• Tidak ada hasil yang ditemukan

PSC Filariasis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PSC Filariasis"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

A

A.. LLaattaar r BBeellaakkaanng g MMaassaallaahh

Filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di Filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di da

daererah ah pepededesasaanan. . PePenynyakakit it inini i bebersrsififat at memenanahuhun n (k(kroroninis) s) dadan n bibila la titidadak k  me

mendndapapatatkakan n pepengngobobatatan an dadapapat t memeninimbmbululkakan n cacacacat t memenenetatap p beberurupapa  pembe

 pembesaran saran kaki, kaki, lengalengan n dan dan alat alat kelamin kelamin baik baik perempperempuan uan maupumaupun n laki-laki.laki-laki. Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori, ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

Brugia Malayi, Brugia Timori, ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Di

Di IndIndoneonesia sia filafilariasiriasis s telatelah h tertersebasebar r luas hampir luas hampir di di semsemua ua propropinspinsi,i,  berdas

 berdasarkan arkan laporan laporan dari dari daerah daerah dan dan hasil hasil survesurvey y pada pada tahun tahun 2000 2000 tercatattercatat sebanyak 6500 kasus kronis di 1553 desa pada 231 kabupaten atau 26 propinsi. sebanyak 6500 kasus kronis di 1553 desa pada 231 kabupaten atau 26 propinsi. Pada tahun

Pada tahun 2005 kasus kronis dilaporkan sebanyak 10.237 orang yang 2005 kasus kronis dilaporkan sebanyak 10.237 orang yang tersebar tersebar  di

di 37373 3 kakabubupatpatenen/ko/kota ta di di 33 33 propropipinsnsi. i. PePenyanyakit kit ini ini memerurupakpakan an masmasalaalahh ke

kesesehathatan an mamasysyaraarakakat t di di InIndodonenesiasia. . PaPada da tatangnggal gal 8 8 ApApril ril 202002 02 MeMententeriri Kes

Kesehaehatan tan RepRepublublik ik IndIndoneonesia sia telatelah h menmencanacanangkngkan an dimdimulaulainyinya a elimeliminasinasii  penyak

 penyakit it Kaki Gajah Kaki Gajah di di IndoneIndonesia sia dan dan telah telah menetamenetapkan eliminasi pkan eliminasi Kaki GajahKaki Gajah sebaga

sebagai i salah satu salah satu progrprogram am prioritaprioritas. s. SebagSebagai ai pedompedoman an PengePengendalian Filariasisndalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik  (Penyakit Kaki Gajah) tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik  Indonesia Nomer : 1582/MENKES/SK/XI/2005 Tanggal 18 Nopember 2005. Indonesia Nomer : 1582/MENKES/SK/XI/2005 Tanggal 18 Nopember 2005.

Pada Tahun 2011, di Wilayah kecamatan Kerjo, dicurigai terdapat 1 Pada Tahun 2011, di Wilayah kecamatan Kerjo, dicurigai terdapat 1 kasus filariasis dan 1 orang penderita filariasis. Hal ini

kasus filariasis dan 1 orang penderita filariasis. Hal ini menarik bagmenarik bagi i penulpenulisis untuk mengetahui prioritas masalah program pencegahan dan pemberantasan untuk mengetahui prioritas masalah program pencegahan dan pemberantasan filariasis (P2 filariasis) di wilayah kerja Puskesmas Kerjo beserta pemecahan filariasis (P2 filariasis) di wilayah kerja Puskesmas Kerjo beserta pemecahan masalahnya.

masalahnya.

B

B.. PPeerruummuussaan n MMaassaallaahh Dar

Dari i latlatar ar belbelakaakang ng terstersebuebut t makmaka a dapdapat at dirudirumusmuskan kan suasuatu tu rumrumususanan  permasa

(2)

1.

1. ApaApakah kah prioprioritas ritas masmasalah alah proprogragram m P2 P2 FilaFilariasriasis is di di wilwilayah kerjaayah kerja

Puskesmas Kerjo? Puskesmas Kerjo? 2.

2. AApapakakah prih priororititas peas pemmececahahan maan masasalalah yanh yang dag dappat diat dilalakukukakan n uuntntuuk k  memecahkan masalah tersebut?

memecahkan masalah tersebut?

C

C.. TTuujjuuaan n PPeennuulliissaann 1

1.. TTuujjuuaan n UUmmuumm Me

Mengngetaetahui hui pripriororitaitas s mamasalsalah ah dadan n pepememecahcahanannynya a daldalam am proprogrgram am P2P2 filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo.

filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo. 2

2.. TTuujjuuaan n KKhhuussuuss

aa.. MMeemmppeellaajjaarri i ddaan n mmeenneerraappkkaann problem solving  problem solving  cycle

cycle dalam mencari dan memecahkan masalah.dalam mencari dan memecahkan masalah.  b.

 b. MenemMenemukan ukan masalamasalah h dan dan mencarmencari i alternatif alternatif   pemeca

 pemecahan mashan masalah dalalah dalam pelakam pelaksanaan psanaan program rogram P2 filariasP2 filariasis.is.

