BAB I BAB I
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
A
A.. LLaattaar r BBeellaakkaanng g MMaassaallaahh
Filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di Filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di da
daererah ah pepededesasaanan. . PePenynyakakit it inini i bebersrsififat at memenanahuhun n (k(kroroninis) s) dadan n bibila la titidadak k me
mendndapapatatkakan n pepengngobobatatan an dadapapat t memeninimbmbululkakan n cacacacat t memenenetatap p beberurupapa pembe
pembesaran saran kaki, kaki, lengalengan n dan dan alat alat kelamin kelamin baik baik perempperempuan uan maupumaupun n laki-laki.laki-laki. Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori, ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.
Brugia Malayi, Brugia Timori, ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Di
Di IndIndoneonesia sia filafilariasiriasis s telatelah h tertersebasebar r luas hampir luas hampir di di semsemua ua propropinspinsi,i, berdas
berdasarkan arkan laporan laporan dari dari daerah daerah dan dan hasil hasil survesurvey y pada pada tahun tahun 2000 2000 tercatattercatat sebanyak 6500 kasus kronis di 1553 desa pada 231 kabupaten atau 26 propinsi. sebanyak 6500 kasus kronis di 1553 desa pada 231 kabupaten atau 26 propinsi. Pada tahun
Pada tahun 2005 kasus kronis dilaporkan sebanyak 10.237 orang yang 2005 kasus kronis dilaporkan sebanyak 10.237 orang yang tersebar tersebar di
di 37373 3 kakabubupatpatenen/ko/kota ta di di 33 33 propropipinsnsi. i. PePenyanyakit kit ini ini memerurupakpakan an masmasalaalahh ke
kesesehathatan an mamasysyaraarakakat t di di InIndodonenesiasia. . PaPada da tatangnggal gal 8 8 ApApril ril 202002 02 MeMententeriri Kes
Kesehaehatan tan RepRepublublik ik IndIndoneonesia sia telatelah h menmencanacanangkngkan an dimdimulaulainyinya a elimeliminasinasii penyak
penyakit it Kaki Gajah Kaki Gajah di di IndoneIndonesia sia dan dan telah telah menetamenetapkan eliminasi pkan eliminasi Kaki GajahKaki Gajah sebaga
sebagai i salah satu salah satu progrprogram am prioritaprioritas. s. SebagSebagai ai pedompedoman an PengePengendalian Filariasisndalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik (Penyakit Kaki Gajah) tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer : 1582/MENKES/SK/XI/2005 Tanggal 18 Nopember 2005. Indonesia Nomer : 1582/MENKES/SK/XI/2005 Tanggal 18 Nopember 2005.
Pada Tahun 2011, di Wilayah kecamatan Kerjo, dicurigai terdapat 1 Pada Tahun 2011, di Wilayah kecamatan Kerjo, dicurigai terdapat 1 kasus filariasis dan 1 orang penderita filariasis. Hal ini
kasus filariasis dan 1 orang penderita filariasis. Hal ini menarik bagmenarik bagi i penulpenulisis untuk mengetahui prioritas masalah program pencegahan dan pemberantasan untuk mengetahui prioritas masalah program pencegahan dan pemberantasan filariasis (P2 filariasis) di wilayah kerja Puskesmas Kerjo beserta pemecahan filariasis (P2 filariasis) di wilayah kerja Puskesmas Kerjo beserta pemecahan masalahnya.
masalahnya.
B
B.. PPeerruummuussaan n MMaassaallaahh Dar
Dari i latlatar ar belbelakaakang ng terstersebuebut t makmaka a dapdapat at dirudirumusmuskan kan suasuatu tu rumrumususanan permasa
1.
1. ApaApakah kah prioprioritas ritas masmasalah alah proprogragram m P2 P2 FilaFilariasriasis is di di wilwilayah kerjaayah kerja
Puskesmas Kerjo? Puskesmas Kerjo? 2.
2. AApapakakah prih priororititas peas pemmececahahan maan masasalalah yanh yang dag dappat diat dilalakukukakan n uuntntuuk k memecahkan masalah tersebut?
memecahkan masalah tersebut?
C
C.. TTuujjuuaan n PPeennuulliissaann 1
1.. TTuujjuuaan n UUmmuumm Me
Mengngetaetahui hui pripriororitaitas s mamasalsalah ah dadan n pepememecahcahanannynya a daldalam am proprogrgram am P2P2 filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo.
filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo. 2
2.. TTuujjuuaan n KKhhuussuuss
aa.. MMeemmppeellaajjaarri i ddaan n mmeenneerraappkkaann problem solving problem solving cycle
cycle dalam mencari dan memecahkan masalah.dalam mencari dan memecahkan masalah. b.
b. MenemMenemukan ukan masalamasalah h dan dan mencarmencari i alternatif alternatif pemeca
pemecahan mashan masalah dalalah dalam pelakam pelaksanaan psanaan program rogram P2 filariasP2 filariasis.is.
