• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEPSI PERBANKAN SYARI AH DALAM TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEPSI PERBANKAN SYARI AH DALAM TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEPSI PERBANKAN SYARI’AH DALAM TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI’AH

Oleh: Novi Arizatul Mufidoh

UIN Walisongo Semarang novy.ariezha@gmail.com

Dalam penerapannya, hukum Islam berupaya mengakomodir tujuan shahih yang berkembang di suatu masyarakat. Maqashid Syari'ah merupakan tujuan umum yang ingin diraih oleh syari’ah dan diwujudkan dalam kehidupan. Maqashid Syariah merupakan konsep penting dalam kajian hukum Islam. Salah satu contoh penerapannya adalah untuk mengetahui aplikasi maqashid syari’ah dalam berbagai bidang, salah satunya perbankan syari’ah.

Maqashid Syari’ah tidak lahir secara tiba-tiba, tetapi melewati fase-fase, yaitu: fase pra kodifikasi, dan fase kodifikasi. Dalam sistem ekonomi yang hendak dibangun, sistem ekonomi dikatakan sukses berjalan apabila bisa mensejahterakan masyarakatnya. Maka sistem ekonomi harus bisa mengupayakan untuk mencapai tujuan utamanya, yaitu social welfare. Lahirnya bank syariah ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan umat secara luas. Dengan mengacu pada tujuan utama ini, istilah Maqashid Syari’ah menjadi sandaran utama dalam setiap pengembangan operasional dan produk yang ada di bank syariah.

▸ Baca selengkapnya: hikmah tidak berperilaku riya dan sum'ah

(2)

1 Pendahuluan

Maqashid Syari'ah merupakan tujuan-tujuan umum yang ingin diraih oleh syari‟ah dan diwujudkan dalam kehidupan. Maqashid Syariah merupakan salah satu konsep penting dalam kajian hukum Islam. Karena pentingnya, para ahli teori hukum menjadikan maqashid syari'ah sebagai ilmu yang harus dipahami oleh mujtahid yang melakukan ijtihad. Adapun inti dari teori maqashid syari‟ah adalah untuk jalb almasahalih wa daf’u al-mafasid atau mewujudkan kebaikan sekaligus menghindarkan keburukan, menarik manfaat dan menolak madharat. Sehingga, istilah yang sepadan dengan inti dari maqashid syari’ah adalah maslahah (maslahat). Karena pada hakikatnya, hukum Islam selalu dibangun atas dasar mewujudkan maslahah. Sementara untuk menilai sebuah

maslahah pada suatu perbuatan hukum, kondisi riil harus selalu diperhatikan. Sehingga, teks-teks agama dengan perangkat metodologinya menjadi kebutuhan.1

Ibnu Qayyim menyatakan bahwa tujuan syari'at adalah kemaslahatan hamba di dunia dan akhirat. Syari'at semuanya adil, semuanya berisi rahmat, dan semuanya mengandung

1

Mahsun, “Rekonstruksi Pemikiran Hukum Islam Melalui Integrasi Metode Klasik dengan Metode Saintifik Modern”, Al-Ahk am, V.25 No. 1, 2015, h. 1.

(3)

2

hikmah. Setiap masalah yang menyimpang dari keadilan, rahmat, maslahat, dan hikmah pasti bukan ketentuan syari'at.

Di era modern ini, umat Islam dihadapkan pada perubahan-perubahan sosial yang telah menimbulkan sejumlah masalah serius berkaitan dengan hukum Islam. Di lain pihak, metode yang dikembangkan para mujtahid dalam menjawab permasalahan tersebut terlihat belum memuaskan. Dalam penelitian mengenai pembaruan hukum di dunia Islam, disimpulkan bahwa metode yang umumnya dikembangkan oleh mujtahid menangani isu-isu hukum masih bertumpu pada pendekatan yang terpilah- pilah.