D

D.. MMaannffaaaat t PPeennuulliissaann 1

1.. MMaahhaassiisswwa a mmaammppu u ddaan n bbeerrppeennggaallaammaan n ddaallaamm me

meneneraprapkakan n kokonsnsepep-ko-konsnsep ep pepememecahcahan an mamasasalah lah tetentantang ng prprogogram ram P2P2 filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo.

filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo. 2

2.. MMeemmbbeerriikkaan in innffoorrmmaassi bi baaggi ui unniit pt peellaayyaannaan kn keesseehhaattaann setempat, mengenai masalah yang ada dalam pelaksanaan P2 filariasis di setempat, mengenai masalah yang ada dalam pelaksanaan P2 filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo.

wilayah kerja Puskesmas Kerjo. 3

3.. DDaappaat t ddiigguunnaakkaan n oolleeh h iinnssttaannssi i PPuusskkeessmmaas s sseebbaaggaai i bbaahhaann in

inforformamasi si di di dadalam lam memeniningngkakatktkan an peperan ran sesertartanynya a dadalam lam prprogogram ram P2P2 filariasis.

(3)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. DEFINISI FILARIASIS

Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah  bening. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan  pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit ini tergolong dalam filariasis limfatik.

B. KRITERIA FILARIASIS

Filariasis mudah menular, kriteria penularan penyakit ini adalah jika ditemukan mikrofilarial rate ≥ 1% pada sample darah penduduk di sekitar kasus elephantiasis, atau adanya 2 atau lebih kasus elephantiasis di suatu wilayah pada  jarak terbang nyamuk yang mempunyai riwayat menetap bersama/berdekatan  pada suatu wilayah selama lebih dari satu tahun. Berdasarkan ketentuan WHO,  jika ditemukan mikro filarial rate ≥ 1% pada satu wilayah maka daerah tersebut dinyatakan endemis dan harus segera diberikan pengobatan secara masal selama 5 tahun berturut-turut.

Di Indonesia filariasis telah tersebar luas hampir di semua propinsi,  berdasarkan laporan dari daerah dan hasil survey pada tahun 2000 tercatat sebanyak 6500 kasus kronis di 1553 desa pada 231 kabupaten atau 26 propinsi. Pada tahun 2005 kasus kronis dilaporkan sebanyak 10.237 orang yang tersebar  di 373 kabupaten/kota di 33 propinsi. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada tanggal 8 April 2002 Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan dimulainya eliminasi  penyakit Kaki Gajah di Indonesia dan telah menetapkan eliminasi Kaki Gajah sebagai salah satu program prioritas. Sebagai pedoman Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik  Indonesia Nomer : 1582/MENKES/SK/XI/2005 Tanggal 18 Nopember 2005.

(4)

C. CARA PENULARAN FILARIASIS

Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk yang sudah terinfeksi, yaitu nyamuk yang dalam tubuhnya mengandung larva (L3). Nyamuk sendiri mendapat mikro filarial karena menghisap darah penderita atau dari hewan yang mengandung mikrofolaria.  Nyamuk sebagai vector menghisap darah penderita (mikrofilaremia) dan pada

saat itu beberapa microfilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung nyamuk. Dalam tubuh nyamuk microfilaria tidak berkembang biak  tetapi hanya berubah bentuk dalam beberapa hari dari larva 1 sampai menjadi larva 3, karenanya diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi. Didalam tubuh manusia larva 3 menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina serta berkembang biak 

D. PENYEBAB FILARIASIS

Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 - 6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak  cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari. Penyebarannya diseluruh Indoensia baik di pedesaan maupun diperkotaan.  Nyamuk merupakan vektor filariasis Di Indonesia ada 23 spesies nyamuk yang diketahui bertindak sebagai vektor dari genus: mansonia, culex, anopheles, aedes dan armigeres.

· W. bancrofti perkotaan vektornya culex quinquefasciatus · W. bancrofti pedesaan: anopheles, aedes dan armigeres · B. malayi : mansonia spp, an.barbirostris.

· B. timori : an. barbirostris.

Mikrofilaria mempunyai periodisitas tertentu tergantung dari spesies dan tipenya. Di Indonesia semuanya nokturna kecuali type non periodic Secara

(5)

umum daur hidup ketiga spesies sama Tersebar luas di seluruh Indonesia sesuai dengan keadaan lingkungan habitatnya. ( Got, sawah, rawa, hutan )

E. DAUR HIDUP FILARIASIS

Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe. Microfilaria ini hidup di dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu-waktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas. Pada umumnya, microfilaria W.bancrofti bersifat  periodisitas nokturna, artinya microfilaria hanya terdapat di dalam darah tepi pada waktu malam. Pada waktu siang hari, microfilaria terdapat di kapiler alat dalam (paru-paru, jantung, ginjal, dan sebagainya. Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus. Di pedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau Aedes.

Daur hidup parasit ini memerlukan waktu sangat panjang. Masa pertumbuhan  parasit di dalam nyamuk kurang lebih dua minggu. Pada manusia, masa  pertumbuhan tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi diduga kurang lebih 7  bulan. Microfilaria yang terisap oleh nyamuk, melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot-otot toraks. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. dalam waktu kurang lebih seminggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang dan disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan selanjutnya, larva ini bertukar kulit sekali lagi, tumbuh makin panjang dan lebih kurus dan disebut larva stadium III.

Gerak larva stadium III ini sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi mula-mula ke rongga abdomen, dan kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung larva stadium III (bentuk infektif) ini menggigit manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk melalui luka tusuk ke dalam tubuh hospes dan bersarang di saluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes, larva ini mengalami dua kali  pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV, stadium V atau cacing dewasa.

(6)

- limfe.

