Bahan Seminar Hasil Departemen Kimia
ISOLASI SENYAWA TERPENOIDA DARI KULIT BUAH
MAHONI ( Swietenia mahagoni (L.) Jacq. )
SKRIPSI
ELFINA PASARIBU
070802046
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ISOLASI SENYAWA TERPENOIDA DARI KULIT BUAH MAHONI ( Swietenia mahagoni (L.) Jacq. )
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
ELFINA PASARIBU
070802046
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : ISOLASI SENYAWA TERPENOIDA DARI KULIT BUAH MAHONI ( Swietenia mahagoni (L.) Jacq. )
Kategori : SKRIPSI
Nama : ELFINA PASARIBU Nomor Induk Mahasiswa : 070802046
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
Disetujui di
Medan, Mei 2011
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Sovia Leny, S.Si, M.Si Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D
NIP.1975 1018 2000 032001 NIP. 1952 0828 1982 031001
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
ISOLASI SENYAWA TERENOIDA DARI KULIT BUAH MAHONI ( Swietenia mahagoni (L.) Jacq. )
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Mei 2011
PENGHARGAAN
Puji dan syukur pada Tuhan Yesus Kristus karena hanya dengan kasih dan campur tangan-Nya, penelitian dan penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan indah pada waktunya.
Ucapan terima kasih setulusnya kepada Papa, L.S. Pasaribu, dan Mama, Y.br. Nainggolan, yang setia mendukung dan tak kenal lelah memberikan yang terbaik untuk keberhasilan anak-anaknya. Terima kasih secara khusus kepada Bapak Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D dan Ibu Sovia Leny, S. Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak mengajari dan membimbing saya selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU, Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst., MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, MSc. Ibu Dra. Helmina Sembiring, M.Si selaku dosen wali saya, Bapak dan Ibu dosen bidang ilmu Kimia Bahan Alam, serta seluruh dosen Departemen Kimia FMIPA USU yang telah banyak memberikan saya ilmu dan didikan. Adikku, Elsa, serta seluruh keluarga besar yang selalu memotivasi saya. Abangku, Doly, yang selalu memantau dari jauh. Bang Dinan dan asisten-asisten KBA yang banyak membantu tanpa mengharapkan balasan. Dian, Nico, Tria, Vasca, dan teman-teman 2007 lainnya yang selalu memberi semangat dengan sindiran-sindiran anehnya. Terakhir bukan berarti yang terlupakan yaitu kepada seluruh pihak yang turut memberikan kontribusi, tetapi tidak saya tuliskan.
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai isolasi senyawa terpenoida dari kulit buah mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.). Metode isolasi dilakukan dengan cara maserasi dengan metanol lalu ekstraknya dipartisi dengan n-heksana. Lapisan metanol dipisahkan dengan kolom kromatografi dengan fasa diam silika gel dan berturut-turut dengan fasa gerak campuran n-heksana : etil asetat (90:10, 80:20, 70:30, 60:40)v/v.
Kemudian dilanjutkan dengan etil asetat 100%, dan terakhir metanol 100%. Fraksi etil asetat 100% dikromatografi lapis tipis preparatif lalu dimurnikan. Senyawa yang diperoleh berbentuk amorf sebanyak 22,5 mg, berwarna putih, Rf=0,27, dan titik lebur=165-168oC. Amorf tersebut juga bereaksi positif terhadap pereaksi-pereaksi
senyawa terpenoida. Hasil identifikasi Spektroskopi FT-IR dan 1H-NMR
menunjukkan bahwa amorf tersebut merupakan senyawa golongan terpenoida yang
mempunyai gugus-gugus fungsi antara lain –OH, CH3, C=O lakton, dan C-H
THE ISOLATION OF TERPENOID FROM PEEL OF MAHOGANY (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.)
