• Tidak ada hasil yang ditemukan

CERITA RAKYAT TELAGA MADIRDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CERITA RAKYAT TELAGA MADIRDA"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

CERITA RAKYAT TELAGA MADIRDA

Di Dusun Tlogo Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso

Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah

(Sebuah Tinjauan Folklor)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh:

MUCHAROM

C0107033

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

(2)

commit to user

ii

CERITA RAKYAT TELAGA MADIRDA

Di Dusun Tlogo Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso

Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah

(Sebuah Tinjauan Folklor)

Disusun Oleh:

MUCHAROM C0107033

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing I

Dra. Sundari, M. Hum

NIP. 195610031981032002

Pembimbing II

Siti Muslifah, S. S, M. Hum NIP. 197311032005012001

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Supardjo, M. Hum NIP. 195609211986011001

(3)

commit to user

iii

CERITA RAKYAT TELAGA MADIRDA

Di Dusun Tlogo Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso

Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah

(Sebuah Tinjauan Folklor)

Disusun Oleh:

MUCHAROM C0107033

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal 29 Desember 2011

Jabatan Nama Tanda Tangan.

Ketua Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum ……… NIP. 195710231986012001

Sekretaris Drs. Aloysius Indratmo, M. Hum ……… NIP. 196302121988031002

Penguji I Dra. Sundari, M. Hum ………. NIP. 195610031981032002

Penguji II Siti Muslifah S. S, M. Hum ……….. NIP. 197311032005012001

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph.D NIP. 196003281986011001

(4)

commit to user

iv

MOTTO

“Belajarlah untuk selalu menerima situasi, karena di situ kamu akan belajar banyak hal”

(5)

commit to user

v

PERNYATAAN

Nama : Mucharom Nim : C0107033

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Cerita Rakyat Telaga Madirda Di Dusun Tlogo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah (Sebuah Tinjauan Folklor) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda kutipan dan ditunjukan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang telah diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Desember 2011

Yang membuat pernyataan,

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Bapak ibu dan seluruh keluarga tercinta yang telah membimbing dan membiayai kuliah hingga penulis mampu menyelesaikan kuliah hingga akhir

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Al Hamdulillah selalu penulis ucapkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta`ala yang telah melimpahkan banyak nikmat kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada uswatun hasanah kita Nabi Muhammad Sallallahu `Alaihi was Salam.

Banyak hambatan yang penulis hadapi selama penulisan penelitian ini, namun demikian berkat Allah dan bantuan berbagai pihak sehingga penulisan penelitian ini dapat selesai dengan baik. Untuk itu atas segala bentuk bantuan selama ini, disampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS Surakarta yang telah mengizinkan penelitian ini.

2. Drs. Supardjo, M. Hum. selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah yang telah memeberikan izin unutk penelitian ini.

3. Drs. Y. Suwanto, M. Hum. selaku pembimbing akademik terima kasih karena telah banyak membantu penulis dalam bidang akademik selaku juga yang turut membantu mendewasakan peneliti.

4. Dra. Sundari, M. Hum. Selaku Pembibing I yang dengan baik memberikan bimbingan dan masukan-masukan yang membangun dalam pembuatan skripsi ini.

5. Siti Muslifah, S.S, M.Hum., selaku Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan motivasi.

6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sastra Daerah yang telah berkenan memberikan ilmunya kepada penulis.

7. Kepala dan staf perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa maupun perpustakaan pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah banyak membantu penulis memberikan kemudahan dalam pelayanan pada penyelesaian skripsi ini.

(8)

commit to user

viii

8. Semua warga Dusun Tlogo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar yang telah memberi kemudahan dalam penelitian ini.

9. Adik-adikku tercinta yang telah memberiku dukungan, doa, pengorbanan, kasih sayang, perhatian, serta sebuah kepercayaan sehingga penulis dapat menempuh kuliah sampai akhir.

10. Sahabatku Tri Wistiyanto yang telah setia menemaniku ke tempat penelitian untuk wawancara dan observasi. Sahabatku Reni yang mendukungku dan juga meminjamkan buku-bukunya padaku.

11. Dinas Pariwisata Kabupaten Karanganyar, terima kasih terhadap segala bantuannya.

12. Rekan-rekan Mahasiswa Sastra Daerah angkatan 2007. Terima kasih atas kebersamaan, kebahagiaan dan kasih sayang yang terjalin.

13. Semua pihak yang tidak disebutkan satu per satu, terima kasih atas semua bantuan, doa dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih dirasa jauh dari sempurna, meski telah diusahakan semaksimal mungkin. Untuk itu, masukan serta saran yang membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Akhirmya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, Desember 2011

(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

ABSTRAK ... xii

SARI PATHI... xiv

ABSTRACT... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Sistematika Penelitian ... 11

BAB II. LANDASAN TEORI ... 12

A. Pengertian Folklor ... 12

B. Bentuk Folklor ... 13

C. Pengertian Cerita Rakyat ... 16

D. Fungsi Cerita Rakyat ... 17

E. Ciri Pengenal Folklor ... 17

F. Pengertian Mitos... 19

(10)

commit to user

x

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

A. Lokasi Penelitian ... 21

B. Jenis dan Bentuk Penelitian... 21

C. Sumber Data dan Data ... 22

D. Teknik Pengumpulan Data ... 23

E. Teknik Analisis Data... 25

BAB IV. PEMBAHASAN... 27

A. Profil Masyarakat Desa Berjo ... 27

1. Karakteristik Masyarakat ... 27

2. Agama dan Kepercayaan ... 32

3. Tradisi Masyarakat . ... 35

B. Profil Telaga Madirda... . 44

C. Bentuk dan Isi Cerita Rakyat Telaga Madirda ... 46

1. Bentuk Cerita Rakyat Telaga Madirda ... 46

2. Deskripsi Cerita Rakyat Telaga Madirda ... 48

a. Versi masyarakat... 49

b. Versi wayang. ... 49

3. Tradisi yang Terkait dengan Keberadaan Cerita Rakyat Telaga Madirda ... 59

a. Nyadran ... 60

b. Bersih Dusun ... 68

c. Padusan ... 71

D. Unsur-Unsur Mitos dan Fungsi Sosial serta dampak Sosial Ekonomi Cerita terhadap Masyarakat Pendukung... 73

1. Unsur-Unsur Mitos ... 73

2. Fungsi Cerita Rakyat Telaga Madirda ... 81

E. Tanggapan dan Penghayatan Masyarakat Pendukung Cerita Rakyat Telaga Madirda ... 92

1. Berdasarkan Kelompok Usia ... 96

2. Berdasarkan Kelompok Profesi ... 98

(11)

commit to user xi A. Simpulan... 101 B. Saran ... 103 DAFTAR PUSTAKA ... 105 LAMPIRAN... 107

(12)

commit to user

xii

ABSTRAK

MUCHAROM. C0107033. 2011. Cerita Rakyat Telaga Madirda Di Dusun

Tlogo Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah (Sebuah Tinjauan Folklor). Skripsi Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Latar Belakang yang mendasari dilakukan penelitian ini ialah bahwa Cerita Rakyat Telaga Madirda merupakan salah satu folklor yang berada dalam masyarakat yang masih kental dengan tradisi maupun adat-istiadat yang dipercayai oleh masyarakat pendukungnya sebagai sesuatu yang benar dari nenek moyangnya. Cerita Rakyat Telaga Madirda ini juga merupakan aset kebudayaan sehingga penelitian ini merupakan salah satu langkah dalam upaya melestarikan kebudayaan daerah dengan cara mendokumentasikannya.

Rumusan Masalah Penelitian ini, adalah (1) Bagaimanakah profil masyarakat pendukung Cerita Rakyat Telaga Madirda dan profil Telaga Madirda, (2) Bagaimanakah bentuk dan isi Cerita Rakyat Telaga Madirda, serta tradisi budaya yang terkait dengan keberadaan Cerita Rakyat Telaga Madirda, (3)Bagaimanakah unsur-unsur mitos dan fungsi Cerita Rakyat Telaga Madirda, (4) Bagaimanakah tanggapan dan penghayatan masyarakat pendukung Cerita Rakyat Telaga Madirda.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan profil masyarakat pendukung Cerita Rakyat Telaga Madirda dan profil Telaga Madirda, (2) Mendeskripsikan bentuk dan isi Cerita Rakyat Telaga Madirda, serta tradisi budaya yang terkait dengan keberadaan Cerita Rakyat Telaga Madirda, (3) Mendeskripsikan unsur-unsur mitos dan fungsi Cerita Rakyat Telaga Madirda, (4) Mendeskripsikan tanggapan dan penghayatan masyarakat pendukung Cerita Rakyat Telaga Madirda.