- Ukuran 55 – 100 mm x 0,16 mm

- Cacing jantan lebih kecil: 55 mm x 0,09 mm - Berkembang secara ovovivipar 

E. MIKROFILARIA

- Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya puluhan ribu. - Mempunyai sarung. 200 – 600 X 8 um

Didalam tubuh nyamuk mikrofilaria yang diisap nyamuk akan  berkembang dalam otot nyamuk. Setelah 3 hari menjadi larva L1, 6 hari menjadi larva L2, 8-10 hari untuk brugia atau 10 – 14 hari untuk wuchereria akan menjadi larva L3. Larva L3 sangat aktif dan merupakan larva infektif.ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk (tetapi tidak seperti malaria). Manusia merupakan hospes definitive Hampir semua dapat tertular  terutama pendatang dari daerah non-endemik Beberapa hewan dapat bertindak  sebagai hospes reservoir. Faktor yang mempengaruhi :

- Lingkungan fisik :Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,

- Lingkungan biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan, reservoir, vector 

- Lingkungan sosial – ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat

Istiadat, Kebiasaan dsb, Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular  (manusia dan hewan), Parasit , Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik,  biologik dan sosial-ekonomibudaya)

F. ELIMINASI FILARIA

Bertujuan pemutusan rantai penularan dengan pengobatan Massal (MDA) pada penduduk yang beresiko ( population at risk ) thd Filariasis dan  Disability prevention and Control : ditingkat masyarakat(CHBC) pada kasus : limfedema, hidrokel dan Limfedema / hidrokel dengan serangan akut serta

(7)

ditingkat RS pada kasus : Perbaikan / operasi Hidrokel , limfedema skrotum. Filaria belum bisa tereliminasi karena :

1. Belum adanya kesamaan persepsi tentang kegiatan Eliminasi Kaki Gajah

2. Kab/kota Eliminasi Kaki Gajah belum merupakan prioritas

3. Issue Eliminasi Kaki Gajah belum terangkat ke permukaan sehingga  belum

 banyak diketahui

G. GEJALA DAN TANDA FILARIASIS 1. Gejala dan tanda klinis akut :

- Demam berulang ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat

- Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan  paha, ketiak (limfadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit

- Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal ke arah ujung kaki atau lengan

- Abses filaria terjadi akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan dapat mengeluarkan darah serta nanah

- Pembesaran tungkai, lengan, buah dada dan alat kelamin perempuan dan laki-laki yang tampak kemerahan dan terasa panas.

2. Gejala dan tanda klinis kronis :

- Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum,  penis, vulva vagina dan payudara, Infeksi Brugia dapat mengenai kaki dan

lengan, dibawah lutut / siku, lutut dan siku masih normal

- Hidrokel : Pelebaran kantung buah zakar yang berisi cairan limfe, dapat sebagai indikator endemisitas filariasis bancrofti

- Kiluria : Kencing seperti susu, kebocoran sel limfe di ginjal, jarang ditemukan

(8)

H. DIAGNOSIS FILARIASIS

1. Klinis - diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan gejala dan tanda klinis akut ataupun kronis

2. Laboratorium - Seseorang dinyatakan sebagai penderita falariasis apabila di dalam darahnya positif ditemukan mikrofilaria. Untuk uji laboratorium sebaiknya gunakan darah jari yang diambil pada malam hari (pukul 20.00 -02.00).

a. Diagnosis parasitologis

1)Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria di dalam darah, cairan hidrokel, atau cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik konsentrasi Knott, membrane filtrasi, dan tes provokatif DEC.  pada pemeriksaan histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jaringan limfe dari jaringan yang dicurigai sebagai tumor.

2) Diferensiasi spesies dan stadium filarial, yaitu dengan menggunakan  pelacak DNA yang spesifik spesies, dan antibody monoclonal untuk 

mengidentifikasi larva filarial dalam cairan tubuh dan dalam tubuh nyamuk vector sehingga dapat membedakan antara larva filarial yang menginfeksi manusia dengan yang menginfeksi hewan. Penggunaannya masih terbatas pada penelitian dan survey.

 b. Radiodiagnosis

1) Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar  getah bening inguinal pasien akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak. Ini berguna terutama untuk evaluasi program. 2) Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau

albumin yang ditandai dengan zat radioaktif menunjukkan adanya abnormalitas system limfatik sekalipun pada penderita yang asimptomatik mikrofilaremia.

c. Diagnosis imunologi

Dengan teknik ELISA dan immunochromatographic test (ICT). Kedua teknik ini pada dasarnya menggunakan antibody monoclonal yang

(9)

spesifik untuk mendeteksi antigen W. bancrofti dalam sirkulasi. Hasil yang positif menunjukkan adanya infeksi aktif walaupun microfilaria tidak ditemukan dalam darah. Pada stadium obstruktif, microfilaria sering tidak ditemukan lagi di dalam darah. Kadang-kadang microfilaria tidak dijumpai di dalam darah tetapi ada di dalam cairan hidrokel atau cairan kiluria.

I. PENGOBATAN 1. Pengobatan Masal

Dilakukan di daerah endemis (mf rate > 1%) dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombilansikan dengan Albendazole sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut. Untuk mencegah reaksi  pengobatan seperti demam atau pusing dapat diberikan Pracetamol. Pengobatan massal diikuti oleh seluruh penduduk yang berusia 2 tahun ke atas, yang ditunda selain usia ≤ 2 tahun, wanita hamil, ibu menyusui dan mereka yang menderita penyakit berat.

2. Pengobatan Selektif 

Dilakukan kepada orang yang mengidap mikrofilaria serta anggota keluarga yang tinggal serumah dan berdekatan dengan penderita di daerah dengan hasil survey mikrofilaria <1% (non endemis).

