• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah ilmiah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "makalah ilmiah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH BEBERAPA CODEC DAN PARAMETER QUALITY OF

SERVICE (QOS) PADA VOICE OVER INTERNET PROTOCOL (VOIP)

Arvit Faruki

1)

, Melinda

2)

dan Taufiq A. Gani

2)

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Jl. Tgk. Syech Abdurrauf No. 7, Darussalam, Banda Aceh, Indonesia e-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Layanan Voice over Internet Protocol (VoIP) mengalami perkembangan yang pesat pada saat ini dikarenakan biaya penggunaannya yang sangat murah. VoIP adalah teknologi yang mampu melewatkan sinyal suara melalui jaringan Internet

Protocol (IP). Layanan ini merupakan komunikasi real-time yang sangat peka terhadap kondisi jaringan, adanya gangguan pada jaringan menyebabkan penurunan kualitas layanan VoIP. Oleh karena itu, pada penelitian ini dikaji tentang pengaruh

parameter Quality of Service (QoS) berupa packet loss, delay, dan jitter terhadap performansi VoIP. Penelitian ini menggunakan codec yang umum dipakai, yaitu G.711 A-law, G.711 µ-law, dan GSM 06.10. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa codec G.711 A-law dan G.711 µ-law memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan codec GSM 06.10, namun codec GSM 06.10 lebih stabil dibandingkan codec G.711 A-law dan G.711 µ-law.

Kata kunci: VoIP, QoS, packet loss, delay, jitter, dan codec.

ANALYSIS OF SOME CODEC AND QUALITY OF SERVICE (QOS) PARAMETERS

INFLUENCE ON VOICE OVER INTERNET PROTOCOL (VOIP)

ABSTRACT

Voice over Internet Protocol (VoIP) service has experienced rapid development recently because of its low cost. VoIP is a technology which is capable to skip the voice signal through the Internet Protocol (IP) network. The service is a real-time communication which is sensitive to network condition, network impairments causes a decrease on VoIP service quality. Therefore, this research is studied about impact of Quality of Service parameters, such as packet loss, delay, and jitter on VoIP network performance. The study is using common codec used, such as G.711 A-law, G.711 µ-law and GSM 06.10. The result of this research showed that G.711 A-law and G.711 µ-law have better quality than that of GSM 06.10 codec, however GSM 06.10 codec is more stable than G.711 A-law and G.711 µ-law.

Keywords: VoIP, QoS, packet loss, delay, jitter, and codec.

I. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi membawa perubahan yang sangat mendasar bagi dunia telekomunikasi. Perubahan mendasar tersebut yaitu digunakannya internet sebagai salah satu produk teknologi terbaru sebagai media telekomunikasi sehingga melahirkan teknologi baru yang disebut Voice over Internet Protocol (VoIP) (Lazuardi, N. 2008).

VoIP adalah teknologi yang mampu melewatkan suara melalui jaringan Internet Protocol (IP). Jaringan IP sendiri merupakan jaringan komunikasi data yang berbasis

packed-switch, sehingga kita bisa menelepon dengan

menggunakan jaringan IP atau internet (Lazuardi, N. 2008).

Paket-paket suara dikirim via IP bekerjasama dengan protokol komunikasi suara seperti: H.323, Session

Initiation Protocol (SIP), atau Inter Asterisk eXchange (IAX). (Lazuardi, N. 2008). SIP dikembangkan oleh The

Internet Engineering Task Force (IETF) yang merupakan protokol singnaling standar yang digunakan pada teknologi VoIP dewasa ini (Raharja, A. 2006).

Teknologi VoIP memiliki beberapa faktor untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah topologi jaringan IP, pemilihan software maupun hardware, protokol jaringan VoIP, codec yang

(2)

2

digunakan, serta parameter-parameter yang menjadi standarisasi penentuan jenis jaringan (Kurniawan, 2007).

Salah satu faktor yang paling berpengaruh pada kualitas VoIP adalah Coder-Decoder (Codec). Codec merupakan algoritma untuk melakukan kompresi data suara yang bertujuan mengurangi jumlah byte yang dikirimkan dalam jaringan. Penggunaan codec yang tepat pada implementasi VoIP merupakan salah satu hal yang menentukan dalam pencapaian kualitas komunikasi VoIP. Contoh codec yang berkembang pada saat ini adalah: GSM 06.10, G.711, G.723, G.729 dan lain-lain (Kurniawan, F. & Wahjuni, S. 2010). Pada dasarnya codec adalah sebuah algoritma untuk mengubah sinyal suara menjadi data digital. Codec yang digunakan pada penelitian ini adalah G.711 A-law, G.711 µ-law, dan GSM 06.10, disamping ketiga codec ini gratis juga merupakan termasuk yang paling banyak digunakan. Perbedaan yang paling mendasar diantara berbagai jenis codec ini adalah pada bit rate dan algoritma yang digunakan, bit rate codec G.711 adalah 64 kbps, sedangkan GSM 06.10 memiliki bit

rate 13 kbps (Purbo, O.W. & Raharja, A. 2010). Codec G.711 A-law dan G.711 µ-law memiliki perbedaan pada algoritma yang digunakan. Codec G.711 A-law

men-sampling sinyal suara menjadi 13 bit, sedangkan codec G.711 µ-law men-sampling sinyal suara menjadi 14 bit (Brokish, C.W. & Lewis, M. 1997).