D
D.. MMaannffaaaat t PPeennuulliissaann 1
1.. MMaahhaassiisswwa a mmaammppu u ddaan n bbeerrppeennggaallaammaan n ddaallaamm me
meneneraprapkakan n kokonsnsepep-ko-konsnsep ep pepememecahcahan an mamasasalah lah tetentantang ng prprogogram ram P2P2 filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo.
filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo. 2
2.. MMeemmbbeerriikkaan in innffoorrmmaassi bi baaggi ui unniit pt peellaayyaannaan kn keesseehhaattaann setempat, mengenai masalah yang ada dalam pelaksanaan P2 filariasis di setempat, mengenai masalah yang ada dalam pelaksanaan P2 filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo.
wilayah kerja Puskesmas Kerjo. 3
3.. DDaappaat t ddiigguunnaakkaan n oolleeh h iinnssttaannssi i PPuusskkeessmmaas s sseebbaaggaai i bbaahhaann in
inforformamasi si di di dadalam lam memeniningngkakatktkan an peperan ran sesertartanynya a dadalam lam prprogogram ram P2P2 filariasis.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEFINISI FILARIASIS
Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit ini tergolong dalam filariasis limfatik.
B. KRITERIA FILARIASIS
Filariasis mudah menular, kriteria penularan penyakit ini adalah jika ditemukan mikrofilarial rate ≥ 1% pada sample darah penduduk di sekitar kasus elephantiasis, atau adanya 2 atau lebih kasus elephantiasis di suatu wilayah pada jarak terbang nyamuk yang mempunyai riwayat menetap bersama/berdekatan pada suatu wilayah selama lebih dari satu tahun. Berdasarkan ketentuan WHO, jika ditemukan mikro filarial rate ≥ 1% pada satu wilayah maka daerah tersebut dinyatakan endemis dan harus segera diberikan pengobatan secara masal selama 5 tahun berturut-turut.
Di Indonesia filariasis telah tersebar luas hampir di semua propinsi, berdasarkan laporan dari daerah dan hasil survey pada tahun 2000 tercatat sebanyak 6500 kasus kronis di 1553 desa pada 231 kabupaten atau 26 propinsi. Pada tahun 2005 kasus kronis dilaporkan sebanyak 10.237 orang yang tersebar di 373 kabupaten/kota di 33 propinsi. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada tanggal 8 April 2002 Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan dimulainya eliminasi penyakit Kaki Gajah di Indonesia dan telah menetapkan eliminasi Kaki Gajah sebagai salah satu program prioritas. Sebagai pedoman Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer : 1582/MENKES/SK/XI/2005 Tanggal 18 Nopember 2005.
C. CARA PENULARAN FILARIASIS
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk yang sudah terinfeksi, yaitu nyamuk yang dalam tubuhnya mengandung larva (L3). Nyamuk sendiri mendapat mikro filarial karena menghisap darah penderita atau dari hewan yang mengandung mikrofolaria. Nyamuk sebagai vector menghisap darah penderita (mikrofilaremia) dan pada
saat itu beberapa microfilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung nyamuk. Dalam tubuh nyamuk microfilaria tidak berkembang biak tetapi hanya berubah bentuk dalam beberapa hari dari larva 1 sampai menjadi larva 3, karenanya diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi. Didalam tubuh manusia larva 3 menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina serta berkembang biak
D. PENYEBAB FILARIASIS
Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 - 6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari. Penyebarannya diseluruh Indoensia baik di pedesaan maupun diperkotaan. Nyamuk merupakan vektor filariasis Di Indonesia ada 23 spesies nyamuk yang diketahui bertindak sebagai vektor dari genus: mansonia, culex, anopheles, aedes dan armigeres.
· W. bancrofti perkotaan vektornya culex quinquefasciatus · W. bancrofti pedesaan: anopheles, aedes dan armigeres · B. malayi : mansonia spp, an.barbirostris.
· B. timori : an. barbirostris.
Mikrofilaria mempunyai periodisitas tertentu tergantung dari spesies dan tipenya. Di Indonesia semuanya nokturna kecuali type non periodic Secara
umum daur hidup ketiga spesies sama Tersebar luas di seluruh Indonesia sesuai dengan keadaan lingkungan habitatnya. ( Got, sawah, rawa, hutan )
E. DAUR HIDUP FILARIASIS
Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe. Microfilaria ini hidup di dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu-waktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas. Pada umumnya, microfilaria W.bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya microfilaria hanya terdapat di dalam darah tepi pada waktu malam. Pada waktu siang hari, microfilaria terdapat di kapiler alat dalam (paru-paru, jantung, ginjal, dan sebagainya. Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus. Di pedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau Aedes.
Daur hidup parasit ini memerlukan waktu sangat panjang. Masa pertumbuhan parasit di dalam nyamuk kurang lebih dua minggu. Pada manusia, masa pertumbuhan tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi diduga kurang lebih 7 bulan. Microfilaria yang terisap oleh nyamuk, melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot-otot toraks. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. dalam waktu kurang lebih seminggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang dan disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan selanjutnya, larva ini bertukar kulit sekali lagi, tumbuh makin panjang dan lebih kurus dan disebut larva stadium III.
