• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA MUTASI GEN CYP21 DAN PROFIL KLINIS ANAK DENGAN HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL TESIS. Ludi Dhyani Rahmartani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA MUTASI GEN CYP21 DAN PROFIL KLINIS ANAK DENGAN HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL TESIS. Ludi Dhyani Rahmartani"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

MUTASI GEN CYP21 DAN PROFIL KLINIS ANAK DENGAN

HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL

TESIS

Ludi Dhyani Rahmartani

1006767595

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ILMU KESEHATAN ANAK

JAKARTA

JANUARI 2015

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

MUTASI GEN CYP21 DAN PROFIL KLINIS ANAK DENGAN

HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Dokter Spesialis Anak

Ludi Dhyani Rahmartani

1006767595

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ILMU KESEHATAN ANAK

JAKARTA

JANUARI 2015

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Ludi Dhyani Rahmartani

NPM : 1006767595

Tanda Tangan : ………

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : Ludi Dhyani Rahmartani

NPM : 1006767595

Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak

Judul Tesis : Mutasi Gen CYP21 dan Profil Klinis Anak dengan

Hiperplasia Adrenal Kongenital

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Anak pada Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Prof. Dr. dr. Jose R.L. Batubara, SpA(K) (...)

Pembimbing : Dr. dr. RA Setyo Handryastuti, SpA(K) (...)

Penguji : Dr. dr. Najib Advani, SpA(K) MMed Paed (...)

Penguji : Dr. dr. Hartono Gunardi, SpA(K) (...)

Penguji : dr. Risma K Kaban, SpA(K) (...)

Ditetapkan di : Universitas Indonesia, Jakarta

(5)
(6)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ludi Dhyani Rahmartani

NPM : 1006767595

Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Anak

Departemen : Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas : Kedokteran

Jenis karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive

Royalty-Free Right) atas karya ilmiah sayang yang berjudul:

Mutasi Gen CYP21 dan Profil Klinis Anak dengan Hiperplasia Adrenal Kongenital

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam pentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penilis/pencipta dan pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Jakarta Pada tanggal 21 Januari 2015

Yang menyatakan

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan hidayahNya, saya dapat menyelesaikan tesis ini untuk mendapatkan gelar dokter spesialis anak. Saya sangat menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, saya tidak mampu untuk melalui suka dan duka selama saya menjalani masa pendidikan hingga saat ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1) Prof. Dr. dr. Jose R. L. Batubara, SpA(K) selaku pembimbing materi saya, dan Dr. dr. RA Setyo Handryastuti, SpA(K) selaku pembimbing metodologi saya. Keduanya dengan sabar telah meluangkan waktu, pikiran dan perhatiannya untuk senantiasa mendukung dan membimbing saya sejak penulisan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan tesis ini.

2) Tim penguji tesis saya yang sangat baik, sabar dan penuh perhatian serta mau meluangkan waktu untuk menguji, memberikan saran dan kritik untuk makalah saya, Dr. dr. Najib Advani, SpA(K) MMed Paed, Dr. dr. Hartono Gunardi, SpA(K), dan dr. Risma Kerina Kaban, SpA(K).

3) Lamtorogung Prayitno (alm), atas segala waktu, tenaga dan pikirannya dalam membantu mengerjakan analisis mutasi genetik ini hingga akhir hayatnya. 4) dr. Bambang Tri AAP, SpA(K) MM(Paed), selaku Ketua Program Studi

PPDS IKA FKUI, dan dr. Nastiti Kaswandani, SpA(K) selaku Sekretaris Program Studi PPDS IKA FKUI, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan perhatiannya kepada saya selama masa pendidikan ini hingga mengijinkan saya untuk mengajukan tesis ini.

5) Dr. dr. Aryono Hendarto, SpA(K) selaku Ketua Departemen IKA FKUI RSCM saat ini, dan kepada Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, SpA(K) selaku Ketua Departemen IKA FKUI RSCM yang sebelumnya, yang telah memberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan ilmu yang bermanfaat selama program pendidikan ini.

(8)

6) Kepada Dr. dr. Pustika Amalia Wahidiyat, SpA(K) yang tak henti-hentinya memberikan saya semangat untuk meyelesaikan tesis ini dan dr. Hikari A Sjakti, SpA(K) yang telah banyak membimbing saya selama pendidikan ini. 7) Para guru saya, staf pengajar maupun non pengajar, perawat dan pasien yang

tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, yang telah banyak memberikan saya pendidikan, perhatian, kasih sayang dan pengalaman berharga selama saya menempuh pendidikan ini.

8) Seluruh teman sejawat PPDS IKA, khususnya yang telah banyak membantu saya dalam mengerjakan tugas akhir saya ini, Felix, Ivan, dan Maudy. Para sahabat seperjuangan yang selama 4,5 tahun ini berbagi suka duka dalam menjalani pendidikan ini (Nathanne, Felix, Dina, Windhi, Anggi, mba Ramadianty, mba Idha, mba Yessy, mba Arie, mba Irlisnia, mba Nanda), juga Boe dan adik-adik angkatku, mba Nadia, mba Nathalia, Indira, Arin, Farid, Dony, Harman, Kemal, Apit, Harsha, Jerry, Hisar, Ario, Nikko, Pram, Ismail, Ai, Jefri, Yudi, Subhan, Toman, Barri dan seluruh teman-teman yang selalu membantu menceriakan hari-hari saya, yang mohon maaf tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

9) Keluarga saya yang sangat saya banggakan dan cintai, terutama orangtua saya yang hingga saat ini telah membesarkan, merawat, melindungi, mendidik dengan penuh cinta kasih dan selalu memberikan dukungan apapun dan kapanpun, bapakku Martani Huseini dan ibuku Ake Endang Murni, serta adik-adikku yang sangat saya sayangi, Lhuri, Maruto, Lusi dan Taufik.

10) Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pendidikan saya hingga akhir penelitian dan penyusunan tesis ini.

Akhir kata, saya berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka. Semoga tesis ini dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan dan pelayanan masyarakat Indonesia.

“Do right. Do your best. Show people that you care. Treat others as you want to be treated”

Wasalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh Jakarta, 21 Januari 2015 Penulis

(9)

ABSTRAK

Nama : Ludi Dhyani Rahmartani

Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak

Judul Tesis : Mutasi Gen CYP21 dan Profil Klinis Anak dengan

Hiperplasia Adrenal Kongenital

Latar belakang. Hiperplasia adrenal kongenital (HAK) adalah suatu kelainan

genetik yang bersifat autosomal resesif. Lebih dari 90% kasus terjadi akibat defisiensi enzim 21-hidroksilase (21-OHD) yang disebabkan oleh mutasi gen CYP21.

Tujuan. Mengetahui profil mutasi CYP21 terhadap profil klinis anak dengan

HAK di Indonesia.

Metode. Studi deskriptif retrospektif dilakukan selama Oktober-Desember 2014.

Subjek adalah anak HAK yang terdaftar di Klinik Endokrinologi Anak RSCM dan pernah dilakukan pemeriksaan mutasi gen CYP21. Data diambil dari anamnesis terhadap orangtua, rekam medis dan register HAK tahun 2009-2014.

Hasil penelitian. Didapatkan total subjek sebesar 45 subjek (37 perempuan, 8

lelaki) dengan profil klinis tipe salt wasting (SW) 33 subjek, simple virilizing (SV) 10 subjek, dan non-classic (NC) 2 subjek. Median usia saat terdiagnosis pada tipe SW usia 1 bulan (0-3 bulan), tipe SV usia 3 tahun (2-6 tahun), tipe NC usia 5 tahun. Keluhan utama terbanyak adalah genitalia ambigus (60%). Subjek perempuan mengalami kesalahan penentuan jenis kelamin saat lahir (32,4%) dan memiliki perilaku maskulin (24,3%). Tiga jenis mutasi ditemukan pada dua subjek, dua jenis mutasi ditemukan pada 19 subjek, mutasi R356W saja dialami oleh 9 pasien, dan mutasi I172N saja ditemukan pada 15 pasien. Mutasi I172N ditemukan pada 80% alel, R356W pada 66,7% alel, dan delesi/LGC pada 4,4% alel. Tipe SW yang mengalami mutasi delesi/LGC dan atau R356W sebesar 63,6%.

Simpulan. Manifestasi klinis terbanyak pada penelitian ini adalah tipe SW

dengan mutasi R356W dan atau delesi/LGC. Pemeriksaan mutasi gen CYP21 bermanfaat untuk konseling genetik, diagnosis prenatal dan tata laksana pada keluarga yang memiliki risiko HAK.

Kata kunci: hiperplasia adrenal kongenital, defisiensi 21-hidroksilase, mutasi

(10)

ABSTRACT

Name : Ludi Dhyani Rahmartani

Study Program : Pediatric Residency

Title : CYP21 Mutation and Clinical Manifestation of

Children with Congenital Adrenal Hyperplasia

Background. Congenital adrenal hyperplasia (CAH) is an autosomal recessive

genetic disorder. More than 90% of cases are due to 21-hydroxylase deficiency which caused by CYP21 mutation.

Objective. Study the characteristic of CYP21 mutation and clinical manifestation

in children with CAH in Indonesia.