Teknologi internet yang digunakan saat ini yaitu

Internet Protocol version 4 (IPv4). IPv4 tidak dirancang untuk mendukung aplikasi-aplikasi realtime dan

multimedia yang peka terhadap delay, jitter, dan packet

loss yang mengakibatkan menurunnya kualitas layanan (Qiao, Z. et al. 2004). Jitter dan packet loss timbul karena adanya gangguan pada jaringan. Gangguan jaringan juga dapat meningkatkan delay. Gangguan jaringan timbul karena pengaruh-pengaruh yang terjadi di sekitar jaringan, seperti faktor alam berupa petir, badai, radiasi gelombang elektromagnetik, dan sebagainya. Selain itu, gangguan jaringan juga bisa timbul tanpa pengaruh dari lingkungan sekitar jaringan namun berasal dari jaringan itu sendiri, seperti software error, congestion, bandwidth low,

hardware error, dan lain-lain.

Karena ketiga codec di atas memiliki bit rate dan algoritma yang berbeda, tentu saja kepekaan terhadap kondisi jaringan akan berbeda pada masing-masing codec. Motivasi penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh gangguan jaringan terhadap performansi masing-masing

codec dalam jaringan VoIP. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengukur, membandingkan, dan menganalisis performansi beberapa codec pada jaringan VoIP yang

mengalami gangguan. Kualitas VoIP dapat ditentukan dengan metode Perceptual Evaluation of Speech Quality (ITU-T, 2001).

Penelitian ini dilakukan dalam sebuah (Local Area

Network) LAN yang mengemulasikan kondisi WAN. Emulasi ini perlu dilakukan untuk membangkitkan tingkat gangguan yang diinginkan, yaitu dalam hal packet loss,

delay dan jitter. Hal ini sulit dicapai jika dilakukan dalam

real WAN dimana tingkat gangguan sangat sulit dibangkitkan sesuai dengan yang diinginkan. Emulasi dilakukan menggunakan software WAN emulator yaitu NetEm, yang akan mengemulasikan sebuah LAN menjadi WAN dengan membangkitkan tingkat gangguan yang diinginkan.

II . DASAR TEORI

2.1 Voice over Internet Protocol (VoIP)

VoIP didefinisikan sebagai suatu sistem yang menggunakan jaringan internet untuk mengirimkan data paket suara dari satu tempat ke tempat lain menggunakan perantara protokol IP (Tharom, T. 2002). VoIP mentransmisikan sinyal suara dengan mengubahnya ke dalam bentuk digital, dan dikelompokkan menjadi paket– paket data yang dikirim dengan menggunakan IP. Jaringan IP sendiri adalah merupakan jaringan komunikasi data yang berbasis packet-switch (Syafitri, D.A. 2007).

Pengiriman sebuah sinyal ke remote destination dapat dilakukan secara digital, yaitu sebelum dikirim data yang berupa sinyal analog, diubah dulu ke bentuk data digital dengan analog to digital converter (ADC), kemudian ditransmisikan dan di penerima dipulihkan kembali menjadi data analog dengan digital to analog converter (DAC). Begitu juga dengan VoIP, digitalisasi voice dalam bentuk packet data, dikirimkan dan dipulihkan kembali dalam bentuk voice di penerima (Priyanggono, S. 2008).

Voice diubah dulu kedalam format digital karena lebih mudah dikendalikan dalam hal ini dapat dikompresi dan dapat diubah ke format yang lebih baik dan data digital lebih tahan terhadap noise dari pada analog (Priyanggono, S. 2008).

2.2 Codec

Pengkodean suara merupakan pengalihan kode

analog menjadi kode digital agar suara dapat dikirim dalam jaringan komputer (Purbo, O.W. 2007). Pengkodean dikenal dengan istilah codec, yang merupakan singkatan dari coder-decoder atau compressor-decompressor. Berbagai jenis codec dikembangkan untuk memampatkan

(3)

3

suara agar bisa menggunakan bandwidth secara hemat tanpa mengorbankan kualitas suara (suara yang keluar masih dapat didengar dengan baik). (Wahyuddin M. I. 2009). Perbedaan skema kompresi dapat dibandingkan dengan 4 parameter, yaitu (Boger, Y.):

1. Compressed voice rate, codec mengkompres suara berkisar dari 64 kbps sampai bit rate yang lebih rendah.

2. Complexity, semakin tinggi tingkat kerumitan

co-dec, semakin tinggi resource komputer yang dimin-ta.

3. Voice quality, pengompresan suara di beberapa

co-dec menghasilkan kualitas yang sangat bagus, se-dangkan yang lain menyebabkan degradasi yang signifikan.

4. Digitalizing delay, setiap algoritma membutuhkan waktu untuk mem-buffer percakapan sebelum pen-gompresan, inilah yang disebut dengan digitalizing

delay. Delay ini dimasukkan ke dalam delay

end-to-end secara keseluruhan.

2.3 Gangguan Jaringan dan VoIP Service Quality Agrawal (2006) membagi gangguan-gangguan yang berpengaruh terhadap kualitas voice call ke dalam 3 kelompok, yaitu gangguan pengolahan sinyal, gangguan jaringan, dan gangguan lingkungan. Gangguan pada saat pengolahan sinyal disebabkan oleh filter suara, quantizer, dan codec yang digunakan pada sistem. Gangguan jaringan berupa packet loss, delay, dan jitter. Sedangkan gangguan lingkungan meliputi faktor-faktor seperti tingkat kebisingan pada lokasi user.

Volpe (2009) menyatakan tiga gangguan mendasar yang berpengaruh terhadap kualitas voice call pada jaringan VoIP, yaitu packet loss, delay, dan jitter.

Emulator jaringan IP merupakan software yang dapat membangkitkan gangguan pada jaringan IP, seperti

latency, delay, jitter, bandwidth limitation, loss,

duplication, dan modification of the packets. Software ini memungkinkan pengguna menggangu aliran pada jaringan IP untuk membantu mempelajari perilaku aplikasi, perangkat, atau layanan di dalam sebuah lingkungan jaringan yang terganggu. Gangguan dapat dibangkitkan dengan loss dan delay pada aliran IP yang diberikan oleh

user (ZTI, 2012).

