoh Desain Stasiun Kerja yang Ergonomis

3.6 Bagan Alir Penelitian

Rencana Penelitian Tahun II (2012)

Implementasi kearifan lokal yang relevan dengan kosep ergonomi dalam memperbaiki infrastruktur di industri kerajinan patung

Temuan pada studi pendahuluan

 Sarana dan prasarana atau infrastrustur di industri kecil tidak antropometris

 Proses kerja sangat statis  Kondisi lingkungan di ruang

kerja tidak nyaman  Produktivitas rendah  Muncul berbagai penyakit

akibat kerja yang berpotensi menurunkan kualitas kesehatan pematung

(30)

23 3.7 Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan cara sebagai berikut.

1. Data kondisi subjek dianalisis secara deskriptif dengan mencari rerata dan simpang baku atau standar deviasinya.

2. Data antropometri pekerja dianalisis dengan uji persentil 5, 50, dan 95.

3. Data kualitas kesehatan pekerja yang dinilai dari frekuensi denyut nadi, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan dianalisis dengan uji t paired pada taraf signifikansi 5%, karena datanya berdistribusi normal.

(31)

24 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Pekerja

Karakteristtik pekerja yang dilihat dari umur, jenis kelamin, pengalaman kerja, pendidikan terakhir, dan berat badan dapat dicermati pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Pekerja di Industri Kecil Kerajinan Patung di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar

No Inisial Subjek Umur (th) Pengalaman kerja (th) Penddidikan terakhir

Tinggi Badan Berat Badan

1 Dlt 30 12 SMA 155.00 56.00 2 Nm 29 11 SMA 162.00 61.00 3 Krt 24 8 SMP 160.00 54.00 4 Sm 40 22 SD 158.00 67.00 5 Sur 35 18 SMP 162.00 68.00 6 Drm 28 10 SMA 167.00 57.00 7 Kyt 27 15 SMA 165.00 62.00 8 Kjn 28 13 SMP 173.00 64.00 9 Dgl 32 14 SMP 168.00 68.00 10 Ptr 30 13 SMP 166.00 64.00 11 Plr 24 8 SMP 157.00 60.00 12 Arn 33 15 SMA 161.00 58.00 13 Blk 38 20 SMA 166.00 64.00 14 Mrs 43 21 SMA 172.00 70.00 15 Mg 41 22 SMA 167.00 70.00 16 Bjr 51 33 SMA 163.00 62.00 17 Whd 38 21 SMA 164.00 60.00 18 Srm 42 24 SMA 160.00 58.00 19 Wtr 46 30 SMA 158.00 58.00 20 Skn 48 31 SMA 161.00 64.00 21 Bds 38 18 SMA 162.00 65.00 22 Apk 46 30 SD 159.00 68.00 23 Mrt 41 18 SMP 160.00 63.00 24 Pd 38 18 SMA 168.00 62.00 25 Srd 40 21 SMA 164.00 65.00 26 Kmr 42 23 SMA 163.00 53.00 27 Bks 42 22 SMA 158.00 61.00 28 Mr 45 26 SMA 166.50 58.00 29 Gbh 41 23 SMA 157.50 55.00 30 Wrd 47 30 SMA 167.00 64.00 Minimum 24 8 - 155 53 Maksimum 51 33 - 173 70 Rerata 37,57 19,67 - 163,00 61,97 SB 7,48 6,96 - 4,45 4,45

(32)

25

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa rerata umur pekerja 37,57 tahun dengan rentangan umur antara 24 s.d. 51 tahun yang merupakan umur produktif dan dalam kondisi maksimal untuk bekerja sebagai pematung. Dilihat dari jenis kelamin pekerja ternyata semuanya berjenis kelamin laki-laki. Rerata pengalaman kerja subjek adalah 19,67 tahun dengan rentangan 8 s.d. 33 tahun yang menunjukkan bahwa mereka sudah cukup lama berkecimpung di sektor industri kecil sebagai pematung. Tingkat pendidikan subjek berada pada rentangan SD s.d. SMA. Itu berarti subjek tidak ada yang buta huruf sehingga tidak mengganggu mekanisme penelitian terutama dalam pemberian kuesioner dan dalam pemahaman terhadap perbaikan kondisi kerja yang akan dilakukan pada tahun kedua. Rerata berat badan pekerja 61,97 kg dengan rentangan 53 s.d. 70 kg yang menunjukkan bahwa berat badan mereka dalam kategori ideal sampai normal jika dibandingkan dengan tinggi badan subjek dengan rerata 163,00 cm dan berada pada rentangan tinggi badan 155 s.d. 173 cm.

