• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Penentuan Armada Dan Kecepatan Operasi Kapal Kontainer Pada Perusahaan Pelayaran Liner

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Optimasi Penentuan Armada Dan Kecepatan Operasi Kapal Kontainer Pada Perusahaan Pelayaran Liner"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

Optimasi Penentuan Armada Dan Kecepatan Operasi Kapal

Kontainer Pada Perusahaan Pelayaran Liner

Alyuan Dasira 1), A.A.B Dinariyana 2) & Trika Pitana2) 1)

Mahasiswa Program Sarjana Jurusan Teknik Sistem Perkapalan 2)

Staf Pengajar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan

Abstract

Keywords: Fleet optimization; Hub-and-spokes network; Set partitioning problem.

1. Pendahuluan

Transportasi laut merupakan salah satu moda transportasi yang banyak digunakan untuk distribusi barang yang digunakan untuk domestic maupun mancanegara. Mode transportasi ini dipilih karena selain dapat mendistribusikan dengan volume yang besar juga telah lama dikenal dalam mendistribusikan barang, dibandingkan dengan mode transportasi lainnya. Berdasarkan data yang dipublikasikan united nations conferences on trade and development (UNCTAD 2007), sebanyak kurang lebih 8 miliar ton barang didistribusikan melalui mode transportasi laut setiap tahun. Selain dari data UNCTAD, data dibawah ini menyajikan pertumbuhan distribusi container (TEUs) didunia semakin tahun semakin meningkat. Dengan melihat perkembangan perekonomian dunia, diperkirakan jumlah ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dengan meningkatnya volume barang yang akan di distribusikan, maka dituntut suatu mode transportasi laut yang memadai dan mempunyai efesiensi yang tinggi.

Dari data diatas dapat dilihat bahwa konsumsi untuk kapal container sangat tinggi, untuk itulah diperlukan suatu langkah untuk menurunkan konsumsi bahan bakar dari armada kapal. Hal ini diperparah lagi dengan membengkaknya biaya operasi dikarenakan melambungnya harga bunker.

Dilain pihak, biaya operasi suatu armada merupakan suatu fungsi terhadap fungsi konsumsi bahan bakar dan biaya pelabuhan. Biaya yang dimungkinkan untuk diminimalkan adalah biaya konsumsi bahan bakar. Paulsen (2010) mengemukakan bahwa menurunkan konsumsi bahan bakar suatu pelayaran dapat dilakukan dengan dua hal, yaitu dengan mengoptimalkan rute pelayaran maupun jadwal dan mengoptimalkan kecepatan (slowsteam optimization). Dalam presentasinya di Marintek Stockholm, Paulsen mengungkapkan bahwa dengan mengoptimalkan fungsi diatas maka akan mendapatkan penghematan biaya hingga $US 3997350, studi kasus

One problem faced by linear shipping company is how to determine optimal ship routes using available ship. Moreover, as fuel prices and fuel consumption tend to rise, a shipping company needs to find a solution to reduce their operational cost. One solution to solve this problem is to determine optimal shipping routes and their corresponding speed. Liner shipping network often follows a hub-and-spokes network environment. A Hub-and-Spokes network can be determined as network which consists of one port as a hub port and several feeder ports. This final project discusses a study on fleet optimization based on routing design and determination of optimal operational speed of ships in the fleet. The liner shipping network considered in this study consists of Surabaya as a hub port and ports of Sampit, Balikpapan, Banjarmasin, Pantoloan, and Makassar as feeder ports. In order to find the optimal shipping route, four types of ship with different capacity and speed were considered. Two phases of approach are proposed to solve the problem. In phase I, all feasible single routes are generated for all avalaible ships. In this phase, each route cost was calculated for each variation speeds (sailing and maneuvering). In phase II, the optimal routes were determined using set partitioning problem formulation. A set partitioning problem formulation was solved using mathematical programming software called Excel Solver. Using given numerical example, the solution method gives a set of routes that minimize the total transportation cost. Moreover, to construct all feasible single routes (Phase I) within reasonable time, a computer-based ship routing design was developed using Java environment language (Netbeans 7.0)

(2)

2 pada 6 armada kapal jenis panamax, konsumsi bahan bakar rata rata 45 ton/hari dengan kecepatan dinas 14 knot, dengan mengasumsikan harga bahan bakar $US 470/ton dan 350 hari service. Untuk data selanjutnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Perbandingan Biaya Penghematan dengan optimasi armada kapal

Persentase (%) Route Optimization

slowsteam optimization

Total (USD)

cost saving (USD) cost saving (USD)

2% dan 1% 888300 444150 1332450

4% dan 2% 1776600 888300 2664900

6% dan 3% 2664900 1332450 3997350

Sejalan dengan optimasi konsumsi bahan bakar (slowsteam optimization) yang telah dikemukan oleh Paulsen (2010), Hubungan antara kecepatan operasi kapal dengan penghematan operasi armada merupakan suatu fungsi yang dapat ditunjukkan dengan dengan fungsi speed dan konsumsi bahan bakar. Mulder (2011) menyajikan suatu hubungan antara konsumsi bahan bakar suatu kapal (perhari dalam ton) dan kecepatan operasi kapal. Selanjutnya dapat dilihat pada gambar yang disajikan dibawah ini.