Beberapa contoh software emulator jaringan yang tersedia saat ini yaitu NetDisturb, NIST (Network

Impairment Simulator) Net, dan NetEm. Emulator jaringan yang digunakan pada penelitian ini adalah NetEm. NetEm adalah sebuah tool yang dibuat oleh

Stephen Hemminger di Open Source Development Lab (OSDL) untuk mengontrol antrian dan trafik yang didesain untuk Linux. NetEm dibangun menggunakan fasilitas

Quality of Service (QoS) dan Differentiated Services (Diffserv) yang tersedia di kernel Linux (Hemminger, S. 2005). Software ini menggunakan seperangkat statistical

routine untuk membangkitkan parameter-parameter gangguan pada trafik jaringan.

NetEm terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu small kernel

module untuk disiplin antrian dan command line utility untuk konfigurasinya. Kernel module dan command line terhubung via Network socket interface. User menentukan parameter-parameter untuk mengemulasi jaringan dengan mengetikkan perintah “tc” pada command line. Parameter-parameter yang dapat dibangkitkan menggunakan NetEm adalah packet delay, loss, duplication, dan reordering (Hemminger, S. 2005).

Contoh command perintah untuk membangkitkan parameter-parameter jaringan pada NetEm seperti:

“tc qdisc add dev root netem delay 20ms 20ms loss 3%”

Perintah di atas merepresentasikan untuk membangkitkan delay sebesar 20 ms, jitter sebesar 20 ms, dan packet loss sebesar 3 % (Linux Foundation, 2009). 2.4 Perceptual Evaluation of Speech Quality (PESQ)

Perbandingan kuantitatif yang digunakan pada pengujian ini adalah Perceptual Evaluation of Speech

Quality (PESQ). Pemilihan PESQ dilakukan karena metoda lain, seperti Mean Opinion Score (MOS) dan

Perceptual Speech Quality Measurement (PSQM), yang biasanya digunakan, telah tidak direkomendasi untuk pengukuran kualitas suara pada jaringan VoIP. Tabel 2.1 akan lebih memperjelas pemilihan metode ini (Kurniawan, 2007).

Tabel 2.1 Perbandingan Metode Pengukur Kualitas Suara

PESQ merupakan kelanjutan dari PSQM dan telah distandarisasi oleh ITU-T P.862 (ITU-T, 2001). PESQ menggabungkan metode PSQM dan Perceptual Analysis

Measurement System (PAMS). Mekanisme PESQ

Fitur MOS PSQM PESQ

Metode Pengujian Subjektif Objektif Objektif Pengujian Packet

end-to-end

Tidak Konsisten Tidak Ada Ada

Pengujian Jitter end-to-end

(4)

merupakan penyempurnaan dari PSQM. Jika pada PSQM belum ada mekanisme time alignment dan

maka pada PESQ kedua mekanisme tersebut telah ditambahkan. Gambaran umum struktur algoritma PESQ dapat dilihat pada Gambar 2.2. Konsepnya sama seperti sebelumnya yaitu membandingkan antara sinyal keluaran dengan sinyal aslinya kemudian hasil tersebut dikonversikan ke dalam skala MOS. Skala MOS yang didefinisikan pada P.862 PESQ ini memiliki range dari 0.5 (terburuk) hingga 4.5 (terbaik). Berbeda dengan standar skala MOS dimana nilai terbaik dicapai dengan angka 5. Hal tersebut dikarenakan pada pengukuran kualitas pastinya terjadi degradasi sinyal. Sin

tidak mungkin sama persis seperti aslinya. Oleh karena itu nilai 5 yang mengindikasikan 'sempurna' diturunkan menjadi 4.5 untuk menunjukkan pada prinsipnya terjadi degradasi pada sinyal (Yonathan, B. et al. 2011).

Gambar 2.1 Algoritma PESQ (Yonathan, B.

Nilai PESQ dapat diperoleh dengan membandingkan sinyal suara original (sinyal referensi) dengan sinyal suara rekaman yang telah terdegradasi. Sinyal suara rekaman yang telah terdegradasi merepresentasikan sinyal y sampai ke telinga pendengar (Christian, H.W. 2008).

Gambar 2.2 Pemetaan nilai PESQ ke MOS-LQO (Kurniawan, 2007)

III. METODOLOGI PENELITIAN Dalam metode penelitian ini menjelaskan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh pada

4

merupakan penyempurnaan dari PSQM. Jika pada PSQM

dan equalization, maka pada PESQ kedua mekanisme tersebut telah itambahkan. Gambaran umum struktur algoritma PESQ dapat dilihat pada Gambar 2.2. Konsepnya sama seperti sebelumnya yaitu membandingkan antara sinyal keluaran dengan sinyal aslinya kemudian hasil tersebut dikonversikan ke dalam skala MOS. Skala MOS yang efinisikan pada P.862 PESQ ini memiliki range dari -0.5 (terburuk) hingga 4.5 (terbaik). Berbeda dengan standar skala MOS dimana nilai terbaik dicapai dengan angka 5. Hal tersebut dikarenakan pada pengukuran kualitas pastinya terjadi degradasi sinyal. Sinyal keluaran tidak mungkin sama persis seperti aslinya. Oleh karena itu nilai 5 yang mengindikasikan 'sempurna' diturunkan menjadi 4.5 untuk menunjukkan pada prinsipnya terjadi

. 2011).

Algoritma PESQ (Yonathan, B. et al. 2011) Nilai PESQ dapat diperoleh dengan membandingkan

(sinyal referensi) dengan sinyal suara rekaman yang telah terdegradasi. Sinyal suara rekaman yang telah terdegradasi merepresentasikan sinyal yang sampai ke telinga pendengar (Christian, H.W. 2008).

LQO (Kurniawan, 2007)

PENELITIAN Dalam metode penelitian ini menjelaskan tentang

langkah yang akan ditempuh pada penelitian ini.

