• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh ARDINI RARAS H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh ARDINI RARAS H"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

(STUDI KASUS PERHIMPUNAN PELESTARIAN BURUNG LIAR

INDONESIA – BURUNG INDONESIA)

Oleh

ARDINI RARAS

H 24076016

PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

(LEARNING ORGANISATION)

(STUDI KASUS PERHIMPUNAN PELESTARIAN BURUNG

LIAR INDONESIA – BURUNG INDONESIA)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

ARDINI RARAS

H 24076016

PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Indonesia – Burung Indonesia) Nama : Ardini Raras

NIM : H24076016

Menyetujui Pembimbing

(Ir. Anggraini Sukmawati, MM) NIP. 196710201994032001

Mengetahui

Ketua Departemen Manajemen

(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc) NIP. 19610123 198601 1 002

(4)

Menjadi Organisasi Pembelajar (Learning Organization) – Studi Kasus Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia). Di bawah bimbingan Anggraini Sukmawati.

Penerapan Manajemen Pengetahuan di suatu organisasi penting dilakukan untuk menjadikan organisasi memiliki keunggulan dan inovatif serta dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan organisasi. Tidak terkecuali bagi organisasi nirlaba seperti Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia atau biasa disebut Burung Indonesia. Burung Indonesia sebagai salah satu organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang konservasi burung dan habitatnya, menyadari bahwa aset pengetahuan merupakan hal terpenting yang dimiliki organisasi agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi organisasi pembelajar (learning organization). Jika penerapan manajemen pengetahuan sudah dilakukan, maka perlu untuk melakukan evaluasi dan penilaian terhadap penerapan tersebut, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji penerapan Manajemen Pengetahuan yang ada di Burung Indonesia dan menganalisis gambaran pembelajaran organisasi yang ada di Burung Indonesia yang menjadi dasar organisasi untuk menilai kapasitas organisasi menjadi organisasi pembelajar (learning organization).

Dua faktor digunakan dalam penelitian di Burung Indonesia untuk menilai penerapan manajemen pengetahuan. Dua faktor tersebut yaitu kualitas pembelajaran di organisasi dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan yang merupakan instrumen dari Munir (2008). Untuk melihat gambaran pembelajaran organisasi di Burung Indonesia yang merupakan organisasi non pemerintah, digunakan instrumen dari Britton (1998) untuk menghasilkan organizational

profile plot dari pembelajaran organisasi. Gambaran pembelajaran tersebut dilihat

dari delapan fungsi kunci organisasi pembelajar.

Hasil penelitian untuk kualitas pembelajaran di Burung Indonesia diperoleh skor sebesar 74, menunjukkan bahwa Burung Indonesia telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar, sedangkan untuk kualitas proses pembelajaran di Burung Indonesia diperoleh skor sebesar 46 yang menunjukkan bahwa Burung Indonesia telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar.

Gambaran pembelajaran organisasi (organization profile plot) dilihat secara keseluruhan dan menurut kelima divisi yang ada di Burung Indonesia. Jika dilihat secara keseluruhan dimensi yang memiliki nilai tertinggi adalah pengaksesan pembelajaran eksternal yang bernilai 14,26 sedangkan skor terendah berada pada dimensi memori organisasi yang bernilai 11,83. Dari gambaran pembelajaran di masing-masing divisi terlihat bahwa empat divisi memiliki skor tertinggi pada pembelajaran eksternal sedangkan tiga divisi memiliki skor terendah pada memori organisasi dan dua divisi memiliki skor terendah pada budaya yang mendukung. Hasil gambaran pembelajaran tersebut digunakan Burung Indonesia sebagai dasar untuk merefleksikan pembelajaran yang telah ada dan dapat melihat kekuatan dan kelemahan organisasi di dalam pembelajaran tersebut.

(5)

iii

Tiga puluh tujuh tahun setelah proklamasi dikumandangkan bangsa Indonesia, penulis dilahirkan. Bertempat di sebuah kota yang sekarang disebut “kota angkot” dan dahulu dikenal sebagai kota hujan yaitu Bogor, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1982. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan (Alm) Tugiman dan Murtini.

Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Tunas Muda Bogor pada tahun 1986, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Semplak 2 Bogor. Pada Tahun 1994, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Bogor dan Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Bogor menjadi tempat penulis menimba ilmu selanjutnya di tahun 1997. Tahun 2000, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Fakultas MIPA, Program Studi Informatika. Kemudian penulis meneruskan kuliah di Ekstensi Manajemen Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.

Pada tahun 2003, penulis lulus dari Institut Pertanian Bogor dan mulai bekerja sampai saat ini. Beberapa perusahaan sudah penulis jajaki untuk mendapatkan pengalaman bekerja. Sampai sekarang, penulis masih bekerja di Perhimpunan Pelestarian Burung Liar di Indonesia (Burung Indonesia) sebagai

(6)

iv

Segala puji senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Syukur Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Manajemen Pengetahuan untuk menjadi Organisasi Pembelajar (Learning Organization) – Studi Kasus Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia)” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diperlukan untuk perbaikan penulis untuk hal yang lebih baik. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bernilai ibadah dalam pandangan Allah SWT. Amin.

Bogor, Agustus 2010

(7)

v

Ucapan terima kasih, penulis sampaikan kepada semua orang yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini secara moriil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Ir. Anggraini Sukmawati, MM sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis.

2. Ibu Erlin Trisyulianti, STP, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc. selaku dosen penguji

3. Ibu Hardiana selaku dosen Quality Control skripsi ini.

4. Keluarga besar Burung Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan memberikan informasi yang dibutuhkan penulis.

5. Seluruh staf dan pengajar PSMPK Departemen Manajemen, FEM IPB

6. Mamahku, kedua kakakku dan ponakanku tercinta yang telah memberikan curahan kasih sayang, doa yang tulus, motivasi dan inspirasi hidup.

7. Mas Yoppy, Esty dan Mba Wati (KC Crew) yang telah membantu penulis dan memberikan warna-warni hidup penulis, baik suka dan duka di kantor.

8. Mbakoe tersayang, Ria Saryanthi yang selalu sabar menghadapi penulis. Thanks ya mbae untuk dukungannya, nice to have sister like you…

9. Debby, Mba Nur, Astrid rekan-rekan yang sering makan siang bareng.

10. Diyat Adhy A. yang telah mendampingi penulis selama sidang, terima kasih atas perhatiannya.

11. Rekan-rekan di Departemen Manajemen Angkatan III yang telah membuat kenangan indah selama kuliah.

12. Pupun, Wati dan Boncus, sahabatku yang telah memberikan semangat, doa motivasi dan ilmunya. “Semoga Ikitaskoe bisa maju ya .…”

13. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas dukungan doa, semangat dan motivasinya.

(8)

vi

RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi DAFTAR LAMPIRAN ... x I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 6 1.3. Tujuan Penelitian ... 7 1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Data, Informasi dan Pengetahuan ... 9

2.2. Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) ... 14

2.3. Audit Manajemen Pengetahuan ... 18

2.4. Organisasi ... 21

2.5. Organisasi Pembelajar ... 24

2.6. NGO (Non Government Organization)... 29

2.7. Kajian Penelitian Terdahulu ... 31

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 34

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 34

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 37

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 37

3.4.1 Uji Validitas ... 37

3.4.2 Uji Reliabilitas ... 39

3.4.3 Penilaian Manajemen Pengetahuan... 40

3.4.4 Learning NGO (LNGO) ... 41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 44

4.2. Karakteristik Responden ... 47

4.3. Analisis Data Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 49

4.3.1 Hasil Uji Validitas Kuesioner ... 49

4.3.2 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner ... 50

4.4. Penilaian Penerapan Manajemen Pengetahuan ... 50

(9)

vii

4.5.1 Persepsi Pembelajaran secara Keseluruhan ... 55

4.5.2 Persepsi Pembelajaran menurut Divisi ... 57

4.6. Implikasi Manajerial ... 61

KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

1. Kesimpulan ... 64

2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(10)

viii

No Halaman

1 Hasil survei pengenalan Manajemen Pengetahuan ... 2

2 Pengetahuan Tacit versus Pengetahuan Eksplisit ... 12

3 Tingkat reliabilitas Alpha Cronbach ... 39

4 Dimensi penerapan Manajemen Pengetahuan ... 40

5 Pemaknaan hasil untuk komponen kualitas pembelajaran ... 41

6 Pemaknaan hasil untuk komponen proses pengelolaan pengetahuan ... 41

7 Dimensi kuesioner Learning NGO ... 42

8 Komposisi staf berdasarkan tingkat jabatan ... 47

9 Hasil kualitas pembelajaran di organisasi ... 50

10 Hasil kualitas proses pengelolaan pengetahuan ... 52

11 Hasil pemetaan pengetahuan ... 54

12 Hasil minat memahami pengetahuan ... 55

(11)