3. Pengobatan Individual (penderita kronis)

Semua kasus klinis diberikan obat DEC 100 mg, 3x sehari selama 10 hari sebagai pengobatan individual serta dilakukan perawatan terhadap bagian organ tubuh yang bengkak.

J. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN 1. Menghindarkan diri dari gigitan nyamuk 

2. Memberantas nyamuk serta sumber perindukan 3. Meminum obat anti penyakit gajah secara masal

(10)

C. Profil Puskesmas Kerjo

Puskesmas Kerjo terletak paling utara di wilayah Kabupaten Karanganyar, yang berbatasan dengan Kabupaten Sragen, dengan luas wilayah kerja Puskesmas Kec. Kerjo ± 4682,275 km 2. Keadaan wilayah kecamatan Kerjo

terdiri dari pegunungan dengan ketinggian daerah sekitar 500 m dari permukaan air laut, dan Kecamatan Kerjo terletak arah utara dari Kabupaten Karanganyar. 1. Batasan Wilayah

Bagian Timur : Kecamatan Jenawi Bagian Utara : Kabupaten Sragen

Bagian Barat : Kecamatan Mojogedang Bagian Selatan: Kecamatan Ngargoyoso

2. Demografi

Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Kerjo tahun 2010 sebanyak 43.823  jiwa. Jumlah KK adalah 10.140. Jumlah penduduk terbanyak yaitu Karangrejo (5.782 jiwa) dan di Desa Kutho (5.698 jiwa). Sebagian besar  mata pencaharian penduduk di kecamatan Kerjo sebagai petani atau buruh tani. Tingkat pendidikan sebagian besar adalah lulusan SD. Di wilayah ini  banyak terdapat hutan karet dan peternakan ayam di antara sawah yang

(11)

Gambar 1. Peta Puskesmas Kerjo 3. Luas Wilayah

Kecamatan Kerjo terbagi menjadi 10 desa , antara lain adalah : - Desa Kutho : 635,332 km2 - Desa Tawangsari : 677,044 km2 - Desa Ganten : 299,107 km2 - Desa Gempolan : 605,169 km2 - Desa Plosorejo : 592,337 km2 - Desa Karangrejo : 567,970 km2 - Desa Kwadungan : 229,985 km2 - Desa Botok : 324,297 km2 - Desa Sumberejo : 443,935 km2 - Desa Tamansari : 307,104 km2 --- + Luas Kecamatan : 4682,275 km2

4. Pembagian Wilayah Binaan

(12)

- Desa Tawangsari : Bidan Tutik Eko Budiarti, Amd.Keb. - Desa Ganten : Bidan Noer Indarni, Amd.Keb.

- Desa Gempolan : Bidan Heni Tri Astuti, Amd.Keb. - Desa Plosorejo : Bidan Dwi Ernawati,Amd.Keb.

Bidan Meilani Mustikadewi, Amd. Keb - Desa Karangrejo : Bidan Prihatin Rahayuningsih, Amd.Keb. - Desa Kwadungan : Bidan Puji Lestariningsih,Amd.Keb. - Desa Botok : Bidan Wahyu Nur Aisyah, Amd.Keb. - Desa Sumberejo : Bidan Sri Ningsih, Amd.Keb.

- Desa Tamansari : Bidan Titik Muslihah Handayani, Amd.Keb. - Desa Ngasem : Suyanta

5. Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan yang ada di wilayah Kecamatan Kerjo adalah ; - Sekolah TK : 26 - Sekolah Dasar/ MI : 30 - SLTP : 5 - SLTA : 1 --- + Jumlah : 62 sarana

6. Fasilitas sarana Kesehatan

- Puskesmas Induk : 1

- Puskesmas Pembantu : 4 buah

Pustu Ganten Pustu Botok  Pustu Tawangsari Pustu Plosorejo

- Polindes : 5 Polindes

Polindes Desa Kutho

Polindes Desa Kwadungan Polindes Desa Tamansari Polindes Desa Karangrejo

(13)

Polindes Desa Gempolan

- Pusling / Mobil : 2

- Posyandu Lansia : 26 Tempat

- Pokjanal : 68 Tempat

- Rawat Inap :1

- Pos Kesehatan : 1 ( Poskes Ngasem ) 7. Sarana Ketenagaan

- Dokter Umum : 4 Orang - Dokter Gigi : 1 Orang - Bidan : 18 Orang - Perawat : 8 Orang - Perawat Gigi : 1 Orang - Petugas Kesling : 1 Orang - Petugas farmasi : 1 Orang - Petugas Gizi : 1 Orang - Petugas Laborat : 1 Orang - Administrasi : 4 Orang

- Petugas Cuci & Masak : 1 Orang - Penjaga Malam : 1 Orang

- Perawat Honorer : 4 Orang

- Cleaning Service Honorer : 1 Orang - Fisioterafis Kontrak : 1 Orang

--- + Jumlah Karyawan : 48 Orang

8. Jenis Pelayanan Puskesmas Kerjo

-

Pelayanan pengobatan umum

-

Pelayanan pengobatan gigi

-

Pelayanan kesehatan ibu dan anak 

-

Pelayanan KB

(14)

