KATA PENGANTAR
Pembangunan prasarana dan sarana Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) pada
dekade ini semakin meningkat khususnya dalam era desentralisasi dan otonomi
daerah. Penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan SPAM dalam
semangat reformasi menuntut sikap yang transparan dan akuntabel dalam
setiap tahapan siklus proyek sampai pada pengelolaan. Dengan demikian
dipandang perlu untuk menyepakati standar mutu yang harus dipenuhi untuk
menjamin terpenuhinya sasaran kegiatan.
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Prasarana Air Minum Sederhana ini merupakan
pelengkap Petunjuk Teknis Subbidang Air Bersih pada Lampiran 3.a
Peraturan Menteri PU No. 39/PRT/M/2006 tentang Petunjuk Teknis
Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur Tahun 2007
yang dimaksudkan sebagai penjelasan tata cara perencanaan sampai dengan
pengelolaan SPAM. Petunjuk Teknis ini dapat dijadikan sebagai pedoman
penyusunan program kegiatan oleh semua pihak terkait baik di tingkat pusat,
tingkat propinsi, tingkat kabupaten/kota, maupun tingkat masyarakat. Petunjuk
teknis ini juga dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan pembangunan yang
menjelaskan tata cara penyiapan dan pembangunan prasarana air minum
sehingga prasarana yang dibangun dapat dimanfaatkan secara andal dan
berkelanjutan.
Dalam upaya penyempurnaan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Prasarana Air Minum
Sederhana berikut petunjuk teknis pembangunannya, kami terbuka untuk saran
dan masukan.
Jakarta, Januari 2007
Direktur Jenderal Cipta Karya
Ir. Agoes Widjanarko, MIP
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... ii
DAFTAR TABEL... iv
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR LAMPIRAN... xi
BAB I – PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG... 1
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN... 1
1.2.1 Maksud... 1
1.2.2 Tujuan... 1
1.3 RUANG LINGKUP... 2
BAB II – KETENTUAN UMUM 2.1 JENIS INFRASTRUKTUR AIR MINUM... 3
2.2 PROSES SELEKSI KEGIATAN DAN PEMILIHAN INFRASTRUKTUR... 3
2.3 KOMPONEN INFRASTRUKTUR... 4
2.4 TINGKAT PEMAKAIAN AIR... 6
BAB III – PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM SEDERHANA 3.1 INDIKASI KEBUTUHAN REHABILITASI DAN OPTIMALISASI... 7
3.2 PENENTUAN KEBUTUHAN AIR... 8
3.3 PENGUKURAN DEBIT AIR BAKU... 9
3.4 PEMERIKSAAN KUALITAS AIR BAKU... 10
3.5 SOLUSI TEKNIS DAN PERENCANAAN... 11
3.5.1 UNIT AIR BAKU... 13
3.5.2 UNIT PRODUKSI... 19
A. MATA AIR... 20
1. Perlindungan Mata Air (PMA)... 21
B. AIR PERMUKAAN... 42
1. IPAS Saringan Pasir Lambat (SPL)... 42
2. Instalasi Pengolahan Air Sangat Sederhana (IPASS)... 59
3. Paket Instalasi Pengolahan Air (Paket IPA)... 63
4. Pompa Hidram... 67
5. Destilasi Surya Atap Kaca (DSAK)... 72
6. Reverse Osmosis (RO) ... 78
7. Sistem Pengolahan Air Gambut ... 83
8. Saringan Rumah Tangga (SARUT) ... 87
9. Saringan Pipa Resapan (SPR)... 95
C. AIR TANAH... 96
1. Sumur Air Tanah Sedang/Dalam (SATS/D)... 96
2. Sumur Air Tanah Dangkal... 111
3. Sumur Gali... 122
4. Sumur Pompa Tangan (SPT)... 127
D. AIR HUJAN... 131
3.5.3 UNIT DISTRIBUSI... 152
A. PERPIPAAN... 152
B. PERPOMPAAN... 166
3.5.4 UNIT PELAYANAN... 173
A. HIDRAN UMUM (HU)... 173
B. SAMBUNGAN RUMAH MURAH (SRM)... 183
C. TERMINAL AIR (TA)... 183
BAB IV – KEBUTUHAN BAHAN PERMODUL 4.1 UNIT AIR BAKU... 185
4.2 UNIT PRODUKSI... 186
4.2.1. MATA AIR... 186
A. Perlindungan Mata Air (PMA)... 186
4.2.2 AIR PERMUKAAN... 187
A. Instalasi Pengolahan Air Sederhana (IPAS)... 187
B. Paket Instalasi Pengolahan Air (Paket IPA)... 187
C. Pompa Hidram... 189
D. Destilasi Surya Atap Kaca (DSAK)... 189
E. Reverse Osmosis ... 190
F. Sistem Pengolahan Air Gambut ... 191
G. Saringan Rumah Tangga (SARUT) ... 191
H. Saringan Pipa Resapan (SPR)... 191
4.2.3 AIR TANAH... 192
A. Sumur Air Tanah Sedang/Dalam (SATS/D)... 192
B. Sumur Air Tanah Dangkal... 192
C. Sumur Gali... 193
D. Sumur Pompa Tangan (SPT)... 196
4.2.4 AIR HUJAN... 197
A. Penampungan Air Hujan (PAH)... 197
4.3 UNIT DISTRIBUSI... 197
4.3.1. PERPIPAAN... 197
4.3.2. PERPOMPAAN... 198
4.4 UNIT PELAYANAN... 198
4.4.1. HIDRAN UMUM (HU)... 198
4.4.2. SAMBUNGAN RUMAH MURAH (SRM)... 198
4.4.3. TERMINAL AIR (TA)... 199
BAB V - PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR AIR MINUM TERBANGUN 5.1 ORGANISASI MASYARAKAT SETEMPAT (OMS)... 201
5.2 KOPERASI... 202
5.3 KELOMPOK PENGGUNA DAN PEMANFAAT (KP2) AIR MINUM... 205
5.4 KELEMBAGAAN... 207
5.5 KETENTUAN UMUM PEMILIHAN ORGANISASI PENGELOLA... 208
5.6 PENETAPAN TARIF... 212
LAMPIRAN ... 213
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Seleksi Kegiatan dan Pemilihan Infrastruktur Air Minum
Sederhana ... 5
Gambar 2.2 Piramida Kebutuhan Air Bersih ... 6
Gambar 3.1 Optimalisasi Prasarana SPAM... 7
Gambar 3.2 Rehabilitasi Prasarana SPAM ... 8
Gambar 3.3 Perlindungan Mata Air Sistem Gravitasi ... 22
Gambar 3.4 Perlindungan Mata Air Sistem Pemompaan ... 22
Gambar 3.5 Bangunan Penangkap Mata Air Tipe I A... 23
Gambar 3.6 Bangunan Penangkap Mata Air Tipe I B... 24
Gambar 3.7 Bangunan Penangkap Mata Air Tipe I C... 25
Gambar 3.8 Bangunan Penangkap Mata Air Tipe I D ... 26
Gambar 3.9 Bak Penampung Tipe 1 (volume 2 m3) ... 27
Gambar 3.10 Bak Penampung Tipe 2 (volume 5 m3) ... 28
Gambar 3.11 Situasi Mata Air/ Bronkaptering ... 29
Gambar 3.12 Pematokan ... 36
Gambar 3.13 Perataan... 36
Gambar 3.14 Pematokan Lokasi Badan Pondasi ... 37
Gambar 3.15 Penggalian Pondasi ... 37
Gambar 3.16 Pemberian Pasir pada Lantai Pondasi ... 37
Gambar 3.17 Pemasangan Pondasi... 37
Gambar 3.18 Pengurugan Lubang Bekas Galian Pondasi... 37
Gambar 3.19 Pemasangan Dinding & Pipa Keluar... 38
Gambar 3.20 Pemasangan Bekisting & Cetakan ... 38
Gambar 3.21 Susunan Pembesian ... 38
Gambar 3.22 Pembesian pada Tutup & Pemasangan Pipa Udara ... 38
Gambar 3.23 Pengecoran Tutup ... 38
Gambar 3.24 Cetakan & Pembesian pada Lubang Pemeriksa ... 39
Gambar 3.25 Pengecoran ... 39
Gambar 3.26 Plesteran ... 39
Gambar 3.27 Pemasangan Turap ... 39
Gambar 3.28 Pembuatan Saluran ... 39
Gambar 3.29 Penyambungan Pipa ... 40
Gambar 3.30 Bangunan Penyadap... 44
Gambar 3.31 Pompa ... 44
Gambar 3.32 Saringan Pasir Lambat Tampak Atas ... 46
Gambar 3.33 Potongan A Bak Saringan Pasir Lambat ... 47
Gambar 3.34 Potongan B Bak Saringan Pasir Lambat ... 47
Gambar 3.35 Saringan Pasir Lambat ... 48
Gambar 3.36 Denah Saringan Kasar Naik Turun - Saringan Pasir Lambat Tipe I... 49
Gambar 3.37 Saringan Pasir Lambat Tipe I... 50
Gambar 3.38 Denah Saringan Kasar Naik Turun - Saringan Pasir Lambat Tipe I... 51
Gambar 3.39 Denah Saringan Pasir Lambat... 52
Gambar 3.41 Underdrain SPL ... 56
Gambar 3.42 Alat Pencuci Pasir Hidrolik SPL Tampak Atas ... 56
Gambar 3.43 Alat Pencuci Pasir Manual SPL - Tampak Atas ... 56
Gambar 3.44 Tampak Atas Bak Prasedimentasi ... 57
Gambar 3.45 Potongan A Bak Prasedimentasi... 57
Gambar 3.46 Potongan B Bak Prasedimentasi... 57
Gambar 3.47 Tata Letak IPASS ... 60
Gambar 3.48 Potongan A-A IPASS... 60
Gambar 3.49 Detail Bak Pengendap IPASS ... 61
Gambar 3.50 Unit Saringan Pasir Lambat IPASS... 61
Gambar 3.51 Profil Beda Tinggi Sistem Pompa Hidram ... 68
Gambar 3.52 Cara Penggunaan Pipa Vertikal Terbuka pada Pompa Hidram... 71
Gambar 3.53 Cara Kerja Pompa Hidram... 71
Gambar 3.54 Gambar Pompa Hidram ... 72
Gambar 3.55 Aplikasi Destilator Surya Atap Kaca... 76
Gambar 3.56 Contoh : Destilator Surya Atap Kaca ... 76
Gambar 3.57 Komponen Destilator Surya Atap Kaca ... 77
Gambar 3.58 Reverse Osmosis... 82
Gambar 3.59 Detil Pemasangan Pipa pada Wadah ... 86
Gambar 3.60 Detail Saringan tanpa skala... 86
Gambar 3.61 Instalasi Pengolahan Air Gambut ... 87
Gambar 3.62 Drum kapasitas 200 liter... 91
Gambar 3.63 Penyiapan Drum & Pembuatan Lubang ... 91
Gambar 3.64 Merakit perpipaan dan socket... 91
Gambar 3.65 Perakitan Pipa Dan Soket... 91