ABSTRACT
The isolation of terpenoid compound from peel of mahogany (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.) was carried out. Isolation methode was done using maceration with methanol solvent then this extract was partitioned with n-hexane solvent. Methanol layer was separated using Column Chromatography with silica gel as the stationary phase and n-hexane : ethyl acetate (90:10, 80:20, 70:30, 60:40)v/v respectively, as the
mobile phase. It was continued with ethyl acetate 100%, next methanol 100%. Ethyl acetate fraction was PTLC then purified. An obtained compound was amorphous shape as much as 22.5 mg, white color, Rf=0.27, and melting point=165-168oC. It was
positive reaction with terpenoid compound reagents. FT-IR and 1H-NMR
DAFTAR ISI
Daftar Lampiran ix
Bab 1 Pendahuluan 1
1.6. Metodologi Penelitian 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka 5
2.1. Tumbuhan Mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.) 5
2.1.1. Morfologi Tumbuhan Mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.) 5
2.1.2. Sistematika Tumbuhan Mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.) 5
2.1.3. Manfaat Tumbuhan Mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.) 6
2.2. Klasifikasi Senyawa Organik Bahan Alam 6
2.2.1. Klasifikasi Berdasarkan Sifat Fisiologis 7
2.2.2. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimiawi 7
2.2.3. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis 7
2.2.4. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi 8
2.3. Senyawa Terpena 9
2.4. Senyawa Terpenoida 9
2.4.1. Biosintesa Senyawa Terpenoida 10
2.4.2. Klasifikasi Senyawa Terpenoida 13
2.4.2.1. Hemiterpenoida 14
2.4.2.2. Monoterpenoida 14
2.4.2.3. Seskuiterpenoida 15
2.4.2.4. Diterpenoida 16
2.4.2.5. Sesterterpenoida 17
2.4.2.6. Triterpenoida 17
2.4.2.7. Tetraterpenoida 19
2.4.2.8. Politerpenoida 20
2.5. Teknik Pemisahan 20
2.5.1. Ekstraksi 20
2.5.2. Kromatografi 21
2.5.2.2. Kromatografi Kolom 24
2.5.3. Preparatif 25
2.5.3.1. Preparatif Kromatografi Lapis Tipis 25
2.6. Teknik Spektroskopi 25
2.6.1. Spektrofotometri Infra Merah
( Fourier Transform - Infra Red/ FT-IR ) 26
2.6.2.Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton
( Nucleic Magnetic Resonance Proton/1H-NMR ) 27
Bab 3 Bahan dan Metodologi Penelitian 28
3.1. Alat-Alat 28
3.2. Bahan 29
3.3. Prosedur Penelitian 29
3.3.1. Penyediaan Sampel 29
3.3.2. Uji Skrining Fitokimia 30
3.3.3. Prosedur Memperoleh Ekstrak Pekat Lapisan Metanol
dari Kulit Buah Mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.) 30
3.3.4. Analisis Kromatografi Lapis Tipis 31
3.3.5. Pemisahan Senyawa Terpenoida dengan Kromatografi Kolom 31
3.3.6. Pemisahan Senyawa Terpenoida dengan Kromatografi Lapis
Tipis Preparatif 32
3.3.7. Pemurnian 33
3.3.8. Analisis Senyawa Hasil Isolasi 33
3.3.8.1. Uji Kemurnian Amorf dengan Kromatografi Lapis Tipis dan Uji Reaksi Warna dengan Pereaksi
Terpenoida 33
3.3.8.2. Penentuan Titik Lebur 34
3.3.8.3. Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi 34
3.3.8.3.1. Identifikasi dengan Spektrofotometer
Infra Merah (FT-IR) 34
3.3.8.3.2.Identifikasi dengan Spektrometer
Resonansi Magnetik Inti Proton(1H-NMR) 34
3.4. Bagan Skrining Fitokimia 35
3.5. Bagan Penelitian 36
Bab 4 Hasil dan Pembahasan 37
4.1. Hasil Penelitian 37
4.2. Pembahasan 38
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 44
5.1. Kesimpulan 44
5.2. Saran 44
DAFTAR PUSTAKA 45
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A. Determinasi Tumbuhan Mahoni 48
(Swietenia mahagoni (L.) Jacq.) Lampiran B. Gambar Tumbuhan Mahoni
(Swietenia mahagoni (L.) Jacq.) 49
Lampiran C. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak Pekat Lapisan Metanol
Kulit Buah Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.) 50
Lampiran D. Kromatogram Perbandingan Lapisan Metanol
dengan Lapisan N-Heksana Hasil Partisi 51
Lampiran E. Kromatogram Lapisan Tipis Senyawa Hasil Isolasi Fraksi Etil Asetat Melalui Penampakan Noda dengan
Pereaksi Terpenoida 52
Lampiran F. Spektrum FT-IR Senyawa Hasil Isolasi 53
Lampiran G. Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi 54
Lampiran H. Ekspansi Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi 55
Lampiran I. Spektrum 1H-NMR Senyawa Pembanding Terpenoida
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai isolasi senyawa terpenoida dari kulit buah mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.). Metode isolasi dilakukan dengan cara maserasi dengan metanol lalu ekstraknya dipartisi dengan n-heksana. Lapisan metanol dipisahkan dengan kolom kromatografi dengan fasa diam silika gel dan berturut-turut dengan fasa gerak campuran n-heksana : etil asetat (90:10, 80:20, 70:30, 60:40)v/v.