Gambar 1. Hubungan Konsumsi Bahan Bakar dan Kecepatan Kapal

Gambar 1 menunjukkan konsumsi bahan bakar dalam ton perhari untuk kecepatan kapal yang berbeda dengan kapasitas kapal 8500 TEUs. Dengan adanya hubungan antara meningkatnya kebutuhan transportasi laut terutama kontainer dan perlunya langkah penurunan biaya operasi suatu armada maka dirasa sangat perlu untuk mengangkat judul tentang “ Optimasi Penentuan Armada dan Kecepatan Operasi Kapal kontainer Pada Perusahaan Pelayaran Liner ”.

2. Ship Routing Problem

Permasalahan ship routing dipublikasikan pertama kali oleh Ronen. Menurut Ronen, Shipping berarti pengangkutan barang yang dilakukan oleh kapal, Routing merupakan penempatan urutan dari kapal ke pelabuhan, sedangkan scheduling artinya pengaturan waktu dari berbagai kegiatan yang berhubungan dengan rute kapal. Beliau juga membagi permasalahan menjadi 4 kategori yaitu pemodelan sistem transportasi, pelayaran rutin, tramp shipping dan industry. Permasalahan ini kemudian dikaji ulang oleh Christiansen dan Fagerholt dimana dikemukakan beberapa kecenderungan yang mereka bagi dalam empat kajian yaitu tentang strategi perencanaan kapal (desain dan sistem armada yang optimal), pengaturan strategi penjadwalan kapal pada industrial dan tramp shipping, pengaturan pada liner shipping dan kajian lain yang berhubungan dengan permasalahan sip routing.

Ship routing memberikan solusi terhadap pemilihan rute pelayaran saja tanpa mempertimbangkan faktor kapasitas permintaan konsumen, yang didapatkan hanyalah bagaimana mencari jalur terpendek dari semua tempat yang akan dituju dengan pertimbangan peminimalan biaya operasional. Namun proses penjadwalan ini memiliki nilai ketidakpastian yang tinggi, karena dalam pelayaran banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi seperti masalah cuaca dan kerusakan teknis kapal yang menyebabkan pelayaran ditunda. Kemudian faktor dari tingkat konsumsi manusia yang selalu berubah setiap saat. Hingga pada proses pembuatan optimasi faktor-faktor ini diabaikan.

(3)

3 Fagerholt (1999) telah mengkaji mengenai masalah pengoptimasian armada kapal dalam suatu permasalahan penentuan rute kapal. Dalam kajian Fagerholt masalah utama yang diangkat adalah penentuan armada yang optimal baik dari jenis kapal maupun dari segi jumlah tiap kapal yang akan dipilih di suatu perusahaan pelayaran liner. Masalah utama dalam liner shipping adalah multi trip vehicle routing problem, dan penentuan rute yang dilalui perminggu untuk jenis kapal yang dipilih. Fagerholt mengemukakan metode penyelesaian terdiri dari tiga tahap, tahap pertama ialah membuat semua kemungkinan single rute untuk kapal besar yang tersedia. Beberapa dari rute ini menggunakan hanya sebagian dari kapasitas kapal dan dapat digunakan kapal yang ukurannya lebih kecil untuk biaya yang lebih murah. Dari fakta inilah fagerholt menggunakannya untuk menghitung rute tiap kapal. Pada tahap yang kedua single route yang telah dibuat dari tahap pertama dikombinasikan menjadi multiple route. Dengan pemecahan Set Partitioning Problem pada tahap yang ketiga dimana dari data yang didapat dan disusun dalam kolum pada tahap yang pertama dan kedua ditemukan suatu armada yang optimal dan rute yang koheren untuk armada kapal. Pada kajian fagerholt hanya mengkaji masalah armada yaitu jenis dan jumlah armada kapal tetapi tidak mengkaji masalah biaya yang di keluarkan untuk operasi armada tersebut, terkait konsumsi bahan bakar armada tersebut. Berdasarkan latar belakang yang telah diangkat sebelumnya menyatakan bahwa hubungan antara bahan bakar dan kecepatan operasi suatu kapal, dengan mempertimbangkan hal ini maka perlu dilakukan suatu analisa mengenai dampak perubahan grafik terhadap fungsi kecepatan kapal, maka dari kajian yang diangkat memasukkan variabel kecepatan sebagai fungsi yang berpengaruh terhadap nilai optimal suatu armada.