-

Pelayanan imunisasi

-

Pelayanan klinik gizi

-

Laboratorium sederhana

-

Apotik 

-

Rawat inap

-

UGD 24 jam

-

Pusling

-

PKD

-

Pijat bayi

-

Pos kesehatan

D. Pencegahaan dan Pemberantasan Penyakit Filariasis Kasus Filariasis yang ditangani

a. Pengertian

1) Seseorang yang pernah tercatat sebagai kasus filariasis dan belum sembuh, termasuk kasus filarisis dengan gejala/tanda menetap atau kasus filariasis dengan gejala/tanda hilang timbul (trantient limphoedema);

2) Seseorang yang pernah tercatat sebagai kasus filariasis dan tidak   pernah termonitor oleh Puskesmas (loss of follow up);

3) Seseorang yang pada pemeriksaan darah jari dinyatakan microfilaria  positif dan belum pernah mendapat pengobatan;

4) Kasus filariasis ditangani adalah kasus filariasis yang mendapatkan tatalaksana di Puskesmas dan diikuti tatalaksana rumah tangga;

5) Setiap penemuan kasus filariasis di suatu kecamatan harus dilanjutkan dengan survei darah jari dan pengobatan massal filariasis sesuai dengan pedoman program eliminasi filariasis.

b. Definisi Operasional

Kasus filariasis yang ditangani adalah kasus filariasis yang ditemukan dengan  pemeriksaan mikroskopis dan/atau dengan gejala klinis.

c. Langkah kegiatan 1) Penemuan kasus:

(15)

Penemuan kasus dapat diperoleh di Puskesmas dan penemuan di masyarakat melalui survei.

2) Tatalaksana kasus :

a) Tatalaksana penderita klinis akut dan kronis dilakukan di Puskesmas dan perawatan di rumah. Untuk kasus yang baru ditemukan langsung diberikan DEC 3 x 100 mg selama 10 hari, kemudian diikuti  pengobatan massal. Penderita dengan serangan akut, diberi antibiotika dan obat simptomatik lain terlebih dulu sampai gejala klinis mereda,  baru kemudian diberikan DEC. Perawatan meliputi pencucian,  pemberian salep anti jamur/anti bakteri, peninggian bagian tubuh yang mengalami lymphoedema, gerakan/exercise dan pemakaian alas kaki yang tepat. Setiap penderita dianjurkan untuk menjaga  personal  hygiene;

 b) Pengobatan kasus non klinis dengan obat DEC 3 x 100 mg selama 10 hari, kemudian diikutkan dalam siklus pengobatan massal dengan obat DEC, Albendazole, dan Parasetamol.

3) Peningkatan SDM:

Melalui kegiatan antara lain: pelatihan tenaga pengelola filariasis Puskesmas, pelatihan tenaga pengelola mikroskopis filariasis Puskesmas, dan peningkatan SDM keluarga penderita dan kader di Puskesmas.

4) Promosi :

Melalui kegiatan advokasi, penyuluhan, dan sosialisasi di Puskesmas, masyarakat dan kader.

5) Survei darah jari :

Dilakukan untuk menentukan suatu daerah endemis filariasis atau tidak, dan untuk evaluasi setelah pengobatan massal. Persiapan yang dilakukan antara lain pelatihan tenaga Puskesmas (on the job training ) dan  penyiapan masyarakat. Dalam penyiapan masyarakat diperlukan koordinasi dan penggerakan oleh perangkat/tokoh-tokoh (agama, masyarakat, pemuda, dan lain-lain) di desa.

(16)

a) Untuk memutuskan rantai penularan filariasis melalui pengobatan massal setiap tahun selama minimal 5 tahun;

 b) Pelatihan kader/TPE (Tenaga Pembantu Pengobatan);

c) Diperlukan penyiapan masyarakat dengan penyuluhan serta koordinasi dan penggerakan masyarakat oleh perangkat desa dan tokoh-tokoh (masyarakat, agama, pemuda, dan lain-lain);

d) Pelaksanaan pengobatan massal. 7) Pemantauan dan penilaian :

Melakukan supervisi secara berjenjang. Pelaksanaan surveilans kasus klinis dan survei darah jari.

E. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

• Koordinasi : kerjasama yang baik antara petugas, kader, dan masyarakat di wilayah Puskesmas Kerjo.

• Program : penyuluhan, dan penjaringan pasien filariasis di puskesmas. • Sarana dan prasarana : penyediaan sampel untuk hapusan darah tebal

• SDM : peningkatan pengetahuan petugas puskesmas dan kader di wilayah Puskesmas Kerjo.

• Dana : penyediaan dana yang cukup untuk keperluan promosi kesehatan mengenai filariasis dan pengobatan filariasis.

• Lingkungan : perwujudan lingkungan yang bersih dan sehat untuk  mengurangi angka kejadian filariasis.

• Perilaku dan pengetahuan masyarakat : peningkatan pengatahuan masyarakat tentang pencegahan filariasis.

Penanggulangan filariasis Program SD M Dana Lingkungan

Perilaku dan pengetahuan masyarakat Sarana Prasarana Koordinasi Kependudukan dan genetika Pelayanan kesehatan

(17)

BAB III

METODE PEMECAHAN MASALAH

A. Metode

Metode pemecahan masalah yang dipakai adalah problem solving cycle. B. Lokasi dan Waktu Kegiatan

Kegiatan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kerjo Kabupaten Karanganyar. Waktu pelaksanaannya pada tanggal 26 April 2011 s.d 13 Mei 2011 saat menjalankan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kerjo.

