• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENETAPAN SPESIFIKASI DAN PEMBAHASAN MATERI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PENETAPAN SPESIFIKASI DAN PEMBAHASAN MATERI"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PENETAPAN SPESIFIKASI DAN PEMBAHASAN MATERI

3.1. Spesifikasi Teknis Perencanaan

Seperti telah diutarakan pada Bab I, perancangan turbin gas ini adalah sebagai pembangkit daya listrik. Sebelum memulai perencanaan turbin pada instalasi turbin gas, maka perlu kiranya untuk menganalisa sistem secara keseluruhan dengan analisa termodinamika untuk mendapatkan kondisi awal perencanaan.

Spesifikasi teknis perencanaan yang ditetapkan sesuai dengan data referensi dari buku yang disesuaikan dengan data hasil survey studi pada sebuah instalasi pembangkit tenaga listrik (PLTG).

3.1.1. Penentuan Putaran Turbin

Putaran turbin dapat ditentukan dengan menentukan putaran generator sebagai berikut, unit generator listrik mempunyai :

• Jumlah pasang kutub : 2 pasang

• Frekuensi : 50 Hz

Maka putaran generator :

p xf ng =120 2 50 120x = =3000 rpm

Generator dan turbin satu poros (dikopel langsung) maka putarannya sama. Dengan menetapkan putaran generator sebesar 3000 rpm, maka putaran poros turbin adalah 3000 rpm.

(2)

3.1.2. Temperatur Masuk Turbin

Karena terbatasnya kekuatan material sudu turbin terhadap temperatur dan tegangan termal, maka temperatur gas masuk turbin dibatasi menurut [Lit 13, Hal

184] untuk turbin industri (850 – 1100)˚C. Dalam perencanaan ini dipilih rata –

ratanya agar lebih efisien, sebesar 975˚C.

3.1.3. Data Spesifikasi Teknis Perencanaan

Adapun data spesifikasi teknis dari sistem instalasi turbin gas yang akan dirancang adalah sebagai berikut :

• Daya keluar generator : 130 MW

• Bahan bakar : Gas Bumi (Lit 3, Hal 169) • Putaran turbin : 3000 rpm

• Temperatur lingkungan : 30˚C • Tekanan barometer : 1,013 bar • Temperatur masuk turbin : 975˚C

Temperatur udara yang dihisap kompressor mempunyai pengaruh yang besar terhadap daya efektif yang dapat dihasilkan pembangkit, sebab laju aliran massa udara yang dihisap kompressor akan berubah sesuai dengan persamaan umum gas ideal, m = pV / RT, yaitu bila temperatur masuk gas rendah maka massa aliran gas akan naik atau sebaliknya. Hal ini berarti bila temperatur atmosfer turun maka daya efektif sistem akan naik dan sebaliknya.

(3)

3.2. Analisa Termodinamika

Gambar 3.1 Diagram T-S (aktual) Siklus Brayton

3.2.1. Analisa termodinamika pada kompresor

Analisa termodinamika pada kompresor dimaksudkan untuk menentukan kondisi udara masuk dan keluar kompresor. Pengambilan asumsi untuk perhitungan termodinamika kompresor adalah didasarkan pada effisiensi politropis, yaitu effisiensi isentropis dari sebuah tingkat kompresor dan turbin yang dibuat konstan untuk setiap tingkat berikutnya.

1. Kondisi udara masuk kompresor : Pa = Tekanan barometer (1,013 bar)

Ta = Temperatur lingkungan (30˚C) = 30 + 273 K = 303 K

γ = Konstan adiabatik = 1,4 (untuk udara) Sehingga : P1=PaPf

Dimana, Pf= Proses tekanan pada saringan udara masuk kompresor = 0,01 bar (hasil survey)

Maka:

P1= 1,013 - 0,01 P1= 1,003 bar

(4)

Dengan demikian akan diperoleh suhu keluar saringan udara : T1= 4 , 1 1 4 , 1 013 , 1 003 , 1 303 −       T1= 302,14 K

Sehingga dari tabel properti udara (Lamp.1) dengan cara interpolasi diperoleh:

h1=302,34 KJ/Kgudara

2. Kondisi udara keluar kompresor

Untuk mendapatkan nilai effisiensi yang lebih tinggi, maka perbandingan tekanan yang digunakan yang optimum yaitu :

) 1 ( 2 min max −     = k k p T T

r

[Lit 4, Hal 296]

Dimana,

r

p= Perbandingan tekanan optimum

Tmax= T3= Temperatur masuk turbin = 1248 K Tmin= T1 = Temperatur masuk kompresor = 302,14 K

Maka,

r

p= ) 1 4 , 1 ( 2 4 , 1 14 , 302 1248 −      

r

p= 12,0 P P2=

r

p× 1 P2= 12 x 1,003 P2= 12,036 bar k k P P T T 1 1 2 1 2 −       =

( )

12 1,4 302,14 1 4 , 1 2 x T − = T2= 614,53 K

(5)

Maka setelah diinterpolasi dari tabel property udara diperoleh :

h

2= 622,3046 Kj/Kg

3. Kerja kompresor

• Kondisi ideal kompresor Kerja kompresor ideal adalah :

h

h

WKi= 2− 1

=622,3046-302,34 =319, 9646 Kj/Kg • Kondisi aktual perencanaan

Untuk menentukan keadaan pada titik 2, yaitu keadaan aktualnya maka ditetapkan

η

k= 0,88 (antara 0,85 – 0,90 untuk kompresor aksial) [Lit 13, Hal

198]

Maka kerja aktual kompresor adalah :

88 , 0 9646 , 319 = WKa = WKa 363,5961 Kj/Kg Sehingga akan diperoleh

h

2a:

h WKa a

h

2 = + 1

h

2a=363,5961+302,34

h

2a= 665,9361 Kj/Kg

Dari tabel properti udara dengan cara interpolasi diperoleh temperatur aktual perencanaan keluar kompresor (T2a)yaitu sebesar : T2a=655,73 K= 382,73˚C

(6)

Gambar 3.2 Diagram h-s pada kompresor

3.2.2. Proses Pada Ruang Bakar

Daya yang dihasilkan turbin tergantung dari entalpi pembakaran. Untuk itu perlu dianalisa reaksi pembakaran yang terjadi pada ruang bakar. Dari analisa ini akan didapat perbandingan bahan bakar dengan udara yang dibutuhkan (FAR) yang dipergunakan, sehingga diperoleh laju aliran massa yang dialirkan ke turbin. Bahan bakar yang dipakai adalah gas alam dengan komposisi pada tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1. Komposisi Bahan Bakar

No. Komposisi % Volume

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. CO2 N2 CH4 C2H6 C3H8 C4H10 C5H12 C6H14 C7H16 2,86 1,80 88,19 3,88 2,1 0,83 0,25 0,05 0,04 ∑= 100% LHV 45.700 Kj/Kg

(7)

Dengan reaksi pembakaran komponen bahan bakar adalah:

No.

Untuk CH4

0,8819 CH4 + a (O2 + 3,76 N2) → b CO2 + CH2O + d N2

Persamaan reaksi diatas disetarakan sebagai berikut : Unsur C : b = 0,8819 Unsur H : 2c = 4b c = 1,7638 Unsur O : 2a = 2b + c a = 1,7638 Unsur N2 : d = 3,76 a d = 6,6318

Sehingga persamaan reaksi (stoikiometri) yang terjadi :

0,8819 CH4 + 1,7638 (O2 +3,76 N2) → 0,8819 CO2 + 1,7638 H2O +6,6318 N2

Maka akan diperoleh massa bahan bakar CH4 :

Untuk massa CH4 = 0,8819 x 16

= 14,1104 Kg CH4/1 mol bahan bakar

Dengan cara yang sama akan diperoleh hasil pada tabel 3.2. berikut : Tabel 3.2. Kebutuhan udara pembakaran

Komposisi B.Bakar Fraksi Mol B.Bakar (% Volume) Mol udara yang dibutuhkan Massa B.Bakar (KgCmHn/1mol BB) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. CO2 N2 CH4 C2H6 C3H8 C4H10 C5H12 C6H14 C7H16 0,0286 0,018 0,8819 0,0388 0,021 0,0083 0,0025 0,0005 0,0004 - - 1,7638 0,1358 0,105 0,05395 0,02 0,00475 0,0044 1,2584 0,504 14,1104 1,164 0,924 0,4814 0,18 0,043 0,04 ∑ = 1 ∑ = 2,08628 ∑ = 18, 7052

(8)

Sedangkan massa udara yang dibutuhkan adalah : Massa = mol x Mr = 2,08628 x (32 + 3,76 . 28) = 286,4045 Kg maka, Bakar Bahan Massa Udara Massa AFRTH = = 7025 , 18 4045 , 286

= 15,3137 Kgudara /Kgbahan bakar

Untuk menghitung perbandingan bahan bakar aktual, dapat dilihat dari gambar 3.3 berikut, dengan menghitung temperatur udara keluar dari kompresor 382,73˚C dan dengan pertimbangan bahan yang dipakai sudu, ditetapkan temperatur gas masuk turbin 975˚C. Maka dapat ditentukan faktor kelebihan udara (excess air) sebasar 3,334 sehingga :

(

)

015066 , 0 3741 , 66 3137 , 15 3137 , 15 334 , 3 % 100 3137 , 15 3137 , 15 334 , 3 % 100 = = + = × − = × − = AKT AKT AKT AKT TH TH AKT AFR AFR x AFR AFR AFR AFR AFR λ