Powell dan Perakis (1997) menggunakan suatu model program integer untuk megoptimalkan penyebaran pada suatu perusahaan liner shipping. Dalam kajian powell dan perakis membandingkan hasil yang diperoleh dengan model program linear. Dengan menggunakan model linear programming, manipulasi hasil dibutuhkan untuk menjamin solusi bilangan bulat. Hasil ini akan menjadi solusi yang suboptimal. Dilain pihak model program integer selalu memberikan solusi optimal. Bagaimanapun semua kemungkinan rute harus dihitung satu demi satu untuk memecahkan model yang optimal. Ini akan memungkinkan membuat model yang menghabiskan banyak waktu ketika masalah yang digunakan menjadi lebih besar. Pada model yang dikemukakan oleh powell dan parakis dengan menggunakan model program linear tentu akan menghasilkan pendekatan yang berbeda, karena kita tahu bahwa fungsi kecepatan terhadap konsumsi bahan bakar merupakan fungsi non linear, dapat dilihat pada Gambar 1. Dalam kajian ini model yang digunakan powell ialah model program linear. Untuk itu diperlukan suatu penyempurnaan model ini dengan penentuan kecepatan yang mendekati dengan keadaan dilapangan.

Norstad (2010) mengkaji masalah penjadwalan dan penentuan rute kapal dengan mengoptimalkan kecepatan kapal pada pelayaran tramper, dalam kajiannya Norstad mengemukakan bahwa penjadwalan dan penentuan rute kapal dapat dioptimalkan dengan menentukan kecepatan kapal yang optimal, artinya semakin optimal penentuan kecepatan operasi suatu armada maka semakin banyak keuntungan yang diperoleh. Pada kajian ini melakukan penyelesaian masalah dengan pendekatan program non linear. Dengan membuat dua model matematika. Model pertama yaitu dengan membuat model penjadwalan dan penentuan rute kapal dengan mengoptimalkan kecepatan operasi kapal dan model yang kedua yaitu dengan mengoptimalkan kecepatan kapal untuk rute kapal yang tetap. Kedua model ini kemudian dilakukan pembuatan algoritma dengan menggunakan metode heuristik. Dalam kajian ini hanya mengkaji masalah pelayaran tramper, tentu hal ini berbeda dengan masalah kejian tentang pelayaran liner. Pada pelayaran tramper agak sulit untuk diselasaikan karena mempunyai batasan yang lebih sulit dibandingkan dengan masalah yang ada di perusahaan yang melayani jasa liner.

Wijayanto (2011) dalam kajian yang dilakukan mengenai optimalisasi pengoperasian kecepatan kapal untuk mengurangi konsumsi bahan bakar dan emisi Co2, mengangkat suatu permasalahan yang berada pada perusahaan yang sama. Dalam kajian wijayanto hanya menganalisa kecepatan pengoperasian kapal yang paling optimum untuk suatu pelayaran, sehingga output yang dihasilkan dalam kajian itu hanya mengenai masalah kebutuhan bahan

(4)

4 bakar setiap variabel kecepatan yang berubah berubah pada satu rute pelayaran saja. Hal ini tentu belum seutuhnya mewakili keadaan yang sebenarnya dilapangan, karena dilapangan suatu perusahaan mempunyai banyak armada dengan banyak pilihan jenis, kapasitas dan kecepatan operasi yang dimiliki.

Pendekatan dengan membuat semua kemungkinan single route merupakan pendekatan yang dimukakan oleh Fagerholt (1999), pendekatan ini sangat sederhana dengan mempertimbangkan semua biaya fixed cost (TC cost) dan biaya operasi kapal. Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa kapasitas maksimum untuk tiap kapal sudah diketahui. Pendekatan ini memang agak sedikit berbeda dengan pertimbangan pada masalah penentuan rute lainnya yang hanya mempertimbangkan masalah biaya operasi. Dalam pendekatan ini juga dikemukakan bahwa fungsi harga kapal (TC cost) merupakan fungsi dari ukuran kapal (gambar 2). Sedangkan biaya operasi kapal terdiri dari bahan bakar dan biaya pelabuhan, diasumsikan bahwa biaya ini juga merupakan fungsi dari ukuran kapal. Menurut Fagerholt (1999) single route didefinisikan menjadi suatu rute yang feasible dengan mengacu pada Vehicle Routing Problem (VRP) titik awal dan akhir pada depo dan tidak dikunjungi diantara itu. Semua feasible single route dengan mengacu pada batasan kapasitas dan waktu dibuat. Single route yang dibuat terdapat total demand,ukuran kapal minimum,durasi waktu,dan biaya untuk tiap rutenya. Pemilihan single rute sangat tepat untuk rute yang terdiri hanya satu atau dua node.