Pengertian Maqashid al-Syari’ah

Secara Etimologi Maqasid al Syari’ah terdiri atas dua suku kata, yaitu Maqaasid (دصاقم) dan al-Syari’ah. kata

Maqasid sendiri dari kata maqsad (دصقم) yang merupakan derivasi dari kata qasada-yaqsudu-maqsudun dengan beberapa makna berikut, yaitu sasaran, tujuan, hal yang diminati, atau tujuan akhir. Dalam Ilmu Syariat, Maqasid terbagi dalam beberapa makna yaitu, al garad (sasaran), al hadaf (tujuan), al matlub (hal yang diminati), ataupun al gayah (tujuan akhir) dari

(4)

3

hukum Islam.2 Sedangkan istilah al-Syariah secara Etimologi bermakna jalan menuju mata air. Menurut para Ahli Fiqh kemudian dikaitkan dengan hukum-hukum syariat yaitu hukum-hukum bagi hambanya yang ditetapkan oleh Allah Swt. melalui al-Quran ataupun al-Sunnah.

Maqasid al Syari’ah menurut para ahli sebagai berikut: a. Ahmad al Raysuni mendefinisikannya sebagai berikut:

Bahwasanya Maqasid al-Syari’ah itu adalah tujuantujuan yang ditetapkan Syariat untuk direalisasikan, demi kemaslahatan manusia”.

b. „Allal al-Fasi,: “Maqasid al Syari’ah adalah tujuan dari

Syari’at, dan rahasia-rahasia pada setiap hukum dari hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah Swt.”.

c. Nur al-Din al-Khadimi,: “Maqasid al-Syariah adalah makna-makna yang terpancar dalam hukum-hukum syariat, yang tersistem menurut tingkatan-tingkatannya, baik makna-makna itu berupa hikmah-hikmah partikular, nilai-nilai kemaslahatan universal, atau berupa sifat-sifat umum, semuanya itu mempunyai satu tujuan yaitu merealisasikan penghambaan manusia

2 Jaser „Audah, Al Maqasid Untuk Pemula, Jakarta: Suka Press, 2013, h. 6.

(5)

4

kepada Allah Swt. dan pencapaian maslahat bagi manusia di dunia dan akhirat”.

d. Ibnu „Ashur mendefinisikannya berikut,: “Maqasid al Syari’ah adalah makna-makna dan hikmah-hikmah yang dipancarkan syariat dalam setiap penetpan hukumnya.hal ini tidak hanya berlaku pada jenis hukum-hukum tertentu, termasuk dalam cakupan ini adalah segala sifat, tujuan umum, dan makna syariat yang terkandung pada aturan-aturan hukum, termasuk makna-makna hukum yang tidak diperlihatkan pada sejumlah hukum tetapi terkandung pada hukum-hukum yang lain”.3

e. Wahbah az-Zuhaili, mendefinisikan Maqasid Al Syariah

berikut; “Maqasid Al Syariah adalah nilai-nillai dan sasaran-sasaran syara’ yang tersirat dalam segenap atau sebagian terbesar dari hukum-hukumnya. Nilainilai dan saran-saran itu dipandang sebagai tujuan (maqasid) dan rahasia syariat, yang ditetapkan oleh syari’ dalam seiap ketentuan hukum”.4

3 Halil Thahir, Ijtihad Maqasidi, Yogyakarta: LKIS, 2015, h. 19. 4

Ahmad Sanusi dan Sohari, Ushul Fiqh, Jakarta: Rajawali Pers, 2015, h. 246.

(6)

5

Dari beberapa definisi di atas, dapat diketahui bahwa yang dimaksud Maqasid al-Syari’ah adalah segala pengetahuan tentang apa yang menjadi, tujuan, hakekat, maksud, hikmah dan rahasia persyariatan Hukum Islam yang ditetapkan oleh Allah Swt. kepada Manusia. Dalam kata lain, Maqasid al Syari’ah

adalah pengetahuan tentang makna-makna filosofi dan hikmah-hikmah dibalik ketetapan Hukum Islam baik al-Quran maupun Sunnah Nabi Muhammad Saw. 5

Objek Kajian

Objek kajian Maqasid al Syariah terbagi menjadi dua, yaitu objek kajian formal dan objek kajian Material. Objek Kajian Formal adalah cara meninjau, cara pandnag serta kaidah-kaidah yang digunakan untuk mengamati objek material. Sedangkan Objek Material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran pemikiran, dipelajari ataupun yang diselidiki. Berikut penjelasan lengkapnya;

a. Objek Formal kajian Maqasid al Syariah adalah metode atau cara yang digunakan untuk mengungkapkan nilainilai dalam maqasid. Kemudian, terbagi lagi menjadi dua yaitu, Metode Analisis Deduktif terhadap

