MODAL SOSIAL, DUKUNGAN SOSIAL DAN
KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF KELUARGA DI DAERAH
PEMUKIMAN MARGINAL KOTA BOGOR
RISKA ANGGRAENI PRASTYA
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Modal Sosial, Dukungan Sosial, dan Kesejahteraan Subjektif Keluarga di Daerah Pemukiman Marjinal Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Riska Anggraeni Prastya
NIM I24110014
* Pelimpahan hak atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
i
ABSTRAK
RISKA ANGGRAENI PRASTYA. Modal Sosial, Dukungan Sosial, dan Kesejahteraan Subjektif Keluarga di Daerah Pemukiman Marjinal Kota Bogor. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI.
Beberapa peneliti menyatakan modal sosial dan dukungan sosial berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan subjektif keluarga. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh modal sosial dan dukungan sosial terhadap kesejahteraan subjektif keluarga di daerah pemukiman marjinal Kota Bogor. Disain penelitian cross sectional dengan lokasi penelitian di Kelurahan Balumbang Jaya dan Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Masing-masing kelurahan dilakukan simple random sampling, sehingga diperoleh total sebanyak 160 keluarga lengkap memiliki anak remaja. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif signifikan antara modal sosial (solidaritas dan kepercayaan) dan dukungan sosial keluarga (dukungan keluarga luas, dukungan tetangga, dan dukungan pemerintah) dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Pendapatan per kapita dan jumlah asosiasi lokal yang diikuti berhubungan negatif signifikan dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif adalah partisipasi anggota dalam pertemuan, kepercayaan, dan dukungan sosial. Kajian lebih lanjut tentang modal sosial, dukungan sosial, dan kesejahteraan subjektif di daerah perumahan, menarik untuk diteliti.
Kata kunci: dukungan sosial, kesejahteraan subjektif keluarga, modal sosial
ABSTRACT
RISKA ANGGRAENI PRASTYA. Social Capital, Social Support, and Subjective Well-being in Bogor Marginalized Settlemen. Supervised by EUIS SUNARTI.
Researchers states that social capital and social support have significant role in increasing subjective well-being. The aim of this research is to analyze the influence of social capital and social support toward subjective well-being in Bogor marginal areas. This research used the cross sectional study and it located in Balumbang Jaya and Kebon Pedes district in Bogor. The samples in each district were chosen by simple random sampling technique, the total was 160 intact families with adolescent. The result showed social capital (solidarity and trust) and social support (family support, neighbors support, and government support) were posivite significant correlated with subjective well-being. Income percapita and number of domestic association had negative significant relationship with subjective well-being. Subjective well-being was influenced by participation in local association meeting, trust, and social support. Futher research about social capital, social support, and subjective well-being is of interest to be conducted in resident area.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
MODAL SOSIAL, DUKUNGAN SOSIAL DAN
KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF KELUARGA DI DAERAH
PEMUKIMAN MARJINAL KOTA BOGOR
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi : Modal Sosial, Dukungan Sosial, dan Kesejahteraan Subjektif Keluarga di Pemukiman Marjinal Kota Bogor
Nama : Riska Anggraeni Prastya NIM : I24110014
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Euis Sunarti, M Si Pembimbing
Diketahui oleh,
Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, M Sc
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt, karena dengan karunia rahmat, berkah, hidayah dan kesehatan dari-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Modal Sosial, Dukungan Sosial, dan Kesejahteraan Subjektif Keluarga di Daerah Pemukiman Marjinal Kota Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh untuk menyelesaikan program sarjana (S1) Jurusan Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, Prof Dr Ir Euis Sunarti, M Si selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah memberi nasihat, saran, bimbingan, dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini. Ir. Moh. Djamaludin, M Sc dan Dr Megawati Simanjuntak, SP M Si selaku dosen penguji skripsi penulis yang telah memberikan saran, nasihat, dan bimbingan untuk penyelesaian skripsi penulis. Neti Hernawati SP M Si Selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Kesempurnaan hanya milik Allah swt. Penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Masukan, saran, dan arahan sangat penulis harapkan untuk menjadi lebih baik. Penulis berharap semoga skripsi penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 4 KERANGKA PEMIKIRAN 4 METODE 6Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian 6 Jenis, Data dan Teknik Pengumpulan Data 6
Teknik Pengambilan Contoh 7
Pengolahan dan Analisis Data 7
Definisi Operasional 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 11
Karakteristik Keluarga 11
Modal Sosial 12
Jumlah Asosiasi Lokal yang Diikuti 12 Tingkat Patisipasi Anggota Keluarga 13 Tingkat Pengambilan Keputusan 13
Manfaat Asosiasi Lokal 14
Kepercayaan Masyarakat 14
Solidaritas dan Semangat Kerja Masyarakat 15
Dukungan Sosial 16
Dukungan Sosial Keluarga Luas 16
Dukungan Sosial Tetangga 17
Dukungan Sosial Pemerintah 19 Kesejahteraan Subjektif Keluarga 20
Hubungan Antar Variabel 20
Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Modal Sosial 20 Hubungan Karakteristik Keluarga, Dukungan Sosial, Modal Sosial, dengan Kesejahteraan Subjektif Keluarga 21
Pengaruh Karakteristik Keluarga, Dukungan Sosial, Modal Sosial terhadap Kesejahteraan Subjektif Keluarga 22
PEMBAHASAN 23
SIMPULAN DAN SARAN 28
Simpulan 28 Saran 28 DAFTAR PUSTAKA 29 LAMPIRAN 31 RIWAYAT HIDUP 35
DAFTAR TABEL
1. Variabel, skala, dan sumber kuisioner 6
2. Nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik
keluarga 12
3. Sebaran contoh menurut manfaat asosiasi lokal 14
4. Sebaran contoh menurut kepercayaan masyarakat 15
5. Sebaran contoh menurut solidaritas dan semangat kerja masyarakat 16
6. Sebaran pencapaian (%) menurut indikator dukungan sosial keluarga 17
7. Sebaran pencapaian (%) menurut indikator dukungan sosial tetangga 18 Sebaran pencapaian (%) menurut indikator dukungan sosial pemerintah 19
8. Sebaran pencapaian (%) menurut indikator dukungan sosial pemerintah 20
9. Koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan modal sosial 21
10. Hubungan antara karakteristik keluarga, modal sosial, dan dukungan sosial dengan kesejahteraan subjektif 21
11. Koefisien regresi hasil ringkasan model pengaruh karakteristik keluarga, modal sosial, dan dukungan sosial yang signifikan terhadap kesejahteraan subjektif keluarga (penjabaran tabel pada lampiran) 22
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Pemikiran karakteristik keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dan kesejahteraan subjektif di pemukiman marjinal 6
1
39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan kemiskinan dan kesejahteraan keluarga merupakan salah satu akar masalah pembangunan sumberdaya manusia (SDM) di Indonesia. Data tingkat kesejahteraan keluarga tahun 2013 menunjukkan 42 persen keluarga masuk dalam kategori belum sejahtera (Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera-1) (Sunarti 2015). Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2014 mencapai 27.8 juta orang (10.7 persen) dan sebagian besar berada di Pulau Jawa dengan jumlah 13.6 juta orang (BPS 2014). Kota Bogor merupakan kota dengan jumlah penduduk miskin mencapai lebih dari 50 000 keluarga. Kemiskinan dan rendahnya kesejahteraan keluarga menyebabkan rumah tangga tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya bagi setiap anggota rumah tangga khususnya pada kelompok-kelompok rawan seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak. Permasalahan di atas mendorong keluarga mencari pekerjaan yang layak untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Sempitnya lapangan pekerjaan di daerah perdesaan mendorong keluarga berbondong-bondong ke kota, yang lebih menjanjikan mencari pekerjaan, sehingga dibutuhkan lebih kemampuan maupun keterampilan untuk bertahan hidup di perkotaan. Keluarga dengan kemampuan dan keterampilan rendah kurang mampu bertahan di perkotaan, hal tersebut meningkatkan penggangguran dan tergolong miskin
Jumlah penduduk perkotaan yang semakin tinggi memungkinkan kepadapatan penduduk Indonesia tinggi sebesar 130 jiwa penduduk per km² (BPS 2014). Tingginya kepadatan penduduk, memunculkan kawasan marjinal yang menjadi tempat pemukiman, pada akhirnya keluarga memanfaatkan ruang yang tidak terencana di beberapa daerah, terjadi penurunan kualitas lingkungan bahkan kawasan pemukiman, berdekatan dengan kawasan industri, kawasan bisnis, bantaran sungai, serta bantaran rel kereta api (Marwati 2004). Berdasarkan UU No. 4 pasal 22 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, di mana permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni antara lain karena berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkan atau tata ruang, kepadatan bangunan yang sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, kualitas umum bangunan rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai, membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghuninya.
