• Tidak ada hasil yang ditemukan

III METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

3.1 Kerangka Pemikiran

Tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan, dan keberlanjutan, diperlukan pengertian perencanaan pembangunan wilayah yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek social ekonomi wilayah. Selain itu, perencanaan pembangunan wilayah perlu dibatasi oleh batas-batas wilayah yang menjadi unit perencanaannya. Dalam menetapkan batas-batas wilayah maka terdapat pengelompoka wilayah berdasarkan criteria-kriteria: (a) homogenitas; (b) nodal; dan (c) administrastif.

Konsep homogenitas menetapkan wilayah berdasarkan beberapa persamaan unsure baik itu fisik, social, maupun ekonomi. Konsep nodal menetapkan wialayh berdasar perbedaan struktur tata ruang, dimana terdapat sifat ketergantungan secara fungsional, misal antara pusat (inti) yang biasanya disebut kawasan perkotaan dengan wilayah belakangnya yang biasanya disebut kawasan perdesaan. Hubungan secara fungsional ini biasa berupa arus mobilitas penduduk, barang dan jasa, maupun komunikasi dan transportasi. Sedang konsep ketiga adalah batas wilayah ditentukan berdasar batas wilayah administratitif seperti propinsi, kota/kabupaten, atau kecamatan.

Perencanaan pembangunan wilayah dari aspek ekonomi tekanannya lebih kepada mewujudakan pertumbuhan ekonomi yang biasanya dilihat dari total ukur peningkatan angka produk domestik regional bruto (PDRB). Walaupun pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh angka PDRB sering bias dalam arti over estimate karena sering tidak dikoreksi oleh adanya dampak negatif pertumbuhan ekonomi, namun angka ini masih menjadi standar yang dianggap sah dalam menilai keberhasilan pembangunan wilayah.

Penentuan peranan sektor-sektor pembangunan diharapkan dapat mewujudkan keserasian antasektor pembangunan, sehingga dapat: (1) diminimalisasikan adanya ketidakserasian (incompatibility) antarsektor dalam pemanfaatan ruang, (2) terwujudnya keterkaitan antarsektor, baik keterkaitan ke depan maupun ke belakang; dan (3) proses pembangunan yang berjalan secara ke arahyang lebih maju dengan menghindari adanya kebocoran wilayah (regional leakages) dan kemubaziran (inefficiency) dalam penggunaan pemanfaatan

(2)

sumberdaya. Untuk menentukan peranan sektor dalam perencanaan pembangunan wilayah dapat digunakan analisis Tabel Input-Output.

Seperti yang telah disebutkan di atas, maka pertumbuhan suatu unit wilayah sering tidak seimbang dengan unit wilayah lainnya dengan kata lain terjadi kepincangan kemajuan kesejahteraan masyarakat dalam pembangunan yang dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1) perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya alam (resource endowment); (2) perbedaan demografi; (3) perbedaan kemapuan sumberdaya manusia (human capital); (4) perbedaan potensi lokasi; (5) perbedaan dari aspek aksisibilitas dan kekuasaan (power) dalam pengambilan keputusan; dan dapat pula karena (6) perbedaan dari aspek potensi pasar. Perbedaan pertumbuhan dari satu unit wilayah dengan unit wilayah lainnya dapat terjadi karena beberapa faktor sekaligus dan saling berkaitan. Oleh karena itu perbedaan pertumbuhan wilayah dalam lingkup suatu negara, maka dalam satu kawasan lebih luas akan terdapat beberapa macam karakteristik wilayah ditinjau dari aspek kemajuannya, yaitu: (1) wilayah maju; (2) wilayah sedang berkembang; (3) wilayah belum berkembang; dan (4) wilayah tidak berkembang.

Wilayah maju adalah wilayah yang telah berkembang yang biasanya dicirikan sebagai pusat pertumbuhan. Di wilayah ini terdapat pemusatan penduduk, industri, pemerintahan, dan sekaligus pasar yang potensial. Biasanya wilayah maju berkembang karena didukung oleh potensi sumberdaya alam yang tinggi baik di wilayah tersebut maupun dari wilayah belakangnya, potensi lokasi yang strategis, tingginya kualitas sumberdaya manusia karena didukung oleh sarana pendidikan yang lengkap, dan aksesibilitas yang sangat baik terhadap pasar domestik maupun pasar internasional karena didukung oleh infrastruktur yang lengkap seperti jalan, pelabuhan, alat komunikasi, maupun sarana penunjang lainnya. Wilayah maju juga dicirikan oleh struktur ekonomi yang relatif didominasi oleh sektor industri dan jasa.

Wilayah yang sedang berkembang biasanya dicirikan oleh pertumbuhan yang cepat dan biasanya merupakan wilayaha penyangga dari wilayah maju, karena itu mempunyai aksesibilitas yang sangat baik terhadap wilayah maju. Struktur ekonomi wilayah yang sedang berkembang secara relatif masih terjadi keseimbangan antara peranan sektor pertanian atau primer lainnya dengan sektor industri. Sektor jasa sudah mulai berkembang walau perannya secara relatif masih kecil.