4.1.2 Antropometri Pekerja

Beberapa item antropometri yang diperlukan dalam mendesain stasiun kerja diukur dengan antropometer dan dianalisis dengan uji persentil 5, 50, dan 95. Data antropometri pematung merupakan data antropometri dinamik yang diukur pada bagian-bagian tertentu dari tubuh pekerja dan pekerja tetap memakai pakaian kerja. Data antropometri yang diperlukan adalah tinggi badan, tinggi siku pada posisi berdiri, tinggi genggaman, jangkauan ke atas, jangkauan ke samping, diameter genggaman, tingi lutut, tinggi poplitea, jarak buttock-poplitea, lebar pinggul, dan lebar bahu.

Antropometri pekerja yang dimanfaatkan sebagai acuan di dalam melakukan perbaikan kondisi kerja pada tahun kedua dapat dicermati pada Tabel 4.2.

(33)

26

Tabel 4.2 Antropometri Pekerja di Industri Kecil Kerajinan Patung di Desa Peliatan Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar

Sbj Antropometri (cm) TB TS TG JA JS DG TL TP BP LP LB Dlt 155.00 97.00 67.00 184.00 56.00 4.00 48.50 43.00 46.00 30.50 40.00 Nm 162.00 98.00 72.00 190.00 57.00 3.60 49.00 43.00 46.00 33.00 41.00 Krt 160.00 97.00 69.50 184.50 52.00 3.50 44.50 38.50 49.00 32.50 36.00 Sm 158.00 93.50 67.50 182.00 55.00 4.00 48.00 40.00 45.00 32.50 38.00 Sur 162.00 96.30 70.00 188.00 64.00 4.50 47.00 37.00 47.00 32.00 35.00 Drm 167.00 107.00 75.00 196.00 57.30 4.30 48.50 42.50 49.00 31.60 40.00 Kyt 165.00 101.00 71.00 190.00 62.00 3.60 50.00 38.00 45.00 33.00 37.00 Kjn 173.00 107.00 75.00 203.00 65.50 4.80 54.50 43.00 57.00 36.00 41.00 Dgl 168.00 107.00 72.00 196.00 59.00 5.00 54.00 46.00 42.00 35.00 44.00 Ptr 166.00 107.00 74.00 197.00 60.00 5.00 53.00 46.50 43.50 35.50 44.50 Plr 157.00 93.50 68.00 182.00 54.50 3.70 45.00 39.50 44.50 32.50 37.00 Arn 161.00 96.30 69.30 189.20 63.00 4.30 46.50 37.00 46.70 33.00 35.00 Blk 166.00 106.50 76.00 197.00 57.20 4.40 49.00 42.00 50.00 31.80 40.00 Mrs 172.00 109.00 77.00 209.00 65.50 4.50 54.50 42.00 56.20 36.30 40.00 Mg 167.00 106.50 76.60 197.00 57.20 4.20 48.00 40.00 50.00 31.80 40.00 Bjr 163.00 98.00 70.30 189.80 61.80 3.90 45.00 36.80 48.00 32.30 34.00 Whd 164.00 104.00 70.00 194.00 52.00 4.00 48.00 37.50 58.00 33.00 35.00 Srm 160.00 99.00 70.00 191.00 58.00 3.80 51.00 43.50 45.00 34.50 41.00 Wtr 158.00 97.00 66.00 184.00 56.00 4.00 48.50 42.00 45.00 30.50 40.00 Skn 161.00 98.00 71.00 191.00 56.00 3.50 48.00 43.00 46.00 32.50 41.00 Bds 162.00 97.00 69.50 184.50 52.00 3.50 47.00 38.50 49.00 32.50 36.00 Apk 159.00 93.50 67.50 182.00 54.50 3.80 45.00 39.50 44.50 32.50 37.00 Mrt 160.00 96.30 69.30 189.20 63.00 4.30 46.50 37.00 46.70 32.50 35.00 Pd 168.00 106.50 76.60 197.00 57.20 4.20 48.00 42.50 49.00 31.80 40.00 Srd 164.00 105.00 72.00 193.00 52.00 4.00 49.00 38.00 58.00 33.00 34.00 Kmr 163.00 96.00 68.50 183.50 53.00 3.50 48.00 37.50 48.00 33.50 36.00 Bks 158.00 94.50 68.50 181.00 53.50 3.80 45.00 38.50 44.50 32.50 37.00 Mr 166.50 106.00 74.00 196.00 61.00 5.00 53.00 45.50 43.50 35.50 44.50 Gbh 157.50 92.50 69.00 183.00 53.50 3.70 44.00 38.50 44.50 33.50 37.00 Wrd 167.00 107.50 77.00 197.00 56.20 4.40 48.00 42.00 51.00 31.80 40.00 5tile 156,10 93,05 66,55 181,55 52,00 3,50 44,28 36,91 42,83 30,50 34,00 50tile 162,50 98,00 70,15 190,00 57,10 4,00 48,00 40,00 46,70 32,50 39,00 95tile 172,45 108,18 77,00 205,70 65,5 5,00 54,50 46,23 58,00 36,14 44,50 Keterangan: Sbj : Subjek TB : Tinggi Badan TS : Tinggi Siku TG : Tinggi Genggaman JA : Jangkauan Atas JS : Jangkauan Samping DG : Diameter Genggaman TL : Tinggi Lutut TP : Tinggi Poplitea BP : Panjang Buttock-Poplitea LP : Lebar Pinggul LB : Lebar Bahu 5tile : Persentil 5 50tile : Persentil 50 95tile : Persentil 95

