• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Irigasi Dan Bendung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perencanaan Irigasi Dan Bendung"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

Mahathir/0904101010120 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keberhasilan sistem irigasi sangat dibutuhkan guna menunjang pembangunan di sektor pertanian terutama pada musim kemarau karena sering terjadi kekeringan. Untuk itu dibutuhkan suatu ketelitian dalam memilih alternatif yang cocok dari sistem irigasi yang ada. Penerapan dari beberapa tipe bangunan sangat tergantung pada kondisi daerah/alamnya masing-masing. Landasan pemilihan didasarkan pada kebutuhan elevasi dan besarnya debit andalan dari sumber air yang ada.

Sumber air dari sistem irigasi diperoleh dari sungai. Untuk dapat mengairi daerah-daerah yang membutuhkan, maka sungai harus dibendung guna menaikkan `muka airnya, sehingga air dapat sampai ke daerah-daerah yang membutuhkan pelayanan irigasi.

Jenis bendungan dipilih berdasarkan studi kelayakan dalam hal teknis dan biaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan teknis meliputi keadaan cuaca, geologi, dan topografi seperti kebutuhan elevasi dan besarnya debit andalan dari sumber air yang ada. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan biaya meliputi tersedianya bahan bangunan pada daerah tersebut serta kelancaran fasilitas transportasi yang masuk ke daerah tersebut.

Yang dimaksud dengan bangunan utama (head work) adalah semua bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan saluran irigasi agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi, biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa mengurangi sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur air yang masuk.

Bangunan utama di dalamnya tercakup bangunan pengelak (bendung pelimpah maupun bendung gerak), bangunan pengambilan, bangunan pembilas (penguras), kantong lumpur, pekerjaan pengaturan sungai, dan bangunan-bangunan pelengkap lainnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan bendung adalah suatu bangunan yang diletakkan melintang pada suatu aliran sungai dengan maksud untuk menaikkan muka air aliran agar dapat dialirkan pada tempat-tempat yang lebih tinggi dari dasar

(2)

Mahathir/0904101010120 sungai tersebut. Hal ini harus dibedakan dengan pengertian waduk yang bersifat menampung air, yang berarti bahwa air boleh terus mengalir terus melimpah bendung.

1.2 Maksud dan Tujuan

Melalui pembuatan tugas perencanaan irigasi dan bangunan air ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa untuk lebih memahami perencanaan bendung irigasi dan bangunan pelengkapnya mulai dari awal sampai akhir perencanaan disertai dengan uji keamanan bangunan tersebut (stabilitas) terhadap daya dukung tanah yang diizinkan, guling, dan gelincir, baik pada saat debit rendah maupun pada saat debit banjir.

(3)

Mahathir/0904101010120 BAB II

DATA PERENCANAAN

Data-data yang dibutuhkan untuk perencanaan bangunan utama dalam suatu jaringan irigasi adalah :

2.1. Data Topografi

Disini penulis mencoba untuk merencanakan irigasi pada suatu daerah dengan luas sawah 907,68 ha pada kiri bendung, dimana sumber air irigasinya berasal dari Sungai Kr. Samalanga yang memiliki luas DAS sebesar 142,96 km2. Panjang sungai utama adalah 30,94 km dengan kemiringan memanjang rata-rata 0,066. Peta situasi sungai dengan skala 1 : 10.000 terdapat pada lampiran.

2.2 Data Hidrologi

Data hidrologi adalah data aliran sungai yang meliputi data banjir yang mencakup beberapa periode ulang, daerah hujan, tipe tanah dan vegetasi yang terdapat di daerah aliran. Dalam perencanaan ini, data hidrologi yang diketahui adalah debit rencana 100 tahun sebesar 462,57 m3/dt.

2.3 Data Morfologi

Data morfologi diperlukan untuk menentukan jumlah kandungan semen, baik kandungan semen dasar (bed load) maupun kandungan semen layang (suspended

load) yang akan dicegah agar tidak masuk jaringan saluran irigasi. Pada perencanaan

ini diasumsikan bahwa 5 ‰ dari debit sadapan adalah berupa lumpur yang harus diendapkan di kantong lumpur. Data morfologi termasuk juga distribusi ukuran butir, perubahan-perubahan yang terjadi pada dasar sungai, secara horizontal maupun vertikal, unsur kimiawi sedimen.

(4)

Mahathir/0904101010120 2.4 Data Geologi

Data geologi berupa kondisi umum permukaan tanah daerah yang bersangkutan, keadaan geologi lapangan, kedalaman lapisan keras, sesar, kelulusan (permeabilitas) tanah, bahaya gempa bumi, parameter yang harus dipakai.

2.5 Data Mekanika Tanah

Data mekanika tanah yang diperlukan berupa bahan pondasi, bahan konstruksi, sumber bahan timbunan, batu untuk pasangan batu kosong, agregat untuk beton, batu belah untuk pasangan batu, parameter tanah yang harus digunakan.

2.6 Standar Untuk Perencanaan

Standar perencanaan yang digunakan berupa peraturan dan standar yang telah ditetapkan secara nasional, seperti Kriteria Perencanaan Bagian Perencanaan Jaringan Irigasi (KP-01), Perencanaan Bangunan Utama (KP-02), Saluran (KP-03), Bangunan (KP-04), dan Petak Tersier (KP-05).

(5)

Mahathir/0904101010120 BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam melakukan perencaaan teknis jaringan irigasi diperlukan rumus-rumus yang dipakai dalam perhitugan. Pada bab ini dikemukakan beberapa teori dan rumus yang berkaitan dengan dasar perencanaan.

3. 1 Debit Perencanaan 3.1.1 Debit Andalan

Bila kebutuhan air sawah tidak dapat dipenuhi oleh hujan, maka untuk mengairi sawah diperlukan sumber air yang berasal dari sungai. Debit sungai yang dapat diandalkan sebagai dasar perencanaan untuk kebutuhan air disebut debit andalan. Menurut Anonim 1 (2002), debit andalan untuk perencanaan irigasi adalah debit sungai dengan kemungkinan tak terpenuhi 20%. Debit andalan sungai dianalisa berdasarkan debit bulanan rata-rata. Bila tidak terdapat data debit, menurut Anonim 1 (2002), debit sungai dapat dihitung dengan beberapa langkah, yaitu yang pertama dengan Metode Mock dan yang kedua hasil dari Metode Mock tersebut diprobabilitaskan.

Langkah-langkah perhitungan Metode Dr. Mock adalah sebagai berikut:

ΔE = ET0 (18 - n) ... (3.1) E = ET0 – ΔE ... (3.2) SMS = ISM + Re – E ... (3.3) WS = ISM + Re – E – SMS ... (3.4) inf = WS x IF ... (3.5) G. STORt = G. STOR(t-1) x Rc + 0,5(1 + Rc) x inf ... (3.6) Qbase = inf - G. STORt + G. STOR(t-1) ... (3.7) Qdirect = Ws x (1 - IF) ... (3.8) Qstorm = Re x PF ... (3.9) Qtotal = Qbase + Qdirect + Qstorm ... (3.10)

(6)

Mahathir/0904101010120

Qs = Qtotal x A ... (3.11)

dengan:

ΔE = perbedaan antara evapotranspirasi potensial dan aktual (mm/bulan); ET0 = evapotranspirasi potencial (mm/bulan);

m = proporsi permukaan tanah yang tidak ditutupi oleh vegetasi tiap bulan; n = jumlah hari hujan;

E = evapotranspirasi aktual (mm/bulan); SMS = simpanan kelembaban tanah (mm/bulan); ISM = kelembaban tanah awal (mm/bulan); Re = curah hujan bulanan (mm/bulan); Ws = kelembaban air (mm/bulan); inf = infiltrasi (mm/bulan); IF = faktor infiltrasi = 0,4;

G.STORt = daya tampung air tanah pada awal bulan (mm/bulan);

G.STORt-1 = daya tampung air tanah pada bulan sebelumnya (mm/bulan); Rc = konstanta pengurangan aliran;

Qbase = besar limpasan dasar (mm/bulan); Qdirect = besar limpasan permukaan (mm/bulan); Qstrom = besar limpasan hujan sesaat (mm/bulan); Qtotal = besar limpasan (mm/bulan);

Qs = debit rata-rata bulanan (mm/bulan); A = luas daerah aliran sungai (DAS) (km2);

Menurut Anonim 1 (2002) debit andalan diperoleh dengan mengurutkan debit rata-rata bulanan dari urutan besar ke urutan kecil. Nomor urut data yang merupakan debit andalan Dr. Mock dapat dihitung dengan mengunakan rumus:

% 100 1 Pr x n m   ………... (3.12) dengan: Pr = probabilitas (%); n = jumlah tahun data;

(7)

Mahathir/0904101010120 3.1.2 Debit Banjir

Debit banjir dapat dihitung dengan metode SCS (Soil Conservation Service). Dalam menggunakan metode SCS, run off dari sebuah daerah aliran (catchment) yang kejatuhan air hujan ditentukan berdasarkan dari ciri-ciri catchmentnya, yang diukur dari peta atau penilaian pada saat pengamatan di lapangan. Kunci parameter dari catchment yang bersangkutan adalah luas, panjang, kemiringan dari tapak aliran, serta tata guna lahan. Parameter tata guna lahan meliputi neraca antara komponen-komponen yang kedap dan meresap air serta jenis dari komponen-komponen yang meresap.