C. Pengumpulan Data

Sumber data primer : wawancara dengan pasien dan keluarga Sumber data sekunder : hasil capaian kerja program P2TB 2010 D. Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan tabel matrikulasi masalah. E. Penyajian Data

Data disajikan dengan tabel

F. Rancangan Penyelesaian Masalah

Prioritas masalah Matrikulasi Prioritas Masalah Menyusun alternatif   pemecahan masalah Matrikulasi prioritas  pemecahan masalah Uraian rencana prioritas

 pemecahan masalah

Pelaksanaan prioritas  pemecahan masalah

Evaluasi Pencegahan dan  pemberantasan filariasis Identifikasi Masalah

(18)

BAB IV

HASIL KEGIATAN DAN ANALISIS

A. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan P2 filariasis 2010 didapatkan dari data sekunder bidang  pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (P2M) Puskesmas Kerjo dan  bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) DKK 

Karanganyar.

Tabel 1. Hasil kegiatan P2 Filariasis 2010 Puskesmas Kerjo Karanganyar 

No Indikator Program Target

( % )

Capaian ( % ) 1 Angka penanganan kasus filariasis ≥90 % 0 %

(Data sekunder bidang P2M Puskesmas Kerjo, 2010; Data sekunder bidang P2PL DKK Karanganyar, 2010)

Dari tabel 1 diperoleh permasalahan yaitu capaian angka penanganan kasus filariasis belum memenuhi target.

B. Analisis SWOT Organisasi Puskesmas

SWOT merupakan akronim dari  strength (kekuatan) dan weakness (kelemahan) dalam organisasi puskesmas, serta opportunity (peluang) dan threat  (ancaman) dari lingkungan eksternal yang dihadapi organisasi  puskesmas.

Analisis SWOT merupakan alat yang ampuh dalam melakukan analisis strategis. Keampuhan tesebut terletak pada kemampuan untuk memaksimalkan  peranan faktor kekuatan dan memanfaatkan peluang serta berperan untuk 

meminimalisasi kelemahan organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi. Analisis SWOT dapat diterapkan dalam tiga bentuk  untuk menentukan keputusan stategis. Pertama, analisis SWOT memungkinkan  penggunaan kerangka berpikir yang logis dan holistik yang menyangkut situasi tempat organisasi berada, identifikasi dan analisis berbagai alternatif yang layak 

(19)

untuk dipertimbangkan, dan menentukan pilihan alternatif yang diperkirakan  paling ampuh. Kedua, perbandingan secara sistematis antara peluang dan ancaman eksternal di salah satu pihak serta kekuatan dan kelemahan internal di  pihak yang lain. Ketiga, analisis SWOT memungkinkan untuk melihat posisi organisasi secara menyeluruh dari aspek produk dan atau jasa yang dihasilkan dan pasar yang dilayani.

Untuk mengidentifikasi dan memaksimalkan peranan faktor kekuatan organisasi dan memanfaatkan peluang serta meminimalkan kelemahan internal organisasi dan menekan dampak ancaman eksternal organisasi maka dilakukan kajian secara seksama dengan analisis SWOT, dengan unsur-unsur sebagai  berikut:

1. Kekuatan ( strength)

Yang dimaksud kekuatan ( strength) adalah berbagai kelebihan internal organisasi yang bersifat khas, yang dimiliki oleh suatu organisasi yang apabila dimanfaatkan akan berperan besar tidak hanya dalam memperlancar berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan oleh organisasi, tetapi juga dalam mencapai tujuan yang dimiliki organisasi.

2. Kelemahan (weakness)

Yang dimaksud dengan kelemahan (weakness) adalah berbagai kekurangan internal organisasi yang bersifat khas yang dimiliki oleh suatu organisasi yang apabila diatasi akan berperan besar tidak hanya dalam memperlancar berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan oleh organisasi, tetapi juga dalam mencapai tujuan yang dimiliki oleh organisasi.

3. Kesempatan (opportunity)

Yang dimaksud dengan kesempatan ( opportunity) adalah peluang eksternal organisasi yang bersifat positif yang dihadapi oleh suatu organisasi, yang apabila dapat dimanfaatkan akan besar peranannya dalam mencapai tujuan organisasi.

4. Ancaman (threat )

Yang dimaksud dengan ancaman (threat ) adalah kendala eksternal organisasi yang bersifat negatif yang dihadapi oleh suatu organisasi yang

(20)

apabila berhasil diatasi akan besar peranannya dalam mencapai tujuan organisasi (Azwar, 1996)

(21)

Kekuatan (S)

1. Tersedianya dana (APBD II, JKMM )

2. Terjangkaunya pelayanan

kesehatan (2 Pustu / Pusling ) yang terjangkau

3.Adanya protap untuk  

 penanganan filariasis dan tersedianya obat – obatan yang cukup.

4.Adanya Kelompok kerja operasional (Pokjanal)

Kelemahan (W)

1. Koordinasi yang

 belum optimal antar   pemegang program (P2 filariasis, Kesehatan lingkungan, Pos Kesehatan Masyarakat ) 2. Jumlah petugas  program P2 filariasis kurang 3. Tidak adanya laboratorium parasit Peluang (O)

1. Adanya kerjasama yang  baik dengan pelayanan

kesehatan di luar  Puskesmas (RS, DKK, dr. swasta) 2. Adanya partisipasi masyarakat di bidang kesehatan (sudah terbentuknya Kalurahan Siaga) Strategi SO

1. Mengoptimalkan kerja sama dengan pelayanan kesehatan di luar puskesmas, misalnya dengan knowledge transfer dan sistem rujukan

2. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam gerakan

 pencegahan dan

 pemberantasan filariasis, misalnya dengan membantu  penyebaran informasi terkait

filariasis

3. Penggunaan dana secara

optimal, seperti penyediaan media– media promotif yang edukatif tentang filariasis dalam bentuk poster, dan leaflet

Strategi WO

1. Mengoptimalkan

kinerja petugas kesehatan yang menangani filariasis

dengan cara

mengevaluasi program P2 filariasis secara rutin (knowledge transfer ) 2. Mengoptimalkan kontribusi dan keterlibatan jejaring internal Puskesmas terkait program P2 filariasis dengan menambah personil  petugas program P2 filariasis Ancaman (T)

1. Perilaku masyarakat dalam

menjaga kebersihan

lingkungan masih kurang sehingga masih banyak 

rumah yang tidak  

memenuhi syarat rumah sehat .