(34)

27

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dijelaskan bahwa: (a) tinggi badan pekerja pada persentil 95 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain tempat penyimpanan alat dan produk yang dihasilkan; (b) tinggi siku pada posisi berdiri pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain tinggi tempat band saw dan tinggi tempat penyimpanan produk serta alat kerja yang paling sering digunakan; (c) tinggi genggaman pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain rak penempatan bahan/ produk/ peralatan kerja pada sel di tengah-tengah; (d) jangkauan ke atas pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan dalam mendesain tempat bahan/ produk/ peralatan kerja yang di taruh di sel rak paling atas; (e) jangkauan ke samping pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain penempatan bahan dan alat kerja yang ditaruh di bagian samping; (f) diameter genggaman pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain gagang alat kerja; (g) tinggi lutut pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain tinggi ruang gerak di bawah meja kerja; (h) tinggi poplitea pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain tinggi tempat duduk; (i) panjang buttock-poplitea pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain kedalaman tempat duduk; (j) lebar pinggul pada persentil 95 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain lebar tempat duduk; dan (k) lebar bahu pada persentil 95 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain sandaran pada tempat duduk.

4.1.3 Jenis, fungsi dan ukuran alat kerja

Jenis, fungsi, dan ukuran alat kerja yang digunakan oleh para pekerja saat ini yang diwarisi secara turun-temurun dapat dicermati pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Jenis, Fungsi, dan Ukuran Alat Kerja yang Digunakan dalam Proses Pembuatan Patung

No Nama alat Fungsi Ukuran

1 Alat-alat bermesin

a. Chain saw Untuk memotong kayu dalam membuat bakalan a. Gergajinya  panjang: 33 cm  lebar : 7 cm b. Pegangan gergaji panjang : 25 cm

(35)

28  diameter: 3,19 cm c. Pegangan starter  panjang : 7 cm  diameter : 2,55 cm d. Tali starter  panjang : 80 cm e. Berat : 5 kg b. Band saw Untuk memotong

bagian-bagian yang tidak diinginkan (setelah proses memahat)

a. Tinggi meja 23 cm

c. Bor listrik Untuk membuat lubang pada bagian-bagian tertentu a. Pegangan  panjang : 12 cm  diameter : 3,82 cm

d. Gerinda listrik Untuk membuat lekukan-lekukan pada bagian-bagian tertentu dan untuk menghaluskan bagian permukaan patung yang agak luas a. Pegangan kanan  panjang : 10,5 cm  diameter : 3,82 cm b. Pegangan kiri  panjang : 10 cm  diameter : 3,19 cm 2 Alat-alat tidak bermesin a. Pengotok (pemukul) Untuk memukul pahat saat digunakan untuk memahat Pegangan 1. Pengotok kecil  panjang : 21 cm  diameter : 2,23 cm 2. Pengotok sedang  panjang : 20 cm  diameter : 3,50 cm 3. Pengotok besar  panjang : 22 cm

(36)