5 Farida Ulvi Na‟imah, dkk., Pengantar Maqasid al-Syari’ah, Malang: Literasi Nusantara, 2019, h. 6.

(7)

6

sumber-sumber wahyu berupa al Quran dan sunnah Nabi Muhammad Saw. baik secara langsung sesuai dengan literatur yang ada ataupun yang terinterpretasi dari lafal larangan ataupun perintah. Kedua, Metode Analisis Induktif yaitu, menggali makna-makna yang terkandung dalam hukum-hukum partikular baik itu berupa tujuan pokok ataupun tujuan cabang.

b. Objek Materil kajian Maqasid al Syariah adalah nilainilai yang dikeluarkan dari objek formalnya. Objek Material ini dapat berupa hikmah-hikmah, rahasiarahasia ataupun maksud dan tujuan hukum yang yang ditetapkan Allah Swt dalam mensyi‟arkan hukum islam.6

Pembagian Maqashid al-Syari’ah

Maqasid al Syariah adalah makna-makna yang terkandung dalam hukum syari‟at yang memiliki tujuan penyerahan diri kepada Allah swt dan untuk penetapan maslahat bagi manusia di dunia dan di akhirat. Maqasid Al Syariah dapat diklasifikasikan dalam beberapa sudut pandang, berikut pembagiannya:

a. Maqasid al Syariah berdasakan sumber tujuannya

(8)

7

1. Maqasid al syari’ (Tujuan Tuhan)

Maqasid al-syari‟ adalah tujuan-tujuan Allah dalam menetapkan syariat bagi manusia. Para ulama sepakat bahwa tujuan adannya syari‟at adalah untuk mencapai kata maslahat baik dalam kebaikan maupun kesejahteraan.

2. Maqasid al Mukallaf (Tujuan Manusia)

Tujuan-tujuan yang dikehendaki oleh manusia yang terwujud dalam keyakinan, ucapan ataupun perbuatan. Segala perbuatan manusia adalah untuk mencapai tujuan masing masing dan perbuatan dapat bernilai baik, buruk ataupun ibadah juga tergantung dari tujuan dan niatnya. Hidup degan bahagia, tentram dan damai merupakan bentuk maslahat dari tujuan manusia. Tujuan manusia (maqasid al-Mukallaf) hendaknya selaras dengan tujuan Allah (maqasid al Syari’) karena cenderungnya tujuan manusia terjangkau oleh akalnya dan terperdaya oleh nafsu dan kepentingan sesaat, sedangkan tujuan Allah lebih bersifat universal.

Maslahat dunia dan akhirat menjadi tujuan syariat, begitupun menjadi tujuan manusia yang dibuktikan dengan upaya manusia untuk meraih kesejahteraan hidup. Kemaslahatan yang menjadi

(9)

8

tujuan syariat untuk manusia ini dibatasi oleh lima perkara, yaitu: agama (al-din), jiwa (al-nafs), akal

(alaql), keturunan (al-nasl), dan harta (al-mall). Setiap perkara yang mengandung kelima tersebut disebut dengan “maslahat” dan setiap perkara yang membuat

hilangnya kelima perkara tersebut disebut dengan “mafsadat”. Pada dasarnya, apabila manusia melakukan

setiap perkara sesuai dengan ketentuan syariat maka manusia akan berada pada lindunganNya dan tidak akan tercampur yang haq maupun yang bathil. Dengan demikian, ketika Hukum Syariat itu dijalankan maka hal tersebut akan membawa maslahat kepada manusia sebagaimana tujuan syariat (maqasid al syariah).

b. Maqasid al Syariah berdasarkan skala prioritas 1.Maqasid al-Daruriyyah

Maqasid al-daruriyyah adalah tujuan syariat yang harus ada, primer dan harud dipelihara dalam seiap ketetapan hukum demi mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia maupun di akhirat. Apabila Maqasid ini tidak dijalankan maka akan mengganggu kemaslahatan manusia dan terganggu keberlangsungan hidup manusia atau bisa dimaknai dengan suatu kebutuhan primer atau yang harus ada

(10)

9

serta ketiadaannya akan menghancurkan dan merusak kehidupan manusia secara total. Maqasid ini ditentukan oleh sumber-sumber syariat (al Quran dan Sunnah) serta hasil penelitian (istiqrar) kenyataan sosial dalam setiap tempat dan waktu.