Method. A descriptive retrospective study was performed during

October-December 2014. Subjects were CAH children who were admitted to Pediatric Endocrinology Cipto Mangunkusumo hospital and tested for CYP21 gene mutation. Data were taken based on parents’ interview, medical records and CAH registry during 2009-2014.

Results. A total of 45 subjects (37 girls, 8 boys) participated, with clinical profile

of salt wasting (SW) type found in 33 subjects, simple virilizing (SV) in 10 subjects, and non-classical (NC) type in two subjects. Median age of diagnosis in SW type is 1 month old (0-3 month), SV type is 3 years old (2-6 years), NC type is 5 years old. Ambigous genitalia was the major chief complaint (60%). Girls experienced gender reassessment (32,4%) and show masculine behavior (24,3%). Three types of mutations were found in two patients, two types of mutations (R356W and I172N) in 19 patients, only R356W mutation in 9 patients, and only I172N mutation in 15 patients. I172N mutation was found in 80% alleles, followed by R356W in 66,7% alleles, and deletion/LGC in 4,4% alleles. In the SW form, 63,6% subjects had deletion and/or R356W mutation.

Conclusion. The most common clinical manifestation in this study is SW type

with deletion/LGC and or R356W mutation. CYP21 mutation analysis may provide important information for genetic counseling, prenatal diagnosis and management of families at risk for CAH.

Keywords: congenital adrenal hyperplasia, 21-hidroxylase deficiency, CYP21

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... i ii iii iv vi vii viii x xii xiii xiv xv I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 1.3.1. Tujuan Umum... 1.3.2. Tujuan Khusus... ... 2 2 2 1.4 Manfaat Penelitian... 1.4.1. Manfaat dalam Bidang Akademi... 1.4.2. Manfaat dalam Bidang Pelayanan... 1.4.3. Manfaat dalam Bidang Pengembangan Penelitian... 3 3 3 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1 Hiperplasia Adrenal Kongenital... 4

2.1.1 Definisi dan Insidens... 4

2.1.2 Patofisiologi... 5

2.1.3 Diagnosis dan Manifestasi Klinis... 6

2.1.4 Tata Laksana... 10

2.2 Mutasi Gen CYP21 pada Kasus HAK... 2.2.1. Deteksi Mutasi Gen CYP21... 2.2.2. Hubungan Genotip dan Fenotip HAK... 11 11 14 III. KERANGKA KONSEP... 17

IV. METODOLOGI PENELITIAN... 18

4.1 Desain Penelitian... 18 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian...

4.2.1. Tempat Penelitian... 4.2.2. Waktu Penelitian...

18 18 18

(12)

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian..., 4.3.1. Populasi Target... 4.3.2. Populasi Terjangkau... 18 18 18

4.4 Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian... 19

4.4.1 Kriteria Inklusi... 19

4.4.2 Kriteria Eksklusi... 19

4.5 Estimasi Besar Sampel... 19

4.6 Cara Pemilihan Sampel... 20

4.7 Prosedur Penelitian... 20

4.8 Alur Penelitian... 21

4.9 Manajemen dan Analisis Data... 21

4.10 Definisi Operasional... 21

4.11 Etik Penelitian... 24

V. HASIL PENELITIAN... 25

5.1 Alur Subjek Penelitian... 25

5.2 Karakteristik Klinis dan Demografi Subjek Penelitian... 26

5.3 Karakteristik Klinis Subjek Perempuan... 28

5.4 Karakteristik Mutasi Gen CYP21... 30

VI. PEMBAHASAN... 34

6.1 Keterbatasan Penelitian... 34

6.2 Karakteristik Subjek Penelitian... 35

6.3 Karakteristik Klinis Subjek Perempuan... 38

6.4 Karakteristik Mutasi Gen CYP21... 39

VII. SIMPULAN DAN SARAN... 42

DAFTAR PUSTAKA... 44 28 LAMPIRAN... 49

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Gambaran klinis dan hormonal pasien HAK 21-OHD... 9

Tabel 5.1 Karakteristik klinis dan demografi subjek penelitian... 27

Tabel 5.2. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan tipe HAK... 28

Tabel 5.3. Karakteristik klinis subjek perempuan berdasarkan tipe HAK... 29

Tabel 5.4. Karakteristik mutasi subjek penelitian dan tipe HAK... 32

Tabel 5.5 Mutasi kombinasi dan subjek berdasarkan tipe HAK... 33

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Biosintesis steroid adrenal... 4

Gambar 2.2. Perbandingan regulasi sekresi hormon kortisol dan androgen... 6

Gambar 2.3. Derajar virilisasi sesuai stadium Prader... 7

Gambar 2.4. Lokasi gen CYP21 pada kromosom 6 (6p21.3)... 12

Gambar 2.5. Mutasi gen CYP21 pada region kromosom 6p21.3... 13

Gambar 2.6. Hubungan geotip-fenotip pada HAK 21-OHD... 15

Gambar 5.1 Alur subjek penelitian... 25

Gambar 5.2. Jumlah mutasi CYP21 yang dialami subjek penelitian... 31

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Keterangan lolos kaji etik penelitian... 2 28 49

(16)

DAFTAR SINGKATAN

17-OHP 17-hidroksiprogesteron

21-OH 21-hidroksilase

ACTH adrenocorticotropic hormone

C4 komponen protein keempat

CRH corticotropin-relasing hormone

CYP21 sitokrom P450c21

CYP21P pseudogen sitokrom P450c21

FKUI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

HAK hiperplasia adrenal kongenital

IDAI Ikatan Dokter Anak Indonesia

IKA Ilmu Kesehatan Anak

KAHAKI komunitas keluarga hiperplasia adrenal kongenital Indonesia

LGC large gene conversion

N/A not available

NK non-klasik

PCR polymerase chain reaction

PR pathogenesis-related protein

RSCM rumah sakit Cipto Mangunkusumo

SNP single nucleotide polymorphism

SV simple virilizing

SW salt wasting

TNX tenascin X

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hiperplasia adrenal kongenital (HAK) atau congenital adrenal hyperplasia (CAH) adalah suatu kelainan genetik yang bersifat autosomal resesif, dengan insidens kasus sebesar 1 : 10.000 - 20.000. Penyebab HAK adalah defisiensi salah satu enzim yang diperlukan dalam jalur biosintesis steroid pada korteks adrenal, dan lebih dari 90% kasus HAK disebabkan oleh defisiensi enzim 21-hidroksilase (21-OHD). Defek pada enzim ini menyebabkan berkurangnya kemampuan sintesis hormon kortisol dan aldosteron, serta meningkatnya produksi androgen secara berlebihan. Rendahnya kadar kortisol dapat menyebabkan anak dengan HAK dapat meninggal setelah lahir akibat krisis adrenal. Produksi androgen yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya virilisasi pada janin perempuan sehingga lahir dengan genitalia ambigus.1-6 Gambaran klinis HAK tergantung pada derajat defek enzimatik yang terjadi. Kelainan ini dapat diklasifikasikan menjadi tipe klasik (salt wasting dan

simple virilizing) dan non-klasik.1-3 Penegakan diagnosis dini pada pasien HAK sangat diperlukan untuk mencegah kematian akibat krisis adrenal, mendapatkan tata laksana jangka panjang yang adekuat, memiliki tumbuh kembang yang normal, dan mengurangi beban psikologis akibat kebingungan

gender.4,7

Seiring dengan perkembangan jaman, deteksi dini kasus HAK telah banyak dilakukan di berbagai negara di dunia. Deteksi ini meliputi uji saring neonatus dan pemeriksaan mutasi genetik. Sejumlah penelitian dari berbagai negara telah memperlihatkan adanya mutasi genetik CYP21 pada kasus HAK. Mutasi yang terjadi akan menentukan persentase aktifitas enzim tersebut dan memengaruhi manifestasi klinis pada HAK.8,9 Hingga saat ini terdapat sekitar 100 mutasi CYP21 yang dilaporkan, dan diantaranya berkaitan dengan fenotip HAK.9-11

(18)

Pada studi beberapa negara di Asia ditemukan beberapa mutasi yang paling sering terjadi, yakni mutasi delesi/large gene conversion (LGC), mutasi titik pada ekson 4 (1001 T>A) kodon 172 (I172N), mutasi missense pada ekson 8 (2110 C>T) kodon 256 (R356W), dan mutasi splicing pada intron 2 (I2

splice).12-14 Profil mutasi gen CYP21 terhadap klinis pada anak dengan HAK di Indonesia belum diteliti secara luas karena memerlukan pemeriksaan khusus dengan biaya yang besar dan waktu yang lama.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana profil mutasi CYP21 pada anak dengan HAK di Indonesia? 2. Bagaimana profil klinis anak dengan HAK, terkait mutasi CYP21 di

Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui profil mutasi CYP21 terhadap profil klinis pada anak dengan HAK di Indonesia.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Memperoleh data karakteristik demografi anak HAK di Indonesia.

2. Mengetahui profil klinis (manifestasi awal, riwayat keluarga, derajat virilisasi, kesalahan penentuan jenis kelamin, dan perilaku terkait gender) anak dengan HAK tipe salt wasting, simple virilizing, dan non-klasik di Indonesia yang mengalami mutasi CYP21.