(9)

Gambar 3.3 Grafik faktor kelebihan udara

(sumber : Turbin Pompa dan Kompresor, Fritz Dietzel)

Kerugian tekanan pada ruang bakar (gambar 3.3) sebesar (2-3) % [Lit 1,

Hal 198], diambil 2%, maka :

bar x Pb P P a 8 , 11 ) 0 , 12 02 , 0 ( 0 , 12 2 3 = − = ∆ − =

Gambar 3.4 Kerugian tekanan pada ruang bakar

Sehingga keadaan pada titik 3:

K T 1248 273 975 3 = + =

Dari tabel properti udara dengan cara interpolasi maka diperoleh

kg kj h3=1334,354 /

(10)

3.2.3 Analisa termodinamika pada turbin

1. Temperatur dan Tekanan udara keluar turbin

Tekanan keluar turbin (ideal) sama dengan tekanan atmosfir, sehingga :

K T T P P T T bar P P K K a 8213 , 618 1248 013 , 1 8 , 11 013 , 1 4 4 , 1 1 4 , 1 4 1 3 4 3 4 4 = ×       =       = = = − −

Dengan cara interpolasi dari tabel udara diperoleh entalpi keluar turbin :

kg kj h4=626,82944 /

2. Kerja turbin

• Kondisi kerja ideal turbin

kg kj

w

n / 524558 , 707 82944 , 626 354 , 1334 = − =

• Kondisi kerja aktual turbin

Untuk menentukan kerja turbin yang sebenarnya, maka ditentukan effisiensi insentropis turbin yakni dipilih 0,87 (antara 0,82 – 0,89)

87 , 0 = =effisiensiturbin r η Maka : kg kj kg kj WTa / 5463 , 615 / 524558 , 707 87 , 0 = × =

Sehingga diperoleh entalpi dan temperatur perencanaan :

kg kj W h h a Ta / 8076 , 718 5463 , 615 354 , 1334 3 4 = − = − =

(11)

Dari tabel properti udara dengan cara interpolasi diperoleh temperatur udara keluar turbin secara aktual sebesar :T4a =705,14 K =432,14°C

Gambar 3.5 Diagram h-s pada turbin

3.2.4 Generator lisrik

Dalam suatu proses pembebanan listrik arus bolak-balik ada dua unsur yang terlihat dalam proses konversi daya, yaitu :

1. Daya nyata yang diukur dengan Watt dikatakan daya nyata, karena besaran yang terlihat dalam proses konversi daya.

2. Daya listrik yang sebenarnya tidak mempengaruhi suatu proses konversi daya, tetapi adalah suatu kebutuhan yang harus dilayani. Secara ekonomis dikatakan bahwa daya reaktif hanya membebani biaya investasi dan bukan biaya operasi.

Suatu beban membutuhkan daya reaktif yang sebesar karena dua hal, yaitu : a) Karakteristik beban itu sendiri yang tidak bias dielakkan b) Proses konversi daya didalam alat itu sendiri.

Dari kesimpulan diatas diperoleh bahwa daya harus disuplai oleh tubin kepada generator harus dapat memenuhi kebutuhan daya nyata dan daya reaktif.

Gambar 3.6 berikut menggambarkan daya yang bekerja pada generator.

Daya yang dibutuhkan menggerakkan generator untuk menghasilkan daya listrik merupakan daya netto dari turbin. Dengan daya netto besarnya :

(12)

φ η η Cos P P Tr G G E . . = Dengan, =

PG daya keluaran generator =

ηG effisiensi generator =

ηTr effisiensi transmisi

Dimana daya semu generator adalah : φ

Cos P PS = G

Dengan, Cosφ= 0,8-0,9

Gambar 3.6 Daya pada generator

• Daya keluaran (nyata) generator :

MW PG=130

• Daya semu generator :

MVA Cos P PS G 5 , 162 8 , 0 130 = = = φ

• Daya netto turbin :

φ η η Cos P P Tr G G g . . =

(13)

dimana :

ηG = effisiensi generator (direncanakan 0.98)

ηTr = effisiensi tranmisi (direncanakan 1 karena turbin dan generator dikopel langsung )

Cosφ = 0.8 – 0,9 (dipilh 0,8) Maka : MW PE 816 , 165 8 , 0 1 98 , 0 130 = × × =

3.2.5 Laju Aliran Massa Udara dan Bahan Bakar Laju aliran massa menurut adalah :

PE =PT −PK PE=

(

ma+mf

)

WTa

( )

Wa WKa W W m m p ma Ka Ta a f E −       + = 1 Dimana,

PE = Daya netto turbin (kW)

PT = Daya brutto turbin (kW)

Pk = Daya kompressor (kW)

WTa = Kerja turbin aktual(kJ/Kg)

Wka = Kerja kompressor aktual (kJ/Kg)

m

a = Laju aliran massa udara (kg/s)

m

f = Laju aliran massa bahan bakar (kg/s)

Laju aliran massa udara dan bahan bakar ini akan digunakan untuk menentukan daya dari kompressor dan turbin, serta dalam perancangan sudu turbin.

(14)

W W m m P m Ka Ta a f E a −       + = 1 Dengan : PE = 165,816 MW m m a f = FARAKT = 0,015066 Dan, FARAKT= 66,3741 Sehingga :

[

]

s kg FAR m m s kg m AKT a f a / 563396085 , 9 015066 , 0 7667652 . 634 / 7667652 , 634 5961 , 363 5463 , 615 015066 , 0 1 165816 = × = × = = − + =

3.2.6. Kesetimbangan Energi Pada Ruang Bakar

Ruang bakar tidak menghasilkan dan tidak memerlukan energi mekanis, jadi w = 0, jika proses pembakaran dianggap adiabatik maka ∆EP ≅ 0 karena relative kecil dibanding dengan besaran lainnya. Maka persamaan untuk ruang bakar dapat dituliskan menurut [Lit 1, Hal 74] :

(

m

produkx

h

produk

)

(

m

reaktanx

h

reaktan

)

(15)

Maka, ma h2a + mfLHV = ( ma + mf ) h3

634,76676 x 665,9361 + 9,56339608 x 45700 = (634,766 + 9,563) x 1334,354 859.761,3051 kW = 859.761,3051 kW

Artinya didalam ruang bakar terjadi kesetimbangan energi.

3.2.7. Udara Pembakaran

Udara pembakaran adalah perbandingan antara AFRAKT dengan AFRTH yang digunakan untuk menentukan persentase udara pembakaran.

334 , 4 3137 , 15 3741 , 66 = = = AFR AFR H T AKT τ 3.2.8. Kerja Netto

Kerja spesifik netto adalah selisih antara kerja spesifik turbin dengan kerja spesifik kompresor yang digunakan untuk menentukan nilai effisiensi siklus.

W W

WNET = TaKa

= 615,5463-363,5961 =251,9502 kj/kg

3.2.9 Back Work Ratio

Back Work Ratio merupakan nilai persentase kerja spesifik turbin yang digunakan untuk menggerakkan kompresor.

5906 , 0 5463 , 615 5961 , 363 = = = WT W k a a

r

bw

3.2.10 Effisiensi Thermal Siklus

Effisiensi thermal ini merupakan effisiensi total dari siklus yang terjadi pada analisa termodinamika tersebut.

(16)

(

)

% 7 , 37 % 100 9361 , 665 354 , 1334 9502 , 251 % 100 2 3 = × − = − = × = h h W Q W a net RB NET TH η 3.2.11. Panas Masuk

Panas masuk adalah suplai panas dari ruang bakar sebesar:

h h Q Qin= RB= 3− 2a = 1334,354 kJ/kg – 665,9361 kJ/kg = 668,4179 kJ/kg 3.2.12. Panas keluar

Panas keluar dari turbin gas sebesar:

h h Qout = 4a− 1

= 718,8076kJ/kg – 302,34 kJ/kg = 416,4676 kJ/kg

3.2.13. Daya Tiap Komponen Instalasi Turbin Gas 1. Daya Kompresor

Daya kompresor dari instalasi turbin gas adalah:

( )

m W

PK = a Ka

= (643,766) 363,5961 = 230798,44 kW = 230,798 MW

2. Daya Turbin Gas

Daya brutto turbin dari instalasi turbin gas adalah:

P P PT = K+ E

(17)

3.2.14. Hasil Analisa Termodinamika

Setelah diadakan analisa termodinamika, sebagai langkah awal perencanaan, maka diperoleh hasil-hasil sebagai berikut :

1. Temperatur lingkungan (Ta) : 303 K 2. Temperatur keluar kompresor (T2) : 614,53 K

3. Kerja kompresor aktual

( )

WKa : 363,5961 kJ/kgudara

4. Suplai panas dari ruang bakar

( )

QRB : 668,4179 kJ/kgudara

5.

(

AFR

)

AKT : 66,3741 kgudara/kgbahanbakar 6.