2.Kesadaran masyarakat akan filariasis masih kurang

3. Tingkat sosial ekonomi masyarakat masih rendah

Strategi ST

1. Kerjasama lintas sektoral dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan instansi lain yang terkait pada  promosi kesehatan 2. Mengadakan penyuluhan tentang PHBS dan keterkaitannya dengan filariasis Strategi WT Meningkatkan komunikasi antara  pemegang program

dengan melibatkan tokoh agama dan masyarakat,

misalnya dengan

 pertemuan secara rutin mengevaluasi kegiatan  promosi kesehatan di

masyarakat

(22)

BAB V PEMBAHASAN

Untuk itu disusunlah alternatif pemecahan masalah beserta rencana pemecahan masalah ( plans of action) yang memungkinkan untuk dilakukan, demi menyelesaikan permasalahan tersebut.

A. Matrikulasi Alternatif Pemecahan Masalah

Beberapa alternatif pemecahan masalah terkait belum tercapainya target angka penanganan kasus filariasis yang mungkin disusun adalah sebagai berikut: Tabel 3. Alternatif Pemecahan Masalah

Masalah Penyebab Alternatif Pemecahan Masalah

Belum tercapainya target angka  penanganan kasus filariasis Pelaksanaan program P2 filariasis yang belum optimal

Meningkatkan kontribusi dan keterlibatan jejaring internal Puskesmas terkait program P2 filariasis dengan menambah  personil petugas program P2 filariasis, serta mengevaluasinya secara rutin

Kurangnya partisipasi masyarakat dalam gerakan P2 filariasis dan kurangnya  pengetahuan masyarakat

akan filariasis.

Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan P2 filariasis serta pengetahuan akan filariasis dengan  penyuluhan, pemasangan poster 

dan pembagian leaflet filariasis Kurangnya komunikasi dan

kerja sama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis

Meningkatkan komunikasi dan kerja sama lintas sektoral untuk  kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis, dengan melibatkan semua instansi yang terkait, seperti tokoh agama, tokoh

(23)

masyarakat, guru-guru di sekolah, dan Kementerian Pendidikan  Nasional di bawah koordinasi kelompok kerja operasional

(Pokjanal), serta

mengevaluasinya secara rutin.

Dari beberapa alternatif pemecahan masalah tersebut Pemilihan prioritas menggunakan teknik CARL, dengan skala penilaian:

1. C : Capability (Kemampuan): Kekuatan yang dimiliki dari sumber daya; 2. A :  Accessibility (Kemudahan): masalah/penyebab masalah mudah diatasi (ketersediaan metode/ cara/ teknologi dan penunjang pelaksanaannya Juknis). 3. R : Readyness (Kesiapan): tenaga pelaksana (keahlian/kemampuan) dan sasaran (motivasi).

4. L : Leverage (Daya ungkit/Pengaruh): Besarnya pengaruh yang satu dengan yang lain secara langsung maupun tidak langsung dalam proses manajemen

Tabel 4. Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah Filariasis di Puskesmas Kerjo dengan Teknik CARL.

No Aspek C A R L Kumulatif Rangking

1 Meningkatkan kontribusi

dan keterlibatan jejaring internal Puskesmas terkait  program P2 filariasis dengan menambah  personil petugas program P2 filariasis, serta mengevaluasinya secara

(24)

2 Meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam  pelaksanaan P2 filariasis serta pengetahuan akan filariasis dengan  penyuluhan, pemasangan  poster dan pembagian

leaflet filariasis

2 3 3 5 90 3

Kurangnya komunikasi dan kerja sama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis

Ket :

 Mengisi dan membobot masing-masing aspek dengan bobot interval 5-4-3-2-1.Semakin besar/tinggi akibat, pengaruh dampak dan rasionalnya makin tinggi bobot yang ditetapkan padanya.

Berdasarkan tabel 4 urutan prioritas pemecahan masalah adalah :

1. Kurangnya komunikasi dan kerja sama lintas sektoral dalam kegiatan  promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis.

2. Meningkatkan kontribusi dan keterlibatan jejaring internal Puskesmas terkait program P2 filariasis dengan menambah personil petugas program P2 filariasis, serta mengevaluasinya secara rutin.

3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan P2 filariasis serta  pengetahuan akan filariasis dengan penyuluhan, pemasangan poster dan  pembagian leaflet filariasis

Dari penentuan prioritas pemecahan masalah filariasis dengan Teknik CARL di atas, diketahui bahwa skor yang paling besar untuk alternatif pemecahan

(25)

masalah Filariasis adalah kurangnya komunikasi dan kerjasama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis agar  terjadi peningkatan kesadaran masyarakat mengenai perilaku hidup bersih dan sehat.