3. Metodelogi

Dalam memecahkan masalah ini dilakukan dengan penyelesaian 2 tahap yaitu : 3.1 Tahap 1 : Membuat Feasible Single Route

Dalam tahap ini, pendekatan solusi bertujuan untuk mendapatkan semua single route yang feasible. Single route yang feasible adalah single route yang telah memenuhi semua batasan batasan. Adapun batasan dalam permasalahan ini adalah batasan mengenai kapasitas kapal maupun batasan sailing time setiap single route. Untuk membuat single route dalam masalah ini dilakukan dengan membuat kombinasi semua kemungkinan rute dari depot ke semua kemungkinan pelabuhan yang bisa disinggahi pada setiap feeder port. Pada penentuan pembuatan single route yang feasible ini dimulai dengan menghitung sailing time diantara depot ke feeder port maupun dari feeder port ke feeder port. Semua sailing time ini dihitung untuk setiap tipe kapal.

Untuk setiap jarak antara port ini dinotasikan dengan , sedangkan untuk kecepatan setiap kapal dinotasikan dengan . Untuk menentukan sailing time dari pelabuhan i ke pelabuhan j dengan menggunakan kapal k dapat ditentukan dengan rumusan :

Rumusan diatas digunakan jika pada suatu pelayaran dari pelabuhan i ke pelabuhan j hanya dengan menggunakan satu node pelayaran dan hanya dengan menggunakan hanya satu mode kecepatan, Sedangkan kenyataan dilapangannya untuk setiap pelayaran dari pelabuhan i ke pelabuhan j terdapat berbagai node pelayaran dan model atau variasi kecepatan yang berbeda.

Dalam masalah di tugas akhir ini untuk mendapatkan hasil yang mendekati dengan keadaan sebenarnya dilapangan maka untuk setiap pelayaran dari pelabuhan i ke pelabuhan j dibagi menjadi 3 node pelayaran. Node pelayaran yang pertama adalah node pelayaran di pelabuhan i, dan node yang kedua adalah diatara node pelayaran 1 dan 3, sedangkan node pelayaran 3 adalah node pelayaran di pelabuhan j. Hal ini dibahas terkait dengan batasan area suatu pelabuhan mengenai kecepatan operasi kapal. Pada pelabuhan tertentu mempunyai karakteristik batasan terkait kecepatan operasi maksimal kapal (pada node 1 dan 3). Untuk node 2 ( antara node 1 dan node 3) maka kapal dapat menggunakan kecepatan kapal yang maksimum, akan tetapi untuk seperti yang telah diketahui penggunaan kecepatan yang maksimum juga akan berdampak buruk pada konsumsi bahan bakar. Pada tugas akhir ini untuk node 2 maka kecepatan kapal akan divariasikan menjadi 4 model kecepatan. Adapun 4 model kecepatan itu ialah model 1 yaitu dengan menggunakan kecepatan kapal yang maksimal, mode 2 yaitu dengan menggunakan kecepatan maksimal dikurangi dengan 1 knot, untuk model 3 dengan menggunakan kecepatan maksimal dikurangi dengan 2 knot dan dikurangi dengan 3 knot untuk model yang ke empat.

(5)

5

Penentuan model kecepatan ini ialah dengan mengasumsikan bahwa kapal dapat diatur dengan kecepatan yang telah ditentukan. Pemilihan rumusan model kecepatan ialah bertujuan untuk menghindari permasalahan yang komplek terkait variasi kecepatan. Dari keterangan diatas maka rumusan untuk menghitung sailing time setiap rute adalah sebagai berikut :

Dimana adalah waktu yang dibutuhkan untuk melalui node 1, yaitu node pada pelayaran dipelabuhan. Dalam tugas akhir ini diasumsikan untuk setiap pelabuhan menggunakan kecepatan 4 knots, sedangkan untuk node 3 ialah batasan kecepatan pada pelabuhan tujuan, diasumsikan untuk node 3 ini kecepatan rata rata kapal adalah 4 knots. Sedangkan untuk pada node 2 dihitung dengan mengguankan rumus :

dimana adalah kecepatan kapal k pada variasi kecepatan n, adapun dalam tugas akhir ini variasi kecepatan yang digunakan terdapat 4 mode variasi kecepatan. Seperti yang telah diterangkan sebelumnya.

