• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sistemik (Smeltzer et al, 2008). Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sistemik (Smeltzer et al, 2008). Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

2.1.1 Definisi Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)

Leukimia Limfoblastik Akut (LLA) adalah proliferasi maligna/ganas limfoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat sistemik (Smeltzer et al, 2008). Leukimia Limfoblastik Akut (LLA) merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih. Leukemia limfositik akut dapat berakibat fatal karena sel-sel yang dalam keadaan normal yang berkembang menjadi limfosit akan berubah menjadi ganas dan akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang. Etiologi leukemia belum diketahui, namun dari hasil studi mengarah ke faktor lingkungan, radiasi, paparan elektromagnetik, maupun aktivasi oleh virus.

2.1.2 Manifestasi Klinis

Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang, sendi, dan hipermetabolisme. Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan femur ( Smeltzer et al, 2008).

(2)

2.1.3 Penatalaksanaan Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)

Penatalaksanaan medis pada Leukemia Limfoblastik Akut yakni dengan kemoterapi.

a. Definisi Kemoterapi

Kemoterapi merupakan proses pengobatan yang menggunakan preparat antineoplastik dengan tujuan membunuh sel kanker serta memperlambat pertumbuhan sel kanker dengan mengganggu fungsi dan reproduksi selular (Bowden, et al., 2008). Kemoterapi juga dapat membunuh sel kanker yang telah terlepas dari sel kanker induk atau yang telah bermetastase melalui aliran darah dan saluran limfatik ke bagian tubuh lainnya (Smeltzer, et al., 2008 dalam Apriany, 2010). Kemoterapi dapat digunakan sebagai penanganan primer atau kombinasi dengan pembedahan dan radiasi, untuk menurunkan ukuran tumor sebelum dibedah maupun untuk merusak sel tumor yang masih tertinggal pascaoperasi (Smeltzer, et al., 2008 dalam Apriany, 2010). Kemoterapi efektif untuk menangani kanker pada anak terutama dengan penyakit tertentu yang tidak dapat diatasi secara tuntas dengan pembedahan maupun radiasi (Bowden, et al., 1998 dalam Apriany, 2010).

b. Kegunaan Kemoterapi

Menurut Grundberg (2004), kemoterapi bertujuan untuk mengobati atau memperlambat pertumbuhan sel kanker dan mengurangi gejalanya dengan cara: 1) Pengobatan yaitu kanker dapat disembuhkan secara tuntas dengan satu jenis

(3)

2) Kontrol yakni kemoterapi hanya bertujuan untuk mengontrol perkembangan sel kanker agar tidak bertambah besar atau mengalami metastase ke jaringan tubuh yang lain, sehingga memungkinkan pasien hidup secara normal.

3) Mengurangi gejala, kemoterapi yang dilakukan tidak dapat menghilangkan kanker tetapi dapat mengurangi gejala lain yang timbul akibat kanker seperti meringankan rasa sakit dan memberi perasaan lebih baik serta memperkecil ukuran kanker pada tubuh yang diserang.

c. Agen Kemoterapi pada Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)

Menurut Gale (2002) obat yang digunakan sebagai agen kemoterapi pada LLA meliputi: prednisone, vinkristin (Oncovin), daunorubisin (Daunomycin), dan L-asparaginase (Elspar). Obat-obatan lain yang mungkin dimasukan pada pengobatan awal adalah 6-merkaptopurin (Purinethol) dan Metotreksat (Mexate). Kemoterapi LLA umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang digunakan untuk semua orang.

1) Tahap 1 (terapi induksi)

Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.

(4)

2) Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)

Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.

3) Tahap 3 ( profilaksis SSP)

Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.

4) Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)

Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun.

d. Efek Samping Kemoterapi

Efek samping dari kemoterapi terjadi karena efek non spesifik dari obat sitotoksik yang dapat menghambat proliferasi tidak hanya pada sel kanker melainkan juga pada sel normal di sekitarnya. Penanganan efek samping yang ditimbulkan menjadi bagian terpenting dari pengobatan dan perawatan pendukung atau suportif pada penyakit kanker (Hesketh, 2008 dalam Apriany, 2010). Efek samping yang terjadi meliputi:

(5)

