• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hipertensi Sekunder

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hipertensi Sekunder"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

A.

A. HiHiperpertentensi Sekusi Sekundenderr Pada faktan

Pada faktanya ya pasipasien en yanyang g memmemiliiliki ki hipehipertertensi nsi pada pada usiusia a muda tanpamuda tanpa riwayat keluarga dengan hipertensi atau mereka yang pertama kali menunjukkan riwayat keluarga dengan hipertensi atau mereka yang pertama kali menunjukkan gejala hipertens

gejala hipertensi pada i pada usia diatas 50 usia diatas 50 tahun, lebih cenderung memiliki hipertenstahun, lebih cenderung memiliki hipertensii sekunder.

sekunder.

Penyebab hipertensi sekunder diantaranya : Penyebab hipertensi sekunder diantaranya : 1.

1. PePengnggungunaaaan n EsEstrtrogeogenn Pe

Peniningngkakatatan n tetekakananan n dadararah h papada da wawaninita ta pepengngguguna na kokontntrarasesepspsi i ororalal disebabkan oleh expansi volume karena meningkatnya aktivitas sistem disebabkan oleh expansi volume karena meningkatnya aktivitas sistem renin-an

angigiototensensinin-al-aldosdosteteroron. n. AbnAbnorormamalilitatas s prprimimer er adadalalah ah padpada a penpeniningkagkatatann sintesis renin oleh hepar.

sintesis renin oleh hepar. Kontra

Kontrasepsi dihubungkan dengan sepsi dihubungkan dengan hiperthipertensi lebih ensi lebih sering pada sering pada wanita berusiawanita berusia diatas 35 tahun dengan pemakaian kontrasepsi lebih dari 5 tahun dan pada diatas 35 tahun dengan pemakaian kontrasepsi lebih dari 5 tahun dan pada mer

mereka eka y y gemugemuk. k. PeniPeningkangkatan tan tektekanan anan dardarah ah dapadapat t samsampai pai diadiatas tas 140/140/9090 mmHg.

mmHg.

Hipertensi bersifat reversibel dengan menghentikan penggunaan kontrasepsi. Hipertensi bersifat reversibel dengan menghentikan penggunaan kontrasepsi. Estro

Estrogen gen pada wanita post pada wanita post menipamenipause tidak use tidak menimmenimbulkan hipertensibulkan hipertensi. . Ia akanIa akan  berfungsi sebagai pemelihara endotel-mediasi vasodilatasi.

 berfungsi sebagai pemelihara endotel-mediasi vasodilatasi. 2.

2. PePenynyakakit it giginjnjalal

Penyakit parenkim ginjal penyebab paling umum dari hipertensi sekunder. Penyakit parenkim ginjal penyebab paling umum dari hipertensi sekunder. Hipertensi bisa disebabkan karena kelainan glomerolus, tubulus interstitial Hipertensi bisa disebabkan karena kelainan glomerolus, tubulus interstitial dan

dan kelainakelainan n polikipolikistik. Kebanyakan kasus stik. Kebanyakan kasus berhubungberhubungan an dengan peningkatandengan peningkatan volume intravaskul

volume intravaskuler er atau atau peningkapeningkatan tan aktiviaktivitas tas sistesistem m renin-erenin-engiotensngiotensin- in-aldosteron. Hipertensi mempercepat progresi ke renal insufisiensi dan kontrol aldosteron. Hipertensi mempercepat progresi ke renal insufisiensi dan kontrol yang ketat agar tekanan darh menjadi 130/85 mmHg atau lebih rendah akan yang ketat agar tekanan darh menjadi 130/85 mmHg atau lebih rendah akan memperlambat proses ini.

memperlambat proses ini. Di

Dilalatatasi si ararteteririol ol efefereren en ololeh eh angangioiotetensinsin-cn-convonverertiting ng enzenzymyme e ininhihibibitotor r  mengurangi progresi penyakit ini.

mengurangi progresi penyakit ini. 3.

3. HiHipepertrtenensi Resi Renovnovaskaskulular ar  Ste

Sterosrosis is artarteri eri renrenalialis s terterdapadapat t pada pada 1-21-2% % pasipasien en dengdengan an hiphipertertensensi. i. IniIni disebabkan karena hyperplasia dilapisan fibromuskuler pada individu yang disebabkan karena hyperplasia dilapisan fibromuskuler pada individu yang

(2)

muda, lebih sering pada wanita berusia < 50 tahun. Kelainan pembuluh darah muda, lebih sering pada wanita berusia < 50 tahun. Kelainan pembuluh darah gin

ginjal jal yang yang lailain n adaladalah ah stestenosinosis s karekarena na ateaterosroskleklerosrosis is pada pada artarteri eri renrenalialiss  pro

 proximal. Mekanisme ximal. Mekanisme dari terjadinya hipertensi ialah dari terjadinya hipertensi ialah peningkapeningkatan tan pelepaspelepasanan re

reninin n karkarenena a pepenurnurunaunan n alaliriran an dardarah ah giginjnjal al dan dan tetekankanan an perperfufusisi. . ReRenalnal va

vaskskulular ar hihipepertrtenensi si akakan an tatampmpak ak bibila la sasatu tu cacababang ng dadari ri ararteteri ri rerenanaliliss mengalami stenosis, tetapi pada 25% pasien kedua arteri mengalami stenosis, mengalami stenosis, tetapi pada 25% pasien kedua arteri mengalami stenosis, tetapi pada 25% pasien kedua arteri mengalami obstruksi

tetapi pada 25% pasien kedua arteri mengalami obstruksi

Hipertensi renovaskular harus dicurigai pada beberapa keadaan : (1) onset Hipertensi renovaskular harus dicurigai pada beberapa keadaan : (1) onset  pada usia <20 tahun atau > 50 tahun, (2) adanya bruit di epigastrium atau  pada usia <20 tahun atau > 50 tahun, (2) adanya bruit di epigastrium atau   b

  bruiruit t artarteri eri renrenalsals, , (3) (3) adanadanya ya aterateroskloskleroserosis is pada pada aortaorta a ataatau u artarterieri-ar-arterterii   p

  perieriferfer, , (4) (4) bilbila a terterdapadapat t penupenurunrunan an fungfungsi si ginginjal jal yanyang g tibtiba-ta-tiba iba setsetelaelahh  pengaturan dari angiotensin-converting enzym inhibitor.

 pengaturan dari angiotensin-converting enzym inhibitor. 4.