Tahap selanjutnya adalah membuat subset dari pelabuhan pelabuhan yang ada. Untuk pelabuhan depot, subset terdiri dari satu pelabuhan feeder port dan yang paling banyak adalah semua feeder port disinggahi. Didefinisikan B sebagai banyaknya subset yang dibuat dan sebagai set dari subset (u = 1,…,B). Untuk semua subset yang dibuat selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan apakah setiap subset tersebut memenuhi batasan kapasitas dan waktu. Untuk batasan kapasitas ini berarti apabila dengan menggunakan kapal k dengan kapasitas kapal maka kapasitas yang diangkut untuk setiap subset tidak boleh melebihi kapasitas kapal. Dinotasikan dengan , jadi apabila suatu subset dibangun terdiri dari beberapa pelabuhan yang menjadi persinggahan maka total demand untuk setiap pelabuhan tidak boleh melebihi kapasitas kapal yang melayani rute tersebut.

Untuk batasan yang berhubungan dengan waktu adalah waktu untuk setiap subset untuk type kapal yang dibuat tidak boleh melebihi total waktu yang telah ditentukan dalam hal ini weekly ( 168 jam). Akan tetapi untuk lebih praktis dalam tugas akhir ini konstrain waktu merupakan fungsi yang fleksibel. Routing time ( untuk setiap subset adalah jumlah waktu yang diperlukan untuk setiap type kapal yang melayani rute subset ditambah dengan waktu asumsi di pelabuhan yaitu 24 jam. Batasan ini dapat dinotasikan dengan , dimana T adalah waktu yang telah ditentukan dalam tugas akhir ini weekly (168 jam).

Setiap rute yang telah dibuat oleh kapal k dengan subset u telah memenuhi semua batasan yang telah ditentukan (kapasitas dan waktu) maka dapat disebut sebagai single route yang feasible. Setelah semua single route yang feasible dikelompokkan selanjutnya dalam suatu tabel dihitung total routing time, dan total route cost ( fixed cost dan operational cost).

Fixed ship cost

Ship size

Gambar 2 hubungan antara ship size dan fixed ship cost (2)

(6)

6 Adapun untuk lebih lengkapnya mengenai tahap pertama ini dapat dilihat sesuai dengan pseudocode dibawah ini.

Begin

Calculate sailing time antara pelabuhan pelabuhan untuk setiap kapal tipe k

Membuat satu set dari subset u, dimana setiap subset terdiri dari satu depot dan satu feeder port For setiap subset u do

For setiap kapal k do Begin

If ( jumlah total container untuk dikirim setiap feeder port lebih sedikit daripada kapasitas kapal ( ) then

Begin

Menghitung routing time , Fixed cost , operasional cost , dan total cost untuk setiap rute ;

If (total route time then

Menentukan semua rute yang memenuhi sebagai single route dan menghitung total cost;

end; end; end;

3.2 Tahap 2 : Pemilihan Rute

Setelah tahapan pertama telah dilakukan selanjutnya adalah tahapan pemilihan rute dan kapal yang melayani rute tersebut serta kecepatan operasi kapal. Dalam tahapan ini adalah pemilihan rute yang mempunyai cost paling minimal yang diselesaikan dengan dengan menggunakan rumusan dari integer linear programming dengan cara set partitioning problem yang ditunjukkan pada rumusan dibawah ini.

Subject to : (3)

Konstrain menentukan bahwa setiap pelabuhan i dilayani oleh rute r hanya satu kali. Dan notasi adalah konstanta yang sama dengan 1 jika pelabuhan i dilayani oleh rute r dengan menggunakan kapal k dan nilainya 0 jika sebaliknya. Notasi dari variabel penentuan yang sama dengan 1 jika pemilihan yang optimal dan 0 jika sebaliknya.

Satu metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan binary integer problem yang muncul dalam permasalahan set partitioning problem adalah metode branch and bound. Metode ini telah terbukti sangat efisien dalam pemecahan permasalahan. Metode yang digunakan berdasarkan observasi enumerasi dari solusi integer yang mempunyai struktur pohon. Node akar dalam struktur pohon mewakili semua solusi yang dapat dibuat dengan membentuk pohon. Dalam solusi permasalahan binary integer, variabel penentuan, node diwakili oleh 0 atau 1. Kemudian ide utama dalam branch and bound adalah untuk mencegah munculnya pohon sebanyak kemungkinan dengan hanya menghasilkan node node yang paling diizinkan. Ini dapat dilakukan dengan mengestimasi satu bound dalam nilai yang terbaik dari fungsi objective yang dapat di peroleh dengan membuat node node untuk tingkatan yang terakhir.