Maqasid al Daruriyyah ini terwujud dalam pemeliharaan lima perkara yang selalu dan harus dipelihara syariat dalam setiap penetapan hukum. Maqasid ini sebagai prioritas utama yang harus diutamakan dan keberlangsungan hidup manusia dalam aspek agama dan hidup manusia tergantung dari maqasid ini. Adapun kelima perkara tersebut sering diisebt dengan daruriyat al khams, yaitu hifdz al-din

(pemeliharaan agama), hifdz al-nafs (pemeliharaan jiwa raga), hifdz al-aql (pemeliharaan akal), hifdz al-nasl

(pemeliharaan keturunan), hifdz al-mal (pemeliharaan harta).7

Berikut penjelasan lengkap mengenai kelima perkara dalam maqasid dharuriyyat adalah sebagai berikut:

1.Hifdz al-Din (pemeliharaan agama)

(11)

10

Islam menjaga hak dan kebebasan setiap manusia, begitupun dalam beragama. Setiap pemeluk agama memiliki hak atas agamanya dan tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan agamanya atau memaksa untuk mengikuti agamnya (QS. Al-Baqarah: 256). Hal tersebut dapat menjadi penegas bahwa sesungguhnya dalam urusan agama tidak ada pakasaan dan hal ini menjadi hak bagi pemeluk agama masing-masing.8 2.

Hifdz al-nafs (perlindungan terhadap jiwa raga) Hak yang paling dijunjung dan paling utama

dalam Islam adalah hak hidup karena jelas Allah menciptakan manusia sesuai denga fitrahnya, menjadikan susunan dalam tubuhnya seimbang dengan bentuk apa saja yang Allah kehendaki yang kemudian Allah memberikan karunia untuknya, memuliakan dan memilih manusia (QS. Al-Israa:70). Maka, tidak heran apabila Syariat memberi perintah agar manusia dijaga, dipelihara, dimuliakan dan tidak menghadapkannya kepada sesuatu yang memebuat kerusakan ataupun kehancuran.9

8

Ahmad al Mursi Husain Jauhar, Maqasid Syariah, Jakarta: Amzah, 2010, h. 2.

(12)

11

3.Hifdz al-aql (perlindungan terhadap akal)

Akal merupakan sumber cahaya, hikmah, hidayah dan seebagai media kebahagiaan bagi manusia baik di dunia maupun di akhirat. Dengan akal manusia menjadi berbeda dengan makhluk lainnya (QS. al- Isra‟:70).

Melalui akal, manusia mengerti mana yang baik dan benar, mengerti dan bisa mempelajari siapa Tuhan dan Nabinya.

Akal dinamakan

لقع (ikatan) karena dengan

akal, manusia dapat mengikat pemiliknya agar tidak melakukan sesuatu yang mungkar. Dinamakan demikian karena akal diibaratkan seperti ikatan unta, yaitu apabila unta lari tidak bisa karena ada tali yang mengikatnya begitupun dengan manusia, akal yang akan mengikat manusia untuk melakukan ataupun mencegah dari nafsu yang terkendali, karena itulah Nabi Muhammad Saw. berkata:

لطابلا و كحلا نيب هب قرفي بلقلا يف رون لقعلا

Artinya: “akal adalah cahaya dalam hati yang membedakan antara perkara yang haq dan perkara yang batil”.

(13)

12

Dari sinilah, manusia diperintahkan untuk menjaga dan mencegah akal dari sesuatu yang bisa merusaknya agar akal mampu merealisasikan semua kemaslahatan umum yang menjadi fondasi manusia. Menjaga akal dapat direalisasikan dalam bentuk penjagaan ketika akal itu sendiri ditempa oleh bencana atau ujian yang bisa melemahkannnya dan menjadi alat kerusakan di dalamnya.10

4.Hifdz al-nasl (perlindungan terhadap keturunan)

Hifdz al nasl adalah penjagaan syariat terhadap keturunan manusia melalui adanya aturan dianjurkannnya menikah, dilarangnya berzina dan mendekati zina, menetapkan aturan siapa saja yang tidak boleh dinikahi, menjelaskan bagaimana

pernikahan, syarat-syarat yang harus ditempuh dalam pernikahan dan menjaga anak cucu dari kemadharatan.