US SCS membangun persamaan dengan koefisien empirik yang berhubungan dengan elemen-elemen dari unit hidrograf yang mewakili karakteristik dari daerah aliran. Unit hidrograf ditentukan dari elemen-elemen seperrti Qp dan tp, yang ditulis dalam persamaan: ………... (3.13) ………... (3.14) ………... (3.15) ( ) ………... (3.16) dengan:

Qp = debit puncak (m3/detik); tp = waktu debit puncak (jam);

(8)

Mahathir/0904101010120 3.2 Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi

3.2.1 Evapotranspirasi Potensial

Menurut Yulianur (2005), besaran evapotranspirasi potensial yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan metode Penman Modifikasi. Rumus ini menghasilkan ETo dari tanaman acuan berupa rerumputan pendek dengan albedo 0,25. Besarnya evapotranspirasi yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor klimatologi seperti temperatur udara, kelembapan udara, kecepatan angin, dan penyinaran matahari.

Persamaan Penman Modifikasi dirumuskan sebagai berikut :

ET0 = c[ W.Rn + (1-W) . f (u) . (ea –ed)] ……… (3.17) Rn = Rns – Rn1 ... (3.18) Rns = (1 - )Rs ...……….…….. (3.19) Rs = Ra (0,25 + 0,50 n/N) ………. (3.20) Rn1 = f (T) x f(ed) x f(n/N) ………. (3.21) f(u) = 0,27 (1 + U/100) ……… (3.22) ed = ea x RH / 100 ………. (3.23) dengan :

ET0 = evapotranspirasi potensial (mm/hari);

c = faktor yang menunjukkan pengaruh perbedaan kecepatan angin pada siang dengan malam hari (= 1);

W = faktor yang tergantung pada posisi; Rn = radiasi bersih (mm/hari);

Rns = radiasi matahari gelombang pendek (mm/hari); Rnl = radiasi matahari gelombang panjang (mm/hari); Rs = harga radiasi matahari (mm/hari);

ea = tekanan uap jenuh (mbar); ed = tekanan uap udara (mbar);

Ra = radiasi yang sampai pada lapisan atas atmosfir (mm/hari); f(T) = faktor yang tergantung pada temperatur udara (oC);

(9)

Mahathir/0904101010120 f(u) = faktor kecepatan angin rata-rata yang diukur pada ketinggian 2 m

(km/hari);

f(ed) = faktor yang tergantung pada uap jenuh;

f(n/N) = faktor yang tergantung pada jam penyinaran matahari; n = lama penyinaran matahari (jam/hari);

N = lamanya penyinaran rata-rata yang mungkin terjadi; U = kecepatan angin (km/hari);

RH = kelembaban relatif (%). 3.2.2 Perkolasi

Menurut Yulianur (2005), laju perkolasi untuk tanaman palawija sama dengan tanaman padi, pada daerah yang mempunyai tanah lempung diperkirakan berkisar 1-3 mm/hari. Tanah yang banyak mengandung pasir, laju perkolasi dan rembesan dapat mencapai angka yang lebih tinggi.

3.2.3 Menentukan Waktu dan Kebutuhan Air untuk Persiapan Lahan

Anonim 1 (2002) menyebutkan kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah:

1. Jangka Waktu Penyiapan Lahan

Faktor yang mempengaruhi lamanya jangka waktu penyiapan lahan adalah tersedianya tenaga kerja dan alat untuk penyiapan lahan serta perlunya memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu untuk menanam padi. Jangka waktu penyiapan lahan untuk petak tersier yang dikerjakan dengan traktor secara luas diambil satu bulan dan untuk jangka waktu penyiapan lahan yang tidak dikerjakan dengan traktor diambil 1,5 bulan (Anonim 1, 2002).

(10)

Mahathir/0904101010120 2. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan

Menurut Anonim 1 (2002), kebutuhan air untuk penyiapan lahan dipengaruhi oleh kedalaman dan porositas tanah di sawah. Untuk tanah bertekstur berat tanpa retak-retak kebutuhan air untuk penyiapan lahan diambil 200 mm. Ini termasuk air untuk penjenuhan dan pengolahan tanah. Setelah transplantasi selesai, lapisan air di sawah akan ditambah 50 mm. Secara keseluruhan lapisan air yang diperlukan 250 mm untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal setelah transplantasi selesai. Pada lahan yang dibiarkan bera atau tidak digarap dalam jangka waktu 2,5 bulan atau lebih, maka lapisan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan diambil 300 mm, 250 mm untuk penyiapan lahan dan 50 mm untuk penggenangan setelah transplantasi.

3. Kebutuhan Air selama Penyiapan Lahan

Menurut Anonim 1 (2002 : 64), besarnya kebutuhan air selama penyiapan lahan dihitung dengan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Ziljlstra, dengan rumus sebagai berikut:

) 1 ( .   k k e e M IR ...………... (3.24) M = Eo + P ………....(3.25) S T M k  . .………... (3.26) dengan :

IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan, (mm/hari);

M = kebutuhan air untuk mengganti/mengkonpensasi air yang hilang akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang telah di dijenuhkan, (mm/hari); Eo = evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 x ETo selama penyiapan lahan,

(mm/hari);

P = perkolasi, (mm/hari);

k = parameter fungsi dari air yang diperlukan untuk penjenuhan waktu penyiapan lahan dan kebutuhan air untuk lapisan pengganti;

(11)

Mahathir/0904101010120 S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air, (mm).

3.2.4 Kebutuhan Air Tanaman

Besarnya penggunaan konsumtif air oleh tanaman dihitung berdasarkan metode prakira empiris, dengan menggunakan data iklim dan koefisien tanaman pada tahap pertumbuhan (Anonim 1, 2002). Perhitungan kebutuhan air konsumtif (Etc) dengan menggunakan persamaan:

ETc = kc x ETo ……….………... (3.27)

dengan :

ETc = kebutuhan air konsumtif (mm/hari); kc = koefisien tanaman padi atau palawija; ETo = evapotranspirasi potensial (mm/hari).

3.2.5 Penggantian Lapisan Air

WLR (Water Layer Requirement) setinggi 50 mm dilakukan dua kali, yaitu satu bulan setelah pemindahan bibit ke petak sawah (transplantasi) dan dua bulan setelah transplantasi. Penggantian lapisan air dilakukan setelah proses pemupukan dilakukan. Oleh karena itu jadwal penggantian air sangat dipengaruhi oleh umur tanaman padi (Anonim 1, 2002 : 66). Penggantian lapisan air dapat diberikan selama setengah bulan yaitu 50 mm dibagi setengah bulan (15 hari) sebesar 3,3 mm/hari dan selama satu bulan yaitu 50 mm dibagi satu bulan (30 hari) sebesar 1,7 mm/hari.

3.2.6 Curah Hujan Efektif

Anonim 1 (2002) menyebutkan curah hujan efektif ditentukan untuk setengah bulanan yaitu merupakan hujan 70% dari hujan yang berpeluang terpenuhi 80% untuk padi dan hujan yang berpeluang terpenuhi 50 % untuk palawija.

% 70 15 ) ( % 80 x bulan setengah R Re  (untuk padi) ... (3.28) % 70 15 ) ( % 50 x bulan setengah R Re  (untuk palawija) ... (3.29)

(12)

Mahathir/0904101010120 Pr = 100% 1 n m   dengan :

R80 % (setengah bulanan) = hujan setengah bulanan berpeluang terpenuhi 80 %, (mm)

R50 % (setengah bulanan) = hujan setengah bulanan berpeluang terpenuhi 50 %, (mm).

Re = curah hujan efektif (mm/hari); Pr = probabilitas (%);

m = nomor urut data setelah diurut dari besar ke kecil; n = jumlah tahun data.

3.2.6 Pola Tanam

Pola tanam disesuaikan dengan daerah studi. Pola tanam adalah penggantian berbagai jenis tanaman yang ditanam dalam waktu tertentu. Musim tanam adalah penentuan waktu untuk melakukan penanaman. Penentuan waktu untuk satu kali tanam ditentukan oleh umur dan jenis tanaman (Yulianur, 2005).

3.2.7 Kebutuhan Air Irigasi Tanaman Padi

Menurut Yulianur (2005), kebutuhan bersih air untuk padi di sawah (NFR=Net Field Water Requirement) dapat dihitung dengan persamaan :

Kebutuhan bersih air di sawah saat penyiapan lahan

NFR = IR – Re ... (3.30)

Kebutuhan bersih air setelah penanaman padi atau sesudah penyiapan lahan

NFR = ETc + P – Re + WLR ... (3.31)

Sedangkan kebutuhan bersih air untuk palawija dihitung dengan menggunakan persamaan:

(13)

Mahathir/0904101010120 dengan :

NFR = kebutuhan bersih air untuk padi, (mm/hari); IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan, (mm/hari); Re = curah hujan efektif, (mm/hari);

ETc = kebutuhan air konsumtif, (mm/hari); P = perkolasi, (mm/hari);

WLR = penggantian lapisan air, (mm/hari).

3.2.8 Kebutuhan Pengambilan

Kebutuhan pengambilan untuk tanaman adalah jumlah debit air yang dibutuhkan oleh satu hektar sawah untuk menanam padi atau palawija. Kebutuhan pengambilan ini dipengaruhi oleh efisiensi irigasi. Efisiensi irigasi adalah perbandingan jumlah air yang benar-benar sampai ke petak tersier dengan jumlah air yang disadap (Yulianur, 2005 : 26). Besarnya kebutuhan pengambilan dihitung dengan rumus berikut.