Algoritma branch dan bound dikerjakan dengan menggunakan bantuan software. Software yang berdasarkan algoritma branch dan bound bisa dikerjakan dengan menggunakan solver, model matematika yang dipilih untuk menyelesaiakan rumusan integer dalam SPP.

(7)

7 Gambar 4 Flowchart pengerjaan

4.Hasil dan Pembahasan

Hasil dalam bahasan ini berdasarkan pada metode penyelesaian permasalahan pada penjelasan sebelumnya untuk menentukan pelabuhan pelabuhan dalam suatu hubungan lingkungan hub-and-spokes . Adapun pelabuhan pelabuhannya adalah Surabaya (1), sampit (2), Banjarmasin (3), balikpapan (4), pantoloan (5), dan makassar (6). Dimana dalam permasalahan ini pelabuhan Surabaya dipilih sebagai hub port atau depo dan pelabuhan lainnya sebagai feeder port atau spoke . Setiap pelabuhan mempunyai jarak jarak terhadap pelabuhan laiinya yang digunakan sebagai data input. Adapun data tersebut disajikan pada Tabel dibawah ini.

Tabel 2 Jarak antara setiap pelabuhan jarak/NM Surabaya (1) Sampit (2) Banjarmasin (3) Balikpapan (4) pantoloan (5) makassar (6) Surabaya (1) 0 293 168 458 613 458 Sampit (2) 293 0 195 440 485 599 Banjar masin (3) 168 195 0 333 378 545 Balik papan (4) 458 440 333 0 302 188 Pantoloan (5) 613 485 378 302 0 326 Makassar (6) 458 599 545 188 326 0

Setelah data jarak antara pelabuhan selanjutnya data yang di analisa adalah jumlah demand atau jumla Kontainer yang harus dikirim ke pelabuhan feeder dengan menggunakan kapal kapal yang telah ditentukan dalam armada perusahaan. Tabel dibawah ini menunjukkan data Kontainer yang harus dikirim dari depo kesetiap feeder port.

(8)

8 Tabel 3 Jumlah kontainer yang harus dikirim ke setiap feeder port

DEMAND (TEUs) Surabaya

Surabaya 0 Sampit 264 Banjar masin 481 Balik papan 567 Pantoloan 677 Makassar 187

Data diatas merupakan jumlah barang yang harus dikirim ke feeder port untuk satu minggu (weekly service). Dalam pembahasan ini semua rute dilayani dipilih untuk setiap tipe kapal. Semua kombinasi rute rute dalam masalah ini dikelompokkan menjadi berbagai altenatif kapal dengan berbagai kapasitas kapal dan kecepatan yang digunakan dalam operasinya berhubungan langsung dengan biaya untuk setiap rutenya. Di bawah ini merupakan data kapal yang digunakan untuk di pilih dalam permasalahan ini. Kapal kapal ini merupakan pengelompokkan kapal dari perusahaan pelayaran. Jadi dari data data yang didapat mengenai kapasitas kapal selanjutnya dibagi menjadi 4 tipe kapal. 4 tipe kapal tersebut merupakan data pengelompokkan dari perusahaan mesin MAN B&W. Adapun ke 4 tipe kapal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4 Tipe tipe kapal

ship type capacity speed (knots) Dwt SCR (Kw) Dimensi (LPP,B,T) Main engine Ship A 400 15 4800 3000 100,17.2,6,5 (m) 5S35MC7 Ship B 600 16 7000 4870 115,19.8,7 (m) 5S40ME-B9 Ship C 800 17 9300 6700 130,21.8,7.4 (m) 5S50ME-B8 Ship D 1000 18 11600 8800 140,23,7,6 (m) 6S50MC-C7/ME-C7

Dari setiap kapal mempunyai karakteristik sesuai yang ada di tabel. Dari data ini kemudian digunakan untuk mendapatkan data fixed cost dan operasional cost.