4. HiHipeperaraldldostostereronionismsme e prprimimer er 

Pasien dengan sekresi aldosteron berlebihan terdapat pad 0,5% dari seluruh Pasien dengan sekresi aldosteron berlebihan terdapat pad 0,5% dari seluruh ka

kasus sus hihiperpertetensinsi. . LeLesi si bibiasasanyanya a teterlrletetak ak papada da adeadenomnoma a adradrenenalal, , tetetatapipi  beberapa pasien memiliki hiperplasia adrenal bilateral

 beberapa pasien memiliki hiperplasia adrenal bilateral 5.

5. FeFeokokroromomosisitotomama

Penyebab hipertensi karena feokromositoma hanya 0,1%. Gejala penyakit ini Penyebab hipertensi karena feokromositoma hanya 0,1%. Gejala penyakit ini   b

  berhuerhubungbungan an dengdengan an kelekelebihbihan an norenorepinepinefrifrin n dan dan epiepinefrnefrin. in. TumTumor or padapada medulla adrenal atau dari sel kromafil ektopik akan menyebabkan kontraksi medulla adrenal atau dari sel kromafil ektopik akan menyebabkan kontraksi   pembuluh darah. Sel adenokortikal berperan dalam sintesis epinefrin akan   pembuluh darah. Sel adenokortikal berperan dalam sintesis epinefrin akan

menyebabkan peningkatan curah jantung dan gangguan toleransi glukosa. menyebabkan peningkatan curah jantung dan gangguan toleransi glukosa. 6.

6. CuCushshining’g’s Syns Syndrdromomee Sin

Sindrom drom ini ini sebasebagai gai akiakibat bat prodproduksi uksi berlberlebihebihan an stesteroiroid d zona zona fasfasikulikulataata adr

adrenal enal daldalam am bentbentuk uk kortkortisoisol l (hi(hidrodrokortkortisoison). n). GluGlukokokokortirtikoikoid d memmemacuacu   p

  pemembenbentutukan kan glikglikogeogen n dan dan glglukoukosa sa dadari ri prprototeiein n (g(glulukonkoneogeogenenesiesis)s).. Meningkatkan pembentukan lemak, menghambat sistem imun dan memacu Meningkatkan pembentukan lemak, menghambat sistem imun dan memacu saraf simpatik. Penyebab sindrom Cushing: (1) adenoma kelenjar pituitary, saraf simpatik. Penyebab sindrom Cushing: (1) adenoma kelenjar pituitary, (2) adenoma adrenal atau karsinoma, (3) adenokortikotropin hormon (ACTH, (2) adenoma adrenal atau karsinoma, (3) adenokortikotropin hormon (ACTH, ektopik dan (4) pengobatan glukokortikoid jangka panjang

ektopik dan (4) pengobatan glukokortikoid jangka panjang 7.

(3)

Hiperkalemia karena berbagai penyebab, akromegali, hipertiroidisme,   beberapa pengobatan khususnya dengan siklosporin dan NSAID, dapat

dihubungkan dengan hipertensi sekunder.

Diagnosis

1. Gejala dan Tanda

Kebanyakan pasien tidak memiliki gejala yang spesifik karena  peningkatan tekanan darahnya. Adanya gejala yang membuat pasien datang ke dokter berhubungan dengan 3 hal: (1) peningkatan tekanan darah itu sendiri, (2)   penyakit hipertensi vaskular dan (3) penyakit lain yang menyertai (pada

hipertensi sekunder).

Peningkatan tekanan darah menimbulkan gejala antara lain sakit kepala  biasanya pada regio occipital yang terasa pada saat pasien bangun tidur pagi hari dan hilang secara spontan. Gejala lain diantaranya pusing, palpitasi, mudah lelah dan impoten. Gejala karena penyakit hipertensi vaskular diantaranya termasuk  epitaksis, hematuria, pandangan kabur karena perubahan pada retina, angina  pektoris dan dispneu karena gagal jantung.

Contoh gejala pada hipertensi sekunder diantaranya : a. Hipertensi renovaskular 

Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, seperti pada tabel dibawah ini.

Gambaran epidemiologis Hipertensi yang tidak disertai adanya riwayat keluarga

Umur di bawah 20 tahun atau di atas 50 tahun Perokok 

Ras kulit putih

Gambaran hipertensinya Kenaikan tekanan darha yang mendadak dari sedang menjadi berat

Hipertensi mendadak setelah trauma abdomen Hipertensi yang sulit dikendalikan dengan

(4)

terapi biasa

Terdapat retinopati yang tidak sesuai dengan tingginya tekanan darah

Respons terapi yang sempurna terhadap  penghambat enzim pengkonversi angiotensin

Tidak terdapat respons atau terjadi peningkatan tekanan darah setelah pemberian diuretik 

Keterlibatan ginjal Azotemia yang tidak bisa diterangkan  penyebabnya

Proteinuria berat yang tidak bisa diterangkan  penyebabnya

Terjadi penurunan fungsi ginjal setelah terapi dengan penghambat enzim pengkonversi angiotensin

Adanya

hiperaldosteronisme

Hipokalemia Alkalosis

Gambaran lain Terdengar murmur di daerah abdomen

Terdengar murmur di daerah karotis atau  pembuluh darah besar lain

Peningkatan aktivitas renin plasma (ARP) yang tak dapat diterangkan sebabnya

  b. Hiperaldosteronisme primer 

Adanya gejala poliuria, polidipsi, kelemahan otot karena hipokalemia  pasien hipertensi sekunder karena penyakit ini

c. Cushing’s Syndrome

Gejala klinis tergantung dari aktivitas glukokortikoid yaitu mudah lelah, striae, moon face, obesitas daerah perut, hipertensi gangguan toleransi glukosa, ulkus peptikum, osteoporosis, mudah timbul ekimosis, simenorea. d. Feokromositoma

Hipertensi bersifat labil dan berat disertai sakit kepala, berkeringat,  palpitasi dan tremor pada tangan. Pada pasien biasa terjadi hiperglikemia.

(5)

Kebanyakan pasien kurus, pada pemeriksaan fundus didapatkan retinopati hipertensif. Karena ada hambatan fungsi baroreseptor akan terjadi hipotensi ortostatik.

2. Pemeriksaan Fisik 

Diawali pada keadaan umum. Dilihat apakah ada tampilan moon face seperti pada Cushing’s Syndrome.

Selanjutnya dilakukan perbandingan tekanan darha dan denyut nadi pada kedua ekstremitas atas pada saat berbaring dan berdiri. Meningkatnya tekanan diastolik dari posisi berbaring ke posisi berdiri cocok dengan hipertensi esensial.

Pemeriksaan funduskopi dapat memberikan suatu penilaian untuk  lamanya hipertensi dan prognosis. Palpasi dan auskultasi arteri karotis harus dilakukan untuk mengetahui adanya tidaknya stenosis atau oklusi. Pada   pemeriksaan paru dan jantung dicari ada tidaknya tanda-tanda hipertrofi

ventrikel kiri atau dekompensasi jantung. Ini biasanya ditemukan pada hipertensi dengan komplikasi.