DR = ... (3.33)

ef = ef1 x ef2 x ef3 ... (3.34)

dengan:

DR = kebutuhan pengambilan (ltr/dt/ha);

NFR = kebutuhan bersih air di sawah (mm/hari); ef = efisiensi irigasi total;

ef1 = efisiensi pada jaringan utama (90%); ef2 = efisiensi pada jaringan sekunder (90%); ef3 = efisiensi pada jaringan tersier (80%); dan

(14)

Mahathir/0904101010120 3.2.9 Debit Pengambilan

Debit pengambilan ditentukan oleh kebutuhan pengambilan dan luas daerah yang akan diairi. Debit pengambilan dapat dihitung dengan rumus (Yulianur, 2005) :

Q = ... (3.35)

dengan:

Q = debit pengambilan (m3/dt);

DR = kebutuhan pengambilan (ltr/dt/ha); dan

A = luas areal sawah (ha).

3.3 Perencanaan Jaringan Irigasi Teknis

Menurut Anonim 1 (2002), perencanaan jaringan irigasi teknis pada dasarnya adalah mengatur tata letak saluran, agar air irigasi dapat dibagi secara merata ke petak-petak sawah. Jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Hal ini berarti bahwa saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing. Saluran irigasi mengalirkan air irigasi ke sawah dan saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah ke saluran pembuang.

Perencanaan jaringan pada dasarnya berkenaan dengan unit tanah pada petak tersier. Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap tersier. Bangunan sadap tersier mengalirkan air ke saluran tersier. Batas ujung saluran tersier adalah boks bagi kuarter yang terakhir. Luas petak tersier yang ideal antara 50-100 ha. Boks tersier hanya membagi air irigasi ke saluran kuarter saja. Boks tersier membagi air irigasi antara saluran kuarter dan tersier. Petak tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas seperti parit, jalan dan batas desa. Petak tersier dibagi menjadi petak-petak kuarter dengan luas masing-masing 8-15 ha (Anonim 1, 2002).

(15)

Mahathir/0904101010120 3.4 Trase Saluran

Saluran irigasi terdiri dari saluran primer, sekunder, dan tersier. Saluran tersebut dapat merupakan saluran garis tinggi dan dapat juga saluran punggung tergantung pada keadaan topografi di lapangan yang direncanakan. Saluran induk atau primer, biasanya selalu merupakan saluran garis tinggi dan adakalanya berakhir dengan saluran punggung. Letak saluran induk direncanakan pada lahan paling tinggi, supaya luas sawah yang dapat diairi menjadi seluas mungkin.

Menurut Anonim 1 (2002), kriteria yang akan diterapkan untuk perencanaan jaringan didasarkan pada kondisi topografi, panjang saluran kuarter < 500 m, panjang saluran tersier < 1500 m, jarak antara saluran kuarter dan saluran pembuang < 300 m.

3.5 Saluran Pembawa

Menurut Anonim 1 (1986), saluran pembawa terdiri dari saluran primer, sekunder dan tersier. Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir. Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier yang di layani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran sekunder adalah pada bangunan sadap terakhir. Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya.

3.6 Dimensi Saluran

Menurut Anonim 1 (2002), setelah debit rencana diketahui maka dapat dihitung dimensi saluran. Dimensi saluran dihitung berdasarkan tampang saluran ekonomis. Kecepatan aliran dihitung dengan menggunakan rumus kecepatan manning. Unsur-unsur geometris penampang saluran dihitung sebagai berikut yaitu :

……….…… (3.36) ……… (3.37) R = P A ……….…..… (3.38)

(16)

Mahathir/0904101010120 ……….……… (3.39)

Q = A x V……….…… (3.40)

dengan:

b = lebar dasar saluran (m); h = tinggi air (m);

A = luas tampang basah saluran (m2); P = keliling basah (m);

R = jari-jari hidrolis saluran (m); I = kemiringan memanjang saluran; n = koefisien Manning;

V = kecepatan aliran (m/dt); Q = debit aliran (m3/dt).

3.7 Elevasi Muka Air

Menurut Anonim 1 (2002), tinggi elevasi muka air yang diinginkan dalam jaringan utama didasarkan pada muka air yang diperlukan di sawah-sawah yang diairi. Elevasi muka air yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus berikut :

Pm = At + a + bs + nk . ck + d + mt . et + f + gt + H + zt…...… (3.41)

dengan:

Pm = muka air yang dibutuhkan jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier; At = elevasi sawah yang menentukan di petak tersier;

a = kedalaman air di sawah (10 cm);

bk = kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter ke sawah (5 cm); ck = kehilangan energi di boks bagi kuarter (5 cm/boks);

nk = jumlah boks bagi kuarter pada saluran yang direncana; mt = jumlah boks bagi tersier pada saluran yang direncana; d = kehilangan tinggi energi selama pengairan di saluran irigasi; et = kehilangan tinggi energi di boks bagi tersier (10 cm);

(17)

Mahathir/0904101010120 f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong (5 cm);

gt = kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier; H = variasi tinggi muka air;

zt = kehilangan tinggi energi di bangunan-bangunan tersier yang lain.

3.8 Dimensi Bangunan

Menurut anonim 2 (2002), bangunan bagi dan sadap adalah bangunan yang berfungsi untuk membagi air dan menyadapnya di saluran. Dimensi bangunan bagi sadap ditentukan berdasarkan lebar bangunan ukur dan pengatur muka air yang ditempatkan pada bangunan sadap. Salah satu dari bangunan ukur dan pengatur muka air adalah pintu Romijn. Pintu Romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan untuk mengatur dan mengukur debit dalam saluran irigasi. Agar dapat bergerak, mercunya dibuat dari plat baja dan dipasang di atas pintu sorong. Direktorat Irigasi telah membuat standar lebar pintu Romijn demi keseragaman dan memudahkan pemesanan.

3.9 Analisa Mercu

3.9.1 Tinggi Air sebelum Pembendungan

Persamaan yang digunakan untuk menghitung tinggi air sebelum pembendungan adalah dengan persamaan berikut:

R = P A Q = A x V dengan: b = lebar sungai (m);

(18)

Mahathir/0904101010120 A = luas tampang basah sungai (m2);

P = keliling basah (m);

R = jari-jari hidrolis sungai (m); I = kemiringan memanjang sungai; n = koefisien Manning;

V = kecepatan aliran (m/dt); Q = debit aliran (m3/dt).

3.9.2 Debit per satuan Lebar Bendung

Debit persatuan lebar bendung dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Beff = 90 % B…...……….……… (3.42) qeff = eff B Qm ax …...……….……… (3.43) dengan :

qeff = debit per satuan lebar bendung (m3/dt) Qmaks = debit banjir rencana (m3/dt)

Beff = lebar efektif bendung (m) B = lebar rata-rata sungai (m)

3.9.3 Menghitung Tinggi Air diatas Mercu

Tinggi air di atas mercu bendung dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus-rumus berikut.

Q = Cd x Beff x ….……….…… (3.44)

Cd = ….……….… (3.45)

(19)

Mahathir/0904101010120 Q = debit rencana (m3/dt)

Beff = lebar efektif sungai (m) H1 = tinggi energi hulu (m)

Harga-harga koefisien C0, C1, dan C2 ditentukan dari grafik 4.5, 4.6 dan 4.7 pada Anonim 2 (2002).

3.10 Tinjauan Stabilitas Konstruksi

3.10.1 Stabilitas Erosi bawah Bendung (Piping)

CL= W H v H L 3 1 L 

….……….…… (3.46) dengan:

CL : Angka rembesan Lane LV : Jumlah panjang vertikal (m) LH : Jumlah panjang horizontal (m) HW : Beda tinggi muka air (m)

3.10.2 Gaya-Gaya yang Bekerja pada Tubuh Bendung

a. Tekanan Air

Gaya tekanan hidrostatis

Tekanan hidrostatis, merupakan fungsi kedalaman di bawah permukaan air. Tekanan air akan selalu bekerja tegak lurus terhadap muka bangunan. Dimana :

W = ½ (h w) h ... (3.47)

dimana:

W = Gaya tekanan hidrostatis (ton); w = Berat volume air (w = 1 t/m3); h = kedalaman air (m);

(20)

Mahathir/0904101010120 3.10.3 Berat Sendiri Konstruksi (G)

Berat sendiri konstruksi atau berat mati bangunan bergantung kepada material yang dipakai untuk membuat bangunan itu.Berat volume untuk :

- pasangan batu = 2,2 t/m2 - beton tumbuk = 2,3 t/m2 - beton bertulang = 2,4 t/m2 Rumus yang digunakan :

G = A  ... (3.48)

dimana :

G = berat sendiri konstruksi (ton) A = luas penampang (m2)  = berat volume material (t/m2)

Dalam perencanaan ini digunakan material beton bertulang (  = 2,4 t/m2 )

3.10.4 Gaya Akibat Gempa Bumi

Ad = n (ac x z)m ….……… ... ………… (3.49) E = g Ad ….……….. (3.50) dengan:

Ad = percepatan gempa rencana, cm/dt2 n, m = koefisien jenis tanah (1,56 dan 0,89)

ac = percepatan gempa dasar, cm/dt2 / 160 cm/dt2 E = koefisien gempa

g = percepatan gravitasi, cm/dt2 (≈ 9,81) z = faktor yang tergantung dari letak geografis.

(21)

Mahathir/0904101010120 3.10.5 Tekanan Tanah

Tekanan tanah, termasuk tekanan lumpur di dalamnya (sediment pressure), bekerja secara horizontal terhadap bangunan bendung dan dianggap sebagai tekanan tanah aktif. Dalam perhitungan diasumsikan lumpur yang terjadi adalah setinggi mercu, sehingga kedalaman lumpur dihitung dari elevasi mercu sampai elevasi paling bawah dari bendung.