B.  Plans of Action

Berdasarkan hasil alternatif pemecahan masalah, diketahui bahwa hal yang menjadi prioritas utama dalam menghadapi target angka penanganan kasus filariasis yang belum tercapai di wilayah kerja Puskesmas Kerjo adalah dengan meningkatkan komunikasi dan kerjasama lintas sektoral dalam kegiatan  promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis dengan mengadakan lokakarya mini filariasis. Maka dari itu, disusunlah  plans of action sebagai  berikut:

Susunan Plans of Action

Kegiatan I : Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan P2 Filariasis

a. Tujuan

Secara umum, melibatkan seluruh masyarakat dalam wilayah Kecamatan Kerjo untuk mendukung program P2 filariasis, setidaknya dalam membantu proses penjaringan suspek, deteksi kasus, serta  peredaran informasi terkait filariasis. Secara khusus, melibatkan kader 

kesehatan di tiap desa untuk berperan secara tidak langsung sebagai  petugas P2 filariasis membantu petugas P2 filariasis Puskesmas Kerjo. Hal ini ditujukan untuk mencegah kejadian dan/atau penularan filariasis.  b. Sasaran

Kader kesehatan tiap desa dan masyarakat di wilayah Kecamatan Kerjo. c. Pelaksana

Anggota P2 filariasis Puskesmas Kerjo. d. Waktu

(26)

e. Lokasi

Seluruh desa di wilayah Kecamatan Kerjo.

Kegiatan II : Peningkatan pengetahuan akan filariasis dengan penyuluhan, pemasangan poster dan pembagian leaflet filariasis

a. Tujuan

Meningkatkan pengetahuan masyarakat Kecamatan Kerjo akan filariasis, khususnya mengenai apakah filariasis itu,  bagaimana proses terjadinya, bagaimana cara penularannya, bagaiman cara  pencegahannya, dan bagaimana cara mengatasinya.

 b. Sasaran

Masyarakat di wilayah Kecamatan Kerjo. c. Pelaksana

Anggota P2 filariasis Puskesmas Kerjo. d. Waktu

Kegiatan dilaksanakan minimal 1 kali dalam satu bulan. e. Lokasi

Posyandu Lansia dan Pokjanal jejaring Puskesmas Kerjo

Kegiatan III : Evaluasi rutin a. Tujuan

Mengevaluasi kegiatan pelibatan kader kesehatan dan penyuluhan- penyuluhan yang telah dilakukan.

 b. Sasaran

Jajaran UPTD Puskesmas Kerjo, dalam hal ini adalah unit P2M (Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular).

c. Pelaksana

Anggota P2 filariasis Puskesmas Kerjo. d. Waktu

Kegiatan dilaksanakan minimal 1 kali dalam satu bulan. e. Lokasi

(27)
(28)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Prioritas masalah pada program P2 filariasis adalah Belum tercapainya target angka penanganan kasus filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo, dan  prioritas pemecahan masalah tersebut adalah dengan meningkatkan komunikasi

dan kerjasama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis dengan mengadakan lokakarya mini filariasis.

B. Saran

Puskesmas Kerjo dapat mengaplikasikan metode peningkatan komunikasi dan kerjasama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis dengan harapan kejadian filariasis di masa yang akan datang dapat dihindari.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan ed.3. Jakarta: Binarupa Aksara.

Gandahusada S., Ilahude H.D., dan Pribadi W (eds). 1998.  Parasitologi  Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., dan Setiati S (eds). 2006.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Wallace RJ, Griffth DE. 2004. Antimycobaterial Agents in Kasper DL, Braunwald   E (eds), Harrison's Principles of Internal Medicine, 16th ed. M Graw Hill.  New York.

Gambar

Gambar 1. Peta Puskesmas Kerjo 3. Luas  Wilayah
Tabel 1. Hasil kegiatan P2 Filariasis 2010 Puskesmas Kerjo Karanganyar 
Tabel 2. Analisis SWOT Puskesmas Kerjo
Tabel 3. Alternatif Pemecahan Masalah
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ini dilakukan dengan jalan mempertimbangkan perbedaan “dalam hal-hal yang spesifik yang ada pada situasi sekarang” yang mencakup baik pengubahan aturan-aturan di masa

Di balik masalah-masalah diatas terdapat sejumlah peluang untuk berkiprahnya pekerja sosial professional di Indonesia. Tumbuhnya kesadaran dan tuntutan masyarakat akan

Ekosistem DAS merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap DAS. Aktivitas dalam DAS yang menyebabkan perubahan ekosistem, misalnya

buku diperpustakaan dirasa kurang efektif untuk memfasilitasi serta pandangan terhadap proses belajar-mengajar tanpa adanya sumber- sumber pembelajaran dari mahasiswa,

Dengan demikan bahwa guru perlu menyusun rencana pembelajaran yang memandang situasi pembelajaran secara utuh dan menyeluruh sebagai suatu objek nyata, hal yang

Ini adalah tahap akhir dari proses rekayasa nilai ini yang terdiri dari persiapan dan penyajian hasil rekayasa nilai (value engineering), pada tahap ini di buat suatu

Selama ini proses pembelajaran Pendidikan Tinggi sudah banyak menggunakan variasi media, baik media cetak, gambar, maupun elektronik. Akan tetapi, untuk memberi

Setelah mempelajari dan memahami data dari hasil penelitian dilapangan kemudian peneliti meminta saran dan masukan maupun pertimbangan terhadap pihak yang terkait, sehingga