(3)

Wilayah yang belum berkembang dicirikan ole tingkat pertumbuhan yang masih rendah baik secara absolut mauun secara relatif, namun memiliki potensi sumberdaya alam yang belum dikelola atau dimanfaatkan. Wilayah ini belum mempunyai aksesibilitas yang beik terhadap wilayah lainnya. Struktur ekonomi wilayah ini masih didominasi oleh sektor primer dan biasanya belum mampu membiayai pembangunan secara mandiri.

Wilayah yang tidak berkembang dicirikan oleh dua hal, yaitu: (1) wilayah tersebut memang tidak memiliki potensi baik potensi sumberdaya alam maupun lokasi, sehingga secara alamiah sulit sekali berkembang dan mengalami pertumbuhan ekonomi; dan (2) wilayah tersebut sebenarnya memiliki potensi, baik sumberdaya alam, lokasi, maupun keduanya, tetapi tidak dapat berkembang dan tumbuh karena tidak memiliki kesempatan dan cenderung dieksploitasi oleh wilayah yang lebih maju. Wilayah yang mempunyai potensi sumberdaya alam yang berlimpah, namun tidak berkembang dicirikan oleh tingkat kebocoran wilayah yang tinggi, dimana manfaat tertinggi dari pemanfaatan sumberdaya alat tersebut dinikmati oleh wilayah lain.

Pembangunan di DKI Jakarta mengakibatkan adanya pertumbuhan wilayah hinterlandnya atau Bodetabek. Wilayah DKI Jakarta itu sendiri memiliki potensi dan karakteristik sumberdaya alam yang berbeda dengan wilayah Bodetabek. Perbedaan potensi dan karakteristik sumberdaya ini dapat dilihat dari struktur perekonomian yang ada di tiap wilayah. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui keterkaitan ekonomi sektoral dan spasial di DKI Jakarta dan Bodetabek, yang dianalisis dengan menggunakan data input-output interregional 2005. Untuk melihat struktur perekonomian di wilayah penelitian dapat ditunjukkan dengan struktur permintaan dan penawaran, struktur output, struktur nilai tambah, serta struktur permintaan akhir pada model input-output interregional 2005.

Myrdal dalam Rustiadi (2006) memformulasikan sebab-sebab bertambahnya ketimpangan perkembangan ekonomi antarwilayah. Myrdal berpendapat bahwa, karena adanya faktor sebab-akibat kumulatif (circular cumulative causation) dalam proses pembangunan jangka panjang justru ketimpangan-ketimpangan tersebut akan semakin lebar. Ada dua kekuatan penting yang dikemukakan Myrdal yakni: (1) wilayah-wilayah yang telah lebih maju menciptakan keadaan yang menghambat perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang (backwash effects), dan (2) wilayah-wilayah yang telah

(4)

lebih maju menciptakan keadaan yang mendorong perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang (spread effects).

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya backwash effects adalah corak perpindahan penduduk dari wilayah yang masih terbelakang ke wilayah yang lebih maju. Sejumlah tenaga kerja yang berpendidikan atau berkualitas lebih danamis dan selalu mencari alternativ yang lebih baik. Adanya perkembangan ekonomi di wilayah yang lebih maju merupakan daya tarik bagi perpindahan tenaga kerja berkualitas tesebut. Sedangkan di wilayah terbelakang tinggal orang-orang yang pada umumnya masih konservatif. Faktor lain adalah arus investasi yang tidak seimbang, karena struktur masyarakatnya lebih konservatif maka permintaan modal di wilayah terbelakang sangat minimal. Di samping itu, produktifitasnya yang rendah sangat tidak merangsang bagi penanaman modal dari luar. Bahkan modal yang ada di dalam justru terus mengalir ke luar (wilayah yang telah lebih maju) karena lebih terjamin untuk menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Faktor terakhir adalah pola dan aktivitas perdagangan yang didominasi oleh industri-industri di wilayah yang lebih maju, sehingga wilayah terbelakang sangat sukar mengembangkan pasar bagi hasil-hasil industrinya. Faktor yang terakhir berkaitan dengan kenyataan adanya jaringan-jaringan pengangkutan yang jauh lebih baik di wilayah yang lebih maju, sehingga kegiatan produksi dan perdagangan dapat dilaksanakan lebih efisien (menguntungkan).

Dengan adanya faktor-faktor tersebut maka perkembangan ekonomi wilayah maju semakin maju, sebaliknya wilayah terbelakang semakin terbelakang. Serentak dengan terjadinya backwash effects terhadap wilayah-wilayah belakang, perkembangan wilayah-wilayah maju mengakibatkan peningkatan permintaan akan barang-barang hasil pertanian dan industri rumah tangga dari wilayah terbelakang. Adanya kenyataan ini merupakan faktor pendorong bagi perkembangan wilayah belakang (spread effects). Karena kekuatan efek penyebaran (spread effects) ini jauh lebih lemah daripada efek pencucian (backwash effects) maka mekanisme pasar semakin memperlebar ketimpangan-ketimpangan antarwilayah.

Sebagai alat analisis, model IRIO sangat bermanfaat untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik masing-masing wilayah dan bentuk saling ketergantungan antarwilayah. Bentuk saling ketergantungan ini menjadi masukan bagi perumus kebijakan ekonomi ditingkat regional dalam kaitannya

(5)

dengan upaya mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang mempertimbangkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah dan mengukur spesialisasi daerah yang diarahkan untuk mendukung tujuan pembangunan nasional yang mengacu pada usaha peningkatan produktifitas (BPS, 2000a).

Perbedaan potensi dan karakteristik sumberdaya alam yang terjadi mengakibatkan adanya keterkaitan antarwilayah dalam hal sektor-sektor ekonomi. Wilayah yang berkembang dengan baik ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antarsektor dalam perekonomian, dalam arti terjadi transfer input dan output barang dan jasa antarsektor yang berlangsung secara dinamis. Untuk menganalisis keterkaitan ekonomi, maka dapat dilihat dari nilai indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan pada tiap daerah. Selain itu pula, keterkaitan ekonomi dapat diukur dengan menggunakan nilai multiplier yang ada di tiap wilayah.

Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa ketidakmerataan pembangunan menghasilkan struktur hubungan atau keterkaitan antarwilayah yang saling melemahkan. Wilayah belakang (hinterland) terjadi pengurasan sumberdaya yang berlebihan (backwash) yang mengakibatkan aliran bersih dan akumulasi modal atau nilai tambah di pusat-pusat pembangunan secara berlebihan. Akumulasi modal atau nilai tambah tersebut terjadi di wilayah pusat pertumbuhan yang selanjutnya mengarah kepada proses terjadinya kemiskinan dan keterbelakangan di wilayah belakang atau perdesaan. Akhirnya pada keadaan ini mendorong terjadinya migrasi penduduk keluar dari desa menuju ke kota, sehingga kota dan pusat-pusat pertumbuhan akhirnya menjadi diperlemah, disebabkan karena timbulnya berbagai ”penyakit urbanisasi” yang luar biasa.

Fenomena urbanisasi yang memperlemah perkembangan kota-kota, dapat dilihat pada perkembangan kota-kota besar di Indonesia yang mengalami ”over-urbanization”. Todaro (1997) berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk migrasi karena motif ekonomi. Motif ini timbul karena adanya kesenjangan antarwilayah. Oleh karena itu, migrasi penduduk mencerminkan adanya keseimbangan ekonomi antara desa dengan kota. Status ini akan memicu pola migrasi cenderung ke kota atau ke desa tergantung dari kekuatan daya penarik dan pendorong (pull-push factors). Faktor yang mendorong dan menarik seseorang untuk bermigrasi adalah: (1) faktor demografi (jenis kelamin, pendidikan), (2) harapan pendapatan yang lebih besar dari apa yang sebenarnya diperoleh di desa,

(6)

(3) sempit dan rendahnya sumberdaya lahan yang dicerminkan dalam produktifitas, (4) terbatasnya kesempatan kerja pertanian bagi tenaga kerja yang mempunyai pendidikan tinggi. Di samping itu faktor penarik lainnya adalah: (1) adanya kesempatan kerja sektor industri dan jasa di wilayah perkotaan dengan tingkat upah yang lebih tinggi, (2) dukungan perkembangan sarana dan prasarana infrastruktur dan teknologi komunikasi.

Pembangunan DKI Jakarta mengakibatkan terjadinya ”over-urbanization”. Hal ini menunjukkan bahwa DKI Jakarta memiliki faktor penarik bagi penduduk di luar DKI Jakarta yang menyebabkan banyak penduduk yang bermigrasi ke DKI Jakarta. Untuk mengetahui karakteristik migran yang ada di DKI Jakarta maka dapat dilihat dari data penduduk berdasarkan tempat tinggal 5 tahun lalu dan sekarang, migran berdasarkan provinsi tempat tinggal 5 tahun yang lalu dan kota tempat tinggal sekarang, migran berdasarkan alasan pindah ke DKI Jakarta, migran berdasarkan kelompok umur, migran berdasarkan tingkat pendidikan, serta migran berdasarkan status pekerjaan. Dari karaktistik migran yang ada dapat dilihat dampak dari adanya migrasi yang ada terutama hubungannya dengan sektor-sektor ekonomi di DKI Jakarta.

DKI Jakarta Pertumbuhan: -Ekonomi -Penduduk Bodetabek Pertumbuhan: -Ekonomi -Penduduk

Interregional Input-Output Jabodetabek 2005 (22 Sektor)

Koefisien Input

Elemen Matriks Invers Leontief

Analisis Keterkaitan

Resume Keterkaitan dan Dampak Pengganda Keterkaitan antar sektor

antar wilayah; Indeks Daya Penyebaran Indeks Derajat Kepekaan

Dampak Multiplier: Pengganda Output, Pengganda Pendapatan, Pengganda Nilai Tambah,

Pengganda Pajak, Pengganda Impor Migrasi

Linkage

Analisis Dampak

(7)

3.2 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu Model Input-Output Antardaerah (IRIO) Jabodetabek tahun 2002, data PDRB, data impor, data permintaan akhir, data penduduk di DKI Jakarta, Bodetabek, dan Indonesia tahun 2005, serta data arus migrasi yang terjadi di DKI Jakarta. Semua data dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Model IRIO Jabodetabek tahun 2002 tersusun atas tiga wilayah, yaitu DKI Jakarta, Bodetabek, serta Rest of Indonesia, dengan klasifikasi 31 sektor. Untuk memudahkan analisis dilakukan pengagregasian sektor menjadi dua puluh dua (22) sektor yang terkait dengan sektor-sektor lapangan usaha PDRB, yaitu, tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan dan penggalian, industri, listrik dan air minum, bangunan, perdagangan, restoran dan hotel, angkutan darat, angkutan udara, angkutan laut, jasa penunjang angkutan, komunikasi, bank dan lembaga keuangan lainnya, usaha bangunan dan jasa perusahaan, pemerintah dan hankam, jasa sosial dan kemasyarakatan, jasa hiburan, serta jasa perorangan.

Untuk analisis migrasi, data yang dibutuhkan adalah data yang dibutuhkan adalah data penduduk berdasarkan tempat tinggal 5 tahun lalu dan sekarang, migran berdasarkan provinsi tempat tinggal 5 tahun yang lalu dan kota tempat tinggal sekarang, migran berdasarkan alasan pindah ke DKI Jakarta, migran berdasarkan kelompok umur, migran berdasarkan tingkat pendidikan, serta migran berdasarkan status pekerjaan.

3.3 Metode Analisis

Teknik pengolahan data utama yang diterapkan dalam penelitian ini adalah analisis model Input-Output Antarwilayah (IRIO). Kegunaan analisis model Input-Output Antarwilayah (IRIO) menurut Stelder dan Eding (2000) dalam Wikarya (2003) adalah untuk mengukur dampak perubahan nilai output dan pendapatan akibat terjadi perubahan permintaan akhir atas output sektor tertentu yang diproduksi di suatu daerah. Besar-kecilnya angka dampak menunjukkan besar-kecilnya derajat keterkaitan ekonomi suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya di daerah itu dan sektor-sektor ekonomi di daerah-daerah lainnya.

Beberapa metode analisis I-O yang relevan dan terkait dengan penulisan ini adalah: (1) updating tabel IRIO, menggunakan metode RAS, (2) analisis tabel dasar (analisis deskriptif), (3) analisis keterkaitan, serta (4) analisis dampak.

(8)

Sedangkan untuk analisis migrasi yang berada di DKI Jakarta, hanya menggunakan analisis deskriptif. Secara lebih rinci dapat dilihat Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3 Tujuan, data dan sumber data, teknik analisis, serta output analisis dari penelitian

3.3.1 Metode RAS

Tabel input output terdiri dari tiga kuadran, yaitu kuadran I, II, dan III. Kuadran I merupakan matriks koefisien input, Kuadran II merupakan matriks permintaan akhir, dan Kuadran III adalah matrik input primer. Koefisien input pada kuadran I (Matriks A) untuk memperolehnya harus melalui survei secara langsung dan lengkap. Permasalahan yang timbul adalah apabila kita akan melakukan rekonstruksi (updating) tabel I-O menjadi tabel tahun yang terbaru, sedangkan data pada kuadran I tidak tersedia. Untuk itu salah satu metode yang sering umum digunakan untuk melakukan updating tabel I-O menjadi tabel yang baru dilakukan metode RAS. Secara sederhana, Metode RAS merupakan metode yang digunakan untuk memperkirakan matriks koefisien input yang baru pada tahun t ”A(t)” dengan menggunakan informasi koefisien input tahun dasar

”A(0)”, total permintaan antara tahun ”t”, dan total input antara tahun ”t”. Matriks

koefisien input tahun ke ”t” diperoleh dengan rumus A(t) = R A(0) S, dimana R =

matriks diagonal yang elemen-elemennya menunjukkan pengaruh subsitusi, dan S = matriks diagonal yang elemen-elemennya menggambarkan pengaruh fabrikasi (Suryawardana, 2006).

Pengaruh subsitusi menunjukkan seberapa jauh suatu komoditi (menurut baris dalam tabel I-O) dapat digantikan oleh komoditi lain dalam suatu proses produksi. Pengaruh fabrikasi menyatakan bahwa seberapa jauh suatu sektor

No Tujuan Data dan Sumber Data Teknik Analisis Output Analisis

1. Menganalisis struktur

perekonomian wilayah DKI Jakarta dan Bodetabek -IO Interregional 2002 -Impor 2005 -PDRB 2005 -Final demand 2005 -Updating IO Interregional 2005 -Metode RAS dengan software GAMS -Struktur perekonomian di DKI Jakarta dan Bodetabek 2. Menganalisis keterkaitan antarsektor antarwilayah DKI Jakarta dengan Bodetabek -Updating IO Interregional 2005 -DBL -DFL -Pengganda -Sektor-sektor yang saling terkait di DKI Jakarta dan Bodetabek 3. Menganalisis aspek migrasi penduduk di DKI Jakarta.

-Penduduk berdasarkan tempat tinggal 5 tahun lalu dan sekarang -Migran berdasark an alasan pindah

ke Jakarta

-Migran berdasarkan kelompok umur -Migran berdasarkan tingkat

pendidikan

-Migran berdasarkan status pekerjaan

-Analisis Deskriptif -Karakteristik dan tujuan migran yang pindah ke DKI Jakarta

(9)

(menurut kolom dalam tabel I-O) dapat menyerap input antara dari total input antara dari total input yang tersedia.