3. Mengetahui pola mutasi gen CYP21 dan mengetahui adanya pengaruh jenis mutasi gen CYP21 tertentu (genotip) terhadap profil klinis HAK (fenotip) pada anak di Indonesia.

(19)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat dalam bidang akademis

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui dan mempelajari pola mutasi gen CYP21 yang sering terjadi pada kasus HAK di Indonesia serta mengetahui pengaruh mutasi tersebut pada manifestasi klinis HAK yang terjadi.

I.4.2. Manfaat dalam bidang pelayanan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada tenaga kesehatan dan masyarakat di Indonesia tentang pentingnya diagnosis molekular khususnya pemeriksaan mutasi CYP21 pada kasus HAK. Apabila pola mutasi CYP21 pada kasus HAK di Indonesia sudah diketahui dengan jelas, maka dapat dilakukan konseling genetik, sehingga diagnosis dan tata laksana dapat dilakukan sedini mungkin dan diharapkan angka insidens, morbiditas dan mortalitas HAK di Indonesia dapat diturunkan di kemudian hari.

I.4.3. Manfaat dalam bidang pengembangan penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk penelitian diagnostik molekular lebih lanjut pada kasus HAK.

(20)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hiperplasia Adrenal Kongenital 2.1.1. Definisi dan Insiden

Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK) atau congenital adrenal hyperplasia (CAH) adalah suatu kelainan metabolik bawaan yang bersifat autosomal resesif yang diakibatkan oleh defisiensi pada salah satu dari lima enzim yang diperlukan dalam jalur biosintesis steroid pada korteks adrenal yakni enzim 21-hidroksilase, 11-β-hidroksilase, 17-hidroksilasi, 3-β-hidroksilasi dan 18-hidroksilase. Namun, lebih dari 90% kasus HAK disebabkan oleh defisiensi enzim 21-hidroksilase (21-OHD).1-5 Defek ini akan menyebabkan berkurangnya kemampuan sintesis hormon kortisol dan aldosteron, serta peningkatan produksi androgen secara berlebihan

(Gambar 2.1).3

Gambar 2.1 Biosintesis steroid adrenal.

(21)

Angka kejadian HAK berkisar antara 1 : 10.000 - 20.000 kelahiran hidup. HAK dapat terjadi pada semua ras, dan perbandingan kejadian pada anak lelaki dan perempuan sama besar. Hingga saat ini data mengenai prevalens HAK di Indonesia belum ada.1-3 Pasien yang terdata di register HAK Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sejak tahun 2009 hingga 2014 adalah sebanyak 292 pasien, dan 85 pasien di antaranya pernah dikonsultasikan dan menjalani terapi di Klinik Rawat Jalan Endokrinologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA), Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

2.1.2. Patofisiologi

Kelenjar adrenal memiliki fungsi endokrin yang melibatkan 3 steroid penting di dalam adrenal, yaitu (1) kortisol (glukokortikoid) yang berfungsi menanggulangi keadaan stres emosi dan fisik serta mengontrol kadar gula darah, (2) aldosteron (mineralokortikoid) yang berfungsi dalam regulasi garam dalam tubuh, dan (3) androgen adrenal, yang berfungsi mengontrol tanda-tanda seks sekunder saat pubertas.3,15

Proses steroidogenesis atau pembentukan steroid adrenal diatur oleh hipofisis melalui sekresi hormon adrenocorticotropic hormone (ACTH). Sintesis kortisol di kelenjar adrenal melibatkan 5 enzim utama. Pada individu dengan HAK 21-OHD, terjadi defek pada enzim 21 hidroksilase, dan mengakibatkan terganggunya sintesis hormon kortisol di adrenal, sehingga menyebabkan tubuh kekurangan kortisol. Kadar kortisol dalam darah yang rendah akan mengaktifkan mekanisme umpan balik negatif ke hipotalamus dan hipofisis, menyebabkan terjadi peningkatan sekresi ACTH oleh hipofisis dan corticotropin-relasing hormone (CRH) oleh hipotalamus yang berlebihan.3 Proses ini akan menyebabkan hiperplasia kelenjar adrenal dan peningkatan stimulasi pembentukan steroid di adrenal sehingga terjadi penumpukan prekursor hormon seks, yakni androgen.3,4 Mekanisme ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. Hormon androgen (testosteron) yang berlebihan inilah yang mengakibatkan virilisasi pada janin perempuan saat di dalam kandungan, sehingga lahir dengan genitalia ambigu. Kadar androgen

(22)

yang tinggi dalam kandungan juga dapat mengganggu perkembangan karakteristik seksual anak perempuan dengan genotip 46,XX menjadi lebih maskulin. Individu dengan HAK memerlukan pengobatan hormon steroid sepanjang hidupnya. 3,15

Gambar 2.2. Perbandingan regulasi sekresi hormon kortisol dan androgen CRH= corticotropin-relasing hormone, ACTH= adrenocorticotropic hormone (telah diolah

kembali32)

Defisiensi enzim yang terjadi pada HAK juga menyebabkan gangguan sintesis aldosteron. Kadar aldosteron yang rendah mengakibatkan ion natrium tidak dapat diretensi dan terjadi sekresi natrium yang berlebihan oleh ginjal sehingga menyebabkan hiponatremia, hipovolemia, hiperkakalemia, hiperreninemia, dan hipotensi. Kondisi ini dikenal dengan krisis adrenal yang dapat menyebabkan kematian jika tidak terdiagnosa dan mendapat tata laksana yang adekuat.3,4

2.1.3. Diagnosis dan manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang timbul akibat kelebihan androgen menyebabkan bayi perempuan lahir dengan genitalia ambigus yang bervariasi. Kelainan ini dapat disertai dengan gambaran sinus urogenital, skrotalisasi dan labia mayora, fusi labia atau klitoromegali.3 Kondisi ambigus genitalia dapat diklasifikasikan berdasarkan derat virilisasi yang terjadi, dan diklasifikasikan menurut stadium

Hipotalamus

Normal HAK 21-OHD

Hipofisis Kortisol Kortisol Androgen Androgen Adrenal

(23)

Prader (Gambar 2.3). Pada stadium 1, terdapat hipertrofi klitoris (klitoromegali) tanpa disertai fusi labia. Stadium 2, terdapat klitoromegali dengan jarak sinus urogenitalis, vagina dan uretra berdekatan, disertai fusi labia posterior. Stadium 3, klitoromegali yang lebih berat, sinus urogenitalis dangkal, dan fusi labia yang hampir sempurna. Stadium 4, terdapat phallus dengan meatus urogenital kecil pada pangkal klitoris dan fusi labia sempurna. Stadium 5, fenotip genitalia lelaki normal tanpa adanya gonad yang dapat diraba.

Gambar 2.3. Derajat virilisasi sesuai stadium Prader(telah diolah kembali6)

Insufisiensi adrenal ditunjukkan dengan hiperpigmentasi kulit dan genitalia yang menandakan adanya peningkatan hormon ACTH. Tanda androgenisasi pada anak lelaki dan perempuan di antaranya terjadi pembesaran penis dan klitoris, munculnya jerawat, hirsutisme (pertumbuhan dini rambut pubis dan aksila), pertumbuhan cepat dan pubertas prekoks. Pubertas prekoks terjadi akibat paparan jangka panjang terhadap androgen kadar tinggi sehingga mengaktifkan aksis hipotalamus-hipofisis-gonad. Pertumbuhan somatik terjadi dengan cepat, usia tulang lebih dewasa sehingga penutupan epifisis terjadi lebih cepat.3,4

Fenotip HAK dibagi menjadi dua, yakni bentuk klasik dan non-klasik. Manifestasinya bergantung dengan derajat keparahan defek enzim 21-hidroksilase yang terjadi. HAK klasik merupakan bentuk yang berat dan muncul saat lahir atau pada minggu-minggu pertama setelah lahir. Virilisasi pada wanita tampak sejak lahir. HAK tipe klasik dibagi menjadi dua, yakni tipe salt losing/salt wasting

(24)

(SW) dan tipe virilisasi sederhana atau simple virilizing (SV). Pada tipe SW terjadi defisiensi total atau hampir total dari enzim 21-OH, ditemukan pada sekitar 70% tipe HAK klasik dan merupakan bentuk paling berat dari HAK klasik.1-4 Gejala salt wasting timbul akibat tidak adekuatnya sekresi kortisol dan aldosteron. Gejala ini meliputi menurunnya nafsu makan, muntah, letargi, gagal tumbuh, syok, hipoglikemia, hiponatremia, hiperkalemia dan asidosis. Semua gejala ini menunjukkan kegagalan fungsi korteks adrenal, dan dikenal sebagai krisis adrenal, biasanya timbul pada minggu kedua sampai minggu ketiga kehidupan. Gejala-gejala ini seringkali dianggap sebagai bagian dari intoleransi formula, kolik, sepsis, asidosis tubuler renal, ataupun stenosis pilorus sehingga dapat menyebabkan keterlambatan diagnosis.3