(

FAR

)

AKT : 0,015066 kgbahanbakar/kgudara 7. Temperatur gas masuk turbin

( )

T3 : 1248 K

8. Temperatur gas buang turbin

( )

T4a : 705,14 K

9. Kerja turbin aktual

( )

WTa : 615,5463 kJ/kgudara

10. Laju aliran massa udara

( )

ma : 634,766 kg/s 11. Laju aliran massa bahan bakar

( )

mf : 9,56 kg/s 12. Daya kompresor

( )

PK : 230,798 MW 13. Daya turbin

( )

PT : 396,614 MW 14. Daya nyata generator

( )

PG : 130 MW 15. Daya poros efektif turbin gas

( )

PE : 165,816 MW 16. Effisiensi thermal siklus

(

ηth.sikl

)

: 37,7%

(18)

BAB IV

PERENCANAAN TURBIN

4.1. Parameter Perencanaan Turbin

Dalam perencanaan ini dipilih turbin aksial, karena turbin jenis aksial mempunyai keuntungan: effisiensi yang lebih baik, perbandingan tekanan dapat diubah lebih tinggi, konstruksi lebih ringan dan tidak membutuhkan ruangan yang terlalu besar. Turbin aksial yang direncanakan adalah bertingkat banyak, dimana tiap tingkat terdiri dari satu baris sudu diam dan satu baris sudu gerak. Sudu diam berfungsi mempercepat aliran fluida kerja dan sudu gerak berfungsi untuk mengkonversikan energi kinetik menjadi energi mekanis dalam bentuk putaran poros turbin.

Turbin aksial terdiri dari turbin curtis (turbin dengan kecepatan bertingkat), turbin reteau (turbin dengan tekanan bertingkat), turbin reaksi (turbin yang proses ekspansinya terjadi tidak hanya pada laluan sudu diam, tetapi juga pada laluan sudu gerak sehingga penurunan seluruh kandungan kalor pada semua tingkat terdistribusi secara merata).

Gambar 4.1. Grafik Effisiensi Turbin – Velocity Ratio (σ) (Sumber : Energy Conversion System, Sorensen)

(19)

Maka dalam perencanaan ini dipilih turbin aksial jenis turbin aksial reaksi karena :

1. Effisiensi tingkat pada tipe reaksi lebih baik dari pada yang lainnya, dengan perbandingan kecepatan yang lebih besar.

2. Pada tipe reaksi, effisiensi maksimum dapat dicapai pada daerah perbandingan (U/V) = 0,8 s/d 0,9

3. Pada tipe ini, kecepatan tangensial yang mengalir diantara sudu-sudu adalah tidak terlalu besar, sehingga kerugian gesekan akibat kecepatan juga tidak terlalu besar.

Untuk perencanaan turbin aksial, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan ditetapkan, sebagai berikut :

• Koeffisien aliran sudu (ψ) = 3………….[Lit 7, Hal 111] • Kecepatan tangensial rata-rata (Um) = (350-400)m/s

• Kecepatan aliran gas (Ca) = 150 m/s…….[Lit 7, Hal 67] • Derajat reaksi tingkat (RR) = 0,5 ………..[Lit1, Hal 546]

4.1.1. Klasifikasi Turbin Gas

Secara umum turbin gas dapat dibedakan atas : a. Turbin aliran radial (radial flow turbine)

Turbin radial adalah suatu jenis turbin dimana arah aliran fluida kerjanya tegak lurus terhadap sumbu poros yaitu arah radial. Turbin jenis ini dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut.

(20)

Gambar 4.2 Turbin aliran radial

(Sumber: www.fatimberlake.blogspot.com) b. Turbin aksial

Pada jenis tubin ini, arah aliran fluida kerjanya sejajar terhadap sumbu poros. Turbin jenis ini terdiri dari :

• Turbin aksial reaksi

• Turbin aksial aksi (impuls)

Jenis turbin aksial ini dapat ditunjukkan seperti pada gambar 4.3 berikut.

Gambar 4.3. Turbin aliran aksial (Sumber: www.fatimberlake.blogspot.com)

(21)

4.1.2. Jumlah Tingkat Turbin

Jumlah tingkat turbin dihitung berdasarkan total penurunan temperatur dan penurunan temperatur tiap tingkat turbin. Menurut [Lit7, Hal 110] :

U m To cpg S 2 2 ∆ = Ψ

Dimana, Ψ = koefisien pembebanan suhu

c

pg= panas jenis gas pada tekanan konstan (kJ/Kg.K) s

To

∆ = penurunan temperatur tiap tingkat turbin (K) Um= Kecepatan tangensial rata-rata sudu (m/s) • Sedangkan total penurunan temperatur gas adalah :

T T To = 3− 4

Dimana, ∆To= Total penurunan temperatur (K) T3= Temperatur gas masuk turbin (K)

T4= Temperatur gas keluar turbin (K) • Jumlah tingkat turbin :

Dimana, n = Jumlah tingkat turbin

4.1.3. Kondisi Gas dan Dimensi Sudu

Kondisi gas dianalisa pada keadaan stagnasi dan keadaan statik. Keadaan stagnasi maksudnya adalah kondisi gas yang dianalisa dalam keadaan diam tanpa memperhitungkan kecepatannya. Sedangkan kondisi statik adalah kondisi gas yang dianalisa dalam keadaan diam dengan memperhitungkan kecepatannya.

• Persamaan- persamaan stagnasi menurut (Lit 2, Hal 144) :

1 1 1 2

.

.

1 −                 ∆ − = y y st R S To R To Po Po η

Dengan, P01= Tekanan gas sebelum terjadinya proses (bar)

To To n s ∆ ∆ =

(22)

P02= Tekanan gas setelah terjadinya proses (bar) RR= Derajat reaksi tingkat (untuk turbin reaksi = 0,5) η

st= Effisiensi statik y = Eksponen isentropik T02= Temperatur pada P02(K)

• Persamaan-persamaan statik menurut (Lit 2, Hal 257] :

C pg C To T 2 2 1 1= − y r To T Po P 1 1 1 1 1 −         =

Dengan, T1= Temperatur gas pada kondisi statik (K)

T01= Temperatur gas pada kondisi stagnasi (K) P1= Tekanan gas pada kondisi statik (bar) P01= Tekanan gas pada kondisi stagnasi (bar)

• Dari kondisi gas ini dapat dicari massa jenis gas yang mengalir [Lit 2, Hal

116] : T Rg P . . 100 = ρ

Dimana, ρ = Massa jenis gas (kg/m3)

• Dengan menghitung laju aliran massa gas maka luas annulus [Lit 2, Hal

258] : Ca m A g ρ =

Dengan, A = Luas annulus (m2)

mg= Laju aliran massa gas, yang dalam hal ini untuk tiap tingkat berbeda karena pengaruh laju aliran massa pendinginan sudu (kg/s).

(23)

• Perhitungan tinggi sudu menurut [Lit 2, Hal 258] : 60 . . U n A h m =

Dengan, h = tinggi putaran (m) n = putaran sudu (rpm)

• Jari-jari sudu (jarak dari pusat cakram ke pitch sudu) besarnya menurut [Lit 2, Hal 271] 2 h r rr= m− 2 h r rt = m+

Dimana, rt= Jari-jari puncak sudu tiap tingkat turbin (m)

• Tebal sudu dan celah antar sudu menurut persamaan [Lit 1, Hal 265] :

3

h WR = R C= 0,25.WR

Dimana, W = Tebal sudu (m) C = Celah antar sudu (m)

4.1.4. Segitiga Kecepatan Gas

Untuk menggambarkan kecepatan aliran gas perlu dihitung besar sudut kecepatan gas tersebut untuk sudut masuk dan sudut keluar relatif gas [Lit 2, Hal

249] :

Gambar 4.4. Segitiga kecepatan pada sudu (Sumber: Gas turbine theory, Cohen. H)

(24)

2 . . 4 2 + = φtgβ m ψ 2 . . 4 3 − = φtgβ m ψ

Dimana, φ = Koefisien aliran gas

β1= Sudut relative kecepatan gas masuk sudu (˚)

β0= Sudut relative kecepatan gas keluar sudu (˚)

4.2. Perhitungan Jumlah Tingkat Turbin

1. Penurunan temperatur tiap tingkat turbin (∆ToS)

Penurunan temperatur tiap tingkat turbin ini masih merupakan nilai yang diperoleh dari penentuan harga U , setelah itu akan disubtitusikan kembali untuk m

mendapatkan nilai yang sebenarnya.

K To To x x U To c S s m s pg 675958 , 188 ) 380 ( 10 148 , 1 2 3 2 2 3 2 = ∆ × ∆ = ∆ = ψ

2. Total penurunan temperatur gas ( To∆ )

Total penurunan temperatur ini merupakan selisih dari temperatur masuk dan keluar turbin.

K T T To 86 , 542 14 , 705 1248 4 3 = − = − = ∆

3. Jumlah tingkat turbin yang dibutuhkan (n)

s To To n ∆ ∆ = 675 , 188 86 , 542 = =2,88 tingkat ≈ 3 tingkat

(25)

Hasil ini disubstitusikan kembali untuk mendapatkan harga ∆Tosdan m U yang sebenarnya. K To To s s 9533 , 180 86 , 542 3 = ∆ ∆ = Maka, s m U U x x U To c m m m s pg / 14 , 372 9533 , 180 1148 2 3 2 3 2 2 = = ∆ =

4.3. Kondisi Gas Dan Dimensi Sudu Tiap Tingkat

Untuk merancang sudu turbin dibutuhkan kondisi gas baik dalam keadaan statis maupun stagnasi pada setiap tingkat. Baik pada saat gas masuk sudu diam, keluar sudu diam dan masuk sudu gerak, serta keluar sudu gerak dan masuk sudu diam lagi.