Gambar 3.66 Drum kapasitas 200 liter... 92
Gambar 3.67 Peletakan Bak Penampung dan Bak Penyaring ... 92
Gambar 3.68 Penyusunan Media Saringan... 92
Gambar 3.69 Pengoperasian SARUT ... 92
Gambar 3.70 Penyiapan Bahan Karbon Aktif... 93
Gambar 3.71 Lubang Pembakaran... 93
Gambar 3.72 Pembakaran Tempurung Kelapa ... 93
Gambar 3.73 Penyiraman Arang Kelapa ... 93
Gambar 3.74 Cara Mendirikan Tripod... 100
Gambar 3.75 Pengeboran Dengan Alat Bor... 100
Gambar 3.76 Penyambungan Saringan dengan Pipa Hisap... 102
Gambar 3.77 Pengisian Kerikil Pasir dan Adukan Semen ... 102
Gambar 3.78 Pembuatan Lantai Sumur dan Pemasangan Tabung ... 102
Gambar 3.79 Pemasangan Tabung Penyangga ... 109
Gambar 3.80 Pembuatan Lantai Sumur... 103
Gambar 3.81 Pemasangan selinder rod, pipa, pipa hisap dan tangki ... 103
Gambar 3.82 Pemasangan kepala pompa dan tangki... 104
Gambar 3.83 Pemasangan kepala pompa dan tangki pompa... 105
Gambar 3.84 Pemasangan kepala pompa dan tangki... 106
Gambar 3.85 Konstruksi pompa tangan dalam... 106
Gambar 3.87 Sistem Sumur Air Tanah Sedang/Dalam ... 109
Gambar 3.88 Konstruksi Sumur Air Tanah Sedang/Dalam ... 110
Gambar 3.89 Sumur Pompa Tangan Dangkal... 111
Gambar 3.90 Peralatan... 113
Gambar 3.91 Pembuatan Lubang Sumur Dengan Alat Bor ... 114
Gambar 3.92 Penyambungan Saringan dengan Pipa Hisap... 115
Gambar 3.93 Penyambungan Pipa ... 115
Gambar 3.94 Pemasangan Pompa ... 116
Gambar 3.95 Pengisian Kerikil Pasir dan Adukan Semen ... 116
Gambar 3.96 Pembuatan Cetakan Pengecoran ... 117
Gambar 3.97 Landasan Pompa... 117
Gambar 3.98 Perataan Pasir ... 117
Gambar 3.99 Konstruksi Pompa Tangan Dangkal... 119
Gambar 3.100 Bagian-bagian badan dan penghisap... 120
Gambar 3.101 Bagian Kepala Pompa Tangan Dangkal... 121
Gambar 3.102 Sumur Gali Tipe IA ... 124
Gambar 3.103 Sumur Gali Tipe IB ... 125
Gambar 3.104 Sumur Gali Tipe II... 126
Gambar 3.105 Pengecoran Cincin Beton ... 127
Gambar 3.106 Pengecoran Saluran... 127
Gambar 3.107 Denah dan Potongan Sumur Pompa Tangan (SPT) Dangkal ... 129
Gambar 3.108 Denah dan Potongan Sumur Pompa Tangan (SPT) Dalam... 130
Gambar 3.109 Cetakan Fiberglass ... 135
Gambar 3.110 Buat Lingkaran Dengan Diameter 1,86 m ... 137
Gambar 3.111 Buat Lingkaran Dengan Diameter 1,86 m ... 137
Gambar 3.112 Buat Lingkaran Dengan Diameter 2 m... 138
Gambar 3.114 Lingkarkan besi beton yang akan dibuat tulangan horizontal pada patok-patok dan beri kelebihan... 138
Gambar 3.115 Penggalian Pondasi sedalam 15 cm... 138
Gambar 3.116 Pembuatan Campuran Beton... 138
Gambar 3.117 Penuangan Campuran Beton ... 139
Gambar 3.118 Pelapisan dengan pasir sedalam 10 cm ... 139
Gambar 3.119 Perataan Campuran Beton ... 139
Gambar 3.120 Merakit Tulangan Dasar ... 139
Gambar 3.121 Struktur Pengecoran Lantai Bangunan PAH... 140
Gambar 3.122 Cetakan Dinding... 140
Gambar 3.123 Cetakan Luar Dinding ... 123
Gambar 3.124 Cetakan Dinding PAH... 141
Gambar 3.125 Pengecoran ... 141
Gambar 3.126 Pembuatan Lubang untuk Pipa Outlet ... 141
Gambar 3.127 Perapihan dan Penutupan Bekas... 141
Gambar 3.128 Merakit Tutup PAH ... 142
Gambar 3.129 Pengoperasian Bangunan PAH... 142
Gambar 3.130 Pematokan lokasi badan pondasi ... 142
Gambar 3.131 Penggalian Pondasi ... 143
Gambar 3.133 Pemberian pasir pada lantai pondasi ... 143
Gambar 3.134 Pemasangan pondasi... 144
Gambar 3.135 Pondasi yang sudah terpasang ... 144
Gambar 3.136 Pembesian pada tiang-tiang dan slop... 144
Gambar 3.137 Pengurugan lubang bekas galian pondasi ... 144
Gambar 3.138 Pembuatan cetakan slop beton pondasi PAH... 145
Gambar 3.139 Pembuatan cetakan tiang beton PAH ... 145
Gambar 3.140 Pembuatan lantai PAH ... 145
Gambar 3.141 Pemasangan dinding PAH ... 145
Gambar 3.142 Pemasangan dinding dan pipa out let buatan lantai PAH... 146
Gambar 3.143 Pekerjaan plester dinding PAH... 146
Gambar 3.144 Pemasangan bekisting pada tutup bangunan tutup PAH ... 146
Gambar 3.145 Pemasangan cetakan dan pembesian tutup PAH ... 146
Gambar 3.146 Susunan pembesian ... 147
Gambar 3.147 Cetakan dan pembesian pada lubang pemeriksa ... 147
Gambar 3.148 Pekerjaan pengecoran tutup PAH... 147
Gambar 3.149 Pembesian dan Pengecoran tutup manhole... 147
Gambar 3.150 Pekerjaan plesteran tutup bak ... 147
Gambar 3.151 Pengupasan tanah dasar 1,20 m dan pengurugan tanah... 147
Gambar 3.152 Pelapisan dengan pasir setebal 5 cm dasar Turap ... 148
Gambar 3.153 Pemasangan batu kali dan adukan... 148
Gambar 3.154 Meratakan campuran beton dan saluran pembuangan air ... 148
Gambar 3.155 Pembuatan saluran... 148
Gambar 3.156 Denah dan Potongan PAH Pasangan Batubata ... 149
Gambar 3.157 Denah Bangunan PAH... 151
Gambar 3.158 Potongan A-A Bangunan PAH ... 151
Gambar 3.159 Detail Unit Saringan Bangunan PAH ... 152
Gambar 3.160 Kondisi Umum Perpipaan Sistem Gravitasi ... 154
Gambar 3.161 Sketsa Kondisi Topografi dengan Bak Pelepas Tekan (BPT)... 157
Gambar 3.162 Sketsa Kondisi Topografi dengan Pemompaan ... 158
Gambar 3.163 Sketsa sumber di atas daerah pelayanan dengan BPT... 158
Gambar 3.164 Sketsa sumber di atas daerah pelayanan dengan pipa bertekanan tinggi ... 159
Gambar 3.165 Sketsa sumber pada (di bawah) daerah pelayanan dengan booster pump ... 159
Gambar 3.166 Sketsa sumber pada (di bawah) daerah pelayanan dengan air valve .... 160
Gambar 3.167 Lay Out Sistem Distribusi Induk... 163
Gambar 3.168 Arah Aliran dan Diameter Pipa... 164
Gambar 3.169 Ilustrasi Perhitungan Sisa Tekan pada Jaringan Perpipaan ... 165
Gambar 3.170 Ilustrasi Profil dan Garis Hidrolis Jaringan Perpipaan... 166
Gambar 3.171 Prosedur perencanaan pemilihan jenis dan kapasitas pompa... 168
Gambar 3.172 Standar Hidran Umum ... 175
Gambar 3.173 Denah Hidran Umum ... 176
Gambar 3.174 Potongan Hidran Umum A-A... 176
Gambar 3.175 Potongan Hidran Umum B-B... 177
Gambar 3.176 Denah Box Meter Hidran Umum ... 178
Gambar 3.178 Distribusi air dari mata air melalui 2 unit HU secara gravitasi... 179
Gambar 3.179 Distribusi air dari mata air melalui 3 unit HU secara gravitasi... 180
Gambar 3.180 Distribusi air dari mata air melalui 4 unit HU secara gravitasi... 180
Gambar 3.181 Distribusi air dari mata air melalui 4 unit HU secara gravitasi... 181
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Nilai Permeabilitas Beberapa Jenis Tanah ... 15
Tabel 3.2 Evaluasi Sistem Pelayanan untuk Sumber Air Mata Air ... 21
Tabel 3.3 Dimensi Bak Penampung SPAM Mata Air ... 30
Tabel 3.4 Ukuran Bak Penampung – PMA ... 31
Tabel 3.5 Koefisien Kekasaran Pipa ... 31
Tabel 3.6 Bahan Konstruksi Bangunan Penangkap Mata Air ... 35
Tabel 3.7 Kelengkapan Cara Pemeliharaan... 41
Tabel 3.8 Kebutuhan bahan bangunan Saringan Pasir Lambat (SPL) ... 43
Tabel 3.9 Kebutuhan bahan bangunan penampunga air ... 43
Tabel 3.10 Kedalaman Saringan Pasir Lambat (SPL) ... 45
Tabel 3.11 Gradasi Butir Media Kerikil SPL ... 53
Tabel 3.12 Perkiraan Pelayanan IPASS ... 59
Tabel 3.13 Kriteria Perencanaan Unit Paket IPA... 62
Tabel 3.14 Kriteria perencanaan unit IPA (lanjutan)... 62
Tabel 3.15 Alternatif Pemilihan Sumber Daya Listrik ... 69
Tabel 3.16 Kapasitas Pompa Hidram ... 69
Tabel 3.17 Debit Air Pemasukan Maksimum dan Minimum untuk Berbagai Ukuran Hidram ... 69
Tabel 3.18 Diameter Pipa Penghantar Sesuai dengan Kapasitas Pompa Hidram... 69
Tabel 3.19 Ukuran Diameter Pipa Pemasukan dan Pengeluaran Pompa Hidram ... 70
Tabel 3.20 Panjang Pipa Pemasukan Pompa Hidram... 70
Tabel 3.21 Panjang Pipa Pengeluaran Pompa Hidram ... 70
Tabel 3.22 Kriteria Perencanaan Pengumpul Kalor DSAK ... 72
Tabel 3.23 Kriteria Perencanaan Kaca Penutup (Kondensor) DSAK... 73
Tabel 3.24 Kriteria Perencanaan Saluran Kondensat DSAK ... 73
Tabel 3.25 Kriteria Perencanaan Kota Destilator DSAK ... 74
Tabel 3.26 Kriteria Perencanaan Sistem Isolasi DSAK... 74
Tabel 3.27 Pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Gambut ... 85
Tabel 3.28 Jenis, ukuran, Jumlah bahan untuk SARUT ... 89