Langkah-langkah tersebut ditunjukkan dalam berikut:

Gambar 3.1 Flowchart

3.1 Konfigurasi Jaringan

Untuk konfigurasi jaringan ini dibutuhkan yakni 1 komputer sebagai server

sebagai client, dan 1 komputer lagi digunakan sebagai

bridge untuk membangkitkan parameter menggunakan emulator jaringan NetEm.

Software yang dibutuhkan pada pengujian ini yaitu: 1. Asterisk 1.8, berfungsi sebagai

membangkitkan jaringan VoI

2. Sistem Operasi Windows XP, berfungsi sebagai komputer client.

3. Sistem Operasi Ubuntu Des sebagai bridge.

4. Sistem Operasi Ubuntu Server

pada komputer yang berfungsi sebagai VoIP 5. NetEm, merupakan software

jaringan, software ini berbasis

penelitian ini, software ini berfungsi untuk me bangkitkan parameter-parameter uji, yaitu

loss, delay, dan jitter. 6. Jitsi Softphone, merupakan

sebagai pemanggil dan penerima panggilan telepon pada komputer client.

langkah tersebut ditunjukkan dalam flowchart

Flowchart penelitian

figurasi jaringan ini dibutuhkan 4 komputer,

server VoIP, 2 komputer , dan 1 komputer lagi digunakan sebagai untuk membangkitkan parameter-parameter uji

jaringan NetEm.

yang dibutuhkan pada pengujian ini yaitu: Asterisk 1.8, berfungsi sebagai server VoIP untuk membangkitkan jaringan VoIP.

Sistem Operasi Windows XP, berfungsi sebagai

Desktop 11.04, berfungsi

Ubuntu Server 11.04, digunakan fungsi sebagai VoIP server.

software untuk mengemulasi ini berbasis open source. Pada ini berfungsi untuk mem-parameter uji, yaitu packet , merupakan software yang berfungsi gil dan penerima panggilan telepon

(5)

7. Audacity, merupakan open source software

recording dan editing sound/audio. Pada penelitian ini, Audacity digunakan untuk pengeditan kaman suara.

8. SPDemo, merupakan sebuah tool yang membantu untuk mempelajari teknik speech and audio

processing. Pada penelitian ini, software nakan untuk pengambilan nilai PESQ. dijalankan pada sistem operasi windows Skema jaringan pada penelitian ini adalah:

Gambar 3.2 Skema jaringan penelitian

3.2 Pengujian Performansi VoIP

Langkah pertama yang dilakukan setelah jaringan sistem dibangun adalah pengujian kualitas pelayanan. Skenario yang dijalankan yaitu:

1. Pengujian kualitas dari masing-masing diberi parameter uji.

2. Pengujian dengan pemberian parameter uji berupa

packet loss, delay, dan jitter secara bertahap. Jumlah skenario yang dijalankan untuk melakukan pengujian ini untuk masing-masing codec

kali, yaitu pengujian tanpa gangguan 1 kali, dengan parameter uji packet loss 5 kali, delay 4 kali, dan kali. Jadi, jumlah seluruh skenario untuk 3 jenis pada penelitian ini adalah 14 x 3 = 42 skenario. skenario masing-masing dilakukan pengujian s

kali dengan lama 1 kali pengujian kurang lebih 1 menit. Data hasil pengujian diambil dari nilai rata

masing pengujian tersebut.

Setelah semua skenario pengujian rampung, maka didapatkan nilai kualitas pelayanan masing

skenario pengujian dengan membandingkan sinyal suara pada client 1 dan sinyal suara pada client 2 menggunakan

software SPDemo. Dengan membandingkan kedua sinya suara tersebut didapatkan nilai PESQ.

5

open source software untuk Pada penelitian digunakan untuk pengeditan file

re-yang membantu

speech and audio software ini digu-nakan untuk pengambilan nilai PESQ. Software ini

windows.

Skema jaringan pada penelitian ini adalah:

Skema jaringan penelitian

Langkah pertama yang dilakukan setelah jaringan sistem dibangun adalah pengujian kualitas pelayanan. masing codec tanpa Pengujian dengan pemberian parameter uji berupa

secara bertahap. Jumlah skenario yang dijalankan untuk melakukan

codec sebanyak 14 pengujian tanpa gangguan 1 kali, dengan 4 kali, dan jitter 4 kali. Jadi, jumlah seluruh skenario untuk 3 jenis codec pada penelitian ini adalah 14 x 3 = 42 skenario. Tiap masing dilakukan pengujian sebanyak 20 kali dengan lama 1 kali pengujian kurang lebih 1 menit. Data hasil pengujian diambil dari nilai rata-rata

masing-Setelah semua skenario pengujian rampung, maka didapatkan nilai kualitas pelayanan masing-masing skenario pengujian dengan membandingkan sinyal suara 2 menggunakan SPDemo. Dengan membandingkan kedua sinyal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk melakukan pengujian performansi masing masing codec pada jaringan VoIP, penelitian ini membagi pengujian yang dilakukan menjadi beberapa skenario seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dengan beberapa variabel yang berbeda. Variabel

yaitu: 1. Codec: G.711 A-law, G.711 µ 06.10. 2. Parameter-parameter uji: a. Packet loss: 1%, 2%, 3%, 4%, 5% b. Delay: 20 ms, 50 ms, 100 ms, 150 ms c. Jitter: 5 ms, 10 ms, 20 ms, 50 ms Nilai PESQ dari masing-masing

jaringan dalam keadaan ideal tanpa diberi gangguan dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Nilai PESQ masing-masing Codec

G.711 A-law G.711 µ-law GSM 06.10

Dari Tabel 4.1 menunjukkan

law yang memiliki kualitas paling bagus. Kemudian diikuti oleh G.711 µ-law dengan sedikit penurunan kualitas dibandingkan G.711

A-antara keduanya sebesar 0,052. Sedangkan 06.10 memiliki kualitas yang paling buruk ketiganya, nilai PESQ dari codec

sangat besar dengan kedua codec

codec G.711 A-law yaitu 1,732 sedangkan dengan G.711 µ-law sebesar 1,68.