ix

No Halaman

1 Diagram pemenang Indonesian MAKE Study 2005 – 2009... 3

2 Pengetahuan yang tersimpan dalam organisasi ... 4

3 Empat model konversi Knowledge (SECI Process) ... 13

4 Perkembangan alasan organisasi mengembangkan Manajemen Pengetahuan ... 20

5 Bangunan organisasi pembelajar ... 27

6 Kerangka pemikiran konseptual... 36

7 Grafik umum profil organisasi LNGO ... 43

8 Gambaran umum profil organisasi LNGO ... 43

9 Jenis kelamin responden ... 48

10 Distribusi umur responden ... 48

11 Distribusi pendidikan responden ... 49

12 Masa kerja responden ... 49

13 Profil pembelajaran Burung Indonesia secara keseluruhan ... 56

14 Profil pembelajaran Burung Indonesia menurut divisi KC ... 58

15 Profil pembelajaran Burung Indonesia menurut divisi CBD ... 59

16 Profil pembelajaran Burung Indonesia menurut divisi FIN ... 59

17 Profil pembelajaran Burung Indonesia menurut divisi GAA ... 60

(12)

x

No Halaman

1 Rekapitulasi pemenang Indonesian MAKE Study 2005 - 2009 ... 69

2 Finalis Indonesian Make Study 2010 ... 70

3 Peta lokasi kerja Burung Indonesia ... 71

4 Struktur organisasi Burung Indonesia ... 72

5 Hasil perhitungan Uji Validitas ... 73

6 Hasil perhitungan Uji Reliabilitas ... 75

7 Hasil komponen kualitas pembelajaran di organisasi ... 76

8 Hasil komponen kualitas proses pengelolaan pengetahuan ... 77

9 Hasil pemetaan pengetahuan dan minat memahami ... 78

10 Hasil pembelajaran di Burung Indonesia secara keseluruhan ... 79

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi telah meningkatkan persaingan dan memicu perkembangan di segala bidang. Kondisi ini mengakibatkan dibutuhkannya kemampuan untuk menerapkan cara-cara baru dalam menyikapi perkembangan dan persaingan yang terjadi agar dapat tetap bertahan. Tantangan yang dihadapi terhadap kondisi tersebut antara lain kolaborasi, inovasi, adaptasi, penguasaan teknologi dan pasar serta pengelolaan aset-aset intelektual (Tobing, 2007). Hal ini berlaku tidak hanya untuk organisasi yang berorientasi laba seperti perusahaan tetapi berlaku juga untuk organisasi nirlaba seperti Non Government Organization (NGO). Untuk dapat tetap bertahan dan berkembang, organisasi harus mampu beradaptasi serta berinovasi agar memiliki keunggulan dan daya saing sehingga dibutuhkan pengetahuan yang luas dari setiap personil yang ada.

Sehubungan hal tersebut, peran pengetahuan menjadi semakin menonjol karena hanya dengan pengetahuan semua perubahan yang terjadi dapat ditindaklanjuti dengan tepat untuk mencapai visi dan misi organisasi. Pengetahuan telah menjadi sesuatu yang sangat menentukan, oleh karena itu perolehan dan pemanfaatannya perlu dikelola dengan baik dalam usaha peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang juga menunjang kinerja organisasi lebih efektif dan efisien.

Dalam memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan, sebaiknya organisasi mengelola pengetahuannya dengan

Knowledge Management (Manajemen Pengetahuan). Manajemen Pengetahuan

membantu mengarahkan para karyawan berkarya serta bekerja menurut pengetahuan yang dimilikinya (knowledge worker). Pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan dapat menjadi pengetahuan organisasi jika dikelola dengan baik sehingga organisasi dapat berkembang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki anggota organisasi. Siklus tersebut secara berkesinambungan akan kembali ke karyawan untuk memperoleh peningkatan kapasitas individu yang

(14)

dapat mempengaruhi peningkatan kinerja untuk menghasilkan dan menciptakan inovasi-inovasi dari pengetahuan yang didapatkannya.

Di Indonesia, belum begitu banyak organisasi yang telah menerapkan KM, ini dapat terlihat dari data survei yang dilakukan oleh PPM Manajemen (Tabel 1). Dari hasil survei tersebut terlihat bahwa masih cukup banyak organisasi yang belum menerapkan atau bahkan mengenal manajemen pengetahuan, terutama perusahaan skala kecil dan menengah.

Tabel 1. Hasil survei Pengenalan Manajemen Pengetahuan

Bila Sudah Pernah Mendengar Mengenai Manajemen Pengetahuan: Jenis Perusahaan Jumlah Total Tidak Pernah Mendengar Mengenai Manajemen Pengetahuan Pernah Mendengar Mengenai Manajemen Pengetahuan Sudah Memiliki Manajemen Pengetahuan Akan Memiliki dalam 1-2 Tahun Mendatang Akan Memiliki dalam 3-4 Tahun Mendatang BUMN 36 4 11% 32 89% 8 10 14 Swasta Nasional Skala Besar 86 12 14% 74 86% 28 31 15 Swasta Nasional Skala Menengah-Kecil 61 44 72% 17 28% 2 2 13 Multinasional 6 - 0% 6 100% 6 Sumber: Munir, 2008

Manajemen Pengetahuan di Indonesia berpotensi berkembang dengan adanya penghargaan Indonesian Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE) yang diselenggarakan oleh Dunamis Organization Service yang mendapatkan lisensi penuh dari Teleos dan KNOW Network. Indonesian MAKE dapat membuka pemahaman terhadap penerapan Manajemen Pengetahuan untuk menjadi organisasi pembelajar (learning organization) yang berkarya berdasarkan pengetahuannya menuju terciptanya keunggulan bersaing. Indonesian MAKE

(Most Admired Knowledge Enterprise) Award merupakan ajang penghargaan bagi

organisasi-organisasi berbasis pengetahuan paling dikagumi di Indonesia yang memiliki tujuan mengukur komitmen dan kematangan organisasi dalam pembelajaran pengetahuan. Pemenang Indonesian Most Admired Knowledge

(15)

Enterprise (MAKE) Study dapat dilihat pada Lampiran 1 dan grafiknya dapat

dilihat pada Gambar 1.

Ukuran yang digunakan dalam menilai organisasi dalam Indonesian MAKE

Study, sama dengan yang digunakan untuk MAKE di tingkat Asia dan Global,

adalah delapan kriteria, yaitu: ukuran menciptakan budaya perusahaan yang didorong oleh pengetahuan, mengembangkan knowledge workers melalui kepemimpinan manajemen senior, menyajikan produk/jasa/solusi berbasis pengetahuan, memaksimalkan modal intelektual perusahaan, menciptakan lingkungan untuk berbagi pengetahuan secara kolaboratif, menciptakan suatu organisasi pembelajar, memberikan nilai berdasarkan pengetahuan tentang pelanggan, dan mentransformasikan pengetahuan perusahaan menjadi nilai bagi pemegang saham. Untuk tahun 2010, ada 25 organisasi yang menjadi finalis

Indonesian Most Admirer Knowledge Enterprises (MAKE) Study dari 85

organisasi yang menjadi nominasinya, daftar finalisnya dapat dilihat pada Lampiran 2. 8 10 11 15 7 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Jumlah Pemenang 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun

Pemenang Indonesian MAKE Study 2005 - 2009

Gambar 1. Diagram Pemenang Indonesian MAKE Study 2005 – 2009 (Sumber: data diolah)

Dari gambar di atas terlihat bahwa setiap tahunnya jumlah pemenang

Indonesian MAKE study semakin bertambah terkecuali pada tahun 2009, ini

menandakan bahwa pentingnya untuk mengelola pengetahuan demi menciptakan inovasi, memiliki performa yang baik, serta berkembang dengan baik untuk

(16)

bertahan dan unggul. Para peneliti Indonesian MAKE study melaporkan bahwa organisasi yang digerakkan oleh pengetahuan memiliki performa yang lebih baik, rata-rata 2:1 tahun dibandingkan dengan pesaingnya. Artinya organisasi berbasis pengetahuan bergerak satu tahun lebih cepat daripada organisasi biasa (Fatwan dan Denni, 2009)

Riset Delphi Group menunjukkan bahwa pengetahuan dalam organisasi tersimpan dengan struktur 42 persen berada di pikiran (otak) karyawan, sementara 26 persen pada dokumen kertas dan 20 persen terdapat dalam dokumen elektronik, sisanya sebesar 12 persen berupa knowledge based elektronik (Setiarso

et al., 2009). Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Pengetahuan yang tersimpan dalam Organisasi

Knowledge based elektronik 12% Pikiran karyawan 42% Dokumen kertas 26% Dokumen elektronik 20%

Gambar 2. Pengetahuan yang tersimpan dalam Organisasi (Setiarso et al., 2009)

Berdasarkan struktur di atas diketahui bahwa pengetahuan yang paling banyak adalah pengetahuan yang terdapat di dalam pikiran karyawan (pengetahuan tacit). Pengetahuan tacit ini dapat dikelola dan menjadi aset bagi organisasi bila dapat dieksplisitkan/dibagi dengan karyawan lain di dalam organisasi sebagai pembelajaran organisasi untuk menghasilkan kinerja yang baik dalam bentuk pengetahuan eksplisit.