Tabel 3.29 Bahan Konstruksi Sumur Pompa Tangan ... 97
Tabel 3.30 Bahan Konstruksi Bangunan SPAM Komunal Air Tanah Dalam ... 98
Tabel 3.31 Peralatan Konstruksi Sumur Pompa Tangan... 98
Tabel 3.32 Kelengkapan Cara Pemeliharaan SPTD ... 108
Tabel 3.33 Bahan Yang Dibutuhkan... 111
Tabel 3.34 Bahan Konstruksi Bangunan SPAM Komunal Air Tanah Dangkal... 111
Tabel 3.35 Kebutuhan Peralatan ... 113
Tabel 3.36 Cara Pemeliharaan Sumur Pompa Tangan ... 118
Tabel 3.37 Komponen dan Fungsi Komponen Sumur Gali ... 122
Tabel 3.38 Ukuran Dindiing Sumur Gali ... 123
Tabel 3.39 Konstruksi Dinding Sumur Gali... 123
Tabel 3.40 Ukuran Sumur dan Pompa ... 128
Tabel 3.41 Komponen dan Fungsi Pompa Tangan ... 131
Tabel 3.42 Komponen Penampungan Air Hujan (PAH) ... 132
Tabel 3.44 Bahan Konstruksi PAH Pasangan Bata ... 135
Tabel 3.45 Komponen dan Ukuran Saringan Pasir PAH... 136
Tabel 3.46 Perlengkapan PAH... 136
Tabel 3.47 Besi Beton yang Diperlukan... 137
Tabel 3.48 Cara Pemeliharaan Penampungan Air Hujan ... 150
Tabel 3.49 Desain Aliran Berdasarkan Jumlah Rumah Tangga yang Dilayani ... 153
Tabel 3.50 Definisi Sistem Gravitasi Jaringan Perpipaan ... 153
Tabel 3.51 Pemilihan Kemiringan Hidrolis ... 154
Tabel 3.52 Pemilihan Diameter Pipa PVC (ISO – Class 10; k = 0,55 mm; dia. dalam mm) 155 Tabel 3.53 Pemilihan Diameter Pipa GIP (Class MEDIUM; k = 0,55 mm)... 155
Tabel 3.54 Formulir D6 untuk Perhitungan Hidrolis ... 162
Tabel 3.55 Pemilihan Jenis Pompa Air Baku Sumber Air Permukaan ... 167
Tabel 3.56 Pemilihan Jenis Pompa Distribusi atau Booster... 167
Tabel 3.57 Pemilihan Diameter Pipa Discharge, Reducer dan Header Instalasi Perpompaan Air Baku – Sumber: Air Permukaan ... 169
Tabel 3.58 Pemilihan Diameter Pipa Discharge dan Header Instalasi Perpompaan Sumur Dalam – Deep Well Submersible Pump ... 169
Tabel 3.59 Pemilihan Diameter Pipa Hisap, Reducer dan Header Instalasi Perpompaan Distribusi – Centrifugal Single Suction ... 169
Tabel 3.60 Pemilihan Diameter Pipa Discharge, Reducer dan Header Instalasi Perpompaan Distribusi – Centrifugal Double Suction... 170
Tabel 3.61 Kehilangan Tekanan pada Pipa, Valve dan Bend... 171
Tabel 3.62 Daya Pompa Intake (kW) untuk Berbagai Kapasitas dan Tekanan Pompa... 172
Tabel 3.63 Daya Pompa Distribusi (kW) untuk Berbagai Kapasitas dan Tekanan Pompa... 174
Tabel 3.64 Dimensi Tangki Hidran Umum dari Fiberglass ... 181
Tabel 3.65 Dimensi Tangki Hidran Umum dari Fiberglass ... 182
Tabel 4.1 Kebutuhan bahan bangunan penyadap ... 185
Tabel 4.2 Kebutuhan bahan bangunan penampung air... 185
Tabel 4.3 Kebutuhan Bahan Bangunan Penampung Mata air ... 187
Tabel 4.4 Kebutuhan bahan bangunan untuk pebangunan intake, sumur pengumpul, pompa, tangki penampung, SPL ... 187
Tabel 4.5 Kriteria Perencanaan Unit Paket IPA ... 189
Tabel 4.6 Kriteria Perencanaan Unit Paket IPA (lanjutan) ... 189
Tabel 4.7 Kebutuhan bahan Pompa Hidram... 189
Tabel 4.8 Kebutuhan bahan DSAK... 190
Tabel 4.9 Kebutuhan bahan Reserve Osmosis ... 190
Tabel 4.10 Pengolahan Air Gambut ... 191
Tabel 4.11 Kebutuhan bahan SARUT ... 191
Tabel 4.12 Kebutuhan bahan SPR ... 191
Tabel 4.13 Bahan yang dibutuhkan SPT Dalam ... 192
Tabel 4.14 Bahan yang dibutuhkan SPT Dangkal ... 192
Tabel 4.15 Sumur Gali Batu Bata ... 193
Tabel 4.16 Sumur Gali Cincin Beton ... 195
Tabel 4.17 Spesifikasi Teknis SPT... 196
Tabel 4.18 Kebutuhan Bahan PAH... 197
Tabel 4.20 Kebutuhan bahan untuk perpompaan... 198
Tabel 4.21 Kebutuhan bahan bangunan hidran umum ... 198
Tabel 4.22 Kebutuhan bahan SRM ... 198
Tabel 4.23 Kebutuhan bahan Terminal Air ... 199
Tabel 5.1 Komposisi Personil Pengelola Prasarana dan Sarana Air Minum Berdasasarkan Klasifikasi Jumlah RT Pengguna Prasarana Air Minum... 209
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran – 1 Metode Pengukuran Debit Air Baku ...214
Lampiran – 1.1 Alat Ukur Cipoletti ...214
Lampiran – 1.2 Alat Ukur Thompson ...215
Lampiran – 1.3 Pengukuran dengan Laju Aliran ...219
Lampiran – 1.3a Tampak Atas...219
Lampiran – 1.3b Potongan A-A...219
Lampiran – 2 Standar Kualitas Air ...220
Lampiran – 3a Evaluasi Kualitas Air...226
Lampiran – 3b Klasifikasi Pelayanan SPAM komunal ...227
Lampiran – 4 Contoh Perhitungan Perencanaan Saringan Pasir Lambat (SPL) ...230
Lampiran – 5 Jenis dan Detail Sumur Pompa Tangan (SPT)...233
Lampiran – 5.1 SPT Dangkal dengan Pompa Tangan...233
Lampiran – 5.2 SPT Dangkal dengan PVC...234
Lampiran – 5.3 SPT Dalam Sistem I ...235
Lampiran – 5.4 SPT Dalam Sistem II...236
Lampiran – 5.5 SPT Dalam Sistem III...237
Lampiran – 6 Tipikal Bangunan Pengambilan Air Baku: Sumber Air Permukaan...238
Lampiran – 6.1a Denah Model Intake Bebas dengan Pintu Air dan Saluran Penghubung Terbuka... 238
Lampiran – 6.1b Potongan 1-1 ...239
Lampiran – 6.2a Denah Model Intake Bebas dengan Pintu Air pada Tepi Sungai...239
Lampiran – 6.2b Potongan 1-1 ...240
Lampiran – 6.3a Denah Model Intake Bebas tanpa Pintu Air ...241
Lampiran – 6.3b Potongan 1-1 Air ...241
Lampiran – 6.4a Denah Model Intake Bendung...241
Lampiran – 6.4b Potongan 1-1 ...241
Lampiran – 6.4c Potongan 2-2 ...241
Lampiran – 6.5a Denah Model Intake Tipe Ponton ...242
Lampiran – 6.5b Potongan 1-1 ...242
Lampiran – 6.6a Denah Model Intake Tipe Jembatan ...243
Lampiran – 6.6b Potongan 1-1 ...243
Lampiran – 6.7a Denah Model Intake Tipe Infiltrasi Galeri ...244
Lampiran – 6.7b Potongan 1-1 ...244
Lampiran – 7 Kurva Daerah Kerja untuk Berbagai Macam Pompa ...245
Lampiran – 7.1 Kurva Daerah Kerja Pompa Non-Clogging Submersible Jenis Sudu Aksial...245
Lampiran – 7.2 Kurva Daerah Kerja Pompa Non-Clogging Submersible Jenis Sudu Vortex...245
Lampiran – 7.3 Kurva Daerah Kerja Pompa Non-Clogging Submersible Jenis Sudu Shrounded Channel...246
Lampiran – 7.4 Kurva Daerah Kerja Pompa Non-Clogging Submersible Jenis Sudu Open Impeller ...246
Lampiran – 7.6 Kurva Daerah Kerja Pompa Deep Well Submersible Pump ...247
Lampiran – 7.7 Kurva Daerah Kerja Pompa Sentrifugal Single Section (putaran 1450 rpm) ...247
Lampiran – 7.8 Kurva Daerah Kerja Pompa Sentrifugal Single Section (putaran 2900 rpm) ...247
Lampiran – 7.9 Kurva Daerah Kerja Pompa Sentrifugal Double Section ...248
Lampiran – 8 Contoh Perhitungan Kebutuhan Daya Pompa ...248
Lampiran – 9 Penangkap Mata Air Tipe IA ...249
Lampiran – 10 Penangkap Mata Air Tipe IB ...250
Lampiran – 11 Penangkap Mata Air Tipe IC ...251
Lampiran – 12 Penangkap Mata Air Tipe ID ...252
Lampiran – 13 Potongan A-A Bangunan Penangkap Mata Air Tipe ID...253
Lampiran – 14 Bak Penampung Tipe I (Volume 2m3) ...254
Lampiran – 15 Bak Penampung Tipe 2 (Volume 5m3)...255
Lampiran – 16 Sumur Gali Tipe IA ...256
Lampiran – 17 Sumur Gali Tipe IB ...257
Lampiran – 18 Sumur Pompa Tangan Dangkal...258
Lampiran – 19 Denah SPT Dangkal ...259
Lampiran – 20 Sumur Pompa Tangan Dalam ...260
Lampiran – 21 Hidran Umum Tampak Depan...261
Lampiran – 22 Hidran Umum Potongan A-A...262
Lampiran – 23 Hidran Umum Potongan B-B...263
Lampiran – 24 Sarut Pembubuhan PAC ...264
Lampiran – 25 Sarut Pembubuhan PAC ...265
Lampiran – 26 Detail Sambungan Sarut...266
Lampiran – 27 Sarut Penurunan Fe...267
Lampiran – 28 Detail Pemasangan Pipa pada Wadah...268
Lampiran – 29 Tipe II Sarut Arang Kelapa ...269
Lampiran – 30 Sarut Arang Kelapa...270
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kewajiban Pemerintah dalam pemenuhan hak-hak dasar manusia, seperti air minum, memotivasi Pemerintah untuk memfasilitasi pembangunan dan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) khususnya bagi masyarakat perdesaan yang notabene merupakan masyarakat dengan tingkat pelayanan SPAM terendah. Sesuai dengan data BPS, cakupan pelayanan SPAM di perdesaan hanya 8%. Selain itu, Pemerintah juga terpacu untuk mencapai target Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015, yaitu menurunkan separuh proporsi penduduk yang belum terlayani fasilitas air minum.