Pemukiman marjinal adalah zona perumahan yang sewanya murah, karena kondisi tanah yang paling tidak menguntungkan dari motivasi ekonomi, misalnya di pinggiran bantaran sungai atau secara geografis wilayah-wilayah kota yang sering tergenang banjir di musim hujan dan yang tidak ditunjang fasilitas kota (Sulistyawati 2007). Keluarga yang tinggal di daerah pemukiman marjinal diduga kurang kondusif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan seluruh anggota keluarga yang meliputi kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan), sosial, dan psikologis. Pemukiman marginal kurang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan optimal, karena minimnya upaya yang mendukung pencapaian kesejahteraan keluarga. Pemukiman yang ada menjadi tempat berkumpulnya keluarga melakukan aktivitas sosial dan membentuk jaringan sosial.
2
Jaringan sosial membantu masyarakat untuk saling membantu satu sama lain dan memperkuat ikatan silahturahmi yang ada. Modal sosial adalah bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi di masyarakat yang terjadi antarindividu dan kelompok baik formal maupun informal yang bermanfaat dan menguntungkan. Modal sosial diukur melalui dua dimensi, yaitu asosiasi lokal dan karakter masyarakat (Suandi 2007). Dimensi asosiasi lokal, yakni jumlah asosiasi lokal yang diikuti, tingkat partisispasi anggota keluarga, tingkat pengambilan keputusan pada pertemuan asosiasi lokal, dan manfaat asosiasi lokal. Dimensi karakter masyarakat yakni, kepercayaan, solidaritas, dan semangat kerja masyarakat. Kepercayaan yang ada dalam masyarakat menjadi pondasi utama menjalin sebuah hubungan di masyarakat. Kepercayaan diukur dalam bentuk tingkat keyakinan terhadap perkataan, perjanjian, dan tindakan secara konsisten pada saat terjalinnya hubungan antarindividu atau kelompok/organisasi dalam masyarakat (Suandi 2011). Tingkat kepercayaan seseorang dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu tingkat komitmen, kejujuran, dan tanggung jawab. Kepercayaan yang tinggi dalam masyarakat meningkatkan solidaritas dan semangat kerja karena masyarakat merasa saling memiliki.
Munculnya modal sosial dalam keluarga, memunculkan dukungan sosial. Keluarga akan saling memiliki satu sama lain dan tidak sungkan meminta atau menolong sesama. Dukungan sosial adalah dukungan yang diperoleh keluarga baik dari keluarga luas, tetangga, maupun pemerintah. Dukungan tersebut, yakni dukungan emosi, dukungan instrumen, dan dukungan informasi (Sunarti et al. 2005). Modal dan dukungan sosial yang ada dapat membangun kesejahteraan keluarga masyarakat khususnya di pemukiman marjinal. Kesejahteraan keluarga merupakan keluaran dari berjalannya ketahanan keluarga, yaitu kemampuan mengelola sumberdaya baik yang dimiliki ataupun yang tidak dimiliki, namun dapat diakses keluarga, serta mengelola masalah yang dihadapi keluarga untuk memenuhi tujuan keluarga (Sunarti 2001). Keberadaan modal sosial berupa kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga (Alfiasari 2008). Penelitian lain juga menjelaskan bahwa modal sosial mampu menjembatani status individu yang berbeda-beda dan menyediakan akses ke arah kekuasaan serta dapat mendistribusikan sumber daya yang langka (Daniel 2011). Kesejahteraan subjektif keluarga diduga mampu dicapai melalui peningkatan dukungan sosial dan modal sosial. Dukungan sosial dapat bersumber dari keluarga, teman, tetangga, masyarakat luas, dan pemerintah serta modal sosial yang bersumber dari jaringan sosial maupun ekonomi dalam masyarakat. Penting dilakukan kajian yang mengolaborasikan modal sosial, dukungan sosial, dan kesejahteraan subjektif keluarga di daerah pemukiman marjinal.
Perumusan Masalah
Permasalahan kesejahteraan dan kemiskinan enyebabkan berbagai persoalan pembangunan sumberdaya manusia (SDM) yang harus dihadapi oleh individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Masalah kesejahteraan dan kemiskinan keluarga membuat jutaan anak-anak tidak bisa memperoleh pendidikan yang berkualitas, pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak. Sejalan dengan pandangan Sunarti (2001)
3
bahwa keluarga berkaitan dengan banyak masalah sosial yang berkaitan dengan dampak peningkatan tingkat perceraian, dampak kekerasan, gerakan atau tuntutan hak memilih wanita, dan dampak industrialisasi. Tingginya jumlah penduduk, sempitnya lapangan pekerjaan, kemiskinan, dan rendahnya kesejahteraan memungkinkan keluarga tinggal di daerah pemukiman marjinal dan membetuk jaringan dan interaksi di lingkungannya. Interaksi sosial masyarakat ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat Soekanto (1987).
Keluarga marjinal memiliki ikatan kuat karena keluarganya merasa memiliki kesamaan dan masalah yang hampir sama, sehingga keluarga lebih mudah saling bercerita dan membantu satu sama lain. Keadaan tersebut menjadi alasan untuk meningkatkan modal sosial keluarga marjinal. Menurut Coleman (1988) modal sosial memiliki tiga pilar utama, yaitu kepercayaan, jaringan sosial, dan norma-norma sosial yang terjalin dalam sistem sosial. Modal sosial lemah oleh proses-proses yang merusak kekerabatan, seperti perceraian dan perpisahan, atau migrasi. Ketika keluarga meninggalkan jaringan-jaringan kekerabatan mereka yang sudah ada, teman- teman dan kontak-kontak yang lainnya, maka nilai dari modal sosial mereka akan jatuh.
Penelitian Sunarti dan Fitriani (2010) menyatakan bahwa komponen dukungan sosial bepengaruh positif signifikan dalam meningkatkan ketahanan sosial keluarga, tetapi komponen modal sosial tidak memiliki pengaruh terhadap ketahanan sosial keluarga, sebab keragaan yang relatif tidak beragam. Penelitian yang dilakukan Achmad (2014) menyatakan terdapat hubungan yang positif signifikan antara modal sosial (solidaritas), dukungan sosial (dukungan keluarga, dukungan tetangga, dan dukungan pemerintah), dan lama pendidikan suami-istri dengan ketahanan sosial keluarga. Dukungan sosial dari keluarga inti, keluarga besar dan masyarakat sekitar adalah hal yang sangat penting untuk meningkatkan modal sosial masyarakat khusunya kelompok sosial marjinal. Dengan demikian dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut
1. Bagaimana karakteristik keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dan kesejahteraan subjektif keluarga di daerah pemukiman marjinal?
2. Apakah terdapat hubungan modal sosial dan dukungan sosial dengan kesejahteraan subjektif keluarga di daerah pemukiman marjinal?
3. Apakah terdapat pengaruh karakteristik keluarga, modal sosial, dan dukungan sosial terhadap kesejahteraan subjektif keluarga di daerah pemukiman marjinal?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh modal sosial dan dukungan sosial terhadap kesejahteraan subjektif keluarga di daerah pemukiman marjinal Kota Bogor.