5.Hifdz al-mal (perlindungan terhadap harta benda) Harta merupakan kebutuhan inti dari manusia dan harta tidak akan pernah bisa lepas darinya (Qs. alKahfi:46).

(14)

13

Harta dicari guna untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selain itu untuk menunjang dalam beribadah dan menjaga eksistensi di kalangan masyarakat, namun semua harta ini harus memenuhi tiga kriteria yang ditentukan yaitu, harta didapatkan melalui cara halal, dipergunakan untuk sesuatu yang halal juga wajib dikeluarkan untuk memenuhi hak Allah dan masyarakat sekitar ia hidup, setelah itu barulah ia bisa menikmati harta yang didapatkan sesuka hatinya akan tetapi tetap dianjurkan untuk tidak boros karena keborosan akan membawa akibat sebaliknya yaitu kesakitan dalam tubuh.

Islam menjelaskan bahwa harta adalah titipan Allah kepada alam sebagai anugrah yang diawasi dan ditundukkanNya utuk manusia. Realita yang ada dengan harta orang bisa dengan mudah meraih jabatan dan jalan bisa disatukan. Harta sebagaimana yang didefinisikan oleh orang adalah segala sesuatu yang dapat diberikan dan dicegah atau dihalangi.

Rasulullah Saw. memberitahukan bahwa harta mereka adalah kebutuhan mereka, adapun selain itu harta tersebut adalah milik warisnya. Apabila harta yang dipergunakan lebih dari kebutuhannya maka termasuk

(15)

14

mencintai harta orang lain karena telah melebihi kadar kebutuhannya.11

2.Maqashid Hajiyyah

Maqasid Hajiyyah adalah maqasid yang dibutuhkan untuk mempermudah kehidupan dan menghilangkan kesulitan manusia yang implikasinya tidak membahayakkan ataupun merusak kehidupan manusia, atau bisa dikatakan sebagai kebutuhan sekunder.

Maqasid Hajiyyah atau kebutuhan sekunder ini berguna untuk mempermudah dalam mencapai kebutuhan primer atau daruriyyah. Apabila

hajiyyah tidak terpenuhi maka akan mengalami kesulitan walaupun tidak merusak kehidupan manusia dan maqasid hajiyyah ini menempati posisi kedua setelah Maqasid Daruriyyah.

3.Maqasid tahsiniyyah

Maqasid Tahsiniyyah adalah maqasid untuk sebuah kebaikan ataupun kemuliaan. Maqasid ini sebagai bentuk pelengkap dan sebagai tuntutan muru‟ah (etika/moral) dan bisa mendatangkan kemaslahatan

(16)

15

untuk sekarang maupun yang akan datang. Maqasid ini disebut juga sebagai pelengkap dari adanya Maqasid Daruriyyah dan hajiyyah adapun tujuan maqasid ini agar manusia dalam posisi nyaman serta indah dengan nilai-nilai moral dan etika. Adapun Maqasid Tahsiniyyah ini terwujud dalam aspek ibadah, muamalah, dan adat kebiasaan seperti, menutup aurat, bersuci, etika dalam makan dan minum.

Apabila kebutuhan tahsiniyyah ini atau disebut pula dengan kebutuhan tersier ini tidak terpenuhi maka tidak akan menyebabkan kehancuran pada kebutuhan manusia ataupun mempersulit kehidupan akan tetapi yang terjadi adalah akan mengurangi sisi keindahan, sehingga Maqasid Tahsiniyyah ini menemati prioritas terakhir dalam kehidupan manusia.12

b. Maqasid berdasrkan ruang lingkupnya

Maqasid Syariah berdasarkan ruang lingkupnya terbagi menjadi tiga macam, berikut penjelasannya: 1. Maqasid al Ammah (tujuan umum)

Maqasid al ammmah adalah tujuan adanya syariat tidak terbatas pada jenis hkum syariat tertentu,

(17)