Gerak larva stadium III ini sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi mula-mula ke rongga abdomen, dan kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung larva stadium III (bentuk infektif) ini menggigit manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk melalui luka tusuk ke dalam tubuh hospes dan bersarang di saluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes, larva ini mengalami dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV, stadium V atau cacing dewasa.
- limfe.
- Ukuran 55 – 100 mm x 0,16 mm
- Cacing jantan lebih kecil: 55 mm x 0,09 mm - Berkembang secara ovovivipar
E. MIKROFILARIA
- Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya puluhan ribu. - Mempunyai sarung. 200 – 600 X 8 um
Didalam tubuh nyamuk mikrofilaria yang diisap nyamuk akan berkembang dalam otot nyamuk. Setelah 3 hari menjadi larva L1, 6 hari menjadi larva L2, 8-10 hari untuk brugia atau 10 – 14 hari untuk wuchereria akan menjadi larva L3. Larva L3 sangat aktif dan merupakan larva infektif.ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk (tetapi tidak seperti malaria). Manusia merupakan hospes definitive Hampir semua dapat tertular terutama pendatang dari daerah non-endemik Beberapa hewan dapat bertindak sebagai hospes reservoir. Faktor yang mempengaruhi :
- Lingkungan fisik :Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,
- Lingkungan biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan, reservoir, vector
- Lingkungan sosial – ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat
Istiadat, Kebiasaan dsb, Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan hewan), Parasit , Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik, biologik dan sosial-ekonomibudaya)
F. ELIMINASI FILARIA
Bertujuan pemutusan rantai penularan dengan pengobatan Massal (MDA) pada penduduk yang beresiko ( population at risk ) thd Filariasis dan Disability prevention and Control : ditingkat masyarakat(CHBC) pada kasus : limfedema, hidrokel dan Limfedema / hidrokel dengan serangan akut serta
ditingkat RS pada kasus : Perbaikan / operasi Hidrokel , limfedema skrotum. Filaria belum bisa tereliminasi karena :
1. Belum adanya kesamaan persepsi tentang kegiatan Eliminasi Kaki Gajah
2. Kab/kota Eliminasi Kaki Gajah belum merupakan prioritas
3. Issue Eliminasi Kaki Gajah belum terangkat ke permukaan sehingga belum
banyak diketahui
G. GEJALA DAN TANDA FILARIASIS 1. Gejala dan tanda klinis akut :
- Demam berulang ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat
- Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (limfadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
- Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal ke arah ujung kaki atau lengan
- Abses filaria terjadi akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan dapat mengeluarkan darah serta nanah
- Pembesaran tungkai, lengan, buah dada dan alat kelamin perempuan dan laki-laki yang tampak kemerahan dan terasa panas.
2. Gejala dan tanda klinis kronis :
- Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis, vulva vagina dan payudara, Infeksi Brugia dapat mengenai kaki dan
lengan, dibawah lutut / siku, lutut dan siku masih normal
- Hidrokel : Pelebaran kantung buah zakar yang berisi cairan limfe, dapat sebagai indikator endemisitas filariasis bancrofti
- Kiluria : Kencing seperti susu, kebocoran sel limfe di ginjal, jarang ditemukan
H. DIAGNOSIS FILARIASIS
1. Klinis - diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan gejala dan tanda klinis akut ataupun kronis
2. Laboratorium - Seseorang dinyatakan sebagai penderita falariasis apabila di dalam darahnya positif ditemukan mikrofilaria. Untuk uji laboratorium sebaiknya gunakan darah jari yang diambil pada malam hari (pukul 20.00 -02.00).
a. Diagnosis parasitologis
1)Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria di dalam darah, cairan hidrokel, atau cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik konsentrasi Knott, membrane filtrasi, dan tes provokatif DEC. pada pemeriksaan histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jaringan limfe dari jaringan yang dicurigai sebagai tumor.
2) Diferensiasi spesies dan stadium filarial, yaitu dengan menggunakan pelacak DNA yang spesifik spesies, dan antibody monoclonal untuk
mengidentifikasi larva filarial dalam cairan tubuh dan dalam tubuh nyamuk vector sehingga dapat membedakan antara larva filarial yang menginfeksi manusia dengan yang menginfeksi hewan. Penggunaannya masih terbatas pada penelitian dan survey.
b. Radiodiagnosis
1) Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar getah bening inguinal pasien akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak. Ini berguna terutama untuk evaluasi program. 2) Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau
albumin yang ditandai dengan zat radioaktif menunjukkan adanya abnormalitas system limfatik sekalipun pada penderita yang asimptomatik mikrofilaremia.
c. Diagnosis imunologi
Dengan teknik ELISA dan immunochromatographic test (ICT). Kedua teknik ini pada dasarnya menggunakan antibody monoclonal yang
spesifik untuk mendeteksi antigen W. bancrofti dalam sirkulasi. Hasil yang positif menunjukkan adanya infeksi aktif walaupun microfilaria tidak ditemukan dalam darah. Pada stadium obstruktif, microfilaria sering tidak ditemukan lagi di dalam darah. Kadang-kadang microfilaria tidak dijumpai di dalam darah tetapi ada di dalam cairan hidrokel atau cairan kiluria.