Tabel 5 Fixed cost setiap tipe kapal

Items/annual Cost (1000 $)

Ship A Ship B Ship C Ship D

Building cost 2800 4200 5600 7000

crew cost 251.66 309.3 369.56 429.82

insurance cost 185.047 242.69 302.947 363.207

maintenance cost 78.736 78.736 78.7356 78.736

stores and supplies 61.355 75.435 90.155 104.875

Total Fixed cost ($) 3376.798 4906.161 6441.3976 7976.638

TFC /day 14.07 20.44 26.84 33.24

(9)

9 Tabel 6 operasional cost input tipe kapal A

items

speed mode 1 (port area) (knots)

speed mode 2 (sailing) (knots) speed mode 3 (port area) (knots) V1 = 3 V2 = 4 V3 = 5 V1 = 12 V2 = 13 V3 = 14 V4 = 15 V2 = 3 V3 = 4 V4 = 5 Fuel Oil Consumption (kg/jam)($) 10.95 14.49 19.18 136.23 180.27 238.55 315.66 10.95 14.49 19.18 total operation cost ($) 10.95 14.49 19.18 136.23 180.27 238.55 315.66 10.95 14.49 19.18

Selanjutnya hasil dari dari data ini akan dianalisa dengan menggunakan metode yang telah diterangkan diatas.

Tabel 7 hasil dari pengolahan data tahap II

Dari data diatas dapat dilihat dari penyelesaian dengan menggunakan rumusan set partitioning problem. Pemilihan rute untuk setiap kapal dengan keadaan weekly service atau 168 jam. Pemilihan rute didapat 1-2-1 A, 1-3-1C, 1-4-1B, 1-5-6-1D. Dari indek diatas dapat diartikan bahwa untuk rute dari depot Surabaya-Sampit-Surabaya dilayani dengan menggunakan kapal tipe A (kapasitas 400 teus) dengan kecepatan operasi kapal mode 1 yaitu dengan kecepatan 12 knots ( dibawah 3 knot dari kecepatan maksimum kapal). Sedangkan untuk rute pelayaran dari Surabaya-Balikpapan-Surabaya dilayani dengan kapal tipe B (kapasitas 600 teus) dengan kecepatan operasi 13 knot ( 3 knot dibawah kecepatan maksimum kapal). Dan untuk rute pelayaran dari Surabaya-Banjarmasin-Surabaya dilayani dengan menggunakan kapal tipe C dengan kecepatan operasi kapal 14 knot (3 knots di bawah kecepatan maksimum kapal). Dan yang terakhir dengan rute pelayaran dari Surabaya-Pantoloan-Makassar-Surabaya dilayani dengan menggunakan kapal D( kapasitas 1000 teus) dengan kecepatan maksimum 15 knot ( 3 knots di bawah kecepatan maksimum kapal. Adapun nilai dari objective function dari

(10)

10 permasalahan ini ialah US$ 37.164.271. Nilai ini merupakan nilai yang paling optimal dari batasan semua pelabuhan harus dilayani dengan satu kapal.

Pemilihan mode kecepatan yang paling kecil dari ke empat kemungkinan pemilihan kecepatan kapal merupakan batasan dari waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila dalam keadaan dimana waktu yang menjadi batasan dipercepatan dalam pemenuhan demand yang telah ditentukan (lebih cepat dari 168 jam) maka pemilihan kecepatan ini akan mengikuti kecepatan yang lebih cepat dengan konsekuensi penggunaan bahan bakar yang lebih mahal.

6.Kesimpulan

Dalam paper ini telah membahas mengenai masalah penentuan armada dan kecepatan operasinya untuk setiap kapal dalam pelayanan ke 5 feeder ports di pelayaran liner. Telah didapat bahwa untuk setiap rute yang dipilih dengan menggunakan penyelesaian rumusan set partitioning problem mempunyai karakteristik kapal tertentu sesuai dengan kapasitas kapal dan kecepatan operasinya, dengan pemilihan objective function cost yang paling minimal maka didapat sebesar US$ 37.164.271.

Metode yang digunakan dalam penyelesaian masalah ini sangat mudah untuk diaplikasikan. Pengembangan armada baru pada perusahaan pelayaran yang belum mempunyai kapal yang sudah dioperasikan sangat cocok, sehingga kita bisa menganalisa rute yang optimal untuk setiap kapal dengan biaya yang paling rendah.

7. Daftar Pustaka

AEA Energy & Evirontment.2008. greenhouse gas emissions from shipping : trend projection and abatement potential

Christiansen,M., Fagerholt, K., Nygreen, B., Ronen,D. 2007. Maritime Transportation, Handbook OR & MS,Vol.14, Elsevier

Dinariyana, A.A.B., Yamato, H. Matsukura, H. 2008. Ship routing problem transporting two types of commodities, Japan Society of Naval Architects and Ocean Engineers

E. Balas and M.W. Padberg. 1976. Set Partitioning: A Survey, SIAM Review, 18, 710-760 Fagerholt, K.1999. Optimal Fleet Design In A Ship Routing Problem, International Transaction In