Gejala HAK tipe SV hanya menunjukkan adanya virilisasi tanpa adanya gejala

salt wasting. Tipe SV memperlihatkan terjadinya virilisasi pada berbagai

tingkatan, tanpa disertai terjadinya kehilangan garam. Keterlambatan diagnosis HAK sering terjadi pada pasien lelaki. Anak lelaki dengan HAK mengalami diferensiasi seksual yang normal dan sebagian besar tidak memperlihatkan tanda kelebihan androgen yang jelas pada saat baru lahir, sehingga dapat meninggal akibat krisis adrenal yang tidak terdetaksi. Pada lelaki tipe SV, biasanya baru teridentifikasi apabila ditemukan pubertas yang abnormal dan perawakan pendek.3,4

Pada tipe HAK tipe non-klasik, defisiensi enzim 21-OH yang terjadi hanya sebagian, sehingga gangguan produksi kortisol dan aldosteron yang terjadi parsial, dan hanya menyebabkan penurunan kadar kedua hormon tersebut, namun tidak seberat tipe klasik. Gejala yang timbul pada HAK non-klasik ringan atau bisa tanpa gejala, sehingga pasien HAK tipe ini pada umumnya terdiagnosis pada usia yang lebih besar. Sebagian anak HAK tipe ini tumbuh lebih cepat dari anak seusianya atau memiliki usia tulang yang lebih dewasa, dan pada sebagian kasus ditemukan pertumbuhan prematur rambut pubis atau aksila.1-3

Diagnosis HAK tipe klasik ditegakkan berdasarkan usia awitan saat terdiagnosis, gejala klinis, laboratoris, dan aktivitas enzim 21-hidroksilase yang terjadi. Pada

(25)

HAK, terjadi peningkatan kadar 17-hidroksiprogesteron (17-OHP) plasma yang dapat mencapai lebih dari 300 nmol/L (≈ 10.000 ng/dl) dengan nilai normal pada neonatus <6 nmol/L (<200 ng/dl), juga terjadi penurunan kadar aldosteron plasma dan urin, hiponatremia, hiperkalemia dan hipereninemia. Uji stimulasi ACTH dilakukan sebagi uji baku emas yang dapat membedakan jenis defisiensi enzim.1-3 Gambaran klinis dan hormonal pasien HAK 21-OHD berdasarkan tipenya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Gambaran klinis dan hormonal pasien HAK 21-OHD

Manifestasi

Tipe HAK Klasik

non-classic salt wasting simple virilizing

Lelaki Perempuan Lelaki Perempuan Lelaki Perempuan Usia saat diagnosis Neonatus – 6 bulan Neonatus – 1 bulan 2-4 tahun Neonatus – 2 tahun Anak sampai dewasa Anak sampai dewasa Genitalia

eksterna Normal Ambigu Normal Ambigu Normal

Biasanya normal, terkadang klitoromeg

ali

Aldosteron Rendah Rendah Normal

Renin Tinggi Pada beberapa kasus

tinggi Normal

Kortisol Rendah Rendah Nomral

17-OHP Basal > 20.000 ng/dL Basal 10.000-20.000 ng/dL Stimulasi ACTH: 1500-10.000ng/dL Persentase akifitas 21-hidroksilase 0 1-2 20-50

Diagnosis dini HAK dapat ditegakkan saat intra-uterin dan/atau pasca-natal. Diagnosis pra-natal antara lain pemeriksaan genetika molekular cairan amnion, biopsi vili korionik, human leukocyte antigen (HLA), karyotyping, dan deteksi mutasi gen CYP21. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui kemungkinan tipe HAK yang terjadi, agar tata laksana yang adekuat dapat segera dimulai dan mencegah tejadinya virilisasi pada janin perempuan serta mencegah gejala salt wasting setelah janin lahir. Diagnosis HAK pasca-natal adalah ditemukan adanya insufisiensi adrenal/hipokortisolisme, hipoaldosteronisme, virilisasi dan peningkatan kadar 17-OHP.4-6

(26)

2.1.4. Tata Laksana

Tata laksana HAK meliputi terapi hormonal, terapi pembedahan bedah, konseling psikiatri dan genetik. Tujuan tata laksana medika mentosa adalah mencegah terjadinya insufisiensi adrenal dengan mengoreksi kadar kortisol dan kekurangan aldosteron, serta menekan sekresi androgen adrenal yang berlebih untuk mencegah terjadinya virilisasi abnormal. Pada anak perempuan dengan HAK, penetapan identitas dan koreksi pada genitalia eksternanya merupakan hal yang harus menjadi perhatian.2

HAK yang tidak diterapi akan menyebabkan produksi androgen berlebih dan berdampak maturasi tulang yang cepat sehingga terjadi perawakan pendek, pertumbuhan dini rambut tubuh dan jerawat serta kegagalan feminisasi normal pada wanita. Pada HAK tipe SV, baik lelaki maupun perempuan akan mengalami maskulinisasi progresif. 3

Pasien akan mendapatkan terapi medikamentosa yang terdiri dari glukokortikoid dan mineralokortikoid. Pemberian hidrokortison merupakan terapi pilihan dengan dosis rumatan sebesar 10-15 mg/m2 dibagi menjadi 3 dosis.2 Pada krisis adrenal, dosis diberikan hingga maksimal 100 mg/m2/hari pada neonatus, dan 6-8

mg/m2/hari pada anak dan remaja. Kasus yang biasanya membutuhkan

suplementasi mineralokortikoid selain glukokortikoid adalah HAK dengan tipe

salt wasting.Terapi substitusi mineralokortikoid dengan fluodrokortison per oral (Fluorinef®) dapat diberikan dengan dosis 0,1-0,2 mg/hari. Pemberian fluodrokortison juga harus dipantau dengan baik karena dosis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya hipertensi, bradikardia, penurunan kadar renin, dan retardasi pertumbuhan.3,15

Pemantauan terapi diperlukan terutama pada pemberian hidrokortison, karena dapat terjadi tanda sindrom Cushing iatrogenik seperti penambahan berat badan yang cepat, hipertensi, striae, dan osteopenia. Selain itu untuk mengevaluasi efektivitas terapi, perlu dilakukan evaluasi terhadap pola pertumbuhan pasien, usia tulang, kadar 17-OHP, androstenedion, dan testosteron dalam serum.1,2

(27)

Penelitian mengenai pemantauan terapi pada pasien anak dengan HAK di RSCM, diantaranya melaporkan densitas tulang pada HAK yang mendapatkan terapi steroid jangka panjang, prevalens gizi lebih dan obesitas pada anak HAK, dan status pubertas.17,18,19 Keadaan undertreatment dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang penderita HAK, dan hal ini disebabkan karena terapi yang tidak teratur dan pemantauan yang buruk.

Terapi pembedahan untuk mengoreksi genitalia ambigus yang terjadi pada anak perempuan dengan HAK merupakan pendekatan terkini dari tata laksana kasus HAK. Prosedur bedah dapat dikerjakan pada pasien HAK perempuan dengan stadium Prader diatas tiga saat masih bayi. Prosedur ini terdiri dari klitoroplasti, rekonstruksi perineal dan dan vaginoplasti. Terapi medika mentosa, pembedahan dan konseling yang baik pada pasien dan keluarga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.15,20

2.2. Mutasi Gen CYP21 pada Kasus HAK 2.2.1 Deteksi Mutasi Gen CYP21

Hampir semua enzim steroidogenik merupakan anggota famili sitokrom P450. Defisiensi enzim 21-hidroksilase disebabkan oleh mutasi gen sitokrom P450c21 (CYP21 atau CYP21A2). Defisiensi enzim 11β–hidroksilase disebabkan oleh lesi pada gen CYP11B1 di kromosom 8q21-22. Defisiensi 3β-hidroksisteroid dehidrogenase (3β-HSD) ditegakkan atas dasar peningkatan pregnenolon, DHEA, dan 17-hidroksi-pregnenolon, serta tes stimulasi ACTH. Kadar kortisol, aldosteron, dan androstenedion pada HAK 3β-HSD dalam plasma rendah. Defisiensi 17α-hidroksilase disebabkan oleh adanya mutasi gen CYP17A pada kromosom 10q24.3. HAK lipod steroidogenic acute regulatory protein (StAR) merupakan bentuk yang paling berat, akibat defisiensi enzim 20,22-desmolase atau p450scc (side chain cleavage) di kromosom 8p11.2 dan pada kasus ini akan didapatkan defisiensi minerokortikoid, glukokortikoid dan hormon steroid seks.1-3 Gen CYP21 terletak di kompleks HLA polimorfik pada lengan pendek kromosom enam (6p21.3), bersama dengan homolog inaktifnya atau pseudogen (CYP21P).