Rumus yang digunakan adalah : 2 2 Ka h P s w S            ... ….(3.51) dengan nilai :        2 45 tan2  Ka ... (3.52) dengan :

PS = tekanan tanah aktif (ton)

s = berat volume tanah/lumpur (s = 1,8 t/m2) w = berat volume air (w = 1 t/m2)

Ka = koefisien tanah aktif

h = kedalaman tanah (m)

 = sudut gesekan dalam yang tergantung dari jenis tanah ( = 300)

3.10.6 Gaya Hidrostatis

Gaya hidrostatis dapat dihitung dengan persamaan : W = ½ γw h2

... (3.53) dengan :

W = gaya hidrostatis persatuan lebar (kg/m); γw = berat volume air (kg/m3);

(22)

Mahathir/0904101010120 3.10.7 Gaya Hidrodinamis

Gaya ini terjadi bila air melintasi tubuh bendung, yaitu pada keadaan muka air banjir. Menurut Sugiarto dan Supriyana besar gaya ini dapat dihitung dengan persamaan :

W = ½ γw h2 + γw h2 ... (3.54)

3.10.8 Gaya Tekanan ke Atas (Uplift Force)

Besar gaya angkat dapat dihitung dengan persamaan :

U = Luas diagram gaya angkat x Panjang bendung ... …..(3.55)

Berdasarkan gaya-gaya yang bekerja, dapat diketahui stabilitas konstruksi terhadap penggulingan, pergeseran dan kuat tanah pondasi.

- Tinjauan terhadap guling n =

M M

> 1,5 ... (3.56) - Tinjauan terhadap geser

n =

H Vtan > 1,5 ... (3.57)

- Tinjauan kuat dukung tanah a =

V M ... (3.58) e = Ba 2 ... (3.59) τ =       

B e B V 6 1 < τizin ... (3.60) dengan : n = faktor keamanan;

M- = momen negatif yang timbul; M+ = momen positif yang timbul; ΣV = jumlah gaya vertikal;

(23)

Mahathir/0904101010120 ΣH = jumlah gaya horizontal:

τ = tegangan tanah yang timbul; B = lebar tubuh bendung;

E = eksentrisitas.

3.10.9 Keamanan terhadap Gelincir

S = f x Ep Rh Rv   ………. .(3.61) dengan : f = koefisien gesek (=0,50)

S = faktor keamanan ( S = 2, untuk kondisi beban normal dan S = 1,25 untuk kondisi beban ekstrim)

3.10.10 Keamanan terhadap Erosi bawah Tanah (Piping)

Untuk mencegah pecahnya bagian hilir bangunan, harga keamanan terhadap erosi tanah harus sekurang–kurangnya 2. Keamanan dapat dihitung dengan rumus sebagai berkut : S = s h s a s       1 ………..(3.62) dengan : S = faktor tekanan (S = 2) s = kedalaman tanah

a = tebal lapisan lindung (andaikan 0,0 m) hs = tekanan air pada titik tinjauan

3.10.11 Tekanan Air Akibat Gaya Sentrifugal

p = r v g d 2 ……….. (3.63)

(24)

Mahathir/0904101010120 d = v qeff ……….. (3.64) v = 2g(H1 z)……….. (3.65) dimana : p = tekanan air (t/m2) d = tebal pancaran air (m)

g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)

v = kecepatan pancaran air (m/dt) r = jari-jari bak (m)

H1 = tinggi air di atas mercu (m)

z = beda antara elevasi mercu (HL) dengan elevasi dasar kolam olak

3.11 Bangunan Pengambilan

Kapasitas pengaliran menurut standar perencaaan irigasi dapat ditentukan dari persamaan :

Q = μba 2gz……….. .. (3.66)

dengan:

Q = kapasitas saluran (m3/dt); μ = koefisien debit;

a = tinggi bukaan pintu (m);

b = lebar bangunan pengambilan (m);

z = perbedaan elevasi muka air antara hulu dengan hilir (m)

3.12 Bangunan Penguras

Karena sungai diperkirakan mengangkut batu-batu bongkah, diperlukan bangunan penguras dengan bagian depan tertutup. Lebar bersih bangunan penguras (Bsc) adalah 0,6  lebar total pengambilan.

(25)

Mahathir/0904101010120 3.13 Kantung Lumpur

Standar Perencanaan Irigasi (2002) menyatakan bahwa dimensi kantung lumpur dapat dihitung dengan persamaaan :

V = t b L + 0,5 (is – in) L2 b……….. . (3.67)

dengan :

V = volume kantung lumpur (m3); t = tinggi kantung lumpur (m); b = lebar dasar kantung lumpur(m); L = panjang Kantung lumpur (m); is = kemiringan kantung lumpur; in = kemiringan saluran induk;

(26)

Mahathir/0904101010120 BAB IV

PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI

Dalam bab ini akan diberikan analisis data dan perhitungan-perhitungan untuk perencanaan irigasi. Pembahasan ini menggunakan teori-teori dan rumus-rumus yang diperoleh dari tinjauan putaka. Pembahasan ini dimulai dengan menentukan curah hujan efektif, kemudian menentukan daerah layanan beserta irigasinya. Lalu dilakukan perhitungan debit dan perencanaan bendung beserta saluran-saluran irigasinya.

4.1 Curah Hujan Efektif

Curah hujan efektif ditentukan untuk setiap setengah bulanan, yaitu hujan 70% dari hujan berpeluang terpenuhi 80% pada tanaman padi. Dengan kata lain hujan ini berpeluang gagal sebesar 20%, yang berarti memiliki periode ulang kegagalan rata-rata 5 tahun sekali. Sedangkan pada palawija hujan berpeluang terpenuhi 50%. Langkah penyelesaian untuk menetukan curah hujan efektif dilakukan dengan mengurutkan data dari terbesar ke nilai terkecil lalu hitung probabilitas terpenuhi. Untuk mencari curah hujan untuk probabilitas 80% dan 50% harus dilakukan dengan interpolasi linear, yang hasilnya dapat dilihat pada lampiran tabel.

4.2 Daerah Layanan

Daerah yang akan dilayani adalah sawah dengan luas 907,68 ha yang terdiri dari 27 petak sawah yaitu dengan memakai sistem golongan (VI golongan ), yaitu Golongan I yang terdiri dari 1 petak sawah , Golongan II yang terdiri dari 7 petak sawah, Golongan III yang terdiri dari 8 petak sawah , Golongan IV yang terdiri dari 6 petak sawah, Golongan V yang terdiri dari 2 petak sawah, dan Golongan VI yang terdiri dari 3 petak sawah, dengan luas masing-masing sawah 124,63 ha, 195,45 ha, 234,96 ha, 180,82 ha, 79,28 ha, dan 169,81. Kebutuhan pengambilan air pada saat rendaman penuh diperhitungkan sebanyak 2,37 l/dt/ha. Lay out jaringan irigasinya diperlihatkan pada lampiran gambar.

(27)

Mahathir/0904101010120 4.3 Luas Daerah Aliran

Luas daerah aliran sungai (DAS) dihitung dengan menggunakan planimeter pada peta topografi yang berskala 1 : 50.000. Luas DAS diperoleh sebesar 142,961 km2 dengan panjang sungai berjarak 30,94 km dari bendung.

4.4 Debit Andalan

Setelah diperoleh debit rerata 32 tahun dengan menggunakan metode Rainfall-Runoff, kemudian dicari debit andalan dengan menggunakan metode Dr. Mock (probabilitas). Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran tabel.

4.5 Debit Pengambilan dan Musim Tanam

Evapotranspirasi potensial tanaman acuan (ETo) dihitung dengan menggunakan rumus Penman Modifikasi. Perhitungan dapat dilihat pada tabel di lampiran. Setelah mengetahui ETo, maka dengan kebutuhan air penggunaan konsumtif tanaman (ETc) dihitung dengan mengalikan ETo dan koefisien tanaman. Koefisien tanaman padi adalah varietas unggul menurut FAO. Perkolasi ditetapkan 2 mm/hari. Pergantian lapisan air (WLR) setinggi 50 mm selama setangah bulan yang dihitung seperti di bawah ini:

= 3,3/hari

Curah hujan didapatkan seperti pada tabel. Dari diperolehnya ETo, P, Re, WLR, C, dan ETc, kebutuhan bersih air di sawah (NFR) dapat dicari. Setelah diperoleh nilai NFR, kebutuhan pengambilan (DR) dapat dicari. Kebutuhan pengambilan adalah jumlah debit air yang dibutuhkan oleh satu hektar sawah. Perhitungan kebutuhan pengambilan dirumuskan dengan kebutuhan bersih air di sawah dibagikan efesiensi irigasi biasanya 61,2% dengan angka konversi dari mm/hari menjadi l/det/ha. Debit kebutuhan irigasi (Qp) dicari dengan mengalikan kebutuhan pengambilan dengan luas area sawah. Musim tanam yang direncanakan

(28)

Mahathir/0904101010120 ialah padi-padi-palawija. Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada lampiran tabel.

4.6 Curah Hujan Rencana

Untuk menghitung debit banjir rencana diperlukan data hujan maksimum yaitu curah hujan rencana, hal ini dikarenakan sungai pada perencanaan ini tidak memiliki data debit. Hujan rencana ditentukan dengan metode distribusi Log Pearson III. Hasil Perhitungan uji sebaran Log Pearson III dan hasil perhitungan curah hujan rencana dapat dilihat pada tabel.

4.7 Debit Banjir Rencana

Perencanaan banjir rencana dilakukan dengan metode Haspers dengan luas DAS 142,961 km2. Debit yang dihitung adalah debit banjir rencana (QT) untuk 2, 5, 10, 50 dan 100 tahun.

Untuk mencari debit banjir, curah hujan rencana harus dihitung terlebih dahulu dari data curah hujan maksimum yang diberikan.

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode Log Pearson III, didapat: R2th = 116,985 mm,

R5th = 131,147mm R10th = 140,6 mm, R50th = 161,68 mm, dan R100th = 170,778 mm.