Manfaat penelitian yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Secara teoritis hasil penelitian diharapkan mengungkap aspek-aspek kekuatan nilai budaya Jawa sebuah cerita lisan, menambah khasanah penelitian cerita lisan nusantara dan dapat memperbanyak wawasan pengetahuan cerita lisan. Sedangkan secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan pemasukan daerah terkait dengan keberadaan cagar budaya di Kabupaten Karanganyar, dan untuk pengembangan pariwisata Kabupaten Karanganyar.

Penelitian Cerita Rakyat Telaga Madirda merupakan jenis penelitian folklor dengan bentuk penelitian Deskriptif Kualitatif. Sumber Data berasal dari informan yaitu penjaga makam (juru kunci), tokoh-tokoh masyarakat atau masyarakat yang mengetahui Cerita Rakyat Telaga Madirda, hal ini bermanfaat untuk mengetahui segala informasi tentang keberadaan cerita. Sumber Data yang lain berasal dari buku-buku, rekaman, foto-foto, peta wilayah, serta referensi yang relevan dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah observasi langsung, wawancara dan (Content Analysis) analisis isi. Teknik analisis data mengunakan tahap-tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

(13)

commit to user

xiii

Hasil penelitian ini adalah, (1) profil masyarakat Dusun Tlogo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar sebagai pendukung Cerita Rakyat Telaga Madirda ditinjau dari segi geografis, demografis,sosial budaya, agama dan kepercayaan, tradisi masyarakat (2) Bentuk dari Cerita Rakyat Telaga Madirda merupakan cerita prosa rakyat yang berbentuk Legenda, dibuktikan adanya tempat yang berkaitan dengan cerita seperti keberadaan Telaga Madirda. Tradisi budaya yang terkait dengan keberadaan Cerita Rakyat Telaga Madirda yaitu Nyadran, Besih Dusun, dan Padusan (3) Unsur-unsur mitos Cerita Rakyat Telaga Madirda yaitu; a) Cara pengambilan air, b) cara membawa air, c) proses permohonan setelah dikabulkan, d) larangan mencicipi makanan apabila memasak buat kenduri yang hubungannya untuk upacara Nyadran Telaga Madirda e) larangan tidak boleh memasak bagi ibu-ibu harus dengan keadaan suci f) Juru Kunci yang bisa memiliki bunga Kanthil, Cerita Rakyat Telaga Madirda mempunyai fungsi yaitu; a) sebagai sarana sistem proyeksi, yaitu alat pencerminan angan-angan kelompok tertentu (suatu kolektif), b) sebagai alat pendidikan, c) sebagai pengawas norma-norma masyarakat yang harus dipatuhi kolektifnya, d) sebagai sarana hiburan. Dampak sosial ekonomi yang timbul pada masyrakat sekitar dengan adanya Telaga Madirda yang paling menonjol adalah menambah pendapatan masyarakat Dusun Tlogo, Desa Berjo (4) Penghayatan masyarakat dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat Dusun Tlogo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso masih banyak yang mengakui keberadaan Cerita Rakyat Telaga Madirda lengkap dengan peninggalannya yang berupa telaga. Tradisi mempersembahkan sesaji diselenggarakan dengan wujud Nyadran oleh masyarkat Dusun Tlogo, Desa Berjo setiap tanggal 15 Ruwah.

(14)

commit to user

xiv

SARI PATHI

MUCHAROM. C0107033. 2011. Cerita Rakyat Telaga Madirda Di Dusun

Tlogo Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah (Sebuah Tinjauan Folklor). Skripsi Jurusan Sastra Dhaerah

Fakultas Sastra lan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta Hadiningrat.

Prêkawis ingkang andhasari panalitèn punika bilih cariyos Telaga Madirda mujudakên salah satunggaling folklor ingkang dumunung wontên masarakat. Cariyos punika taksih ngêmot tradhisi lan adat-istiadat ingkang dipunpitados déning masarakat minangka ingkang nyata saking para lêluhuripun. Cariyos Telaga Madirda punika ugi minangka asèt kabudayan dados panilitèn punika minangka salah satunggalipun cara anggènipun nglêstantunakên kabudayan dhaèrah kanthi cara damêl dokumèntasipun.

Prêkawis panalitèn punika inggih punika 1) Kados pundi gêgambaran masarakat panyêngkuyung Cariyos Telaga Madirda lan Kados pundi gêgambaran Telaga Madirda? 2) Kados pundi wujud lan isi cariyos, saha tradhisi budaya ingkang wontên gêgayutan kaliyan wontènipun Cariyos Telaga Madirda? 3) Kados pundi babagan mitos saha mupangatipun Cariyos Telaga Madirda? 4) Kados pundi tanggêpan masarakat panyêngkuyung saha hangrêsêpi Cariyos Telaga Madirda?

Panalitèn punika kanggè 1) Gambarakên Telaga Madirda lan masarakat panyêngkuyung Cariyos Telaga Madirda 2) Gambarakên wujud lan isi cariyos, saha tradhisi budaya ingkang wontên gêgayutan kaliyan wontênipun Cariyos Telaga Madirda (3 Gambarakên babagan mitos saha mupangatipun Cariyos Telaga Madirda? (4 Gambarakên tanggêpan masarakat panyêngkuyung saha hangrêsêpi Cariyos Telaga Madirda.

Mupangating panalitèn inggih punika mupangat téorètis saha mupangat praktis. Kanthi cara téorètis asil panalitèn kaajab sagêd ngandharakên aspèk-aspèk kêkiatan Budaya Jawi minangka salah satunggaling cariyos lisan, anambahi khasanah panalitèn cariyos lisan nuswantara saha sagêd anambahi pangêrtosan cariyos lisan. Wondènè kanthi cara praktis asil panalitèn punika sagêd nyaosi mupangat kanggè bahan têtimbangan dhaèrah gêgayutan kaliyan kawontênan cagar budaya ing Kabupatèn Karanganyar saha kanggê ngrêmbakakakên pariwisata Kabupatèn Karanganyar.

Panalitèn Cariyos Telaga Madirda panalitèn folklor kanthi wujud panalitèn dèskriptif kualitatif. Asaling sumbêr data saking informan inggih punika juru kunci, tokoh masarakat utawi masarakat ingkang mangêrtosi Cariyos Telaha Madirda, babagan punika mupangati kanggé mangértosi sedaya informasi magêpokan kawotênan cariyos. Asal sumber data sanèsipun saking buku, rêkaman, foto, peta wilayah, saha rèfêrènsi ingkang jumbuh kalihan panalitèn punika. Teknik pangêmpalan data ingkang dipun ginakakên inggih punika obsêrvasi langsung, wawancara saha analisis isi. Teknik analisis data ginakakên kanthi urutan pangêmpalan data, reduksi data, penyajian data, saha dhudhutan.