29

 diameter : 3,50 cm b. Gergaji tangan Untuk memotong

bagian-bagian yang tidak diinginkan Pegangan  panjang : 20 cm  diameter : 3,50cm c. Mutik Untuk menghaluskan hasil pahatan Pegangan 1. Mutik kecil  panjang : 15 cm  diameter : 2,07 cm 2. Mutik sedang  panjang : 16 cm  diameter : 2,07 cm 3. Mutik besar  panjang : 20 cm  diameter : 3,19 cm d. Pangot Untuk menghaluskan bagian-bagian yang melekuk Pegangan 1. Pangot kecil  panjang : 14 cm  diameter : 1,19 cm 2. Pangot sedang  panjang : 18 cm  diameter : 2,7 cm 3. Pangot besar  panjang : 19 cm  diameter : 3,03 cm e. Pahat penguku (ujungnya melengkung/ segitiga) Untuk memahat bakalan yang permukaannya melengkung 1. Penguku terkecil  panjang : 20,5 cm  lebar pangkalnya: 0,5 cm  lebar ujungnya : 0,7 cm 2. Penguku terbesar  panjang : 29,5 cm  lebar pangkalnya: 1,5 cm  lebar ujungnya: 4 cm f. Pahat pengancap (ujungnya lurus) Untuk memahat bagian permukaan yang rata 1. Pengancap terkecil  panjang : 20,5 cm  lebar pangkalnya: 0,5 cm

(37)

30  lebar ujungnya: 0,7 cm 2. Pengancap terbesar  panjang : 29,5 cm  lebar pangkalnya: 1,5 cm  lebar ujungnya: 4 cm g. Batu asahan Untuk mengasah

pahat, mutik dan pangot

tingginya bervariasi (13 - 18 cm)

h. Kikir segitiga Untuk mengikir bor gepeng dan gergaji tangan

Pegangan

 panjang : 12 cm  diameter 3,19 cm I. Kikir bulat Untuk mengikir

rantai “chain saw”

Pegangan  panjang : 15 cm  diameter : 3,5 cm j. Serut Untuk menghaluskan bagian-bagian patung yang permukaannya agak luas Pegangan  panjang : 10 cm  diameter : 2,7 cm

4.1.4 Kearifan Lokal yang Relevan dengan Konsep Ergonomi

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pematung, pihak pengelola, dan para tokoh masyarakat yang pernah berkecimpung dalam pembuatan patung, terungkap beberapa kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi. Kearifan lokal tersebut dapat dicermati pada Tabel 4.4.

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Konsep
Tabel 4.1 Karakteristik Pekerja di Industri Kecil Kerajinan Patung di Desa Peliatan,  Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar
Tabel 4.2 Antropometri Pekerja di Industri Kecil Kerajinan Patung di Desa Peliatan  Kecamatan Ubud  Kabupaten Gianyar
Tabel  4.3.  Jenis,  Fungsi,  dan  Ukuran  Alat  Kerja  yang  Digunakan  dalam  Proses  Pembuatan Patung
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

MODEL PENGELOLAAN DATABASE PENDUKUNG LAYANAN INFORMASI PUBLIK BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA KOPERTIS WILAYAH VI, Nova Rijati, Budi

Kondisi minimnya lansia yang mempunyai jaminan sosial di perdesaan Provinsi Bali dan berdasarkan model status jaminan sosial lansia yang diperoleh dari penelitian ini,

Pengembangan Model Wisata Edukasi - Ekonomi Berbasis Industri Kreatif Berwawasan Kearifan Lokal Untuk Meningkatkan Ekonomi

Tujuan dari penelitian pada tahun pertama ini adalah untuk mendapatkan informasi dan memperoleh kemampuan dalam pembuatan keramik film tebal berbasis Fe2O3 yang

Tidak saja karena secara sosiologis- antropologis kearifan-kearifan lokal dalam budaya Maluku memiliki nilai-nilai universal yang relevan dengan ajaran Islam, akan tetapi

Variabel penelitian yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian pertama ini adalah menemukan siswa gifted di Kota Yogyakarta dan mengidentifikasi beberapa

(1) Penyesuaian antropometri pekerja dengan ukuran alat kerja perajin mengacu kepada konsep asta kosala-kosali sebagai salah satu kearifan lokal yang masih

Bleaching Pulp “ ini mempelajari hal-hal berpengaruh terhadap proses chelating sehingga diperoleh kondisi pada proses chelating yang mampu melepaskan metal ions dari dalam