Manajemen Pengetahuan juga diperlukan oleh NGO yang dalam pekerjaannya erat kaitannya dengan pengetahuan untuk menghadapi isu-isu yang berkembang. Di Indonesia terdapat sekitar ± 2.646 NGO yang bergerak di

(17)

berbagai bidang baik sosial, ekonomi, politik, budaya, lingkungan serta di bidang lainnya (Lembaga Penelitian SMERU, 2010) namun yang mengelola pengetahuannya dengan baik belum banyak. Hal ini dapat dilihat jika NGO tersebut tidak ada lagi keberadaannya maka pengetahuan yang ada di dalamnya juga ikut hilang seiring dengan para karyawan yang berpindah ke tempat lain. Begitupun jika para karyawan berpindah tempat kerja yang lain, maka pengetahuannya pun berpindah ke tempat yang baru.

Burung Indonesia sebagai salah satu NGO yang bergerak di bidang konservasi burung dan habitatnya, menyadari bahwa aset pengetahuan merupakan hal terpenting yang dimiliki organisasi agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi organisasi pembelajar (learning organization). Terlihat dari didirikannya divisi Knowledge Center (KC) pada tahun 2005. Divisi ini memiliki tugas untuk menciptakan inovasi-inovasi dan strategi aksi konservasi berdasarkan isu-isu yang sedang berkembang untuk menyelesaikan serta mendapatkan solusi dari permasalahan yang dihadapi di bidang konservasi. Burung Indonesia saat ini memiliki 5 lokasi proyek terletak di Indonesia bagian Timur (Sumba, Sangihe-Talaud (Satal), Halmahera, Mbeliling, dan Gorontalo).

Masing-masing site proyek memiliki permasalahan berbeda-beda yang membutuhkan pengetahuan dan pengalaman untuk mendapatkan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Pengetahuan yang ada di lokasi proyek dan kantor Burung Indonesia Bogor dapat menjadi pengetahuan organisasi jika dikelola dengan baik. Penerapan Manajemen Pengetahuan yang baik dapat menjadikan Burung Indonesia menjadi organisasi pembelajar (learning organization) untuk menciptakan inovasi dan keunggulan terhadap NGO lainnya. Proses penerapan Manajemen Pengetahuan telah dilakukan di dalam Burung Indonesia, salah satunya adalah dengan membangun suatu infrastruktur teknologi intranet sebagai tempat untuk menyimpan pengetahuan eksplisit yang dimiliki organisasi. Namun teknologi bukanlah faktor penentu Manajemen Pengetahuan dapat berjalan dengan baik, teknologi merupakan suatu alat (tools) untuk mendukung penerapan Manajemen Pengetahuan. Terdapat faktor lainnya yang menentukan penerapan Manajemen Pengetahuan yaitu sumber daya manusia, kepemimpinan, organisasi dan pembelajaran (Tobing, 2007).

(18)

Jika penerapan Manajemen Pengetahuan telah diimplementasikan dalam organisasi, selanjutnya organisasi perlu untuk mengetahui kualitas pengelolaan pengetahuan yang telah dilakukan dengan cara melakukan kajian penerapan Manajemen Pengetahuan sehingga diperoleh gambaran mengenai pengetahuan yang dimiliki dan dibutuhkan oleh organisasi/unit kerja, kesiapan organisasi memfasilitasi pembelajaran, dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan (Munir, 2008). Hal ini penting dilakukan untuk mengembangkan Manajemen Pengetahuan yang ada di organisasi menuju organisasi pembelajar (learning organization). Pengembangan Manajemen Pengetahuan tersebut dilakukan organisasi untuk meminimalkan risiko, meningkatkan efisiensi dan inovasi (Munir, 2008).

Berdasarkan paparan di atas maka diperlukan kajian penerapan Manajemen Pengetahuan di Burung Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan penilaian awal mengenai penerapan Manajemen Pengetahuan di Burung Indonesia dan kesiapan organisasi menjadi organisasi pembelajar.

1.2. Perumusan Masalah

Penerapan Manajemen Pengetahuan pada NGO yang kegiatannya membutuhkan suatu inovasi untuk menemukan solusi terbaik dari isu-isu yang berkembang, sangat penting terutama untuk NGO yang bergerak di bidang konservasi. Setelah penerapan Manajemen Pengetahuan dilakukan, perlu dilakukan kajian dari penerapan Manajemen Pengetahuan tersebut untuk mengetahui kesesuaian kualitas pengelolaan pengetahuan yang ada di organisasi agar mendapatkan umpan balik (feedback) demi peningkatan kualitas pengelolaan pengetahuan menjadi organisasi pembelajar (learning organization).

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penelitian ini akan memfokuskan pada:

1. Bagaimanakah penerapan Manajemen Pengetahuan yang ada di Burung Indonesia?

2. Bagaimanakah kesiapan kapasitas organisasi Burung Indonesia menjadi organisasi pembelajar (learning organisation) ?

(19)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji penerapan Manajemen Pengetahuan yang ada di Burung Indonesia 2. Menganalisis kesiapan kapasitas organisasi Burung Indonesia menjadi

organisasi pembelajar (learning organisation).

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah

1. Membantu organisasi untuk mengkaji atau menilai penerapan Manajemen Pengetahuan dalam rangka pengembangan peran Manajemen Pengetahuan dalam organisasi.

2. Mengidentifikasi karakteristik pembelajaran yang ada di organisasi untuk menilai kapasitas organisasi menjadi organisasi pembelajar.

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian di bidang yang sama ataupun penelitian lanjut.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji atau menilai penerapan manajemen pengetahuan yang ada di Burung Indonesia serta mendapatkan gambaran profil pembelajaran (organizational profile plot) yang ada di Burung Indonesia untuk menjadi organisasi pembelajar. Penarikan sampel dilakukan dengan metode sensus kepada seluruh staf Burung Indonesia yang terlibat dan berhubungan dalam proses Manajemen Pengetahuan sebagai pekerjaan utama (core bussiness) yang ada di kantor Bogor maupun lokasi proyek Burung Indonesia di lapangan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner ke seluruh staf Burung Indonesia baik di Bogor maupun yang ada di lapangan. Kuesioner yang akan disebarluaskan terdiri dari pertanyaan tentang identitas responden, pertanyaan mengenai penerapan manajemen pengetahuan dilihat dari dua komponen instrumen kuesioner Munir (2008) sedangkan untuk mengetahui gambaran profil pembelajaran organisasi yang ada di Burung Indonesia digunakan instrumen kuesioner dari Britton (1998) dilihat dari delapan fungsi-fungsi kunci yang akan digunakan sebagai dasar untuk mengetahui

(20)

peningkatan pembelajaran organisasi secara kontinyu. Penulis hanya menganalisis dua komponen (kualitas pembelajaran dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan) penerapan pengetahuan dari tiga komponen dan mengukur delapan fungsi kunci pembelajaran organisasi pembelajar. Pada akhirnya diharapkan penelitian ini mampu memberikan rekomendasi bagi organisasi untuk mendapatkan strategi yang tepat dalam mengembangkan organisasi menjadi organisasi pembelajar melalui penerapan manajemen pengetahuan.

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Data, Informasi dan Pengetahuan

Manajemen pengetahuan diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan atau untuk membuat perusahaan mampu mempertahankan daya saing, atau untuk mempertahankan posisi utama di pasar. Pengetahuan berkaitan dengan data dan informasi.

Pengetahuan adalah informasi yang mengubah sesuatu atau seseorang, hal itu terjadi ketika informasi tersebut menjadi dasar untuk bertindak, atau informasi tersebut memampukan seseorang atau institusi untuk mengambil tindakan yang berbeda atau tindakan yang lebih efektif (Drucker, 1998). Davenport dan Prusak (1998) mendefinisikan pengetahuan sebagai campuran dari pengalaman, nilai, informasi kontektual, pandangan pakar dan intuisi mendasar yang memberikan suatu lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman baru dengan informasi. Pada organisasi, pengetahuan sering terkait tidak hanya pada dokumen atau tempat penyimpanan barang berharga, tetapi juga pada rutinitas, proses, praktik dan norma perusahaan.

Davenport dan Prusak (1998) membedakan pengertian antara data, informasi dan pengetahuan yaitu pengetahuan bukanlah data, bukan pula informasi, namun sulit sekali dipisahkan dari keduanya. Data bersifat diskrit, yaitu fakta-fakta objektif mengenai kejadian atau objek-objek tertentu. Data akan menjadi informasi jika diolah (disortir, dianalisis, dan ditampilkan dalam bentuk yang dapat dikomunikasikan melalui bahasa, grafik atau tabel). Data dan informasi merupakan bahan baku yang diolah oleh aksi atau tindakan menjadi pengetahuan. Proses perubahan data menjadi informasi dilakukan beberapa tahapan yang dimulai dari huruf C, yaitu:

ƒ Contextualized: memahami manfaat data yang dikumpulkan

ƒ Categorized: memahami unit analisis atau komponen kunci dari data ƒ Calculated: menganalisis data secara sistematik atau secara statistik ƒ Corrected: menghilangkan kesalahan (error) dari data

(22)

Data adalah kumpulan fakta objektif mengenai sebuah kejadian. Sementara informasi adalah data yang telah diolah, biasanya menggunakan aturan statistika sehingga mengandung arti. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kebiasaan, keahlian/kepakaran, keterampilan, pemahaman, atau pengertian yang diperoleh dari pengalaman, latihan atau melalui proses belajar (Pratomo yang dikutip Tjakraatmadja dan Lantu, 2006).