1) Mukositis 2) Alopesia 3) Infertilitas 4) Trombositipenia 5) Mual muntah

a) Definisi Mual Muntah

Mual muntah merupakan gejala yang menunjukkan adanya gangguan pada sistem gastrointestital. Mual muntah menjadi suatu fenomena yang terjadi dalam tiga stadium yaitu mual, retching (gerakan dan suara sebelum muntah) dan muntah yang dapat diukur dari durasi mual, frekuensi mual, stress akibat mual, frekuensi muntah, volume muntah (Rhode dan Mc Daniel, 2004 dalam Apriany, 2010). Mual adalah suatu perasaan yang tidak enak dibelakang tenggorokan dan epigastrium, sering menyebabkan muntah (Price dan Wilson, 2008). Muntah adalah suatu reflex yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut (Price dan Wilson, 2008)

b) Faktor Risiko Mual Muntah

Terjadinya mual muntah akibat kemoterapi berhubungan dengan faktor internal (kondisi pasien) dan faktor eksternal (yang berkaitan dengan obat-obat yang digunakan) (Grunberg, 2004). Faktor internal (yang berhubungan dengan pasien) meliputi usia kurang dari 50, jenis kelamin perempuan, riwayat penggunaan alkohol, riwayat mual muntah terdahulu akibat kehamilan atau mabuk perjalanan, riwayat

(6)

mual muntah akibat kemoterapi sebelumnya dan fungsi sosial yang rendah, sedangkan faktor eksternal (obat-obatan yang menyebabkan mual muntah) bergantung dari jenis obat, dosis, kombinasi dan metode pemberian obat (Grunberg, et al., 2004 dalam Apriany, 2010). Faktor risiko lain yang dapat menyebabkan mual muntah akibat kemoterapi adalah pengalaman mual muntah sebelumnya dengan kemoterapi dan pemberian kemoterapi multiday (dosis multipel). Pasien yang pernah menjalani kemoterapi sebelumnya akan berisiko mengalami mual muntah dibandingkan dengan yang belum pernah menjalani kemoterapi (Grunberg & Ireland, 2005 dalam Apriany, 2010).

c) Mekanisme Mual Muntah Pasca Kemoterapi

Mual muntah menjadi efek samping kemoterapi yang mengakibatkan stress berat. Agen kemoterapi dapat menstimulasi sel enterochromaffin pada saluran pencernaan untuk melepaskan Serotonin dengan memicu reseptor Serotonin. Aktivasi reseptor memicu aktivasi jalur aferen vagal yang mengaktifkan pusat muntah dan menyebabkan respon muntah (Garret et al., 2003 dalam Apriany, 2010).

d) Klasifikasi Mual Muntah

Mual muntah akibat kemoterapi dapat dibedakan berdasarkan waktu terjadinya, yaitu: (1) Mual Muntah Antisipatori

Mual muntah yang terjadi sebelum pemberian kemoterapi akibat adanya rangsangan seperti bau, suasanan dan suara dari ruang perawatan atau kehadiaran

(7)

petugas medis yang bertugas memberikan kemoterapi. Mual muntah antisipatori terjadi 12 jam sebelum pemberian kemoterapi pada pasien yang mengalami kegagalan dalam mengontrol mual muntah pada kemoterapi sebelumnya (Garret et al., 2003 dalam Apriany, 2010). Sebuah studi menyatakan sekitar 25% pasien yang mendapat pengobatan kemoterapi mengalami mual muntah antisipatori pada pengobatan yang keempat (Morrow dan Dobkin, 2002 dalam Apriany, 2010).

(2) Mual Muntah Akut

Mual muntah akut terjadi selama 24 jam pertama setelah pemberian kemoterapi dan berlangsung 1 sampai 2 jam pertama (Garret et al., 2003 dalam Apriany, 2010). Tipe ini diawali oleh adanya stimulasi primer dari reseptor Dopamin dan Serotonin pada CTZ, yang memicu terjadinya muntah. Kejadian ini akan berakhir dalam waktu 24 jam (Garret et al., 2003 dalam Apriany, 2010).

(3) Mual Muntah Lambat

Mual muntah yang terjadi minimal 24 jam pertama setelah pemberian kemoterapi hingga 120 jam (Garret et al., 2003 dalam Rukayah,2013). Pengalaman mual muntah sebelumnya akan menyebabkan terjadinya mual muntah pada kemoterapi berikutnya. Metabolic agen merupakan salah satu penyebab mekanisme terjadinya mual muntah lambat karena agen ini dapat terus mempengaruhi sistem saraf pusat dan saluran pencernaan (Garret et al., 2003).