Di bawah ini akan ditampilkan Tabel 4.2 yang menunjukkan nilai PESQ dari masing

keadaan ekstrim:

Tabel 4.2 Nilai ekstrim Codec Minimum G.711 A-law G.711 µ-law GSM 06.10 3,752 3,77 2,419

Nilai ekstrim adalah nilai minimum dan maksimum dari gabungan ketiga parameter QoS.

minimum dengan gabungan packet loss dan jitter 5 ms. Sedangkan nilai ekstrim gabungan packet loss 5 %, delay 150 ms,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk melakukan pengujian performansi masing-pada jaringan VoIP, penelitian ini membagi pengujian yang dilakukan menjadi beberapa skenario seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dengan beberapa variabel yang berbeda. Variabel-variabel tersebut , G.711 µ-law, dan GSM

1%, 2%, 3%, 4%, 5% 20 ms, 50 ms, 100 ms, 150 ms 5 ms, 10 ms, 20 ms, 50 ms

masing codec ketika kondisi jaringan dalam keadaan ideal tanpa diberi gangguan dapat

masing codec pada jaringan ideal Nilai PESQ

4,328 4,276 2,596

menunjukkan bahwa codec G.711 A-law yang memiliki kualitas paling bagus. Kemudian

law dengan sedikit penurunan -law, selisih nilai PESQ antara keduanya sebesar 0,052. Sedangkan codec GSM memiliki kualitas yang paling buruk di antara

codec ini memiliki selisih yang

codec yang lain, selisih dengan law yaitu 1,732 sedangkan dengan codec Di bawah ini akan ditampilkan Tabel 4.2 yang jukkan nilai PESQ dari masing-masing codec pada

Tabel 4.2 Nilai ekstrim Nilai PESQ Minimum Maximum 3,752 3,77 2,419 1,622 1,623 1,537

Nilai ekstrim adalah nilai minimum dan maksimum dari gabungan ketiga parameter QoS. Nilai ekstrim

packet loss 1 %, delay 20 ms, ekstrim maksimum adalah 150 ms, dan jitter 50 ms.

(6)

6

Dari Tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa nilai ekstrim minimum sama dengan nilai PESQ dari packet loss 1% (bisa dilihat pada Gambar 4.1). Pada saat nilai ekstrim minimum, delay dan jitter tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas layanan VoIP, nilai PESQ yang dihasilkan sama dengan nilai PESQ pada kualitas layanan dengan packet loss sebesar 1%. Sedangkan nilai ekstrim maksimum memiliki selisih nilai 0,2 lebih rendah dari nilai PESQ jitter 50 ms (bisa dilihat pada Gambar 4.3), disini

jitter memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan

packet loss.

Kualitas layanan VoIP sangat dipengaruhi oleh algoritma yang digunakan oleh codec. Semakin kecil bit

rate codec tersebut, maka semakin rumit algoritma yang digunakannya. Kerumitan algoritma ini memberikan pengaruh terhadap kualitas suara setelah di-decode, semakin rumit algoritma yang digunakan maka semakin buruk kualitas suara yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan teori yang disebutkan oleh Anton Raharja dalam artikel “Jaringan VoIP Berbasiskan Protokol SIP” pada tahun 2004.

Codec GSM 06.10 memiliki bit rate yang jauh berbeda dari codec G.711 A-law maupun G.711 µ-law. Codec GSM 06.10 memiliki bit rate 13 kbps sedangkan codec G.711 A-law dan G.711 µ-law memiliki bit rate sebesar 64 kbps. Hal inilah yang menyebabkan besarnya perbedaan kualitas suara yang dihasilkan oleh codec GSM 06.10 dan G.711.

Perbedaan kualitas suara yang dihasilkan juga terjadi antara codec G.711 A-law dan µ-law walaupun sedikit, dimana kedua codec tersebut memiliki bit rate yang sama besar. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan algoritma yang digunakan oleh kedua codec tersebut,

codec G.711 A-law menggunakan algoritma yang lebih sederhana dibandingkan dengan yang digunakan oleh G.711 µ-law.

4.1 Pengaruh Packet Loss Terhadap Kualitas VoIP

Nilai PESQ dari hasil pengujian terhadap parameter

packet loss dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini:

Gambar 4.1 Grafik perbandingan nilai PESQ antara codec G.711 A-law, G.711 µ-law dan GSM 06.10 terhadap parameter packet loss Gambar 4.1 menunjukkan grafik perbandingan kualitas suara VoIP yang menggunakan ketiga codec terhadap parameter packet loss dimana packet loss sebesar 0 % merepresentasikan keadaan jaringan tanpa diberikan gangguan, sedangkan packet loss sebesar 1 % - 5 % merepresentasikan keadaan jaringan yang diberikan gangguan.

Dengan merujuk kepada rekomendasi ITU-T yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 dimana batas minimum kualitas suara yang diterima sebesar 3,6. Maka, dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa kualitas suara pada VoIP yang menggunakan codec G.711 A-law dan µ -law dapat diterima dengan maksimum packet loss yang diberikan sebesar 1 %. Sedangkan kualitas suara pada VoIP yang menggunakan codec GSM 06.10 tidak dapat diterima walau pun tanpa diberikan gangguan.