Menurut Teskey (dalam Tjakraatmadja dan Lantu, 2006) dalam tulisannya

User Models and World Models for Data, Information, and Knowledge,

menjelaskan bahwa data merupakan hasil pengamatan langsung terhadap suatu kejadian atau suatu keadaan. Data merupakan entitas yang dilengkapi dengan nilai tertentu. Informasi merupakan kumpulan data terstruktur untuk memperlihatkan adanya hubungan antar entitas. Sedangkan pengetahuan merupakan model yang digunakan manusia untuk memahami dunia, dan yang dapat berubah sejalan dengan perkembangan informasi yang dimiliki dalam pikirannya.

Powell (dalam Tjakraatmadja dan Lantu, 2006) menyatakan bahwa data adalah koleksi terstruktur dari kumpulan fakta. Informasi adalah data atau fakta yang memiliki arti. Sedangkan pengetahuan merupakan hasil atau keluaran atau nilai dari informasi. Menurut Davenport dan Prusak (1998), proses transformasi informasi menjadi knowledge melalui empat tahapan yang dimulai dengan huruf C, yaitu:

ƒ Pembandingan (Comparison): membandingkan informasi pada situasi tertentu dengan situasai-situasi yang lain yang telah diketahui

ƒ Konsekuensi (Consequences): menemukan implikasi-implikasi dari informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan dan tindakan

ƒ Hubungan (Connections): menemukan hubungan-hubungan bagian-bagian kecil dari informasi dengan hal-hal lainnya.

ƒ Percakapan (Conversation): membicarakan pandangan, pendapat serta tindakan orang lain terkait informasi tersebut.

Dixon (2000) menyatakan bahwa informasi adalah data “di dalam informasi”. Tiwana (2000) menggambarkan bahwa informasi adalah data yang telah memiliki nilai (value) karena telah mengalami kontekstualisasi (dikategorikan, dikalkulasi, diperbaiki dan diolah).

(23)

Dari berbagai pendapat diatas bahwa maka dapat disimpulkan bahwa data merupakan kumpulan simbol, fakta, gambar-gambar, angka-angka, huruf-huruf terhadap suatu kejadian/kondisi tertentu yang belum dianalisis, diolah maupun disortir. Informasi adalah data yang sudah diolah, dianalisis serta disortir yang memiliki arti dan dikomunikasikan kepada orang lain. Sedangkan pengetahuan diperoleh dari sekumpulan infomasi terstruktur yang didapat untuk melakukan aksi serta dapat dipakai dasar untuk mengambil suatu keputusan.

Polanyi membagi pengetahuan menjadi dua jenis, yaitu 1. Pengetahuan Tacit (tacit knowledge)

Pengetahuan tacit adalah pengetahuan yang diam di dalam benak manusia dalam bentuk intuisi, judgement (pendapat), ketrampilan (skill) dan kepercayaan (belief) yang sangat sulit diformalisasikan dan dibagi dengan orang lain

2. Pengetahuan Eksplisit (explicit knowledge)

Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang dapat atau sudah terkodifikasi dalam bentuk dokumen atau bentuk berwujud lainnya sehingga dapat dengan mudah ditransfer dan didistribusikan dengan menggunakan berbagai media. Bentuknya dapat berupa formula, kaset/CD Video dan audio, spesifikasi produk atau manual.

Tiwana (2001) membedakan tacit knowledge dan explicit knowledge yang disusun berdasarkan karakteristik. Karakteristik tersebut dilihat berdasarkan sifat, formalisasi, proses pengembangan, lokasi, proses konversi, dukungan IT dan sarana komunikasi dari kedua pengetahuan tersebut. Perbedaan karakteristik pengetahuan tacit dan pengetahuan eksplisit dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

(24)

Tabel 2. Pengetahuan Tacit versus Pengetahuan Eksplisit

Karakteristik Tacit Explicit Sifat Pribadi/personal,

konteks-spesifik

Dapat dikodifikasi dan dijelaskan

Formalisasi Sulit untuk diformalkan, dicatat, dikodekan atau diartikulasikan

Dapat dikodifikasi dan ditransmisikan ke dalam bahasa yang sistematis dan formal

Proses Pengembangan Dikembangkan melalui proses trial and error yang ditemui dalam praktek

Dikembangkan melalui penjelasan dari

pemahaman tacit dan interpretasi informasi

Lokasi Tersimpan di dalam pikiran karyawan

Tersimpan dalam dokumen, database, halaman web, email, bagan, dll.

Proses konversi Dikonversi ke eksplisit melalui ekternalisasi yang sering didorong oleh metapora dan analogi

Dikonversi kembali ke

tacit melalui pengenalan

Dukungan IT Sulit untuk mengelola, membagi, atau didukung oleh IT

Mudah didukung oleh IT

Sarana komunikasi Membutuhkan media komunikasi yang beraneka ragam

Dapat ditransfer melalui saluran elektronik konvensional Sumber: Tiwana, 2001

Kedua jenis knowledge tersebut oleh Nonaka dan Takeuchi (1995) dapat dikonversi melalu empat jenis proses konversi, yaitu Sosialisasi, Eksternalisasi, Kombinasi dan Internalisasi. Keempat jenis proses konversi ini dikenal dengan SECI proses (S: Socialization, E: Externalization; C: Combination dan I:

(25)

Gambar 3. Empat Model Konversi Knowledge (SECI Process) (Nonaka & Takeuchi, 1995)

1. Sosialiasi merupakan proses sharing dan penciptaan tacit knowledge melalui interaksi dan pengalaman langsung. Salah satu proses sosialisasi adalah dengan pertemuan tatap muka (rapat, diskusi, dan pertemuan bulanan). Melalui pertemuan tatap muka ini, individu dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya sehingga tercipta pengetahuan baru. Di dalam sistem Manajemen Pengatahuan, fitur-fitur kolaborasi seperti e-mail, diskusi elektronik, komunitas praktis (communities of practice) memungkinkan pertukaran pengetahuan tacit (informasi, pengalaman, dan keahlian) yang dimiliki seseorang sehingga organisasi semakin mampu belajar serta melahirkan ide-ide baru yang kreatif dan inovatif. Hal ini baik untuk dilakukan karena bermanfaat untuk meningkatkan koordinasi, mempercepat proses aktivitas, dan menumbuhkan budaya belajar. Proses sosialisasi juga dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (training) dengan mengubah pengetahuan tacit para pelatih menjadi pengetahuan tacit para peserta pelatihan.

2. Eksternalisasi merupakan pengartikulasian pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit melalui proses dialog dan refleksi. Dukungan terhadap proses eksternalisasi dapat diberikan dengan mendokumentasikan notulen rapat (bentuk eksplisit dari pengetahuan yang tercipta saat diadakannya

(26)

pertemuan) ke dalam bentuk elektronik untuk kemudian dapat dipublikasikan kepada mereka yang berkepentingan.

3. Kombinasi merupakan proses konversi pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan eksplisit yang baru melalui sistemisasi dan pengaplikasian pengetahuan eksplisit dan informasi. Media untuk proses ini dapat melalui intranet (forum diskusi), database organisasi dan internet untuk memperoleh sumber eksternal. Fitur-fitur Enterprise Portal seperti knowledge organization

system yang memiliki fungsi untuk pengkategorian informasi (taksonomi),

pencarian, dan sebagainya sangat membantu dalam proses ini.

4. Internalisasi merupakan proses pembelajaran dan akuisisi pengetahuan yang dilakukan oleh anggota organisasi terhadap pengetahuan eksplisit yang disebarkan ke seluruh organisasi melalui pengalaman sendiri sehingga menjadi pengetahuan tacit anggota organisasi.

2.2. Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management)

Manajemen Pengetahuan adalah pendekatan-pendekatan sistemik yang membantu muncul dan mengalirnya informasi dan pengetahuan kepada orang yang tepat pada saat yang tepat untuk menciptakan nilai (American Productivity and Quality Centre). Tiwana (2000) menyampaikan bahwa Manajemen Pengetahuan adalah pengelolaan pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai dan menghasilkan keunggulan bersaing atau kinerja prima. Manajemen Pengetahuan yang sukses tidak hanya karena komputer yang impresif tetapi sebaiknya ditinjau dari ketiga komponen yang kritis, yaitu:

ƒ Alur pengetahuan yang benar dan sumber yang dilimpahkan ke organisasi/institusi;

ƒ Teknologi tepat yang disimpan dan dapat mengkomunikasikan pengetahuan tersebut;

ƒ Budaya tempat kerja yang benar, sehingga karyawan termotivasi untuk memanfaatkan pengetahuan.