Tujuan Khusus
1. Menganalisis karakteristik keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dan kesejahteraan subjektif keluarga di daerah pemukiman marjinal;
4
2. Menganalisis hubungan modal sosial dan dukungan sosial dengan kesejahteraan subjektif keluarga di daerah pemukiman marjinal;
3. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, modal sosial dan dukungan sosial terhadap kesejahteraan subjektif keluarga di daerah pemukiman marjinal.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menyediakan informasi terkait keluarga di pemukiman marjinal, yaitu modal sosial, dukungan sosial, dan kesejahteraan subjektif keluarga di pemukiman marjinal. Selain itu, penelitian dapat membantu beberapa pihak. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan pemikiran dan keilmuan yang telah diterima dibangku kuliah terutama dalam bidang keluarga. Bagi institusi IKK (Ilmu Keluarga Konsumen), penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi dan data baru guna pengembangan pendidikan khususnya bidang keluarga. Bagi pemerintah, diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan yang terkait dengan keluarga yang fokus terhadap upaya mewujudkan modal sosial, dukungan sosial, dan kesejahteraan keluarga.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka pikir penelitian disajikan pada Gambar 1 yang menjelaskan tentang kesejahteraan subjektif (sebagai salah satu output dari ketahanan keluarga). Indikator kesejahteraan keluarga dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu kesejahteraan keluarga secara objektif dan kesejahteraan keluarga secara subjektif. Kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagai evaluasi seseorang terhadap kehidupannya, evaluasi bisa berupa pendapat kognitif, seperti kepuasan hidup dan respon emosi terhadap suatu peristiwa, seperti perasaan positif. Tingginya kepuasaan yang dirasakan, menentukan tingkat kesejahteraan subjektif keluarga (Diener 2002). Teori struktur fungsional menjelaskan tentang sistem, struktur sosial, fungsi, dan keseimbangan di dalam keluarga. Teori ini membahas bagaimana perilaku seseorang dipengaruhi orang lain dan oleh institusi sosial, dan bagaimana perilaku tersebut pada gilirannya mempengaruhi orang lain dalam proses aksi-reaksi berkelanjutan (Sunarti 2001). Selain itu teori ekologi keluarga menjelaskan bagaimana teori ini digunakan untuk mengkaji berbagai masalah berkaitan dengan keluarga dalam hubungannya dengan beragam lingkungan dan interaksi yang dilakukan merupakan bentuk dari adaptasi keluarga dengan lingkunganya (Sunarti 2007).
Berdasarkan teori struktural fungsional dan ekologi keluarga lahirlah berbagai kebijakan dan program-program peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga di Indonesia. Keluarga yang tinggal di pemukiman marjinal diduga sulit mencapai kesejahteraan keluarga, karena pemukiman ini kurang kondusif untuk membantu keluarga mengolah masalah dan pembagian tugas dalam keluarga. Peningkatan kesejahteraan keluarga (sebagai output dari ketahanan sosial keluarga yang sudah berjalan) penting untuk dicapai. Peningkatan kesejahteraan keluarga dapat dilakukan melalui beberapa
5
pendekatan, diantaranya adalah perbaikan lingkungan eksternal dan internal keluarga seperti dukungan sosial dan modal sosial keluarga (Sunarti dan Fitriani 2010).
Modal sosial melihat tiga komponen penting, yaitu kepercayaan (trust), jaringan sosial (network), dan norma sosial (social norm). Tiga komponen ini mencakup dua dimensi penting, yaitu asosiasi lokal dan karakter masyarakat. Asosiasi lokal dapat dilihat dari partisipasi anggota keluarga dalam pertemuan asosiasi lokal, partisipasi anggota keluarga dalam pengambilan keputusan pada pertemuan asosiasi lokal, dan manfaat asosiasi lokal yang dirasakan anggota keluarga, sedangkan karakter masyarakat dapat dilihat dari kepercayaan, solidaritas, dan semangat kerja masyarakat. Modal sosial sebagai salah satu faktor pendukung ketahanan sosial keluarga, juga didukung oleh dukungan sosial. Dukungan sosial yang diperoleh keluarga terdiri dari dukungan keluarga luas, dukungan tetangga, dan dukungan pemerintah.
Karakteristik keluarga yang beragam diduga akan mempengaruhi kesejahteraan subjektif keluarga melalui modal sosial dan dukungan sosial. Sunarti dan Fitriani (2010) menyatakan bahwa komponen dukungan sosial bepengaruh positif signifikan dalam meningkatkan ketahanan sosial keluarga, tetapi komponen modal sosial tidak memiliki pengaruh terhadap ketahanan sosial keluarga, sebab keragaan yang relatif tidak beragam. Sejalan dengan yang dilakukan Achmad (2014), menunjukkan terdapat hubungan yang positif signifikan antara modal sosial (solidaritas), dukungan sosial (dukungan keluarga, dukungan tetangga, dan dukungan pemerintah), dan lama pendidikan suami-istri dengan ketahanan sosial keluarga. Faktor yang mempengaruhi ketahanan sosial keluarga adalah modal sosial, dukungan sosial (dukungan sosial, keluarga luas, dukungan sosial pemerintah), umur istri, dan lama pendidikan istri. Berdasarkan hal tersebut, maka diperoleh model kerangka pemikiran untuk melihat pengaruh modal sosial dan dukungan sosial terhadap kesejahteraan subjektif keluarga.
Karakteristik keluarga: 1. Usia (suami, istri, dan anak)
2. Pendidikan (suami istri)
3. Besar keluarga
4. Pendapatan per kapita Dukungan Sosial: 1. Dukungan sosial keluarga (emosi, instrumen, informasi) 2. Dukungan sosial tetangga (emosi, insturumen, informasi) 3. Dukungan sosial pemerintah (emosi, instrumen, informasi ) Kesejahteraan Subjektif - Kesejahteraan Modal Sosial 1. Asosiasi Lokal: - Jumlah Asosiasi - Tingkat Partisipasi - Manfaat asosiasi 2. Karakter masyarakat - Kepercayaan -Solidaritas -Semangat kerja
6
METODE
Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul “Lingkungan Spasial, Modal Sosial, Perkembangan Remaja, dan Kesejahteraan Keluarga di Pemukiman Marjinal Kota Bogor”. Penelitian ini menggunakan disain cross sectional study, yakni penelitian yang dilakukan pada satu waktu untuk meneliti variabel tertentu. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara dengan menggunakan kuesioner. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bogor Barat dan Tanah Sareal, yaitu Kelurahan Balumbang Jaya dan Kelurahan Kebon Pedes. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive Pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015.
Jenis, Data dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer yang diambil adalah karakteristik individu (usia, jenis kelamin, dan pendidikan), modal sosial (asosiasi lokal, karakter masyarakat), dukungan sosial (dukungan sosial keluarga, dukungan sosial tetangga, dukungan sosial pemerintah), dan kesejahteraan subjektif keluarga dikumpulkan dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner.
Tabel 1 Variabel, skala, dan sumber kuisioner
Variabel Data Skala Instrumen
Modal Sosial - Asosiasi lokal - Karakter
masyarakat
Interval Diacu dan di modifikasi dari Suandi (2007) Dukungan sosial - Dukungan sosial keluarga - Dukungan sosial tetangga - Dukungan sosial pemerintah
Interval Diacu dan di modifikasi dari Sunarti et al. (2005) Kesejahteraan Keluarga - Kesejahteraan subjektif
Interval Diacu dan di modifikasi dari Sunarti (2001)
Data sekunder yang diambil berupa gambaran umum lokasi penelitian dan data penduduk kelurahan bogor barat dan tanah sareal serta dokumen-dokumen lembaga/instansi yang berhubungan dengan penelitian ini. Data primer aspek karakteristik keluarga meliputi usia suami-istri, besar keluarga, lama pendidikan suami-istri, dan pendapatan perkapita per bulan. Karakteristik keluarga terdapat beberapa pengolahan. Usia suami dan istri dikategorikan menjadi dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir (> 60 tahun). Lama pendidikan suami dan istri dikategorikan menjadi < 9 tahun dan ≥ 9 tahun. Besar keluarga dikategorikan menjadi keluarga kecil 0-4 orang, keluarga sedang 5-7 orang, dan keluarga besar ≥ 8 orang. Pendapatan per kapita per bulan suami dan istri dikategorikan menjadi < Rp 360 518 dan ≥ Rp 360 518.
Gambar 1 Kerangka Pemikiran karakteristik keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dan kesejahteraan subjektif di pemukiman marjinal
7
Modal sosial diperoleh berdasarkan skala Likert 1-4 (tidak aktif/bermanfaat-sangat aktif/bermanfaat) sebanyak 27 item pertanyaan yang dibagi ke dalam dua dimensi yaitu asosiasi lokal dan karakter masyarakat. Dukungan sosial diperoleh dengan menggunakan pilihan jawaban (ya) dan (tidak) sebanyak 35 item pertanyaan yang dibagi ke dalam tiga dimensi yaitu dukungan sosial keluarga luas, dukungan sosial tetangga, dan dukungan sosial pemerintah. Kesejahteraan subjektif diperoleh dengan menggunakan skala Semantik 0-5 (rendah-tinggi) menggunakan 14 item pertanyaan. Modal sosial diukur menggunakan kuisioner yang dimodifikasi dari Suandi (2007) dengan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.868. Dukungan sosial diukur menggunakan kuisioner yang dimodifikasi dari Sunarti et al. (2005) dengan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.855. Kesejahteraan subjektif diukur menggunakan kuisioner yang dimodifikasi dari Sunarti (2001) dengan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.802.