(15)

commit to user

xv

Asil panalitèn punika, (1 gêgambaran Telaga Madirda lan masarakat Dusun Tlogo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar minangka panyêngkuyung Cariyos Telaga Madirda dipun pirsani saking babagan geografis, demografis, sosial budaya, agami lan kapitadosanipun, tradhisi masarakat. (2 Wujud saking cariyos punika, cariyos prosa rakyat ingkang awujud legênda ingkang sagêd dipun buktèkakên kanthi wontênipun panggênan ingkang gêgayutan kaliyan Cariyos Telaga, tradhisi budaya ingkang gêgayutan inggih punika: Nyadran, Bersih Dusun lan Padusan. (3) Unsuripun mitos Cariyos Telaga Madirda inggih punika: a) cara pamdhêting toya, b) cara mbêta toya, c) cara panyuwunan bѐrkah sasampunipun dikabulakên, d) awisan ngicipi dêdhahran menawi mangsak kgem kenduri ingkang wontên gêgayutan tata upacara Nyadran Telaga Madirda, e) awisan mboten keparêng mangsak kagêm para ibu, kѐdhah kanthi kawontênan ingkang suci, f) Juru Kunci ingkang saged anggadahi sekar Kanthil, Cariyos Tekaga Madirda anggadahi paѐdah inggih punika; a) minangka sistem proyeksi, inggih punika gêgambaran angaen-angen kelompok tartamtu, b) minangka sarana pendidikan, c) minangka pangandali norma-norma masarakat ingkang kêdah dipun lampahi, d) minangka sarana panglipur. Pangaruhing éwah-éwahan sosial ekonomi masarakat kanthi kawontênan Telaga Madirda ingkang paling katingal inggih punika tambahing rejeki masarakat Dusun Tlogo, Desa Berjo. (4) Pangrosipun masarakat sagêd dipuntarik dhudhutan mênawi masarakat Dusun Tlogo, Desa Berjo taksih ngakѐni kawontênan Cariyos Telaga Madirda ingkang arupi telaga. Tradhisi nyaosi sêsaji dipunwontênaken kanthi wujud

Nyadran Dusun Tlogo, Desa Berjo sabѐn tanggal 15 Ruwah.

(16)

commit to user

xvi

ABSTRACT

MUCHAROM. C0107033. 2011. Folklore Telaga Madirda in Ngargoyoso

Subdistrict of Karanganyar Regency, Central Java Province (A Folklore Study).

Thesis of Local Literature Department of Faculty of Letters and Fine Arts of Surakarta Sebelas Maret University.

Background underlying this research is that the folklore Telaga Madirda is a folklore existing in the society with strong tradition and customs believed by the proponent society as something true from their ancestor. The folklore Telaga Madirda is also a cultural asset so this research is a measure in the attempt of preserving the local culture by means of documenting it.

The problem statements of research are (1) how public profile support folklore Telaga Madirda and profile Lake Madirda, (2) how to shape the content of the story folklore Telaga Madirda, (3) how the elements of myth and function, as well as socio-economic impacts on community support tradition related to the folklore Telaga Madirda, and (4) how is the power response and appreciation of cummunity support folklore Telaga Madirda.

This research aims (1) profile describes the community support folklore Telaga Madirda and Lake Madirda (2) describe the rorm and content of the story folklore Telaga Madirda (3) describe the the elements of myth and function, as well as socio-economic impacts on community support tradition related to the folklore Telaga Madirda, and (4) describe the power response and appreciation of cummunity support folklore Telaga Madirda.

The benefit of research includes theoretical and practical benefits. Theoretically, the result of research is expected can reveal the power aspect of Javanese cultural values in spoken story, increase the treasure of research on archipelago spoken story and increase the knowledge insight on spoken story. Meanwhile, practically the result of as the local input consideration related to the existence of cultural pledge in Karanganyar Regency, and for tourism development of Karanganyar Regency.

The research on folklore Telaga Madirda is a descriptive qualitative study. The data source derived from informant, the burial plot guard (juru kunci), society leaders or the society knowledgeable about the folklore Telaga Madirda; it is beneficial to find out any information about the existence of story. Other data source derived from books, recordings, photographs, area map, as well as the references relevant to this research. Techniques of collecting data used by the research were direct observation, interview, and content analysis. Technique of analyzing data included the following stages: data collection, data reduction, data display and conclusion drawing.

The result of research shows that (1) community profile Tlogo Hamlet and Lake Madirda in the Village Berjo, District Ngargoyoso, Karanganyar Regency as a supporter of Folklore Telaga Madirda terms of geographic, demographic, social, cultural, religions (2) Forms of Folklore Madirda Lake is a prose story in the form

(17)

commit to user

xvii

of folk legend, proved the existence of places associated with stories such as the existence of Lake Madirda. Cultural traditions associated with the presence of Folklore Nyadran Lake Madirda ie, Bersih Dusun, and Padusan (3) Mythical elements Folklore Lake Madirda namely: a) How to capture water, b) how to bring water, c) the account after the petition is granted, d) prohibition to taste the food when cooking for a feast whose relationship to the ceremony Nyadran Lake Madirda e) prohibition should not be cooking for mothers should be with the state of purity f) Interpreter Lock which can have flowers Kanthil. Folklore Madirda Lake has a function, namely: a) as a means of projection system, which is a reflection of wishful thinking tools specific group (a collective), as an educational tool, as a supervisor societal norms that must be adhered to collective. Socioeconomic impacts that arise in the community about the existence of Lake Madirda the most prominent is the increase incomes Tlogo Hamlet, Village Berjo d) as a means of entertainment (4) Appreciation society can be concluded that the community Tlogo Hamlet, Village Berjo, District Ngargoyoso, Karanganyar Regency complete with relics of a lake. Tradition of offering offerings being held with the community Nyadran Tlogo Hamlet, Village Berjo every 15 Ruwah.

(18)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra merupakan hasil kreativitas manusia, baik yang tertuang secara tertulis maupun secara lisan yang mencerminkan keadaan masyarakat pemiliknya. Hasil sastra dalam bentuk lisan banyak ditemukan di daerah-daerah di Indonesia. Sastra lisan merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat dan diwariskan secara turun-temurun secara lisan sebagai milik bersama. Sastra lisan sebagai karya seni merupakan karya yang menggunakan bahasa lisan, diungkapkan dan disebarkan dari mulut ke mulut berisikan pesan, makna kehidupan, dan nilai-nilai yang luhur. Cerita rakyat merupakan karya sastra yang secara langsung menjadi milik rakyat, diturunkan sejak jaman nenek moyang dengan menggunakan tradisi lisan. Meskipun hanya sekadar sastra lisan, namun cerita rakyat justru merupakan suatu karya sastra yang menjadi panutan dan cerminan nilai-nilai tradisi kehidupan nyata dari masyarakat pecinta dan penikmat karya sastra.

Bahan kajian sastra lisan amat kaya, yang paling penting dalam penelitian sastra lisan adalah upaya untuk menyelamatkan sastra lisan ke dalam bentuk tulisan agar dapat dijadikan dokumen dan peninggalan sejarah. Cerita rakyat sebagai sastra lisan mempunyai banyak fungsi dan sangat menarik serta penting untuk diselidiki. Cerita Rakyat Telaga Madirda juga perlu dilestarikan sehingga keberadaannya dapat dirasakan oleh masyarakat pendukungnya.

(19)

Cerita rakyat sering berkembang dan hidup pada masyarakat pedesaan. Cerita rakyat yang muncul pada masyarakat pedesaan karena cerita rakyat yang ada masih dipercaya oleh masyarakat pendukungnya. Salah satu dari beberapa contoh cerita rakyat yang ada di Indonesia yang sampai saat ini masih dipercaya dan berpengaruh terhadap masyarakat pendukungnya adalah Cerita Rakyat Telaga Madirda.

Cerita Rakyat Telaga Madirda dituturkan secara lisan dan masih terpelihara dengan baik di tengah-tengah masyarakat Dusun Tlogo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso. Cerita Rakyat Telaga Madirda digolongkan sebagai cerita lisan folklor. Folklor merupakan sebagian dari kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun temurun diantara kolektif macam apa saja secera tradisional dalam versi yang berbeda-beda, baik dalam bentuk lisan maupun disertai contoh dengan gerak isyarat atau alat bantu (James Dananjaja 1994: 2).

Cerita lisan lahir dari masyarakat tradisional yang masih memegang teguh tradisi lisannya. Cerita rakyat merupakan manifestasi manusia yang hidup dalam kolektivitas masyarakat yang memilikinya, dan diwariskan secara turun temurun secara lisan dari generasi ke generasi. Cerita Rakyat Telaga Madirda digolongkan sebagai cerita rakyat karena adanya peninggalan berupa telaga dan memiliki cerita yang dipercayai keberadaannya. Cerita rakyat biasanya orientasi penyebarannya terbatas pada daerah tertentu dan merupakan muatan lokal yang menyatu sekaligus sebagai kebanggan daerah yang bersangkutan. Tokoh-tokoh

(20)

commit to user

dalam cerita dianggap merupakan orang yang bersifat dewa atau didewakan atau kultus cerita pada tokoh atau masyarakat pendukungnya.