(8)

e. Penatalaksanaan Mual Muntah

Penatalaksanaan mual muntah dapat diberikan sesuai dengan waktu terjadinya mual muntah yaitu:

(1) Mual Muntah Antisipatori

Mual muntah antisipatori dapat diatasi dengan memberikan intervensi berupa relaksasi, pengalihan perhatian terhadap suatu stimulus, serta kemampuan untuk mengendalikan perasaan. Pemberian antiemetik yaitu Amnestik dan Anxyolitik dari Lorazepam yang dapat membantu mencegah mual muntah antisipatori dengan cara memblokir memori mual muntah yang terkait dengan kemoterapi sebelumnya. Lorazepam harus diberikan pada malam sebelumnya dari pagi sebelum kemoterapi (Garret et al., 2003 dalam Rukayah, 2013).

(2) Mual Muntah Akut

Mual muntah akut ditangani dengan pemberian Serotonin Reseptor Antagonis (SRA), karena agen kemoterapi memulai terjadinya reseptor serotonin utama yang menyebabkan mual muntah akibat kemoterapi. Jenis SRA yang sering digunakan yakni Ondansentron (Zofran), Granisetron (Kytril), dan Dolasentron (Anzemet). Namun dengan mahalnya harga obat-obatan tersebut, pasien tidak dapat merasakan manfaat dari pengobatan tersebut (Garret et al, 2003 dalam Rukayah, 2013).

(3) Mual Muntah Lambat

Pemberian SRA dalam dosis tunggal tidak dapat membantu menangani mual muntah lambat tetapi pencegahan mual muntah lambat ini dapat diatasi dengan pemberian Ondansentron yang dikombinasikan dengan Dexametason. Untuk itu,

(9)

Dexametason dapat dijadikan pilihan obat untuk mengatasi mual muntah lambat bila diberikan bersamaan dengan SRA saat sebelum prosedur kemoterapi dimulai (Garret et al, 2003 dalam Apriany, 2010).

f. Instument Mual Muntah

Instrument mual muntah yang digunakan dalam penelitian ini yakni RINVR

(Rhodes Index of Nausea Vomiting and Retching). RINVR adalah alat untuk

mengukur mual muntah yang dinilai dari durasi mual, frekuensi mual, stress akibat mual, frekuensi muntah, volume muntah yang diukur dengan menggunakan gelas ukur ( Rhode dan Mc Daniel 2004, dalam Apriany, 2010). Skala RINVR terdiri dari 8 pertanyaan yaitu 3 pertanyaan untuk mengukur mual, 5 pertanyaan untuk mengukur muntah. Kuesioner mual muntah terdiri dari 8 pertanyaan yaitu pertanyaan nomer 4,5,7 untuk mengukur mual dan pertanyaan nomer 1,2,3,6 dan 8 untuk mengukur muntah. Nilai tertingginya yakni 32 dan nilai terendahnya yakni 0 (Apriany, 2010).

2.2 Akupresur Titik P6 2.2.1 Pengertian Titik P6

Titik perikardium 6 (Nei Guan) berasal dari kata Nei berarti medial dan Guan berarti melewati. Titik P6 merupakan lokasi penting yang ada di bagian lengan bawah. Stimulasi titik P6 ini dilakukan pada posisi telapak tangan menghadap ke atas. Titik ini berada pada garis tengah lengan bawah, dua ibu jari menuju siku dari lipatan pergelangan tangan (Fengge, 2012). Titik P6 berada pada 5 cm dari distal lipatan pergelangan tangan, antara tendon flexi karpi radialis dan palmaris longus (Fengge,

(10)

2012). Titik P6 adalah titik yang terletak dijalur meridian selaput jantung. Meridian selaput jantung memiliki dua cabang, sebuah cabangnya masuk ke selaput jantung dan jantung, kemudian terus ke bawah menembus diafragma, ke ruang tengah dan ruang bawah perut. Meridian ini juga melintasi lambung dan usus besar.

2.2.2 Kontraindikasi Akupresur Titik P6

Akupresur merupakan terapi yang dapat dilakukan dengan mudah dan efek samping yang minimal. Akupresur tidak boleh dilakukan pada bagian tubuh yang luka, bengkak, tulang retak atau patah dan kulit yang terbakar (Fengge, 2012).