I. PENGOBATAN 1. Pengobatan Masal
Dilakukan di daerah endemis (mf rate > 1%) dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombilansikan dengan Albendazole sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut. Untuk mencegah reaksi pengobatan seperti demam atau pusing dapat diberikan Pracetamol. Pengobatan massal diikuti oleh seluruh penduduk yang berusia 2 tahun ke atas, yang ditunda selain usia ≤ 2 tahun, wanita hamil, ibu menyusui dan mereka yang menderita penyakit berat.
2. Pengobatan Selektif
Dilakukan kepada orang yang mengidap mikrofilaria serta anggota keluarga yang tinggal serumah dan berdekatan dengan penderita di daerah dengan hasil survey mikrofilaria <1% (non endemis).
3. Pengobatan Individual (penderita kronis)
Semua kasus klinis diberikan obat DEC 100 mg, 3x sehari selama 10 hari sebagai pengobatan individual serta dilakukan perawatan terhadap bagian organ tubuh yang bengkak.
J. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN 1. Menghindarkan diri dari gigitan nyamuk
2. Memberantas nyamuk serta sumber perindukan 3. Meminum obat anti penyakit gajah secara masal
C. Profil Puskesmas Kerjo
Puskesmas Kerjo terletak paling utara di wilayah Kabupaten Karanganyar, yang berbatasan dengan Kabupaten Sragen, dengan luas wilayah kerja Puskesmas Kec. Kerjo ± 4682,275 km 2. Keadaan wilayah kecamatan Kerjo
terdiri dari pegunungan dengan ketinggian daerah sekitar 500 m dari permukaan air laut, dan Kecamatan Kerjo terletak arah utara dari Kabupaten Karanganyar. 1. Batasan Wilayah
Bagian Timur : Kecamatan Jenawi Bagian Utara : Kabupaten Sragen
Bagian Barat : Kecamatan Mojogedang Bagian Selatan: Kecamatan Ngargoyoso
2. Demografi
Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Kerjo tahun 2010 sebanyak 43.823 jiwa. Jumlah KK adalah 10.140. Jumlah penduduk terbanyak yaitu Karangrejo (5.782 jiwa) dan di Desa Kutho (5.698 jiwa). Sebagian besar mata pencaharian penduduk di kecamatan Kerjo sebagai petani atau buruh tani. Tingkat pendidikan sebagian besar adalah lulusan SD. Di wilayah ini banyak terdapat hutan karet dan peternakan ayam di antara sawah yang
Gambar 1. Peta Puskesmas Kerjo 3. Luas Wilayah
Kecamatan Kerjo terbagi menjadi 10 desa , antara lain adalah : - Desa Kutho : 635,332 km2 - Desa Tawangsari : 677,044 km2 - Desa Ganten : 299,107 km2 - Desa Gempolan : 605,169 km2 - Desa Plosorejo : 592,337 km2 - Desa Karangrejo : 567,970 km2 - Desa Kwadungan : 229,985 km2 - Desa Botok : 324,297 km2 - Desa Sumberejo : 443,935 km2 - Desa Tamansari : 307,104 km2 --- + Luas Kecamatan : 4682,275 km2
4. Pembagian Wilayah Binaan
- Desa Tawangsari : Bidan Tutik Eko Budiarti, Amd.Keb. - Desa Ganten : Bidan Noer Indarni, Amd.Keb.
- Desa Gempolan : Bidan Heni Tri Astuti, Amd.Keb. - Desa Plosorejo : Bidan Dwi Ernawati,Amd.Keb.
Bidan Meilani Mustikadewi, Amd. Keb - Desa Karangrejo : Bidan Prihatin Rahayuningsih, Amd.Keb. - Desa Kwadungan : Bidan Puji Lestariningsih,Amd.Keb. - Desa Botok : Bidan Wahyu Nur Aisyah, Amd.Keb. - Desa Sumberejo : Bidan Sri Ningsih, Amd.Keb.