Teknik Pengambilan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga lengkap bertempat tinggal di pinggiran sungai atau bantaran rel kereta api. Contoh dalam penelitian adalah 160 keluarga memiliki anak remaja usia 12-19 tahun dengan teknik simple random
sampling di masing-masing kelurahan. Contoh diambil dari dua kelurahan, Kebon
Pedes dan Balumbang Jaya. Data populasi diperoleh dari Kelurahahan, RW, dan RT Kebon Pedes dan Balumbang Jaya. Unit analisis dalam penelitian ini keluarga, dan responden penelitian ibu dan bapak. Penentuan jumlah contoh yang diambil dari populasi tersebut menggunakan rumus Slovin:
n=
=
=
159.75 ≈ 160 orang Keterangan:n = jumlah keluarga yang diambil (dijadikan contoh)
N = jumlah keluarga lengkap memiliki anak remaja di Kelurahan Kebon Pedes dan Balumbang Jaya
e = batas kesalahan pengambilan contoh
Kota Bogor Kecamatan Tanah Sareal Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Bogor Barat Kelurahan Balumbang Jaya n= 173 n = 144 Purposive Simple Random Sampling n= 80 n = 80 Keluarga lengkap memiliki anak remaja
8
Gambar 2 Teknik Penarikan Contoh
Pengolahan dan Analisis Data
Data primer yang diperoleh melalui pengisian kuisioner akan diinput, dan diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for windows. Kegiatan yang dilakukan mulai dari pengambilan data primer, transfer data, coding, editing, data entry, data cleaning, dan analisis data. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif (rata-rata, standar deviasi, nilai mimum-maksimum, dan presentase) digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dan kesejahteraan subjektif keluarga. Jumlah pertanyaan pada setiap dimensi variabel distandardisasi dengan mentransformasi nilai skor yang telah didapatkan menjadi skor indeks. Indeks presentase dihitung dengan rumus:
Y = nilai yang didapatkan-nilai minimum x100% nilai maksismum – nilai minimum
Data kesejahteraan subjektif dijumlahkan dan dikonversikan dalam bentuk indeks, kemudian skor indeks yang dicapai tersebut dimasukan ke dalam kategori kelas yang sesuai. Skor indeks dikelompokkan menjadi tiga kategori rendah, sedang, dan tinggi. Rumusan interval kelas adalah sebagai berikut:
Interval kelas = ( skor maksimum – skor minimum) Jumlah kelas
Interval kelas untuk variabel kesejahteraan subjektif sesuai rumus interval kelas adalah :
Interval kelas = ( 100 – 0) = 33.33 3
Cut off yang diperoleh untuk pengkategorian adalah sebagai berikut:
1. Rendah : 0.00 – 33.33 2. Sedang : 33.34 – 66.67 3. Tinggi : 66.68 – 100.0
2. Analisis inferensia yaitu uji korelasi dan uji regresi. Uji korelasi digunakan untuk melihat hubungan antara karakteristik keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Uji regresi digunakan untuk melihat pengaruh karakteristik keluarga, modal sosial, dan dukungan sosial, terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Sebelum melakukan uji regresi data penelitian harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Pemeriksaan pemenuhan syarat-syarat-syarat-syarat tersebut dilakukan dengan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik ini meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, dan uji autokorelasi. Uji normalitas yang digunakan adalah uji normal P-P plot. Prinsip pengujiannya dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya maka pola distribusi normal dan model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika polanya menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti atargaris diagonal maka pola
9
distribusinya tidak normal, sehingga model regresi dapat dikatakan tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali 2011).
Uji multikolinearitas merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel bebas yang diteliti. Ketika tidak terjadi multikolinearitas, maka variabel yang diteliti adalah variabel yang baik dan dapat dikatakan telah memenuhi syarat uji regresi. Cara untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas pada model regresi yaitu dengan melihat nilai tolerance dan nilai
Variance Inflation Factor (VIF). Apabila nilai tolerance dibawah 0.1 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) diatas 10, maka variabel tersebut terdapat
multikolinearitas.
Uji heterokedastisitas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui apakah terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi dikatakan memiliki heterokedastisitas apabila nilai signifikansinya dibawah 0.05 dan pada grafik scatterplot titik-titik tidak menyebar di atas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y (Ghozali 2011). Jika model regresi tidak terjadi heterokedastisitas maka dapat dilakukan uji regresi.
Uji autokorelasi juga dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam model regresi ada korelasi antara kesalahan pengguna pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (Ghozali 2011). Cara untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi pada variabel yang diteliti adalah dengan melihat Durbin Watson dari model regresi. Apabila nilai Durbin Watson mendekati +2 maka model regresi dikatakan tidak terjadi autokorelasi, sehingga dapat dilakukan uji regresi. Persamaan linier berganda yang diuji adalah sebagai berikut:
Model regresi 1 = Y1= α + β1X1a + β2X2b + ε
Model regresi 2 = Y2= α + β1Xaj + β2Xai+ β3Xak + β4Xa.l + β5Xam + β6Xan +
β7Xbc + β8Xbd + β9Xbe + ε Model regresi 3 = Y3= α + β1X1a+ β2X2b + β3Xbf+ β4Xbg+ β5Xbh + β6Xbi + β7Xbj + β8Xbh + ε Model regresi 4 = Y4= α + β1Xaj + β2Xai + β3Xak + β4Xal + β5Xam + β6Xan + β7Xbc + β8Xbd + β9Xbe + β10Xbf+ β11Xbg+ β12Xbh + β13Xbi + β14Xbj + β15Xbk + ε Keterangan:
Y = Kesejahteraan subjektif keluarga α = Konstanta regresi
β1- β15 = Koefisien regresi
X1a = Modal sosial
Xaj = Partisipasi anggota keluarga pada pertemuan asosiasi lokal
Xai = Partisipasi anggota keluarga dalam pengambilan keputusan pada
pertemuan asosiasi lokal Xak = Manfaat asosiasi lokal
Xal = Kepercayaan masyarakat
Xam = Solidaritas masyarakat
10
X2b= Dukungan sosial
Xbc = Dukungan sosial keluarga luas
Xbd = Dukungan sosial tetangga
Xbe = Dukungan sosial pemerintah
Xbf-Xbk = Usia suami, lama pendidikan istri, besar keluarga, dan pendapatan
per kapita.
Definisi Operasional
Modal sosial adalah bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi di masyarakat yang
terjadi antar individu dan kelompok baik formal maupun informal yang bermanfaat dan menguntungkan. Besarnya modal sosial diukur melalui dua dimensi, yaitu asosiasi lokal dan karakter masyarakat.
Asosiasi lokal adalah organisasi lokal yang diikuti oleh anggota keluarga yang
teridri dari tingkat partisipasi dan tingkat pengambilan keputusan anggota dalam pertemuan asosiasi lokal.
Karakter masyarakat adalah pola hidup masyarakat sehari-hari yang terdiri dari
kepercayaan, solidaritas, dan semangat kerja masyarakat.
Dukungan sosial adalah dukungan yang diperoleh keluarga baik dari keluarga
luas, tetangga maupun pemerintah. Dukungan tersebut terdiri dari: dukungan emosi, dukungan instrumen, dan dukungan informasi.
Dukungan emosi adalah ungkapan kasih dan ekspresi yang diberikan
orang-orang sekitar individu merupakan bentuk dukungan emosi itu sendiri
Dukungan instrumen adalah bantuan yang diberikan secara langsung baik
bersifat instrumen maupun bantuan dalam mengerjakan pekerjaan tertentu, biasanya juga dapat diberikan dalam bentuk materi/jasa tertentu
Dukungan informasi adalah informasi atau pengetahuan yang berhubungan
dengan masalah yang sedang dihadapi, misal masukan dan nasehat.
Kesejahteraan subjektif keluarga kesejahteraan psikologis dan sosial yang
diukur dengan pendekatan tingkat kebahagian, kepuasan dan kepuasan yang dirasakan oleh keluarga sendiri bukan orang lain terhadap pemenuhan kebutuhan hidup dalam keluarga.
Pemukiman marjinal adalah pemukiman yang berada di bantaran sungai,
sepanjang rel kereta api, dimana penduduknya sebagian besar tidak bekerja memiliki jarak antar rumah kurang dari 1 meter, kurang tersedianya tempat pembuangan sampah dan rawan bencana, termasuk di dalamnya pemukiman kumuh dan pemukiman liar.