2.2.3 Operasional Akupresur Titik P6

Penekanan titik P6 (perikardium 6) sedalam 1-2 cm menggunakan ibu jari yang menghadap ke siku dengan kekuatan maksimal pada titik akupunktur yang berada pada lengan bawah bagian depan, tepatnya kurang lebih 6 cm di atas pergelangan tangan dan berada diantara dua penonjolan otot yang terlihat jelas saat menggenggam tangan dengan erat. Penekanan dilakukan sebanyak 30 kali putaran selama 3 menit pada masing-masing lengan bawah. Apabila klien mengeluh nyeri, penekanan dapat dihentikan sejenak setelah 3 menit penekanan dan kemudian diteruskan kembali hingga lama total penekanan sama dengan 15 menit (Fengge, 2012).

Adapun beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan dalam melakukan tindakan akupresur antara lain :

(11)

- Pasien sebaiknya dalam keadaan berbaring, duduk atau dalam posisi yang nyaman - Pasien dalam keadaan rileks, tidak emosional (marah, takut, terlalu gembira, atau

sedih), terlalu lapar atau terlalu kenyang. Persiapan akupresuris :

- Sebelum memijat tangan dicuci bersih, kuku jari tidak boleh panjang dan tajam. - Pemijat dalam keadaan bebas bergerak dengan posisi yang nyaman sehingga bisa

melakukan pemijatan dengan bebas dan tepat.

- Menggunakan alat bantu pijat tidak tajam, tidak menyakitkan dan bersih dalam hal ini peneliti melakukan pemijatan dengan menggunakan ibu jari.

- Tidak memijat daerah luka atau bengkak. Persiapan lingkungan :

- Ruangan tempat pemijatan hendaknya tidak pengap dan mempunyai sirkulasi yang baik.

- Pemijatan dilakukan di tempat yang bersih.

2.2.4 Akupresur Titik P6 untuk Mual Muntah

Terapi akupressur untuk mual muntah dapat dilakukan dengan cara menekan secara manual pada P6 “Neiguan” atau “perikardium 6” pada daerah pergelangan tangan yaitu 3 jari dari daerah distal pergelangan tangan antara dua tendon ( flexor

carpi radialis dan otot palmaris longus), selama 30 detik sampai dua menit dan

akupresur bekerja dengan cukup cepat, biasanya satu sampai dua menit bagi penderita gangguan pencernaan (Albana, 2009). Titik P6 adalah titik yang terletak dijalur

(12)

meridian selaput jantung yang memiliki dua cabang yakni ke selaput jantung dan jantung, kemudian terus ke bawah menembus diafragma dan melintasi lambung (Rukayah, 2013). Efek stimulasi pada titik tersebut mampu meningkatkan pelepasan beta-endorphin di hipofise dan ACTH sepanjang chemoreceptor trigger zone (CTZ) menghambat pusat muntah (Tarcin dkk, 1992 dalam Purnama Anggi, 2010). Sehingga dengan menekan titik P6 dapat menurunkan mual muntah.

Gambar 1 Lokasi Titik Akupresur P6 Sumber: Fengge (2012)

2.3 Anak Usia Sekolah (6-12)

2.3.1 Definisi Anak Usia Sekolah (6 - 12)

Anak sekolah menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun sedangkan di Indonesia lazimnya anak yang berusia 7-12 tahun. Anak usia Sekolah Dasar (6-12 tahun) mempunyai karakteristik banyak melakukan aktivitas jasmani. Menurut Wong (2008)

(13)

perkembangan anak usia sekolah sebagai berikut : a. Perkembangan Biologis

Pertumbuhan tinggi dan berat badan anak usia sekolah terjadi lebih lambat jika dibandingkan dengan masa sebelumnya. Antara usia 6 sampai 12 tahun, anak– anak akan mengalami pertumbuhan sekitar 5 cm per tahun dan berat badan akan bertambah 2 sampai 3 kg per tahun.

b. Perkembangan Psikoseksual

Selama periode ini, anak menggunakan energi fisik dan psikologis yang merupakan media untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui aktivitas fisik maupun sosialnya. Pada periode ini, anak perempuan lebih menyukai teman dengan jenis kelamin perempuan dan anak laki–laki dengan anak laki–laki. c. Perkembangan Psikososial