Operational Research. Elsevier Science

Mulder, J.2011. Constructing service networks in liner shippin, Erasmus university Rotterdam. MAN DIESEL A/S. 2008 . Propulsion Trend In Container Vessel, Copenhagen, Denmark MAN B&W. 2010. Project Guide S35MC7, Copenhagen, Denmark

Norstad, I., Fagerholt, K., Laporte, G. 2010. Tramp Ship Routing and Schedulling With Speed Optimization, Transportation Research Part C. Elsevier Science

Paulsen, I C. 2010. Reducing fuel emission by optimizing shipping routes and schedules, Maritime transport system (MARINTEK)

Powell,B.J, and Perakis A.N.1997. Fleet deployment optimization for liner shipping: an integer programming mode, maritime policy & management

Ratri, Y. 2010. Analisa Penentuan Rute Pelayaran Petikemas Domestik Berbasis Permintaan, Bidang Studi Transportasi Laut dan Logistik Teknik Perkapalan FTK-ITS, Surabaya Render, Barry., Stair, Riph M.,Hanna, Michael E. 2003 .Quantitative Analysis For Management,

Eight Edition, Person Education International

Saut, G. 2011. Strukutur Pembiayaan kapal baru, Handout Kuliah Bisnis Maritim, Teknik Sistem Perkapalan, FTK-ITS, Surabaya

Saut, G. 2011. Formulasi Biaya Kapal, Handout Kuliah Bisnis Maritim, Teknik Sistem Perkapalan, FTK-ITS, Surabaya

Sterman, J. D . 1991. A skeptic Guide to computer model , MIT, USA Supriyono, R.A. 1999. Akutansi Biaya Edisi ke 2, BPFE, Yogyakarta

UNCTAD (2007). 2007 . Review of maritime Transport, United Nation, New York And Ganeva

Wijayanto,A.Y. 2011 . Optimalisasi Pengoperasian Kecepatan Kapal Untuk Mengurangi Konsumsi Bahan Bakar Dan Emisi CO2, Teknik Sistem Perkapalan FTK-ITS, Surabaya

www. Pertamina.gov.id

Gambar

Tabel 1. Perbandingan Biaya Penghematan dengan optimasi armada kapal  Persentase (%)  Route
Gambar 2 hubungan antara ship size dan fixed ship cost (2)
Tabel 2 Jarak antara setiap pelabuhan      jarak/NM  Surabaya  (1)  Sampit (2)  Banjarmasin (3)  Balikpapan (4)  pantoloan (5)  makassar (6)  Surabaya (1)  0  293  168  458  613  458  Sampit (2)  293  0  195  440  485  599  Banjar masin (3)  168  195  0  3
Tabel 4 Tipe tipe kapal  ship  type  capacity  speed  (knots)  Dwt  SCR (Kw)  Dimensi  (LPP,B,T)  Main engine  Ship A  400  15  4800  3000  100,17.2,6,5  (m)  5S35MC7  Ship B  600  16  7000  4870  115,19.8,7  (m)  5S40ME-B9  Ship C  800  17  9300  6700  13
+2

Referensi

Dokumen terkait

adalah MMSI number, latitude and longitude atau posisi kapal-kapal yang ada di jalur pelayaran, kecepatan kapal, dan waktu pelayaran dari kapal-kapal tersebut. Dari data

Pola asuh ayah dalam Komunitas Home Education Aceh juga sudah sangat baik dan memenuhi kriteria indikator dari peneliti meliputi: meluangkan waktu bersama keluarga di

Judul Skripsi : PERANACANGAN KAPAL BULKCARRIER 11500 DWT KECEPATAN 12 KNOT DENGAN RUTE PELAYARAN LHOKSEUMAWE (ACEH) – TANJUNG EMAS (SEMARANG) Telah berhasil dipertahankan di

mempunyai kedalaman 8-12 meter, dan merupakan pelabuhan bersarna untuk 3 jenis perusahaan pelayaran yaitu: untuk kapal-kapal pelayaran rakyat, Indonesia Ferry (Persero) dan

Maka dari itu, dalam membuat Tugas Akhir Perancangan Kapal penulis membuat perancangan kapal Kontainer dengan rute pelayaran Balikpapan – Jakarta yang dapat mengangkut

Penelitian ini didapat sebuah masalah mengenai peningkatan produksi kopi dari Aceh karena banyaknya permintaan dari berbagai wilayah salah satunya adalah Jawa Tengah.Begitupula

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perancangan Kapal General Cargo 6800 Dwt Dengan Kecepatan 10

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PERANCANGAN KAPAL PETI KEMAS 480 TEUS RUTE