- Desa Tamansari : Bidan Titik Muslihah Handayani, Amd.Keb. - Desa Ngasem : Suyanta
5. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang ada di wilayah Kecamatan Kerjo adalah ; - Sekolah TK : 26 - Sekolah Dasar/ MI : 30 - SLTP : 5 - SLTA : 1 --- + Jumlah : 62 sarana
6. Fasilitas sarana Kesehatan
- Puskesmas Induk : 1
- Puskesmas Pembantu : 4 buah
Pustu Ganten Pustu Botok Pustu Tawangsari Pustu Plosorejo
- Polindes : 5 Polindes
Polindes Desa Kutho
Polindes Desa Kwadungan Polindes Desa Tamansari Polindes Desa Karangrejo
Polindes Desa Gempolan
- Pusling / Mobil : 2
- Posyandu Lansia : 26 Tempat
- Pokjanal : 68 Tempat
- Rawat Inap :1
- Pos Kesehatan : 1 ( Poskes Ngasem ) 7. Sarana Ketenagaan
- Dokter Umum : 4 Orang - Dokter Gigi : 1 Orang - Bidan : 18 Orang - Perawat : 8 Orang - Perawat Gigi : 1 Orang - Petugas Kesling : 1 Orang - Petugas farmasi : 1 Orang - Petugas Gizi : 1 Orang - Petugas Laborat : 1 Orang - Administrasi : 4 Orang
- Petugas Cuci & Masak : 1 Orang - Penjaga Malam : 1 Orang
- Perawat Honorer : 4 Orang
- Cleaning Service Honorer : 1 Orang - Fisioterafis Kontrak : 1 Orang
--- + Jumlah Karyawan : 48 Orang
8. Jenis Pelayanan Puskesmas Kerjo
-
Pelayanan pengobatan umum-
Pelayanan pengobatan gigi-
Pelayanan kesehatan ibu dan anak-
Pelayanan KB-
Pelayanan imunisasi-
Pelayanan klinik gizi-
Laboratorium sederhana-
Apotik-
Rawat inap-
UGD 24 jam-
Pusling-
PKD-
Pijat bayi-
Pos kesehatanD. Pencegahaan dan Pemberantasan Penyakit Filariasis Kasus Filariasis yang ditangani
a. Pengertian
1) Seseorang yang pernah tercatat sebagai kasus filariasis dan belum sembuh, termasuk kasus filarisis dengan gejala/tanda menetap atau kasus filariasis dengan gejala/tanda hilang timbul (trantient limphoedema);
2) Seseorang yang pernah tercatat sebagai kasus filariasis dan tidak pernah termonitor oleh Puskesmas (loss of follow up);
3) Seseorang yang pada pemeriksaan darah jari dinyatakan microfilaria positif dan belum pernah mendapat pengobatan;
4) Kasus filariasis ditangani adalah kasus filariasis yang mendapatkan tatalaksana di Puskesmas dan diikuti tatalaksana rumah tangga;
5) Setiap penemuan kasus filariasis di suatu kecamatan harus dilanjutkan dengan survei darah jari dan pengobatan massal filariasis sesuai dengan pedoman program eliminasi filariasis.
b. Definisi Operasional
Kasus filariasis yang ditangani adalah kasus filariasis yang ditemukan dengan pemeriksaan mikroskopis dan/atau dengan gejala klinis.
c. Langkah kegiatan 1) Penemuan kasus:
Penemuan kasus dapat diperoleh di Puskesmas dan penemuan di masyarakat melalui survei.
2) Tatalaksana kasus :
a) Tatalaksana penderita klinis akut dan kronis dilakukan di Puskesmas dan perawatan di rumah. Untuk kasus yang baru ditemukan langsung diberikan DEC 3 x 100 mg selama 10 hari, kemudian diikuti pengobatan massal. Penderita dengan serangan akut, diberi antibiotika dan obat simptomatik lain terlebih dulu sampai gejala klinis mereda, baru kemudian diberikan DEC. Perawatan meliputi pencucian, pemberian salep anti jamur/anti bakteri, peninggian bagian tubuh yang mengalami lymphoedema, gerakan/exercise dan pemakaian alas kaki yang tepat. Setiap penderita dianjurkan untuk menjaga personal hygiene;
b) Pengobatan kasus non klinis dengan obat DEC 3 x 100 mg selama 10 hari, kemudian diikutkan dalam siklus pengobatan massal dengan obat DEC, Albendazole, dan Parasetamol.
3) Peningkatan SDM:
Melalui kegiatan antara lain: pelatihan tenaga pengelola filariasis Puskesmas, pelatihan tenaga pengelola mikroskopis filariasis Puskesmas, dan peningkatan SDM keluarga penderita dan kader di Puskesmas.
4) Promosi :
Melalui kegiatan advokasi, penyuluhan, dan sosialisasi di Puskesmas, masyarakat dan kader.
5) Survei darah jari :
Dilakukan untuk menentukan suatu daerah endemis filariasis atau tidak, dan untuk evaluasi setelah pengobatan massal. Persiapan yang dilakukan antara lain pelatihan tenaga Puskesmas (on the job training ) dan penyiapan masyarakat. Dalam penyiapan masyarakat diperlukan koordinasi dan penggerakan oleh perangkat/tokoh-tokoh (agama, masyarakat, pemuda, dan lain-lain) di desa.
a) Untuk memutuskan rantai penularan filariasis melalui pengobatan massal setiap tahun selama minimal 5 tahun;
b) Pelatihan kader/TPE (Tenaga Pembantu Pengobatan);
c) Diperlukan penyiapan masyarakat dengan penyuluhan serta koordinasi dan penggerakan masyarakat oleh perangkat desa dan tokoh-tokoh (masyarakat, agama, pemuda, dan lain-lain);
d) Pelaksanaan pengobatan massal. 7) Pemantauan dan penilaian :
Melakukan supervisi secara berjenjang. Pelaksanaan surveilans kasus klinis dan survei darah jari.
E. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
• Koordinasi : kerjasama yang baik antara petugas, kader, dan masyarakat di wilayah Puskesmas Kerjo.
• Program : penyuluhan, dan penjaringan pasien filariasis di puskesmas. • Sarana dan prasarana : penyediaan sampel untuk hapusan darah tebal
• SDM : peningkatan pengetahuan petugas puskesmas dan kader di wilayah Puskesmas Kerjo.