Keluarga di pemukiman marjinal adalah susunan orang-orang yang disatukan
oleh ikatan perkawinan darah atau adopsi, terdiri dari suami, istri, anak-anak, serta anggota keluarga lainnya yang bertempat tinggal di daerah marjinal
Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh keluarga yang tinggal
di daerah marjinal yang meliputi usia suami-istri, besar keluarga, pendidikan suami-istri, pendapatan perkapita per bulan, dan lama menetap di tempat tinggal.
11
Usia adalah usia suami dan isteri saat dilakukan wawancara dan dinyatakan
dalam tahun.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu
rumah atau yang masih menjadi tanggungan orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Lama pendidikan adalah lama waktu pendidikan yang ditempuh oleh suami atau
istri.
Pendapatan per kapita keluarga adalah rata-rata penghasilan per bulan yang
diperoleh dari pekerjaan utama maupun tambahan ayah dan ibu yang dinilai dengan uang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi pada penelitian ini ada di dua lokasi, yaitu Kecamatan Tanah
Sareal, Kelurahan Balumbang Jaya terletak di wilayah Bogor Barat dan Kelurahan Kebon Pedes terletak di wilayah Tanah Sareal. Kelurahan Balumbang Jaya mempunyai luas sebesar 124,595 Ha dengan jumlah RW sebanyak 13 dan RT sebanyak 45. Letak geografis Kelurahan Balumbang Jaya 200 M di permukaan laut dengan curah hujan 3000-4000 mm. Kelurahan Balumbang Jaya mempunyai batas wilayah sebelah Utara dengan Kelurahan Situ Gede, sebelah Timur dengan Kelurahan Bubulak dan Kelurahan Situ Gede, sebelah Selatan dengan Kelurahan Marga Jaya, serta sebelah Barat dengan Desa Babakan Kecamatan Dramaga.
Kelurahan Kebon Pedes terletak diwilayah Tanah Sareal. Kelurahan Kebon Pedes mempunyai luas 104 Ha dengan jumlah RW sebanyak 13 RW dan RT sebanyak 74. Letak geografis Kelurahan Kebon Pedes berada pada ketinggian 250 M dengan curah hujan rata-rata 3500-4000 mm. Kelurahan Kebon Pedes mempunyai batas wilayah sebelah Utara dengan Kelurahan Kedung Badak, sebelah Selatan dengan Kelurahan Cibogor, sebelah Barat dengan Kelurahan Ciwaringin dan sebelah Timur dengan Kelurahan Tanah Sareal.
Kedua kelurahan tersebut berada di bantaran sungai, pemukiman yang rawan bencana, memiliki tingkat kepadatan yang tinggi dengan jarak rumah kurang dari satu meter. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka lokasi penelitian termasuk dalam wilayah pemukiman marjinal. Kualitas pemukiman marjinal yang rendah berkontribusi terhadap tingkat kemiskinan yang akan mengakibatkan keluarga rendahnya kesejahteraan keluarga. Kedua kelurahan tersebut secara umum kurang layak untuk ditempati. Kegiatan organisasi yang terdata di kedua kelurahan sekitar tiga belas organisasi, yaitu kelompok simpan pinjam, kelompok sistem kerja upahan, PKK, kelompok arisan, kelompok keagamaan, majelis taklim, organisasi olahraga, kelompok budaya/seni, koperasi unit desa, Posyandu, LPM, karang taruna, dan pos ronda.
12
Data pada Tabel 2 menunjukkan rata-rata usia istri dan usia suami berada pada kategori dewasa madya (41-60 tahun) (Hurlock 1980). Rata-rata lama pendidikan suami sebesar 8.1 tahun dan rata-rata pendidikan istri sebesar 7.7 tahun. Rata-rata jumlah anggota keluarga termasuk dalam kategori sedang (5-7
orang). Rata-rata pendapatan perkapita keluarga perbulan Rp 350 068.67. Berdasarkan garis kemiskinan Kota Bogor 2013, lebih dari separuh keluarga tergolong miskin (60.6%).
Tabel 2 Nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga
Modal Sosial
Modal sosial adalah bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi di masyarakat yang terjadi antar individu dan kelompok baik formal maupun informal yang bermanfaat dan menguntungkan. Besarnya modal sosial diukur melalui dua dimensi, yaitu asosiasi lokal dan karakter masyarakat (Suandi 2007). Dimensi asosiasi lokal terdiri dari, jumlah asosiasi lokal yang diikuti, tingkat partisispasi anggota keluarga, tingkat pengambilan keputusan pada pertemuan asosiasi lokal, dan manfaat asosiasi lokal. Dimensi karakter masyarakat terdiri dari, kepercayaan, solidaritas, dan semangat kerja masyarakat.
Jumlah Asosiasi Lokal yang Diikuti
Modal sosial dijelaskan oleh jaringan sosial dan lembaga dimana seseorang berpartisipasi dan memperoleh dukungan untuk kelangsungan hidupnya (Chambers dan Conway 1991). Data pada Tabel 3 menunjukkan jumlah asosiasi yang diikuti ibu dan bapak. Jumlah asosiasi lokal yang diikuti ibu sebesar 48.8 persen sedangkan bapak sebesar 37.5 persen tergolong kategori rendah, karena hanya mengikuti asosiasi lokal sebanyak 1-2 asosiasi. Sebagian besar masyarakat mengikuti asosiasi lokal yang hanya diadakan di wilayah tempat tinggal, bermanfaat untuk keluarga, serta menambah pendapatan keluarga. Asosiasi lokal yang diikuti ibu sebesar 21.9 persen sedangkan bapak sebesar 1.9 persen tergolong tinggi, karena mengikuti lebih dari dua asosiasi lokal. Jumlah asosiasi lokal yang tidak sama sekali diikuti ibu sebesar 29.3 persen sedangkan bapak 60.6 persen, karena menurut mereka bekerja, mengurus anak dan keluarga lebih penting daripada mengikuti kegiatan asosiasi lokal. Asosiasi lokal yang diikuti keluarga antara lain kelompok simpan pinjam, kelompok sistem kerja upahan, PKK, kelompok arisan, kelompok keagamaan, majelis taklim, organisasi olahraga, kelompok budaya/seni, koperasi unit desa, Posyandu, LPM, karang taruna, dan pos ronda. Hal ini didukung oleh penelitian Suandi (2007) yang menyatakan bahwa semakin banyak asosiasi yang diikuti keluarga diharapkan dapat
Karakteristik keluarga Min-Maks Rata-rata±sd
Usia suami (tahun) 32-74 46.49±7.13
Usia istri (tahun) 32-66 41.94±5.81
Lama pendidikan suami (tahun) 0-15 8.14±2.77
Lama pendidikan istri (tahun) 0-16 7.72±2.82
Besar keluarga (orang) 3-9 4.82±1.07
13
mendukung atau mempengaruhi tingkat kebersamaan dan solidaritas sesama anggota masyarakat sehingga pada gilirannya, berdampak terhadap kesejahteraan dan kemajuan desa.
Tabel 3 Sebaran skor (%) menurut jumlah asosiasi lokal ibu dan bapak yang diikuti
Jumlah Asosiasi Lokal yang Diikuti Ibu Bapak
Tidak ada 29.3 60.6
Rendah 48.8 37.5
Tinggi 21.9 1.9
Total 100.0 100.0
Rata-rata ± sd 1.62±1.64 0.531±0.77
Tingkat Patisipasi Anggota Keluarga
Data pada Tabel 4 tingkat partisipasi ibu dan bapak menunjukkan sebesar
43.1 persen ibu sangat aktif berpartisipasi dalam asosiasi lokal, sedangkan sebesar 11.8 persen bapak sangat aktif berpartisipasi dalam asosiasi lokal. Hal ini dikarenaka bapak kurang bisa membagi waktu antara bekerja dengan keikutsertaan dalam asosiasi lokal yang ada sedangkan ibu mengisi waktu luangnya dengan mengikuti asosiasi lokal yang ada di wilayah tempat tinggalnya, asosiasi lokal dianggap penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebesar 61.3 persen bapak tidak aktif berpartisipasi dalam asosiasi lokal. Hal ini dikarenakan kurangnya kegiatan yang melibatkan laki-laki, sebagian besar laki-laki mengikuti kegiatan pos ronda, akan tetapi kurang aktif keikutsertaannya dikarenakan pos ronda diadakan di waktu-waktu tertentu saja.