Gambar 4.5. Penampang annulus turbin aksial

Dalam rancangan ini akan dibahas analisis data kondisi gas meliputi perhitungan temperatur dan tekanan juga massa jenis aliran untuk setiap tingkat turbin.

(26)

A. TINGKAT SATU 1. Gas masuk sudu diam

Dari gambar 4.2 diatas yaitu pada titik 1. • Kondisi pada keadaan stagnasi

• Kondisi pada keadaan statik

K x x Cp C To T g 2003 , 123 10 148 , 1 2 150 1248 2 3 2 2 1 1 = − = − = bar To T Po P 43 , 11 1248 2003 , 1238 8 , 11 1,33 1 33 , 1 1 1 1 1 1 =       =       = − − γ γ 3 1 1 1 / 216 , 3 2 , 1238 287 , 0 43 , 11 100 . . 100 m kg x x T Rg P = = = ρ

2. Gas keluar sudu diam dan masuk sudu gerak Pada gambar 4.2 yaitu pada titik 2.

• Kondisi pada keadaan stagnasi

1 1 1 2 . . 1 −             ∆ − = γ γ η To R To Po Po st R S bar Po K To 8 , 11 1248 1 1 = =

(27)

Dimana :

st

η = Effisinsi statik (direncanakan 0,9) R R = Derajat reaksi (0,5) Sehingga : K x R To To To bar Po x Po Po Po x x Po Po R S 523 , 1157 ) 5 , 0 9533 , 180 ( 1248 . 411 , 8 8 , 11 73 , 0 ) 7128 , 0 ( 1248 9 , 0 5 , 0 9533 , 180 1 1 2 2 2 1 2 1 33 , 1 33 , 1 1 2 = − = ∆ − = = = =             − = −

• Kondisi pada keadaan statik

3 2 2 2 33 , 1 1 33 , 1 1 2 2 2 2 3 2 2 2 2 / 46 , 2 723 , 1147 287 , 0 127 , 8 100 . 100 127 , 8 523 , 1157 723 , 1147 411 , 8 723 , 1147 10 148 , 1 2 150 523 , 1157 2 m kg x x T R P bar To T Po P K x x Cp C To T g g = = = =       =       = = − = − = − − ρ γ γ

(28)

3. Gas keluar sudu gerak dan masuk sudu diam Pada gambar 4.5 yaitu pada titik 3.

• Kondisi pada keadaan stagnasi :

(

)

K x R T T T bar Po x x Po Po To R To Po Po R st R S S 046 , 1067 5 , 0 9533 , 180 523 , 1157 . 832 , 5 5 , 1157 9 , 0 5 , 0 9533 , 180 1 . . 1 0 02 03 3 1 33 , 1 33 , 1 2 3 1 2 2 3 = − = ∆ − = =             − =             ∆ − = − − γ γ η

• Kondisi pada keadaan statik

3 3 3 3 33 , 1 1 33 , 1 1 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 / 8518 , 1 2 , 1057 287 , 0 619 , 5 100 . 100 619 , 5 046 , 1067 246 , 1057 832 , 5 246 , 1057 10 148 , 1 2 150 046 , 1067 2 m kg x x T R P bar To T Po P K x x T Cp C To T g g = = = =       =       = = − = − = − − ρ γ γ

(29)

Untuk tingkat selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama dan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1. Kondisi gas pada tiap tingkat sudu turbin

TINGKAT 1 2 3 01 P (bar) 11,8 5,832 2,526 01 T (K) 1248 1067,046 886,0923 1 T (K) 1238,2003 1057,246 876,2927 1 P (bar) 11,43 5,619 2,415 1 ρ (kg/m3) 3,216 1,8518 0,960 02 P (bar) 8,411 3,914 1,853 02 T (K) 1157,523 976,569 795,615 2 T (K) 1147,723 966,799 785,816 2 P (bar) 8,127 3,758 1,666 2 ρ (kg/m3) 2,46 1,354 0,738 03 P (bar) 5,832 2,526 1,07508 03 T (K) 1067,046 886,0923 705,138 3 T (K) 1057,246 876,2927 695,3387 3 P (bar) 5,619 2,415 1,016127 3 ρ (kg/m3 ) 1,8518 0,960 0,509

Ukuran-ukuran (jari-jari sudu) sesuai gambar 4.5 dapat dihitung untuk setiap jumlah aliran massa gas masing-masing baris. Menurut [Lit 2, Hal 294], pendinginan sudu menggunakan 1,5%-2% udara kompresi pada tiap tingkat sudu sehingga tiga tingkat turbin didinginkan dengan (4,5-6)% udara kompresi. Maka laju aliran massa pendinginan (mp) adalah :

mp= (4,5-6)%. ma

= (4,5-6)% x 634,766 kg/s

(30)

Untuk setiap baris sudu didinginkan oleh : udara s kg mn / 5 6 30 = =

Dimana udara pendingin ini ikut berekspansi pada tingkat berikutnya. Kecepatan keliling rata-rata sudu (Um) adalah :

n r Um =2π. m. Dimana:

Um = Kecepatan keliling rata-rata sudu (m/s)

rm = Jari-jari rata-rata sudu (m)

n = Putaran poros turbin (rpm) Maka : m x x x n U rm m 184 , 1 3000 14 , 3 2 14 , 372 60 . 2 . 60 = = = π

1. Kondisi masuk pada sudu diam (kondisi -1)

Yang dimaksud dengan kondisi disini adalah laju aliran massa gas pada tingkat 1 serta perhitungan dimensi sudu pada tingkat tersebut.

Ca m A g 1 1 1 = ρ Dimana : 1 g

m = Laju aliran massa gas masuk sudu diam = ma +mfmp +mn1 = 634,766 + 9,56 -30 +5 = 619,326 kg/s Maka : 2 1 1 28 , 1 150 216 , 3 326 , 619 m A x A = =

(31)

60 . . 1 1 m U n A h = Dimana : h1 = Tinggi blade (m) A1 = Luas annulus (m2) maka : m h h 172 , 0 60 14 , 372 3000 28 , 1 1 1 = × × = m h r rr m 098 , 1 2 172 , 0 184 , 1 2 1 1 = − = − =

2. Kondisi keluar sudu diam, masuk sudu gerak (kondisi-2)

Yang dimaksud dengan kondisi disini adalah laju aliran massa gas pada tingkat 2 serta perhitungan dimensi sudu pada tingkat tersebut

Ca m A g 2 2 2 ρ = Dimana : 2 g

m = Laju aliran massa gas masuk sudu =mg1+m n2 =619,326 +5 =624,326kg/s Maka : 2 2 2 69 , 1 150 46 , 2 366 , 624 m A A = × =

(32)

m h h U n A h m 227 , 0 60 14 , 372 3000 69 . 1 60 . . 2 2 2 2 = × × = = m h r rr m 0705 , 1 2 227 , 0 184 , 1 2 2 2 = − = − = m h r rt m 2975 , 1 2 227 . 0 184 , 1 2 2 2 = + = =

3. Kondisi keluar sudu gerak,masuk sudu diam (kondisi-3)

Yang dimaksud dengan kondisi disini adalah laju aliran massa gas pada tingkat 3 serta perhitungan dimensi sudu pada tingkat tersebut.

Ca m A g 3 3 3 = ρ

Dimana : mg 3= Laju aliran massa gas masuk sudu diam

s kg m mg g / 326 , 629 5 326 , 624 3 2 = + = + = Maka : 2 3 3 2656 , 2 150 858180 , 21 326 , 629 m A A = × = m h h U n A h m 304 , 0 60 14 , 372 3000 2656 , 2 60 . . 3 3 2 3 = × × = =

(33)

m h r rr m 032 , 1 2 304 , 0 184 , 1 2 3 3 = − = − = m h r rt m 336 , 1 2 304 . 0 184 , 1 2 3 3 = + = =

4. Tinggi rata-rata sudu diam (hN)

Tinggi rata-rata sudu diam adalah nilai rata-rata dari tinggi sudu pada kondisi 1 dan 2

(

)

(

)

1995 , 0 227 , 0 172 , 0 2 1 2 1 2 1 = + = + = h h hN

5. Tinggi rata-rata sudu gerak (hg)

Tinggi rata-rata gerak adalah nilai rata-rata dari sudu pada kondisi 2 dan 3.

(

)

(

)

m h h hR 2655 . 0 304 . 0 227 , 0 2 1 2 1 3 2 = + = + =

6. Tebal (lebar) sudu gerak (w)

Tebal sudu gerak pada tingkat 1 adalah :

m h w R R 0885 , 0 3 2655 . 0 3 = = =

(34)

7. Lebar celah aksial (c)

Lebar celah aksial merupakan celah yang dirancang antara sudu gerak dengan penutup agar sudu dapat berputar bebas.