(28)

Gambar lokasi gen CYP21 pada kromosom 6 dapat dilihat pada Gambar 2.4. Mutasi pada gen CYP21 bersama dengan pseudogennya (CYP21P) bertanggung jawab menyebabkan defisiensi 21-hidroksilase. Sebagian besar mutasi berasal dari

rekombinasi antara CYP21 dan CYP21P.3

Gambar 2.4. Lokasi gen CYP21 pada kromosom 6 (6p21.3) (telah diolah kembali16)

Gen CYP21 dan CYP21P terdiri dari 10 ekson dan menunjukkan homologi yang tinggi dengan kemiripan nukleotida 98 % pada sekuens ekson dan 96 % pada sekuens intron. Homologi yang tinggi di antara kedua gen tersebut diyakini sebagai alasan utama terjadinya rekombinasi di antara gen CYP21 dan gen CYP21P. Sekitar 75% mutasi terjadi akibat mutasi pseudogen yang ditransfer ke CYP21 selama proses mitosis, 20% mutasi disebabkan karena delesi sepanjang 30-kb pada CYP21 yang menyebabkan unequal cross-over saat miosis, dan sisanya terdapat lebih dari 60 mutasi tambahan yang ditemukan. Mutasi pada CYP21P juga mampu menyebabkan inaktivasi total gen yang dihasilkan.1-3 Pada kromosom regio 6p21.3, selain terdapat gen CYP21 dan CYP21P, terdapat gen C4A, C4B, PR1 dan RP2. Fungsi C4A dan C4B adalah untuk mengkode komponen komplemen keempat, RP1 mengkode protein nuklear yang belum diketahui fungsinya, sedangkan RP2 merupakan pseudogen yang terpotong. TNX-B mengkode tesnacin X sedangkan TNX-A berpasangan dengan pseudogen. Hilangnya blok menunjukkan delesi regio 30-kb yang terjadi pada 20% kasus.

(29)

Mekanisme rekombinasi yang terjadi adalah unequal crossover selama miosis dan gene conversion yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada gen CYP21. Skema terjadinya mutasi pada gen CYP21 dapat dilihat pada Gambar

2.5.

Gambar 2.5. Mutasi gen CYP21 pada region kromosom 6p21.3.

Regio kromosom 6p21.3 terdiri dari CYP21, CYP21P (Panel A), gen 21-OH mengalami unequal

crossover selama miosis (panel B), lokasi mutasi yang biasa ditemukan pada CYP21P (panel C)

(telah diolah kembali1)

PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan alat yang digunakan untuk amplifikasi lokus sebelum dilakukan identifikasi mutasi spesifik. Gen CYP21 memiliki tingkat homologi yang tinggi sehingga proses amplifikasi ini cukup sulit untuk dikerjakan.9,17,18 Oswari mendeteksi mutasi dengan metode polymerase

chian reaction-restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP). Dari

penelitiannya, Oswari melaporkan bahwa dari 32 subjek terdapat 6 subjek (18,75%) yang mengalami mutasi delesi/large gene conversion dan 2 subjek yang mengalami mutasi I172N (6,25%), sedangkan mutasi yang lain tidak berhasil dideteksi karena membutuhkan waktu yang lebih lama, hasilnya meragukan, rentan terhadap kontaminasi dan biaya enzim restriksi yang mahal.21 Batubara

(30)

meneliti mutasi gen CYP21 pada penderita HAK dengan metode lain yang diharapkan lebih mudah untuk dikerjakan, mendapatkan hasil yang lebih cepat dan akurat. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan Real-Time PCR

SNPs Genotyping Assays yang menggunakan primer dan probe spesifik.22

2.2.2 Hubungan Genotip dan Fenotip HAK

CYP21 merupakan salah satu gen yang paling polimorfik pada manusia.1,23 Mutasi yang terjadi pada gen CYP21 akan menentukan persentase aktivitas enzim 21-hidroksilase yang pada akhirnya menentukan fenotip dan tingkat keparahan penyakit pada anak dengan HAK.2 Berbagai negara di dunia hingga saat ini telah melakukan berbagai penelitian untuk mendeteksi mutasi gen CYP21 pada kasus HAK 21-OHD dan melakukan analisis hubungan antara manifestasi klinis terhadap jenis mutasi yang terjadi.1,8-14,24-26

Manifestasi terberat pada HAK yakni bentuk salt wasting (SW) yang terjadi akibat ketiadaan total enzim 21-hidroksilase fungsional. Mutasi ini yang menghambat sintesis enzim atau menyebabkan enzim menjadi inaktif, sedangkan manifestasi yang paling ringan adalah bentuk non-klasik. Bentuk ini dihubungkan dengan mutasi yang melibatkan 20-50% aktivitas enzimatik.1-3

Insidens mutasi gen CYP21 pada defisiensi enzim 21-hidroksilase telah dipelajari secara ekstensif dalam beberapa tahun terakhir. Sejak analisis gen CYP21 tersedia di berbagai negara, hingga saat ini telah dilaporkan sekitar 100 mutasi pada HAK. Mutasi gen CYP21 telah dilaporkan di beberapa negara, diantaranya Amerika Serikat, Brazil, Argentina, Swedia, Belanda, Italia, Spanyol, Australia, Turki, India, China, Taiwan, Jepang, Vietnam, Korea, Singapura, dan Malaysia. Di kawasan Asia terdapat beberapa mutasi yang sering dilaporkan dan hampir seragam, antara lain mutasi delesi/large gene conversion, mutasi 656 A/C>G pada intron 2 yang memengaruhi splicing mRNA, mutasi 1001 T>A (I172N) pada ekson 4, mutasi 2110 C>T (R356W) pada ekson 8, dan mutasi 1685 G>T (V281L) pada ekson 7.22,23

(31)

Sejumlah penelitian telah dilakukan di berbagai negara untuk mengetahui hubungan antara genotip dan fenotip pada kasus HAK. Secara umum terdapat korelasi yang kuat antara genotip dan fenotip yang terjadi, semakin parah derajat genotip yang terjadi maka semakin berat klinis pasien HAK tesebut.23,24 Korelasi antara genotip dan fenotip HAK dilaporkan mencapai 80-90%. Mutasi 1001 T>A pada ekson 4 yang mengakibatkan perubahan asam amino isoleusine menjadi

asparagine (I172N) berhubungan dengan HAK 21-OHD tipe klasik simple virilizing. Mutasi 2110 C>T pada ekson 8 yang mengakibatkan perubahan asam

amino arginine menjadi tryptophan (R356W) berhubungan dengan HAK 21-OHD tipe klasik salt wasting. Mutasi 1685 G>T pada ekson 7 yang mengakibatkan perubahan asam amino valine menjadi leucine (V281L) berhubungan dengan HAK 21-OHD tipe non-klasik.1,2,22,23

Gambar 2.6 Hubungan genotip-fenotip pada HAK 21-OHD

SW= salt wasting, SV= simple virilizing, NC= non-classic. (telah diolah kembali23)

Beberapa penelitian serupa di luar negeri sebelumnya membandingkan genotip dan fenotip dari HAK 21-OHD dan membaginya menjadi grup mutasi identik. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara mutasi CYP21 yang terjadi dengan tingkat keparahan klinis HAK.10-12 Korelasi yang baik juga didapatkan antara genotip dengan perilaku terkait seksual pada pasien dengan HAK.25,26 Namun penelitian lain menunjukkan fenotip yang bervariasi dan tidak berhubungan dengan genotipnya.13,14,23 Hal ini disebabkan karena berbagai kemungkinan antara lain adanya mutasi yang belum terdeteksi, pada mutasi tertentu masih mungkin terjadi sintesis enzim yang normal atau mutan memiliki fungsi enzim minimal, sehingga gambaran fenotip yang tidak sesuai dengan yang diperkirakan.

NC SV SW

(32)

Kemajuan dalam bidang teknologi biomolekular saat ini menuntut dilakukannya deteksi defek enzimatik pada HAK dan mutasi gen CYP21 yang cepat dan akurat. Diagnosis dan tata laksana dini pada bayi dan anak dengan HAK dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas, termasuk tata laksana kebingungan akan identitas gender pada anak dengan HAK.

Deteksi mutasi sangat penting untuk dilakukan terutama untuk konseling genetik, yang dilakukan pada diagnosis pra-nikah, diagnosis pra-natal, skrining neonatal, dan diagnosis pasca-natal, sehingga dapat dideteksi sebelum manifestasi klinis muncul yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu deteksi mutasi penting untuk mengetahui jenis mutasi yang paling sering timbul sehingga dapat mempermudah deteksi mutasi pada kasus HAK baru dan mempercepat penegakan diagnosis. 22

(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

Lingkup penelitian

Masalah yang dihadapi:

Kesalahan penentuan jenis kelamin Gangguan perilaku terkait gender Gangguan psikologis dan kualitas hidup

Gangguan metabolik Gangguan pertumbuhan Gangguan pubertas dan infertilitas Manifestasi klinis awal terdiagnosis

(usia awitan, keluhan utama, derajat virilisasi, kadar 17-OHP)

Genotip Fenotip

HAK 21-OHD

Mutasi gen CYP21

Defisiensi enzim 21-hidroksilase

Tata laksana

Terapi hormon steroid Terapi bedah/klitoroplasti

Terapi psikologi

Faktor keturunan

ras/etnis/suku, riwayat keluarga dengan HAK, konsanguitas

Non-klasik Klasik

(34)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain studi retrospektif untuk mengetahui profil klinis anak dengan HAK yang mengalami mutasi CYP21.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Klinik Endokrinologi Departemen IKA RSCM.

4.2.2. Waktu penelitian

Penelitian dimulai sejak surat keterangan lolos kaji etik dikeluarkan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI RSCM, pada tanggal 20 Oktober 2014 hingga pengambilan data selesai dilakukan (15 Desember 2014).

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Target

Populasi target penelitian ini adalah semua anak di Indonesia, yang telah terdiagnosis HAK berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan laboratoris, serta pernah melakukan pemeriksaan mutasi CYP21.