• Dana : penyediaan dana yang cukup untuk keperluan promosi kesehatan mengenai filariasis dan pengobatan filariasis.
• Lingkungan : perwujudan lingkungan yang bersih dan sehat untuk mengurangi angka kejadian filariasis.
• Perilaku dan pengetahuan masyarakat : peningkatan pengatahuan masyarakat tentang pencegahan filariasis.
Penanggulangan filariasis Program SD M Dana Lingkungan
Perilaku dan pengetahuan masyarakat Sarana Prasarana Koordinasi Kependudukan dan genetika Pelayanan kesehatan
BAB III
METODE PEMECAHAN MASALAH
A. Metode
Metode pemecahan masalah yang dipakai adalah problem solving cycle. B. Lokasi dan Waktu Kegiatan
Kegiatan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kerjo Kabupaten Karanganyar. Waktu pelaksanaannya pada tanggal 26 April 2011 s.d 13 Mei 2011 saat menjalankan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kerjo.
C. Pengumpulan Data
Sumber data primer : wawancara dengan pasien dan keluarga Sumber data sekunder : hasil capaian kerja program P2TB 2010 D. Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan tabel matrikulasi masalah. E. Penyajian Data
Data disajikan dengan tabel
F. Rancangan Penyelesaian Masalah
Prioritas masalah Matrikulasi Prioritas Masalah Menyusun alternatif pemecahan masalah Matrikulasi prioritas pemecahan masalah Uraian rencana prioritas
pemecahan masalah
Pelaksanaan prioritas pemecahan masalah
Evaluasi Pencegahan dan pemberantasan filariasis Identifikasi Masalah
BAB IV
HASIL KEGIATAN DAN ANALISIS
A. Hasil Kegiatan
Hasil kegiatan P2 filariasis 2010 didapatkan dari data sekunder bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (P2M) Puskesmas Kerjo dan bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) DKK
Karanganyar.
Tabel 1. Hasil kegiatan P2 Filariasis 2010 Puskesmas Kerjo Karanganyar
No Indikator Program Target
( % )
Capaian ( % ) 1 Angka penanganan kasus filariasis ≥90 % 0 %
(Data sekunder bidang P2M Puskesmas Kerjo, 2010; Data sekunder bidang P2PL DKK Karanganyar, 2010)
Dari tabel 1 diperoleh permasalahan yaitu capaian angka penanganan kasus filariasis belum memenuhi target.
B. Analisis SWOT Organisasi Puskesmas
SWOT merupakan akronim dari strength (kekuatan) dan weakness (kelemahan) dalam organisasi puskesmas, serta opportunity (peluang) dan threat (ancaman) dari lingkungan eksternal yang dihadapi organisasi puskesmas.
Analisis SWOT merupakan alat yang ampuh dalam melakukan analisis strategis. Keampuhan tesebut terletak pada kemampuan untuk memaksimalkan peranan faktor kekuatan dan memanfaatkan peluang serta berperan untuk
meminimalisasi kelemahan organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi. Analisis SWOT dapat diterapkan dalam tiga bentuk untuk menentukan keputusan stategis. Pertama, analisis SWOT memungkinkan penggunaan kerangka berpikir yang logis dan holistik yang menyangkut situasi tempat organisasi berada, identifikasi dan analisis berbagai alternatif yang layak
untuk dipertimbangkan, dan menentukan pilihan alternatif yang diperkirakan paling ampuh. Kedua, perbandingan secara sistematis antara peluang dan ancaman eksternal di salah satu pihak serta kekuatan dan kelemahan internal di pihak yang lain. Ketiga, analisis SWOT memungkinkan untuk melihat posisi organisasi secara menyeluruh dari aspek produk dan atau jasa yang dihasilkan dan pasar yang dilayani.
Untuk mengidentifikasi dan memaksimalkan peranan faktor kekuatan organisasi dan memanfaatkan peluang serta meminimalkan kelemahan internal organisasi dan menekan dampak ancaman eksternal organisasi maka dilakukan kajian secara seksama dengan analisis SWOT, dengan unsur-unsur sebagai berikut:
1. Kekuatan ( strength)
Yang dimaksud kekuatan ( strength) adalah berbagai kelebihan internal organisasi yang bersifat khas, yang dimiliki oleh suatu organisasi yang apabila dimanfaatkan akan berperan besar tidak hanya dalam memperlancar berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan oleh organisasi, tetapi juga dalam mencapai tujuan yang dimiliki organisasi.
2. Kelemahan (weakness)
Yang dimaksud dengan kelemahan (weakness) adalah berbagai kekurangan internal organisasi yang bersifat khas yang dimiliki oleh suatu organisasi yang apabila diatasi akan berperan besar tidak hanya dalam memperlancar berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan oleh organisasi, tetapi juga dalam mencapai tujuan yang dimiliki oleh organisasi.
3. Kesempatan (opportunity)
Yang dimaksud dengan kesempatan ( opportunity) adalah peluang eksternal organisasi yang bersifat positif yang dihadapi oleh suatu organisasi, yang apabila dapat dimanfaatkan akan besar peranannya dalam mencapai tujuan organisasi.