16

dalam artian bahwa maqasid ini adalah yang berkaitan dengan sifat-sifat atau karakteristik dan tujuan-tujuan hukum syariat secara umum. 2. Maqasid al Khassah

(tujuan khusus)

Maqasid al khassah adalah tujuan syariat yang dikhususkan pada bab-bab atau bagian-bagian tertentu dari ketetapan-ketetapan hukum Islam. Ibnu Ashur menyebutkan bentuk-bentuk Maqasid al Khassah yaitu, tujuan khusus pada bidang hukum keluarga, bidang hukum pidana, bidang hukum perdata transaksi, bidang hukum ketanagakerjaan, bidan hukumperadilan dan kesaksian, serta bidang hukum perdata tabarru’ (perlimpahan harta non kompensasi).

3. Maqasid al Juz’iyyah (tujuan parsial)

Maqasid al Juz’iyyah adalah tujuan-tujuan syariat pada masing-masing hukum islam partikular. Maqasid ini cenderung kepada hukum taklifi yaitu hukum, wajib, mubah, sunnah, makruh dan harram, serta hukum wad’i yaitu hukum syarat dan mani‟. Jelasnya, maqasid ini menerangkan maksud dari adanya suatu nas atau hukum-hukum tertentu, seperti, maksud mengungkapkan kebenaran dalam mensyaratkan jumlah bersaksi atau maksud dalam meringankan kesulitan

(18)

17

dalam membeolehkan orang yang sakit untuk tidak berpuasa.

c. Maqasid Syariah berdasarkan sifatnya 1.Maqasid al qat’iyyah

Maqasid al Qat’iyyah adalah maqasid yang ditetapan kemaslahatannya dengan didukung oleh nas ataupun dalil-dalil syariat. Maqasid ini berdasarkan dalil yang sudah tidak dapat ditakwili dan secara ekspilisi sudah terdapat di nas (al Quran dan Sunnah).

2.Maqasid al Zanniyyah

Maqasid al zanniyyah adalah maqasid yang diputuskan melalui akal atau maqasid yang tujuan syariatnya tidak terlihat secara eksplisit di nas akan tetapi terdapat tanda-tanda untuk mengetahui maksud dan tujuan tersebut.

3.Maqasid Wahmiyyah

Maqasid Wahmiyyah adalah maqasid yang diduga mentangkan maslahat namun pada akhirnya tetap mendatangkan mafsadat atau kemudharatan. Maqasid ini disebut juga maqasid al mulghoh, yaitu kemaslahatan yang ditolak oleh syariat. Maqasid ini dimkanai sebgai tujuan syariat yang tidak ada dalamnas maupun tanda-tanda yang

(19)

18

mnyertainya, dan maksud tersebut akan diketahui setelah dilakukan istiqra’.13

Contoh Aplikasi Maqashid al-Syari’ahDalam Bidang Perbankan Syari’ah

Bank Syariah dikembangkan sebagai solusi atas ketidakmampuan sistem ekonomi yang sedang berjalan selama ini dalam menghadapi permasalahan ekonomi yang semakin banyak dan komplek. Praktik dan prinsip kerja syariah tentunya dilandasi oleh nilai- nilai Islam yang terkandung di dalam nash.

Hal ini akan terlihat sarat nilai, namun segala nilai Islam sesungguhnya bersifat positif sekaligus normatif dalam praktik pada kehidupan nyata. Dalam perspektif sistem perbankan ruang lingkup perbankan syariah bersifat universal yaitu meliputi kegiatan usaha komersial (commercial banking) dan investasi (investment banking).14

Pada awal berdirinya, bank syariah ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan umat secara luas dunia dan akhirat. Dengan mengacu pada tujuan utama ini, istilah Maqashid

13 Farida Ulvi Na‟imah, Pengantar Maqasid al Syariah…, h.79. 14

Sandy Rizki Febriana, “Aplikasi Maqashid Syariah dalam Bidang Perbankan Syari‟ah”, Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syari’ah, V.1 No. 2, 2017, h. 241.