4.3.2. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua anak yang telah terdiagnosis HAK yang pernah datang dan atau dikonsultasikan ke Klinik Endokrinologi Departemen IKA RSCM, pernah dilakukan pemeriksaan mutasi CYP21, dan terdaftar pada register HAK UKK Endokrinologi IDAI sejak tahun 2009 hingga 2014.

(35)

4.4. Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian 4.4.1. Kriteria Inklusi

Semua pasien HAK yang terdiagnosis berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisis dan laboratorium yang sudah dikonfirmasi oleh konsultan Endokrinologi Anak dan pernah datang ke Klinik Endokrinologi Departemen IKA RSCM.

 Anak dengan HAK yang sudah pernah dilakukan pemeriksaan mutasi

gen CYP21.

4.4.2. Kriteria Eksklusi

 Data klinis pasien tidak dapat dilengkapi dan

 Status rekam medis pasien di RSCM tidak ditemukan.

4.5. Estimasi Besar Sampel

Besar sampel yang diambil pada penelitian ini ditetapkan berdasarkan perhitungan sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi:27

Zα 2 PQ n = d2 dengan keterangan: 1. n = besar sampel

2. P = proporsi HAK yang mengalami mutasi gen CYP21 sebesar 90%22 3. Q = 1 – P = 10%

4. α = tingkat kemaknaan ditetapkan sebesar 5%, sehingga diperoleh nilai Zα = 1,96

(36)

Maka didapatkan besar sampel: (1,96)2 x 0,9 x 0,1

n = = 34,6 subjek ≈ 35 subjek

(0,10)2

Dengan demikian, besar sampel minimal yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 35 subjek.

4.6. Cara Pemilihan Sampel

Cara pemilihan sampel adalah secara total sampling, yaitu dengan memasukkan seluruh pasien yang datang ke Klinik Endokrinologi IKA RSCM, memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, serta dalam kurun waktu yang ditentukan. Sampel penelitian ini adalah bagian dari populasi terjangkau yang memiliki kriteria inklusi dan eksklusi.

4.7. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah kerja penelitian, terdiri dari:

1. Mendapatkan data mutasi gen CYP21 pada pasien anak dengan HAK dari penelitian Oswari dan Batubara.21,22

2. Melakukan konfirmasi dan pendataan ulang pasien HAK berdasarkan register HAK Divisi Endokrinologi IKA yang termasuk dalam populasi terjangkau.

3. Mengumpulkan rekam medis pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi. 4. Melakukan penelusuran rekam medis untuk melengkapi data karakteristik

demografi, klinis dan laboratorium subjek.

5. Menghubungi subjek dan orangtuanya untuk melengkapi data klinis yang belum lengkap.

6. Mengolah data penelitian yang didapatkan.

(37)

4.8. Alur Penelitian

4.9. Manajemen dan Analisis Data

Semua data yang diperoleh akan dimasukkan dalam database komputer. Pengolahan data penelitian menggunakan piranti lunak Statistical Product and

Service Solutions (SPSS) versi 17.

4.10. Definisi Operasional

Data penelitian merupakan data sekunder yang diambil dari rekam medis dan register HAK yang didapat saat penelitian berlangsung.

Jenis kelamin adalah karakteristik genetik, fisiologik atau biologis seseorang yang menunjukkan apakah dia seorang perempuan atau lelaki.

Lelaki apabila memiliki kemaluan dan identitas lelaki, hasil pemeriksaan kromosom sesuai dengan 46, XY.

Perempuan apabila memiliki kromosom 46, XX, memiliki kemaluan dan

identitas perempuan.

Konfirmasi data pasien berdasarkan register HAK

Pengumpulan data fenotip (klinis dan laboratoris) dari rekam medis dan wawancara orangtua subjek

Memenuhi kriteria inklusi

Sampel penelitian

Pengolahan dan pelaporan hasil

Mendapatkan data pasien HAK yang mengalami mutasi CYP21 dari penelitian Oswari dan Batubara 21,22

(38)

Ambigu terjadi pada seseorang yang memiliki kemaluan ganda dan identitasnya belum tentu disebut lelaki atau perempuan.

Usia kronologis anak dihitung sejak tanggal lahir hingga hari pemeriksaan mutasi CYP21. Usia dinyatakan dalam satu desimal yaitu dalam tahun dan bulan, misalnya 3 tahun 6 bulan dinyatakan sebagai 3,5 tahun.

Diagnosis HAK ditegakkan berdasarkan data klinis dan laboratoris. Ada tidaknya salah satu atau lebih gejala insufisiensi adrenal/hipokortisolism, dan/atau hipoaldosteronism (salt wasting), dan/atau virilisasi. Data laboratoris ditunjukkan dengan adanya peningkatan kadar 17-OHP.3

HAK tipe salt wasting (SW) adalah pasien HAK yang memperlihatkan gejala virilisasi pada perempuan, gagal tumbuh, adanya riwayat terkait krisis adrenal (syok, muntah hebat, hiponatremia, hiperkalemia, asidosis), nilai renin yang tinggi dan kadar 17-OHP basal lebih dari 20.000 ng/dL.1-3

HAK tipe simple virilizing (SV) adalah pasien HAK yang memperlihatkan gejala virilisasi pada berbagai tingkatan, tanpa disertai terjadinya salt losing, nilai renin yang normal dan kadar 17-OHP basal 10.000-20.000 ng/dL1-3.

HAK tipe non-classic (NC) atau non-klasik (NK) adalah pasien HAK yang

memperlihatkan gejala adrenarke prematur tanpa disertai pembesaran klitoris, tumbuhnya jerawat atau hirsutisme, dengan atau tanpa gangguan menstruasi, nilai renin normal dan kadar 17-OHP dengan stimulasi ACTH 1.500-10.000 ng/dL.1-3

17-hidroksi progesteron (17-OHP) adalah hormon steroid yang diproduksi pada sintesis glukokortikoid di kelenjar adrenal. Pada pasien HAK, kadar 17-OHP akan meningkat, akibat defisiensi enzim 21-hidroksilase. Kadar 17-17-OHP dihitung dengan satuan nmol/L atau ng/dL. Nilai normal kadar 17-OHP adalah 0,1-1,5 nmol/L atau <100 ng/dL pada neonatus.1-4

Mutasi gen CYP21 adalah mutasi gen pada sitokrom p450 yang

menyebabkan defisiensi 21-hidroksilase.3,4 Data mutasi (delesi, R356W dan I172N) diambil dari penelitian Oswari21 dan Batubara22.

(39)

Genotip adalah karakteristik genetik dari individu atau organisme.25

Suku adalah suatu kelompok yang dianggap memiliki kesamaan garis keturunan dan budaya.

Kongsanguitas adalah hubungan sedarah, dalam hal ini berhubungan dengan pernikahan yang terjadi pada seorang lelaki dan perempuan yang masih memiliki garis keturunan yang sama atau kesamaan leluhur, dan dibatasi hingga pernikahan dengan tingkatan sepupu kedua.

Keluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien datang ke dokter. Skor Prader adalah derajat virilisasi yang ditentukan sesuai dengan Gambar

2.2.2,3

Genitalia ambigus adalah kelainan bentuk genitalia eksterna/fenotip yang tidak mudah ditentukan karena tidak jelas lelaki atau perempuan.3

Krisis adrenal adalah suatu kondisi yang terjadi akibat kegagalan kelenjar adrenal memproduksi hormon glukokortikoid dan/atau mineralokortikoid secara normal. Pada pemeriksaan fisis ditemukan syok, sesak napas dan genitalia ambigus. Pemeriksaan darah menunjukkan asidosis metabolik berat, hiponatremi dan hiperkalemi.1-3

Virilisasi atau maskulinisasi adalah perkembangan karakteristik seksual anak lelaki pada anak perempuan yang disebabkan oleh kadar androgen yang tinggi. Derajat virilisasi dinilai dengan stadium Prader.3

Identitas gender adalah perasaan sebagai perempuan atau lelaki yang dialami seseorang atau bagaimana ia diperlakukan. 27-29

Gender assignment atau penentuan gender pada awal kehidupan dilakukan oleh orangtua, dokter maupun bidan. Benar jika penentuan jenis kelamin diawal kehidupan sama dengan hasil analisa kromosomnya.27-29

Perilaku terkait gender adalah perilaku yang ditunjukkan subjek sesuai peran

gender yang terjadi di masyarakat. Perilaku menurut gender terbagi menjadi

maskulin dan feminin.26

Maskulin adalah individu yang memiliki karakteristik atau sifat kelelaki-lakian. Sifat ini lebih menunjukkan sisi kejantanan, keberanian, dominansi,

(40)

dan agresifitas. Lebih memilih untuk bermain dengan robot-robotan dan mobil-mobilan.26,36Penilaian berdasarkan subjektivitas orangtua subjek.  Feminin adalah individu yang memiliki karakteristik atau sifat kewanitaan.

Sifat ini lebih menunjukkan sisi kelembutan, kepekaan, kemampuan mengasuh dan merawat. Lebih memilih untuk bermain dengan boneka.26,36 Penilaian berdasarkan subjektivitas orangtua subjek.