Gambar 4 Bagan alir updating Tabel Input Output Interregional

Data yang digunakan untuk melakukan updating tabel IRIO Jabodetabek tahun 2005 adalah tabel IRIO Jabodetabek Tahun 2002 dengan dimensi 31x31 sektor, PDRB 22 sektor menurut harga berlaku Tahun 2005, serta data impor tahun 2005 dengan asumsi proporsi nilai impor masing-masing sektor sama dengan nilai impor tahun 2002. Data tabel IRIO Jabodetabek Tahun 2002 dimensi 31x31 sektor direklasifikasi terlebih dahulu menjadi tabel IRIO tahun 2002 dimensi 22x22 sektor sehingga tabel IRIO yang baru mempunyai sektor yang sama. Selanjutnya dilakukan pendugaan terhadap koefisien PDRB Tahun 2002 sebagai dasar pendugaan total input atau output tabel IRIO updating Tahun 2005.

Berdasarkan data hasil pendugaan terhadap total input/ouput sektoral Tahun 2005, koefisien input (matriks A) tabel input output interregional Tahun 2002, total permintaan akhir Tahun 2005, serta nilai impor Tahun 2005 dilakukan pendugaan koefisien input (matriks A) tabel input ouput interregional Tahun 2005 dimensi 22 x 22 sektor dengan menggunakan metode RAS. Secara sistematis metode RAS dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

i = 1, 2, 3, ..., dst i = 1, 2, 3, ..., dst TABEL IRIO JABODETABEK TAHUN 2005 22 SEKTOR METODE RAS DENGAN OPTIMASI SOFTWARE GAMS

TOT. INPUT SEKTORAL 2005 = PDRB SEKTORL 2005 KOEF. PDRB SEKTORAL 2002 KOEF. INPUT TABEL IRIO

TAHUN 2002 22 SEKTOR - PDRB SEKTORAL 2005 - FINAL DEMAND 2005 - IMPOR 2005 KOEFISIEN PDRB SEKTORAL = PDRB SEKTORAL 2002 TOT. INPUT SEKTORAL 2002

TABEL IRIO JABODETABEK TAHUN 2002

22 SEKTOR TABEL IRIO JABODETABEK

TAHUN 2002 31 SEKTOR Reklasifikasi

=

=

n i i j ij i

x

s

b

r

1 ) 0 (

=

=

n j j j ij i

x

s

k

r

1 ) 0 (

(10)

Keterangan:

Xij(0) = input antara sektor j yang berasal dari output sektor i tahun dasar

ri, sj = elemen matriks diagonal R dan S

bi = jumlah permintaan antara sektor i tahun ”t” (faktor pembatas)

kj = jumlah input antara sektor j tahun ”t” (faktor pembatas)

Pendugaan tabel input-output tanpa metode survei dapat dirumuskan sebagai cara untuk mencari koefisien teknis untuk tabel input output pada tahun tertentu yang memenuhi kriteria (1) paling mirip dengan matriks koefisien teknis dari tabel input output pada tahun dasar, dan (2) dengan menggunakan koefisien teknis yang dihasilkan tersebut operasi matematis tabel input-output dapat memberikan hasil yang fit dengan data yang dimiliki tentang total input, total output, total nilai tambah, dan total permintaan akhir untuk masing-masing sektor yang diduga (Saefulhakim dalam Suryawardana, 2006).

Rumus matematis dari permasalahan yang digunakan untuk metode RAS adalah sebagai berikut:

Dengan fungsi kendala:

Keterangan:

ij

a

0 = elemen baris ke-i kolom ke-j dari matriks koefisien teknis tabel I-O yang sudah ada untuk tahun dasar

ij t

a = elemen baris ke-i kolom ke-j dari matriks koefisien teknis tabel I-O yang sudah ada untuk tahun ke-t tertentu

) ; ( ij 0 ij t a a

I = kandungan informasi (information content), ukuran adanya perbedaan struktur koefisien teknis antara tabel I-O pada tahun dasar dengan tabel I-O pada tahun ke t yang diduga

j t

Q = total input sektor ke-j pada tahun ke-t

i t

Q

= total output sektor ke-i pada tahun ke-t. Untuk sektor tertentu yang sama (i = j), maka total output sama dengan total input (tQi

= tQj)

∑∑

= =

=

n i n j ij o ij t ij t ij o ij t

a

a

a

a

a

I

1 1

ln

.

)

;

(

min

i t i t j t n i j ij t j t j t ij n i t j t

F

Q

Q

a

V

Q

a

Q

=

=

= =1

(11)

j t

V = total nilai tambah (total value added) yang dihasilkan oleh sektor ke-j pada tahun ke-j

j t

F = total permintaan akhir (total final demand) yang dihasilkan oleh sektor ke-j pada tahun ke-j

Dari rumus di atas dapat dilakukan rumus turunan yang lain, karena koefisien teknis tahun asal ada yang bernilai nol (kosong) sehingga hasilnya tidak terdefinisikan (undefined). Rumus pendugaan dengan menggunakan software GAMS tersebut adalah:

i i i n i i ij ij ij n i n i j ij ij ij t TB TB T TW QB QB Q QW a a I =

∑ ∑

− +

− = = = . . ) ; ( min 1 1 0 j j j n j j ij ij ij n i i

MB

MB

M

MW

FB

FB

F

FW

+

+

= =

.

.

1 1

Dengan fungsi kendalanya sebagai berikut:

Tj = ? Coloum Balance

Ti = ? Row Balance

Total Impor =

Total Final Demand =

Total Balance =

Keterangan:

QWij = elemen baris ke-i kolom ke-j dari matriks koefisien teknis tabel

I-O yang sudah ada untuk tahun dasar

Qij = elemen baris ke-i kolom ke-j dari matriks koefisien teknis tabel

I-O yang sudah ada untuk tahun ke-t tertentu yang telah dipotimasi

) ; (taij 0aij

I = kandungan informasi (information content), ukuran adanya perbedaan struktur koefisien teknis antara tabel I-O pada tahun dasar dengan tabel I-O pada tahun ke t yang diduga

QBij = pendugaan atas elemen baris ke-i kolom ke-j dari matriks

koefisien teknis tabel I-O yang sudah ada untuk tahun ke-t tertentu

=

+

+

n i j j ij

M

VB

Q

1

=

+

n j i ij

F

Q

1

=

=

+

n j j

FM

TotM

M

1

=

=

+

n i i

FF

TotF

F

1

0

=

+

TotM

TotF

TotV

(12)

TWij = total output sektor ke-i tahun tertentu yang sudah diberi

pembobotan (kriteria)

Ti = total output sektor ke-i tahun tertentu hasil dari optimasi

TBi = pendugaan atas total output sektor ke-i pada tahun tertentu

FWi = total final demand sektor ke-i tahun tertentu yang sudah diberi

pembobotan (kriteria)

Fi = total final demand sektor ke-i tahun tertentu hasil dari optimasi

FBi = pendugaan atas total final demand sektor ke-i pada tahun

tertentu

MWj = total impor sektor ke-i tahun tertentu yang sudah diberi

pembobotan (kriteria)

Mj = total impor sektor ke-i tahun tertentu hasil dari optimasi

= pendugaan atas total impor sektor ke-i pada tahun tertentu

3.3.2 Analisis Input-Output Interregional

Beberapa model yang digunakan di dalam melakukan analisis terhadap suatu tabel I-O, yaitu: (a) koefisien input atau koefisien teknis, (b) keterkaitan langsung ke depan maupun ke belakang, (c) keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan maupun ke belakang, (d) angka pengganda atau multiplier, (e) daya penyebaran, serta (f) derajat kepekaan.

3.3.2.1 Koefisien Input

Analisis tabel-tabel dasar ini diperlukan dalam membuat analisis deskriptif. Tabel I-O Interregional updating Tahun 2005 pada dasarnya adalah tabel yang menyajikan informasi statistik yang menggambarkan besarnya nilai transaksi barang dan jasa antarsektor ekonomi di wilayah DKI Jakarta dan Bodetabek. Beberapa indikator atau variabel dapat dianalisis dalam tabel-tabel dasar, antara lain:

1 Peranan dan potensi wilayah menurut lokasinya.

2 Konsentrasi industri menurut wilayah yang rnemperlihatkan sebaran industri menurut ragam kegiatan lapangan usahanya.

3 Tingkat saling ketergantungan antarwilayah, baik yang mencakup sektor-sektor produksi, seperti penyediaan bahan baku maupun yang berkaitan dengan sektor-sektor pengguna, seperti penyediaan barang/jasa permintaan akhir (final demand).

(13)

Untuk keperluan analisis pada metode analisis metode I-O, parameter yang paling utama adalah koefisien input atau koefisien teknologi aij secara

matematis dinyatakan sebagai berikut:

j ij ij X X a = atau Xij = aij . Xj

aij = rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input j (xij)

terhadap total input sektor j (xj)

koefisien aij menyatakan keterkaitan langsung suatu sektor baik ke depan

maupun ke belakang terhadap sektor lainnya dalam suatu perekonomian wilayah (direct backward/forward linkage).

Dengan demikian, tabel I-O secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: a11x1 + a12x2 + ... a1jxj ... + a1nxn + F1 = X1 a21x1 + a22x2 + ... a2jxj ... + a2nxn + F2 = X2 : : : : : : ai1x1 + ai2x2 + ... aijxj ... + ainxn + Fi = Xi : : : : : : An1x1 + An2x2 + ... aijxn ... + Annxn + Fn = Xn Atau             =             +                         n i n i n i nn n n ij n n X X X X F F F F x x x x a a a a a a a a a a 2 1 2 1 2 1 2 1 2 22 21 1 12 11 L M M M L L A X F X

Dengan notasi matriks dapat dirumuskan sebagai berikut: AX + F = X

Matriks A merupakan matriks koefisien input hubungan langsung antar sektor, dengan demikian maka:

X – AX = F (1-A) X = F

X = (1-A)-1 F, matriks (I-A) dikenal dengan matriks Leontief, merupakan parameter penting di dalam analisis I-O. Invers matriks tersebut, matriks (I-A)-1 atau B adalah matriks yang menyatakan hubungan langsung dan tidak langsung antarsektor dalam suatu perekonomian wilayah (direct and indirect forward/ backward linkage). Karena X = (I-A)-1 F atau X = B F, dimana B merupakan elemen-elemen koefisien dalam invers matriks Leontief, maka peningkatan output produksi (X), merupakan akibat permintaan (F) terhadap sektor tersebut, besarnya output produksi sektor (i) ditentukan oleh besarnya koefisien B,

(14)

semakin besar koefisiennya maka semakin besar pula output pada sektor tersebut.

3.3.2.2 Keterkaitan langsung ke depan

Menunjukkan efek langsung dari perubahan output (tingkat produksi) suatu sektor terhadap total tingkat produksi sektor-sektor yang menggunakan output sektor tersebut. Untuk mengetahui besarnya keterkaitan langsung ke depan, dapat digunakan rumus sebagai berikut:

=

= n i n i ij i ij i a X X F i = 1, 2, 3, …, dst

Fi = keterkaitan langsung ke depan

Xij = banyaknya output sektor i yang digunakan oleh sektor j

xi = total output sektor i

aij = unsur matriks koefisien input atau koefisien teknis

3.3.2.3 Keterkaitan langsung ke belakang

Menunjukkan efek langsung dari perubahan output (tingkat produksi) suatu sektor terhadap total tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input sektor tersebut. Untuk mengetahui besarnya keterkaitan langsung ke belakang, dapat digunakan rumus sebagai berikut:

=

= n j n j ij i ij j a X X B i = 1, 2, 3, …, dst

Bj = keterkaitan langsung ke belakang

Xij = banyaknya output sektor i yang digunakan oleh sektor j

xj = total input sektor i

aij = unsur matriks koefisien input atau koefisien teknis

3.3.2.4 Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan

Menunjukkan efek langsung dan tidak langsung dari perubahan output (tingkat produksi) suatu sektor terhadap total tingkat produksi sektor-sektor yang menggunakan output sektor tersebut. Untuk mengetahui besarnya keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, dapat digunakan rumus sebagai berikut:

= n i ij i b FDIL i = 1, 2, 3, …, dst

(15)

bij = unsur kebalikan matriks Leontief

3.3.2.5 Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang

Menunjukkan efek langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor tertentu, pada peningkatan total output seluruh sektor perekonomian. Untuk mengetahui besarnya keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang, dapat digunakan rumus sebagai berikut:

= n j ij j b BDIL i = 1, 2, 3, …, dst

BDILi = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang

bij = unsur kebalikan matriks Leontief

3.3.2.6 Multiplier Output

Dampak peningkatan akhir (final demand) atas output sektor j terhadap peningkatan output secara keseluruhan di wilayah penelitian. Angka multiplier output: ij i i O j O j O b v v M = 1

Ov

i = rasio output dari sektor i terhadap total output sektor i untuk i=j, maka

maka Ovi = Ovj

bij = unsur kebalikan inverse matriks Leontief

3.3.2.7 Multiplier Pendapatan

Dampak peningkatan akhir (final demand) atas output sektor j terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah penelitian. Angka multiplier pendapatan:

ij i i I j I j I vb v M = 1

I

vi = rasio pendapatan rumah tangga dari sektor i terhadap total output

sektor i untuk i=j, maka Ivi = Ivj

bij = unsur kebalikan inverse matriks Leontief

3.3.2.8 Multiplier Nilai Tambah/PDRB

Dampak peningkatan akhir (final demand) atas output sektor j terhadap peningkatan nilai tambah/PDRB secara keseluruhan di wilayah penelitian. Angka multiplier nilai tambah/PDRB:

(16)

ij i i PDRB j PDRB j PDRB v b v M = 1

PDRBv

i = rasio nilai tambah/PDRB dari sektor i terhadap total output sektor i

untuk i=j, maka maka PDRBvi = PDRBvj

bij = unsur kebalikan inverse matriks Leontief

3.3.2.9 Multiplier Pajak

Dampak peningkatan akhir (final demand) atas output sektor j terhadap peningkatan pajak tak langsung netto secara keseluruhan di wilayah penelitian. Angka multiplier pajak:

ij i i T j T j T b v v M = 1

Tv

i = rasio pajak tak langsung dari sektor i terhadap total output sektor i

untuk i=j, maka maka Tvi = Tvj

bij = unsur kebalikan inverse matriks Leontief

3.3.2.10 Multiplier Impor

Dampak peningkatan akhir (final demand) atas output sektor j terhadap peningkatan impor secara keseluruhan di wilayah penelitian. Angka multiplier impor: ij i i M j M j M vb v M = 1

M

vi = rasio impor dari sektor i terhadap total output sektor i untuk i=j, maka

maka Mvi = Mvj

bij = unsur kebalikan inverse matriks Leontief

3.3.2.11 Daya Penyebaran

Dampak dari perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomidi suatu wilayah atau negara. Daya penyebaran merupakan ukuran untuk melihat keterkaitan ke belakang (backward linkages) sektor-sektor ekonomi suatu wilayah.

∑ ∑

      = i j ij i ij j b n b a 1

Aj = indeks daya penyebaran sektor j dan lebih dikenal sebagai daya penyebaran sektor j

(17)

Besaran aj = 1, maka daya penyebaran sektor j sama dengan rata-rata daya penyebaran seluruh sektor perekonomian, bila aj > 1 maka daya penyebaran sektor j berada di atas rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi, sebaliknya aj < 1 menunjukkan daya penyebaran sektor j lebih rendah dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.