Pada pemeriksaan abdomen didengarkan ada tidaknya bruit pada auskultasi yang menandakan adanya stenosis arteri renalis. Bruit ini memiliki komponen diastolik atau bisa kontinu, dan sangat baik terdengar pada sebelah kanan atau kiri dari garis tengah di atas umbilikus atau pada panggul. Abdomen   juga harus dipalpasi untuk mencari ada tidaknya aneurisma abdomen dan  pembesaran ginjal pada penyakit poliskistik ginjal.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan dasar untuk evaluasi awal :

a. Darah perifer lengkap, protein dan glukosa di urin serta serum kreatinin dan atau nitrogen urea dalam darah, untuk menilai fungsi ginjal. Bisa juga dilakukan urinalisa secara mikroskopik 

b. Hematokrit

c. Level serum postassium untuk menilai adanya mineralokortikoid yang menginduksi hipertensi

(6)

d. Glukosa ndarah digunakan untuk menilai adanya diabetes mellitus yang dapat berhubungan dengan aterosklerosis, nefropati diabetik pada   pasien dengan hipertensi. Adanya aldesteronisme primer, Cushing’s

syndrome dan feokromositoma dapat berkaitan dengan hiperglikemia.

e. Kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL dan trigliserida dinilai untuk melihat ada tidaknya faktor predisposisi untuk aterosklerosis f. EKG, harus dilakukan pada semua kasus. Sebenarnya penilaian echocardiogram lebih sensitif untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri  pada hipertensi dengan komplikasi

g. Rontgen thoraks. Dapat dibantu melihat adanya dilatasi aorta atau elongasi yang tampak pada koarktasio aorta.

Pada beberapa pasien, pengaturan tekanan darah ditempat praktek  menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan pengukuran di rumah. Ini disebut white-coa hypertension. Pada pasien yang dicurigai demikian dapat dilakukan pengukuran tekanan darah diluar tempat praktek dengan ambulatory  blood pressure monitoring (ABPM). Alat ini diprogram untuk mengukur tekanan

darah tiap 15 – 30 menit selama 24 jam pada saat pasien melakukan aktivitas normal sehari-hari.

Diagnosis pada hipertensi sekunder  1. Hipertensi Renovaskular 

Tes seleksi diantaranya adalah pielografi intravena sekuensial, ARP,  perifer dan renogram Hippuran. Pada pielogram intravena sekuensial, ginjal yang sakit tampak lebih kecil (berbeda <1,5 cm). Pengeluaran kontras terlambat, sistem kalises mengandung kontras lebih banyak dan kolateral  pembuluh darah tampak lebih banyak.

ARP perifer basal meningkat pada sekitar 70% hipertensi renovaskular dan 30% diantaranya normal. Tes kaptopril juga bisa dikerjakan. Tes ini didasarkan atas efek kaptopril dalam menghambat

(7)

  pembentukan angiotensin II. Pada pemberian kaptopril, pasien hipertensi akan mengalami peningkatan kadar renin plasmanya.

Pada renogram hipuran akan tampak perbedaan waktu untuk mencapai   puncak lebih dari 40 detik, perlambatan dalam eliminasi hippuran dari

korteks dan perbedaan dalam ukuran dan aliran darah antara kedua ginjal. Tes konfirmasi untuk hipertensi renovaskular adalah arteriografi ginjal. Dengan tindakan ini disamping diagnostik pasti dapat ditegakkan,   juga dapat diketahui sifat dan lokasi stenosis yang terjadi. Untuk tindakan

yang tidak invasif dilakukan magnetic resonance angiography (MRA)

2. Hiperaldosteronisme primer 

Sebelum dilakukan tes seleksi, obat-obatan yang mempengaruhi  pengaktifan renin plasma dan aldosteron dihentikan, misalnya spironolaktin 6

minggu, diuretik 4 minggu, ACE Inhibitor 2 minggu, penghambat simpatis 1 minggu, antagonis kalsium 1 minggu dan vasodilator 1 minggu.

Tes seleksi hiperaldosteronisme primer terdiri dari kalium serum, kalium urin, rasio aldosteron, aktivitas renin plasma (ARP) dan tes supresi kaptopril.

Pada tes-tes tersebut diatas didapatkan kadar kalium serum kurang dari 3,5 meq/L dan kalium urin > 30 meq/24 jam dan rasio aldosteron/ARP > 30 – 50.

Tes supresi kaptopril dilakukan dengan pemberian 25 mg kaptopril, sesudah 2 jam kadar aldosteron > 15µ g/dl.

3. Cushing’s Sundrome

Diagnosis Cushing’s syndrome selain gejala klinis juga perlu   pemeriksaan laboratorium atau sarana penunjang lain seperti CT-Scan atau MRI. Tes laboratorium mengukur kortikol urin 24 jam atau kortisol plasma   jam 8 pagi sesudah mendapat deksametason 1mg pada jam 11 malam.

Kortisol dalam urin meningkat sampai 2 kali lipat atau lebih dari normal. Dengan tes deksametason pada orang normal, kadar kortisol dalam plasma

(8)

kurang dari 4 µ g/dl, sedangkan pada Cushing’s syndrome kortisol dalam plasma > 10 µ g/dl. Uji supresi deksametason juga dilakukan untuk  membedakan tumor adrenal dan hipertensi yaitu pemberian deksametason dosis rendah 2 mg/hari selama 2 hari I disusul 8 mg/hari selama 2 hari  berikutnya.

4. Feokromositoma

Pada pengukuran kadar katekolamin urin 24 jam, bila kadar  katekolamin > 100 µ g/hari maka norepinefrin dan epinefrin harus diukur  dari sampel yang sama. Pada tumor medulla adrenal kadar katekolamin > 30

µ g/hari

Penatalaksanaan

Pengobatan hipertensi merupakan pengobatan seumur hidup. The Joint    National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of Jigh Blood   Pressure, menganjurkan saat mulainya pengobatan berdasarkan pada tipe kelompok  risiko yang ditentukan oleh derajat hipertensi, adanya kerusakan organ target dan faktor risiko kardiovaskular lainnya.