(20)

19

Syari’ah menjadi sandaran utama dalam setiap pengembangan operasional dan produk-produk yang ada di bank syariah. Oleh karena itu, semua pihak yang bekerja dalam bidang perbankan syariah harus bisa memahami betul apa dan bagaimana praktik dari prinsip maqashid syariah. Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa maqashid syariah (menuju syariah) dapat dicapai dengan terpenuhinya lima kebutuhan dasar manusia. Terdapat tiga tingkatan kebutuhan pada manusia, yaitu: dharruriyyat

(primer), hajjiyat (sekunder), dan tahsiniyyat (tersier).

Manusia tidak diwajibkan untuk memenuhi ketiga tingkatan kebutuhan, tetapi diwajibkan untuk dapat memenuhi dengan baik kebutuhan dasar atau yang disebut dengan kebutuhan dharruriyyat. Maksud memenuhi dengan baik di sini adalah bahwa dalam pemenuhannya harus diusahakan dengan cara-cara yang baik, benar, dan halal. Apabila manusia dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya tersebut, inilah yang dimaksud dengan maqashid syariah. Kebutuhan dasar manusia tersebut terbagi dalam lima hal, yaitu: pertama, menjaga agama (addin). Kedua, menjaga jiwa (an-nafs). Ketiga, menjaga akal pikiran (al-aql). Keempat, menjaga harta (al-maal). Kelima, menjaga keturunan (an- nasl).

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa maqashid syariah dapat dicapai dengan terpenuhinya kelima kebutuhan

(21)

20

dasar manusia tersebut. Begitu juga dalam sistem ekonomi yang hendak dibangun. Sistem ekonomi dikatakan sukses berjalan apabila bisa mensejahterakan masyarakatnya dan masyarakat dikatakan sejahtera apabila kebutuhan dasarnya tersebut terpenuhi. Jadi, sistem ekonomi beserta institusiinstitusinya harus bisa mengupayakan hal ini untuk mencapai tujuan utamanya, yaitu social welfare. Berbagai jenis pembiayaan yang ditawarkan oleh perbankan syariah sebenarnya sangat mendukung kegiatan ekonomi dan industri. Tujuan dan fungsi perbankan syariah adalah kemakmuran ekonomi yang meluas, keadilan sosial, ekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yang merata.

Final goal atau tujuan utama tersebut dapat diusahakan salah satunya dalam sistem perbankan. Dalam bank syariah misal Bank Muamalat Indonesia, berupaya untuk selalu memperbarui produknya dengan berlandaskan maqashid syariah. Produk- produk Bank Muamalat, antara lain: Pertama, pendanaan, meliputi deposito dan tabungan mudharabah dan giro wadiah. Kedua, penyaluran dana, meliputi segi konsumen (dalam hal KPR dan dana haji) dan pembiayaan mudharabah dan musyarakah (investasi dan modal kerja). Ketiga, jasa/layanan, meliputi internet banking dan transfer.

(22)

21

Berikut peninjauan produk-produk dan operasional di bank syariah pada umumnya dengan nilai-nilai maqashid syariah:

1. Menjaga agama. Hal ini diwujudkan dengan Bank Muamalat menggunakan al- Qur‟an, hadits, dan hukum Islam lainnya sebagai pedoman dalam menjalankan segala sistem operasional dan produknya. Dengan adanya Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Syariah Nasional, membuat keabsahan bank tersebut dalam nilai-nilai dan aturan Islam semakin terjamin dan Insya Allah dapat dipercaya oleh kalangan muslim dan non-muslim.

2. Menjaga jiwa. Hal ini terwujud dari akad-akad yang diterapkan dalam setiap transaksi di bank syariah. Secara psikologis dan sosiologis penggunaan akad-akad antar pihak menuntun manusia untuk saling menghargai dan menjaga amanah yang diberikan. Di sinilah nilai jiwanya. Selain itu, hal ini juga terwujud dari pihak

stakeholder dan stockholder bank syariah dimana dalam menghadapi nasabah dituntut untuk berperilaku, berpakaian, dan berkomunikasi secara sopan dan Islami. 3. Menjaga akal pikiran baik pihak nasabah dan pihak bank. Hal ini terwujud dari adanya tuntutan bahwa pihak bank harus selalu mengungkapkan secara detail

(23)

22

mengenai sistem produknya dan dilarang untuk menutup-nutupi barang sedikit pun. Di sini terlihat bahwa nasabah diajak untuk berpikir bersama ketika melakukan transaksi di bank tersebut tanpa ada yang dizalimi oleh pihak bank. Bank syariah ikut mencerdaskan nasabah dengan adanya edukasi di setiap produk bank kepada nasabah.