Tabel 4 Sebaran skor (%) menurut partisipasi anggota keluarga dalam asosiasi lokal
Partisipasi dalam Asosiasi Lokal Ibu Bapak
Tidak aktif 30.6 61.3 Kurang aktif 11.3 13.1 Aktif 15.0 13.8 Sangat Aktif 43.1 11.8 Total 100.0 100.0 Rata-rata ± sd 3.81±3.85 1.36±2.06
Tingkat Pengambilan Keputusan pada Pertemuan Asosiasi Lokal
Data tabel 5 tingkat partisipasi ibu menunjukkan sebesar 26.9 persen sangat aktif pada pengambilan keputusan dalam pertemuan asosiasi lokal, sedangkan sebesar 5.6 persen bapak sangat aktif pada pengambilan keputusan dalam pertemuan asosiasi lokal. Hal ini dikarenakan ibu banyak mengikuti asosiasi lokal dibandingkan bapak, kurang tersedianya waktu membuat bapak tidak bisa ikut berpartisipasi dalam asosiasi lokal maupun pengambilan keputusan di dalamnya. Sebesar 25.6 persen ibu kurang aktif pada pengambilan keputusan dalam pertemuan asosiasi lokal sedangkan 13.8 persen bapak kurang aktif pada pengambilan keputusan dalam pertemuan asosiasi lokal. Hal ini disebabkan karena mereka menganggap bahwa kehadiran dalam asosiasi lokal sudah cukup mewakili keaktifan mereka, ikut berdiskusi untuk mengambil suatu keputusan
14
dalam pertemuan tidak terlalu penting, mereka hanya setuju pada apapun hasil rapat atau diskusi dalam pertemuan tersebut.
Tabel 5 Sebaran skor (%) menurut partisispasi anggota keluarga pada pengambilan keputusan dalam pertemuan asosiasi lokal
Pengambilan Keputusan dalam Pertemuan Asosiasi Lokal Ibu Bapak Tidak aktif 32.5 71.2 Kurang aktif 25.6 13.8 Aktif 15.0 9.4 Sangat Aktif 26.9 5.6 Total 100.0 100.0 Rata-rata ± sd 2.89±3.24 0.98±1.58
Manfaat Asosiasi Lokal
Data pada Tabel 6 manfaat asosiasi lokal ibu dan bapak menunjukkan bahwa sebesar 47.5 persen ibu mengatakan bahwa asosiasi lokal sangat bermanfaat bagi keluarga Hal ini mereka rasakan, karena asosiasi lokal yang diikuti sangat membantu keluarga terutama ibu rumah tangga dalam menunjang ilmu agama, tumbuh kembang anak, pendapatan ekonomi, dan hubungan kekerabatan (Suandi 2007). Manfaat asosiasi lokal mendorong masyarakat untuk mengembangkan kelembagaan yang lebih baik. Manfaat asosiasi lokal yang dirasakan bapak bagi keluarga hanya 60 persen dan sisanya tidak merasakan manfaat dari asosiasi, hal ini dikarenakan bapak banyak tidak mengikuti asosiasi karena keterbatasan waktu.
Tabel 6 Sebaran skor (%) menurut manfaat asosiasi lokal
Manfaat Asosiasi Lokal Ibu Bapak
Tidak bermanfaat 34.4 60.0 Kurang bermanfaat 0.6 23.1 Bermanfaat 17.5 0.0 Sangat bermanfaat 47.5 16.9 Total 100.0 100.0 Rata-rata ± sd 2.78±1.35 1.74±1.10 Kepercayaan Masyarakat
Kepercayaan diukur dalam bentuk tingkat keyakinan seseorang terhadap perkataan, perjanjian, dan tindakan secara konsisten pada saat terjalinnya hubungan antar individu atau kelompok/organisasi dalam masyarakat (Suandi 2011). Tingkat kepercayaan seseorang dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu tingkat komitmen, kejujuran, dan tanggung jawab. Hasil penelitian berdasarkan item pertanyaan menunjukkan kepercayaan masyarakat relatif baik. Data pada Tabel 7 menunjukkan kepercayaan tinggi pada seluruh keluarga dalam berbagai hal, yakni kepercayaan yang tinggi masyarakat terhadap masyarakat yang lain untuk saling bantu-membantu ketika tertimpa sakit/cobaan, kepercayaan yang tinggi masyarakat yang saling mempercayai satu sama lain terkait masalah yang dihadapi, kepercayaan yang tinggi masyarakat yang saling mempercayai masyarakat lain terkait masalah percakapan yang kadang kala tidak sesuai dengan
15
kenyataan, kepercayaan yang tinggi masyarakat terhadap norma/aturan yang berlaku di masyarakat, kepercayaan yang tinggi masyarakat terhadap masyarakat lain yang dapat bertanggung jawab apabila mengemban amanah (pimpinan), kepercayaan yang tinggi masyarakat terhadap masyarakat lain pada sifat tolong menolong, dan kepercayaan yang tinggi masyarakat terhadap masyarakat lain pada sifat baik, jujur, dan bertanggung jawab. Masyarakat saling percaya dan bekerjasama dikarenakan intensitas komunikasi tinggi sehingga menimbulkan kedekatan yang memicu hubungan timbal balik dan kepentingan bersama. Penelitian ini sejalan dengan Thobias E et al. (2013) bahwa interaksi yang terus menerus di masyarakat melahirkan modal sosial yang berupa ikatan-ikatan emosional yang menyatukan orang untuk mencapai tujuan bersama, yang kemudian menumbuhkan kepercayaan dan keamanan yang tercipta dari adanya relasi yang relatif panjang.
Tabel 7 Sebaran contoh (%) menurut kepercayaan masyarakat
Kepercayaan Masyarakat Sangat
Rendah
Rendah Tinggi Sanggat
Tinggi Umumnya masyarakat saling bantu
membantu ketika tertimpa sakit atau cobaan
1.9 10.6 81.3 6.2
Umumnya masyarakat saling mempercayai orang lain jika berkaitan dengan masalah uang
4.4 31.9 60.6 3.1
Umumnya masyarakat saling mempercayai setiap percakapan sesuai dengan kenyataan
4.4 40.0 53.8 1.8
Umumnya masyarakat
mempercayai norma/aturan yang berlaku di masyarakat
3.1 10.0 79.4 7.5
Umumnya masyarakat dapat bertanggung jawab apabila mengemban amanat (pimpinan)
1.3 13.7 80.0 5.0
Umumnya masyarakat masih mempercayai sifat tolong menolong
0.6 8.1 78.2 13.1
qUmumnya masyarakat saling mempercayai sifat baik, jujur, dan bertanggung jawab
1.3 21.3 73.0 4.4
Rata-rata dimensi kepercayaan masyarakat 60.57
Solidaritas dan Semangat Kerja Masyarakat
Solidaritas masyarakat merupakan kondisi masyarakat saling menerima, memiliki, bergantung satu sama lain, percaya dalam memenuhi kebutuhan bersama menimbulkan keharmonisan dan ketentraman yag dicapai. Tinggi rendahnya tingkat solidaritas masyarakat dilihat dari tiga dimensi, yaitu ketergantungan satu sama lain, saling bantu membantu, dan adanya kepekaan terhadap kemajuan desa (Suandi 2007). Data Tabel 8 menunjukkan bahwa solidaritas masyarakat relatif tinggi dalam hal kontribusi pada pembangunan desa dan saling bantu-membantu jika ada acara tertentu. Hal ini dikarenakan masyarakat sangat menyadari bahwa pembangunan yang dilakukan berguna bagi semua orang dan untuk kepentingan bersama. Masyarakat juga menyadari pentingnya saling membantu satu sama lain memudahkan pekerjaan dan mengurangi beban kerja. Hasil penelitian lainnya menunjukkan memiliki
16
solidaritas sedang dalam hal kontribusi untuk kelompok/organisasi serta saling bantu-membantu dalam berbagai hal. Hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat masih belum aktif berpartisipasi dalam kegiatan maupun merasakan manfaat organisasi lokal sekitar tempat tinggal, sehingga kurang aktif memberikan sumbangan maupun memberikan bantuan dalam berbagai hal.