Oleh karena itu, Manajemen Pengetahuan akan sukses apabila terjadi interaksi di antara komponennya dan tidak terjadi tumpang tindih (overlap) dari ketiga komponen tadi. Meskipun demikian, Manajemen Pengetahuan memberikan kesempatan pada organisasi tersebut untuk:

(27)

ƒ Menangkap dan menganalisis informasi organisasi dan diaplikasikan secara strategis dalam bentuk warehousing dan datamining, sistem pendukung keputusan (Decision System Support), serta Sistem Informasi Eksekutif (EIS); ƒ Menciptakan proses untuk akses informasi ke seluruh dunia melalui intranet,

groupsware, dan sistem pendukung keputusan kelompok (Groups DSS) agar karyawan mendapat informasi secara cepat, informatif dan inovatif;

ƒ Menjadikan kekuatan pendorong dari pengetahuan yang terakumulasi dari pengalaman masa lalu seluruh organisasi;

ƒ Membangun dan menyelesaikan proyek dengan meningkatkan kecepatan, ketangkasan dan keselamatan.

Bukowitz dan Williams (1999) menyebutkan bahwa dalam prakteknya Manajemen Pengetahuan mestilah berjalan bersamaan dalam dua alur yaitu:

1. Tactical Process atau memanfaatkan pengetahuan untuk menanggapi kebutuhan, kesempatan dan perkembangan sehari-hari.

2. Strategic Process atau penggunaan pengetahuan untuk kebutuhan strategis dan jangka panjang perusahaan.

Weggeman (1997) memvisualisasikan proses Manajemen Pengetahuan sebagai sebuah rantai nilai pengetahuan. Rantai nilai pengetahuan ini terdiri dari fase-fase sebagai berikut: menentukan relevansi pengetahuan dengan strategi, membuat daftar pengetahuan yang tersedia, mengembangkan pengetahuan, menyebarkan/menempatkan pengetahuan, menerapkan pengetahuan dan mengevaluasi pengetahuan. Proses Manajemen Pengetahuan sifatnya kontinyu dan berulang. Misi, visi, tujuan dan strategi organisasi menjadi tenaga pendorong bagi rantai nilai pengetahuan. Dalam pengertian lain Diepstraten dalam Zolingen

et al. (2001) membedakan 7 fase Manajemen Pengetahuan yang berbentuk proses

sebagai berikut:

1. Ekspoitasi nilai tambah pengetahuan oleh klien 2. Pengembangan pengetahuan baru oleh klien 3. Penyebaran pengetahuan

4. Penggabungan pengetahuan

5. Pendokumentasian pengetahuan untuk kebutuhan di masa depan 6. Menerapkan dan menggunakan pengetahuan

(28)

7. Mendapatkan pengetahuan dari supplier.

Spek dan Spijkervet (1995) mengindikasikan proses organisasi sebagai inti Manajemen Pengetahuan. Pengetahuan berguna karena sifatnya yang dinamis. Beberapa hal yang menyebabkan pengetahuan dinamis yaitu:

1. Pengetahuan baru dapat dikembangkan

2. Pengetahuan baru dapat didistribusikan kepada bagian yang membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik.

3. Pengetahuan dapat diakses untuk keperluan masa depan demi kepentingan kolektif.

Hal-hal tersebut menjadi bagian alasan mengapa Manajemen Pengetahuan menjadi sangat penting bagi perusahaan. Selain itu, tumbuhnya perhatian pada Manajemen Pengetahuan terkait dekat dengan upaya perusahaan untuk menjadi suatu organisasi pembelajaran (learning organization), dimana para manajer giat menciptakan budaya dan sistem untuk menciptakan knowledge baru dan mencari

knowledge dan menggunakannya pada saat dan tempat yang tepat (Marsick dan

Watkins, 1999). Berbagai kemungkinan dapat digambarkan melalui fase-fase di dalam proses Manajemen Pengetahuan yang dikenal sebagai proses siklus yang terdiri atas lima fase yaitu:

1. Pencarian pengetahuan

Pencarian pengetahuan berarti mengusahakan informasi baru di dalam organisasi, Disini hanya pengetahuan strategis yang penting karena memberi kontribusi pada pelaksanaan aktifitas inti dan mengembangkan kompetisi inti organisasi.

2. Pengadaan pengetahuan

Pengadaan pengetahuan berarti menciptakan pengetahuan dan merubah pengetahuan menjadi eksplisit, dan jika diinginkan, orang dapat mengakses informasi ini setiap saat dan dimana saja.

3. Penyebaran pengetahuan

Penyebaran pengetahuan kepada pihak-pihak yang membutuhkannya dalam pelaksanaan kerja.

(29)

4. Pengembangan pengetahuan

Pengetahuan dikembangkan dari pengetahuan yang sudah ada, dapat dibentuk dan dikembangkan suatu pandangan dan pengetahuan baru.

5. Penerapan pengetahuan

Penggunaan pengetahuan yang baru dikembangkan untuk kepentingan organisasi.

Selanjutnya Gamble dan Blackwell (2001) menyebutkan syarat penerapan manajemen pengetahuan yaitu:

ƒ Penangkapan pengetahuan baik dari sumber eksternal maupun internal ƒ Suatu metode mengkodisikasi pengetahuan tersebut dipikiran

ƒ Suatu sarana memberi akses untuk pengetahuan kemudian diciptakan ƒ Merupakan pemborosan jika pengetahuan sebenarnya tidak digunakan

ƒ Loop umpan balik dilengkapi ketika knowledge worker menambah nilai untuk pengetahuan yang ada dengan mengubahnya melalui penggunaan pengetahuan itu sendiri.

ƒ Ketika pengetahuan telah hidup lebih lama penggunannya dihilangkan dari basis pengetahuan.

Karakteristik organisasi seperti struktur, kultur dan strategi, sebagaimana sistem pengetahuan, mempengaruhi kemajuan proses manajemen pengetahuan. Manajemen pengetahuan merupakan cara terbaik dalam memadukan budaya organisasi dan budaya kelompok. Selain perlunya struktur dan kultur organisasi yang tetap, adanya suatu strategi pengetahuan berdasar pada kebijakan pengetahuan yang jelas dan detail, mengarah pada inovasi dan pembelajaran juga merupakan hal yang penting bagi kelanjutan organisasi. Proses mengimplementasikan manajemen pengetahuan menurut Tiwana (2001) yaitu: 1. Analisa infrastruktur yang ada

2. Penyesuaian manajemen pengetahuan dan strategi bisnis 3. Desain infrastruktur manajemen pengetahuan

4. Audit aset pengetahuan yang ada dan sistem 5. Desain tim manajemen pengetahuan

6. Membuat blueprint manejemen pengetahuan 7. Mengembangkan sistem manajemen pengetahuan

(30)

8. Membentuk dan menyebarkan

9. Mengelola perubahan, budaya dan struktur penghargaan

10. Evaluasi performance, mengukur ROI (return on investment), dan terus menerus memperbaiki sistem manajemen pengetahuan.

2.3. Audit Manajeman Pengetahuan

Audit manajemen pengetahuan adalah kegiatan memeriksa secara sistematis kualitas pengelolaan pengetahuan di suatu organisasi (Munir, 2008). Dengan audit manajemen pengetahuan dapat diperoleh gambaran mengenai pengetahuan yang dimiliki dan dibutuhkan organisasi/unit kerja, kesiapan organisasi memfasilitasi pembelajaran dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan. Sebelum melakukan audit pengetahuan sebaiknya organisasi memahami alasan untuk mengembangkan manajemen pengetahuan. Berdasarkan hasil observasi yang dikembangkan oleh Von Krogh, Ichiyo dan Nonaka dalam Munir (2008) terhadap 700 perusahaan, terdapat tiga alasan utama organisasi mengembangkan manajemen pengetahuan yaitu (Munir, 2008):

1. Meminimalkan resiko

Dalam tahap ini organisasi bergegas mencari pengetahuan-pengetahuan berharga yang dimilikinya, mengumpulkan, dan menggunakannya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Organisasi memanfaatkan pengetahuan untuk melakukan tindakan-tindakan yang reaktif, dan fokus perhatian organisasi adalah terhadap pengetahuan itu sendiri, terutama pengetahuan yang spesifik pada konteksnya.

2. Meningkatkan efisiensi

Pada tahap ini organisasi masih banyak memanfaatkan pengetahuan untuk tindakan-tindakan yang bersifat reaktif dan belum ada suatu proses kreasi pengetahuan yang terencana dengan baik. Namun organisasi sudah mulai mencari secara aktif pengetahuan-pengetahuan baru yang terbentuk karena proses kreasi antar anggota organisasi. Secara terencana pula organisasi melakukan kegiatan menyebarkan pengetahuan dalam bentuk proses kerja yang sudah teruji efektifitasnya di satu unit kerja ke seluruh unit kerja yang ada di organisasi.

(31)

Hal yang menarik pada organisasi tahap ini adalah munculnya kesadaran bahwa pemanfaatan pengetahuan, kreasi pengetahuan dan penyebaran pengetahuan tidak dapat mengandalkan kecanggihan teknologi informasi. Seperti yang disampaikan oleh English dan Baker (2006), teknologi informasi hanyalah puncak gunung es yang kebanyakan hanya menangkap bagian eksplisit dari suatu pengetahuan. Sementara untuk melakukan penyebaran pengetahuan perlu ada upaya khusus untuk menangani bagian terbatinkan dari pengetahuan, apalagi bila melibatkan pihak-pihak yang tidak bersedia berbagi pengetahuan.