Cerita Rakyat Telaga Madirda sangat terkenal di kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Terutama cerita tentang Sugriwa, Subali dan Anjani yang merupakan tokoh utama Cerita Rakyat Telaga Madirda. Tokoh-tokoh tersebut oleh masyarakat dianggap sakti karena Tokoh-tokoh-Tokoh-tokoh itu yang menyebakan adanya Telaga Madirda.

Nama Madirda pada Telaga Madirda berasal dari cerita tentang Sugriwa, Subali dan Anjani. Pada suatu hari Sugriwa dan Subali melihat kakaknya yang bernama Dewi Anjani bermain dengan cupu, yaitu bemda ajaib dapat melihat keindahan jagad raya. Sugriwa dan Subali ingin memiliki cupu seperti yang dimiliki kakaknya. Mereka berdua merasa iri kepada ayahnya, Resi Gotama karena hanya Dewi Anjani yang diberi cupu.

Resi Gotama memanggil Dewi Anjani karena tidak merasa memberi apapun kepada Dewi Anjani. Ternyata cupu itu adalah cupu Manik Astagina yang hanya dimiliki Dewa Matahari atau Bathara Surya. Resi Gotama menemui istrinya yang bernama Dewi Windardi untuk menanyakan perihal cupu tersebut. Dewi Windardi hanya diam, dan Resi Gotama tahu bahwa istrinya telah berselingkuh dengan Dewa Matahari. Dewi Windardi hanya dapat menangis dan menyesal, tetapi karena marahnya, Resi Gotama mengutuknya menjadi batu.

Cupu yang menjadi rebutan antara Sugriwa, Subali dan Anjani tadi akhirnya dibuang oleh Resi Gotama. Cupu itu terbuang jauh dan terpisah antara badan cupu dan tutupnya. Tutup cupu jatuh dan menjadi telaga Madirda.

(21)

Telaga Madirda konon dipercaya sebagai tempat yang memiliki berkah dan sering digunakan orang sebagai tempat untuk berdo’a kepada Tuhan Yang Maha Esa. Telaga Madirda biasanya ramai dikunjungi orang pada malam Selasa Kliwon dan Jum’at Kliwon. Mereka yang datang untuk laku biasanya menyempatakan Ngalap Berkah di telaga tersebut. Kegiatan Ngalap Berkah termasuk kegiatan batiniah yang bertujuan untuk mendapatkan ridho dari Tuhan. Para pengunjung yang Ngalap Berkah berbeda-beda waktunya dalam melakukan Ngalap Berkah, ada yang satu jam, satu hari sesuai dengan kepercayaan mereka. Kebiasaan di Telaga Madirda, pengunjung sebelum melakukan ritual menyalakan kemenyan. Kemenyan sebagai pengirim do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa karena simbol keharuman kemenyan sangat disukai oleh Tuhan. Dengan suasana hening dan sepi menjadikan do’a pelaku Ngalap Berkah khusyu’ dengan harapan permohonan doa segera dapat dikabulkan.

Tradisi Nyadran di Telaga Madirda sudah berlangsung bertahun-tahun juga dilakukan ketika menjelang bulan puasa. Selain tradisi Ngalap Berkah terdapat juga tradisi Nyadran yang merupakan upacara ritual atas rasa syukur yang diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan. Kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dimiliki oleh warga masyarakat pendukungnya dengan jalan mempelajarinya. Ada cara-cara atau mekanisme tertentu dalam tiap masyarakat untuk memaksa tiap warganya mempelajari kebudayaan yang di dalamnya terkandung norma-norma serta nilai-nilai kehidupan yang berlaku dalam tata pergaulan masyrakat yang bersangkutan,

(22)

commit to user

mematuhi norma-norma serta menjujung tinggi nilai-nilai penting bagi masyarakat demi kelestarian hidup bermasyarakat (Purwadi 2005:1).

Masyarakat sebagai pelaku dan pelaksana upacara Nyadran selalu membuat ubarampe (perlengkapan), yaitu sesajen. Sesajen berupa hasil pertanian diantaranya padi dan umbi-umbian.

Kebiasaan warga sekitar Telaga Madirda yang ada di Dusun Tlogo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar sangat sadar akan kesemestaan yang melahirkan kesadaran terhadap lingkugan hidup (ekosistem). Masyarakat Jawa masih menjujung tinggi mistik tidak pernah lepas dalam hal menjaga kesakralan dan kekeramatan suatu tempat. Percaya akan penunggu atau dhanyang-dhanyang menjadikan masyarakat selalu menghargai dan menjaga segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Kepercayaan terhadap dhanyang-dhanyang desa maupun pepunden desa masih sangat kental di daerah pedesaan yang mayoritas penduduknya memeluk Islam Kejawen atau biasa disebut dengan agama Jawa.

Masyarakat Dusun Tlogo, desa Berjo masih ada yang memeluk agama Islam Kejawen. Hal itu terbukti masyarakat Desa Berjo masih melakukan tradisi ritual yang selama ini masih berjalan dan turun temurun. Kepercayaan animisme dan dinamisme yang telah mengakar dalam pemikiran masyarakat Berjo khususnya pemeluk agama Islam Kejawen. Sebenarnya percaya akan hal-hal yang gaib dan kekuatan keramat suatu tempat bertujuan untuk menjaga keselamatan dan ketentraman diri serta alam tempat tinggal masyarakat

(23)

Cerita rakyat menyebabkan mitos yang ada dalam cerita tersebut mendapatkan tempat di hati masyarakat. Masyarakat menganggap bahwa mitos yang mereka yakini tersebut memang benar-benar terjadi dan itu memang sesuatu yang sangat wingit dan sakral. Mitos bisa menjadi pedoman hidup dan tingkah laku suatu komunitas masyarakat tertentu, menyebabkan masyarakat percaya akan kekuatan mitos yang mereka yakini. Di era modern seperti sekarang ini, masih seringkali ditemukan mitos-mitos yang hidup dan berkembang di masyarakat. Mitos sering dijumpai pada komunitas masyarakat yang tinggal dan berdomisili pada suatu daerah tertentu. Karena banyaknya unsur lapisan masyarakat yang masih mempercayai akan adanya mitos yang mereka sakralkan dan mereka anut, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi suatu perbedaan pandangan dan kepercayaan terhadap mitos yang mereka percayai. Perbedaan pandangan itu mungkin terletak pada jalan cerita mitos ataupun kekuatan mistik yang ada pada mitos tersebut. Munculnya perbedaan-perbedaan pandangan yang ada, maka besar kemungkinan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain akan memiliki pandangan dan kepercayaan yang berbeda terhadap mitos..

Cerita rakyat yang diwariskan secara lisan dan turun-temurun banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia.Diantaranya adalah Cerita Rakyat Telaga Madirda di Dusun Tlogo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.

Alasan umum yang melatarbelakangi diambilnya mitos Cerita Rakyat Telaga Madirda di Dusun Tlogo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut : (1) Cerita Rakyat Telaga Madirda

(24)

commit to user

merupakan aset kebudayaan di Dusun Tlogo Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar pada khususnya dan kebudayaan Nasional pada umumnya, sehingga penelitian ini merupakan salah satu langkah dalam rangka melestarikan kebudayaan daerah; (2) Cerita Rakyat Telaga Madirda ini mengandung ajaran moral yang berguna bagi masyarakat pendukungnya sehingga perlu penguraian terhadap kedudukan Cerita Rakyat Telaga Madirda ini bagi masyarakat pendukungnya; (3) Mitos yang terdapat dalam Cerita Rakyat Telaga Madirda merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang perlu digali dan dihayati.

(25)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah profil masyarakat pendukung Cerita Rakyat Telaga Madirda dan profil Telaga Madirda yang berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar?

2. Bagaimanakah bentuk dan isi Cerita Rakyat Telaga Madirda yang berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, serta tradisi budaya yang terkait dengan keberadaan Cerita Rakyat Telaga Madirda?

3. Bagaimanakah unsur-unsur mitos dan fungsi Cerita Rakyat Telaga Madirda yang berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar? 4. Bagaimanakah tanggapan dan penghayatan masyarakat pendukung Cerita

Rakyat Telaga Madirda yang berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar?

(26)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian tentang Cerita Rakyat Telaga Madirda adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan profil masyarakat pendukung Cerita Rakyat Telaga Madirda dan profil Telaga Madirda yang berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.