Debit banjir untuk luas DAS 142,961 km2 dan panjang sungai 30,94 km, dihitung dengan metode Haspers, sehingga diperoleh:

Q2th = 292,2 m3/dtk, Q5th = 327,58 m3/dtk Q10th = 351,19 m3/dtk, Q50th = 403,84 m3/dtk, dan Q100th = 426,57 m3/dtk.

(29)

Mahathir/0904101010120 4.8 Dimensi Saluran

A. Saluran Pembawa

1. Saluran Pembawa {penampang trapesium) Primer

Perhitungan saluran pembawa dapat dilihat sebagai berikut: DR = 2,37 lt/dt/ha

Luas sawah yang diairi (A) = 907,68 ha n = 0,030 (saluran tanah)

I = 0,001622 Kemiringan tebing = 1 : R = h/2 =0,5 h Langkah perhitungan: a. Debit Rencana Saluran

Qrencana = 2,151 1000 68 , 907 37 , 2 1000   A x DR m3/dt b. Luas tampang aliran

c. Keliling basah

(30)

Mahathir/0904101010120 d. Kecepatan aliran 2 1 3 2 001622 , 0 ) 5 , 0 ( 03 , 0 1 ) 3 3 1 ( 151 , 2  bh h  h2,151(1,156h2 0,577h2)0,8499h23 2 23 8499 , 0 ) 733 , 1 ( 151 , 2  hh 3 8 1009 , 2 151 , 2  h 1,155 m

Tinggi jagaan diambil 0,6 m untuk Q = 1,5 - 5 m3/ dt

1 1/3

b =1,335 m

(31)

Mahathir/0904101010120 2. Saluran Pembawa {penampang trapesium) Skunder

Perhitungan saluran pembawa dapat dilihat sebagai berikut: DR = 2,37 lt/dt/ha

Luas sawah yang diairi (A) = 364,1 ha n = 0,030 (saluran tanah)

I = 0,002687 Kemiringan tebing = 1 : R = h/2 =0,5 h Langkah perhitungan: a. Debit Rencana Saluran

Qrencana = 0,863 1000 1 , 364 37 , 2 1000   A x DR m3/dt b. Luas tampang aliran

c. Keliling basah

Jari–jari hidrolis

(32)

Mahathir/0904101010120 d. Kecepatan aliran 2 1 3 2 002687 , 0 ) 5 , 0 ( 03 , 0 1 ) 3 3 1 ( 863 , 0  bh h  h0,863(1,156h2 0,577h2)1,088h23 2 23 088 , 1 ) 733 , 1 ( 863 , 0  hh 0,746 m

Tinggi jagaan diambil 0,5 m untuk Q = 0,5 - 1,5 m3/ dt

1 1/3

b =0,862 m

h =0,746 m

3. Saluran Pembawa {penampang trapesium) Tersier

Perhitungan saluran pembawa dapat dilihat sebagai berikut: DR = 2,37 lt/dt/ha

Luas sawah yang diairi (A) = 17,97 ha n = 0,030 (saluran tanah)

(33)

Mahathir/0904101010120 I = 0,002373

Kemiringan tebing = 1 : R = h/2 =0,5 h Langkah perhitungan: a. Debit Rencana Saluran

Qrencana = 0,043 1000 97 , 17 37 , 2 1000   A x DR m3/dt b. Luas tampang aliran

c. Keliling basah Jari–jari hidrolis

(34)

Mahathir/0904101010120 d. Kecepatan aliran 2 1 3 2 002373 , 0 ) 5 , 0 ( 03 , 0 1 ) 3 3 1 ( 043 , 0  bh h  h  2 2 23 023 , 1 ) 577 , 0 156 , 1 ( 043 , 0  hhh 2 23 023 , 1 ) 733 , 1 ( 043 , 0  hh 0,247 m

Tinggi jagaan diambil 0,4 m untuk Q < 0,5 m3/ dt

`

1 1/3

b =0,286 m

(35)

Mahathir/0904101010120 Tabel 4.1 Dimensi Saluran Pembawa Primer, Skunder, dan Tersier

No Nama Saluran DR (l/dt/ha) A (ha) n L (m) H1 (m) H2 (m) I m R Qr (m3/dt) h (m) b (m) Tinggi Jagaan (m)

1 Saluran Tanah Primer 2,37 907,68 0,03 6412,2 199,6 210 0,001621908 0,577 0,5h 2,151 1,155 1,335 0,6

2 Saluran Tanah Skunder 2,37 364,1 0,03 1748,83 194,7 199,4 0,002687511 0,577 0,5h 0,863 0,746 0,862 0,5

3 Saluran Tanah Skunder 1 2,37 385 0,03 1365,94 196,3 199,5 0,002342709 0,577 0,5h 0,912 0,781 0,903 0,5

4 Saluran Tanah Skunder 2 2,37 210,7 0,03 5873,43 185 197,1 0,002060125 0,577 0,5h 0,499 0,639 0,738 0,4

5 Saluran Tanah Skunder 3 2,37 249,09 0,03 4720,91 184,3 194,7 0,002202965 0,577 0,5h 0,590 0,671 0,776 0,5

6 Saluran Tanah Tersier 1 2,37 17,97 0,03 800,48 197,3 199,2 0,002373576 0,577 0,5h 0,043 0,247 0,286 0,4

7 Saluran Tanah Tersier 2 2,37 15,98 0,03 72,56 199,2 199,4 0,00275634 0,577 0,5h 0,038 0,230 0,266 0,4

8 Saluran Tanah Tersier 3 2,37 122,87 0,03 631,56 194,6 196,3 0,002691747 0,577 0,5h 0,291 0,496 0,573 0,4

9 Saluran Tanah Tersier 4 2,37 47,62 0,03 663,14 193,9 194,8 0,001357179 0,577 0,5h 0,113 0,395 0,457 0,4

10 Saluran Tanah Tersier 5 2,37 37,73 0,03 489,46 193,2 193,4 0,000408614 0,577 0,5h 0,089 0,454 0,525 0,4

(36)

Mahathir/0904101010120 B. Saluran Pembuang

Perhitungan debit pembuang dengan menggunakan rumus Modulus Drainase Modulus Pembuang: Δs P) ET (I R(n) D(n)  5n0   D(n) = 131,15 + 3 (12,75– 4,28 – 2) – 50 = 100,56 mm

Modulus Drainase Rencana :

D(m) = 3,88 64 , 8 3 56 , 100 64 , 8 ) (    nx n D lt/dtk/ha

1. Saluran Pembuang (saluran trapesium) 1 Data. : D(m) = 3,88 lt/dt/ha As = 28,33 ha n = 0,025 I = 0,001876 Langkah perhitungan : Qd = 1,62  D(m)  A0,92 = 1,62  3,88 28,330.92 = 136 l/d = 0,136 m3/d Luas tampang aliran

Keliling basah

(37)

Mahathir/0904101010120 Kecepatan aliran 2 1 3 2 001876 , 0 ) 5 , 0 ( 025 , 0 1 ) 3 3 1 ( 136 , 0  bh h  h  2 2 23 0914 , 1 ) 577 , 0 156 , 1 ( 136 , 0  hhh 0,136(1,733h2)1,0914h23 0,373 m

(38)

Mahathir/0904101010120 Tinggi jagaan diambil 0,2 m untuk Q < 1,5 m3/ dt

1 1/3

b =0,431 m

h =0,373 m

2. Saluran Pembuang (saluran trapesium) 2 Data. : D(m) = 3,88 lt/dt/ha As = 13,93 ha n = 0,025 I = 0,002005 Langkah perhitungan : Qd = 1,62  D(m)  A0,92 = 1,62  3,88 13,930.92 = 71 l/d = 0,071 m3/d Luas tampang aliran

Keliling basah

(39)

Mahathir/0904101010120 Kecepatan aliran 2 1 3 2 002005 , 0 ) 5 , 0 ( 025 , 0 1 ) 3 3 1 ( 071 , 0  bh h  h  2 2 23 128 , 1 ) 577 , 0 156 , 1 ( 071 , 0  hhh 2 23 128 , 1 ) 733 , 1 ( 071 , 0  hh 0,288 m

(40)

Mahathir/0904101010120 Tinggi jagaan diambil 0,2 m untuk Q < 1,5 m3/ dt

1 1/3

b =0,333 m

h =0,288 m

3. Saluran Pembuang (saluran trapesium) 3 Data. : D(m) = 3,88 lt/dt/ha As = 17,97 ha n = 0,025 I = 0,002639 Langkah perhitungan : Qd = 1,62  D(m)  A0,92 = 1,62  3,88 17,970.92 = 90 l/d = 0,090 m3/d Luas tampang aliran

Keliling basah

(41)

Mahathir/0904101010120 Kecepatan aliran 2 1 3 2 002639 , 0 ) 5 , 0 ( 025 , 0 1 ) 3 3 1 ( 090 , 0  bh h  h  2 2 23 294 , 1 ) 577 , 0 156 , 1 ( 090 , 0  hhh 2 23 294 , 1 ) 733 , 1 ( 090 , 0  hh 0,299 m

Tinggi jagaan diambil 0,2 m untuk Q < 1,5 m3/ dt

1 1/3

b =0,346 m

(42)