3. Inovasi

Merupakan tahapan pengembangan manajemen pengetahuan yang umum dijumpai di organisasi-organisasi yang ingin menghasilkan inovasi. Kesadaran bahwa pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya tidak cukup untuk menunjukkan kinerja prima. Organisasi-organisasi ini memfokuskan upayanya untuk menciptakan pengetahuan-pengetahuan baru dan proses-proses pengelolaan pengetahuan yang andal. Para penggiat pengetahuan di organisasi rajin memotivasi sebanyak mungkin orang di organisasi untuk menjadi pembelajar yang aktif mangakuisisi pengetahuan dari lingkungan eksternal, saling berbagi, menciptakan pengetahuan-pengetahuan baru dan memanfaatkannya. Organisasi memiliki visi pengetahuan yang jelas dan tegas, menyusun strategi jangka panjang berbasis pengetahuan, membangun budaya belajar dan merekrut orang-orang dengan kompetensi belajar dan bertumbuh yang baik.

(32)

Gambar 4. Perkembangan Alasan Organisasi Mengembangkan Manajemen Pengetahuan

Audit manajemen pengetahuan terdiri dari tiga komponen, yaitu:

1. Kualitas pengetahuan

Audit kualitas pengetahuan ditujukan untuk memperoleh gambaran ragam kelompok pengetahuan yang telah dimiliki oleh perusahaan, kualitas atau tingkatan relatifnya dibandingkan organisasi lain, ragam kelompok pengetahuan apa yang harus dimiliki perusahaan, kualitas atau tingkatnya juga prioritasnya.

2. Kualitas pembelajaran di organisasi

Bila suatu organisasi dapat menjadi organisasi pembelajar, maka organisasi tersebut akan mendapatkan keunggulan dalam hal kemampuan beradaptasi dan keluwesan (flexibility) yang sangat diperlukan untuk memenangkan persaingan di arena kompetisi yang sarat dengan perubahan. Melalui pembelajaran organisasi, organisasi memperoleh pengetahuan, dan mengaktualisaikan model mental bersama yang menjadi basis berpikir dan bertindak bagi seluruh individu

Audit kualitas pembelajaran di organisasi ditujukan untuk memperoleh gambaran mengenai kesiapan organisasi dalam memfasilitasi pembelajaran anggotanya dan kesiapan organisasi dalam memanfaatkan hasil pembelajaran anggotanya untuk mengubah dan menyempurnakan dirinya.

(33)

Menurut Kim (1993) yang dikutip Munir (2008), pembelajaran merupakan proses mendapatkan pengetahuan yang dilanjutkan dengan aktualisasi pengetahuan yang sebelumnya dimiliki. Definisi tersebut meliputi dua hal: (1) Proses mendapatkan pengetahuan untuk ‘mengetahui bagaimana caranya’

yang akan mendasari kemampuan fisik untuk memproduksi suatu tindakan dan

(2) Proses mendapatkan pengetahuan untuk ‘mengetahui mengapa demikian’ yang menghasilkan kemampuan untuk mengartikulasikan pemahaman konseptual dari suatu pengalaman.

Secara umum pembelajaran dapat dipahami sebagai proses peningkatan kapasitas manusia dalam melaukan tindakan yang efektif.

3. Kualitas proses pengelolaan pengetahuan

Dalam audit proses pengelolaan pengetahuan hanya difokuskan pada empat proses utama dari delapan proses. Empat proses tersebut yaitu proses akuisisi pengetahuan, proses distribusi dan berbagi pengetahuan, proses pengembangan dan pemanfaatan pengetahuan serta proses pemeliharaan dan penyimpanan pengetahuan. Melalui kegiatan audit manajemen pengetahuan ini dapat diketahui apakah proses-proses pengelolaan pengetahuan sudah ada dan berjalan dengan efektif di organisasi.

2.4. Organisasi

Organisasi merupakan satuan sosial yang dikoordinasi secara sadar, terdiri atas dua orang atau lebih, dan secara terus menerus berusaha mencapai tujuan bersama. Kumpulan individu ini dalam melakukan aktivitasnya selalu saling berinteraksi baik dengan sesama anggota organisasi maupun dengan pihak luar organisasi (Robbins, 1996).

Menurut Urlich dalam Tjakraatmadja dan Lantu (2006) menyatakan terdapat empat kompetensi dasar dari manusia yang dibutuhkan oleh organisasi atau perusahaan masa kini, yaitu:

a. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan untuk mampu memahami karakteristik paradoks antara keseimbangan untuk berpikir global namun mampu bertindak lokal. Teknologi merupakan alat utama untuk membangun perusahaan agar memiliki daya saing bertaraf global. Teknologi

(34)

akan berperan maksimal jika implementasinya memperhatikan kesiapan faktor manusia khususnya faktor budaya kerja, yang bersifat lokal. Teknologi yang terlalu maju dibandingkan dengan kesiapan manusia akan sia-sia atau teknologi yang diterapkan secara tidak kontekstual tidak akan efektif mencapai sasaran.

b. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan untuk mampu menyeimbangkan antara bertindak efisien (downsizing) sambil meningkatkan pendapatan (revenue) perusahaan melalui kreativitas, inovasi dan kewirausahaan (entrepreneurship). Wujud teknologi yang makin kecil memiliki kemampuan berlipat ganda serta berkembangnya inovasi manusia, memungkinkan dirancangnya sistem dan organisasi yang makin downrizing. Namun, perlu diimbangi dengan upaya merubah peran dan kompetansi kerja manusia dalam organisasi serta meningkatkan pertumbuhan bisnis.

c. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan untuk mampu memahami karakteristik dan penggunaan teknologi maju – baik teknologi proses maupun teknologi informasi (capital structured) untuk memaksimumkan nilai tambah perusahaan. Upaya proses rekayasa ulang sebaiknya mencakup pertimbangan untuk merubah struktured capital (perubahan teknologi proses dan informasi) maupun unstructured capital (budaya kerja) secara seimbang. Perubahan yang hanya fokus pada structured

capital, telah banyak mengalami kegagalan. Franklin et al. (2001); Hornby et al. (1992); Williams (1995) serta Markus dan Keil (1994) telah

mengidentifikasi penyebab kegagalan aplikasi teknologi baru pada sebuah oganisasi terutama bukan disebabkan oleh masalah teknik namun akibat masalah psikologik dan organisasi. Penelitian MIT (1990) membuktikan bahwa kegagalan implementasi teknologi informasi terutama disebabkan karena investasi yang dilakukan terlalu fokus pada sisi teknologi, kurang memperhatikan manajemen proses perubahan serta struktur dan budaya organisasi. Lebih lanjut, Cooper dan Markus (1995) menunjukkan bahwa kegagalan aplikasi organisasi baru lebih banyak karena adanya hambatan dari tenaga kerja, Secara umum penelitian-penelitian menunjukkan kesimpulan yang sama bahwa keberhasilan suatu perubahan, bukan ditentukan oleh

(35)

canggihnya metode dan teknik rekayasa, namun lebih ditentukan oleh adanya komitmen dan kompetensi manusia yang terlibat dalam kerja sehari-hari. Proses perubahan teknologi menuntut komitmen serta keberdayaan tenaga kerja, untuk itu perlu dikelola dengan sistematik dan konsisten. Kebanyakan yang terjadi saat ini, pihak manajemen sering ”memaksakan” keinginan suatu perubahan, para pekerja dipaksa untuk mau menyesuaikan dengan teknologi baru, tanpa membangun komitmen, kompetensi, kemampuan belajar serta budaya kerja organisasi.

d. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan yang memiliki kompetensi individual tinggi, namun seimbang dengan komitmen serta kemampuan untuk belajar dan berubah. Perusahaan masa depan membutuhkan tenaga kerja yang mampu melipatgandakan kompetensinya melalui sinergi dengan teknologi, sistem serta organisasi, sesuai dengan perkembangan lingkungan bisnis global maupun lokal.

Organisasi dilihat dari tujuannya dibedakan menjadi dua yaitu organisasi perusahaan (business organization) dan organisasi sosial (public organization). Organisasi perusahaan bertujuan untuk mendapatkan laba dan prinsip kegiatannya ekonomis rasional, sedangkan organisasi sosial bertujuan untuk memberikan pelayanan dan prinsip kegiatannya adalah pengabdian sosial (Hasibuan, 2007).

Kusdiyono (2009) menyatakan bahwa perkumpulan adalah suatu pengelompokan anggota-anggota masyarakat yang terorganisasi secara sistematis untuk tujuan atau kepentingan tertentu. Perkumpulan dalam arti luas menurut Herman (2007) yaitu meliputi suatu persekutuan, koperasi, dan perkumpulan yang saling menanggung. Perkumpulan dalam pengertian ini terbagi menjadi dua jenis yaitu :

1. Perkumpulan yang berbentuk Badan Hukum, seperti Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Perkumpulan Saling Menanggung.