Anak akan belajar untuk bekerja sama dan bersaing dengan anak lainnya melalui kegiatan yang dilakukan baik dalam kegiatan akademik maupun dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukannya bersama. Otonomi mulai berkembang pada anak pada fase ini terutama awal usia 6 tahun dengan dukungan keluarga terdekat. Terjadinya perubahan fisik, emosi dan sosial pada anak berpengaruh terhadap gambaran terhadap tubuhnya. Interaksi sosial lebih luas dengan teman, umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari teman atau lingkungannya mencerminkan penerimaan dari kelompok akan membantu anak semakin mempunyai konsep diri yang positif. Perasaan sukses dicapai anak dengan dilandasi adanya motivasi internal untuk beraktifitas yang mempunyai tujuan. Kemampuan anak untuk

(14)

berinteraksi sosial lebih luas dengan teman di lingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan perasaan sukses. Perasaan tidak adekuat dan rasa inferior atau rendah diri akan berkembang apabila anak selalu mendapat tuntutan dari lingkungannya dan anak tidak berhasil memenuhinya.

b. Perkembangan Kognitif

Pada usia ini, pemikiran meningkat atau bertambah logis dan koheren. Anak mampu mengklasifikasi benda dan perintah dan menyelesaikan masalah secara kongkret dan sistematis berdasarkan apa yang mereka terima dari lingkungannya. Kemampuan berpikir anak sudah rasional, imajinatif dan menggali objek atau situasi lebih banyak untuk memecahkan masalah. Anak sudah dapat berpikir konsep tentang waktu dan mengingat kejadian yang lalu serta menyadari kegiatan yang dilakukan berulang-ulang, tetapi pemahamannya belum mendalam.

2.3.2 Karakteristik Anak Usia Sekolah (6 - 12)

Anak sekolah merupakan golongan yang mempunyai karakteristik mulai mencoba mengembangkan kemandirian dan menentukan batasan-batasan normal. Di sinilah variasi individu mulai lebih mudah dikenali seperti pertumbuhan dan perkembangannya, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi, perkembangan kepribadian, serta asupan makanan (Yatim, 2005).

(15)

2.3.3 Kebutuhan Nutrisi Anak Usia Sekolah

Perkembangan biologis anak pada usia sekolah memerlukan intake nutrisi yang harus dipenuhi anak untuk menunjang proses pertumbuhan. Pada usia sekolah keseimbangan nutrisi menentukan keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak. Kebutuhan nutrisi anak berdasarkan golongan umur dalam tahun :

Table 1 Kebutuhan Nutrisi Anak Usia Sekolah Usia (tahun) Kalori

(Cal)

Protein (gr)

Cal (gr) Fe (mg) Vit A (U) Vit B (mg) Vit C (mg) 10 – 12 1900 60 0,75 8 2500 0,7 25 7 – 9 1600 50 0.75 7 2500 0,6 25 5 -6 1400 40 0,50 6 2500 0,6 25

Sumber: Muscari (2005) dalam Apriany (2010)

2.4 Pengaruh Akupresur Titik P6 terhadap Mual Muntah Lambat akibat Kemoterapi pada Anak Usia Sekolah dengan Leukemia Limfoblastik Akut

Kanker adalah suatu proses pertumbuhan sel yang abnormal dan tidak terkendali, baik dengan pertumbuhan langsung dijaringan yang bersebelahan (invasi) maupun dengan migrasi sel ke tempat jauh (metastase) yang disebabkan oleh kerusakan Doexiribose Nucleat Acid (DNA) (Hanahan, 2000 dalam Apriany, 2010). Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa melainkan juga anak-anak. Kanker yang paling sering ditemukan pada anak yaitu leukemia khususnya Leukemia Limfoblastik Akut (LLA). Jenis pengobatan yang dapat dilakukan pada pasien leukemia yaitu kemoterapi. Kemoterapi adalah proses pengobatan yang menggunakan preparat antineoplastik dengan tujuan membunuh sel kanker serta memperlambat

(16)

pertumbuhan sel kanker dengan mengganggu fungsi dan reproduksi selular (Bowden, et al., 2008). Efek samping kemoterapi yang paling tidak nyaman adalah mual muntah. Hal ini juga sama dirasakan oleh anak yang menjalani kemoterapi. Mual muntah menjadi efek samping yang menimbulkan stress pada anak, sehingga berefek ke intake nutrisi yang dikonsumsi anak menurun. Padahal masa anak usia sekolah memerlukan nutrisi yang penting untuk pertumbuhan tubuhnya. Untuk itu penanganan mual muntah diberikan antiemetik. Tetapi dalam jangka waktu pengobatan yang lama, pada anak akan timbul kejenuhan untuk meminum obat. Disisi lain, kondisi anak yang menderita kanker akan memiliki daya tahan tubuh yang tidak stabil ditambah lagi dengan penggunaan obat antiemetik yang menghasilkan sisa pembuangan obat yang akan menumpuk dalam tubuh serta menimbulkan efek toksik. Untuk mengatasi masalah tersebut keberadaan terapi non farmakologi yakni akupresur titik P6. Terapi akupresur merupakan terapi pijat pada titik meridian tertentu yang berhubungan dengan organ dalam tubuh. Terapi ini tidak memasukkan obat – obatan ataupun prosedur invasif melainkan dengan mengaktifkan sel –sel yang ada dalam tubuh, sehingga terapi ini tidak memberikan efek samping seperti obat dan tidak memerlukan biaya mahal. Pada prinsipnya terapi akupresur sama dengan memijat sehingga tidak memerlukan keterampilan khusus beda halnya dengan akupuntur yang memerlukan pelatihan. Pada akupresur hanya perlu mengetahui titik meridian yang memiliki hubungan dengan organ dalam tubuh, sehingga terapi ini dapat dilakukan oleh semua orang. Terapi akupressur untuk mual muntah dapat dilakukan dengan cara menekan secara manual pada P6 “Neiguan” atau

(17)

“perikardium 6” pada daerah pergelangan tangan yaitu 3 jari dari daerah distal pergelangan tangan antara dua tendon (flexor carpi radialis dan otot palmaris

longus). Penekanan dilakukan sebanyak 30 kali putaran selama 3 menit pada

masing-masing lengan bawah. Apabila klien mengeluh nyeri, penekanan dapat dihentikan sejenak setelah 3 menit penekanan dan kemudian diteruskan kembali hingga lama total penekanan sama dengan 15 menit (Fengge, 2012). Titik P6 adalah titik yang terletak dijalur meridian selaput jantung yang memiliki dua cabang yakni ke selaput jantung dan jantung, kemudian terus ke bawah menembus diafragma dan melintasi lambung (Rukayah, 2013). Efek stimulasi pada titik tersebut mampu meningkatkan pelepasan beta-endorphin di hipofise dan ACTH sepanjang chemoreceptor trigger

zone (CTZ) menghambat pusat muntah (Tarcin dkk, 1992 dalam Purnama Anggi,

Gambar

Gambar 1   Lokasi Titik Akupresur P6  Sumber:  Fengge (2012)
Table 1 Kebutuhan Nutrisi Anak Usia Sekolah Usia (tahun)  Kalori

Referensi

Dokumen terkait

Hasil kajian tersebut meliputi permasalahan dalam pengelolaan lahan kering berlereng yang sangat bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya, baik permasalahan teknis

A = Konsentrasi azoksistrobin 0,0% dan tingkat kematangan buah 80% B = Konsentrasi azoksistrobin 0,15% dan tingkat kematangan buah 80% C = Konsentrasi azoksistrobin 0,30%

Pelbagai masalah negatif dan bencana telah berlaku dalam sistem mata wang kini termasuklah kecelaruan sistem nilai sebenar dan wujudnya perniagaan yang tidak sebenar seperti

Timbul perilaku maladaptif dan perubahan psikologis yan bermakna secara klinis (misalnya perilaku seksual atau agresivitas yang tidak sesuai, mood yang labil,

i Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Karunia dan Rahmat-Nya Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia 2016, yang

Dan ilmu pengetahuan itu sendiri adalah kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan sistem dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku niversal dapat

Berdasarkan hasil penelitian yang dipeoleh dapat disimpulkan bahwa: (i) Dari 10 macam enzim yang digunakan terdeteksi 16 lokus, 3 diantaranya polimorfik yaitu EST-1, PGM-1, dan

Berdasarkan pendapat ahli dan hasil penelitian terse- but bahwa daun sirih merah mengandung zat kimia yang dapat digunakan sebagai antiseptik dan antimikroba yang efektif sehingga