Tabel 4.3 Penurunan kualitas layanan VoIP terhadap pengaruh packet loss

Packet Loss

(%)

Penurunan dan Peningkatan Kualitas (%) G.711 A-Law G.711 µ-Law GSM 06.10 1 2 3 4 5 11,67 20,52 26,13 31,28 38,33 13,1 20,79 24,23 32,02 36,69 7,16 8,78 11,98 17,22 22,23

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai kualitas layanan VoIP yang signifikan pada penggunaan codec G.711 A-law dan G.711 µ-law. Penurunan kualitas layanan VoIP pada tingkat packet loss sebesar 1 % yang menggunakan codec G.711 A-law sebesar 11,67 %, sedangkan VoIP yang menggunakan

codec G.711 µ-law terjadi penurunan kualitas sebesar 13,1 %. Kualitas layanan VoIP yang menggunakan codec GSM 06.10 hanya terjadi penurunan sebesar 7,16 %. Parameter

(7)

7

terhadap performansi VoIP dengan menggunakan codec G.711 A-law, G.711 µ-law, dan GSM 06.10, semakin besar packet loss maka semakin besar pula penurunan kualitas layanan VoIP.

Dari perbandingan di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin kecil bit rate yang dimiliki codec tersebut, maka semakin sedikit penurunan kualitas layanan VoIP terhadap pengaruh packet loss, dimana diketahui codec G.711 A-law dan µ-A-law memiliki bit rate sebesar 64 kbps, sedangkan codec GSM 06.10 memiliki bit rate sebesar 13 kbps.

Tabel 4.4 Standar deviasi layanan VoIP terhadap parameter packet loss

Codec Standar Deviasi

G.711 A-Law G.711 µ-Law GSM 06.10 0,6 0,57 0,2

Tabel 4.4 menunjukkan layanan VoIP dengan codec GSM 06.10 memiliki standar deviasi yang lebih rendah dibandingkan kedua codec yang lain, ini menandakan bahwa layanan VoIP menggunakan codec GSM 06.10 lebih stabil. Standar deviasi berfungsi untuk melihat kestabilan sistem. Sistem dengan standar deviasi 0 (nol) adalah sistem yang paling stabil, semakin mendekati 0 (nol) sistem tersebut semakin stabil.

4.2 Pengaruh Delay Terhadap Kualitas VoIP

Nilai PESQ dari hasil pengujian terhadap parameter

delay dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini:

Gambar 4.2 Grafik perbandingan nilai PESQ antara codec G.711 A-law, G.711 µ-law dan GSM 06.10 terhadap parameter delay Gambar 4.2 menunjukkan grafik perbandingan kualitas suara VoIP yang menggunakan ketiga codec terhadap parameter delay dimana delay sebesar 0 ms merepresentasikan keadaan jaringan tanpa diberikan gangguan, sedangkan delay sebesar 20 ms - 150 ms

merepresentasikan keadaan jaringan yang diberikan gangguan.

Penurunan kualitas performansi tidak terjadi pada VoIP yang menggunakan codec G.711 A-law, G.711 µ-law dan GSM 06.10 terhadap delay yang diberikan. Pada penelitian ini, delay tidak memiliki pengaruh terhadap penurunan kualitas performansi VoIP. Hal ini disebabkan karena metode PESQ merupakan metode pengukuran kualitas layanan tipe speech quality dimana metode ini tidak memilki fitur pengujian pengaruh delay terhadap kualitas layanan VoIP, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.1. Untuk mengukur pengaruh delay terhadap kualitas layanan VoIP dapat menggunakan metode E-Model yang merupakan metode pengukuran kualitas layanan tipe

speech transmission quality (ITU-T, 2008).

Tabel 4.5 Standar deviasi layanan VoIP terhadap parameter packet loss

Codec Standar Deviasi

G.711 A-Law G.711 µ-Law GSM 06.10 0,04 0,01 0,05

Standar deviasi menunjukkan bahwa layanan VoIP yang menggunakan ketiga codec tersebut memiliki sistem yang stabil. VoIP yang menggunakan codec G.711 µ-law merupakan yang paling stabil dengan standar deviasi sebesar 0,01, diikuti oleh codec G.711 A-law dengan 0,04, kemudian codec GSM 06.10 dengan standar deviasi sebesar 0,05.

Tabel 4.6 Penurunan dan peningkatan kualitas layanan VoIP terhadap pengaruh delay Delay (ms) Penurunan Kualitas (%) G.711 A-Law G.711 µ-Law GSM 06.10 20 50 100 150 2,77 1,76 1,29 1,94 0,44 0,47 0,16 0,14 4,74 3,2 5,16 3,24

Delay tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas VoIP, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.6 di atas. Penurunan dan peningkatan tersebut dapat diabaikan karena perbedaan yang dihasilkan terlalu kecil sehingga tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap kualitas VoIP. Angka yang ditebalkan menunjukkan terjadinya peningkatan kualitas terhadap kualitas layanan VoIP, sedangkan yang tidak ditebalkan menunjukkan penurunan terhadap kualitas layanan VoIP.

(8)

8

4.3 Pengaruh Jitter Terhadap Kualitas VoIP

Nilai PESQ dari hasil pengujian terhadap parameter

jitter dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut ini:

Gambar 4.3 Grafik perbandingan nilai PESQ antara codec G.711 A-law, G.711 µ-law dan GSM 06.10 terhadap parameter jitter Gambar 4.3 menunjukkan grafik perbandingan kualitas suara pada VoIP yang menggunakan ketiga codec terhadap pengaruh jitter, dimana jitter sebesar 0 ms merepresentasikan keadaan jaringan tanpa diberikan gangguan, sedangkan jitter sebesar 5 ms - 50 ms merepresentasikan keadaan jaringan yang diberikan gangguan. Kualitas layanan VoIP menggunakan codec G.711 A-law dan G.711 µ-law dapat diterima hingga sebesar 20 ms, sedangkan yang menggunakan codec GSM 06.10 tidak dapat diterima walau pun tidak diberikan gangguan.