2. Mendeskripsikan bentuk dan isi Cerita Rakyat Telaga Madirda yang berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, serta tradisi budaya yang terkait dengan keberadaan Cerita Rakyat Telaga Madirda.

3. Mendeskripsikan unsur-unsur mitos dan fungsi Cerita Rakyat Telaga Madirda yang berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. 4. Mendeskripsikan tanggapan dan penghayatan masyarakat pendukung Cerita

Rakyat Telaga Madirda yang berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.

(27)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian tentang Cerita Rakyat Telaga Madirda di Dusun Tlogo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut :

ini dapat dikelompokan menjadi dua yaitu: 1. Manfaat Teoretis

Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat untuk:

a. Mengungkap aspek-aspek kekuatan nilai budaya Jawa pada sebuah cerita lisan.

b. Menambah khasanah penelitian cerita lisan di nusantara dan dapat memperbanyak wawasan pengetahuan cerita lisan.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk:

a. Bahan pertimbangan pemasukan daerah terkait dengan keberadaan telaga, dan tradisi budaya yang berada di Kabupaten Karanganyar. b. Untuk pengembangan pariwisata Kabupaten Karanganyar.

(28)

commit to user

E. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan ini teridiri atas lima bab. Kelima bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori. Bab ini berisi landasan teori pengertian foklor,

pengertian cerita rakyat, fungsi cerita rakyat meliputi nilai guna folklore, ciri-ciri cerita rakyat, pengertian upacara tradisional, makna simbolik, dan pengertian mitos.

Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi metode penelitian folklor,

lokasi penelitian, bentuk penelitian, sumber data dan data penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab IV Pembahasan. Bab ini berisi profil masyarakat Dusun Tlogo, dan

profil Telaga di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, bentuk dan asal-usul Cerita Rakyat Telaga Madirda, fungsi mitos, makna, nilai guna dan penghayatan masyarakat pendukung terhadap Cerita Rakyat Telaga Madirda.

Bab V Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran. Pada akhir tulisan

disertakan daftar pustaka dan lampiran.

(29)

commit to user

12

BAB II

LANDASAN TEORI

Landasan teori dalam suatu penelitian akan membantu penulis dalam menganalisis permasalahan yang ada. Mengingat hal tersebut maka dalam suatu penelitian sebaiknya berpegang pada suatu paham atau teori tertentu, sehingga arah dan tujuan penelitian akan lebih jelas dan mudah dikaji.

A. Pengertian Folklor

Secara etimologis kata folklor berasal dari bahasa Inggris folklore, kata dasarnya folk dan lore (Danandjaja, 1997:2). Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu, antara lain, dapat berwujud warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, mata yang sama, bahasa yang sama, bentuk rambut yang sama, dan lain-lain.

Danandjaja menyimpulkan bahwa folk adalah sinonim dengan kolektif yang juga memiliki ciri-ciri pengenal fisik atau kebudayaan yang sama, serta mempunyai kesadaran kepribadian sebagai kesatuan masyarakat. Lor adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau pembantu pengingat (1997: 2).

Folklor menurut Danandjaja, adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun. Diantara kolektif apa saja,

(30)

commit to user

secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (1997: 2).

B. Bentuk Folklor

Folklor jika diperhatikan dari segi bentuknya ada dua, yaitu bentuk lisan dan sebagian lisan (Danandjaja, 1997: 21-22). Bentuk folklor lisan antara lain: 1. Bahasa rakyat, yakni bentuk folklor Indonesia yang termasuk dalam kelompok

bahasa rakyat, adalah logat atau dialek bahasa-bahasa Nusantara.

2. Ungkapan tradisional adalah peribahasa (peribahasa yang sesungguhnya, peribahasa tidak lengkap kalimatnya, peribahasa perumpamaan) dan ungkapan (ungkapan-ungkapan yang mirip peribahasa).

3. Pertanyaan tradisional yakni yang lebih dikenal sebagai teka-teki merupakan pertanyaan yang bersifat tradisonal dan mempunyai jawaban yang tradisional pula.

4. Sajak dan puisi rakyat yakni folklor lisan yang memiliki kekhususan, kalimatnya tidak berbentuk bebas, tapi terikat. Sajak dan puisi rakyat merupakan kesusastraan yang sudah tertentu bentuknya, baik dari segi jumlah larik maupun persajakan yang mengakhiri setiap lariknya. Termasuk ke dalam jenis ini adalah parikan, rarakitan, wawangian, dan lain-lain.

5. Cerita prosa rakyat, yakni jenis folklor yang paling banyak diteliti oleh para peneliti/ ahli folklor. Cerita prosa rakyat dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu: (1) mite (myth), (2) legenda (legend), dan (3) dongeng (folktale).

(31)

6. Nyanyian rakyat adalah salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri atas kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional serta banyak mempunyai varian.

Bentuk folklor yang sebagian lisan terdiri atas dua macam, yaitu (1) kepercayaan rakyat, yang seringkali juga disebut takhayul adalah kepercayaan yang oleh orang berpendidikan Barat dianggap sederhana, tidak berdasarkan logika, sehingga secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya (Danandjaja, 1997: 153); dan (2) permainan rakyat dianggap tergolong ke dalam folklor karena memperolehnya melalui warisan lisan, terutama berlaku pada permainan rakyat kanak-kanak karena permainan ini disebarkan hampir murni melalui tradisi lisan dan banyak di antaranya disebarluaskan tanpa bantuan orang dewasa, seperti orang tua mereka atau guru sekolah mereka (Danandjaja, 1997: 171).

Pendekatan folklor terdiri atas tiga tahap, yaitu pengumpulan, pengulangan, dan penganalisisan. James Danandjaja (Danandjaja, 1997: 181). berpendapat, ada tiga tahap yang harus dilakukan oleh seorang peneliti di objek penelitian.

1. Tahap Pra Penelitian di Tempat

Sebelum memulai penelitian, yaitu terjun ke tempat atau daerah, penelitian hendak melakukan penelitian suatu bentuk folklor, harus mengadakan persiapan matang, jika hal ini tidak dilakukan maka usaha penelitian akan mengalami banyak hambatan yang seharusnya tidak akan terjadi.

(32)

commit to user 2. Tahap Penelitian di Tempat Sesungguhnya

Tahap ini dimaksudkan untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan informan, maka sebagai peneliti harus jujur, rendah hati, dan tidak bersikap menggurui. Sikap yang demikian akan membuat informan dengan cepat menerima dan memberikan semua keterangan yang diperlukan. Sedangkan cara yang dapat dipergunakan untuk memperoleh semua bahan folklor di tempat adalah melalui wawancara dengan informan dan melakukan pengamatan. 3. Cara Pembuatan Naskah Folklor bagi Kearsipan

Pada setiap naskah koleksi folklor harus mengandung tiga macam bahan yaitu: a. Teks bentuk folklor yang dikumpulkan,

b. Konteks teks yang bersangkutan,

c. Pendekatan dan penilaian informasi maupun pengumpulan folklor. (James Danandjaja, 1997: 193).

Jadi kesimpulannya folklor adalah sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun dan jika folklor itu belum diakui atau dipercaya oleh masyarakat, maka bukan termasuk cerita rakyat. Masyarakat di Desa Berjo sebagai pemilik cerita termasuk masih melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat yang timbul karena adanya cerita tersebut.

C. Pengertian Cerita Rakyat

Cerita rakyat adalah bentuk penuturan cerita yang pada dasarnya tersebar secara lisan, diwariskan secara turun-temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara tradisional. Cerita rakyat yang di dalam bahasa Inggris

(33)

disebut dengan istilah folkate adalah sangat inklusif. Secara singkat dikatakan bahwa setiap jenis cerita yang hidup di kalangan masyarakat, yang ditularkan dari mulut ke mulut adalah cerita rakyat. Cerita rakyat meliputi mite, legenda dan dongeng (Supanto, 1982: 48)

Cerita prosa rakyat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu :

a. Mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita, mite ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa, peristiwa terjadi di dunia lain atau di dunia yang bukan seperti dikenal sekarang dan terjadi pada masa lalu.

b. Dongeng adalah cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. c. Legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan

mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Berlainan dengan mite, legenda ditokohi oleh manusia, walaupun ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering kali juga dibantu makluk-makluk ajaib. Tempat terjadinya adalah di dunia seperti yang dikenal kini, karena waktu terjadi belum terlalu lampau (Bascom, 1965b: 3-20). Legenda dapat digolongkan ke dalam empat kelompok, seperti dikemukakan Jan Harold Brunvand (dalam Danandjaja, 1997: 67), yaitu (1) legenda keagamaan (religious legends), (2) legenda alam gaib (supernatural legends), (3) legenda perseorangan (personal legends) dan (4) legenda setempat (local legends).