0225 . 0 0885 , 0 25 , 0 . 25 , 0 = × = =

w

R c

Dengan cara yang sama dapat dihitung dimensi sudu untuk tingkat berikutnya dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Dimensi sudu turbin

TINGKAT 1 2 3 1 g m (Kg/s) 619,326 629,3226 639,326 1 A (m2) 1,28 2,2656 4,439 1 h (m) 0,172 0,304 0,596 rr1 (m) 1,27 1.336 1,482 rt1 (m) 1,27 1,336 1,482 mg2 (kg/s) 624,326 634,326 644,326 A2 (m2) 1,69 3,123 5,730 h2 (m) 0,227 0,419 0,769 rr2 (m) 1,0705 0,974 0,7995 rt2 (m) 1,2975 1,393 1,5685 mg3 (Kg/s) 639,326 639,326 639,326 A3 (m2) 2,2656 4,439 8,504 h3 (m) 0,304 0,596 1,142 rr3 (m) 1,032 0,886 0,613

(35)

rt3 (m) 1,336 1,482 1,755 hN (m) 0,4995 0,3615 0,6815 hR (m) 0,2655 0,5075 0,955 wR (m) 0,0885 0,1691 0,3185 c (m) 0,022 0,042 0,0796

Dari perhitungan di atas, dapat digambarkan ukuran turbin yang dirancang.dengan skala 1:30 yaitu untuk tingkat 1:

Gambar 4.6 Dimensi sudu tingkat 1

4.4 Diagram Kecepatan dan Sudut Gas Tiap Tingkat Turbin

Untuk dapat menggambarkan kecepatan gas dengan menggunakan diagram segitiga kecepatan perlu untuk menghitung sudut-sudut saat gas melalui sudu-sudu.

(36)

Gambar 4.7 Diagram kecepatan pada sudu turbin

TINGKAT SATU

Dari gambar 4.6 dimana sudut gas tingkat -1, yaitu pada dasar,tengah dan puncak sudu dapat dihitung :

1. Sudut Gas pada Tengah Sudu

Sudut-sudut yang terjadi pada tengah sudu antara lain : • Sudut masuk realitif gas (β ) 2m

2 . . 4 2 + = φtgβ m ψ Dimana : 4030 , 0 14 , 372 150 = = = φ φ m U Ca Maka :  8 , 31 620232 , 0 2 4030 , 0 4 3 2 . . 4 2 2 2 = = + = + = m m m tg xtg x tg β β β β φ ψ

(37)

• Sudut keluar relatif gas (β ) 3m  13 , 72 10173 , 3 2 3 4030 , 0 4 3 2 . . 4 3 3 3 = = − = − = m m m tg m xtg x tg β β β β φ ψ

Menurut [Lit 2, Hal 249],sudut masuk absolute gas pada sudu diam dan sudut keluar gas pada suhu gerak adalah sama dengan sudut relative gas (β2m1m3m) yaitu 31,8. Sudut keluar relative gas pada sudu diam sama dengan sudut keluar relative gas pada sudu gerak (α =2m β3m) yaitu 72,13

• Kecepatan absolute gas masuk sudu gerak (C2m)

…(Lit 2, Hal 256)

• Kecepatan absolute gas masuk sudu diam (C1m)

s m C C a m / 492 , 176 8 , 31 cos 150 cos 3 1 = = =  α

• Kecepatan relative gas masuk sudu gerak (V2m)

…(Lit 2, Hal 260) s m C C m a m / 84 . 488 13 , 72 cos 150 cos 2 2 = = =  α

(38)

s m C C m a m / 34 , 172 5 , 29 cos 150 cos 2 2 = = =  α

• Kecepatan absolute gas keluar sudu gerak (C3m)

Kecepatan absolute gas keluar sudu gerak sama dengan kecepatan relative gas masuk sudu gerak maka C3m = C1m = 172,34 m/s

• Kecepatan relative gas keluar sudu gerak (V3m)

s m C V m a m / 84 . 488 13 , 72 cos 150 cos 3 3 = = =  β

2.Sudut Gas pada Dasar Sudu

Sudut-sudut gas yang terjadi pada tengah sudu antara lain : • Sudut keluar gas dari sudu diam (α2r)

(

)

(

)

  404 , 74 5827 , 3 56 , 70 0705 , 1 184 , 1 2 2 2 2 = = = = r m r m r tg tg r r tg α α α …(Lit 2, Hal 263)

(39)

• Sudut keluar absolute gas dari sudu gerak (α ) 3r

(

)

(

)

  42 , 35 711 , 5 , 29 032 , 1 184 , 1 2 3 3 3 = = = = r m r m r o tg tg r r tg α α α

• Kecepatan rotasi sudu (Ur)

2       = r m m r r U Ur …(Lit 2, Hal 236) s m / 596 , 411 0705 , 1 184 , 1 14 , 372 =       =

• Sudut keluar relatif gas pada sudu diam (β2r)

 3 , 35 3 2rr = β

• Sudut keluar relative gas pada suhu gerak (β ) 3r

 45 , 73 2 3rr = β

• Kecepatan absolut gas masuk sudu gerak (C2r)

s m C C r a r / 926 , 557 404 , 74 cos 150 cos 2 2 = ° = = α

• Kecepatan absolut gas keluar sudu gerak (C3r)

s m C C r a r / 065 , 184 42 , 35 cos 150 cos 3 3 = ° = = α

(40)

• Kecepatan whirl gas masuk sudu gerak (Cw2r) r r w Catg C 2 = . α2 …(Lit 2, Hal 263) s m tg / 384 , 537 404 , 74 150 = ° × =

• Kecepatan relative gas masuk sudu gerak (V2r)

s m C V r a r / 065 , 184 42 , 35 cos 150 cos 2 2 = = =  β

• Kecepatan whirl gas keluar sudu gerak (Cw3r)

r r w Catg C 3 = . α3 s m tg / 67 , 106 42 , 35 150 = × = 

• Kecepatan relative gas masuk sudu gerak (V2r)

s m C V m a m / 926 , 557 404 , 74 cos 150 cos 2 2 = = =  β

Diagram kecepatan dan sudut gas pada puncak sudu serta perhitungan untuk tingkat selanjutnya dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti diatas dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut :

(41)

Tabel 4.3 diagram kecepatan dan sudut gas tiap tingkat

TINGKAT 1 Dasar Sudu Tengah Sudu Puncak Sudu

U 411.596 372,14 339,58 1 α 35,42 31,8 29,50 2 α 74,40 72.13 70,92 3 α 35,42 31,8 29,50 2 β 35,42 31,8 29,50 3 β 74,40 72,13 70,92 Cw2 537,38 465,174 433,66 Cw3 106,67 93,032 84,86 C2 557,926 488,76 458,87 C3 184,065 176,508 172,34 V2 184,065 176,508 172,34 V3 557,926 488,76 458,87

TINGKAT 2 Dasar Sudu Tengah Sudu Puncak Sudu

U 452,37 372,14 216,30 1 α 37,0 31,8 27,78 2 α 75,14 72.13 69,227 3 α 37,0 31,8 27,78 2 β 37,0 31,8 27,78 3 β 75,14 72,13 69,227 Cw2 565,32 465,174 395,43 Cw3 113,03 93,032 79,01 C2 584,89 488,76 422,93

(42)

C3 187,82 176,508 169,54

V2 187,82 176,508 169,54

V3 584,89 488,76 422,932

TINGKAT 3 Dasar Sudu Tengah Sudu Puncak Sudu

U 551,11 372,14 280,91 1 α 42,55 31,8 25,08 2 α 77,17 72.13 66,189 3 α 42,55 31,8 25,08 2 β 42,55 31,8 25,08 3 β 77,17 72,13 66,87 Cw2 658,63 465,174 351,16 Cw3 137,69 93,032 79,20 C2 675,49 488,76 381,85 C3 203,61 176,508 169,61 V2 203,61 176,508 169,61 V3 675,49 488,76 381,85

4.5 Jumlah Sudu Tiap Tingkat Turbin

Untuk menentukan jumlah sudu gerak dan sudu diam tiap tingkat turbin, maka dapat dilakukan perhitungan pada tengah-tengah sudu dengan mempergunakan tinggi rata-rata sudu. Perbandingan tinggi sudu dengan chord sudu (aspek ratio,h/c) menurut [Lit 2, Hal 271] dapat direncanakan antara 3 dan 4. Harga perbandingan pitch dengan chord sudu (s/c) dapat diperoleh dari gambar 4.8 berikut dengan bantuan sudu-sudu gas.

(43)

Gambar 4.8 grafik (s/c)Vs sudu-sudu gas

(sumber Turbine theory, cohen. H)

Jumlah sudu gerak tingkat-1 Dapat ditentukan sebagi berikut ; • Panjang chord sudu (c)

m h c r 0885 , 0 3 2655 , 0 3 = = =

Perbandingan pitch sudu dengan chord sudu (s/c) untuk harga β2m =31,8dan

13 , 72

3m =

β didapat harga (s/c) = 0,6327{dari gambar 4.6},maka :

• Panjang pitch sudu (s)

05592 , 0 6327 , 0 0885 , 0 = =       = x c s c c

(44)

• Jumlah sudu (z) buah x s r z m 85 , 132 05922 , 0 158 , 1 14 , 3 2 2 = = = π (Lit 2, Hal 271)

Menurut [Lit 2, Hal 271] digunakan komponen bilangan prima untuk sudu gerak dan komponen bilangan genap untuk sudu diam. Maka direncanakan : jumlah sudu gerak tingkat satu adalah 133 buah, sehingga pitch sudu (s) menjadi 0,05593 ; chord sudu (c) adalah 0,0884 dan tinggi sudu gerak (h ) = R 0,2652 dengan aspect ratio (h/c) adalah 3.