Khusus untuk sektor air minum sederhana, karakteristik daerah dan ketersediaan sumber daya alam telah menghasilkan kondisi pelayanan air minum yang berbeda, baik di wilayah perkotaan maupun di wilayah perdesaan. Dengan mempertimbangkan keberlanjutan prasarana air minum yang dibangun, yang diarahkan untuk dapat dikelola oleh masyarakat pengguna itu sendiri, maka prasarana air minum haruslah prasarana yang ditinjau dari pelayanannya bersifat komunal, dan ditinjau dari fisik prasarananya bersifat mudah dan ekonomis dalam pembangunan, operasional dan pemeliharaan serta pengelolaannya. Memperhatikan bahwa prioritas lokasi-lokasi yang akan menjadi lingkup pelaksanaan adalah desa-desa yang belum pernah mendapat pelayanan air minum secara formal (pelayanan oleh perusahaan daerah air minum setempat) sehingga pemenuhan kebutuhan air minum dilakukan secara individu rumah tangga atau swadaya masyarakat, maka perlu diberikan acuan petunjuk bagi para pelaksana program, baik untuk aparat pemerintah terkait maupun untuk masyarakat sebagai aktor utama pelaksanaan program, sehingga diperoleh arah, pengertian dan pengetahuan yang sama dalam menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.
Memperhatikan hal tersebut di atas, untuk memenuhi tugas dan fungsinya sebagai fasilitator pembangunan, Pemerintah wajib menerbitkan petunjuk teknis yang akan menjadi acuan bagi semua pihak terkait. Untuk sektor air minum sederhana, disusun Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Sederhana untuk jenis-jenis yang telah disesuaikan dengan lingkup program. Kegiatan ini sebagai bagian dari kegiatan Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi (DAK Non DR) Bidang Air Minum.
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN 1.2.1 Maksud
Petunjuk teknis ini dimaksudkan untuk memberikan acuan kepada para pelaksana dan pihak terkait lainnya dalam penyelenggaraan perencanaan prasarana air bersih sederhana.
1.2.2 Tujuan
Petunjuk teknis ini bertujuan untuk menjamin kesesuaian, ketertiban, dan ketepatan dalam pembangunan prasarana air minum sederhana sehingga prasarana yang dibangun dapat dimanfaatkan secara andal dan berkelanjutan.
1.3 RUANG LINGKUP
Dalam melakukan pemilihan kegiatan DAK Non DR bidang air minum, terlebih dahulu melakukan review atau kajian terhadap sistem eksisting atau sistem yang sudah ada. Petunjuk teknis ini menjelaskan kriteria, perhitungan, data dan tahapan yang diperlukan dalam perencanaan prasarana air minum sederhana, meliputi pembangunan baru, rehabilitasi, dan optimalisasi. Pembangunan infrastuktur baru meliputi perencanaan bangunan pengambilan air baku, unit pengolahan, perpipaan, perpompaan, dan unit pemanfaatan sesuai lingkup program.
Untuk melengkapi petunjuk teknis pelaksanaan pengembangan SPAM sederhana ini, disusun pula serangkaian petunjuk teknis terkait lainnya terdiri dari:
− Petunjuk Teknis Pembangunan Penangkap Mata Air (PMA)
− Petunjuk Teknis Pembangunan Sumur Air Tanah Sedang/Dalam (SATS/D)
− Petunjuk Teknis Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Sederhana (IPAS)
− Petunjuk Teknis Pembangunan Penampungan Air Hujan (PAH)
− Petunjuk Teknis Pembangunan Bangunan Pengambilan Air Baku
− Petunjuk Teknis Pembangunan Hidran Umum
− Petunjuk Teknis Pemasangan Perpipaan
− Petunjuk Teknis Pembangunan Pompa Hidram
− Petunjuk Teknis Pembangunan Destilator Surya Atap Kaca (DSAK)
− Petunjuk Teknis Operasional dan Pemeliharaan
Penyusunan petunjuk teknis perencanaan dan petunjuk teknis pendukung lainnya mengacu pada dokumen Standar Nasional Indonesia (SNI), dokumen Norma, Standar, Prosedur dan Manual (NSPM) prasarana air minum yang telah diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum serta referensi terkait lainnya.
1.4 PENGERTIAN
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Sederhana adalah SPAM bukan jaringan perpipaan, dapat dikerjakan dan pada umumnya mampu dikerjakan oleh masyarakat secara mandiri serta memiliki teknologi yang relatif sederhana.
BAB II
KETENTUAN UMUM
2.1 JENIS PRASARANA AIR MINUM
Jenis prasarana yang termasuk bidang prasarana air minum sederhana meliputi: A. Unit Air Baku
B. Unit Produksi 1. Mata Air
a. Penampungan Mata Air 2. Air Permukaan
a. Instalasi Pengolahan Air Sederhana b. Paket IPA
c. Pompa Hidram
d. Destilator Surya Atap Kaca (DSAK) e. Reverse Osmosis (RO)
f. Sistem Pengolahan Air Gambut g. Saringan Rumah Tangga (SARUT) h. Saringan Pipa Resapan (SPR) 3. Air Tanah
a. Air Tanah Sedang/Dalam b. Air Tanah Dangkal c. Sumur Gali
d. Sumur Pompa Tangan 4. Air Hujan
a. Penampung Air Hujan C. Unit Distribusi
1. Perpipaan 2. Perpompaan D. Unit Pelayanan
1. Hidran Umum
2. Sambungan Rumah Murah (SRM) 3. Terminal Air (TA)
Pemilihan prasarana tersebut di atas didasarkan pada pertimbangan bahwa teknologi yang diterapkan sesuai dengan karakteristik dan sumber daya yang ada di daerah perencanaan tanpa mengurangi kualitas dan kuantitas pelayanan air minum yang direncanakan.
2.2 PROSES SELEKSI KEGIATAN DAN PEMILIHAN PRASARANA
Dalam mempersiapkan usulan kegiatan, perlu dilihat apakah sudah ada pengembangan SPAM atau belum. Bila belum ada SPAM, maka dilanjutkan proses pemilihan prasarana untuk pembangunan baru. Bila ternyata sudah ada SPAM, maka dilakukan pengkajian sistem yang sudah ada (eksisting).
Penyempurnaan Sistem Eksisting
Penyempurnaan SPAM eksisting dilakukan melalui rehabilitasi maupun optimalisasi, tergantung pada jenis kebutuhan SPAM yang ada tersebut.
Pembangunan SPAM Baru
Jenis prasarana yang tepat untuk suatu wilayah rencana pelayanan ditentukan dengan mempertimbangkan parameter-parameter sebagai berikut:
− Kondisi topografi
Proses seleksi kepemilihan prasarana untuk suatu wilayah dilakukan sesuai diagram alir pada Gambar 2.1.
2.3 KOMPONEN PRASARANA
Secara prinsip, setiap prasarana yang akan digunakan mempunyai komponen-komponen pembentuk sistem penyediaan air minum secara lengkap yang terdiri dari:
− Unit bangunan pengambilan air baku
− Unit pengolahan fisik/kimia
− Jaringan perpipaan (transmisi dan distribusi)
− Unit pemanfaatan (hidran umum – HU)
Kuantitas, Kualitas, Kontinuitas
baik?