Dapat disimpulkan cerita rakyat adalah cerita yang sebagai bagian dari folklor mengandung survival dan disebarkan secara lisan, secara turun temurun

(34)

commit to user

dari mulut ke mulut disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu cukup lama. Cerita rakyat berfungsi sebagai media pendidikan, pengajaran dan sekaligus sebagai pelipur lara

D. Fungsi Cerita Rakyat

Menurut Wiliam R. Bascom dalam James Danandjaja,1994: 19), fungsi cerita rakyat sebagai folklor adalah sebagai berikut :

1. Sebagai sistem proyeksi (projective system) yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif. Fungsi ini dapat diwujudkan salah satunya dengan sarana pengukuhan tempat keramat.

2. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata lembaga kebudayaan. Fungsi ini dapat terwujud oleh adanya lembaga yang pada saat ini terus menggali dan menyelamatkan kebudayaan yang hampir punah dengan bentuk cagar budaya ataupun bentuk lainnya.

3. Sebagai alat pendidikan anak (pedagocical device).

4. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

E. Ciri Pengenal Folklor

Folklor memiliki sembilan ciri pengenal utama. Ciri pengenal folklor ini dapat dijadikan pembeda folklor dari kebudayaan lainnya (Danandjaja, 1997: 3-4). Kesembilan ciri pengenal itu sebagai berikut.

(35)

1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan yakni desebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi berikutnya;

2. Bersifat tradisional, disebarkan dalam bentuk relative tetap (standar);

3. Folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan dalam varian-varian yang berbeda lantaran tersebar secara lisan dari mulut ke mulut;

4. Bersifat anonim, nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi;

5. Folklor biasanya memiliki bentuk berumus atau berpola memiliki formula tertentu dan mamanfaatkan bentuk bahasa klise;

6. Folklor mempunyai fungsi dalam kehidupan bersama suatu kolektif (alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan yang terpendam);

7. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum (ciri ini berlaku baik bagi folklor lisan maupun folklor sebagian lisan);

8. Menjadi milik bersama dari kolektif tertentu, hal ini disebabkan oleh pencipta pertama sudah tidak diketahui lagi;

9. Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga seringkali kelihatan kasar, terlalu spontan; hal demikian dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia-manusia yang paling jujur manifestasinya.

(36)

commit to user

Sejalan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai maka pembicaraan secara teoritis tentang folklor berkisar sekitar cerita (prosa) rakyat meliputi mite, legenda, dan dongeng.

F. Pengertian Mitos

Mite (myth) adalah cerita prosa rakyat dianggap benar-benar terjadii dan suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain bukan yang kita kenal sekarang dan terjadi pada masa lampau (James Danandjaja, 1994:50). Mitos juga merujuk pada cerita dalam sebuah kebudayaan, mempunyai kebenaran mengenai perkara masa dahulu. Mitos memiliki dogma yang dianggap suci dan mempunyai konotasi upacara.

Mitos itu ada yang berasal dari Indonesia dan ada yang berasal dari luar negeri. Mitos dari luar negeri pada umumnya telah mengalami pengolahan dan perubahan lebih lanjut, sehingga tidak terasa asing lagi yang disebabkan oleh proses adaptasi perubahan jaman. Masyarakat Jawa tidak hanya mengambil mitos dari India melaikan telah mengadaptasi dewa-dewa India menjadi dewa Jawa. Bahkan orang Jawa percaya kisah itu terjadi di Jawa. Mitos di Indonesia biasanya menceritakan terjadinya alam semesta, terjadinya susunan para dewa, terjadinya manusia pertama, dunia dewata, dan terjadinya makanan pokok.

Dapat disimpulkan mitos adalah cerita paling berharga karena suci dan bermakna, sehingga mitos mampu memberikan arah dan pedoman tingkah laku manusia sehingga mampu bersikap bijaksana karena manusia tidak bisa dengan

(37)

mitos begitu saja, meskipun kebenaran mitos belum menjamin dan dapat dipertanggungjawabkan.

G. Upacara Tradisional

Upacara tradisional adalah kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat dalam usaha mencapai tujuan keselamatan bersama. Upacara tradisional merupakan bagian integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya. Kelestarian hidup upacara tradisional dimungkinkan oleh fungsinya bagi kehidupan, dapat mengalami kepunahan bila tidak memiliki fungsi sama sekali (Supanto, 1992:5).

Upacara tradisional merupakan satu kesatuan dinamis yang bermakna sebagai perwujudan nilai-nilai pada zamannya. Upacara tradisional mengandung berbagai aturan yang wajib dipatuhi. Aturan itu tumbuh dan berkembang di dalam kehidupan masyarakat secara turun-temurun. Dan peranan yang dalam melestarikan ketertiban hidup masyarakat. Kepatuhan anggota masyarakat terhadap aturan dalam bentuk upacara tradisional disertai keseganan atau ketakutan mereka terhadap sanksi bersifat sakral magis. Dengan demikian upacara tradisional itu dapat dianggap sebagai bentuk pranata sosial tidak tertulis, namun wajib dikenal dan diketahui oleh setiap warga, untuk mengatur sikap tingkah laku mereka agar tidak melanggar adat kebiasaan yang berlaku.

(38)

commit to user

21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini yaitu di Dusun Tlogo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Dipilihnya Dusun Tlogo tersebut sebagai lokasi penelitian dikarenakan di dusun inilah terdapat telaga yang akhirnya memunculkan cerita rakyat tersebut.

B. Jenis dan Bentuk Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian folklor dengan mengunakan tiga macam tahap yaitu pengumpulan, penggolongan, dan penganalisaan. Bentuk penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu data-data yang dikumpulkan berwujud naturalistik. Artinya dalam pelaksanaan penelitian ini terjadi secara ilmiah, apa adanya, dalam situasi normal tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya, serta menekankan pada deskripsi ilmiah. Penelitian ini menggunakan perspektif fenomenologis, berusaha memahami makna peristiwa dan interaksi manusia dalam situasi tertentu (Atar Semi, 1990: 25-26).

Penelitian deskriptif kualitatif, adalah pengumpulan data berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Data yang dimaksud untuk memberikan gambaran penyajian laporan. Data berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video, tape recorder, catatan dan memo, buku-buku penunjang

(39)

dan dokumen resmi lainnya, (Lexy J. Moleong, 2010: 11). Tujuan penelitian deskriptif kualitatif adalah memperoleh gambaran atau deskripsi mengenai kualitas dari objek kajian yang berbentuk cerita rakyat atau folklor.

Penelitian ini dilakukan secara langsung ke lapangan. Peneliti mendata, memproses dan menganalisis data. Peneliti adalah kunci utama penelitian, sehingga peneliti harus teliti agar bisa tercapai penelitian yang akurat dan sempurna, data yang diperoleh sesuai dengan fakta yang berada di lapangan.

C. Sumber Data dan Data

1. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu orang atau informan, tempat (Desa Berjo dan Telaga Madirda), dan peristiwa (Upacara Nyadra, bersih dusun dan padusan). Orang yang diperkirakan mengetahui Cerita Rakyat Telaga Madirda adalah juru kunci, masyarakat setempat, masyarakat pendatang atau pengunjung serta tokoh-tokoh masyarakat. Alasan pemilihan informan mengacu pada informan yang mengetahui Cerita Rakyat Telaga Madirda. jarak tempat tinggal informan dengan Telaga Madirda, dan umur informan + 14-55 tahun yang mengetahui tentang cerita Rakyat Telaga Madirda.