Untuk tingkat selanjutnya baik sudu diam maupun sudu gerak dapat dihitung dengan cara yang sama dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.4 dan tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.4 Spesifikasi sudu gerak tiap tingkat turbin

TNGKAT 1 2 3 R h (m) 0,2655 0,5075 0,955 C (m) 0,0885 0,1691 0,03183 s/c 0,6327 0,6327 0,06327 S (m) 0,5592 0,1069 0,2013 Z (buah) 132,66 69,59 36,94 Z’ (buah) 133 71 37 S’ (m) 0,5593 0,1047 0,2010 C’ (m) 0,0884 0,1656 0,3177 R h ’ (m) 0,2652 1,4968 0,9533 (h/c)’ 3 3 3

(45)

Tabel 4.5 Spesifikasi sudu diam tiap tingkat turbin TNGKAT 1 2 3 R h (m) 0,1995 0,3615 0,6825 c (m) 0,0665 0,1205 0,2275 s/c 0,6327 0,6327 0,06327 S (m) 0,0420 0,0762 0,1439 Z (buah) 176,81 95,57 51,68 Z’ (buah) 178 96 52 S’ (m) 0,0417 0,0774 0,1430 c’ (m) 0,0660 0,1224 0,2261 R h ’ (m) 0,1981 1,3674 0,6783 (h/c)’ 3 3 3

4.7 Sudut-Sudut Tiap Tingkat Turbin

Profil sudu direncanakan dari tipe NACA seri C-7 Sudu tingkat satu pada dasar sudu dapat dihitung sebagai berikut. Dari perhitungan sebelumnya diperoleh

• Sudut relatif masuk gas (β ) 2r

(β ) = 35,422r

• Sudut relative keluar gas (β ) 3r

(β ) = 74,403r

Menurut [Lit 2, Hal 268] untuk sudu tipe reaksi, maka sudut jatuh gas (i) berada pada interval -15˚ dan 15˚ dan harga yang disarankan untuk dasar sudu adalah -5˚ dan untuk tengah sudu 5˚ serta untuk puncak sudu adalah 10˚.

• Sudut masuk sudu (β2r)

2r) =(β2r) + i =35,3˚ + (-5˚)

(46)

• Sudut Keluar sudu (β ) 3r

Sudut keluar sudu dapat diperoleh dengan bantuan gambar 4.9 dimana untuk setiap harga sudut relatif keluar gas,maka dapat ditentukan besar sudut keluar sudu. Untuk sudut keluar relatif gas, (β ) = 74,40˚ diperoleh (3r β ) = 74,347˚ 3r

Gambar 4.9 Grafik hubungan antara sudut masuk gas sudut keluar gas

(sumber : Gas turbine theory, cohen. H)

• Sudut chamber sudu (θ ) r

r

θ = (β ) + ('2r β ) '3r ...(Lit 2, Hal 189) = 30,42˚ + 74,347˚

= 104,767˚

• Sudu relatif rata-rata sudu (β ) mr

tg(β ) = 0,5 (tgmr β - tg3r β2r) ...(Lit 2, Hal 189) = 0,5 (tg74,40 - tg35,42)

=1,4352 = 55,13225˚

• Sudut pemasangan sudu (ξ )

ξ r = β - '2r 2 r θ ...(Lit 2, Hal 189) = 30,42 2 67 , 104 = -21,395˚

(47)

• Panjang chord sudu arah aksial (cxr)

cxr= c.cos ξr ...(Lit 2, Hal 189) = 0,0884.cos(-21,395˚)

= 0,082308 m

Dengan cara yang sama, maka harga sudut-sudut sudu untuk tiap tingkat lainya dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.6 dan tabel 4.7 serta tabel 4.8. berikut.

Gambar 4.10 Geometri sudu turbin

Tabel 4.6 Sudut-sudut sudu gerak turbin pada dasar sudu

TINGKAT 1 2 3 r i ( ˚ ) -5 -5 -5 r 2 ' β ( ˚ ) 30,42 32,0 37,55 r 3 ' β ( ˚ ) 73,347 75,32 76,82 mr β ( ˚ ) 55,1325 56,44 60,06 r θ ( ˚ ) 104,76 107,32 114,37 r ξ ( ˚ ) -21,39 -21,66 -19,635 Cxr ( ˚ ) 0,0823 0,1539 0,2992

(48)

Tabel 4.7 Sudut-sudut sudu gerak turbin pada tengah sudu TINGKAT 1 2 3 r i ( ˚ ) 5 5 5 r 2 ' β ( ˚ ) 36,5 36,5 36,5 r 3 ' β ( ˚ ) 72,43 72,43 72,43 mr β ( ˚ ) 51,13 51,13 51,13 r θ ( ˚ ) 108,93 108,93 108,93 r ξ ( ˚ ) -17,965 -17,965 -17,965 Cxr ( ˚ ) 0,0840 0,1575 0,3022

Tabel 4.8 Sudut-sudut sudu gerak turbin pada puncak sudu

TINGKAT 1 2 3 r i ( ˚ ) 10 10 10 r 2 ' β ( ˚ ) 39,52 37,78 35,08 r 3 ' β ( ˚ ) 72,90 70,31 68,14 mr β ( ˚ ) 49,30 46,52 43,12 r θ ( ˚ ) 112,42 108,09 103,22 r ξ ( ˚ ) -16,69 -16,265 -16,53 Cxr ( ˚ ) 0,84670 0,1589 0,304569

4.8 Berat Sudu Gerak tiap Tingkat Turbin

Dengan bantuan profil sudu (NACA seri C-7), maka tebal rata-rata sudu dapat dihitung dengan mempergunakan panjang chord pada tengah sudu.

Bahan sudu direncanakan dari Titanium Alloy (ASTM B-265 58T) dengan kerapatan 4650 kg/m3

(49)

Gambar 4.11 Profil sudu turbin NACA seri C-7

Dengan merujuk pada gambar 4.11 diasumsikan ketebalan sudu rata-rata (t ) = m Y dan besar m Y dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini : m

Tabel 4.9 Dimensi dari sudu gerak turbin

Y/C(%) C(m) Y (m) 0 0.0884 0 1.5 0.0884 0,1326 2 0.0884 0,1768 2.72 0.0884 0,240448 3.18 0.0884 0,281112 3.54 0.0884 0,312936 4.05 0.0884 0,35802 4.43 0.0884 0,391612 4.48 0.0884 0,429624 5 0.0884 0,442 4.86 0.0884 0,429624 4.42 0.0884 0,390728

(50)

3.37 0.0884 0,329732 2.78 0.0884 0,245752 1.65 0.0884 0,14586 1.09 0.0884 0,096356 0 0.0884 0 259012 , 0 = ∑Ym

Berat sudu gerak tingkat satu turbin dapat dihitung sebagai berikut : • Volume sudu (V) V=hR.C.Ym = 0,2652 x 0,0884 x 0,259012 = 6,072 x 10−3m3 • Berat sudu (W ) R R W = V.ρ.z.g = 6,072 x 10−3 x 4650 x 133 x 9,806 = 36,824,9489 N

Berat sudu gerak turbin untuk tingkat selanjutnya dapat dihitung dengan cara yang sama dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.10 dibawah ini :

Tabel 4.10 Berat sudu gerak tiap tingkat turbin

TINGKAT 1 2 3 m Y (m) 0,25902 0,485208 0,930861 V (m3) 6,072 x 10−3 3,9918 x 10−2 0,281923 R W (N) 36.824,9489 129.232,89 475.639,8231

(51)

• Total berat sudu gerak turbin (W )R Total adalah : (W )R Total = ∑(WR)Tingkatken

= 36.824,9489 + 129.232,89 + 475.639,8231 ` = 641.679,662 N

(52)

BAB V

PERHITUNGAN UKURAN-UKURAN UTAMA

5.1. Perencanaan Poros Turbin

Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin. Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran.

Gambar 5.1. Poros

Poros turbin harus mampu menahan beban – beban yang diakibatkan berat turbin, kompresor dan lainnya. Diagram poros menurut [Lit 14, Hal 7] :

3 1 . . . 1 , 5                 = KtCbT d a p τ

Dimana, dp = Diameter poros (mm) τa = Tegangan geser izin (kg/mm

2

)

Kt= Faktor pembebanan

Cb= Faktor koreksi beban lentur poros T = Momen torsi (kg.mm)

Pada perencanaan ini poros mempunyai fungsi sebagai penghubung yang memindahkan daya dan putaran turbin. Beban yang akan dialami oleh poros adalah:

(53)

a. Beban Puntir b. Beban Lentur

Menurut [Lit 14, Hal 8] untuk poros putaran sedang dengan beban yang berat digunakan baja paduan dengan pengerasan kulit. Untuk itu dipilih bahan poros adalah baja khrom nikel molibden JIS G 4103 dengan kode SNCM 25 dengan komposisi sebagai berikut:

C = (0,12 – 0,18)% Ni = (4,00 – 4,50)% Si = (0,15 – 0,35)% Cr = (0,70 – 1,00)% Mn = (0, 30 – 0,60)% Fe = (93,37 – 94,73)%

Langkah – langkah perencanaan diameter poros turbin adalah sebagai berikut:

5.1.1. Perhitungan Poros

• Daya yang ditranmisikan (Pd)

Pd = Fc . Pt … (Lit 14, Hal 7)

Dimana: Pt = Daya turbin (396,614 MW) Fc = Faktor koreksi (1,1 – 1,2) = 1,2 (diasumsikan)

Maka : Pd = 1,2 x 396,614 MW = 475,9368 MW

• Momen torsi yang ditransmisikan (T) T = 9,74 . 105 n Pd … (Lit 14, Hal 7) T = 9,74 . 105 3000 10 9368 , 475 × 3 T = 154,5208144 x 106 kg.mm