Gambar 2.1 Proses Seleksi Kegiatan dan Pemilihan Prasarana Air Minum Sederhana
Air tanah dangkal? Ya Kuantitas cukup? Ya Sumur pompa tangan Sumur gali Tidak Tidak Survey geolistrik Pengolahan air minum Sistem pompa Mata air? Kuantitas cukup? Ya Ya Kualitas baik? Ya Tidak Ya Gravitasi? Tidak Tidak Distribusi dengan HU Pengolahan air minum Tidak Penampungan air hujan Peta hidrologi Pengolahan air minum Air tanah sedang/ dalam? Ya Kuantitas cukup? Ya Kualitas baik? Ya Tidak Tidak Tidak Distribusi dengan HU Sumber air permukaan? Kualitas baik? Ya Tidak Tidak Kuantitas cukup? Ya Kualitas baik? Ya Tidak Tidak Ya Distribusi dengan HU Gravitasi? Tidak Ya Peta geo-hidrologi Sumur eksisting Sumur observasi Pengolahan air minum Sistem pompa Kebutuhan pelayanan air minum Review Sistem Penyediaan Air Minum Keter-sediaan Sistem Tidak Ya Ya Pengembangan melalui jalur program secara normal Tidak Infrastuktur Rusak Rehabilitasi Prasarana SPAM Kuantitas kurang, kualitas tidak sesuai standar, kontinuitas< 24 jam* Optimalisasi Prasarana SPAM
2.4 TINGKAT PEMAKAIAN AIR
Tingkat pemakaian air bersih secara umum ditentukan berdasarkan kebutuhan manusia untuk kehidupan sehari-hari. Menurut Bank Dunia, kebutuhan manusia akan air dimulai dengan kebutuhan untuk air minum sampai pada kebutuhan untuk sanitasi. Kebutuhan air minum untuk setiap tingkatan kebutuhan diilustrasikan pada Gambar 2.2.
Untuk lingkup program ini, kriteria desain perencanaan prasarana air minum ditujukan untuk memenuhi kebutuhan minimum untuk minum dan masak serta untuk mandi jika kapasitas sumber air baku mencukupi, yaitu sebesar 20-30 liter/orang/hari.
air minum
masak mandi cuci pakaian pembersihan rumah
kebutuhan rumah tangga lainnya
kebutuhan untuk sanitasi cuci pakaian pembersihan rumah kebutuhan rumah tangga lainnya
kebutuhan untuk sanitasi
10 L 20 L 30 L 40 L 50 L 60 L 70 L air minum mandi masak Gambar 2.2
BAB III
PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM SEDERHANA
3.1 INDIKASI KEBUTUHAN REHABILTASI DAN OPTIMALISASI
Rehabilitasi prasarana Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dilakukan pada keseluruhan maupun sebagian sistem, antara lain pada unit pengambilan air baku, unit transmisi, unit produksi, maupun unit distribusi. Kegiatan rehabilitasi dilaksanakan apabila terdapat kerusakan atau ketidaksesuaian pada keseluruhan maupun sebagian prasarana SPAM tersebut.
Indikasi pelaksanaan rehabilitasi antara lain:
Air baku tidak mengalir atau kuantitas air baku yang akan diolah pada unit produksi menurun akibat kerusakan pada unit bangunan pengambilan air baku
Kualitas air yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar akibat kerusakan pada unit pengolahan
Kebocoran pipa transmisi dan pipa distribusi Kerusakan pada sistem transmisi dan distribusi Kerusakan sistem elektrikal dan mekanikal
Optimalisasi prasarana SPAM merupakan upaya peningkatan kuantitas dan kualitas penyediaan air minum. Indikasi pelaksanaan optimalisasi antara lain bila:
Kuantitas air sudah tidak mencukupi kebutuhan penduduk
Kualitas air belum memenuhi standar kualitas air minum karena tidak sempurnanya proses fisik dan/atau kimia pada unit produksi
Rehabilitasi dan optimalisasi prasarana SPAM dapat dijelaskan pada gambar 3.1 dan 3.2.
Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan optimalisasi mengikuti standar yang telah ditetapkan, dan dapat mengikuti standar-standar yang dibahas pada bagian pembangunan baru SPAM selanjutnya. Optimalisasi Kuantitas tidak mencukupi Kualitas tidak sesuai standar
Peningkatan kapasitas produksi
Penyempurnaan proses fisik pada unit pengendap & penyaringan dan unit pengolah fisik/kimia lainnya Penyempurnaan proses kimia pada unit pengaduk cepat dan unit pembubuh bahan kimia Gambar 3.1
Optimalisasi Prasarana SPAM
Penambahan HU, TA, Mobil Tangki, dll
Gambar 3.2
Rehabilitasi Prasarana SPAM Kegiatan Rehabilitasi Unit Pengambilan Air Baku Unit Transmisi Unit Produksi Unit Distribusi Intake (sungai)
Broncaptering (mata air) SD, SG, SPT, SATS/D
Jembatan pipa transmisi
Peralatan dan perlengkapan pipa transmisi
Bak Pelepas Tekan (BPT)
Bangunan sipil lain yang berada pada jalur pipa/saluran transmisi Pipa transmisi Untuk sumber air permukaan Untuk sumber air hujan
Jembatan pipa distribusi
Peralatan dan perlengkapan pipa distribusi
Hidran Umum/Terminal Air
Bangunan sipil lain yang berada pada jalur pipa/saluran transmisi
Pipa distribusi
Kompartemen pencapaian (pengaduk cepat & lambat) Kompartemen pengendap (bak pengendap)
Kompartemen penyaringan (bak penyaring)
Saringan Pasir Lambat (SPL)
3.2 PENENTUAN KEBUTUHAN AIR
Kebutuhan air minum yang diperlukan untuk suatu daerah pelayanan ditentukan berdasarkan 2 (dua) parameter, yaitu:
− Jumlah penduduk − Tingkat konsumsi air
1. Perhitungan jumlah penduduk
Penentuan jumlah dan kepadatan penduduk dipakai untuk menentukan daerah pelayanan dengan perhitungan sebagai berikut:
1. Cari data jumlah penduduk saat ini di daerah pelayanan sebagai tahun awal perencanaan
2. Tentukan nilai pertumbuhan penduduk per tahun
3. Hitung pertambahan jumlah penduduk sampai akhir tahun perencanaan, misal 5 tahun, dengan menggunakan salah satu metode proyeksi, diantaranya metode geometrik seperti persamaan di bawah berikut ini:
P = Po (1+r)n --- (1)
dengan pengertian:
P = jumlah penduduk sampai akhir tahun perencanaan (jiwa) Po = jumlah penduduk pada awal tahun perencanaan (jiwa)
r = tingkat pertambahan penduduk per tahun (%) n = umur perencanaan (tahun)
2. Perhitungan kebutuhan air
Kebutuhan air total dihitung berdasarkan jumlah pemakai air yang telah diproyeksikan untuk 5-10 tahun mendatang dan kebutuhan rata-rata setiap pemakai setelah ditambahkan 20% sebagai faktor kehilangan air (kebocoran). Kebutuhan total ini dipakai untuk mengetahui apakah sumber air yang dipilih dapat digunakan. Kebutuhan air ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut:
a. Hitung kebutuhan air dengan persamaan berikut:
Q = P x q--- (2) Qmd = Q x fmd --- (3)
dengan pengertian:
Qmd = kebutuhan air (liter/hari)
q = konsumsi air per orang per hari (liter/orang/hari)
P = jumlah jiwa yang akan dilayani sesuai tahun perencanaan (jiwa) f = faktor maksimum (1,05—1,15)
b. Hitung kebutuhan air total dengan persamaan:
Qt = Qmd x 100/80 --- (4)
dengan pengertian:
Qt = kebutuhan air total dengan faktor kehilangan air 20% (liter/hari)
c. Bandingkan dengan hasil pengukuran debit sumber air baku apakah dapat mencukupi kebutuhan ini. Jika tidak mencukupi cari alternatif sumber air baku lain.
3.3 PENGUKURAN DEBIT AIR BAKU
Sumber air yang dapat digunakan sebagai sumber air baku meliputi:
A. Mata air B. Air tanah C. Air permukaan D. Air hujan
Pengukuran debit air baku dilakukan untuk menghitung potensi sumber air yang akan digunakan. Metoda yang digunakan tergantung dari jenis sumber air sebagai berikut:
A. Mata air/ sungai/ irigasi
1. Dengan ambang trapesium (alat ukur Cipoletti) 2. Dengan V-notch (alat ukur Thompson)
3. Dengan metoda benda apung
Penjelasan mengenai pelaksanaan ketiga metode di atas dapat dilihat pada Lampiran-1.
B. Air permukaan lainnya
1. Sungai / irigasi
Selain pengukuran dengan metode yang disebutkan pada butir 1) di atas, pengukuran debit air sungai/irigasi juga dapat dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi lain yang diperoleh dari penduduk, meliputi debit aliran, pemanfaatan sungai, tinggi muka air minimum dan tinggi muka air maksimum.
2. Danau
Perhitungan debit air danau dilakukan berdasarkan pengukuran langsung. Cara ini dilakukan dengan pengamatan atau pencatatan fluktuasi tinggi muka air selama minimal 1 tahun. Besarnya fluktuasi debit dapat diketahui dengan mengalikan perbedaan tinggi air maksimum dan minimum dengan luas muka air danau.
Pengukuran ini mempunyai tingkat ketelitian yang optimal bila dilakukan dengan periode pengamatan yang cukup lama. Data di atas dapat diperoleh dari penduduk setempat tentang fluktuasi yang pernah terjadi (muka air terendah).
3. Embung
Pengukuran debit yang masuk ke dalam embung dapat dilakukan pada saat musim penghujan, yaitu dengan mengukur luas penampang basah sungai/parit yang bermuara di embung dan dikalikan dengan kecepatan aliran.
Sedangkan volume tampungan dapat dihitung dengan melihat volume cekungan untuk setiap ketinggian air. Volume cekungan dapat dibuat pada saat musim kering (embung tidak terisi air) yaitu dari hasil pemetaan topografi embung dapat dibuat lengkung debit (hubungan antara tinggi air dan volume).
C. Air tanah
1. Perkiraan potensi air tanah dangkal dapat diperoleh melalui survei terhadap 10 buah sumur gali yang bisa mewakili kondisi air tanah dangkal di desa tersebut
2. Perkiraan potensi air tanah dalam dapat diperoleh melalui informasi data dari instansi terkait meliputi kedalaman lapisan air tanah, jenis tanah/batuan, kualitas air, serta kuantitas.