Derajat hipertensi (mmHg)

Kelompok risiko A (Tak ada faktor   risiko, tak ada kerusakan organ target)

Kelompok Risiko B ( mi ni mal 1 fa kt or   risiko, tak termasuk  diabetes, tak ada kerusakan organ target)

Kelompok risiko C (kerusak an organ target dan atau diabetes, dengan atau tanpa faktor risiko lain)  Normal tinggi (130-139/B589) Derajat 1 (140-159/90-99) Derajat 2 dan 3 (≥ 160/≥ 100)

Perubahan gaya hidup

Perubahan gaya hidup (sampai 12 bulan) Terapi obat

Perubahan gaya hidup

Perubahan gaya hidup (sampai 6 bulan) terapi obat

Terapi obat

Terapi obat

Terapi obat

Adapun faktor resiko kardiovaskular dan kerusakan organ target pada pasien hipertensi diantaranya ialah :

(9)

Merokok Penyakit jantung

Dislipidemia - Hipertrofi ventrikel kiri

Diabetes mellitus - Angina/riwayat infark miokard Umur diatas 60 tahun - Riwayat revaskularisasi koroner 

- Gagal jantung Jenis kelamin (pria dan wanita pasca

menopause)

Strok atau serangan iskemia selintas

Riwayat penyakit kardiovaskular  dalam keluarga

 Nefropati

Wanita < 65 tahun Penyakit arteri perifer  Pria < 55 tahun Retinopati

Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis  penatalaksanaan :

I. Penatalaksanaan Non Farmakologis (perubahan gaya hidup) Secara umum penatalaksanaan non farmakologis diantaranya:

a. Menghilangkan stress b. Pengaturan diet

c. Olahraga teratur 

d. Menurunkan berat badan (bila diperlukan)

e. Kontrol faktor resiko lain yang bisa memperberat terjadinya aterosklerosis.

Pengaturan diet terdiri atas 3 aspek :

1. Karena kemanjuran dari restriksi natrium dan volume intravaskular dalam menurunkan tekanan darah, pasien sebelum diinstruksikan untuk mengurangi intake natrium secara drastis. Bagaimanapun juga beberapa penelitian menyebutkan adanya penurunan 5 mmHg pada tekanan darah sistolik dan penurunan 2,6 mmHg pada tekanan diastolik bila sodium dikurangi sampai 75 meq/hari. Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa beberapa pasien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap garam dan kadar asupan sodium mempengaruhi tekanan darah. Karena tidak adanya resiko yang nyata dari restriksi natrium ringan, pendekatan yang paling praktis ialah dengan menyarankan diet

(10)

restriksi natrium ringan (hingga 5 gr NaCl/hari), yang bisa didapatkan dengan tidak menambahkan garam pada makanan yang biasa. Pendekatan yang pada faktornya berguna ialah dengan metode diet DASH (dietary approaches to stop hypertension) yang menggunakan makanan-makanan alami yang tinggi kalium dan rendah lemak jenuh, penekanan pada konsumsi buah dan sayuran serta produk-produk rendah kalori. Diet ini secara signifikan menurunkan tekanan darah kepada hipertensi stage I. Kombinasi dari diet DASH dengan restriksi natrium sedang akan membuat tekanan darha yang besar daripada dengan manipulasi diet tunggal.

2. Restriksi kalori diharuskan pada pasien hipertensi dengan overweight. Beberapa pasien yang obese menunjukkan penurunan tekanan darah yang signifikan sebagai konsekuensi dari penurunan berat badan. Pada penelitian TAIm (Trial of Antihypertensive Interventions and  Management ), penurunan berat badan (rata-rata 4,4 kg dalam 6 bulan) akan menurunkan tekanan darah sebanyak 2,5 mmHg.

3. Restriksi asupan kolesterol dan lemak jenuh direkomendasikan, karena dengan diet ini akan menurunkan insiden komplikasi arteriosklerosis.

Olahraga teratur dianjurkan sesuai dengan status batas kardiovaskular   pasien. Olahraga tidak hanya membantu menurunkan berat badan tetapi juga

terbukti menurunkan tekanan arteri. Olahraga isotonik (seperti berenang,  joging) lebih baik daripada olahraga isometrik (seperti angkat beban)

II. Penatalaksanaan Farmakologis

Pengobatan hipertensi berlandasrkan beberapa prinsip: (1) pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan kausal, (2) pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi; (3) upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat antihipertensi

(11)

selain dengan perubahan gaya hidup; (4) pengobatan hipertensi primer adalah  pengobatan jangka panjang dengan kemungkinan besar untuk seumur hidup;

(5) pengobatan menggunakan algoritma yang dianjurkan The Joint National  Commitee on Detection, Evaluatio and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII).

Pada sebagian besar pasien pengobatan dimulai dengan dosis kecil obat antihipertensi yang dipilih, dan jika perlu dosisnya secara perlahan-lahan dinaikkan, bergantung pada umur, kebutuhan dan hasil pengobatan.

Obat antihipertensi kerja panjang yang mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam lebih disukai daripada obat jangka pendek  disebabkan oleh beberapa faktor: (1) kepatuhan lebih baik dengan dosis sekali sehari; (2) harga obat dapat lebih murah; (3) pengendalian tekanan darah perlahan-lahan dan persisten; (4) mendapat perlindungan terhadap faktor risiko seperti kematian mendadak, serangan jantung dan stroke, yang disebabkan oleh peninggian tekanan darah pada saat bangun setelah tidur  malam hari.

Apabila tekanan darah telah turun dan dosis antihipertensi stabil dalam waktu 6 – 12 bulan, dosis obat dapat dicoba diturunkan dengan   pengawasan ketat, tetapi tidak langsung dihentikan. Di dalam klinik,   penghentikan obat antihipertensi jarang terjadi dan hampir seluruh pasien

(12)

Oleh karena faktor yang mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer sangat banyak, obat antihipertensi yang dikembangkan tentu saja berdasarkan pengetahuan patofisiologi tersebut. 1. Diuretik  

Diuretik mempunyai efek antihipertensi dengan cara menurunkan volume ekstraseluler dan plasma sehingga terjadi penurunan curah   jantung. Tiazid menghambat reabsorbsi natrium di segmen kortikal

ascending limb, loop Henle dan pada bagian awal tubulus distal. Hidroklorotiazid merupakan jenis yang sering dipakai pada pengobatan hipertensi. Pada pemberian oral obat ini dimulai bekerja setelah 1 jam dan mempunyai jangka waktu kerja selama 8 – 12 jam. Dosis yang sering dipakai adalah 25 – 50 mg, 1 – 2 kali tiap hari. Jarang digunakan dosis yang lebih tinggi karena tidak akan menghasilkan efek yang lebih baik. Apabila diharapkan efek jangka panjang dapat digunakan klortalidon yang dapat diberikan dengan dosis 25 – 100 mg tiap hari. Efek  antihipertensi obat golongan ini tidak hanya disebabkan oleh efek  hipovolemia. Pada pemberian jangka panjang akan menurunkan tahanan