Mahathir/0904101010120 Tabel 4.2 Dimensi Saluran Pembuang

No Nama Saluran Dm (l/dt/ha) A (ha) n L (m) H1 (m) H2 (m) I m R Qd (m3/dt) h (m) b (m) Tinggi Jagaan (m) 1 Saluran pembuang 1 3,88 28,33 0,025 1278,91 198,2 200,6 0,001876598 0,577 0,5h 0,136 0,373 0,431 0,2 2 Saluran pembuang 2 3,88 13,93 0,025 947,34 197,3 199,2 0,002005616 0,577 0,5h 0,071 0,288 0,333 0,2 3 Saluran pembuang 3 3,88 17,97 0,025 947,34 196,5 199 0,002638968 0,577 0,5h 0,090 0,299 0,346 0,2 4 Saluran pembuang 4 3,88 34,14 0,025 1231,54 195,2 198,5 0,002679572 0,577 0,5h 0,162 0,372 0,430 0,2 5 Saluran pembuang 5 3,88 106,92 0,025 1278,91 193,7 197 0,002580322 0,577 0,5h 0,462 0,555 0,642 0,2 6 Saluran pembuang 6 3,88 19,32 0,025 1452,59 196,9 199,4 0,001721064 0,577 0,5h 0,096 0,332 0,384 0,2 7 Saluran pembuang 7 3,88 45,6 0,025 821,03 193,9 195,1 0,001461579 0,577 0,5h 0,211 0,461 0,532 0,2 8 Saluran pembuang 8 3,88 53,46 0,025 821,03 193,7 194,7 0,001217982 0,577 0,5h 0,244 0,503 0,582 0,2 9 Saluran pembuang 9 3,88 29,65 0,025 947,34 193,9 194,7 0,00084447 0,577 0,5h 0,142 0,440 0,509 0,2 10 Saluran pembuang 10 3,88 122,87 0,025 2210,46 193,1 193,3 0,00009048 0,577 0,5h 0,526 1,092 1,263 0,2 11 Saluran pembuang 11 3,88 37,73 0,025 709,87 192,8 193,1 0,000422613 0,577 0,5h 0,177 0,544 0,629 0,2 12 Saluran pembuang 12 3,88 26,06 0,025 1026,29 184,7 187,6 0,002825712 0,577 0,5h 0,126 0,336 0,388 0,2 13 Saluran pembuang 13 3,88 26,06 0,025 1057,86 184,1 184,7 0,000567183 0,577 0,5h 0,126 0,453 0,524 0,2 14 Saluran pembuang 14 3,88 124,63 0,025 1215,75 204,6 206,6 0,001645075 0,577 0,5h 0,532 0,637 0,737 0,2 15 Saluran pembuang 15 3,88 124,63 0,025 1010,5 204,2 204,8 0,000593765 0,577 0,5h 0,532 0,771 0,892 0,2

(43)

Mahathir/0904101010120 Elevasi Muka Air Pada Mercu

Tinjauan Sawah Tertinggi

Elevasi muka air pada mercu HL :

1. Elevasi sawah tertinggi = + 208,14

2. Ketinggian air di sawah = 0,1

3. Kehilangan energi selama pengaliran = 1,9 5. Kehilangan energi di pintu Romijn ( 2/3 H) = 0,77 +

Ketinggian elevasi mercu = + 210,91 m

Tinjauan Sawah Teujung

Elevasi muka air pada mercu HL :

1. Elevasi sawah terujung = + 185

2. Ketinggian air di sawah = 0,1

3. Kehilangan energi selama pengaliran = 25 4. Kehilangan energy di gorong-gorong (2 x 0,05 m) = 0,1 5. Kehilangan energi di pintu Romijn ( 2/3 H)

(2/3x1,15 + 2/3x0,753x3 + 2/3x0,693x3 = 3,55 +

Ketinggian elevasi mercu = + 213,75 m

4.9 Perencanaan Bangunan Pelengkap 4.9.1 Pintu Romijn

1. Pintu Romijn Intake 1a

Data :

a. QR = 0,863 m3/dt b. bsaluran = 0,862 m c. hsaluran = 0,746 m

(44)

Mahathir/0904101010120 Langkah perhitungan:

1. Elevasi muka air pada bangunan bagi sadap = + 213,75 – 10,6 – 0,05 = +203,1 m

2. Elevasi muka air ditambah tinggi jagaan = + 203,1 + 0,60 = + 203,7 m 3. Direncanakan pintu Romijn dengan lebar 0,75

(berdasarkan KP-04 untuk debit 0,08-0,9 m3/dt digunakan pintu dengan lebar 1,5 m, karena lebar saluran tidak mencapai angka tersebut digunakan lebar sebesar 0,75)

4. Elevasi pintu pada posisi terendah = + 203,1– (h sal ) = + 203,1– (0,746)

= + 202,354 m

2. Pintu Romijn Intake 2a

Data : d. QR = 0,912 m3/dt e. bsaluran = 0,903 m f. hsaluran = 0,781 m +203,7 +203,1 Pintu pada posisi tertinggi +202,354

Pintu pada posisi terendah

(45)

Mahathir/0904101010120 Langkah perhitungan:

1. Elevasi muka air pada bangunan bagi sadap = + 213,75 – 10,8 – 0,05- 0,52 = +202,349 m

2. Elevasi muka air ditambah tinggi jagaan = + 202,349 + 0,50 = + 202,85 m 3. Direncanakan pintu Romijn dengan lebar 0,75

(berdasarkan KP-04 untuk debit 0,08-0,9 m3/dt digunakan pintu dengan lebar 1,5 m, karena lebar saluran tidak mencapai angka tersebut digunakan lebar sebesar 0,75)

4. Elevasi pintu pada posisi terendah = + 202,349– (h sal ) = + 202,349– (0,781)

= + 201,567 m

3. Pintu Romijn Intake 3a

Data : g. QR = 0,912 m3/dt h. bsaluran = 0,903 m i. hsaluran = 0,781 m +202,85 +202,349 Pintu pada posisi tertinggi +201,567

Pintu pada posisi terendah

(46)

Mahathir/0904101010120 Langkah perhitungan:

1. Elevasi muka air pada bangunan bagi sadap = + 213,75 – 11,2 – 0,05 – 1,04 = +201,458 m

2. Elevasi muka air ditambah tinggi jagaan = + 201,458 + 0,50 = + 201,96 m 3. Direncanakan pintu Romijn dengan lebar 0,75

(berdasarkan KP-04 untuk debit 0,08-0,9 m3/dt digunakan pintu dengan lebar 1,5 m, karena lebar saluran tidak mencapai angka tersebut digunakan lebar sebesar 0,75)

4. Elevasi pintu pada posisi terendah = + 201,458– (h sal ) = + 201,458– (0,781) = + 200,677 m +201,96 +201,458 Pintu pada posisi tertinggi +200,677

Pintu pada posisi terendah

(47)

Mahathir/0904101010120 Tabel 4.3 Dimensi dan Elevasi Pintu Romijn

No Nama Pintu Romijn Qr (m3/ dt) h (m) b (m) Tinggi Jagaan (m) Elevasi Muka Air pada Mercu (m) Kehilanga n Energi Selama Pengaliran (m) Kehilangan Energi di Gorong-Gorong (m) Kehilanga n Energi di Pintu Romijn (m) Lebar Pintu Romijn (m) Elevasi Muka Air ditambah Tinggi Jagaan (m) Pintu pada Posisi Tertinggi (m) Pintu pada Posisi Terenda h (m) 1 Pintu Romijin 1a 0,863 0,7 46 0,86 2 0,60 213,75 10,6 0,05 - 0,75 203,70 203,100 202,354 2 Pintu Romijin 1b 0,912 0,7 81 0,90 3 0,50 213,75 10,6 0,05 - 0,75 203,60 203,100 202,319 3 Pintu Romijin 2a 0,912 0,7 81 0,90 3 0,50 213,75 10,8 0,05 0,52 0,75 202,88 202,379 201,598 4 Pintu Romijin 2b 0,038 0,2 30 0,26 6 0,40 213,75 10,8 0,05 0,52 0,25 202,78 202,379 202,149 5 Pintu Romijin 2c 0,043 0,2 47 0,28 6 0,40 213,75 10,8 0,05 0,52 0,25 202,78 202,379 202,132 6 Pintu Romijin 3a 0,912 0,7 81 0,90 3 0,50 213,75 11,2 0,05 1,04 0,75 201,96 201,458 200,677 7 Pintu Romijin 3b 0,912 0,7 81 0,90 3 0,50 213,75 11,8 0,05 1,04 0,75 201,36 200,858 200,077 8 Pintu Romijin 4a 0,499 0,6 39 0,73 8 0,40 213,75 12,9 0,05 2,08 0,50 199,12 198,716 198,078 9 Pintu Romijin 4b 0,291 0,4 96 0,57 3 0,40 213,75 12,9 0,05 2,08 0,75 199,12 198,716 198,220 10 Pintu Romijin 4c 0,113 0,3 95 0,45 7 0,40 213,75 15,2 0,1 2,41 0,50 196,44 196,035 195,640

(48)

Mahathir/0904101010120 11 Pintu Romijin 5a 0,499 0,6 39 0,73 8 0,40 213,75 16,7 0,1 2,41 0,50 194,94 194,535 193,897 12 Pintu Romijin 5b 0,089 0,4 54 0,52 5 0,40 213,75 16,7 0,1 2,41 0,50 194,94 194,535 194,082 13 Pintu Romijin 6 0,499 0,6 39 0,73 8 0,40 213,75 17,6 0,1 2,84 0,75 193,61 193,210 192,571 14 Pintu Romijin 7a 0,590 0,6 71 0,77 6 0,50 213,75 17,8 0,1 0,52 0,75 195,83 195,329 194,658 15 Pintu Romijin 7b 0,590 0,6 71 0,77 6 0,50 213,75 18,7 0,1 0,97 0,75 194,48 193,981 193,310 16 Pintu Romijin 7c 0,134 0,3 74 0,43 2 0,40 213,75 18,7 0,1 1,00 0,40 194,35 193,950 193,576

(49)