4. Ancaman (threat )
Yang dimaksud dengan ancaman (threat ) adalah kendala eksternal organisasi yang bersifat negatif yang dihadapi oleh suatu organisasi yang
apabila berhasil diatasi akan besar peranannya dalam mencapai tujuan organisasi (Azwar, 1996)
Kekuatan (S)
1. Tersedianya dana (APBD II, JKMM )
2. Terjangkaunya pelayanan
kesehatan (2 Pustu / Pusling ) yang terjangkau
3.Adanya protap untuk
penanganan filariasis dan tersedianya obat – obatan yang cukup.
4.Adanya Kelompok kerja operasional (Pokjanal)
Kelemahan (W)
1. Koordinasi yang
belum optimal antar pemegang program (P2 filariasis, Kesehatan lingkungan, Pos Kesehatan Masyarakat ) 2. Jumlah petugas program P2 filariasis kurang 3. Tidak adanya laboratorium parasit Peluang (O)
1. Adanya kerjasama yang baik dengan pelayanan
kesehatan di luar Puskesmas (RS, DKK, dr. swasta) 2. Adanya partisipasi masyarakat di bidang kesehatan (sudah terbentuknya Kalurahan Siaga) Strategi SO
1. Mengoptimalkan kerja sama dengan pelayanan kesehatan di luar puskesmas, misalnya dengan knowledge transfer dan sistem rujukan
2. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam gerakan
pencegahan dan
pemberantasan filariasis, misalnya dengan membantu penyebaran informasi terkait
filariasis
3. Penggunaan dana secara
optimal, seperti penyediaan media– media promotif yang edukatif tentang filariasis dalam bentuk poster, dan leaflet
Strategi WO
1. Mengoptimalkan
kinerja petugas kesehatan yang menangani filariasis
dengan cara
mengevaluasi program P2 filariasis secara rutin (knowledge transfer ) 2. Mengoptimalkan kontribusi dan keterlibatan jejaring internal Puskesmas terkait program P2 filariasis dengan menambah personil petugas program P2 filariasis Ancaman (T)
1. Perilaku masyarakat dalam
menjaga kebersihan
lingkungan masih kurang sehingga masih banyak
rumah yang tidak
memenuhi syarat rumah sehat .
2.Kesadaran masyarakat akan filariasis masih kurang
3. Tingkat sosial ekonomi masyarakat masih rendah
Strategi ST
1. Kerjasama lintas sektoral dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan instansi lain yang terkait pada promosi kesehatan 2. Mengadakan penyuluhan tentang PHBS dan keterkaitannya dengan filariasis Strategi WT Meningkatkan komunikasi antara pemegang program
dengan melibatkan tokoh agama dan masyarakat,
misalnya dengan
pertemuan secara rutin mengevaluasi kegiatan promosi kesehatan di
masyarakat
BAB V PEMBAHASAN
Untuk itu disusunlah alternatif pemecahan masalah beserta rencana pemecahan masalah ( plans of action) yang memungkinkan untuk dilakukan, demi menyelesaikan permasalahan tersebut.
A. Matrikulasi Alternatif Pemecahan Masalah
Beberapa alternatif pemecahan masalah terkait belum tercapainya target angka penanganan kasus filariasis yang mungkin disusun adalah sebagai berikut: Tabel 3. Alternatif Pemecahan Masalah
Masalah Penyebab Alternatif Pemecahan Masalah
Belum tercapainya target angka penanganan kasus filariasis Pelaksanaan program P2 filariasis yang belum optimal
Meningkatkan kontribusi dan keterlibatan jejaring internal Puskesmas terkait program P2 filariasis dengan menambah personil petugas program P2 filariasis, serta mengevaluasinya secara rutin
Kurangnya partisipasi masyarakat dalam gerakan P2 filariasis dan kurangnya pengetahuan masyarakat
akan filariasis.
Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan P2 filariasis serta pengetahuan akan filariasis dengan penyuluhan, pemasangan poster
dan pembagian leaflet filariasis Kurangnya komunikasi dan
kerja sama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis
Meningkatkan komunikasi dan kerja sama lintas sektoral untuk kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis, dengan melibatkan semua instansi yang terkait, seperti tokoh agama, tokoh
masyarakat, guru-guru di sekolah, dan Kementerian Pendidikan Nasional di bawah koordinasi kelompok kerja operasional
(Pokjanal), serta
mengevaluasinya secara rutin.
Dari beberapa alternatif pemecahan masalah tersebut Pemilihan prioritas menggunakan teknik CARL, dengan skala penilaian:
1. C : Capability (Kemampuan): Kekuatan yang dimiliki dari sumber daya; 2. A : Accessibility (Kemudahan): masalah/penyebab masalah mudah diatasi (ketersediaan metode/ cara/ teknologi dan penunjang pelaksanaannya Juknis). 3. R : Readyness (Kesiapan): tenaga pelaksana (keahlian/kemampuan) dan sasaran (motivasi).
4. L : Leverage (Daya ungkit/Pengaruh): Besarnya pengaruh yang satu dengan yang lain secara langsung maupun tidak langsung dalam proses manajemen
Tabel 4. Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah Filariasis di Puskesmas Kerjo dengan Teknik CARL.