perifer. Efek samping yang sering dijumpai adalah hipokalemia, hiponatremia, hiperurisemia, dan gangguan lain seperti kelemahan otot, muntah dan pusing. Hipokalemia merupakan efek samping yang banyak  dijumpai dan diketahui dapat meningkatkan risiko aritmia jantung. Mengingat berbagai efek samping yang membahayakan, sekarnag terdapat kecenderungan menggunakan diuretik dengan dosis yang rendah disertai dengan penggunaan asupan garam. Penggunaan diuretik pada orang tua, menurut beberapa ahli lebih banyak efek samping dibandingkan dengan efektivitasnya. Pada gangguan fungsi ginjal tiazid tidak dianjurkan karena tidak menunjukkan efek antihipertensi. Pada keadaan ini dapat digunakan golongan loop diuretics, seperti furesemid dan asam etakrinik. Golongan ini termasuk diuretik kuat yang bekerja pada segmen tebal medullary ascending limb, loop Henle. Dosis furesemid umumnya 40 mg tiap hari. Aldakton dan triamteren termasuk 

(13)

dalam potassium sparing diuretics karena cara kerjanya menghambat ekskresi natriu, sekresi kalium, dan hidrogen pada tubulus distal. Aldakton dapat diberikan 50 – 100 mg, 1 – 2 kali tiap hari, sedangkan triamteren 50 – 100 mg, dua kali tiap hari. Efek samping yang dapat terjadi adalah hiperkalemia sehingga jarang dipakai pada hipertensi  primer dengan komplikasi penurunan fungsi ginjal.

2. Golongan penghambat simpatetik 

Penghambatan aktivitas simpatik dapat terjadi pada saat pusat vasomotor otak seperti pada pemberian metildopa dan klonidin atau pada ujung saraf perifer seperti reserpin dan guanetidin.

Metildopa mempunyai efek antihipertensi dengan menurunkan tonus simpatik secara sentral. Mekanisme kerja yang lain ialah dengan cara mengganti noreepinefrin di saraf perifer dengan metabolit metildopa yang kurang poten. Efek hipotensinya lambat dan baru mencapai  puncaknya pada hari ke 2 – 4. Dosis yang biasa dipakai adalah 250 mg, 2   – 3 kali tiap hari dan jika diperlukan dapat dinaikkan sampai dosis

maksimal 2000 mg tiap. Efek samping dapat berupa anemia hemolitik, gangguan faal hati, dan kadang-kadang dapat timbul hepatitis kronik. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan pada kehamilan tanpa menimbulkan banyak efek samping.

Klonidin mempunyai cara kerja yang tidak berbeda dengan metildopa yaitu mempengaruhi tonus simpatik secara sentral. Dosis yang diperlukan lebih rendah yaitu 0,1 – 0,2 mg tiap hari dengan dosis terbagi. Efek samping yang timbul adalah sedasi, rasa lelah, rasa kering dan mukosa mulut dan bibir, impotensi, dan pusing. Obat ini tidak boleh dihentikan pemberiannya secara mendadak karena adanya rebound effect yaitu peninggian tekanan darah secara cepat. Kombinasi klonidin dengan   penyekat beta oleh beberapa penyelidik tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan gangguan serebral. Kelebihan klonidin adalah dapat diberikan secara parenteral dengan saat mulai kerja yang cepat sehingga dapat digunakan pada kegawatan hipertensi.

(14)

Reserpin atau golongan alkaloid rauwolfia juga mempunyai efek  sentral. Obat ini dapat diberikan secara parenteral, akan tetapi penurunan tekanan darah yang terjadi sulit diduga sehingga jarang digunakan sebagai obat antihipertensi parenteral.

3. Penyekat Beta

Mekanisme antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan curah  jantung dan penekanan sekresi renin. Obat golongan ini dibedakan dalam

2 jenis: (1) yang menghambat reseptor beta I; (2) yang menghambat reseptor beta 1 dan 2. Penyakit beta yang kardio-selektif berarti hanya menghambat reseptor beta 1. Akan tetapi, dosis tinggi obat ini juga menghambat reseptor beta 2 sehingga penyekat beta tidak dianjurkan  pada pasien yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti

asma bronkial.

Berdasarkan kelarutannya dalam air dan lemak, penyekat beta dibedakan menjadi dua golongan: (1) golongan yang larut dalam lemak  seperti asebutolol, alprenolol, metoprolol, oksprenolo, pindolol,   propanolol, dan timolol, yang mempunyai waktu paruh yang relatif    pendek, yaitu 2 – 6 jam ; (2) golongan yang lebih larut dalam air dan

dieliminasi melalui ginjal seperti atenolol, nadolol, praktolol dan sotalol yang mempunyai waktu paruh yang lebih panjang, yaitu 6 – 24 jam, sehingga dapat diberikan satu kali sehari.

Efek samping yang timbul lebih banyak disebabkan oleh efek    blokade terhadap reseptor beta dan tidak berhubungan dengan dosis. Kontraindikasi penyekat beta adalah pada pasien asma bronkial, gagal  jantung, dan blok atrioventrikular.

Efek samping bradikardia dapat diperkecil jika dipilih obat yang mengandung instrinsic sympathomimetic activity ( ISA). Penyekat beta yang mengandung ISA, misalnya pindolol, menurunkan tekanan darah dengan cara mengurangi tahanan perifer yang disebabkan oleh efek  vasodilatasi tanpa mempengaruhi curah jantung.

(15)

4. Vasodilator 

Yang termasuk golongan ini adalah doksazosin, prazosin, hidralazin, minoksidil, diazoksid, dan sodium nitroprusid. Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan cara relaksasi otot   polos yang akan mengakibatkan penurunan resistensi pembuluh darah. Hidralazin, minoksidil, dan diazoksid bekerja pada arteri sehingga   penurunan resistensi pembuluh darah akan diikuti oleh peninggian

aktivitas simpatik. Peninggian aktivitas simpatik ini akan menimbulkan takikardia dan peninggian kontraktilitas otot miokard yang akan mengakibatkan peningkatan curah jantung.

Sodium nitroprusid selain bekerja pada arterial juga bekerja pada vena sehingga efek samping yang timbul adalah hipotensi ortostatik yang disebabkan oleh penumpukan darah dalam vena.