Selain itu tempat observasi dalam penelitian ini berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara kepada:

(40)

commit to user

3. Tokoh-tokoh masyarakat, yaitu Bambang Santosa selaku pegawai kelurahan. 4. Peziarah, antara lain; Hadi Purwoko, Agus Setiana, Slamet Darayanto dan

Farid.

Sumber data yang lain dalam penelitian ini adalah buku-buku dan foto-foto yang terkait dengan Cerita Rakyat Telaga Madirda.

2. Data penelitian

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data dari hasil wawancara yang berupa informasi dan kata-kata yang diucapkan oleh informan yaitu juru kunci, penduduk sekitar (Sunardi, Sularmi, Sukarni dan Afnan Malik yang diwawancara penulis), tokoh masyarakat (Bambang Santosa), dan peziarah (Hadi Purwoko, Agus Setiana, Slamet Darayanto dan FaridData yang lain yaitu foto atau gambar yang memberikan informasi tentang Cerita Rakyat Telaga Madirda berupa gambar peninggalan-peninggalan dan tradisi masyarakat.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi Langsung (Tempat dan Peristiwa)

Penggunaan teknik observasi langsung dalam penelitian ini untuk mendapatkan keterangan langsung mengenai Cerita Rakyat Telaga Madirda. Untuk mengamati fenomena yang ada di luar untuk diungkapkan secara tepat. pengamat menggunakan alat indra secara langsung dan alat bantu misalnya alat perekam; kamera dan video. Hal ini fungsinya untuk memudahkan dalam pengamatan karena dapat diputar kembali.

(41)

2. Wawancara

Wawancara adalah salah satu cara pengumpulan data dalam penelitian kepada narasumber.

Bentuk wawancara untuk penelitian folklor ada dua macam yaitu wawancara yang terarah dan wawancara tidak terarah. Wawancara terarah adalah wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah tersusun sebelumnya dalam bentuk suatu daftar tertulis. Sedangkan wawancara tidak terarah adalah wawancara yang bersifat bebas, santai dan memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada informan untuk memberikan keterangan yang ditanyakan (James Dananjaya, 1991: 195). Alasan peneliti menggunakan teknik penelitian berupa wawancara adalah akan mendapat hasil yang memuaskan.

Pedoman wawancara yang peneliti gunakan adalah bentuk “Semi Structured” dalam hal ini maka mula-mula interview menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu per satu diperdalam dengan mengorek keterangan lebih lanjut (Depdikbud, 1995). Dengan demikian jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua variabel, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam mengenai Cerita Rakyat Telaga Madirda

Para informan yang diwawancarai berjumlah 7 orang dan dipilih berdasarkan usia (antara 14-55 tahun), jenis kelamin (laki-laki dan perempuan). Informan yang diperkirakan mengetahui Cerita Rakyat Tealaga Madirda, antara lain : 1) Juru Kunci, 2) Tokoh Masyarakat, 3) Masyarakat Sekitar, 4) Masyarakat Pendatang atau Peziarah, dan 5) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

(42)

commit to user 3. Content Analysis

Teknik Content Analysis merupakan metodologi penelitian yang memanfaatkan prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen (Lexy J. Moleong, 2010: 163). Melalui Content Analysis data yang diperoleh secara cermat untuk dapat diambil kesimpulan mengenai data yang dapat digunakan data penelitian ini serta hal-hal penting yang menjadi pokok persoalan penelitian.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data bertujuan untuk mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moeleong, 2010: 280). Sedangkan menurut Milles dan Huberman (dalam HB. Sutopo, 1990:30) dengan mengunakan metode interaktif yaitu penelitian yang bergerak diantara 3 komponen. Yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Wujud data merupakan suatu kesatuan siklus yang menempatkan peneliti tetap bergerak di antara ketiga siklus.

Tahap-tahap yang digunakan dalam analisis data penelitian adalah sebagai berikut:

Pertama-tama peneliti mengumpulkan data-data dari informan. Setelah data didapat maka data cerita dibandingkan dan direkontruksi. Data yang direkontruksi kemudian disusun agar menjadi sebuah cerita yang utuh dan relatif lengkap.

(43)

Dalam analisis bentuk cerita peneliti mengunakan teori folklor tentang bentuk cerita prosa rakyat. Cerita yang sudah utuh yang didapat dari hasil perbandingan cerita kemudian digolongkan ke dalam bentuk cerita prosa rakyat yaitu legenda.

Analisis yang kedua peneliti mengumpulkan data-data dengan memotret peninggalan-peninggalan yang terkait dengan cerita. Data yang telah didapat kemudian ditelusuri tentang keterkaitan peninggalan dengan cerita. Keterangan yang didapat kemudian dideskripsikan satu per satu.

Analisis yang ketiga peneliti mengumpulkan data-data dengan memotret peristiwa-peristiwa upacara tradisi yang terkait dengan cerita. Data yang telah didapat kemudian ditelusuri tentang keterkaitan upacara tradisi dengan cerita. Keterangan yang didapat kemudian dideskripsikan satu per satu.

Analisis yang keempat peneliti mengumpulkan data-data dengan mencari informasi kepada masyarakat. Informasi yang didapat mengenai tentang tradisi-tradisi yang timbul karena adanya Cerita Rakyat Telaga Madirda. Tradisi-tradisi-tradisi tersebut kemudian diungkapkan satu per satu.

(44)

commit to user

27

PEMBAHASAN

A. Profil Masyrakat Desa Berjo 1. Karakteristik Masyarakat Desa Berjo

Desa Berjo adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Desa Berjo berada dilereng Gunung Lawu, karena letak geografis desa ini berada dilereng pegunungan desa ini memiliki suasana yang sejuk walaupun disiang hari yaitu dengan suhu rata-rata 30-36ºC. Desa dengan luas wilyah 1.623.865 Ha ini jauh dari keramaian kota sehingga bisa dibilang masyarakat Desa Berjo adalah masyarakat desa.

Masyarakat desa merupakan masyarakat dengan ciri, karakteristik dan jati diri yang unik. Unik disini dimaksudkan adalah berbeda dengan masyarakat kota atau masyarakat pinggiran kota. Hal inilah yang menjadi ciri khas tersendiri bagi masyarakat desa. Keunikan, ciri khas dan jati diri inilah yang membuat desa dikenal dan memiliki arti. Dengan memiliki keunikan maka masyarakat luar dapat dengan mudah mengetahui dan memahami karakteristik dari penduduknya.

Kehidupan keseharian masyarakat Desa Berjo setelah selesai bekerja biasanya bersantai dengan keluarga. Sering kali mereka juga berkumpul dengan tetangga. Banyaknya waktu untuk bebincang dan berkumpul menjadikan suasana yang terbangun adalah suasana kekeluargaan dengan penuh keakraban.

Berikut pemaparan dari hasil dan pengamatan mengenai karakteristik dari masyrakat Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar.

(45)

beberapa bulan dengan lebih dari 8 kali kunjungan ke Desa Berjo. Mengenai karakteristik masyarakat Desa berjo secara umum diuraikan sebagai berikut

a. Sederhana

Sederhana mungkin kata itulah yang tepat untuk menggambarkan kehidupan masyarakat Desa Berjo. Kesederhanaan masyarakat Desa Berjo sangat terlihat dari kehidupan keseharian yang mereka jalani. Kesederhanaan yang dilakukan oleh masyarakat desa disebabkan oleh dua hal yaitu:

1) Secara Ekonomi Memang Kurang Mampu.

Jika dilihat dari hasil pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat Desa Berjo yang sebagian besar bekerja sebagai petani gurem dan buruh tani sangat tidak mungkin untuk bersikap royal. Hal ini dikarenakan oleh jumlah pendapatan yang diterima dari hasil kerja keras (bertani atau menjadi buruh tani) tidak seimbang (lebih besar pengeluaran dibanding pendapatan). Dengan melihat berapa besar pedapatan yang diperoleh maka tidak mungkin masyarakat desa Berjo menyombongkan diri (bersikap tidak sedehana)

2) Secara Budaya Memang Tidak Menyombongkan Diri.