2. Perkumpulan yang tidak berbentuk Badan Hukum seperti Persekutuan Perdata, Perseroan Komanditer, dan Firma.

Ciri-ciri perkumpulan adalah : 1. Terorganisasi secara sistematis

(36)

3. Hubungan anggota bersifat kontekstual

4. Kepemimpinan lebih bersifat hierarki dan atas dasar wewenang

Status hukum perkumpulan adalah berbentuk Perkumpulan Saling Menanggung seperti yang diatur dalam stb 870-64 yang dikeluarkan pada tanggal 28 Maret 1870. Menurut ketentuan ini, status badan hukum akan diperoleh setelah mendapat pengesahan menteri hukum dan HAM yang diatur dalam Pasal 1 Stb 1874, sehingga dapat melakukan perbuatan hukum, menyandang hak dan kewajiban, dan dapat digugat maupun menggugat di pengadilan. Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh perkumpulan adalah :

1. Perkumpulan berhak untuk mengajukan gugatan

2. Perkumpulan wajib mendaftarkan perkumpulan tersebut pada instansi yang berwenang untuk mendapatkan status Badan Hukum

2.5. Organisasi Pembelajar

Organisasi pembelajar adalah organisasi yang mampu memfasilitasi pembelajaran bagi seluruh anggota organisasinya dan mengubah tindakan (transform) dan menyempurnakan dirinya berdasarkan hasil belajar anggotanya (Pedler dan Burgoyne, 1995 dan Garvin, 2000 dalam Munir, 2008).

Menurut Tjakraatmadja dan Lantu (2006), organisasi pembelajar didefinisikan sebagai organisasi yang memiliki kemampuan untuk selalu memperbaiki kinerjanya secara berkelanjutan dalam siklikal, karena anggota-anggotanya memiliki komitmen dan kompetensi individual yang mampu belajar dan berbagi pengetahuan pada tingkat superfisial maupun substansial. Dilihat dari prosesnya, pembelajaran organisasi merupakan suatu proses akumulasi pengetahuan (human capital) organisasi akibat adanya proses interaksi antara individu belajar dengan organisasi pembelajar, atau karena dorongan lingkungan kerja yang memiliki karakteristik yang kondusif untuk terjadinya proses pembelajaran organisasi (berbagi pengetahuan antara para anggota organisasi), sehingga meningkatkan kualitas kehidupan kerja organisasi.

Definisi organisasi pembelajar yang secara khusus digunakan untuk NGO (Non Goverment Organization) adalah suatu organisasi yang secara aktif menggabungkan pengalaman dan pengetahuan dari anggota dan mitra melalui pengembangan program, kebijakan, prosedur dan sistem dengan cara-cara yang

(37)

secara kontinyu meningkatkan kemampuan untuk menetapkan dan mencapai tujuan, memuaskan stakeholder, pengembangan program, nilai, pengembangan masyarakat dan pencapaian misi dengan konstituen (Aike dan Britton, 1997) Senge dalam Tjakraatmadja dan Lantu (2006) mengatakan bahwa untuk

menjadi organisasi pembelajar perlu menerapkan lima disiplin belajar yaitu: (1) Disiplin keahlian pribadi (personal mastery). Disiplin yang akan mendorong

sebuah organisasi untuk terus-menerus belajar bagaimana menciptakan masa depannya, yang hanya akan terbentuk jika individu-individu anggota organisasi mau dan mampu terus belajar menjadikan dirinya sebagai seorang

master di bidang ilmunya. Disiplin personal mastery terbentuk dicirikan oleh

tumbuhnya keterampilan-keterampilan individual para anggota organisasi untuk melakukan kontemplasi (refleksi) diri; keterampilan untuk memahami akan kelebihan dan kelemahan kompetensi intelektual; emosional maupun sosial dirinya; serta keterampilan untuk melakukan revisi atas visi pribadinya, dan kemudian keterampilan untuk membangun kondisi kerja yang sesuai dengan keadaan organisasinya.

(2) Disiplin visi bersama (shared vision). Organisasi pembelajar membutuhkan visi bersama, visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bersama ini akan menjadi kompas dan sekaligus pemicu semangat dan komitmen untuk selalu bersama sehingga menumbuhkan motivasi kepada para karyawan untuk belajar dan terus belajar meningkatkan kompetensinya.

(3) Disiplin model mental (mental model). Organisasi akan mengalami kesulitan untuk secara akurat mampu melihat berbagai realitas yang ada, jika para anggota organisasi tidak mampu merumuskan asumsi serta nilai-nilai yang tepat untuk digunakan sebagai basis cara berpikir maupun cara memandang berbagai permasalahan organisasi. Keterampilan untuk menemukan prinsip dan nilai-nilai bersama, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan keyakinan bersama sehingga menguatkan semangat dan komitmen kebersamaan, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin model mental organisasi.

(4) Disiplin pembelajaran tim (team learning). Disiplin pembelajaran tim akan efektif jika para anggota kelompok memiliki rasa saling membutuhkan satu

(38)

dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bersama. Kemampuan untuk bertindak merupakan prasyarat untuk menciptakan nilai tambah organisai, karena rencana tanpa diikuti tindakan nyata, merupakan ilusi belaka. Kemampuan untuk membangun ikatan emosional, semangat berdialog, keterampilan bekerja sama secara tim, kemampuan belajar dan beradaptasi, serta usaha untuk meningkatkan partisipasi merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin pembelajaran tim.

(5) Disiplin berpikir sistemik (system thinking). Disiplin ini berfungsi untuk melengkapi disiplin bagaimana kita belajar, yaitu disiplin untuk memahami apa sebenarnya yang kita pelajari. Faktor utama dari konteks pembelajaran dalam organisasi kontemporer adalah bagaimana kita dapat memahami kompleksitas permasalahan yang terjadi di sekitar kita, serta kita mampu berperan serta dan menciptakan perubahan yang berarti dan bermanfaat untuk mempertahankan kemampuan hidup organisasi kontemporer. Disiplin ini merupakan keterampilan untuk memahami struktur hubungan antara berbagai faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi eksistensi organisasi, keterampilan untuk berpikir integratif dan tuntas, keterampilan untuk berpikir komprehensif, serta keterampilan untuk membangun organisasi yang adaptif.

Organisasi pembelajar memiliki tiga karakteristik menurut Garrat (1990)

dalam Munir (2008). Tiga karakteristik tersebut, yaitu:

ƒ Pertama, organisasi pembelajar mendorong orang-orang di semua level untuk belajar secara reguler dan bekerja keras dari pekerjaannya.

ƒ Kedua, organisasi pembelajar memiliki sistem untuk menangkap pembelajaran dan memanfaatkannya pada hal atau tempat yang membutuhkannya.

ƒ Ketiga, organisasi pembelajar menghargai pembelajaran dan mampu secara terus-menerus melakukan transformasi dirinya sebagai hasil pembelajaran. Bangunan organisasi pembelajar dapat dilihat pada gambar di bawah ini

(39)

Gambar 5. Bangunan Organisasi Pembelajar

(1) Fondasi “bangunan organisasi pembelajar” berdiri di atas fondasi rasa saling percaya dan budaya belajar.

(2) Struktur pilar pertama “bangunan organisasi pembelajar” dibangun oleh keterampilan belajar yang minimal terdiri dari:

a. Keterampilan memecahkan permasalahan secara sistematik.

b. Keterampilan bereksperimen dengan menggunakan pendekatan baru c. Kemampuan belajar dari pengalaman dan/atau sejarah masa lalu d. Kemampuan belajar dari praktisi yang berhasil

e. Kemampuan mentransfer pengetahuan dengan cepat dan efisien

(3) Struktur pilar kedua “bangunan organisasi pembelajar” dibangun oleh fasilitas belajar yang terdiri dari:

a. Informasi sistemik b. Struktur organisasi c. Sistem penghargaan

(4) Atap “bangunan organisasi pembelajar” dibangun oleh disipilin belajar yang terdiri dari:

a. Disiplin keahlian pribadi b. Disiplin berbagi visi c. Disiplin model mental d. Disiplin berpikir sistemik e. Disiplin tim pembelajar

(40)

(5) Enabler organisasi pembelajar dipengaruhi oleh kualitas kepemimpinan

Literatur tentang organisasi pembelajar dan NGO efektif mengusulkan delapan fungsi kunci yang harus dilakukan untuk belajar secara efektif, yaitu: 1. Menciptakan budaya yang mendukung

Hal ini berkaitan dengan pemberian penghargaan terhadap kontribusi staf, penciptaan iklim belajar, sumber daya dan fasilitas untuk pengembangan individu serta kebebasan untuk berdiskusi tentang isu yang berkembang.

2. Mengumpulkan pengalaman internal

Fungsi ini berkaitan dengan prosedur-prosedur sistematis untuk mengumpulkan pengetahuan yang ada di organisasi dan peningkatan kapasitas individu.

3. Mengakses Pembelajaran Eksternal

Mengakses pembelajaran eksternal berkaitan dengan mengumpulkan pengetahuan dan informasi yang didapatkan di luar organisasi sebagai bahan pembelajaran di dalam organisasi.

4. Sistem Komunikasi

Komunikasi mengalir bebas di seluruh organisasi antar divisi serta dapat diakses informasinya dengan mekanisme yang baik.