Tabel 4.7 Penurunan kualitas layanan VoIP terhadap pengaruh jitter Jitter (ms) Penurunan Kualitas (%) G.711 A-Law G.711 µ-Law GSM 06.10 5 10 20 50 2,42 2,22 8,83 56,89 0,16 0,37 8,23 57,27 3,54 3,43 1,96 30,32

Pada Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa kualitas layanan VoIP tidak berbeda jauh hingga besar jitter yang diberikan sebesar 20 ms, tapi pada jitter sebesar 50 ms kualitas ketiga codec tersebut jatuh drastis. Pada Tabel 4.8 dapat dilihat terjadi penurunan kualitas layanan VoIP yang sangat drastis pada jitter sebesar 50 ms. VoIP yang menggunakan codec G.711 A-law dan G.711 µ-law dengan jitter sebesar 50 ms masing-masing memiliki penurunan kualitas pelayanan sebesar 56,89 % dan 57,27 %. Sedangkan VoIP yang menggunakan codec GSM 06.10 terjadi penurunan hingga 30,32 %.

Bit rate dan algoritma yang digunakan oleh masing-masing codec tidak memberikan pengaruh terhadap

kualitas layanan VoIP dengan jitter sebesar 5 ms dan 10 ms, tapi bit rate dan algoritma memberikan pengaruh ketika jitter sebesar 20 ms dan 50 ms. Jitter memilki pengaruh yang sama seperti packet loss terhadap penurunan kualitas layanan VoIP, dimana besar bit rate berbanding lurus dengan penurunan kualitas layanan, semakin besar bit rate codec tersebut maka semakin besar pula penurunan kualitas layanan.

Tabel 4.8 Standar deviasi layanan VoIP terhadap parameter jitter

Codec Standar Deviasi

G.711 A-Law G.711 µ-Law GSM 06.10 1,05 1,06 0,33

Tabel 4.8 menunjukkan standar deviasi layanan VoIP yang menggunakan codec GSM 06.10 jauh lebih kecil dari kedua codec yang lain, ini berarti bahwa layanan VoIP yang menggunakan codec GSM 06.10 jauh lebih stabil dibandingkan dengan layanan VoIP yang menggunakan kedua codec yang lain.

V. KESIMPULAN

Dari penelitian yang sudah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Penurunan kualitas suara percakapan akibat jarin-gan yang tidak ideal dapat dinyatakan secara kuan-titatif menggunakan metoda PESQ.

2. Kualitas suara pada VoIP sangat tergantung pada

codec dan jenis parameter gangguan yang diberi-kan.

3. Kualitas VoIP codec G.711 A-law dan G.711 µ-law memiliki sedikit perbedaan, sedangkan kualitas

co-dec GSM 06.10 jauh lebih buruk dari kedua codec G.711 tersebut.

4. Semakin besar packet loss maka kualitas VoIP se-makin buruk. Kualitas VoIP pada codec G.711 A-law dan G.711 µ-A-law masih dapat diterima hingga

packet loss sebesar 1%, sedangkan kualitas codec GSM 06.10 tetap tidak dapat diterima walau pun

packet loss sebesar 0%.

5. Kualitas suara tidak menurun pada jenis parameter

delay, kualitas suara yang dihasilkan tetap seperti tanpa gangguan apapun, baik pada codec G.711 A-law, G.711 µ-A-law, maupun pada GSM 06.10. 6. Semakin besar jitter maka kualitas VoIP semakin

buruk. Kualitas VoIP pada codec G.711 A-law dan G.711 µ-law masih dapat diterima hingga jitter se-besar 20 ms, sedangkan kualitas codec GSM 06.10

(9)

9

tetap tidak dapat diterima walau pun jitter sebesar 0 ms.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, S., Narayan, P.P.S., Ramamirtham, J., Rastogi, R., Smith, M., Swanson, K., & Thottan, M. (2006) VoIP server quality monitoring using active and passive probes. In: Comsware 2006, First International Conference, 2006,

New Delhi. Bell Labs Res., Lucent Technol., Bangalore, pp. 1-10. Tersedia dalam: <http://ieeexplore.ieee.org> [Diakses tanggal: 24 Maret 2012]

Boger, Y. Fine–Tuning Voice over Packet Service [Internet], Tech Papers. Tersedia dalam: <http://www.protocols.com> [Diakses tanggal 19 Juni 2011]

Brokish, C.W. & Lewis, M. (1997) A-Law and mu-Law Companding Implementations Using the TMS320C54x [Internet], Texas Instruments. Tersedia dalam: <http://www.voip-sip.org> [Diakses tanggal 10 Maret 2012]

Christian, H.W. (2008) Studi Mengenai Pengaruh Waktu

Tunda, Jitter, dan Paket Hilang Terhadap Kualitas dan Jumlah Panggilan Telepon Internet. Skripsi, Institut Teknologi Bandung.

Hemminger, S. (2005) Network Emulation with NetEm [Internet]. San Fransisco: The Linux Foundation. Tersedia dalam: <www.linuxfoundation.org> [Diakses 20 Maret 2012]

Internet technical resort. (2008) [Online Image]. Tersedia dalam: <http://www.cs.columbia.edu> [Diakses 17 Mei 2011]

ITU-T (2001) Perceptual evaluation of speech quality

(PESQ): An objective method for end-to-end speech quality assessment of narrow-band telephone networks and speech codecs. Jenewa: ITU. Tersedia dalam: <www.itu-t.int> [Diakses tanggal: 15 Maret 2012]. Kurniawan (2007) Pengujian Kualitas Percakapan dalam

Jaringan VoIP Menggunakan NIST Net Emulator. Skripsi, Institut Teknologi Bandung.

Kurniawan, F. & Wahjuni, S. (2010) Perbandingan Kualitas Layanan Wireless VoIP pada Codec G.711, G.723, dan G.729. Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer [Internet], Vol. 14 No. 1, Mei 2010: 22‐28. Tersedia dalam: <http://repository.ipb.ac.id> [Diakses 20 April 2011].