Mahathir/0904101010120 4.9.2 Gorong-gorong a. BGG 1 Saluran primer ; b = 1,335 m ; h = 1,155 m Lebar gorong-gorong = b + h = 1,335 + 1,155 = 2,49 m Tinggi bukaan = h + 0,6 m = 1,155 + 0,6 = 1,755 m a. BGG 2 Saluran primer ; b = 0,738 m ; h = 0,639 m Lebar gorong-gorong = b + h = 0,738 + 0,639 = 1,38 m Tinggi bukaan = h + 0,4 m = 0,639 + 0,4 = 1,039 m

(50)

Mahathir/0904101010120 BAB V

PERENCANAAN PROFIL MERCU BENDUNG DAN KOLAM OLAK

5.1 Perencanaan Profil Mercu Bendung

Dalam perencanaan konstruksi bangunan air yang harus diperhatikan untuk merencanakan mercu bendung adalah debit banjir yang akan dilewatkan, ketinggian air sebelum pembendungan dan kemiringan muka bendung bagian hulu dan hilir. Untuk memilih mercu bendung, terlebih dahulu harus diperhatikan adalah ketinggian air sebelum pembendungan dan tinggi rencana mercu. Jika ketinggian air sebelum pembendungan lebih rendah dari tinggi mercu yang direncanakan maka dipilih mercu tipe ogee, tetapi bila ketinggian air sebelum pembendungan diperoleh lebih tinggi dari tinggi mercu rencana, maka mercu yang akan digunakan adalah mercu bulat. Untuk merencanakan profil mercu bendung maka diperlukan data-data sungai sebagai berikut:

Qmaks = 426,57 m3/dt

Lebar sungai (B) = 45 m

Slope sungai (I) = 0,000982

Talud sungai (V : H) = 1 : 1

Manning sungai (n) = 0,04 dt/m1/3

Elevasi dasar sungai bagian hulu (UGL) = + 209 m Eevasi dasar sungai bagian hilir (DGL) = + 209 m Elevasi muka air pada mercu HL = +213,75 m

Tinggi pembendungan (P) = +213,75 m – (+ 209 m)

= +4,75 m

(51)

Mahathir/0904101010120 A = ( B + m H ) H P = B + 2H 1m2 R = P A V = 2/3 1/2 I R n 1 Q = A . V Dimana :

A = luas tampang aliran sungai (m2) B = lebar sungai (m)

m = talud sungai

H = kedalaman air sebelum pembendungan (m) P = keliling basah sungai (m)

R = jari-jari hidrolis sungai (m) v = kecepatan aliran (m/dt)

n = koefisien Manning sungai (dt/m1/3) I = slope memanjang sungai

Q = debit sungai (m3/dt)  R = P A R = 2 2H B H BH 2   Q = A  v Q = ( B + m H ) H  23 12 2 000982 , 0 ) 2 2H B H BH ( 04 , 0 1    426,57 = ( 45 + H ) H  23 12 2 000982 , 0 ) 2 2H 45 H 45H ( 04 , 0 1    Diperoleh H sebesar 4,57 m

(52)

Mahathir/0904101010120 Elevasi muka air bagian hulu sungai sebelum pembendungan :

UWLawal = UGL + H = + 209 + 4,57 = + 213,57 m

Karena elevasi mercu (HL = +213,75) berada di atas elevasi muka air sungai (UWLawal = +213,57), maka tipe aliran adalah jatuh bebas. Mercu yang digunakan adalah mercu tipe Ogee.

Perhitungan Debit Persatuan Lebar Bendung qeff = eff m ax B Q = 45 9 , 0 57 , 426 x = 10,57 m3/dt/m

Perhitungan Tinggi Air di atas Mercu Bendung

Untuk mercu Ogee perhitungan dilakukan dengan cara coba banding dengan menetapkan nilai Hd sampai didapat q ≈ qeff dengan rumus berikut:

q =                       3/2 2 3/2 2 d 2g V 2g V Hd 2g C 3 2 Cd = 0,611 + 0,08 P Hd V = Y qeff Y = Hd + P

(53)

Mahathir/0904101010120 No Hd P Y V Cd V2/2g q qeff 1 0,5 4,75 5,25 2,006 0,619 0,205 0,913 10,57 2 1 4,75 5,75 1,831 0,628 0,171 2,218 10,57 3 1,5 4,75 6,25 1,685 0,636 0,145 3,860 10,57 4 2 4,75 6,75 1,560 0,645 0,124 5,810 10,57 5 2,5 4,75 7,25 1,452 0,653 0,108 8,053 10,57 6 3 4,75 7,75 1,359 0,662 0,094 10,575 10,57 7 3,5 4,75 8,25 1,276 0,670 0,083 13,370 10,57

Dari perhitungan diatas diperoleh Hd = 3 m, sehingga q = qeff. Jadi tinggi Air diatas mercu = 3 m. Desain Mercu Hd = 3 m a = 0,237 x hd = 0,237 x 3 = 0,711 m b = 0,139 x hd = 0,139 x 3 = 0,417 m R = 0,68 x hd = 0,68 x 3 = 2,04 m r = 0,21 x hd = 0,21 x 3 = 0,63 m

Mencari koordinat titik singgung pada mercu digunakan persamaan Scemeni : X n = K x (hd)n-1 x Y

Dimana :

K dan n = parameter yang tergantung pada kemiringan muka pelimpah bagian hulu.

Tabel harga K dan n

Kemiringan muka bagian

hulu K n 3 : 1 1,936 1,836 X1,836 = 1,936 x (3)1,836-1 x Y Y = 0,206 X1,836 dx dy = (0,206 x 1,836) X0,836 dx dy = 0,378 X0,836

(54)

Mahathir/0904101010120 1 = 0,378 X0,836

X = 3,20 m dan Y =1,743 m

X 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

Y 0 0,058 0,206 0,434 0,735 1,108 1,548

Dari hasil perhitungan diatas dapat digambar bentuk Mercu tipe ogee:

1 3

Gambar. Profil mercu

(55)

Mahathir/0904101010120 Untuk merencanakan kolam olak diperlukan data-data seperti UWL, DGL, dan DWL. Dari data elevasi mercu (HL) dan tinggi air di atas mercu (hd) dapat dihitung elevasi muka air bagian hulu sungai sesudah pembendungan (upstream

water level).

UWL = HL + hd = +213,75 + 3 = +216,75 m

Dari data elevasi dasar sungai bagian hilir (DGL) dan tinggi air sebelum pembendungan (H) dapat dihitung elevasi muka air sungai bagian hilir bendung (downstream water level).

DWL = DGL + H = + 209 + 4,57 = + 213,57 m

Beda tinggi muka air antara hulu dengan hilir : H = UWL - DWL = 216,75  213,57 = 3,18 m Kedalaman kritis : yc = 3 2 g qeff = 3 2 81 , 9 10,57 yc = 2,24 m

 Merencanakan Kolam Loncat Air digunakan Tabel Perbandingan Tak Berdimensi H1 = hd + g v 2 2 1 H H= 09 , 3 18 , 3 = 3 + 0,094 1 H H= 1,189 = 3,094 m

(56)

Mahathir/0904101010120 1 H yu = 0,2460 → yu = 0,7611 1 H Hu = 2,6790 Hu = 8,289 1 H yd = 1,4308 → yd = 4,4270 1 H Hd = 1,503 → Hd = 4,650  Bilangan Froude vu = u eff y q = 7611 , 0 10,57 = 13,84 m/det H2 = yu + g vu 2 2 = 0,7611 + 81 , 9 2 84 , 13 2  = 10,52 m

Ternyata nilai Hu tidak sama dengan nilai H₂ maka dicari nilai yu yang baru dengan cara “trial & error”.

Tabel perbandingan nilai yu

yu vu H2 Hu 0,871 12,0896 8,320 8,289 0,872 12,0757 8,304 8,289 0,873 12,0619 8,288 8,289 0,874 12,0481 8,272 8,289 0,875 12,0343 8,256 8,289 0,876 12,0205 8,241 8,289 Sehingga bilangan Froudenya:

Fr = u u gy v Fr = 873 , 0 81 , 9 06 , 12 

(57)

Mahathir/0904101010120 Fr = 4,12

Mengingat nilai bilangan Froude sebesar 4,12 terletak di diantara 2,4 - 4,5 maka digunakan kolam olakan USBR tipe IV.

w = yu = 0,873 m 2,5 w = 2,5 x 0,873 = 2,183 m 2 yu = 2 x 0,873 = 1,746 m 1,25 yu = 1,25 x 0,873 = 1,09 m (tinggi endsil) Elevasi Kolam = 209 – yd = 209 – 4,42 = 204,58 m

Kontrol kedalaman air hilir minimum, y2 + endsill > 1,1 yd (4,42-0,873) + 1,1 = 4,647 > 1,1(4,42) = 4,862(tidak aman)

Kolam olakan harus diturunkan lagi sebesar 4,862 - 4,647 = 0,225 = 0,3 m

Maka elevasi kolam olak adalah 204,58 – 0,3 = + 204,28 m

Panjang kolam olak L = 2 yu ( 18(Fr)2 -1) L = 2 x 0,873 ( 18(4,12)2 -1) L = 18,67 = 19 m

(58)

Mahathir/0904101010120 BAB VI

STABILITAS BENDUNG

Stabilitas bendung harus dicek pada dua macam kondisi, yaitu:  selama debit sungai rendah (muka air normal); dan

 selama terjadi banjir rencana (muka air banjir).