Dengan pemberian oral, dosis hidralazin adalah 10 – 25 mg tiap hari yang dapat dinaikkan 10 – 25 mg tiap kali sampai tercapai penurunan tekanan darah yang diinginkan. Dosis maksimal adalah 200 mg yang diberikan secara terbagi. Dengan pemberian oral absorpsi sangat baik dan efek antihipertensi timbul setelah 1 jam. Obat ini dimetabolisme dalam hati dengan waktu paruh 3 – 4 jam. Pemberian intravena biasanya dengan dosis 10 – 20 mg dan jika diperlukan dapat dinaikkan sampai 40 mg. Efek  vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, portal-hepatik, dan koroner  lebih besar jika dibandingkan dengan efek vasodilatasi pada pembuluh darah otak, otot, dan kulit.

Minoksidil biasanya diberikan dengan dosis 2,5 – 25 mg tiap hari dengan pemberian sekali sehari. Efek vasodilatasinya mirip dengan hidralazin, hanya lebih kuat. Obat ini dapat digunakan pada pasien hipertensi yang sulit dikendalikan dengan obat lain.

Doksazasin termasuk dalam α 1 receptor blockers yang mempunyai efek penurunan tekanan darah dalam 24 jam sehingga dapat diberikan sekali sehari dengan dosis 1 – 4 mg.

(16)

Prazosin mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, digunakan dengan dosis efek antara 2,5 – 7,5 mg tiap hari.

Diazoksid adalah obat antihipertensi yang dapat diberikan secara  parenteral sehingga dapat dipakai pada kedaruratan hipertensi. Dosis awal adalah 100 mg yang dapat diberikan secara bolus intravena dan dapat diulangi jika diperlukan

Sodium nitroprusid biasanya diberikan dengan infus dengan kecepatan rata-rata 3 mikrogram/kgBB/menit dengan kisaran antara 0,5 –  8 mikrogram/kgBB/menit. Sodium nitroprusid merupakan vasodilator  yang poten terhadap otot polos. Efek samping yang terjadi disebabkan oleh efek antihipertensi yang berlebihan.

5. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin

Obat golongan ini dikembangkan, berdasarkan pengetahuan tentang pengaruh sistem renin-angiotensin pada hipertensi primer. Enzim konversi angiotensin mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang aktif dan mempunyai efek vasokonstriksi pembuluh darah. Kaptopril yang dapat diberikan secara oral menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat enzim konversal angiotensin sehingga terjadi penurunan kadar angiotensin II, yang mengakibatkan penurunan aldosteron dan dilatasi arteriol. Selain itu, obat ini menghambat degradasi bradikinin yang merupakan vasodilator kuat yang akan memperkuat efek  antihipertensinya. Pada hipertensi ringan dan sedang dapat diberikan dosis 2 kali 12,5 mg tiap hari. Dosis yang biasanya adalah 25 – 50 mg tiap hari. Penggunaan dosis yang lebih tinggi dari 50 mg pada pasien dengan kreatinin serum di atas 1,5 mg% perlu berhati-hati. Efek samping yang timbul adalah kemerahan kulit, gangguan pengecap, agranulositosis,  proteinuria dan gagal ginjal.

(17)

Hubungan antara kalsium dengan sistem kardiovaskular telah lama diketahui. Aktivitas kontraksi otot polos pembuluh darah diatur oleh kadar ion kalsium (Ca+2) intrasellular bebas yang sebagian besar berasal dari ekstrasel dan masuk melalui saluran kalsium (calcium channels). Peningkatan kontraktilitas otot jantung akan mengakibatkan peninggian curah jantung. Hormon presor, seperti angiotensin, juga akan meningkat efeknya oleh pengaruh kalsium.

Antagonis kalsium menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium, menghambat pengeluaran kalsium dari pemecahan retikulum sarkoplasma, dan mengikat kalsium pada otot polos pembuluh darah. Golongan obat ini seperti nifedipin, diltiazem, dan verapamil menurunkan curah jantung dengan menghambat kontraktilitas, yang akan menurunkan tekanan darah.

Verapamil pada penggunaan jangka pendek dan panjang menunjukkan efek pada jantung dan pembuluh darah yang berupa efek  antihipertensi yang sedang. Kombinasi dengan diuretik akan meningkatkan efek antihipertensinya. Verapamil tidak dianjurkan untuk  dikombinasikan dengan penyekat beta karena dapat menimbulkan  bradikardia dan gangguan atrioventrikular.

 Nifedipin mempunyai efek 10 kali lebih besar terhadap pembuluh darah daripada otot jantung. Obat ini mempunyai efek vasodilatasi seperti hidralazin. Perbedaan yang mencolok ialah obat ini menurunkan resistensi pembuluh darah koroner dan menurunkan kebutuhan oksigen miokard. Untuk mendapatkan efek yang lebh baik nifedipin dapat dikombinasikan dengan metildopa atau penyekat beta. Efek samping yang timbul berupa rasa panas pada muka dan edema pada esktremitas bawah. Umumnya efek samping golongan antagonis kalsium sangat minimal yaitu tidak terdapat perubahan fungsi ginjal, SGOT dan SGPT.

Obat antagonis kalsium generasi baru dan lama dengan formula khusus (sustained release), mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam sehingga dapat diberikan sekali sehari.

(18)

7. Angiotensin II receptor blocker 

Pada saat ini, yang sudah banyak dipakai dalam klinik adalah obat yang memblok reseptor ATI. Sebagai contoh adalah losartan, suatu derivat imidazol nonpeptida, yang sudah terbukti efektif menurunkan tekanan darah secara oral karena memblok efek presor angiotensin II. Obat golongan ini menimbulkan efek hemodinamik seperti penghambat ACE, tetapi tidak menimbulkan efek samping batuk karena tidak  meningkatkan kadar bradikinin.

Penatalaksanaan Farmakologis pada Hipertensi Sekunder  1. Hipertensi ginjal

Terdapat cukup bukti bahwa hipertensi mempercepat  penurunan fungsi ginjal. Bertalian dengan patofisiologi hipertensi dan kelainan ginjal, pengobatan hipertensi akan mengurangi progresivitas fungsi ginjal.

 Pembatasan Natrium

Retensi natrium disertai peningkatan cairan ekstraselular  sangat berperan terhadap hipertensi ginjal dan penurunan tekanan darah. Cara-cara pembatasan natrium yaitu: (1) pembatasan natrium dalam sehari sampai 2 g (88 mmol); (2) Mengukur berat badan dan tekanan darah secara teratur; (3) pemeriksaan ureum dan kreatinin serum dan (4) dilarang pemberian tambahan garam kalium.

Pembatasan natrium sebanyak 2 g/hari pada pasien rawat jalan sangat bermanfaat tetapi perlu pendidikan terhadap diet dan kerjasama dengan pasien. Pasien dievaluasi terhadap tanda-tanda dehidrasi (hipotensi ortostatik atau penurunan berat badan yang cepat) atau   peningkatan ureum dan kreatinin. Bila terjadi gagal ginjal terminal dengan gejala asidosis metabolik yang memerlukan bikarbonat,   pemakaian natrium perlu disesuaikan. Pemberian cairan sitrat lebih

(19)

baik daripada natrium klorida. Bila dengan cara ini belum memberikan hasil yang memuaskan terhadap pengendalian tekanan darah, perlu ditambahkan diuretic.