3.4 PEMERIKSAAN KUALITAS AIR BAKU
Pemeriksaan kualitas air baku dilakukan terhadap kualitas fisik, kimiawi, dan mikrobiologis. Hasil yang akurat dari kualitas air baku dapat diperoleh melalui pemeriksaan sampel air baku di laboratorium yang telah ditunjuk sebagai laboratorium rujukan. Standar kualitas air di perairan umum yang digunakan sebagai sumber air baku sesuai Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990, sedangkan untuk persyaratan kualitas air minum sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 yang secara rinci dapat dilihat pada Lampiran–2.
Untuk pemeriksaan di lapangan, kualitas dapat ditinjau dari parameter-parameter berikut: − Bau
− Rasa − Kekeruhan − Warna
3.5 SOLUSI TEKNIS DAN PERENCANAAN
Penjelasan mengenai perencanaan solusi teknis pada bagian ini akan disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut:
Unit produksi, meliputi bangunan pengambilan air baku dan unit pengolahan fisik/kimia (jika diperlukan)
Unit distribusi, meliputi Perpipaan dan Perpompaan
Unit pelayanan, meliputi Hidran Umum (HU), terminal Air (TA) dan Sambungan Rumah Murah (SRM)
Jenis prasarana air minum sebagai solusi teknis yang dibangun dan dipilih atas dasar kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat setempat serta disesuaikan dengan situasi lokasi.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, solusi teknis yang termasuk dalam lingkup program adalah:
A. Unit Air Baku 3. Mata Air 4. Air Permukaan 5. Air Tanah 6. Air Hujan B. Unit Produksi
Unit produksi dikelompokkan berdasarkan sumber air sebagai berikut: 1. Untuk air baku dari mata air berupa Perlindungan Mata Air (PMA) 2. Untuk air baku dari air permukaan berupa:
a. Saringan Pasir Lambat (SPL)
b. Instalasi Pengolahan Air Sangat Sederhana (IPASS) c. Paket Instalasi Pengolahan Air (IPA)
d. Pompa Hidram
e. Destilator Surya Atap Kaca (DSAK) f. Reverse Osmosis (RO)
g. Sistem Pengolahan Air Gambut h. Saringan Rumah Tangga (SARUT) i. Saringan Pipa Resapan (SPR) 3. Untuk air baku dari air tanah berupa:
a. Sumur Air Tanah Sedang/Dalam b. Sumur Air Tanah Dangkal c. Sumur Gali
d. Sumur Pompa Tangan
4. Untuk air baku dari air hujan berupa Penampung Air Hujan (PAH) C. Unit Distribusi terdiri dari:
1. Perpipaan 2. Perpompaan
D. Unit Pelayanan terdiri dari: 1. Hidran Umum (HU)
2. Sambungan Rumah Murah (SRM) 3. Terminal Air (TA)
E. Modul lain
Apabila ada solusi teknis yang lain/sesuai situasi dan kondisi daerah, maka sebelum dilaksanakan perlu dilaporkan ke Ditjen Cipta Karya beserta dengan proposal untuk dikaji serta disetujui lebih lanjut.
3.5.1 UNIT AIR BAKU
Berdasarkan sumber air baku untuk air minum, maka air baku dapat dibedakan menjadi: 1. Mata Air
Sistem penyediaan air minum komunal mata air adalah sistem penyediaan air minum yang memanfaatkan mata air sebagai sumber air baku untuk air minum dengan cara melindungi dan menangkap air dari mata air untuk ditampung dan disalurkan kepada masyarakat pemakai.
2. Air Tanah
Sistem penyediaan air minum komunal air tanah dalam adalah sistem penyediaan air minum yang menggunakan air tanah dalam sebagai sumber air baku untuk air minum.
3. Air Hujan
Adalah air yang berasal dari air angkasa dalam bentuk air hujan. 4. Air Permukaan
Adalah sistem penyediaan air minum yang memanfaatkan air permukaan sebagai sumber air baku untuk air minum. Unit air baku dari air permukaan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut karena pada umumnya unit pengambilan air baku dari air permukaan terpisah dari unit produksi/pengolahannya.
Air Permukaan
Sistem penyediaan air minum komunal air permukaan adalah sistem penyediaan air minum yang memanfaatkan air permukaan sebagai sumber air baku untuk air minum.
Bangunan pengambilan air baku untuk masing-masing solusi teknis tergantung dari jenis sumber air baku yang digunakan. Secara umum, persyaratan lokasi penempatan dan konstruksi bangunan pengambilan air baku adalah sebagai berikut:
1) Bangunan pengambilan harus aman terhadap polusi yang disebabkan pengaruh luar (pencemaran oleh manusia dan makhluk hidup lain)
2) Penempatan bengunan pengambilan pada lokasi yang memudahkan dalam pelaksanaan dan aman terhadap daya dukung alam (terhadap longsor dan lain-lain) 3) Konstruksi bangunan pengambilan harus aman terhadap banjir air sungai, terhadap
gaya guling, gaya geser, rembesan, gempa dan gaya angkat air (up-lift)
4) Penempatan bangunan pengambilan diusahakan dapat menggunakan sistem gravitasi dalam pengoperasiannya
5) Dimensi bangunan pengambilan harus mempertimbangkan kebutuhan harian maksimum
6) Dimensi inlet dan outlet letaknya harus memperhitungkan fluktuasi ketinggian muka air 7) Pemilihan lokasi bangunan pengambilan harus memperhatikan karakteristik sumber air
baku
8) Konstruksi bangunan pengambilan direncanakan dengan umur efektif (life time) minimal 25 tahun
9) Bahan/material konstruksi yang digunakan diusahakan manggunakan material lokal atau disesuaikan dengan kondisi daerah sekitar.
Tipe pengambilan air baku untuk air minum berdasarkan sumber air permukaan dijelaskan sebagai berikut:
1. Sungai/Irigasi
Secara garis besar tipe bangunan pengambilan air baku (intake) pada sumber air permukaan dibagi menjadi 5 (lima) macam, yaitu:
a. Intake bebas
Kelengkapan bangunan pada intake bebas adalah: − Saringan sampah
− Inlet
− Bangunan pengendap
− Bangunan sumur atau pemompaan − Pintu sorong
Pertimbangan pemilihan intake bebas adalah: − Fluktuasi muka air tidak terlalu besar
− Ketebalan air cukup untuk dapat masuk ke inlet − Harus ditempatkan pada sungai yang lurus − Alur sungai tidak berubah-ubah
− Kestabilan lereng sungai cukup mantap
Penentuan Dimensi Hidrolis adalah sebagai berikut: − Inlet: Q = u . b . a . √2 . z --- (20) Q = u . b . a . √(g.z) --- (21) dengan pengertian: Q = debit, m3/detik u = koefisien pengaliran b = lebar bukaan, m a = tinggi bukaan, m
g = percepatan gravitasi, m/detik2
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m − Saringan sampah:
hf = c . v2 / 2g --- (22)
c = β . (s/b)4/3 . sin δ --- (23)
dengan pengertian:
hf = kehilangan tinggi energi, m
v = kecepatan aliran, m/det = 0,5 m/det g = percepatan gravitasi, m/det2
c = koefisien yang tergantung pada: β = faktor bentuk atau bulat = 1,8 s = tebal jeruji, m = 0,025 m
L = panjang jeruji
b = jarak bersih antara jeruji, m = 0,1 m
δ = sudut kemiringan saringan dari horisontal, derajat (diambil 70°)
− Bak pengumpul atau sumuran:
Dimensi bak pengumpul tergantung dari debit pegambilan dan banyaknya pompa yang akan dipakai serta elevasi muka air yang diinginkan
b. Intake dengan bendung
− Saringan sampah − Inlet
− Bendung konvensional − Pintu bilas
Pertimbangan pemilihan intake dengan bendung − Tebal air tidak cukup untuk intake bebas − Sungai tidak dimanfaatkan untuk transportasi − Palung sungai tidak terlalu besar
Penentuan Dimensi Hidrolis sama dengan intake bebas ditambah dengan pintu bendung, baik konvensional maupun bendung tyroll. Perencanaan bendung mengacu pada Standar Perencanaan Irigasi KP-02 Bangunan Utama.
c. Intake ponton
Kelengkapan bangunan pada intake ponton − Pelampung atau ponton
− Ruang ponton
− Pengamanan benturan − Penambat
− Tali penambat − Pipa fleksibel
− Saringan atau stainer
Pertimbangan pemilihan intake ponton
− Sungai mempunyai benturan yang cukup lebar − Fluktuasi muka air cukup besar
− Alur sungai yang berubah-ubah
− Tebal air cukup untuk penempatan pompa Penentuan Dimensi Hidrolis adalah sebagai berikut:
G = W --- (24) G = V . γw--- (25) dengan pengertian:
G = berat ponton dan pompa
W = berat yang timbul akibat perpindahan massa V = volume air yang dipindahkan
γw = berat jenis air
Dalam perencanaan ponton harus diperhatikan:
− Bentuk ponton harus dapat membelah arus atau mengurangi daya dorong akibat adanya arus sungai
− Sepertiga bagian ponton tidak tenggelam
− Ponton harus dapat diletakkan pada posisi yang menguntungkan, pada musim hujan ditempatkan di tepi sungai dan pada musim surut diletakkan di alur yang masih ada airnya.
d. Intake jembatan
Kelengkapan bangunan pada intake jembatan − Jembatan penambat
− Saringan sampah − Ruang pompa
Pertimbangan pemilihan intake jembatan − Fluktuasi muka air tidak terlalu besar − Hanyutan sampah tidak banyak − Bantaran sungai tidak lebar
Yang harus diperhatikan dalam perencanaan intake tipe jembatan adalah penempatan lokasi untuk perletakan pompa terhadap perubahan lokasi untuk perletakan pompa terhadap perubahan alur sungai atau perubahan muka air sehingga pompa dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
e. Infiltrasi galeri
Kelengkapan bangunan pada infiltrasi galeri − Media infiltrasi
− Pipa pengumpul − Sumuran
Pertimbangan pemilihan infiltrasi galeri − Tebal air sungai tipis
− Aliran air tanah cukup untuk dimanfaatkan − Sedimentasi dalam bentuk lumpur sedikit
− Muka air tanah terletak maksimum 2 meter dari dasar sungai − Kondisi tanah dasar sungai cukup porous
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan infiltrasi galeri terutama pada saat kondisi kritis, yaitu saat hanya terjadi aliran bawah tanah pada sungai-sungai yang mempunyai fluktuasi debit yang sangat besar, adalah:
− Besarnya permeabilitas lapisan dasar sungai − Pembuatan media untuk perletakan pipa − Pembuatan pipa kolektor
Penjelasan hal-hal tersebut diatas adalah sebagai berikut:
a. Nilai permeabilitas pada berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut:
Tabel 3.7 Nilai Permeabilitas Beberapa Jenis Tanah
Jenis Tanah Permeabilitas (m/hari)
Lempung (kedap air) < 10-4
Silt, lempung dan campuran pasir, silt dan
lempung 10
-4 – 10-1
Lempung api (fire clay) 10-1 – 10
Pasir dan pasir kerikil 10-4 – 103
Kerikil > 103
Sumber: Tata Cara Rancangan Bangunan Pengambilan Sumber Air Permukaan (AB-K/RE-RT/TC/050/98), Departemen Pekerjaan Utama
Penentuan nilai permeabilitas dapat dilakukan di lapangan dengan cara tes perkolasi atau dengan cara pumping test di laboratorium.