Lazuardi, N. (2008) Perencanaan Jaringan Komunikasi

VoIP Menggunakan Asterisk SIP. Skripsi, Universitas Sumatera Utara.

Linux Foundation (2009) netem [Internet]. San Fransisco: Networking. Tersedia dalam: <www.linuxfoundation.org> [Diakses tanggal 19 Maret 2012]

Priyanggono, S. (2008) Membuat Jaringan VoIP dengan Asterisk dan X-Lite [Internet], Telekomunikasi. Tersedia dalam: <http://ilmukomputer.org> [Diakses 5 April 2011]. Purbo, O.W. (2007) VoIP Cikal Bakal “Telkom Rakyat”. Jakarta: Infokomputer.

Purbo, O.W. & Raharja, A. (2010) VoIP Cookbook:

Building Your Own Telecommunication Infrastructure[internet]. Jakarta: One Destination Center. Tersedia dalam: <http://opensource.telkomspeedy.com> [Diakses 29 Mei 2011]

Qiao, Z., Sun, L., Heilemann, N., & Ifeachor, E. (2004) A new method for VoIP Quality of Service control use combined adaptive sender rate and priority marking. In:

Communication, 2004 IEEE International Conference on, June 20-24, 2004, Plymouth UK. [Internet]. Centre for Signal Process. & Multimedia Commun., Univ. of Plymouth, pp. 1473-1477 Vol. 3. Tersedia dalam: <http://ieeexplore.ieee.org> [Diakses 31 Mei 2011]

Raharja, A (2006) Open VoIP, Membangun Layanan VoIP dengan Murah [Internet], Download. Terdedia dalam: <http://www.voiprakyat.or.id> [Diakses 23 April 2011]. Syafitri, D.A. (2007) Analisis Waktu Tunda Satu Arah

Pada Panggilan VoIP antara Jaringan UMTS dan PSTN. Skripsi, Universitas Sumatera Utara.

Tharom, T. (2002) Teknis dan Bisnis VoIP. Jakarta: PT. Media Elex Komputindo.

(10)

10

Volpe, B. (2009) Troubleshooting DOCSIS – VoIP Impairments > Packet Loss [Internet], Troubleshooting DOCSIS. Tersedia dalam: <http://bradyvolpe.com> [Diakses tanggal: 25 Maret 2012]

Wahyuddin, M.I. (2009) Implementasi VoIP Computer to Computer Berbasis Freeware Menggunakan Session Initiation Protocol. Artificial [Internet], Vol.3 No.1 Januari (2009) hal. 52. Tersedia dalam: <http://www.unas.ac.id> [Diakses 30 Mei 2011]

Yonathan, B., Bandung, Y., Langi, A.Z.R. (2011) Analisis Kualitas Layanan (QoS) Audio-Video Layanan Kelas

Virtual di Jaringan Digital Learning Pedesaan. Pada: eII2011 ed. Konferensi Teknologi Informasi dan

Komunikasi untuk Indonesia, 14-15 Juni 2011, Bandung.

DSP Research and Technology Group, KK Teknologi Informasi – Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung.

ZTI (2012) Impairment emulator software for IP networks (IPv4 & IPv6). NetDisturb Literature v5.0 [Internet]. Tersedia dalam: <http://www.zti-telecom.com> [Diakses tangal 25 maret 2012]

Arvit Faruki (0504105010005) dilahirkan di Singkil pada tanggal 22 Maret 1987. Menamatkan MTsN I Banda Aceh pada tahun 2001 dan MAS Ruhul Islam Anak Bangsa pada tahun 2004. Selama menjadi mahasiswa aktif sebagai pengurus Himatektro periode 2006-2007. Tugas Akhir ini diselesaikan selama setahun dengan kelompok riset CCE (Center for Computational Engineering).

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan Metode Pengukur Kualitas Suara
Gambar 2.1 Algoritma PESQ (Yonathan, B.
Gambar 3.2 Skema jaringan penelitian
Gambar 4.1 Grafik perbandingan nilai PESQ antara codec G.711 A-law,  G.711 µ-law dan GSM 06.10 terhadap parameter packet loss
+3

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 4 menunjukkan grafik error perbandingan bobot antara QoS tereduksi dengan QoS tereduksi di mana dalam grafik tersebut terlihat perbedaan yang sangat

Gambar 4.25 Hasil PDF Grafik Tracer Study Pengguna Lulusan 4.2.17 Form Grafik Perbandingan Tracer Study Alumni Grafik perbandingan tracer study alumni berfungsi untuk menampilkan

Gambar 4.21 Perbandingan profil kecepatan di belakang tiap benda uji yang dilakukan secara eksperimental dan numerikal.. 11 4 Gambar 4.22 Perbandingan grafik Cp =

Gambar 4 Grafik Respon Permukaan Perbandingan Massa KOH Terhadap Green Coke dan Waktu Aktivasi Terhadap Respon Kadar Zat Volatile Berdasarkan data ANOVA dan

Dari hasil pengujian, terdapat hubungan antara jumlah baris pada file check.dat dengan waktu yang dibutuhkan oleh program untuk melakukan perbandingan. Gambar 4.1

Gambar 4 menunjukkan grafik error perbandingan bobot antara QoS tereduksi dengan QoS tereduksi di mana dalam grafik tersebut terlihat perbedaan yang sangat

Chart Perbandingan Kebutuhan Bandwidth Skenario Presentasi Berdasarkan grafik pada Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6 dapat disimpulkan bahwa kebutuhan rata-rata bandwidth

Grafik perbandingan campuran curah deras Pada gambar 4 dapat di lihat pada grafik tersebut bahwa nilai reduksi paling maksimum yaitu terdapat pada perbandingan campuran flinkote oil