Netral adalah individu yang tidak memiliki kecenderungan terhadap salah satu sifat, maskulin maupun feminine. Lebih memilih untuk bermain dengan buku gambar, kartu dan balok susun.26 Penilaian berdasarkan subjektivitas orangtua subjek.

4.11. Etik Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) RSCM dengan nomor: 722/UN2.F1/ETIK/2014 (Lampiran 1). Penelitian ini tidak mengandung unsur intervensi. Semua data rekam medis yang digunakan akan dijaga kerahasiaannya.

(41)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Alur Subjek Penelitian

Data register HAK UKK Endokrinologi IDAI sejak tahun 2009 hingga 2014 menunjukkan terdapat 292 pasien dengan HAK di seluruh Indonesia. Pasien yang berobat di beberapa rumah sakit (RS) di Jakarta dan sekitarnya sebanyak 110 pasien, dan 85 pasien di antaranya pernah dikonsultasikan dan menjalani terapi di Klinik Rawat Jalan Endokrinologi Departemen IKA RSCM. Selama kurun waktu penelitian, didapatkan data sekunder hasil pemeriksaan mutasi CYP21 dari penelitian Oswari dan Batubara. Berdasarkan data tersebut, didapatkan 49 pasien yang mengalami mutasi CYP21, terdiri dari subjek yang mengalami delesi/LGC, R356W dan I172N. Empat pasien tidak dapat ditemukan data rekam medisnya di RSCM, sehingga jumlah subjek yang masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini sebanyak 45 orang anak.

Gambar 5.1 Alur Subjek Penelitian

292 anak dengan HAK di Indonesia (register HAK)

49 pasien ditemukan mengalami mutasi gen

CYP21(delesi/LGC, R356W, I172N) dari penelitian Oswari dan Batubara

110 pasien berobat di beberapa RS di Jakarta

4 pasien dieksklusi karena tidak memiliki rekam medis yang lengkap dan tidak dapat dihubungi

45 subjek memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan ikut serta dalam penelitian

(42)

5.2. Karakteristik Klinis dan Demografi Subjek Penelitian

Empat puluh lima orang subjek penelitian berpartisipasi dalam penelitian ini. Sebagian besar subjek adalah perempuan dengan rasio subjek lelaki dibanding perempuan sebesar 1:4,6. Penentuan jenis kelamin pada penelitian ini berdasarkan dari pemeriksaan klinis dan hasil pemeriksaan kromosom.

Rentang usia subjek yang terdiagnosis HAK adalah 0 hari hingga 6 tahun, yang dibagi menjadi 2 kelompok yakni kelompok usia di bawah 1 tahun dan kelompok usia di atas sama dengan 1 tahun. Hampir seluruh subjek yang terdiagnosis sebelum usia 1 tahun adalah tipe SW (96,9%). Subjek HAK tipe SW terdiagnosis dan mulai terapi lebih dini yaitu pada median 1 bulan (rentang 0-3 bulan), tipe SV pada median 3 tahun (rentang 2-6 tahun), dan tipe NC pada usia 5 tahun. Tidak terdapat subjek yang pernah terdiagnosis HAK sejak dalam kandungan dengan pemeriksaan pra-natal, namun terdapat dua subjek yang pernah mendapatkan terapi deksametason dalam kandungan karena memiliki riwayat keluarga HAK. Pada kelompok subjek yang memiliki riwayat keluarga dengan HAK, terdapat dua pasang subjek kakak beradik, satu subjek memiliki kakak kandung dengan HAK yang masih hidup tapi tidak masuk dalam penelitian, dan dua subjek memiliki kakak kandung yang meninggal dengan kemungkinan karena krisis adrenal yang tidak tertangani.

Penentuan tipe HAK berdasarkan klinis pasien saat pertama kali datang berobat dan pemeriksaan hasil labotatoriumnya. Hal ini dilakukan oleh dokter pemeriksa bersama dengan konsultan Endokrinologi Anak di ruang rawat dan Klinik Endokrinologi IKA RSCM. Keluhan yang membawa pasien datang ke dokter adalah genitalia ambigus, krisis adrenal, dan riwayat keluarga dengan HAK. Hasil 17-OHP saat pertama kali datang didapatkan dari status rekam medis. Sebaran karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1.

(43)

Tabel 5.1. Karakteristik klinis dan demografi subjek Penelitian

Karakteristik subjek Jumlah

n %

Jenis kelamin berdasarkan analisa kromosom (n=45)

Lelaki (46XY) 8 17,8

Perempuan (46XX) 37 82,2

Usia saat terdiagnosis HAK (n=45)

< 1 tahun 37 82,2

≥ 1 tahun 8 17,8

Riwayat keluarga HAK (n=45)

Ada 7 15,6 Tidak 38 84,4 Suku Ayah (n=45) Jawa 16 35,6 Betawi 9 20 Sunda 8 17,8 Padang/Minang 3 6,7 Palembang/Sumsel 3 6,7 Kalimantan 2 4,4 Bali 1 2,2 Cina 3 6,7 Suku Ibu Jawa 14 31,1 Betawi 9 20 Sunda 10 22,2 Padang/Minang 5 11,1 Palembang/Sumsel 2 4,4 Kalimantan 0 0 Bali 2 4,4 Cina 3 6,7 Konsanguitas (n=45) Ada 0 0 Tidak 45 100

Keluhan utama pertama kali (n=45)

Genitalia ambigus 27 60

Krisis adrenal 16 35,6

Riwayat keluarga HAK 2 4,4

17-OHP basal (n=45)

>20.000 ng/dL(>600 nmol/L) 6 13,3

10.000-20.000 ng/dL(300-600 nmol/L) 1 2.2

Diatas nilai normal namun <10.000 ng/dL (<300 nmol/L) 9 17,8 Normal 1 Tidak diketahui 28 66,7 Tipe HAK (n=45) Salt wasting (SW) 33 73,3 Simple virilizing (SV) 10 22,2 Non-classic (NC) 2 4,5

(44)

Tipe HAK berdasarkan manifestasi klinisnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni tipe salt wasting (SW), tipe simple virilizing (SV) dan tipe non-classic (NC). Data karakteristik subjek penelitian berdasarkan tipe HAK dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan tipe HAK

Karakteristik subjek

Tipe HAK

Salt wasting simple virilizing non-classic

n n n

Jenis Kelamin

Perempuan (n=37) 26 9 2

Lelaki (n=8) 7 1 0

Usia Saat Terdiagnosis

< 1 tahun (n=37) 32 5 0

≥ 1 tahun (n=8) 1 5 2

Riwayat Keluarga HAK

Ada (n=7) 6 1 0

Tidak ada (n=38) 27 9 2

Keluhan pertama kali

Genitalia ambigus (n=27) 16 9 2

Krisis adrenal (n=16) 15 1 0

Riwayat HAK (n=2) 2 0 0

Kadar 17-OHP basal >20.000 ng/dL atau > 600 nmol/L (n=6) 4 2 0 10.000-20.000 ng/dL atau 300-600nmol/L (n=1) 1 0 0

Diatas nilai normal namun <10.000 ng/dL (n=9)

8 1 0

Normal (n=1) 0 0 1

Tidak diketahui (n=28) 20 7 1

5.3. Karakteristik Klinis Subjek Perempuan

Pada penelitian ini, subjek perempuan dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan derajat virilisasi, kesalahan penentuan jenis kelamin dan perilaku terkait gendernya (gender related behavior) disamping pembagian kelompok berdasarkan usia, keluhan utama, dan tipe HAK. Seluruh subjek pada kelompok ini mengalami genital ambigus sejak lahir. Tidak terdapat subjek perempuan yang pernah terdiagnosis pra-natal maupun mendapat terapi untuk mencegah virilisasi

(45)

saat didalam kandungan. Derajat virilisasi dikategorikan berdasarkan stadium Prader. Subjek yang mengalami kebingungan identitas gender pada saat lahir sempat dinyatakan sebagai lelaki oleh orangtua dan petugas medis, serta diberi nama seperti nama anak lelaki. Setelah subjek tersebut terdiagnosis HAK dan melakukan pemeriksaan kromosom sesuai dengan 46XX, kemudian subjek tersebut diganti nama seperti nama anak perempuan oleh kedua orangtuanya. Empat subjek belum dapat dinilai perilakunya karena masih berusia dibawah 1 tahun. Sebaran data subjek perempuan berdasarkan tipe HAK dapat dilihat pada

Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Karakteristik klinis subjek perempuan berdasarkan tipe HAK

Karakteristik

Tipe HAK

salt-wasting simple virilizing non-classic

n % n % n %

Usia Saat Terdiagnosis

< 1 tahun (n=30) 25 83,3 5 16,7 0 0

≥ 1 tahun (n=7) 1 14,3 4 57,1 2 28,6

Keluhan utama

Genitalia ambigu (=27) 16 61,5 9 100 2 100

Krisis adrenal (n=10) 10 38,5 0 0 0 0

Riwayat keluarga HAK 0 0 0 0 0 0

Stadium Prader I (n= 3) 0 0 1 33,3 2 66,7 II (n= 11) 10 90,9 1 9,1 0 0 III (n= 21) 16 76,2 5 23.8 0 0 IV (n= 1) 0 0 1 100 0 0 V (n= 1) 0 0 1 100 0 0