b. Pembuatan media untuk perletakan pipa kolektor
Pada umumnya sungai-sungai yang mempuyai fluktuasi debit yang sangat besar dan terjadi aliran bawah tanah akan mempunyai lapisan dasar sungai yang terdiri dari campuran pasir dan lempung. Untuk mempercepat masuknya air pada pipa kolektor, maka harus dibuatkan media yang mempunyai permeabilitas yang besar berupa material kerikil. Tebal media ini disesuaikan dengan kondisi muka air tanah dan sungai.
c. Pipa kolektor
Pipa kolektor ini berupa pipa yang telah dilubangi pada bagian atasnya yang berfungsi sebagai jalan masuk air ke sumur kolektor. Jumlah bukaan lubang disesuaikan dengan kebutuhan pengambilan air serta debit andalan dari sungai tersebut.
Rumus yang digunakan:
Q = K . A --- (26) A = n . a --- (27) dengan pengertian:
Q = debit pengambilan, m3/det K = permeabilitas
A = bukaan lubang pada pipa, m2 n = jumlah lubang
a = luas lubang, m2 d. Sumur kolektor
Dimensi dari sumur kolektor ditentukan oleh jumlah pompa dan fasilitas lainnya yang akan dipasang pada sumur tersebut.
e. Bak pengendap
Dimensi bak pengendap tergantung dari: − Besarnya debit yang dialirkan
− Sifat bahan yang akan diendapkan (terutama besarnya kecepatan partikel endapan)
− Banyaknya endapan untuk satu jangka waktu tertentu Perhitungan:
V = Q / (B x H) --- (28) dengan pengertian:
V = kecepatan aliran, m/det Q = debit aliran, m3/det B = lebar bak pengendap, m H = tebal air, m
Sehingga dengan adanya 2 kecepatan tersebut diharapkan dapat mengendapkan partikel dengan besaran tertentu sepanjang bak pengendap. Penentuan dimensi struktur:
a. Struktur bawah (pondasi)
Dalam perencanaan dimensi sub struktur harus mempertimbangkan jenis dan karakteristik tanah sehingga dapat ditentukan jenis dan dimensi sub struktur yang diperlukan:
− Untuk tanah lembek atau tanah gambut harus mempergunakan pondasi tiang atau pondasi cerucuk
− Perhitungan dimensi pondasi dipergunakan rumus Terzaghi atau Meyerhof untuk pondasi tiang tunggal maupun tiang ganda
− Untuk tanah keras dapat mempergunakan pondasi tiang tapak dengan perhitungan dimensi tiang dapat mempergunakan rumus Terzaghi
b. Struktur atas
Dalam penentuan dimensi struktur atas (konstruksi beton) dapat dipergunakan ultimate design atau elastic design. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan dimensi ini adalah ketinggian luapan banjir dan karakteristik sungai. 2. Danau
Persyaratan lokasi penempatan dan konstruksi bangunan pengambilan.
a. Penentuan lokasi bangunan pengambilan didasarkan pertimbangan sebagai berikut: − Lokasi di tepi danau yang masih tergenang pada kondisi elevasi muka air danau
minimum
− Lokasi yang berdasarkan data geoteknik mempunyai daya dukung yang optimal dan mempunyai faktor keamanan cukup tinggi
− Lokasi yang aman terhadap pengaruh luar seperti longsoran tanah dari bukit diatasnya, jalur drainase atau parit dari daratan ke areal tampungan dan lokasi perumahan yang memungkinkan pencemaran
− Penentuan elevasi inlet minimal 0,6 m di bawah muka air danau minimum − Penentuan elavasi puncak bangunan pengambilan minimal 0,5 di atas muka air
danau tertinggi
b. Penentuan tipe bangunan pengambilan
Tipe bangunan pengambilan air danau dan pertimbangan pemanfaatan jenis intake tersebut di atas adalah sebagai berikut:
− Intake bebas
Fluktuasi muka air danau tidak terlalu besar
Ditempatkan ditepi danau yang mempunyai ketebalan air cukup Kondisi tanah pada tepi danau cukup stabil
Kemiringan tanah di tepi danau cukup landai − Intake ponton
Fluktuasi air danau tidak terlalu besar
Pada tepi danau yang landai dan hanya tergenang air pada kondisi muka air danau maksimum (penempatan intake memungkinkan menjorok ke danau). Kondisi tanah pada lereng danau cukup stabil
− Intake jembatan
Fluktuasi air danau tidak terlalu besar
Pada tepi danau yang landai dan hanya tergenang air pada kondisi muka air danau maksimum (penempatan intake memungkinkan menjorok ke danau). Kondisi tanah pada dasar danau cukup stabil.
3. Waduk
Apabila fungsi waduk termasuk untuk penyediaan air minum, maka sesuai perencanaan awal sudah disediakan fasilitas untuk penyediaan air baku air minum, sehingga pemanfaatan air waduk dapat langsung memanfaatkan fasilitas yang ada.
Pertimbangan yang diperlukan untuk menentukan lokasi pengambilan air waduk dan tipe bangunan pengambilan air waduk adalah sama dengan bangunan pengambilan sumber air danau
4. Embung
Persyaratan lokasi penempatan dan konstruksi bangunan pengambil
− Pertimbangan bangunan pengambilan ditentukan pada titik yang mempunyai kedalaman air maksimum.
− Apabila kedalaman air di embung cukup besar, maka penempatan titik pompa sebaiknya mengacu pada standar spesifikasi pompa, khususnya daya hisap optimum ± 6 m dari permukaan air embung. Lokasi penempatan bangunan ditentukan berdasarkan data geoteknik dengan daya dukung yang optimal dan mempunyai faktor keamanan cukup tinggi.
Tipe bangunan pengambilan dan pertimbangan pemilihan jenis intake pengambilan adalah:
− Intake bebas
Kondisi leveling dasar embung relatif datar dan kedalaman air maksimum berada ditepi embung
Kondisi tanah di tepi embung cukup stabil − Intake jembatan
Kondisi permukaan dasar bervariasi dan cenderung berbentuk valley, kedalaman air maksimum merata di tengah embung
Kondisi tanah di tengah embung cukup stabil − Intake ponton
Kondisi leveling dasar bervariasi dan kedalaman air tidak merata Kondisi air dasar embung stabil
Gambar tipikal berbagai tipe bangunan pengambilan air baku sumber air permukaan dapat dilihat pada Lampiran–6.
Survei hidrolika air permukaan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Persiapan
Dalam persiapan survei hidrolika air permukaan perlu dilakukan persiapan sebagai berikut:
mempersiapan surat-surat yang diperlukan dalam pelaksanaan survei lapangan
a. formulir lapangan yang digunakan untuk menyusun data-data yang dibutuhkan agar mempermudah pelaksanaan pengumpulan data di lapangan
b. menyiapkan peta hidrogeologi dan data-data sekunder yang diperlukan c. tata cara survei dan manual mengenai peralatan yang dipergunakan
d. mengecek ketersediaan peralatan dan perlengkapan yang akan dipergunakan 2. Pelaksanaan
Pengkajian survei hidrolika air permukaan dilakukan sebagai berikut: a. Daerah tangkapan hujan
− Lakukan analisa peta hidrologi daerah tangkapanhujan − Tentukan kondisi habitat sekitar daerah aliran sungai b. Survei hidrolika air sungai
− Kumpulkan data-data yang diperlukan seperti data curah hujan 10 tahun terakhir, debit sungai 10 tahun terakhir yang berurutan
− Lakukan pengukuran langsung dilapangan pada musim kemarau dan musim penghujan minimal 1 periode musim jika data sekunder tidak tersedia
− Tentukan debit minimal, maksimum, andalan dan debit penggeontoran
− Lakukan pengujian kekeruhan untuk kondisi musim kemarau dan musim penghujan.
c. Survei hidrolika air waduk
− Kumpulkan data-data yag dperlukan dari pengelola waduk
− Tentukan debit yang akan dipakai apakah kebutuhan untuk air minum dapat terpenuhi
d. Survei hidrolika air embung
− Kumpulkan data-data yang diperlukan seperti data curah hujan 10 tahun terakhir, debit aliran masuk
− Lakukan pengukuran langsung dilapangan pada musim kemarau dan musim penghujan mnimal 1 periode musim bila data sekunder tidak tersedia
− Lakukan pengukuran evaporasi
− Lakukan pengujian kekeruhan untuk kondisi musim kemarau dan musim penghujan
Analisa hasil survei hidrolika adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian survei daerah tangkapan hujan berdasarkan kondisi habitat sekitar daerah aliran sungai, rekomendasikan kondisi dan kelangsungan sumber aliran sungai
2. Pengkajian survei hidrolika air sungai
− Analisa apakah debit yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan minimum − Analisa kekeruhan sungai apakah masih memenuhi syarat
− Rekomendasikan keadaan air sungai berdasarkan debit yang tersedia, kondisi dan kelangsungan sumber air sungai
− Rekomendasikan kemungkinan pemakaian air sungai sebagai sumber air minum 3. Pengkajian hasil survei air danau
− Analisa debit air danau apakah dapat memenuhi kebutuhan sumber air minum − Rekomendasikan kemungkinan pemakaian air danau sebagai sumber air minum 4. Pengkajian survei air waduk
− Analisa dan rekomendasikan apakah debit yang diperlukan dapat dipenuhi dari air waduk
− Rekomendasikan kemungkinan pemakaian air waduk sebagai sumber air minum 5. Pengkajian hasil survei air embung
− Analisa keadaan dan kondisi kelangsungan embung
− Rekomendasikan kemungkinan pemakaian air embung sebagai sumber air minum. 3.5.2 UNIT PRODUKSI
Sistem penyediaan air minum yang dapat dikelola oleh masyarakat secara mandiri merupakan tujuan dari pengembangan SPAM Sederhana. Hal ini dilakukan malalui pembangunan Instalasi Pengolahan Air Sederhana yang dapat menggunakan sumber air baku dari mata air, air permukaan, air tanah, ataupun dari air hujan.