Kemudian dilanjutkan dengan etil asetat 100%, dan terakhir metanol 100%. Fraksi etil asetat 100% dikromatografi lapis tipis preparatif lalu dimurnikan. Senyawa yang diperoleh berbentuk amorf sebanyak 22,5 mg, berwarna putih, Rf=0,27, dan titik lebur=165-168oC. Amorf tersebut juga bereaksi positif terhadap pereaksi-pereaksi
senyawa terpenoida. Hasil identifikasi Spektroskopi FT-IR dan 1H-NMR
menunjukkan bahwa amorf tersebut merupakan senyawa golongan terpenoida yang
mempunyai gugus-gugus fungsi antara lain –OH, CH3, C=O lakton, dan C-H
THE ISOLATION OF TERPENOID FROM PEEL OF MAHOGANY (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.)
ABSTRACT
The isolation of terpenoid compound from peel of mahogany (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.) was carried out. Isolation methode was done using maceration with methanol solvent then this extract was partitioned with n-hexane solvent. Methanol layer was separated using Column Chromatography with silica gel as the stationary phase and n-hexane : ethyl acetate (90:10, 80:20, 70:30, 60:40)v/v respectively, as the
mobile phase. It was continued with ethyl acetate 100%, next methanol 100%. Ethyl acetate fraction was PTLC then purified. An obtained compound was amorphous shape as much as 22.5 mg, white color, Rf=0.27, and melting point=165-168oC. It was
positive reaction with terpenoid compound reagents. FT-IR and 1H-NMR
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemanfaatan tumbuhan di Indonesia untuk mengobati suatu penyakit biasanya hanya
berdasarkan pengalaman empiris yang diwariskan secara turun-menurun jarang
bahkan ada yang tanpa disertai data penunjang yang memenuhi persyaratan.(Maryani,
2003). Ini merupakan suatu bukti bahwa di dalam ramuan obat tersebut terdapat
senyawa-senyawa kimia yang berkhasiat. Dan salah satu senyawa kimia tersebut
adalah senyawa terpenoida.
Terpenoida merupakan senyawa metabolit sekunder yang tersusun atas
molekul-molekul isoprena teroksigenasi. Senyawa ini banyak dihasilkan oleh
tumbuhan pada getah dan vakuola selnya. Terdapat pula pada sejumlah hewan,
terutama serangga dan beberapa hewan laut.
Terpenoida juga terbagi atas beberapa golongan yang masing-masing
mempunyai peranan penting, baik dalam pertumbuhan, metabolisme serta ekologi dari
makhluk hidup yang mengandungnya. Bagi tumbuhan sendiri, terpenoida berguna
sebagai antifektan terhadap insekta, fitoaleksin, pertahanan tubuh dari herbivora, serta
sebagai hormon tumbuh. Bagi beberapa hewan lain, seperti serangga, terpenoida
berfungsi menstimulasi diri untuk bertelur. Apabila diisolasi dan dilakukan
bioaktifitasnya terhadap tubuh manusia, dari beberapa penemuan mengatakan bahwa
terpenoida berguna sebagai antihipertensi, antikanker, antitumor, antimalaria, dan
Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai tanaman obat oleh masyarakat
Indonesia adalah mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq). Ini merupakan salah satu
tumbuhan tradisional Indonesia yang masih belum memiliki acuan informasi yang
cukup lengkap, baik dari segi fitokimia maupun dari segi farmakologi.(Harianja,
2008). Melalui skrining fitokimia senyawa terpenoida serta penelitian terhadap
senyawa fitokimia yang dikandung mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq), tumbuhan ini
positif mengandung terpenoida. Adapun penelitian yang sudah pernah dilakukan pada
tumbuhan ini, antara lain:
Dari biji buah mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.) telah berhasil diisolasi beberapa
senyawa triterpenoida. Dimana senyawa triterpenoida yang diisolasi menunjukkan
aktifitas sebagai antihipertensi. Salah satu dari senyawa triterpenoida yang berhasil
diisolasi tersebut yaitu Swietenolide.