Tegangan geser yang diizinkan (τa)

2 1.Sf Sf b a σ τ =

Dimana : σb = Kekuatan tarik beban = 110 kg/mm2

(54)

Untuk bahan S-C, Sf1 = 6 … (Lit 9, Hal 8)

Sf2 = Faktor keamanan untuk pengaruh konsentrasi tegangan,

seperti adanya alur pasak pada poros dan kekerasan permukaan. = 1,3 – 3,0 … [diambil 1,5] Maka : τa = 5 , 1 . 6 110 =12,22 kg/mm2

• Diameter poros dihitung dari persamaan : dp = [( a τ 1 , 5 ).Kt.Cb.T]1/3

Dimana : Kt = Faktor koreksi terhadap momen puntir. Besarnya 1,0 – 1,5 jika beban dikenakan kejutan dan tumbukan. Kt = 1,2 (disumsikan)

Cb = Faktor koreksi terhadap beban lentur, harganya antara 1,3 – 2,3 diambil 1,5

T = Momen torsi rencana Maka : dp = [( 22 , 12 1 , 5 )(1,2)(1,5)(154,5208 x 106)]1/3 = 497,812 mm

Dari standar poros yang ada maka dipilih diameter poros yang direncanakan adalah dp = 500 mm. [Lit 14, Hal 9]

5.1.2. Pemeriksaan kekuatan poros

Ukuran poros yang diperoleh harus diuji kekuatannya. Pengujian dilakukan dengan memeriksa tegangan geser (akibat momen puntir yang bekerja pada poros). Apabila tegangan geser ini melampaui tegangan geser izin yang dapat ditahan oleh bahan, maka poros akan mengalami kegagalan. Untuk analisa keamanannya dapat dilakukan perhitungan berikut ini :

(55)

• Tegangan geser yang timbul pada poros selama beroperasi (τs) τs =

( )

3 1 , 5 S d T × τs =

( )

3 6 500 10 . 5208 , 154 1 , 5 × τs = 6,304 kg/mm2

Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa tegangan geser yang timbul pada poros selama beropersi (τs) = 6,304 kg/mm2 jauh lebih kecil dari tegangan

geser izin poros (τa) = 12,22 kg/mm2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

poros aman untuk digunakan.

5.2. Gaya – Gaya Pada Sudu Tiap Tingkat Turbin

Adapun gaya –gaya yang dialami oleh sudu turbin adalah terdiri dari gaya tangensial dan gaya aksial. Untuk perencanaan ini gaya-gaya tersebut dihitung pada tengah-tengah sudu pada tinggi rata-rata sudu.

Gambar 5.2 berikut adalah gaya-gaya yang terjadi pada sudu :

Gambar 5.2. Gaya-gaya pada sudu turbin

Gaya-gaya yang timbul pada sudu-sudu tingkat 1 sesuai gambar 5.2 diatas dapat dihitung sebagai berikut :

• Gaya tangensial sudu

Ft = (P2 – P3) . Cx,r . hR . Z … (Lit 2, Hal 281)

Dimana :

(56)

P3 = Tekanan keluar sudu gerak (N/m2)

Cx,r = Panjang chord sudu arah aksial (m)

hR = Tinggi rata-rata sudu gerak (m)

Z = Jumlah sudu tiap tingkat turbin (buah) Maka :

Ft = (8,127 – 5,619) 105 . 0,08840 . 0,2652 . 133 = 7,4307 x 105 N

• Gaya aksial sudu (Fa)

Fa = (P2 – P3) . 2π . rm . hR

Fa = (8,127 – 5,619) 105. 2π . 1,184 . 0,2652 = 4,948 . 105 N

Untuk tingkat selanjutnya dapat dilakukan dengan cara yang sama dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut :

Tabel 5.1 Gaya-gaya pada sudu gerak turbin

TINGKAT 1 2 3 P2 (105 N/m2) 8,127 3,758 1,666 P3 (105 N/m2) 5,619 2,415 1,016127 Cx,r (m) 0,0840 0,1539 0,2992 hR (m) 0,2652 0,4968 0,9533 Z (buah) 133 71 37 rm (m) 1,184 1,184 1,184 Ft (105 kN) 7,4307 7,2904 6,858 Fa (105 kN) 4,948 4,9635 4,607

5.3. Tegangan yang timbul pada sudu turbin

Akibat adanya gaya sentrifugal dan tekanan gas yang terjadi pada sudu-sudu turbin menimbulkan terjadinya tegangan pada sudu-sudu-sudu-sudu tersebut. Tegangan- tegangan yang timbul tersebut yaitu :

A. Tegangan tarik sentrifugal B. Tegangan lentur

(57)

Gambar 5.3 Tegangan yang terjadi pada sudu turbin

Tegangan tarik dan tegangan lentur yang besarnya konstan dikenal sebagai tegangan statis (tegangan yang timbul akibat gaya sentrifugal) dan tegangan dinamis (tegangan akibat tekanan gas). Sudu-sudu didesain berdasarkan pengaruh total tegangan statis dan dinamis karena sudu ini dibebani oleh keduanya secara serentak.

5.3.1. Tegangan tarik akibat gaya sentrifugal (σct)

Penampang yang paling berbahaya pada sudu dengan penampang yang konstan adalah penampang pada bagian root (dasar) sudu. Karena beban sentrifugal merupakan beban utama yang diterima secara kontinu oleh sudu, terutama pada dasar sudu yang menerima beban paling besar. Harga tegangan tarik sentrifugal maksimum yang muncul pada root dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

= t r r b maks ct ardr a 2 . ) (σ σ ω … (Lit 2, Hal 272) Dimana : b

σ = Kerapatan bahan sudu

ω = Kecepatan sudu

a = Luas penampang sudu

r

(58)

Dengan menggunakan bahwa luas penampang sudu sama dari tip (puncak) sampai root (dasar) sudu, dari [Lit 2, Hal 272] diperoleh :

A

N b

maks

ct) 2 . . .

(σ = π 2 ρ

Sudu rotor biasanya dipertajam dengan membentuk radius pada chord dan tebal pada root sampai ke tip sedemikian, at/ar antara 1/4 -1/3. Untuk perhitungan

desain awal (sisi yang aman) diasumsikan bahwa penajam sudu (taper) mereduksi tegangan menjadi 2/3 dari harga sudu yang tidak ditaper, sehingga rumus diatas menjadi : ( ct)maks 4/3. .N . b.A 2 ρ π σ = Dimana :

(

2 3

)

2 1 A A A= +

(

1,69 2,2656

)

2 1 + = A 2 9778 , 1 m A= Dengan N = 3000 rpm = 50 rps, maka : Mpa maks ct) 4/3. .(50) .4650.1,9778 96,308 (σ = π 2 =

5.3.2. Tegangan lentur akibat tekanan gas (σgb)

Gaya yang muncul dan perubahan momentum sudut dari gas dalam arah tangensial menghasilkan torka yang berguna, yang juga menghasilkan momen bending gas pada sekitar arah aksial Mω (gambar).

Karena adanya kemungkinan akan terjadi perubahan momentum dalam arah aksial (Ca3 = Ca2), maka kemungkianan akan terjadi momen bending gas

dalam arah tangensial. Tegangan maksimum dapat dihitung dengan metode yang sesuai dengan bagian yang tidak simetris.

(59)

Gambar 5.4 Momen lentur pada sudu

Tegangan bending gas (σgb) akan menjadi tegangan tarik pada ujung

traling dan leading dan tegangan tekan pada belakang sudu, bahkan dengan sudut puntir yang bertaper untuk harga maksimum terjadi pada keduanya (leading dan trailing). Karena Mω merupakan bending yang lebih besar maka sumbu principal tidak berdeviasi dengan lebar dari arah aksial (sudut Ф kecil). Maka perkiraan yang berguna diberikan pada persamaan berikut :

3 3 2 1 2 ' ) ( ) ( ZC h z C C m m m r maks ct × − = ω ω σ … (Lit 2, Hal 273) Dimana : z’ = Jumlah sudu

Z = Fungsi dari sudut chamber sudu dan thickness/chord ratio (t/c) Z = 1/B (10 t/c)n …… (diperoleh dari gambar 5.3)

)

(60)

Gambar 5.5 Grafik hubungan z dan sudut chamber sudu

(Sumber : Gas Turbine Theory, Cohen. H)

Menurut [2] profil sudu C7 mempunyai harga t/c sebesar 10%. Dari gambar 5.5 untuk sudut chamber sudu (υm) = 106,168 diperoleh harga – harga

sebagai berikut : n = 1,156 B = 412,5 Z = 1/412,5 (10.0,1)1,15 = 2,424.10-3 Sehingga :

(

3

)

(

)

3 0884 , 0 10 . 242 , 2 1 2 2652 , 0 133 ) 67 , 106 38 , 537 ( 326 , 619 ) (σgb maks = − × × Mpa maks gb) 148,363 (σ =

Untuk tingkat selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut :

Tabel 5.2 Tegangan yang timbul pada sudu gerak

TINGKAT 1 2 3

M (kg/s) 619,326 629,326 639,326

(61)