 Diuretik 

Tiazid khasiatnya kurang bila diberikan pada pasien hipertensi renal dengan kadar kreatinin lebih dari 2 mg% atau kliren kreatinin kurang dari 30 mL/menit sebab kerjanya pada nefron distal dimana natrium rendah.

Diuretik loop seperti furosemid, asam etakrin, bumetamid, dan toresemid merupakan pilihan utama untuk penanggulangan kelebihan cairan ekstraselular dan hipertensi dengan filtrasi glomerolus kurang dari 30 ml/menit. Kerja diuretik loop adalah menghambat reabsorbsi natrium dan klorida pada loop Henle yang naik di daerah medulla sebanyak 25 – 30%. Perlu pembatasan natrium selama pengobatan dengan diuretik, sebab retensi natrium dapat terjadi sebagai kompensasi. Berat badan ditimbang setiap hari dan waktu   penimbangan yang sama untuk mengetahui keseimbangan natrium. Dosis permulaan furosemid pada pasien dengan filtrasi glomerolus kurang dari 50% adalah dosis tunggal intravena 40 mg perhari atau oral 80 mg perhari.

Efek samping adalah hipokalemia dan gangguan toleransi gula. Efek furosemid menjadi toksik bila gagal ginjal memburuk atau  pemberian bersama aminoglikosida.

Pengobatan kombinasi diuretik loop dan tiazid

Pengobatan kombinasi ini dapat memberi khasiat positif  walaupun tes klirens kreatinin kurang dari 10 mL/menit. Kerja   pengobatan kombiasi ini adalah diuretik loop bekerja pada bagian  proksimal yang menghambat absorbsi natrium, sehingga natrim yang

(20)

 Penghambat Enzim Pengkonversi Angiotensin

Kerja obat golongan ini adalah menurunkan tekanan dalam kapiler glumerulus sehingga mencegah terjadinya sklerosis dan kerusakan glomerulus. Menurut Diabetes Collaborative Study Group   pada diabetes tipe II, pemberian kaptopril dapat memperlambat  progresivitas fungsi ginjal. Jadi kerja penghambat enzim pengkonversi

angiotensin selain antihipertensi juga untuk memperlambat  progresivitas penyakit ginjal.

 Antagonis Kalsium

Antagonis kalsium mempunyai sifat vasodilatasi arteriol aferen sehingga tekanan dalam kapiler glomerulus meningkat. Keadaan tersebut dalam waktu lama akan mempengaruhi fungsi ginjal.

 Pengobatan Kombinasi

Pengobatan kombinasi antara golongan penghambat enzim   pengkonversi angiotensin dan antagonis kalsium diberikan pada   pasien hipertensi dengan gagal ginjal yang berat atau yang telah resisten. Bila kombinasi kedua obat tersebut belum berhasil dapat ditambahkan vasodilator seperti minoksidil. Obat ini bekerja langsung  pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos dan mengakibatkan  penurunan resisten vaskular yang diikuti oleh aktivitas simpatik dan

terjadi takikardia. Penyekat beta perlu ditambahkan untuk mencegah rangsangan pada jantung.

 Diet Rendah Protein

Diet rendah protein mempunyai pengaruh terhadap penurunan tekanan dalam kapiler glomerulus. Karena itu diet rendah protein

perlu dilakukan bersamaan dengan cara-cara di atas untuk  mengendalikan tekanan darah agar penurunan faal ginjal dapat diperlambat. Pembatasan protein adalah 0,3 sampai 0,5 kg/BB.

(21)

2. Hipertensi Renovaskular 

Penatalaksanaan hipertensi renovaskular meliputi terapi obat,  Percutaneus Transluminal renal Angiplasty (PTRA), nefrektomi, dan

ablasi renal (renal ablation).

Banyak studi menunjukkan bahwa tekanan darah dapat dikendalikan pada kebanyakan pasien hipertensi renovaskular, terutama pada pemakaian penghambat enzim pengkonversi angiotensin dosis tinggi atau kombinasi beberapa obat antihipertensi.   Namun demikian, pemakaian obat antihipertensi memberikan risiko  penyumbatan arteri renalis yang dapat mengakibatkan trombosis arteri

atau perburukan fungsi ginjal yang progresif.

Penghambat enzim pengkonversi angiotensin walaupun efektif  dalam menurunkan tekanan darah tetapi memberikan risiko yang tinggi untuk terjadinya azotemia, akibat penurunan laju filtrasi glomerulus. Antagonis kalsium menghambat aktivitas angiotensin II pada arteriol sistemik, arteriol aferen, mesangium dan zona glomerulosa korteks adrenal. Jadi, antagonis kalsium tidak  menghambat secara penuh aksi angiotensin II pada arteri aferen. Dengan demikian, berbeda dengan penghambat enzim pengkonversi angiotensin, antagonis kalsium dapat mempertahankan laju filtrasi glomerulus pada daerah ginjal setelah stenotik (  post stenotic area). Penyakit beta (beta blocker ) juga efektif dalam menurunkan tekanan darah karena kerjanya yang menghambat sekresi renin. Tetapi risiko untuk terjadinya penurunan laju filtrasi glomerulus daerah ginjal setelah stenotik tetap tinggi. Diuretik, dapat dipergunakan pada hipertensi yang resisten, tetapi pada umumnya tidak terlalu efektif.

Percutaneus transluminal renal angioplasty (PTRA), nefroktomi dan ablasi renal, adalah tindakan-tindakan bedah yang dapat mengatasi hipertensi renovaskular secara kausal.

(22)

Bila penyebabnya adalah suatu adenoma, pembedahan merupakan pengobatan pilihan, walaupun tidak semua pasien berhasil menjadi normotensi. Pada bentuk hiperplasia pengobatan ditujukan untuk memperbaiki keseimbangan elektrolit yaitu dengan pemberian antagonis aldosteron (spironolakton) atau diuretik hemat kalium (amilorid).

4. Cushing’s Syndrome

Pada tumor adrenal dilakukan tindakan pembedahan dan   pemberian kortikosteroid sebagai subtitusi. Pada kasus hyperplasia akibat rangsangan ACTH, pengobatan ditujukan baik terhadap kelenjar adrenal maupun terhadap hipofisis. Bila harus dilakukan pembedahan terhadap kelenjar adrenal, harus diikuti dengan  pemberian kortkosteroid subtitusi.