5. Mekanisme untuk menarik kesimpulan

Pembelajaran yang didapatkan disadari sebagai kebutuhan semua anggota organisasi serta pangawasan dan evaluasi yang dilakukan di masing-masing program secara rutin dianalisis untuk mengidentifikasi apa yang telah dipelajari dan apa yang dapat diterapkan di masa yang akan dating.

6. Mengembangkan Memori Organisasi

Faktor ini berkaitan dengan mekanisme penyimpanan pengetahuan melalui pengembangan database yang mudah diakses oleh anggota organisasi dan penyimpanan pengetahuan ketika anggota organisasi meninggalkan organisasinya.

7. Mengintegrasi Pembelajaran ke dalam strategi dan kebijakan

Pembelajaran yang diperoleh diintegrasikan ke dalam strategi organisasi dan kebiijakan organisasi dengan melibatkan anggota organisasi.

(41)

8. Menerapkan Pembelajaran

Peningkatan kapasitas individu untuk mendukung kegiatan organisasi serta konversi pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit yang dapat dibagi untuk meningkatkan kapasitas organisasi dalam menjalankan programnya.

2.6. NGO (Non Government Organization)

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) semula dikenal sebagai Organisasi Non Pemerintah atau Ornop. Istilah Ornop adalah terjemahan dari

Non-Government Organization atau NGO. Sebagian masyarakat menganggap bahwa

LSM adalah suatu lembaga swadaya yang bekerja untuk pembangunan masyarakat kecil yang tertindas, masyarakat miskin atau mereka yang terpinggirkan.

Chambers dalam Mudgal (2006) mengenalkan konsep ‘additionality’

untuk menggambarkan sumbangan potensial dari Ornop bagi proses pembangunan. Konsep ‘additionality’ itu dimaksudkan sebagai upaya membuat sesuatu lebih baik daripada yang sebelumnya, yang memberi kemungkinan baik maupun buruk. Upaya mencari ‘additionality’ yang tinggi memerlukan empat unsur yaitu mengidentifikasikan dan mempertemukan kebutuhan dan peluang; menilai manfaat terbandingkan (comparative advantage) yaitu melihat apa yang dikerjakan oleh satu Ornop dibandingkan dengan yang dikerjakan Ornop lain; belajar dan menerima lewat aksi; dan mencapai dampak yang luas. Satu Ornop dapat mencapai teknologi hingga semakin luas; mengembangkan dan menggunakan pendekatan yang kemudian diadopsi oleh Ornop lain ataupun oleh pemerintah; mempengaruhi perubahan kebijakan dan tindakan donor; mengambil manfaat dan menebarkan pemahaman tentang pembangunan.

Pada mulanya Ornop dilihat sebagai organisasi yang bergerak secara eksklusif pada tingkat lokal dengan tujuan memenuhi kebutuhan kelompok miskin tanpa mempertimbangkan dampak yang luas, akan tetapi kemudian terjadi pergeseran yang mendasar yakni bahwa Ornop tidak lagi hanya berupaya ‘memenuhi kebutuhan kelompok miskin’ melainkan juga membantu mereka mengartikulasikan kebutuhan mereka dan memberikan kemampuan kepada

(42)

mereka untuk mengontrol proses pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka (Drabek dalam Mudgal, 2006).

Menurut Riker (1995) NGO merupakan organisasi yang dibentuk oleh kalangan yang bersifat mandiri. Organisasi seperti ini tidak menggantungkan diri pada pemerintah, negara terutama dalam dukungan keuangan dan sarana atau prasarana. Sekalipun mendapat dukungan dana dari lembaga-lembaga internasional, tidak berarti kalangan NGO sama sekali terlepas dari pemerintah, karena tidak jarang pemerintah memberikan fasilitas penopang, seperti pemberian bebas pajak untuk aktivitas dan asset yang dimiliki oleh NGO (Gaffar, 2002). Pembeda NGO dengan organisasi-non pemerintah lainnya terletak pada visi, misi dan orientasi yang melintasi kepentingan staf dan anggotanya serta cara-cara yang ditempuh dalam rangka mencapai tujuan. Cara yang ditempuh NGO adalah melibatkan masyarakat atau kelompok sasaran dalam setiap kegiatan yang dilakukan serta tidak berorientasi pada kepentingan (non-profit oriented), tetapi sebaliknya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam proses pembangunan. Riker (1995) mengkategorikan NGO ke dalam empat kelompok, yaitu:

1. Government organized NGOs atau Gongos, yaitu NGO yang muncul karena mendapat dukungan dari pemerintah, baik berupa dana maupun fasilitas. Biasanya NGO seperti ini berperan menyukseskan program-program pemerintah. Di Indonesia NGO seperti ini dikenal dengan sebutan NGO “plat merah”.

2. Donor organized NGOs or Dongos, yaitu NGO yang dibentuk oleh kalangan lembaga donor, baik yang bersifat multirateral maupun unilateral. NGO seperti ini biasanya dibentuk untuk mewujudkan program lembaga donor tersebut.

3. Autonomous or Independent NGOs, yaitu NGO yang dibentuk, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. NGO seperti ini sifatnya independen secara finansial dan memiliki kepedulian yang sangat luas tentang berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari.

(43)

4. Foreign NGOs yaitu NGO yang muncul sebagai perwakilan dari NGO yang ada diluar negeri. Kehadirannya, tentu saja harus selalu setahu atau mendapat izin dari negara tempat NGO tersebut beroperasi.

2.7. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian di bidang Manajemen Pengetahuan belum begitu banyak sehingga penulis menggunakan jurnal sebagai kajian penelitian terdahulu. Jurnal tersebut dijabarkan di bawah ini.

Jurnal Manajemen Pengetahuan dengan judul Analisis Keunggulan Bersaing Melalui Penerapan Knowledge Management dan Knowledge-Based

Strategy di Surabaya Plaza Hotel ditulis oleh Anshori (2005) menjelaskan bahwa

perpaduan antara knowledge yang dimiliki, kapabilitas dan resources yang ada, digabungkan dengan strategi bisnis yang dimiliki telah menghasilkan competitive

advantage yang menjadikan Surabaya Plaza Hotel (SPH) memiliki performance

lebih bagus dibandingkan kompetitornya. Sesuai dengan Knowledge Management

Pyramid yang dikembangkan oleh Rosenberg, Surabaya Plaza Hotel berada pada

level dua yaitu Information, Creation, Sharing, dan Management. SPH perlu mengadakan satu jabatan baru yaitu Knowledge Management Manager dan meningkatkan semua kapabilitas dan resources yang ada untuk memasuki tingkat yang tinggi lagi (level tiga dalam konsep Rosenberg) yaitu Entreprise

Intelligence.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan alternatif. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Teknik yang digunakan dalam menganalisis data adalah diagnosa Knowledge

Management, Identifikasi Knowledge Sources, dan Analisis Competitive Advantage. Hasil dari penelitian menunjukkan skor dan persentase Knowledge Management secara keseluruhan di atas rata-rata yaitu 65 persen. Dengan kata

lain SPH telah melakukan proses Knowledge Management dengan cukup baik. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Surabaya Plaza Hotel secara umum telah melakukan management by knowledge, meskipun belum terorganisir dengan baik. Upaya pemanfaatan pengetahuan untuk kelancaran operasional hotel sudah berjalan cukup baik, khususnya pengetahuan yang mempengaruhi posisi kompetitif yang bersumber pada customer knowledge,

Gambar

Tabel 2. Pengetahuan Tacit versus Pengetahuan Eksplisit
Gambar 3.   Empat Model Konversi Knowledge (SECI Process)  (Nonaka & Takeuchi, 1995)
Gambar 4. Perkembangan Alasan Organisasi  Mengembangkan  Manajemen         Pengetahuan
Gambar 5. Bangunan Organisasi Pembelajar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sektor perikanan merupakan suatu komoditas yang bernilai bagi suatu negara, mengingat konsumsi ikan di merupakan suatu komoditas yang bernilai bagi suatu negara,

Gordon dan Milakovich (1995:6), mendefinisikan pentadbiran awam sebagai segala proses, organisasi, dan individu yang terlibat dalam perlaksanaan undang-undang dan peraturan

Dalam teori kepemimpinan yang lain ada beberapa filsafat lagi yang banyak dipakai, agar setiap pemimpin (Khususnya dari Jawa) memiliki sikap yang tenang dan wibawa agar

Jika dilihat dari nilai koefisien β maka didapatkan hasil bahwa untuk meningkatkan disiplin kita dapat menggunakan jalur langsung, yaitu dengan cara memperbaiki

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor dalam bauran pemasaran jasa yang terdiri dari produk, harga, tempat, promosi, orang, bukti fisik dan proses berpengaruh

Disamping itu penulis juga menemukan kelebihan dari media yang dibuat oleh pre-service english teacher yaitu siswa dapat mengulang materi dengan media

Apabila dibandingkan dengan hasil pengujian aktivitas antioksidan terhadap ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana kulit buah jeruk sambal menunjukkan bahwa

Ciparay RT 01 RW 05 Desa Giriawas KECAMATAN : Cikajang KABUPATEN : Garut TAHUN ANGGARAN : 2016 NO... KECAMATAN CIKAJANG -