No Aspek C A R L Kumulatif Rangking
1 Meningkatkan kontribusi
dan keterlibatan jejaring internal Puskesmas terkait program P2 filariasis dengan menambah personil petugas program P2 filariasis, serta mengevaluasinya secara
2 Meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan P2 filariasis serta pengetahuan akan filariasis dengan penyuluhan, pemasangan poster dan pembagian
leaflet filariasis
2 3 3 5 90 3
Kurangnya komunikasi dan kerja sama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis
Ket :
Mengisi dan membobot masing-masing aspek dengan bobot interval 5-4-3-2-1.Semakin besar/tinggi akibat, pengaruh dampak dan rasionalnya makin tinggi bobot yang ditetapkan padanya.
Berdasarkan tabel 4 urutan prioritas pemecahan masalah adalah :
1. Kurangnya komunikasi dan kerja sama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis.
2. Meningkatkan kontribusi dan keterlibatan jejaring internal Puskesmas terkait program P2 filariasis dengan menambah personil petugas program P2 filariasis, serta mengevaluasinya secara rutin.
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan P2 filariasis serta pengetahuan akan filariasis dengan penyuluhan, pemasangan poster dan pembagian leaflet filariasis
Dari penentuan prioritas pemecahan masalah filariasis dengan Teknik CARL di atas, diketahui bahwa skor yang paling besar untuk alternatif pemecahan
masalah Filariasis adalah kurangnya komunikasi dan kerjasama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis agar terjadi peningkatan kesadaran masyarakat mengenai perilaku hidup bersih dan sehat.
B. Plans of Action
Berdasarkan hasil alternatif pemecahan masalah, diketahui bahwa hal yang menjadi prioritas utama dalam menghadapi target angka penanganan kasus filariasis yang belum tercapai di wilayah kerja Puskesmas Kerjo adalah dengan meningkatkan komunikasi dan kerjasama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis dengan mengadakan lokakarya mini filariasis. Maka dari itu, disusunlah plans of action sebagai berikut:
Susunan Plans of Action
Kegiatan I : Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan P2 Filariasis
a. Tujuan
Secara umum, melibatkan seluruh masyarakat dalam wilayah Kecamatan Kerjo untuk mendukung program P2 filariasis, setidaknya dalam membantu proses penjaringan suspek, deteksi kasus, serta peredaran informasi terkait filariasis. Secara khusus, melibatkan kader
kesehatan di tiap desa untuk berperan secara tidak langsung sebagai petugas P2 filariasis membantu petugas P2 filariasis Puskesmas Kerjo. Hal ini ditujukan untuk mencegah kejadian dan/atau penularan filariasis. b. Sasaran
Kader kesehatan tiap desa dan masyarakat di wilayah Kecamatan Kerjo. c. Pelaksana
Anggota P2 filariasis Puskesmas Kerjo. d. Waktu
e. Lokasi
Seluruh desa di wilayah Kecamatan Kerjo.
Kegiatan II : Peningkatan pengetahuan akan filariasis dengan penyuluhan, pemasangan poster dan pembagian leaflet filariasis
a. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan masyarakat Kecamatan Kerjo akan filariasis, khususnya mengenai apakah filariasis itu, bagaimana proses terjadinya, bagaimana cara penularannya, bagaiman cara pencegahannya, dan bagaimana cara mengatasinya.
b. Sasaran
Masyarakat di wilayah Kecamatan Kerjo. c. Pelaksana
Anggota P2 filariasis Puskesmas Kerjo. d. Waktu
Kegiatan dilaksanakan minimal 1 kali dalam satu bulan. e. Lokasi
Posyandu Lansia dan Pokjanal jejaring Puskesmas Kerjo
Kegiatan III : Evaluasi rutin a. Tujuan
Mengevaluasi kegiatan pelibatan kader kesehatan dan penyuluhan- penyuluhan yang telah dilakukan.
b. Sasaran
Jajaran UPTD Puskesmas Kerjo, dalam hal ini adalah unit P2M (Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular).
c. Pelaksana
Anggota P2 filariasis Puskesmas Kerjo. d. Waktu
Kegiatan dilaksanakan minimal 1 kali dalam satu bulan. e. Lokasi
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Prioritas masalah pada program P2 filariasis adalah Belum tercapainya target angka penanganan kasus filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo, dan prioritas pemecahan masalah tersebut adalah dengan meningkatkan komunikasi
dan kerjasama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis dengan mengadakan lokakarya mini filariasis.
B. Saran
Puskesmas Kerjo dapat mengaplikasikan metode peningkatan komunikasi dan kerjasama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis dengan harapan kejadian filariasis di masa yang akan datang dapat dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan ed.3. Jakarta: Binarupa Aksara.
Gandahusada S., Ilahude H.D., dan Pribadi W (eds). 1998. Parasitologi Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., dan Setiati S (eds). 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Wallace RJ, Griffth DE. 2004. Antimycobaterial Agents in Kasper DL, Braunwald E (eds), Harrison's Principles of Internal Medicine, 16th ed. M Graw Hill. New York.