υm (8) 104,76 107,32 114,37 Z 2,424.10-3 2,424.10-3 2,424.10-3 c (m) 0,0884 0,1656 0,3177 hr (m) 0,2652 0,4968 0,9533 A (m2) 1,9778 3,781 7,117 ) ( ) (σct maks Mpa 96,308 184,1214 346,57289 ) ( ) (σgb maks Mpa 158,804 85,4997 43,509

5.4. Pemeriksaan kekuatan sudu

Tegangan-tegangan yang timbul pada sudu gerak turbin dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Gambar 5.6 Ilustrasi tegangan pada sudu

Tegangan-tegangan utama yang timbul pada sudu gerak tingkat 1 turbin adalah sebagai berikut :

2 2 2 , 1 2 2 xy y x y x σ σ σ τ σ σ  +      − ± + = … (Lit 12, Hal 27)

Dengan mengabaikan tegangan geser (τxy = 0) maka : 2 2 , 1 2 3119 , 96 804 , 158 2 3119 , 96 804 , 158       − ± + = σ

(62)

Maka : MPa MPa 3119 , 96 804 , 158 2 1 = = σ σ

Sehingga tegangan ekivalen yang terjadi (σek) adalah :

(

)

(

) (

) (

)

MPa ek ek ek 949 , 149 2 3119 , 96 804 , 158 3119 , 96 804 , 158 2 2 2 2 2 2 1 2 1 = + + − = + + − = σ σ σ σ σ σ σ

Bahan sudu gerak turbin direncanakan dari Titanium alloy (ASTM B265-58T) dengan sifat-sifat menurut [Lit 12, Hal 170-176] sebagai berikut :

Kekuatan tarik (σgb) : 1188,27 Mpa

Kekuatan mulur (Sy) : 1118,62 Mpa

Kerapatan (ρ) : 4650 kg/m3 Komposisi : %V = 16,0 ; % Al = 2,5 ; % Ti = 82,5 Temperatur lebur : 1610˚C Syarat perencanaan : Sf Sy ek ≤ σ Dimana : Sy = 1118,62 Mpa

Sf = faktor keamanan (direncanakan = 2) Maka : 3 62 , 1118 ≤ ek σ ≤ ek σ 559,31 Mpa

Karena terbukti harga

Sf Sy

ek

σ , maka konstruksi aman untuk digunakan . Untuk pemeriksaan kekuatan sudu tingkat selanjutnya dengan cara yang sama dilakukan hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini :

(63)

Tabel 5.3 Tegangan pada sudu gerak turbin

TINGKAT 1 2 3

σ1 (Mpa) 158,804 184,1214 346,57289

σ2 (Mpa) 96,3119 85,4997 43,509

σek (Mpa) 149,949 143,7176 274,294

Dari tabel dan data-data perhitungan diatas dapat dilihat bahwa bahan sudu cukup aman untuk digunakan dalam perencanaan ini.

5.5. Perencanaan Turbin Disk

Bentuk cakram turbin dan ukuran-ukurannya secara umum direncanakan seperti gambar 5.7 berikut ini. Bahan cakram turbin yang direncanakan dari Titanium Alloy (ASTM B265-58T).

Gambar 5.7. Bentuk konstruksi cakram turbin

Dari gambar 5.7 diatas diperoleh : Dd = diameter disk (cakram)

= Tinggi rata-rata jari-jari root pada sudu gerak = ½ (rr2 + rr3) + Dh

Dh = Diameter lubang = diameter poros turbin (dp) = 500 mm

t = tebal rata-rata cakram (diambil dari tebal sudu gerak arah aksial (W) + tebal celah antara sudu (c) )

(64)

Maka : Dd1 = ½ (1,0705 + 1,032) + 0,50 = 1,55125 m Dh1 = 500 mm = 0,50 m t = Wr + C = 0,0884 + 0,0221 = 0,1105 m

Berat cakram turbin sesuai dengan gambar 5.7 dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Wck = ¼ π (Dd2 – Dh2) t ρ g … [Lit 13, Hal 312]

Dimana :

Dd = diameter terbesar bagian cakram Dh = diameter terkecil bagian cakram ρ = kerapatan bahan cakram

maka :

Wck = ¼ π (1,551252 – 0,502) . 0,1105 . 4650 . 9,806

= 8.536,82492 N

Dengan cara yang sama, dimensi disk untuk tingkat selanjutnya diperoleh pada tabel 5.4 berikut ini.

Tabel 5.4 Dimensi disk untuk tiap tingkat turbin

TINGKAT 1 2 3

t (m) 0,1105 0,2111 0,3981

Dd (m) 1,55125 1,43 1,20625

Dh (m) 0,5 0,5 0,5

Wck (N) 8536,82492 13574,942 17187,1074

Total berat keseluruhan cakram adalah : (Wck)tot = Wck1 + Wck2 + Wck3

= 8536,82492 + 13574,942 + 17187,1074 = 39298,8743 N

(65)

5.6 Perencanaan Pasak

Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-bagian mesin seperti roda gigi, sprocket, pulley, kopling, dll.

Gambar 5.8. Pasak

Bahan pasak yang digunakan disarankan memiliki kekuatan permukaan dan tegangan geser yang tinggi. Tetapi jangan sampai lebih tinggi dari kekuatan poros. Tegangan geser pada pasak terjadi karena gaya tangensial dari poros yang besarnya [Lit 14, Hal 25] :

d T F p t . 2 = Ag Ft g = τ

Dimana, Ft= Gaya tangensial (kg) T = Torsi pada poros (kg.mm)

dp= Diameter poros (mm)

τg= Tegangan geser (kg/mm

2

(66)

Ag= Luas bidang geser (mm

2

)

Gaya tangensial ini juga menyebabkan terjadinya tegangan normal :

A Ft

s p =

σ

Dimana, σp= Tegangan normal (kg/mm2)

As= Luas permukaan samping pasak (mm

2

)

Untuk memindahkan daya dan putaran dari rotor ke poros turbin dipakai pasak benam. Selain itu pasak juga berfungsi untuk mengunci/mengikat poros dengan rotor turbin. Ukuran diameter pasak disesuaikan dengan diameter poros yang telah direncanakan.

Dari hubungan diameter poros dengan ukuran pasak bujur sangkar, maka menurut [Lit 14, Hal 25], diperoleh ukuran pasak sebagai berikut :

mm d W p 125 4 500 4 = = = H = W = 125 mm mm d t p 62,5 8 500 8 = = =

Momen torsi yang bekerja pada poros akan menimbulkan gaya tangensial (Ft) pada permukaan sekeliling poros. Gaya tangensial ini menimbulkan tegangan geser dan tegangan permukaan pada pasak. Menurut [Lit 14, Hal 25], besar gaya tangensial adalah : p d T Ft = 2. Dimana :

T = momen torsi pada poros = 154,5208144 . 106 kg.mm dp = diameter poros = 500 mm maka, kg Ft 618083,2 500 10 . 5208144 , 154 2× 6 =

(67)

Gambar 5.9 Gaya tangensial pada pasak

Bahan pasak direncanakan sama dengan bahan poros yaitu baja krom nikel JIS G 4103 dengan kode SNCM 25 dengan kekuatan tarik σB = 110 kg/mm2 atau

1078,726 MPa dan kekuatan mulur Sy = 90 kg/mm2 = 882,594 MPa.

• Kekuatan geser bahan (Ssy)

Ssy = 0,577 Sy … [Lit 12, Hal 234]

Ssy = 0,577 (90) = 51,93 kg/mm2

• Tegangan geser yang terjadi pada pasak (τg)

Ag Ft

g =

τ

Dimana, Ag = luas bidang geser = W x L Syarat perencanaan : g f sy S S τ ≤

Dimana Sf = faktor keamanan (direncanakan = 2)

Maka : L . 125 2 , 618083 2 93 , 51 ≤ L ≤ 187,217 mm direncanakan sebesar 190 mm

Gambar

Gambar 3.1 Diagram T-S (aktual) Siklus Brayton
Gambar 3.5 Diagram h-s pada turbin
Gambar 3.6 Daya pada generator
Gambar 4.1. Grafik Effisiensi Turbin – Velocity Ratio ( σ)          (Sumber : Energy Conversion System, Sorensen)
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Dari hasil pengolahan citra Terra/MODIS tahun 2006 hingga 2011 menggunakan algoritma TSM didapat bahwa TSM yang tertinggi di perairan Selat Madura tertinggi adalah pada tahun

Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh peneliti terhadap 15 responden anggota komunitas baratos lumajang calisthenics yang terdiri dari 15 laki-laki dengan usia

• E-Commerce: seluruh aktifitas yang berhubungan dengan proses pembelian, penjualan, pengiriman maupun pertukaran produk, servis maupun informasi melalui bantuan jaringan

Mari kita kembali kepada Tuhan, biarlah diri kita berada dalam kuasa Yesus untuk mengalahkan iblis.. Jangan pernah menyerah terhadap iblis karena Yesuslah yang lebih

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan survey pada perusahaan manufaktur dibidang makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), dengan tujuan

Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Alwasilah (2007, hlm. 44) bahwa pelajaran menulis baru berarti andai diminati oleh siswa dan dikuasai oleh guru. Umpan balik menjadi hal

Pada makalah ini telah dibahas mengenai suatu model persediaan deterministik dengan mempertimbangkan waktu kadaluarsa dan faktor incremental discount, dimana dalam model ini

Sinarmas Multifinance Cabang Bima dan umumnya pada organisasi atau perusahan agar dapat membantu karyawan dalam mengatasi stres kerja, karena kalao karyawan mengalami