Tabel 8 Sebaran contoh (%) menurut solidaritas dan semangat kerja masyarakat
Pernyataan Rendah Sedang Tinggi
Solidaritas Masyarakat
Umumnya masyarakat berkontribusi dalam pembangunan desa
1.3 35.6 63.1
Umumnya masyarakat saling bantu-membantu jika ada acara tertentu Umumnya masyarakat berkontribusi untuk kelompok/organisasi sekitar
3.4 11.3 32.8 45.6 63.7 43.1 Umumnya masyarakat saling bantu
dalam berbagai hal
38.1 60.6 1.3
Rata-rata dimensi solidaritas masyarakat 77.3
Semangat Kerja Masyarakat Umumnya masyarakat suka bekerja keras
1.3 46.9 51.8
Jika ada pekerjaan, selalu dikerjakan dengan segera
1.9 43.7 54.4
Umumnya masyarakat tidak mengeluh saat bekerja
10.8 43.9 43.3
Rata-rata dimensi semangat kerja 70.6
Total rata-rata capaian modal sosial 21.4
Komponen semangat kerja masyarakat, hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah keluarga memiliki semangat kerja tinggi, dalam bekerja keras dan melakukan pekerjaan dengan segera. Hal ini sejalan dengan etos kerja masyarakat yang ulet, terampil, tidak menunda-menunda pekerjaan serta pekerja keras, untuk memaksimalkan pendapatan dan memanfaatkan waktu dengan bijak. Satu pertiga keluarga memiliki semangat kerja sedang, dalam hal tidak mengeluh saat melakukan pekerjaan. Total rata-rata capaian modal sosial masih rendah sebesar 21.4 persen, hal ini disebabkan karena banyak anggota keluarga yang tidak mengikuti kegiatan asosiasi lokal, kurang berpatisipasi dalam asosiasi lokal, serta kurang ikut dalam pengambilan keputusan pada pertemuan asosiasi.
Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah dukungan yang diperoleh keluarga baik dari keluarga luas, tetangga, maupun pemerintah. Dukungan tersebut terdiri dari: dukungan emosi, dukungan instrumen, dan dukungan informasi (Sunarti et al. 2005).
Dukungan Sosial Keluarga Luas
Dukungan sosial keluarga luas adalah dukungan yang diterima keluarga dari keluarga luas baik keluarga besar istri maupun keluarga besar suami (Sunarti dan Fitriani 2010). Dimensi dukungan sosial keluarga luas berupa dukungan
17
instrumen, dan dukungan informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan emosi yang diberikan keluarga luas baik. Dukungan yang paling banyak diberikan keluarga luas berdasarkan dimensi emosi adalah kesediaan keluarga memperlihatkan kepedulian serta berbuat sesuatu untuk menghargai keluarga (96.2%). Hal ini ditunjukkan keluarga luas membantu saat keluarga saat ditimpa musibah, meminjamkan uang, dan menjadi tempat berbagi masalah. Norma yang tidak tertulis untuk mengahargai orang yang lebih tua dengan sikap ramah, sopan, dan santun.
Tabel 9 Sebaran pencapaian (%) menurut indikator dukungan sosial keluarga
Pernyataan Dukungan Sosial Keluarga Luas Tidak Ya
Dukungan Emosi
Keluarga besar bersedia mendengarkan masalah 11.3 88.7
Keluarga besar bersedia memperlihatkan kepedulian 3.1 96.9
Keluarga besar berusaha menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari
4.4 95.6
Keluarga besar senantiasa berkata sesuatu untuk menghargai
5.6 94.4
Keluarga besar senantiasa berbuat sesuatu untuk menghargai
3.8 96.2
Rata – rata dimensi emosi 94.4
Dukungan Instrumen
Keluarga besar memberi bantuan keuangan 25.0 75.0
Keluarga besar membantu dalam mengasuh anak 34.4 65.6
Keluarga besar selalu memberi solusi terhadap masalah yang dihadapi
3.8 96.2
Rata-rata dimensi instrumen 79.0
Dimensi Informasi
Keluarga besar selalu memberi informasi apabila terdapat tanda bahaya bencana
16.2 83.8
Keluarga besar tidak pernah menyembunyikan informasi apapun
18.8 81.2
Rata-rata dimensi instrumen 82.5
Total rata-rata capaian dukungan sosial keluarga luas 87.4
Dimensi instrumen, dukungan yang paling yang banyak di terima keluarga adalah kesediaan keluarga luas untuk memberi solusi terhadap masalah yang ada pada keluarga (96.2%). Hal ini menunjukkan bahwa keluarga luas berperan penting dalam memberi saran dan membantu keluarga menyelesaikan masalah. Seluruh keluarga menerima dimensi informasi yang diberikan keluarga luas baik, hasil menunjukkan dimensi informasi yang paling banyak diberikan adalah informasi apabila terdapat tanda bahaya bencana (83.8%). Hal ini menunjukkan keluarga berperan penting dalam menyampaikan informasi tanda bahaya mengingat keluarga tinggal di lingkungan marjinal yang mudah terkena bencana.
Dukungan Sosial Tetangga
Keluarga memperoleh dukungan emosi tetangga baik. Keluarga memperoleh dukungan emosi berupa sikap tetangga yang senantiasa berkata dan berbuat sesuatu untuk menghargai keluarga, memperlihatkan kepedulian, bagian penting dalam masyarakat, saling berbagi masalah/berpukar pikiran, memberikan dukungan, kritik, dan saran untuk membantu penyelesaian masalah, serta memberikan rasa aman dan nyaman. Satu perdepalan keluarga kurang menerima dukungan emosi dari tetangga, keluarga kurang memperoleh kesediaan tetangga
18
mendengarkan masalah. Tetangga kurang peduli dalam membantu keluarga menyelesaikan masalah, bertukar pikiran, atau pun memberikan saran, hal tersebut juga didasarkan sikap sebagian keluarga yang menolak terbuka terhadap masalah yang dihadapi. Keluarga merasa lebih nyaman berbagi masalah dengan dipendam sendiri dan mengkomunikasikan dengan keluarga inti.
Tabel 10 Sebaran pencapaian (%) menurut indikator dukungan sosial tetangga
Pernyataan Dukungan Sosial Tetangga Tidak Ya
Dukungan Emosi
Tetangga bersedia mendengarkan masalah 25.0 75.0
Tetangga bersedia memperlihatkan kepedulian 8.1 91.9
Tetangga senantiasa berkata sesuatu untuk menghargai 8.7 91.3
Tetangga senantiasa berbuat sesuatu untuk menghargai 16.9 83.1
Tetangga berusaha menjadi keluarga bagian penting dalam masyarakat
8.8 91.2
Senantiasa saling berbagi masalah/bertukar pikiran dengan tetangga
14.4 85.6
Tetangga memberikan dukungan, kritik, dan saran untuk membantu dalam menyelesaikan masalah
14.4 85.6
Kehidupan dalam masyarakat memberi rasa aman dan nyaman
6.3 93.7
Rata – rata dimensi emosi 87.2
Dukungan Instrumen
Tetangga memberi bantuan keuangan 46.3 53.7
Tetangga memberi bantuan barang 60.0 40.0
Tetangga membantu dalam mengasuh anak 48.1 51.9
Tetangga selalu memberi solusi terhadap masalah yang dihadapi
14.4 85.6
Tetangga selalu siap menolong jika mendapatkan kesulitan 6.2 93.8
Jika sakit atau terkena musibah, tetangga selalu menjenguk dan membantu
3.8 96.2
Rata-rata dimensi instrumen 71.2
Dimensi Informasi
Tetangga selalu memberi informasi apabila terdapat tanda bahaya bencana
10.6 89.4
Tetangga selalu memberi tahu jika ada kegiatan sosial masyarakat/kegiatan pemerintah
6.9 93.1
Rata-rata dimensi instrumen 91.2
Total rata-rata capaian dukungan sosial tetangga 81.7
Dukungan instrumen, dukungan sosial tetangga yang paling banyak adalah sikap tetangga yang selalu siap menolong jika keluarga mendapatkan kesulitan serta apabila keluarga terkena musibah atau sakit (96.2%). Hal ini mengindikasikan bahwa tetangga merupakan orang-orang terpenting setelah keluarga yang berperan membantu mengatasi masalah atau kesulitan keluarga. Di sisi lain, masih ada sebagian besar keluarga yang tidak menerima dukungan sosial dari tetangga dalam hal bantuan keuangan, bantuan barang, dan bantuan mengasuh anak (60%). Hal ini karena tetangga juga kurang mampu dalam hal memberikan uang atau pun barang dan tidak dapat membantu mengasuh anak, sebab mereka juga memiliki kesibukan di rumah. Seluruh keluarga menerima dukungan informasi yang baik, sikap tetangga yang selalu memberikan informasi apabila terdapat tanda bahaya bencana serta memberi tahu jika ada kegiatan sosial
19
masyarakat atau pemerintah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Herawati et al. 2012), dukungan sosial tetangga dapat membantu keluarga meringankan pekerjaan rumah tangga, menyelesaikan masalah perkawinan, mengatasi kesulitan pengobatan, pangan, dan biaya pendidikan.