6.1 Stabilitas Bendung Selama Debit Sungai Rendah (Muka Air Normal)

Saat debit sungai rendah diasumsikan:

 Elevasi muka air hulu (UWL) = elevasi mercu bendung (HL) = + 213,75  Elevasi muka air hilir (DWL) = elevasi ambang kolam olak dengan bak

yang dipompa sampai kering = +204,28

Gambar 6.1 Konstruksi bendung tanpa lantai hulu

Sebelum diselidiki stabilitasnya, terlebih dahulu dicek rembesan dan tekanan air di bawah tanah sehingga dapat diketahui apakah diperlukan lantai lindung atau tidak. Dengan menggunakan rumus Metode Lane, di mana:

Ao A B C D E F G H I J K L M N O Q P R 1 3

(59)

Mahathir/0904101010120 Hw L L C H V L

  3 1 ... (6.1) Keterangan:

CL = angka rembesan Lane; LV = jumlah panjang vertikal (m); LH = jumlah panjang horizontal (m); dan Hw = beda tinggi muka air (m).

a. Perhitungan jalur rembesan dan tekanan air tanah untuk konstruksi awal bendung

Tabel 6.1 Jalur rembesan air tanah untuk konstruksi awal bendung Titik Garis

Lrembesan

Lhitung Lx

Ver Hor Hor/3

(m) (m) (m) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) A0 A A0-A 1,000 1,000 1,000 B A-B 3,000 3,000 4,000 C B-C 2,000 0,667 0,667 4,667 D C-D 2,200 2,200 6,867 E D-E 1,000 0,333 0,333 7,200 F E-F 3,000 3,000 10,200 G F-G 2,000 0,667 0,667 10,867 H G-H 3,000 3,000 13,867 I H-I 2,000 0,667 0,667 14,533 J I-J 3,000 3,000 17,533 K J-K 2,000 0,667 0,667 18,200 L K-L 3,000 3,000 21,200 M L-M 3,000 1,000 1,000 22,200 N M-N 2,200 2,200 24,400 O N-O 20,160 6,720 6,720 31,120 P O-P 2,200 2,200 33,320 Q P-Q 1,000 0,333 0,333 33,653 R Q-R 9,080 9,080 42,733 Jumlah ΣLV ΣLH 1/3 ΣLH 31,680 33,160 11,053

(60)

Mahathir/0904101010120 Beda tinggi muka air antara hulu dan hilir adalah:

Hw = Elevasi muka air bagian hulu  Elevasi muka air bagian hilir = HL  Elevasi titik R

= 213,75  204,28 = 9,47 m

Dari tabel di atas dihitung angka rembesan Lane-nya:

Hw L L C H V L

  3 1 m m m CL 47 , 9 053 , 11 68 , 31   512 , 4  L C

Harga minimum angka rembesan Lane untuk pasir halus = 7,0 , sedangkan hasil yang diperoleh adalah 4,512 berarti:

CL hit < CL min.

Oleh karena itu, untuk melindungi terhadap bahaya rembesan dan erosi bawah tanah yang akan terjadi pada bendung diperlukan perlindungan tambahan berupa konstruksi lindung. Dalam perencanaan ini digunakan lantai hulu.

Lantai hulu tersebut akan memperpanjang jalur rembesan. Untuk keperluan perhitungan diasumsikan panjang lantai hulu 16,75 m.

b. Perhitungan jalur rembesan dan tekanan air tanah untuk konstruksi bendung dengan lantai hulu.

Gambar 6.2 Konstruksi bendung dengan lantai hulu

Ao A B C D E F G H I J K L M N O Q P R Ao A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 1 3

(61)

Mahathir/0904101010120 Tabel 6.2 Jalur rembesan dan tekanan air tanah untuk bendung dengan lantai hulu

Titi k Garis Lrembesan Lhitung Lx ΣLLx / hit Hx P= Hx - [(Lx/L) × Hw]

Ver Hor Hor/ 3 (m) (m) (m) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) A0 0,000 4,750 4,750 A1 A0-A1 4,500 4,500 4,500 0,065 9,250 8,630 A2 A1-A2 1,000 0,333 0,333 4,833 0,070 9,250 8,584 A3 A2-A3 3,500 3,500 8,333 0,121 5,750 4,602 A4 A3-A4 4,000 1,333 1,333 9,667 0,141 5,750 4,418 A5 A4-A5 3,500 3,500 13,16 7 0,192 9,250 7,436 A6 A5-A6 1,000 0,333 0,333 13,50 0 0,196 9,250 7,390 A7 A6-A7 3,500 3,500 17,00 0 0,247 5,750 3,408 A8 A7-A8 4,000 1,333 1,333 18,33 3 0,267 5,750 3,224 A9 A8-A9 3,500 3,500 21,83 3 0,318 9,250 6,242 A10 A9-A10 1,000 0,333 0,333 22,16 7 0,323 9,250 6,196 A11 A10-A11 3,500 3,500 25,66 7 0,373 5,750 2,214 A A11-A 4,000 1,333 1,333 27,00 0 0,393 5,750 2,030 B A-B 3,000 3,000 30,00 0 0,436 8,750 4,617 C B-C 2,000 0,667 0,667 30,66 7 0,446 8,750 4,525 D C-D 2,200 2,200 32,86 7 0,478 6,550 2,022 E D-E 1,000 0,333 0,333 33,20 0 0,483 6,550 1,976 F E-F 3,000 3,000 36,20 0 0,527 9,550 4,562 G F-G 2,000 0,667 0,667 36,86 7 0,536 9,550 4,471 H G-H 3,000 3,000 39,86 7 0,580 12,55 0 7,057 I H-I 2,000 0,667 0,667 40,53 3 0,590 12,55 0 6,965 J I-J 3,000 3,000 43,53 3 0,633 15,55 0 9,552 K J-K 2,000 0,667 0,667 44,20 0,643 15,55 9,460

(62)

Mahathir/0904101010120 0 0 L K-L 3,000 3,000 47,20 0 0,687 18,55 0 12,047 M L-M 3,000 1,000 1,000 48,20 0 0,701 18,55 0 11,909 N M-N 2,200 2,200 50,40 0 0,733 16,35 0 9,406 O N-O 20,16 0 6,720 6,720 57,12 0 0,831 16,35 0 8,480 P O-P 2,200 2,200 59,32 0 0,863 18,55 0 10,377 Q P-Q 1,000 0,333 0,333 59,65 3 0,868 18,55 0 10,331 R Q-R 9,080 9,080 68,73 3 1,000 9,470 0,000 Jumlah ΣLV ΣLH ΣL1/3 H ΣLhitu ng 52,68 0 48,16 0 16,05 3 68,733

*) HX = Elevasi muka air bagian hulu (HL = +213,75)  Elevasi terhadap titik yang ditinjau.

Setelah dibuat lantai hulu dengan teori yang sama dicek kembali angka rembesan Lane-nya (Tabel A.51):

Hw L L C H V L

  3 1 m m m CL 47 , 9 053 , 16 680 , 52   258 , 7  L C CL = 7,258  syarat CL min = 7.

Dengan demikian konstruksi bendung telah aman terhadap rembesan dan tekanan air tanah.

Selanjutnya dihitung tekanan air tanahnya dengan rumus:

Hw L L H P HIT X X X  

... (6.2) di mana:

(63)

Mahathir/0904101010120 HX = tinggi energi di hulu bendung pada titik X (m);

LX = jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai titik X (m); L = panjang total/lintasan jalur rembesan (m); dan

Hw = beda tinggi muka air (m). dengan X adalah titik yang ditinjau.

6.1.1 Stabilitas

Gaya-gaya yang bekerja pada tubuh bendung adalah: a. Tekanan air

Gaya tekanan hidrostatis.

Tekanan hidrostatis, merupakan fungsi kedalaman di bawah permukaan air. Tekanan air akan selalu bekerja tegak lurus terhadap muka bangunan. Dimana:

W = ½ γw h2 ... (6.3) Keterangan:

W = Gaya tekanan hidrostatis (ton); w = Berat volume air (w = 1 t/m3); dan h = kedalaman air (m).

b. Tekanan tanah

Tekanan tanah, termasuk tekanan lumpur di dalamnya (sediment pressure), bekerja secara horizontal terhadap bangunan bendung dan dianggap sebagai tekanan tanah aktif. Dalam perhitungan diasumsikan lumpur yang terjadi adalah setinggi mercu, sehingga kedalaman lumpur dihitung dari elevasi mercu sampai elevasi paling bawah dari bendung.

Rumus yang digunakan adalah: 2 2 Ka h P s w S            ... (6.4) dengan nilai:

Gambar

Tabel harga K dan n
Tabel perbandingan nilai y u
Gambar 6.1 Konstruksi bendung tanpa lantai hulu
Tabel 6.1 Jalur rembesan air tanah untuk konstruksi awal bendung  Titik  Garis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kalau seorang istri tidak mau memberi persetujuan, dan permohonan izin untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat

Melalui studi kasus pada Rumah Susun Asrama Polisi Kreneng dan Arama Polisi Sesetan, tulisan ini akan mengkaji fasade bangunan secara visual khususnya terkait

Mengenatui seberapa besar degradasi lingkungan yang telah terjadi akibat pencemaran udara yang ditimbulkan oleh aktivitas kendaraan bermotor, timbulan sampah,

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada hipotesis I ada pengaruh core strengthening untuk mengurangi tingkat nyeri menstruasi pada remaja putri di. universitas

Pada analisis numerik menggunakan software Ansys 16.0 maka didapatkan hasil dari kecepatan pada ujung nosel yang dimana hasil tersebut digunakan untuk mencari debit air,

Tembung pitakon sing bener kanggo njangkepi ukara ing dhuwur yaiku

ƒ Statistik (statistic) merupakan ukuran yang  yang dihitung dari sampel...

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah pengelolaan data kompetensi karyawan tetap untuk promosi jabatan dengan menggunakan metode profile matching yang