3.3.2.12 Derajat Kepekaan

Derajat kepekaan menjelaskan pembentukan output di suatu sektor yang dipengaruhi oleh permintaan akhir masing-masing sektor perekonomian, maka ukuran ini untuk digunakan untuk melihat keterkaitan ke depan (forward linkages).

∑ ∑

      = i j ij j ij i b n b 1 β

ßi = indeks derajat kepekaan sektor i dan lebih dikenal sebagai derajat

kepekaan sektor j

Besaran ßi = 1, maka derajat kepekaan sektor i sama dengan rata-rata

derajat kepekaan seluruh sektor perekonomian, bila ßi > 1 maka derajat

kepekaan sektor i berada di atas rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor ekonomi, sebaliknya ßi < 1 menunjukkan derajat kepekaan sektor i lebih rendah

dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.

3.3.3 Analisis Migrasi

Untuk bahasan tentang migrasi, data yang dibutuhkan adalah data penduduk berdasarkan tempat tinggal 5 tahun lalu dan sekarang, migran berdasarkan provinsi tempat tinggal 5 tahun yang lalu dan kota tempat tinggal sekarang, migran berdasarkan alasan pindah ke DKI Jakarta, migran berdasarkan kelompok umur, migran berdasarkan tingkat pendidikan, serta migran berdasarkan status pekerjaan. Data penduduk berdasarkan tempat tinggal 5 tahun lalu dan sekarang terdiri dari seluruh wilayah Indonesia, untuk penduduk yang 5 tahun lalu bertempat tinggal di luar DKI Jakarta, dan sekarang tinggal di DKI Jakarta maka dapat dikatakan bahwa mereka adalah migran yang pindah ke DKI Jakarta. Sehingga dapat dilihat pula persentase migran yang pindah ke DKI Jakarta.

Alasan migran untuk pindah ke DKI Jakarta terdiri dari pekerja, mencari pekerjaan, pendidikan, perubahan status perekonomian, ikut suami/istri/ortu, ikut

(18)

saudara kandung, perumahan, keamanan, dan lainnya. Distribusi umur migran dikelompokkan menjadi 10-14 tahun, 15-19 tahun, 20-24 tahun, 25-29 tahun, 30-34 tahun, 35-39 tahun, 40-44 tahun, 45-49 tahun, 50-54 tahun, 55-59 tahun, 60-64 tahun, 65-69 tahun, 70-74 tahun, 75 tahun keatas. Migran berdasarkan pendidikan tinggi dikelompokkan menjadi tidak/belum pernah sekolah, tidak tamat SD, SD/MI/sederajat, SD/sederajat, SLTP/MTs/sederajat, SLTA/MA/ sederajat, SM Kejuruan, Diploma I/II, Diploma III/Sarjana Muda, Diploma IV/S1, S2, serta S3. Untuk distribusi migran menurut status pekerjaan terdiri dari berusaha sendiri, berusaha dibantu dengan buruh tidak tetap, berusaha dibantu dengan buruh tetap, buruh/karyawan, serta pekerja tak dibayar. Dari data tersebut diinterpretasikan secara deskripitif berdasarkan distribusinya. Sehingga dapat diketahui karakteristik migran yang dominan yang masuk ke DKI Jakarta.

Gambar

Gambar 3   Bagan alir penelitian
Tabel 3  Tujuan, data dan sumber data, teknik analisis, serta output analisis dari  penelitian
Gambar 4   Bagan alir updating Tabel Input Output Interregional

Referensi

Dokumen terkait

6. Mint ez a fenti táblázatból látható, Bulgáriában a magas gyerekszám jóformán nem befolyásolja a romák szegénnyé válásának esélyeit, és a sokgyerekes nem roma

Perusahaan dituntut untuk lebih meningkatkan strategi guna menghadapi persaingan yang ketat, ikatan merek yang kuat merupakan suatu pembeda terhadap konsumen Lux

Maksud penulisan ini adalah menentukan dimensi penampang sungai yang dapat menampung debit yang terjadi, dengan tujuan untuk mengurangi banjir yang terjadi di

Variasi massa dan konstanta pegas yang digunakan antara lain, untuk sistem pegas sebuah massa dihubungkan dengan dua buah pegas tersusun seri: nilai konstanta

Penelitian ini akan menganalisa prediksi curah hujan dengan cara menganalisa pola rentet waktu yang berubah - ubah dari data set curah hujan yang diambil dari Stasiun

Berdasarkan data BPS Kota Bogor, sektor kedua yang dominan dalam pembentukan PDRB Kota Bogor periode 2005-2009 adalah sektor industri pengolahan dengan laju 27,97 %. Pada

Hasil analisis regresi berganda terhadap hipotesis H2c yang menyatakan bahwa konflik pekerjaan-keluarga memoderasi hubungan antara normative commitment dengan kepuasan kerja

Rasio ini merupakan perhitungan dari modal sendiri (jumlah nilai akun di dalam equity dengan catatan SHU tidak termasuk dan untuk akun penyertaan dinilai hanya