Penentuan jenis kelamin sebelum terdiagnosis

Salah (n=12) 8 66,7 4 33,3 0 0

Benar (n=18) 14 77,8 2 11,1 2 11,1

Belum yakin (n=7) 4 57,1 3 42,9 0 0

Perilaku terkait gender

Maskulin (n=9) 8 88,9 1 11,1 0 0

Feminin (n=10) 4 40,0 5 50,0 1 10,0

Netral (n=14) 11 78,6 2 14,3 1 7,1

Belum dapat dinilai

(46)

5.4. Karakteristik Mutasi Gen CYP21

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari penelitian Oswari dan Batubara. Oswari mendeteksi mutasi dengan metode polymerase chain reaction-restriction

fragment length polymorphism (PCR-RFLP) dengan menggunakan primer forward CYP5 dan reverse CYPH.21 Batubara melakukan pemeriksaan mutasi dengan metode Real-Time PCR SNPs Genotyping Assays menggunakan 7500

Fast Real-Time PCR Systems [Applied Biosystems].22

Oswari melaporkan bahwa dari total 32 subjek penelitiannya, terdapat 6 subjek (18,75%) yang mengalami mutasi delesi/large gene conversion dan 2 subjek yang mengalami mutasi I172N (6,25%), sedangkan mutasi yang lain tidak berhasil dideteksi karena membutuhkan waktu yang lebih lama, hasilnya meragukan, rentan terhadap kontaminasi dan biaya enzim restriksi yang mahal.21 Data dari 4 orang subjek yang mengalami mutasi delesi/LGC ini tidak dapat ditemukan dari rekam medis, sehingga tidak ikut disertakan dalam penelitian ini. Teknik analisis yang dilakukan oleh Batubara dengan menggunakan menggunakan primer dan

probe spesifik lebih mudah untuk dikerjakan, mendapatkan hasil yang lebih cepat

dan akurat. Hal ini dapat dilihat dari besar sampel yang digunakan, dari 50 sampel penelitian, mutasi CYP21 (R356W dan I172N) terdeteksi sebanyak sebanyak 45 sampel (90%).22

Setelah melakukan kombinasi data hasil pemeriksaan mutasi dari kedua penelitian tersebut, didapatkan dua subjek yang pada penelitian Oswari diketahui hanya mengalami mutasi delesi/LGC namun saat kedua subjek tersebut dilakukan pemeriksaan mutasi oleh Batubara ternyata kedua subjek tersebut juga mengalami mutasi R356W dan I172N, yang sebelumnya tidak terdeteksi. Dua subjek yang diketahui hanya mengalami mutasi I172N pada penelitian Oswari, setelah dilakukan pemeriksaan mutasi oleh Batubara, didapatkan kedua subjek tersebut selain mengalami mutasi I172N, subjek tersebut juga mengalami mutasi R356W yang sebelumnya tidak terdeteksi. Sehingga keempat subjek pada penelitian Oswari masuk dalam penelitian Batubara.

(47)

Subjek yang mengalami ketiga jenis mutasi sebanyak dua subjek (4,4%), 19 subjek (42,3%) mengalami dua jenis mutasi, dan 24 subjek (53,3%) mengalami satu jenis mutasi di kedua alelnya (Gambar 5.2).

Gambar 5.2. Jumlah mutasi CYP21 yang dialami subjek penelitian

Pada masing-masing jenis mutasi, mutasi delesi/LGC ditemukan pada dua subjek. Mutasi R356W ditemukan pada 30 subjek (66,67%), yang terdiri dari 24 mutasi homozigot dan enam mutasi heterozigot. Mutasi I172N ditemukan pada 36 subjek (80%), yang terdiri dari 18 mutasi homozigot dan 18 mutasi heterozigot (Gambar

5.3).

Gambar 5.3 Karakter alel pada setiap tiap jenis mutasi

Kedua subjek yang mengalami mutasi delesi/LGC homozigot maupun heterozigot, keduanya mengalami mutasi R356W homozigot dan I172N homozigot. Pada subjek yang mengalami ketiga mutasi tersebut, seluruhnya termasuk HAK tipe SW. Karakteristik jenis mutasi setiap subjek terhadap tipe HAK secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.4.

(48)

Tabel 5.4. Karakteristik mutasi subjek penelitian dan tipe HAK No. Subjek Jenis Mutasi Tipe HAK Delesi/LGC R356W I172

1 N/A Heterozigot Homozigot SW

2 N/A Homozigot Homozigot SW

3 N/A NA Homozigot SW 4 N/A Homozigot NA SW 5 N/A Heterozigot NA SW 6 N/A Heterozigot NA SV 7 N/A Homozigot NA SW 8 N/A Heterozigot NA SW 9 N/A Heterozigot NA SW

10 Homozigot Homozigot Homozigot SW

11 N/A Heterozigot NA SW

12 N/A NA Homozigot SW

13 N/A NA Homozigot SV

14 N/A Heterozigot Homozigot SV

15 N/A Homozigot NA SW

16 N/A Homozigot Homozigot SW

17 N/A Homozigot Homozigot SW

18 N/A Heterozigot Homozigot SW

19 N/A Homozigot Heterozigot SV

20 N/A NA Homozigot SW

21 N/A Homozigot Heterozigot SW

22 N/A Homozigot Homozigot SW

23 N/A NA Homozigot SV

24 N/A Homozigot Heterozigot SW

25 N/A Heterozigot NA SW

26 N/A Heterozigot NA SV

27 N/A Heterozigot Heterozigot SV

28 Heterozigot Homozigot Homozigot SW

29 N/A Homozigot NA SW

30 N/A Homozigot Homozigot NC

31 N/A Homozigot NA SW

32 N/A Heterozigot Homozigot SV

33 N/A Heterozigot NA SW

34 N/A NA Homozigot SW

35 N/A NA Homozigot SW

36 N/A Homozigot NA NC

37 N/A Heterozigot Heterozigot SV

38 N/A Homozigot NA SW

39 N/A NA Homozigot SW

40 N/A Homozigot Homozigot SW

41 N/A Heterozigot Homozigot SW

42 N/A Heterozigot Homozigot SW

43 N/A Homozigot Homozigot SW

44 N/A Homozigot Homozigot SW

(49)

Pada subjek yang mengalami dua jenis mutasi kombinasi (R356W dan I172N), 13 subjek merupakan tipe SW, 5 tipe SV dan 1 tipe NC (Tabel 5.5).

Tabel 5.5. Mutasi kombinasi dan subjek berdasarkan tipe HAK Mutasi kombinasi yang

terjadi

Jumlah subjek berdasarkan tipe HAK salt-wasting simple virilizing non-classic

R356W homozigot I172N homozigot 7 0 0 R356W homozigot I172N heterozigot 4 2 0 R356W heterozigot I172N homozigot 2 1 0 R356W heterozigot I172N heterozigot 0 2 1

Sebanyak 24 subjek mengalami hanya satu jenis mutasi (R356W atau I172N saja) yang terdiri dari 9 subjek yang hanya mengalami mutasi R356W homozigot, dan 15 subjek yang hanya mengalami mutasi I172N homozigot atau I172N heterozigot (Tabel 5.6).

Tabel 5.6. Mutasi (1 jenis) dan subjek berdasarkan tipe HAK

Mutasi yang terjadi

Jumlah subjek berdasarkan tipe HAK salt-wasting simple virilizing non-classic

R356W homozigot 6 3 0

I172N homozigot 5 0 1

Gambar

Gambar 2.1 Biosintesis steroid adrenal.
Gambar 2.2. Perbandingan regulasi sekresi hormon kortisol dan androgen  CRH= corticotropin-relasing hormone, ACTH= adrenocorticotropic hormone (telah diolah
Gambar 2.3. Derajat virilisasi sesuai stadium Prader (telah diolah kembali 6 )
Tabel 2.1. Gambaran klinis dan hormonal pasien HAK 21-OHD
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan kesediaan untuk berperan serta menjadi subjek penelitian dan bersedia melakukan pemeriksaan sesuai dengan data yang diperlukan. Demikian pernyataan ini

Subjek penelitian adalah pasien DM tipe 2 memiliki status gizi normal dan status gizi gemuk, melakukan senam diabetes jenis seri dua selama 8 minggu dengan frekuensi senam

Dengan ini saya menyatakan kesediaan untuk berperan serta menjadi subjek penelitian dan bersedia melakukan pemeriksaan sesuai dengan data yang diperlukan. Demikian pernyataan ini

Data yang didapat adalah dengan melakukan pemeriksaan langsung pada gigi anak dengan hasil dari 15 anak didapatkan 12 anak yang mengalami karies gigi dengan

Sedangkan penelitian ini menggunakan spesimen dari sampel sputum subjek yang sama untuk kedua pemeriksaan diatas dan 36% subjek penelitian ini dengan riwayat TB sehingga

Pada umumnya pemeriksaan ultrasonografi (USG) pada pasien yang mengalami pembesaran prostat (BPH) adalah sebatas pemeriksaan volume prostat. Beberapa

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data diketahui bahwa skor capaian keterampilan dasar mengajar pada matakuliah microteaching mengalami peningkatan pada

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui kedua subjek tidak mencapai tahap keempat yaitu Immersion maka dapat dikategorikan mengalami kegagalan membentuk