Masyarakat desa merupakan masyarakat dengan karakteristik tidak suka pamer dan selalu menjujung tinggi nilai-nilai kebersamaan. Masyarakat desa tidak ingin melukai perasaan tetangga dengan bersikap yang tidak biasa (menyimpang dari tradisi). Mereka sadar ketika bersikap diluar dari

(46)

commit to user

mendapatkan sanksi sosial baik berupa gunjingan ataupun pengucilan dari pergaulan bermasyarakat.

b. Menjujung Tinggi Kesopanan (Unggah-Ungguh)

Masyarakat Desa Berjo sangat menjujung tinggi nilai-nilai kesopanan. Hal ini terbukti dari beberapa sikap dan perilaku yang ditunjukkan. Sikap dan perilaku sopan terlihat apabila bertemu dengan orang yang lebih tua atau dituakan, berhadapan dengan orang yang lebih mampu secara ekonomi dan keilmuaan (tingkat pendidikan) , berhadapan atau bertemu dengan pejabat dan bertemu dengan orang asing yang kelihatan berwibawa. Adanya sikap sopan tersebut sangat terlihat dan kental dalam pergaulan antara masyarakat. Yang nuda menghormati yang tua, yang kecil menghormati yang besar. Sikap semacam ini menjadi kebiasaan dan budaya yang berkembang di masyarakat Desa Berjo.

c. Kekeluargaan (Guyub)

Sikap kekeluargaan sangat terlihat dari keseharian kehidupan mereka. Hal ini terlihat ketika mereka saling bertemu, berinteraksi dan bermasyarakat. Mereka akan saling menyapa, bercanda dan bergaul diantara anggota masyarakat. Rasa kekeluargaan yang terjalin diantara mereka salah satunya disebabkan oleh adanya hubungan darah yang masih kental diantara mereka. Masyarakat desa biasanya masih memiliki hubungan yang cukup dekat dengan anggota masyarakat yang lain karena pola yang terbangun adalah pola kekeluargaan (clan).

Pola kekeluargaan inilah yang menyebabkan masyarakat Desa Berjo dalam bergaul sangat supel dan membumi. Masyarakat desa sebagaimana masyarakat

(47)

commit to user

antar tetangga menjadi saudara dan hubungan ini menjadi meluas hingga terbangunlah pola kekeluargaan (clan).

d. Tertutup Dalam Hal Keuangan

Biasanya masyarakat Desa Berjo akan menutup diri manakala ada orang yang bertanya tentang sisi kemampuan ekonomi keluarga. Apalagi jika orang tersebut belum begitu dikenalnya. Misalnya, mahasiswa yang sedang melakukan tugas penelitian akan sulit mendapatkan inforamasi pasti tentang pendapatan dan pengeluaran mereka. Masalah pendapatan merupakan masalah yang dianggap masih tabu atau terlalu sensitif untuk diutarakan kepada orang lain, apalagi orang yang belum begitu dikenal. Hal ini dikarenakan adanya perasaan malu, minder dan sikap tidak terbuka terhadap orang lain dari warga masyarakat desa. Ketertutupan ini lebih disebabkan oleh mainset pemikiran mereka yang menganggap masalah ini tidak pantas untuk diketahui oleh orang lain.

e. Selalu Mengingat Janji

Bagi masyarakat Desa Berjo, janji yang pernah diucapkan seseorang/komunitas tertentu akan sangat diingat oleh mereka terlebih berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini didasari oleh pengalaman/trauma yang selama ini sering mereka alami, khususnya terhadap janji-janji terkait dengan program pengembangan dan pembangunan di desa mereka. Janji yang telah terucap bagaikan suatu pegangan yang akan senantiasa dipegang, sehingga ketika mereka sekali dibohongi maka mereka akan senantiasa mengingatnya dan akan terbawa

(48)

commit to user

Masyarakat desa Berjo benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanya sebagai “pathokan” untuk membalas budi. Balas budi ini tidak selalu dalam wujud materiil tetapi juga dalam bentuk pengahargaan sosial atau dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan istilah “ngajeni”. Penghargaan sosial yang diterima berupa rasa menghargai tersebut sangat terlihat dari sikap dan perilaku yang ditunjukkan ketika berhadapan dengan orang yang telah berjasa terhadap dirinya. Orang yang telah diberi kebaikan maka apapun yang dikatakan kepadanya dari orang yang telah membantunya akan dipatuhi selama tidak merugikan dirinya dan juga orang lain.

g. Suka Gotong Royong

Salah satu ciri khas masyarakat Desa Berjo adalah gotong-royong. Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, serta merta mereka akan “nyengkuyung” tau bahu membahu meringankan beban tetangganya yang sedang punya gawe atau hajatan serta terkena musibah. Mereka tidak memperhitungkan kerugian materiil yang dijeluarkan untuk membantu orang lain. Prinsip mereka: “rugi sathak, bathi sanak”. Yang kurang lebih artinya: lebih baik kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan yaitu bertambah saudara. Sikap semacam inilah yang sampai saat ini masih dilestarikan dan dipertahankan olah masyarakat Desa Berjo. Rela berkorban untuk tetangga dan saudara dalam masyarakat Desa Berjo merupakan suatu keharusan jika memang tetangga atau saudara itu mampu untuk membantu meringankan beban mereka.

(49)

baik tua maupun muda yang ada di Desa Berjo guna meringankan beban suatu pekerjaan, biasanya sambatan dilakukan pada saat membangun rumah, ngijing atau memasang batu nisan pada pemakaman. Ini dilakukan dengan bersama-sama tanpa membedakan statusnya, semua berbaur menjadi satu. Dan juga diadakannya pertemuan bapak-bapak setiap malam Minggu Wage yang bertempat di rumah RT yang membahas cara atau rencana guna pembanguanan dusun agar dapat lebih maju.

Rewang adalah berkumpulnya ibu-ibu untuk memasak makanan tempat orang yang punya hajat atau keperluan yang membutuhkan bantuan dari orang lain. Rewang dilakukan secara bersama-sama tanpa ada suatu ikatan apapun baik saudara, agama, maupun pekerjaan. Hal itu dilakukan oleh ibu-ibu dengan senang hati dan penuh kebersamaan. Biasanya dilakukan pada hajatan pernikahan, sunatan atau khitanan, mitoni, mendhak. Semuanya bekerja sama tanpa dibayar ataupun meminta upah, dengan tujuan agar pekerjaan yang dilakukan cepat selesai sehingga dapat cepat kembali ke rumah dan mengurus keluarga.

2. Agama dan Kepercayaan Masyarakat Desa Berjo

Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian masyarakat Jawa khususnya masyarakat Desa Berjo masih berpegang pada Kejawen, yang masih menghormati kepercayaan asli yang tumbuh dalam masyarakat. Orang-orang pedesaan khususnya masyarakat di Desa Berjo bersifat sangat religius. Sifat ini ditandai dengan agama atau kepercayaan yang mereka anut sekarang. Pengakuan dan keyakinan atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa tercermin dalam pemeluk agama di

Referensi

Dokumen terkait

Mitos cerita Sendang Kalimah Thoyyibah merupakan mitos yang hidup di masyarakat desa Nyatnyono Kabupaten Semarang. Mitos tersebut sangat mempengaruhi perkembangan

rakyat kepada kerajaan dan juga kepada putri raja

Kegiatan analisa data ini dilakukan dengan cara mengkaji unsur mitos yang terkandung dalam cerita rakyat, mengkaji nilai budaya yang terkandung di dalamnya, juga

Daripada cerita rakyat Melayu berupa mitos dan legenda yang telah dipaparkan di atas yang merupakan bagian dari cerita dan kepercayaan masyarakat Melayu di Sumatera Utara dalam

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: (1) isi cerita rakyat Gunung Kelud; (2) mitos-mitos cerita rakyat Gunung Kelud; (3) nilai-nilai pendidikan yang terkandung

Sedangkan resepsi masyarakat Desa keseneng dalam hal percaya atau yakin terhadap mitos-mitos Kedung Wali adalah sebagai berikut: 6 dari 10 responden (60%) atau 6 dari total

Kisah atau cerita asal usul adat isti­ adat tersebut menunjukkan pola pandang masyarakat Dayak Benuaq tentang aturan dalam sistem kehidupan mereka.. Mereka beranggapan bahwa tidaklah

Nilai sosial budaya dan keagamaan pada kedua cerita itu adalah kepatuhan, kesetiaan, keteguhan, dan keharmonisan hidup bermasyarakat; dan 3 dampak mitos cerita rakyat Indramayu