IPAS adalah dapat bersumber dari mata air (broncaptering), sumur dalam (deep well) dan air permukaan dengan IPAS. Pendistribusiannya kepada masyarakat dapat melaui sistem perpipaan (modul HU) dan atau mobil tangki air (modul TA).
Sistem penyediaan air minum dengan IPAS disebut Sistem Instalasi Pengolahan Air Sederhana (SiPAS). SiPAS harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Dipilih jika pelayanan berada sekitar 10 Km dari jaringan distribusi PDAM dan atau PDAM tidak mampu menyediakan air minum dari sistem perpipaan yang ada (kapasitas dan tekanan tidak tersedia)
2. Lokasi tersebut memiliki potensi air tanah dalam dan atau sumber air lainnya yang layak digunakan.
• SiPAS-Mata Air (Broncaptering)
SiPAS-Mata Air (Broncaptering) dapat berupa sistem gravitasi dan atau perpompaan, dilihat dari biaya investasi tidak jauh berbeda dari modul hidran umum (perbedaan hanya pada kelengkapan bangunan penangkap mata air/broncaptering). Kemungkinan investasi adalah sekitar Rp 200.000,- per kapita.
Sistem pelayanan dapat dikembangkan sesuai besaran kapasitas air yang dapat dihasilkan pada saat pengeboran. Kemungkinan investasi adalah sekitar Rp 200.000,- per kapita.
• SiPAS-Intalasi Penjernihan Air Sederhana (IPAS)
IPAS dipilih jika SiPAS-Mata Air dan SiPAS sumur dalam tidak layak dilaksanakan dan terdapat sumber air baku dengan tingkat kekeruhan rendah yang dapat diolah secara sederhana, misal dengan menggunakan sistem Saringan Pasir Lambat (SPL) dan atau sistem infiltrasion galleries. Mengingat kesulitan dalam pengelolaan/operasional maka pemilihan sistem SiPAS-IPAS hendaknya dilakukan setelah melalui pertimbangan yang seksama. Kemungkinan investasi adalah sekitar Rp 200.000,- per kapita.
Tipe-Tipe SiPAS
1. SiPAS dengan mata air (broncaptering) Komponen SiPAS-mata air terdiri:
a. unit bangunan penangkap air, dapat dilihat pada penjelasan PMA
b. pompa dengan perlengkapannya (khusus bagi daerah yang tidak dapat dilayani secara gravitasi)
c. pelayanan dengan HU dan TA
2. Modul SiPAS dengan sumur dalam (Deep Well) Komponen SiPAS-sumur dalam terdiri:
a. Sumur dalam (deep well) dan perlengkapannya b. Sistem pelayanan modul HU dan TA
3. Komponen SiPAS dengan IPAS terdiri dari: Komponen SiPAS-sumur dalam terdiri:
a. Pengolahan sederhana dapat berupa Saringan Pasir Lambat (SPL) atau infiltration galleries
b. Pompa dengan perlengkapannya khusus bagi daerah yang tidak dapat dilayani melalui sistem gravitasi
c. Sistem pelayanan HU dan TA A. Mata Air
A.1 Mata air dengan Perlindungan Mata Air (PMA) a. Definisi
Sistem penyediaan air minum komunal mata air adalah sistem penyediaan air minum yang memanfaatkan mata air sebagai sumber air baku untuk air minum dengan cara melindungi dan menangkap air dari mata air untuk ditampung dan disalurkan kepada masyarakat pemakai.
b. Tipe PMA
Terdapat 2 (dua) macam PMA, yaitu:
Tipe I berdasarkan tipe bangunan penangkap mata air, tergantung pada kondisi arah aliran keluarnya air ke permukaan tanah, terdiri dari:
Tipe IA : Dipilih apabila arah aliran artesis terpusat Tipe IB : Dipilih apabila arah aliran artesis tersebar Tipe IC : Dipilih apabila arah aliran artesis vertikal Tipe ID : Dipilih apabila arah aliran gravitasi kontak Tipe II berdasarkan volume bak penampung terdiri dari:
Tipe IIA : Volume bak penampung 2 x 2 m3 terbuat dari pasangan batu bata kedap air
Tipe IIB : Volume bak penampung 2 x 5 m3 terbuat dari pasangan batu bata kedap air
Tipe IIC : Bak penampung menggunakan hidran umum dengan volume 2 x 2 m3
Tipe IID : Bak penampung menggunakan PAH volume 2 x 4 m3
Sedangkan ditinjau dari sistem pelayanannya terdapat 2 jenis PMA, yaitu: PMA sistem gravitasi
PMA sistem pemompaan
Evaluasi sistem pelayanan yang digunakan dilakukan dengan mempertimbangkan lokasi mata air dan daerah pelayanan, meliputi:
1) Hitung jarak mata air, jika jarak mata air ke daerah pelayanan memenuhi ketentuan (kurang dari 6 km), maka mata iar dapat dipakai
2) Perhatikan lokasi mata iar, jika mata air berada di desa lain atau jalur pipa melalui desa lain, maka mata air belum dapat dipergunakan, kecuali ada ijin dan kesepakatan bersama untuk mata air dan jalur yang akan dilalui pipa
3) Bandingkan beda tinggi antara mata air dan daerah pelayanan dapat dikategorikan seperti pada Tabel 3.5.
Tabel 3.1 Evaluasi Sistem Pelayanan untuk Sumber Air Baku Mata Air
No. Beda Tinggi antara
Mata Air dan Desa Jarak Penilaian
1. Lebih besar dari 30 m Lebih kecil dari 2 km Baik, sistem gravitasi
2. 10 – 30 m Lebih kecil dari 1 km Berpotensi, tapi diperlukan desain rinci (detailed design) untuk sistem gravitasi, pipa berdiameter besar mungkin diperlukan
3. 3 – 10 m Lebih kecil dari 0,2 km
Kemungkinan diperlukan pompa, kecuali untuk sistem yang sangat kecil
4. Lebih kecil dari 3 m Diperlukan pompa
Sumber: Tata Cara Evaluasi Hasil Survei Mata Air untuk Perencanaan Air Bersih Perdesaan (AB-D/RE/TC/003/98), Departemen Pekerjaan Umum
Gambar 3.3
Perlindungan Mata Air Sistem Gravitasi
3 HU (Kap. 3 m³)
Pipa PVC Ø 2" 1-3 km Penangkap Mata Air
Hidran Umum
Pipa PVC ∅ 2” 1-3 km Bangunan pengambilan air baku
Sumber: Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2005
Gambar 3.4
Perlindungan Mata Air Sistem Pemompaan
Pipa PVC Ø 2" 1-3 km
Perlindungan Mata Air
Penangkap Mata Air
3 HU (Kap. 3 m³)
Reservoar
Pompa
Bak penampung Bangunan pengambilan air baku
Hidran Umum
Pipa PVC ∅ 2” 1-3 km Pompa
Bangunan Penangkap Mata Air Tipe I B Gambar 3.6
Gambar 3.7
Gambar 3.8
Sumber: Spesifikasi Teknis Perlindungan Mata Air (PMA) (AB-D/LW/ST/006/98), Departemen Pekerjaan Umum 15 200 15 20 15 Pipa vent Pipa inlet GI Ø 3" Manhole 50 x 50 GI Ø 3"
Pipa penguras & dop GI Ø 3" Pipa peluap GI Ø 3" Kolom 12 x 12 100 15 100 15 100 5 15 100 15 5 5 15 200 15 5 100 60 60 100 25 25 25 60 25 60 20 15 10 10 60 7 130 30 5 Pipa vent GI Ø3" Ring balk Pas bata 1PC:2PS Plester 1PC:2PS
Pas batu kali 1PC:4PS Batu kosong Pasir padat
Pasir padat Tanah urug Plat beton bertulang
1PC:2PS:3KR Beton tumbuk Pipa vent GI Ø3" Ring balk Pas bata 1PC:2PS Plester 1PC:2PS Pasir padat Tanah urug Plat beton bertulang
1PC:2PS:3KR Pipa inlet GI Ø3" Pas batu kali 1PC:4PS
Batu kosong Pasir padat
Pipa peluap Pipa penguras GI Ø3" GI Ø3" DENAH B B A A POTONGAN A-A Kran 3/4" Plat beton 1PC:2PS:3KR Plat beton 1PC:2PS:3KR POTONGAN B-B
Pipa peluap
Sumber: Spesifikasi Teknis Perlindungan Mata Air (PMA) (AB-D/LW/ST/006/98), Departemen Pekerjaan Umum
Gambar 3.10
Bak Penampung Tipe 2 (volume 5 m3)
15 250 15 20 15 Pipa vent Pipa inlet GI Ø 3" Manhole 50 x 50 GI Ø 3"
Pipa penguras & dop GI Ø 3" Pipa peluap GI Ø 3" Kolom 12 x 12 100 15 200 15 100 5 15 200 15 5 5 15 250 15 5 100 60 60 100 25 25 25 60 25 60 20 15 10 10 60 7 100 30 5 Pipa vent GI Ø3" Ring balk Pas bata 1PC:2PS Plester 1PC:2PS
Pas batu kali 1PC:4PS Batu kosong Pasir padat
Pasir padat Tanah urug Plat beton bertulang
1PC:2PS:3KR Kran 3/4" Beton tumbuk Pipa vent GI Ø3" Ring balk Pas bata 1PC:2PS Plester 1PC:2PS Pasir padat Tanah urug Plat beton bertulang
1PC:2PS:3KR Pipa inlet GI Ø3" Pas batu kali 1PC:4PS
Batu kosong Pasir padat
Pipa penguras GI Ø3" GI Ø3" DENAH B B A A POTONGAN A-A Plat beton 1PC:2PS:3KR Plat beton 1PC:2PS:3KR POTONGAN B-B