5. Feokromositoma

Pengobatan medikamentosa mendahului tindakan pembedahan sangat berfaedah. Fenoksibenzamin (dibenzilin) atau prazosin oral sangat efektif. Antagonis kalsium juga digunakan oleh beberapa sarjana. Penghambat α dan β yaitu labetalol secara teori bermanfaat.

Pertimbangan Khusus

Beberapa kelompok pasien hipertensi memerlukan suatu pertimbangan khusus dalam pemilihan obat antihipertensi. Diantaranya adalah :

1. Gangguan ginjal

Adanya gangguan ginjal karena menurunnya tekanan arteri pada pasien hipertensi sering terlihat dari adanya peningkatan serum kreatinin.

Bila serum kreatinin meningkat pada pasien hipertensi yang diobati dengan ACE inhibitor ini perlu perhatian khusus, karena pada pasien ini bisa mengalami gangguan pada arteri renalis bilateral. Fungsi ginjalnya akan  berlanjut memburuk selama pemberian ACE inhibitor.

(23)

Penggunaan ACE inhibitor harus berhati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan fungsi ginjal harus dinilai secara berkala (setiap 4 –  5 hari) pada 3 minggu pertama.

Walaupun obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan stenosis arteri renalis bilateral, bersama dengan penghambat reseptor angiotensin merupakan obat pilihan pada pasien dengan stenosis arteri renalis unilateral dan dengan fungsi ginjal kontralateral yang normal, serta bisa juga pada pasien dengan gagal ginjal kronik dengan atau tanpa diabetes mellitus.

2. Penyakit jantung koroner 

β blocker berguna sebagai obat antihipertensi pada pasien dengan   penyakit jantung koroner. ACE inhibitor juga berguna untuk pasien ini

khususnya dengan hipertensi dan disfungsi ventrikel kiri

3. Diabetes mellitus

ACE inhibitor atau penghambat reseptor angiotensin merupakan langkah   pertama pengobatan hipertensi pada pasien dengan DM tipe II. Keduanya diketahui tidak memiliki efek merugikan pada metabolisme glukosa atau lemak  dan meminimalisir terjadinya nefropati diabetik dengan mengurangi resisten   pembuluh darah renal dan tekanan perfusi renal. Suatu penelitian telah

menunjukkan bahwa pengaturan tekanan darah yang rendah pada pasien dengan diabetes adalah ideal untuk mencegah progresivitas dari gangguan end-organ yaitu pada tekanan darah 130/80 mmHg.

4. Usia tua (> 65 tahun)

Beberapa penelitian melaporkan bahwa pasien usia tua yang sehat, baik wanita maupun laki-laki yang diobati dengan obat antihipertensi menunjukkan  pengurangan resiko stroke.

(24)

Komplikasi pada hipertensi yang tidak diobati berkaitan dengan meningkatnya tekanan darah yang menimbulkan perubahan fungsi pada sistem vaskularisasi dan hati, atau karena aterosklerosis yang biasanya menyertai suatu hipertensi yang lama.

a. Penyakit hipertensif kardiovaskular 

Komplikasi kardiovaskular merupakan penyebab utama dari kematian karena hipertensi primer. Elektrokardiografi menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri pada 15% kasus hipertensi kronik. Ini merupakan prediktor yang kuat untuk menentukan prognosis. Hipertrofi ventrikel kiri dapat menyebabkan gagal jantung kongestif, aritmia ventrikel, iskemia miokard dan kematian mendadak.

 b. Penyakit hipertensif serebrovaskular 

Hipertensi merupakan predisposisi utama dari stroke, terutama  perdarahan intraserebral dan juga infark serebral. Komplikasi serebrovaskular ini sangat berkaitan dengan tekanan darah sistolik daripada tekanan darah diastolik. Insiden dari komplikasi ini dikurangi dengan penggunaan terapi antihipertensi. c. Penyakit ginjal hipertensi

Hipertensi kronik dapat menimbulkan nefrosklerosis, penyebab umum dari renal insufisiensi. Pengontrolan tekanan darah yang agresif dapat mengurangi proses ini. Pada pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah harus 130/85 mmHg atau lebih rendah bila ada proteinuria.

ACE inhibitor terbuktif efektif untuk mencegah komplikasi lanjut. d. Komplikasi aterosklerosis

Merupakan komplikasi hipertensi jangka lama. Faktor resiko  pembentukan aterosklerosis diantaranya juga termasuk : merokok, dislipidemia dan DM. Terapi antihipertensi dapat efektif untuk mengurangi adanya komplikasi lanjut yang dapat menimbulkan penyakit jantung koroner.

(25)

Pada berbagai penyelidikan terbukti bahwa makin tinggi tekanan darah dan semakin lama seseorang mengidap hipertensi, makin tinggi angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh hipertensi.

Menurut Strate dan kawan-kawan (1986), sesuai dengan perjalanan alamiah  pasien hipertensi primer yang tidak mendapat pengobatan, mortalitasnya disebabkan

(26)

DAFTAR PUSTAKA

1. Massie B.M, Systemic Hypertension, CMDT 2003, Current Medical dIagnosis & Treatment 42nd edition, International edition, Lange

Medical Books/McGraw-Hill Medical Publishing Division, 2003 : 409 – 34

2. Chobanian A.V et al, The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of  High Blood Pressure, JAMA, May 21st, 2003, Volume 289, No. 19 :

2560 – 68

3. Zenizlev C., Hypertension at

http://www.emedicine.com/journal/topic3118.htm

4. Tagor H. Et al, Hipertensi, Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001 : 1997 – 212

Referensi

Dokumen terkait

Sifat dampak adalah negatif dan bersifat cukup penting karena menyangkut kebutuhan tenaga kerja untuk kegiatan Pembuatan Minyak Herbal , apabila tidak dilakukan

Berdasarkan uji korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa kelas X Program Studi

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar tematik tema keluarga

Apabila dibandingkan dengan hasil pengujian aktivitas antioksidan terhadap ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana kulit buah jeruk sambal menunjukkan bahwa

Adalah sifat dan beratnya masalah yang akan timbul dan dapat dikurangi / dicegah melalui tindakan keperawatan dan kesehatan misalnya dengan memberikan informasi

The long-term strategy is based on diversified regional and local cooperation and the strength- ening of regional orientation in arctic cooperation, as well as new kinds

modal dalam perhitungan dana jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), sampai dengan tanggal 31 Desember 2008, adalah modal disetor minimum yang

Hasil kesimpulan penelitian ini berupa kajian tentang seni lukis kaca di Dwi Hasta Glass, Dukuh Pule, Desa Ngricik, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, ditinjau