Dukungan Sosial Pemerintah
Dukungan sosial pemerintah adalah dukungan yang diterima keluarga dari lembaga masyarakat/pemerintah.
Tabel 11 Sebaran pencapaian (%) menurut indikator dukungan sosial pemerintah
Pernyataan Dukungan Sosial Pemerintah Tidak Ya
Dukungan Emosi
Pemerintah bersedia mendengarkan masalah 18.8 81.2
Pemerintah bersedia memperlihatkan kepedulian 11.9 88.1
Petugas Lembaga Masyarakat menunjukkan sikap yang ramah dan santun dalam melayani masyarakat
8.1 91.9
Rata – rata dimensi emosi 87.1
Dukungan Instrumen
Pemerintah memberi bantuan keuangan 40.3 59.7
Pemerintah memberi bantuan barang 41.2 58.8
Pemerintah memberikan fasilitas lengkap untuk menolong masyarakat saat terjadi bencana
30.6 69.4
Pemerintah selalu memberi solusi terhadap masalah yang dihadapi
25.6 74.4
Rata-rata dimensi instrumen 65.47
Dimensi Informasi
Pemerintah selalu memberi informasi apabila terdapat tanda bahaya bencana
23.1 76.9
Pemerintah selalu siap melayani pertanyaan warga seputar bancana atau lainnya
18.7 81.3
Rata-rata dimensi instrumen 79.06
Total rata-rata capaian dukungan sosial pemerintah 75.69
Dukungan tersebut terdiri dari: dukungan emosi, dukunga instrumen, dan dukunga informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh keluarga mendapatkan dukungan emosi baik (87.1%). Dimensi instrumen, dukungan pemerintah yang paling banyak dirasakan oleh dua pertiga keluarga contoh adalah pemerintah membantu memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi keluarga. Hal ini sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan masyarakat terkait masalah pengurusan kartu tanda penduduk maupun musibah atau bencana yang dihadapi keluarga. Dukungan instrumen sebesar (30.6%) belum dipenuhi pemerintah, yakni keluarga penyediaan fasilitas lengkap oleh pemerintah untuk menolong masyarakat saat terjadi bencana, bantuan keuangan, maupun bantuan barang dari pemerintah.
Keluarga masih ada yang belum merasakan fasilitas yang seharusnya bisa membantu keluarga memperbaiki rumah maupun wilayah tempat tinggal pasca terjadi bencana, masyarakat melakukan secara sukarela dan inisiatif sendiri pemulihan pasca gempa, serta kurang merata bantuan yang diberikan keluarga, terlihat masih banyak keluarga yang kurang mampu tidak diberikan bantuan. Sebagian besar keluarga telah menerima dukungan informasi dari pemerintah dalam hal info tanda bahaya untuk kewaspadaan akan terjadinya bencana dan kesediaan pemerintah untuk selalu siap melayani pertanyaan warga seputar bencana atau lainnya. Dukungan informasi tersebut sangat penting bagi
20
keselamatan masyarakat. Dua pertiga keluarga telah menerima dukungan pemerintah. Dukungan yang paling banyak diterima dukungan emosi dan informasi, sedangkan dukungan instrument yang diterima keluarga sedang (65.47%).
Kesejahteraan Subjektif Keluarga
Kesejahteraan merupakan pengalaman kualitas hidup yang baik (Chambers 1995). Indikator kesejahteraan keluarga dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu kesejahteraan keluarga secara objektif dan kesejahteraan keluarga secara subjektif. Kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagai evaluasi seseorang terhadap kehidupannya, evaluasi bisa berupa pendapat kognitif, seperti kepuasan hidup dan respon emosi terhadap suatu peristiwa, seperti perasaan positif. Tingginya kepuasaan yang dirasakan, menentukan tingkat kesejahteraan subjektif keluarga (Diener 2002). Data pada Tabel 12 menunjukkan kesejahteraan subjektif keluarga sedang (43.8%) dan sebesar (56.2%) terkategori tinggi. Hal ini dikarenakan sebagaian masih ada keluarga masih kurang puas dan percaya pada kemampuan dalam mengurus keluarga, komunikasi di dalam keluarga, serta tanggung jawab yang diberikan dalam keluarga. Penialian yang dilakukan didasarkan pada penliain keluarga terhadap kesejahteraan subjektif yang dialami. Hasil penelitian Diener et al. (1999) mengenai kesejahteraan subjektif mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi persepsi individu terhadap kesejahteraanya, diantaranya: pendapatan, umur, jenis kelamin, kesehatan, status perkawinan, aktivitas agama, pekerjaan, pendidikan, dan kebudayaan. Pendapatan, umur, dan jenis kelamin mempunyai hubungan yang rendah terhadap kesejahteraan. Sedangkan perbedaan budaya pada setiap wilayah berpengaruh pada perbedaan persepsi mengenai status perkawinan.
Tabel 12 Sebaran skor (%) menurut indikator kesejahteraan subjektif keluarga
Kesejahteraan Subjektif Keluarga Sebaran Contoh
Rendah 0.00
Sedang 43.8
Tinggi 56.2
Total 100.0
Rata-rata±sd 66.9±9.26
Hubungan Antar Variabel Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Modal Sosial
Modal sosial (jumlah asosiasi lokal, partispasi anggota dalam partispasi, dan manfaat asosiasi) terdapat hubungan negatif dengan dukungan sosial keluarga luas. Semakin tinggi modal sosial (jumlah asosiasi lokal, partispasi anggota dalam partispasi, dan manfaat asosiasi), maka dukungan sosial keluarga luas tidak optimal. Asosiasi lokal melakukan subtitusi dengan dukungan keluarga luas, keluarga luas menggantikan peran asosiasi lokal yang ada di masyarakat. Modal sosial dan dukungan sosial, terdapat hubungan antara modal sosial (kepercayaan dan solidaritas) dengan dukungan sosial (keluarga luas, tetangga, dan pemerintah). Semakin tinggi modal sosial (kepercayaan dan solidaritas), maka dukungan sosial
21
(keluarga luas, tetangga, dan pemerintah) semakin optimal. Hubungan antara modal sosial (semangat kerja) dengan dukungan tetangga. Semakin tinggi modal sosial (semangat kerja) maka dukungan yang diberikan tetangga semakin optimal pada keluarga.
Tabel 13 Koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan modal sosial
Variabel (Modal sosial) Dukungan Keluarga
Luas Dukungan Tetangga Dukungan Pemerintah Asosiasi Lokal
Jumlah asosiasi lokal yang diikuti -0.280** 0.022 -0.089 Partisipasi anggota dalam asosiasi -0.115** 0.005 -0.068 Partisipasi anggota dalam pertemuan -0.106 0.086 -0.046 Manfaat asosiasi -0.334** 0.083 0.067 Karakter Masyarakat Kepercayaan 0.402** 0.532** 0.365** Solidaritas 0.258** 0.457** 0.317** Semangat kerja 0.066 0.220** 0.074
Ket: *nyata pada p-value<0.05; **nyata pada p-value<0.01
Hubungan Karakteristik Keluarga, Dukungan Sosial, Modal Sosial, dengan Kesejahteraan Subjektif Keluarga
Hubungan antara karakteristik keluarga, dukungan sosial, modal sosial dengan kesejahteraan subjektif keluarga, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara modal sosial (kepercayaan dan solidaritas), dukungan sosial (keluarga luas, tetangga, pemerintah) dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Semakin tinggi modal sosial (kepercayaan dan solidaritas), dukungan sosial (keluarga luas, tetangga, pemerintah), maka semakin optimal kesejahteraan subjektif keluarga. Tabel 14 Hubungan antara karakteristik keluarga, modal sosial, dan dukungan
sosial dengan kesejahteraan subjektif
Variabel Kesejahteraan Subjektif
Usia suami (tahun) -0.072
Usia istri (tahun) -0.051
Lama pendidikan suami (tahun) -0.129
Lama pendidikan istri (tahun) -0.107
Besar keluarga (orang) -0.018
Pendapatan perkapita (rupiah) -0.187*
Lama menikah (tahun) 0.022
Jumlah asosiasi lokal yang diikuti -0.158*
Partisipasi anggota dalam asosiasi -0.056
Partisipasi anggota dalam pertemuan 0.047
Manfaat asosiasi -0.149 Kepercayaan 0.391** Solidaritas 0.202* Semangat kerja 0.142 Dukungan keluarga 0.233** Dukungan tetangga 0.369** Dukungan pemerintah 0.206**