4. Menjaga harta. Hal ini terwujud jelas dalam setiap produk-produk yang dikeluarkan oleh bank dimana bank berupaya untuk menjaga dan mengalokasikan dana nasabah dengan baik dan halal serta diperbolehkan untuk mengambil profit yang wajar. Selain itu, terlihat juga dari adanya penerapan sistem zakat yang bertujuan untuk membersihkan harta nasabah secara transparan dan bersama- sama.

5. Menjaga keturunan. Hal ini terwujud dengan terjaganya empat hal di atas, maka dana nasabah yang Insya Allah dijamin halal akan berdampak baik bagi keluarga dan keturunan yang dinafkahi dari dana tabungan maupun usahanya tersebut.

(24)

23 Kesimpulan

Maqashid Syariah berarti tujuan yang ditetapkan syari‟at untuk kemaslahatan manusia. Secara singkat, maqashid syari’ah ialah tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari suatu penetapan hukum. Demikian pentingnya maqashid syari’ah, karena nash-nash syari'ah itu tidak dapat dipahami secara benar kecuali oleh seseorang yang mengetahui tujuan hukum.

Lahirnya bank syariah ditujukan untuk mencapai dan mewujudkan kesejahteraan umat secara luas dunia dan akhirat. Dengan mengacu pada tujuan utama ini, istilah Maqashid Syari’ah menjadi sandaran utama dalam setiap pengembangan operasional dan produk- produk yang ada di bank syariah. Oleh karena itu, semua pihak yang bekerja dalam bidang perbankan syariah harus bisa memahami betul apa dan bagaimana praktik dari prinsip maqashid syariah.

(25)

24

Daftar Pustaka

„Audah, Jaser. Al Maqasid Untuk Pemula, Jakarta: Suka Press, 2013.

Febriana, Sandy Rizki. “Aplikasi Maqashid Syariah dalam Bidang Perbankan Syari‟ah”, Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syari’ah, V.1 No. 2, 2017.

Jauhar, Ahmad al Mursi Husain. Maqasid Syariah, Jakarta: Amzah, 2010.

Mahsun, “Rekonstruksi Pemikiran Hukum Islam Melalui Integrasi Metode Klasik dengan Metode Saintifik Modern”, Al-Ahlam, V.25 No. 1, 2015.

Na‟imah, Farida Ulvi, dkk., Pengantar Maqasid al-Syari’ah,

Malang: Literasi Nusantara, 2019.

Sanusi, Ahmad dan Sohari. Ushul Fiqh, Jakarta: Rajawali Pers, 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan tujuan kemaslahatan umum dalam maqashid al-syari‟ah, perbuatan merusak lingkungan yang dalam hal ini melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar

Bahwa ia terdakwa EDIANTO SIMATUPANG baik bertindak untuk dirinya sendiri maupun secara bersama-sama dengan saksi FOBASO ZEBUA, dan saksi TONANG ARITONANG (keduanya dalam

Penulis juga menambahkan variabel Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia serta Jepang, Amerika dan Eropa yang menjadi mitra dagang utama Indonesia sebagai

Secara garis besar, dalam kasus ini Irlandia merupakan actor rasional, karena semua keputusan yang merupakan bagian dari kebijakan dalam negeri untuk tujuan

Hasil penelitian didapatkan bahwa kebijakan tax amnesty tidak memberikan dampak terhadap kepatuhan pendaftaran berdasarkan rendahnya pemanfaatan kebijakan tax amnesty dan

dipelihara dengan baik, maka akan terjadi kesusahan dan keresahan secara global terhadap para mukallaf, akan tetapi kesulitan dan keresahan itu tidak sampai kepada

Artinya: “Aku diperintahkan memutuskan hukum berdasarkan fakta-fakta yang tampak, sedangkan Allah yang mengetahui segala rahasia”. Alasan Indonesia menolak LGBT adalah

Dalam rangka me- wujudkan kemashlahatan di dunia dan akhirat, berdasarkan penelitian para ahli ushul fiqh, ada lima unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan,