• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gandum Tri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gandum Tri"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gandum (Triticum aestivum) yang Diadaptasikan

di Dataran Rendah Pulau Lombok sebagai Alternatif Penganekaragaman Tanaman Pangan Lahan Kering*)

Growth and yield of wheat (Triticum aestivum) adapted to lowland Lombok Island as an Alternative Food Crop for Dryland

Akhmad Zubaidi**), VF Aris Budianto, Astam Wiresyamsi, dan Hanafi Abdurrahman Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Mataram

Jalan Majapahit 62, Mataram – Lombok 83124

*) Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Terdegradasi, Mataram 5 Maret 2014

**)

Penulis untuk korespondensi; email: [email protected]

ABSTRAK

Gandum saat ini tidak ditanam sebagai tanaman komersial di Indonesia, namun karena konsumsi gandum terus meningkat dan alternatif tanaman musim kemarau diperlukan untuk diversifikasi budidaya pertanian, maka gandum penting untuk diadaptasikan. Pulau Lombok memiliki peluang untuk penanaman gandum dan gandum merupakan tanaman pangan alternatif di lahan kering. Penelitian ini bertujuan untuk mengadaptasikan dan menapis varietas-varietas gandum Nasional dan gandum introduksi dari Australia di dataran rendah Pulau Lombok. Tanaman gandum ini nantinya diharapkan dapat menjadi alternatif penganekaragaman tanaman pangan bagi lahan-lahan terdegradasi. Metode eksperimental digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan dan hasil 10 varietas gandum guna melihat daya adaptasinya pada dataran dengan ketinggian 200 m dpl (Pringgarata) dan 400 m dpl (Aik Bukak). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada tempat yang lebih rendah (Pringgarata), pertumbuhan tanaman gandum lebih lambat dari pada di Aik Bukak, yang dapat disebabkan oleh suhu di dataran 200 m dpl telah melampau batas toleransi pertumbuhan gandum (supra optimal temperature). Gandum dapat memberikan hasil panenan yang baik pada dataran dengan ketinggian 400 m dpl, tetapi hasil sangat menurun pada 200 m dpl (rata-rata hasil 1.68 t/ha vs. 0.82 t/ha). Hasil rendah ini terutama disebabkan oleh sterilitas bunga yang menyebabkan kegagalan pada proses pembuahan yang ditunjukkan oleh rendahnya jumlah biji/spikelet (<2 biji/spikelet). Terdapat variasi genetik tanggapan tanaman gandum jika diadaptasikan ke dataran rendah. Varietas-varietas Nias, Dewata, Estoc dan Mace memberikan hasil baik (>2 t/ha), lebih tinggi dibanding varietas-varietas lainnya.

Kata kunci: adaptasi, dataran rendah, gandum Australia, gandum Nasional, lahan kering, Pulau Lombok

ABSTRACT

(2)

2 to evaluate growth and yield of 10 wheat varieties to look at the adaptability on the lowland of 200 m asl (Pringgarata) and on higher land of 400 m asl (Aik Bukak). The results showed that at a lower altitude (Pringgarata), wheat growth is slower than in Aik Bukak, which can be caused by the temperature at 200 m asl has exceeded the tolerance limit for grain growth (supra optimal temperature) . Wheat can give good yields on 400 m asl, but the yield is decreased at 200 m asl (average 1.68 t/ha vs 0.82 t/ha). This low yield is mainly due to sterility indicated by the low number of grain/spikelet (<2 grain/spikelet). There is genetic variation of wheat crop responses adapted to the lowlands. Nias, Dewata, Mace and Estoc give good yields (> 2 t/ha ), higher than other varieties .

Keywords: adaptation, Australian wheat, Lombok Island, lowland, National wheat, dryland.

PENDAHULUAN

Gandum (Triticum aestivum) adalah sereal sub-tropis ditanam umumnya pada lintang 25°LU/LS sampai 50°LU/LS, akan tetapi usaha budidaya gandum ke daerah tropis telah mulai dilakukan sampai dengan lintang 15°LU/LS (Music dan Porter, 1990). Di Indonesia, konsusmsi gandum telah meningkat pesat akhir-akhir ini sehingga impor gandum pada tahun 2012 tercatat mencapai 7.4 juta ton (Siregar, 2012). Perkembangan industri mie instan, roti dan jajanan yang sangat pesat terutama untuk daerah perkotaan mendorong konsumsi tepung terigu di Indonesia semakin tinggi.

Untuk memenuhi kebutuhan tepung terigu tersebut dilakukan dengan mendatangkan dari negara-negara produsen gandum, seperti Australia. Mengingat tingginya jumlah penduduk, meningkatnya konsumsi tepung terigu dan anjuran pemerintah untuk menggalakkan diversifikasi sumber karbohidrat, maka perlu dilakukan penggalian potensi tanaman gandum di Indonesia, termasuk diantaranya upaya adaptasi tanaman gandum di daerah yang mempunyai potensi untuk pengembangannya, seperti di Pulau Lombok.

Pulau Lombok (8.5ºS, 116ºE) cukup potensial untuk pengembangan tanaman gandum (Gusmayanti et al, 2006) meskipun sebagian wilayah ini merupakan daerah tadah hujan, akan tetapi gandum dapat beradaptasi baik pada lahan kering yang tidak dapat ditumbuhi dengan baik oleh padi. Topografi pulau Lombok bervariasi dengan dataran rendah pada tepi sekeliling pulau dan dataran tinggi pada bagian tengah-utara dengan G. Rinjani sebagai puncak tertinggi. Tanaman gandum dapat dipergunakan sebagai pilihan untuk memperkaya keanekaragaman tanaman pangan pada lahan-lahan kurang berpengairan dan nantinya diharapkan sebagai alternatif tanaman pangan di lahan-lahan terdegradasi.

Percobaan sebelumnya tahun 2010 dan 2011 menunjukkan bahwa tanaman gandum Australia dapat berproduksi dengan baik dengan hasil sekitar 3 t/ha ketika ditanam pada ketinggian sekitar 1000 m diatas permukaan laut (m dpl) (Zubaidi et al., 2011). Usaha ekstensifikasi melalui perluasan areal tanam gandum ke dataran yang lebih rendah perlu dilakukan, mengingat dataran tinggi yang seharusnya lebih sesuai untuk penanaman gandum merupakan areal yang sudah lama dimanfaatkan untuk penanaman sayuran dan tanaman hortikultura lainnya. Untuk itu juga perlu dilakukan uji coba varietas gandum yang sesuai di dataran rendah.

(3)

3 minimal bagi penanaman gandum dengan hasil yang memadai serta pemilihan varietas yang sesuai.

METODE PENELITIAN

Penetapan lokasi yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada ketinggian tempat dari permukaan laut yaitu: ±200 m dpl (Pringgarata, Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah) dan ≥400 m dpl (Aik Bukak, Kecamatan Batukliang Utara Lombok Tengah). Percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok. Pada masing-masing lokasi penelitian ditanam 10 varietas gandum sebagai perlakuan dan diulang 3 kali, sehingga terdapat 30 petak percobaan pada setiap lokasi.

Benih yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih dari 10 varietas gandum yaitu Nias, Dewata (var. Indonesia), dan 8 varietas Australia, yaitu: Axe, Gladius, Correl, Estoc, Espada, Mace, Scout dan Cobra. Semua varietas gandum dari Australia adalah dari type spring yang tidak menghendaki perlakuan dingin (vernalisation) untuk pembungaannya.

Pengolahan tanah dilakukan dengan cara membajak dan menggaru sebanyak dua kali kemudian diratakan lalu dibuatkan blok-blok percobaan yang terdiri dari 30 petak percobaan pada masing-masing lokasi percobaan dengan ukuran tiap petak adalah 1.5 x 4 m. Benih ditanam pada petak-petak percobaan dengan cara larikan, berjarak 30 cm antar larikan sehingga terdapat 5 larikan dalam dalam satu petak. Pada setiap petak ditanam 1000 biji, atau 250 biji per larikan. Penanaman dilakukan tanggal 2 dan 4 Juli 2013 di Pringgarata dan Aik Bukak secara berturutan. Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, pengendalian gulma, pengendaliah hama. Pengendalian penyakit tidak dilakukan. Pemanenan dilakukan pada saat 80% dari populasi tanaman pada petak percobaan mencapai kriteria panen, yang ditandai dengan malai telah masak fisiologis, batang dan daun sudah menguning serta gabah sudah berwarna kuning dan keras.

Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan dan hasil serta komponen-komponen hasil, meliputi fase pertumbuhan dengan Skala Zadoks (Zadoks et al, 1974), jumlah daun dengan skala Haun (Haun, 1973), laju pertumbuhan daun & Phylochron, tinggi tanaman (cm), jumlah anakan total (batang), jumlah anakan produktif (batang), umur berbunga (hari), umur panen (hari), jumlah malai (head), jumlah spikelet per malai, jumlah biji, jumlah biji/spikelet, berat seribu butir gabah (g), berat gabah per m2 (g), hasil (t/ha), Index Panen dan Indek Kerentanan (Susceptibility Index). Indeks Panen dihitung dengan membandingkan hasil ekonomis tanaman (biji) dengan hasil biologis (berat brangkasan kering) sedangkan Susceptibility index menunjukkan besarnya kehilangan hasil yang disebabkan oleh lingkungan yang tidak ideal (letak ketinggian, misalnya) dari suatu genotype secara relatif dibandingkan dengan semua genotype yang diuji pada indeks stress yang sama (Fischer dan Maurer, 1978).

Analisis Data

(4)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman

Pengamatan pertumbuhan daun dilakukan dengan Skala Haun (Haun et al, 1973). Dalam percobaan ini, pertumbuhan daun gandum di Pringgarata diketahui lebih lambat dibandingkan dengan di Aik Bukak; dalam sehari rata rata 0,15 bagian daun tumbuh di Pringgarata, sedangkan di Aik Bukak berkisar 0,16 daun. Atau sebaliknya waktu yg dibutuhkan untuk menumbuhkan satu daun (Phylochron) adalah dalam waktu 6,6 (±0,11) hari di Pringgarata dan di Aik Bukak selama 6,2 (±0,11) hari. Semua varietas menunjukkan kecenderungan pertumbuhan daun yang lebih lambat di Pringgarata dari pada di Aik Bukak, dan penurunan pertumbuhan daun ini menunjukkan adanya stress suhu tinggi (Midmore et al., 1984). Meskipun demikian jumlah daun pada ke dua tempat percobaan tidak berbeda nyata (Table 1) (Slafer and Rawson, 1994b). Pada umumnya pertumbuhan tanaman gandum akan dipacu dengan peningkatan suhu udara sekitar, akan tetapi suhu yang lebih tinggi di Pringgarata tampaknya sudah melampau batas toleransi adaptasi varietas gandum yang diamati, sehingga pertumbuhan menjadi lebih lambat (Summerfield et al., 1991).

Table 1: Jumlah daun, pertumbuhan daun dan Phylochron di Pringgarata (PR) dan Aik Bukak (AB) dari sepuluh varietas gandum yang diamati

Var

Jumlah daun (helai)

Pertumbuhan daun (daun/hari)

Phylochron (hari/daun)

AB PR AB PR AB PR

Axe 6.3 6.2 0.188 0.174 5.3 5.7

Nias 7.3 7.4 0.157 0.152 6.4 6.6

Gladius 7.2 7.0 0.153 0.149 6.5 6.7

Mace 7.4 7.2 0.156 0.146 6.4 6.8

Cobra 7.1 7.3 0.153 0.142 6.5 7.0

Correll 7.7 7.3 0.163 0.147 6.1 6.8

Dewata 7.4 7.4 0.158 0.153 6.3 6.5

Espada 7.3 7.2 0.156 0.149 6.4 6.7

Scout 7.8 7.4 0.162 0.152 6.2 6.6

Estoc 7.6 7.6 0.161 0.156 6.2 6.4

Rerata 7.3 7.2 0.161 0.152 6.2 6.6

s.e.m. 0.13 0.12 0.0032 0.0027 0.11 0.11

Pertumbuhan tinggi tanaman di Aik Bukak dan Pringgarata tidak berbeda. Perbedaan pertumbuhan terjadi antar varietas, yang menunjukkan bahwa faktor genetis lebih berpengaruh dari pada faktor lingkungan.

(5)

5 Perkembangan setiap varietas yang diamati menunjukkan trend yang sama antara Pringgarata dan Aik Bukak, artinya varietas dengan perkembangan fase pertumbuhan cepat di Aik Bukak juga menunjukkan perkembangan yang cepat di Pringgarata, kecuali bahwa varietas varietas dengan perkembangan lambat di Aik Bukak menjadi lebih lambat lagi di Pringgarata. Pada minggu ke dua perkembangan tanaman hampir sama yaitu pada fase pertumbuhan bibit (Skala Zadoks/SZ belasan). Barulah pada minggu ke empat atau 28 hari, tampak perkembangan Axe melampaui varietas-varietas yang lain, ketika Axe telah mencapai fase pemanjangan batang (SZ 30an) baik di Aik Bukak maupun di Pringgarata, varietas lain masih pada fase pertumbuhan anakan (tillering/SZ 20an). Pada minggu ke enam perkembangan tanaman mulai semakin bervariasi sehingga dapat dikelompokkan berdasar kecepatan perkembangannya.

Gambar 1: Laju perkembangan tanaman gandum (dalam Skala Zadoks) di Aik Bukak (400 m dpl) dan Pringgarata (200 m dpl). Trend line untuk Axe (♦), Dewata

(○) dan Cobra (∆) ditunjukkan untuk mewakili laju kecepatan pertumbuhan.

Slope line Cobra lebih datar di Pringgarata dibanding Aik Bukak menunjukkan kecepatan perkembangan Cobra di Pringgarata lebih lambat. Tidak ada perbedaan untuk Axe dan Dewata.

Sepuluh vatietas yang dicoba dirangkum dalam 3 kelompok perkembangan, yaitu cepat (Axe dan Nias), sedang (Gladius, Mace, Espada, Dewata, Correll), dan lambat (Scout, Cobra, Estoc). Perlu dicatat bahwa Cobra menurut diskripsinya memiliki perkembangan yang cepat sampai sedang (short to mid-season), tetapi di lapangan pada percobaan ini, Cobra menunjukkan perkembangan pertumbuhan yang lambat. Hal ini menunjukkan adanya variasi genetik tanggapan tanaman terhadap stress suhu tinggi di Lombok. Summerfield et al.(1991) mengemukakan bahwa pertumbuhan tanaman gandum apabila ditumbuhkan pada daerah dengan suhu diatas ambang batas toleransi (supra optimal temperature) akan menunjukkan penurunan kecepatan pertumbuhannya. Hal ini juga ditemukan pada varitas-varitas berumur panjang (Cobra dan Scout).

Fenologi

Fenologi merupakan karakter yang penting dalam adaptasi suatu tanaman terhadap perubahan lingkungan tumbuh yang dapat terjadi secara alami atau dikondisikan pada lingkungan tertentu. Fenologi terkait dengan terjadinya perubahan fase-fase pertumbuhan (perkembangan), pembungaan, dan panen. Tiga karakter utama yang mempengaruhi tanggapan tanaman terhadap lingkungan ini yaitu vernalisasi, fotoperiode, dan kebutuhan

(6)

6 akan masa vegetatif (Earlyness atau Basic Vegetatif Phase/BVP) (Kosner and Pankova, 1998; Slafer and Rawson, 1994; Snape et al., 2001).

Pada penelitian ini, tidak ada perbedaan antara umur berbunga antara Pringgarata dan Aik Bukak kecuali untuk varietas-varietas dengan laju perkembangan yang lambat yaitu Estoc, Scout dan Cobra yang berbunga sekitar 5 hari lebih lambat di Pringgarata daripada di Aik Bukak (Tabel 2). Terlihat perbedaan antar varietas, Axe dan Nias merupakan varietas dengan umur berbunga yang cepat, sebaliknya Estoc, Scout dan Cobra merupakan varietas varietas dengan umur bunga yang lama, dan varietas-varietas lainya berada diantara keduanya. Meskipun adanya perbedaan umur bunga pada sebagian varietas, masa pengisian biji dari vareitas yang diuji juga tidak menunjukkan perbedaan pada 2 tempat percobaan, dan masa pengisian biji ini tidak berkorelasi dengan hasil akhir. Table 2: Umur berbunga, umur panen dan masa pengisian biji (dalam hari) tanaman

gandum di Pringgarata (PR) dan Aik Bukak (AB) Varietas

Umur berbunga (hari)

Umur Panen (hari)

Masa pengisian biji (hari)

AB PR AB PR AB PR

Axe 42 42 77 78 35 36

NIAS 45 44 77 78 32 34

Gladius 56 59 92 91 36 32

Mace 63 68 92 91 29 23

COBRA 67 72 110 108 43 36

CORRELL 57 59 92 91 35 32

DEWATA 51 51 92 91 41 40

ESPADA 57 61 92 91 35 30

SCOUT 70 75 110 108 40 33

ESTOC 63 68 110 108 47 40

Rerata 57 60 94 94 37 34

s.e.m 2.9 3.6 3.9 3.6 1.7 1.6

Hasil dan komponen-komponen hasil

(7)

7

Varietas introduksi, Estoc, mampu berproduksi menyamai varietas Nasional ‘

Dewata, dan berproduksi tertinggi di Aik Bukak (2.17 t/ha). Hasil yang ditunjukkan oleh Estoc pada percobaan ini cukup tinggi dan menyamai hasil di tempat aslinya, Australia. Tingginya hasil Estoc di Aik Bukak merupakan kombinasi dua komponen yaitu jumlah biji/m2 yang tinggi dan didukung oleh jumlah biji/spikelet yang tinggi pula. Dewata merupakan varietas dengan panjang malai terpanjang atau memiliki jumlah spikelet per malai tertinggi, karakter ini yang menunjang Dewata memiliki hasil yang tinggi. Nias, Gladius dan Mace juga dapat berproduksi cukup baik dan mendekati hasil Dewata. Axe meskipun memiliki anakan yang banyak dan juga jumlah malai yang banyak, tetapi tidak menyebabkan Axe berproduksi dg baik, hal ini dapat disebabkan karena Axe memiliki malai yang pendek dan jumlah biji/spikelet yang rendah pula (Table 4).

(8)

8 Table 5: Rata rata hasil dan komponen hasil 10 varietas yang diuji di Pringgarata

(ketinggian 200 m dpl)

Hasil biji gandum di Pringgarata lebih rendah daripada di Aik Bukak. Meskipun memiliki hasil yang lebih rendah dibanding di Aik Bukak, Estoc juga memiliki hasil tertinggi di Pringgarata yaitu 1.42 t/ha (Table 5). Hasil Estoc yang tinggi didukung oleh jumlah biji yang dihasilkan terbanyak serta jumlah biji dalam satu spikelet juga tinggi (2.1 biji/spikelet). Sebaliknya hasil terendah ditunjukkan oleh Axe (0.35 t/ha) karena Axe memiliki malai pendek (7.8 spikelet/malai) serta rendahnya keberhasilan pembentukan biji (0.9 biji/spikelet) (Table 5).

Hasil panen gandum pada penelitian ini tergolong cukup baik di Aik Bukak (400 m dpl) yaitu 1.68 t/ha (kisaran 0.9-2.17 t/ha) dan rendah di Pringgarata (200 m dpl), 0.83 t/ha (kisaran 0.35-1.42 t/ha). Sebagai pembanding, Zubaidi et al (2011) menyampaikan hasil sebesar 1 t/ha pada penanaman gandum dibawah 200 m dpl dan sekitar 2 t/ha pada pertanaman sekitar 500 m dpl. Handoko (2007) juga menyatakan hasil 2 t/ha dapat diperoleh dari pertanaman pada ketinggian tempat 500 m dpl. Dengan berasumsi dataran lebih rendah memilki suhu lebih tinggi, maka dikemukakan rendahnya hasil pada 200 m dpl disebabkan oleh suhu yang diatas batas toleransi pertumbuhan dan produksi gandum (Summerfield et al. 1991).

(9)

9 Table 6: Perbandingan hasil Pringgarata terhadap Aik Bukak dilakukan dengan Indeks

Kerentanan terhadap stress dan persen penurunan

Varietas Hasil (t/ha) Nilai S % Penurunan Aik Bukak Pringgarata

Axe 0.91 0.35 1.2 61.5

NIAS 1.86 1.20 0.7 35.5

Gladius 1.87 0.71 1.2 62.0

Mace 1.92 1.09 0.8 43.2

Cobra 1.06 0.24 1.5 77.4

Correll 1.29 0.62 1.0 51.9

DEWATA 2.13 1.12 0.9 47.4

Espada 1.74 0.69 1.2 60.3

Scout 1.89 0.75 1.2 60.3

Estoc 2.17 1.42 0.7 34.6

Rendahnya hasil di Pringgarata dibandingkan dengan Aik Bukak dapat disebabkan oleh kegagalan dalam penyerbukan sebagai akibat stress suhu tinggi. Diasumsikan bahwa dataran yang lebih rendah memiliki kisaran suhu lebih tinggi daripada daerah pada dataran lebih tinggi yang berarti Pringgarata memiliki suhu rata-rata yang lebih tinggi daripada Aik Bukak, dengan demikian maka kegagalan penyerbukan di Pringgarata lebih tinggi kemungkinannya dibanding Aik Bukak. Hal ini terbukti dengan jumlah biji terbentuk pada suatu spiklet di Pringgarata lebih rendah daripada di Aik Bukak (1.5 vs. 1.9 biji/spikelet). Rendahnya jumlah biji/spikelet pada percobaan ini (<2.0 biji/spikelet) menunjukkan rendahnya kualitas penyerbukan pada kedua lokasi. Kejadian sterility merupakan gejala yang diamati oleh banyak peneliti gandum pada stress suhu tinggi (a.l. Saini and Aspinall, 1982; Wheeler et al., 1996, Tashiro and Wardlaw, 1990). Terbukti pula bahwa hasil akhir sangat dipengaruhi oleh jumlah biji/spikelet (r=0.64/Aik Bukak, dan r=0.86/Pringgarata; n=53; P=0.05) (Tabel 7).

Tabel 7: Korelasi antara hasil biji (ton/ha) dengan komponen-komponen hasil. Aik Bukak Pringgarata

Anakan/ m2 -0.0702 0.6431* Biomassa (g/m2) 0.5616* 0.6976* Spikelet/ Malai 0.2879 0.2539

Biji /m2 0.6582* 0.8820*

Biji/Spikelet 0.6361* 0.6560* Indeks Panen 0.3693* 0.5299* Berat 1000 biji 0.1019 -0.1736

*)

Berbeda nyata (n=53, P=0.05)

(10)

10 KESIMPULAN

Terdapat variasi genetik tanggapan tanaman gandum jika diadaptasikan ke daerah dataran rendah. Pertumbuhan dan hasil di tempat yang lebih tinggi (400 m dpl), lebih baik daripada di 200 m dpl. Pertumbuhan pada tempat yg bersuhu tinggi, apabila telah melewati batas toleransi (supra optimal), dapat memperlambat pertumbuhan gandum. Jika ditumbuhkan pada suhu tinggi, gandum (dalam kasus ini Varietas Cobra) dapat mengalami perubahan sifat pertumbuhannya dari sedang (mid-season) menjadi lambat (late). Varietas-varietas dengan laju perkembangan sedang (mid-season variety) dapat menjadi pilihan yaitu Nias, Dewata, Estoc dan Mace yang memberikan hasil lebih baik (>2 t/ha) dibandingkan hasil dari varietas yang lain. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan penyerbukan/pembuahan seharusnya diperhatikan untuk mendapatkan hasil lebih baik dengan jumlah biji/spikelet yang lebih tinggi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada Dirjen Dikti dan Universitas Mataram selaku penyedia dana penelitian, kepada Prof. GK McDonald (Universitas Adelaide, Australia), Australian Grain Technologi (AGT) dan Long Reach-AGF Seed yang telah menyediakan benih gandum Australia yang dipergunakan dalam penelitian ini. Ucapan serupa juga kami sampaikan kepada teman sejawat Dr. Dwi Ratna Anugrahwati yang membantu perencanaan dan pelaksanaan percobaan dilapangan. Juga kepada Fahmi, Linda, Sintha dan Waad yang membantu kegiatan di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Anugrahwati, D.R. and Zubaidi, A., 2012. Growth and Yield of wheat genotype at lowland Lombok. Proc. 2nd International Conference on Biodiversity

”Significance of Climate Change on Biodiversity in Sustaining the Globe”

Lombok, West Nusa Tenggara Indonesia, 6-8 Nopember 2012; 313-316

Fisher RA and Maurer M, 1978. Drought resistance in spring wheat cultivars: Grain yield responses. Aus J Agric Res 29: 897-912

Gusmayanti, E., Pertiwi, S., Handoko, I., Risdiyanto, I., Mavhida, T., 2006. Determining potential wheat growing areas in Indonesia by using the spatial compromise programming technique. Agricultural Information Research 15: 373-379

Handoko, I., 2007. Gandum 2000: Penelitian pengenbangan gandum di Indonesia SEAMEO BIOTROP, Jakarta.

Haun, J.R., 1973.Visual quantification of wheat development. Agronomy Journal 65: 116-119.

Kosner, J., Pankova, K., 1998. The detection of allelic variants at the recessive vrn loci of winter wheat. Euphytica 101, 9-16.

Midmore, D.J., Cartwright, P.M., Fischer, R.A., 1984. Wheat in tropical environments. II. Crop growth and grain yield. Field Crops Research 8, 207-227.

Music, J.T. dan Porter, K.B., 1990. Wheat. In Stewart and Nielson (Eds) Irrigation of Agricultural Crops. ASA-CSSA-SSSA Madison Wisconsin USA. 598-638. Ryan, M.G., Taylor, G., Kirkegaard, A., 2003. Poor wheat crops following canola – a

survey of farmer and agronomist. Australian Conference of Agronomy. 2003 Saini, H.S., Aspinall, D., 1982. Sterility in wheat (Triticum aestivum L.) induced by water

(11)

11 Siregar, S., 2012. Import gandum diperkirakan capai 7.4 juta ton. Indonesia Finance

Today (Majalah Online)

Slafer, G.A., Rawson, H.M., 1994. Sensitivity of wheat phasic development to major environmental factors: a re-examination of some assumptions made by physiologists and modellers. Australian Journal of Plant Physiology 21, 393-426. Slafer, G.A., Rawson, H.M., 1994b. Does temperature affect final numbers of primordia

in wheat? Field Crops Research 39: 111-117.

Snape, J.W., Butterworth, K., Whitechurch, E., Worland, A.J., 2001. Waiting for fine times: Genetics of flowering time in wheat. Euphytica 119, 185-190.

Summerfield, R.J., Roberts, E.H., Ellis, R.H., Lawn, R.J., 1991. Towards the reliable prediction of time to flowering in six annual crops. I. The development of simple models for fluctuating field environments. Experimental Agriculture 27, 11-31. Tashiro, T., Wardlaw, I.F., 1990. The response to high temperature shock and humidity

changes prior to and during the early stages of grain development in wheat. Australian Journal of Plant Physiology 17, 551-561.

Wheeler, T.R., Hong, H.D., Ellis, R.H., Batts, G.R., Morison, J.I.L., Hadley, P., 1996. The duration and rate of grain growth, and harvest index, of wheat (Triticum aestivum L) in response to temperature and CO2. Journal of Experimental Botany 47, 623-630.

Zadoks, J.C., Chang, C.T., Konzak, C.F., 1974. A decimal code for the growth stages of cereals. Weed Res. 14: 415-421.

Gambar

Table 1: Jumlah daun, pertumbuhan daun dan Phylochron di Pringgarata (PR) dan Aik Bukak (AB) dari sepuluh varietas gandum yang diamati
Gambar 1: Laju perkembangan tanaman gandum (dalam Skala Zadoks) di Aik Bukak (400 m dpl) dan Pringgarata (200 m dpl)
Table 2: Umur berbunga, umur panen dan masa pengisian biji (dalam hari) tanaman gandum di Pringgarata (PR) dan Aik Bukak (AB)
Table 3: Perbandingan rata-rata hasil dan komponen hasil di Pringgarata (PR) dan Aik Bukak (AB), Nilai di dalam tanda kurung menunjukkan Standard Error of Means (s.e.m.)
+3

Referensi

Dokumen terkait

tersebut menunjukkan perbedaan pada jumlah biji/tanaman Varietas Numbu lebih tinggi dibandingkan dengan Varietas Keller dan Wray; (2) kerapatan tanaman sangat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh interaksi pemberian pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman gandum, untuk mendapatkan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menentukan hasil dua varietas tanaman gandum Nias dan Gladius dengan penambahan pupuk cair Neoboost, pupuk cair Biso, dan pupuk

Tanaman sela jagung yang ditanam 2 minggu sebelum dan bersama tanam tebu menunjukkan hasil total tanaman penyusun lebih rendah daripada kacang tanah dan

bawang merah yang ditanam pada akhir musim kemarau, menunjukkan hasil yang lebih baik pada panjang tanaman, luas daun, laju pertumbuhan tanaman, diameter umbi, bobot

Berdasarkan hasil penelitian tanaman gandum (Tabel 1) pada dua lingkungan tum- buh memperlihatkan bahwa tinggi tanaman setiap minggu tidak memberikan respon yang nyata

Pengaruh Pemberian Pupuk Fospor (P) Terhadap Ketersediaan dan Serapan Serta Produksi Tanaman Gandum ( Triticum aestivum L) Pada Tanah Vulkanis Alahan

bawang merah yang ditanam pada akhir musim kemarau, menunjukkan hasil yang lebih baik pada panjang tanaman, luas daun, laju pertumbuhan tanaman, diameter umbi, bobot