O
Dari kulit batang mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.) telah berhasil diisolasi senyawa
steroida.(Sitanggang, 1998). Dari daun mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.) telah berhasil
diisolasi senyawa steroida.(Silalahi, 2001).
Di tengah masyarakat, buah mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.) dikenal dapat
menurunkan tekanan darah tinggi, antijamur, demam, kurang nafsu makan, rematik,
dan masuk angin. Bijinya dikenal dapat menurunkan kadar gula darah. Kulit
batangnya dikenal dapat mengobati demam, sebagai tonikum, dan
astringent.(Harianja, 2008). Sedangkan untuk bagian lain dari tanaman ini seperti
daun dan kulit buahnya saja belum pernah ditemukan di masyarakat untuk
Oleh sebab itu, penulis menjadi tertarik untuk mengisolasi senyawa golongan
terpenoida dari kulit buah tumbuhan mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.).
1.2.Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah kulit buah mahoni (S. mahagoni (L.)
Jacq.) mengandung senyawa terpenoida dan bagaimana cara mengisolasinya.
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi senyawa terpenoida yang terdapat
dalam kulit buah mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.).
1.4.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber informasi ilmiah pada
bidang Kimia Bahan Alam dalam upaya pengembangan golongan senyawa terpenoida
dari kulit buah mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.).
1.5.Lokasi Penelitian
1. Lokasi pengambilan sampel
Kulit buah mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.) yang diteliti diperoleh dari satu
pohon mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.) yang terletak di sekitar Laboratorium Dasar
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
2. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam Fakultas
3. Lokasi identifikasi kristal hasil isolasi
Analisis Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR), dan Spektrometri Resonansi
Magnetik Inti Proton (1H-NMR) dilakukan di Pusat Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang.
1.6. Metodologi Penelitian
Isolasi senyawa terpenoida menggunakan kulit buah mahoni(S. mahagoni (L.) Jacq)
berupa serbuk kering sebanyak 1000 g. Tahap awal yang dilakukan adalah uji skrining
fitokimia dengan menggunakan pereaksi-preaksi untuk senyawa terpenoida yaitu
dengan menggunakan pereaksi cerium sulfat (CeSO4) 1% dalam asam sulfat (H2SO4)
10% dan pereaksi Salkowsky (H2SO4(p)).
Tahap isolasi yang dilakukan adalah:
1. Ekstraksi Maserasi.
2. Ekstraksi Partisi.
3. Analisis Kromatografi Lapis Tipis.
4. Analisis Kromatografi Kolom.
5. Analisis Kromatografi Lapis Tipis Preparatif.
6. Pemurnian.
7. Analisis Kristal Hasil Isolasi.
Analisis kristal hasil isolasi mencakup:
1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis.
2. Pengukuran Titik Lebur.
3. Identifikasi dengan menggunakan Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR), dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tumbuhan Mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.)
2.1.1. Morfologi Tumbuhan Mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.)
Mahoni termasuk tumbuhan tropis dari famili Meliaceae yang berasal dari Hindia
Barat. Tumbuhan ini dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati, pinggir pantai, dan
dijalan-jalan sebagai pohon peneduh. Perkembang-biakannya dengan menggunakan
biji, cangkokan, atau okulasi. Untuk tanaman mahoni yang akan digunakan sebagai
tanaman obat, maka tidak boleh diberi pupuk kimia (anorganik) maupun pestisida.
Buahnya pahit dan berasa dingin.(Harianja, 2008).
Tanaman ini merupakan tanaman tahunan dengan tinggi ± 5-25 m, berakar
tunggang, berbatang bulat, percabangan banyak dan kayunya bergetah. Daunnya
majemuk menyirip genap, helaian daun berbentuk bulat telur, ujung dan pangkalnya
runcing, dan tulang daunnya menyirip. Daun muda berwarna merah, setelah tua
berwarna hijau. Bunganya majemuk tersusun dalam karangan yang keluar dari ketiak
daun. Buahnya bulat telur, berlekuk lima, berwarna cokelat. Di dalam buah terdapat
biji berbentuk pipih dengan ujung agak tebal dan warnanya coklat
kehitaman.(Yuniarti, 2008).
2.1.2. Sistematika Tumbuhan Mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.)
Taksonomi tumbuhan mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq) diklasifikasikan sebagai
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo : Sapindales
Famili :
Genus:
Spesies : Swietenia mahagoni (L.) Jacq.
Nama lain mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq) sesuai daerah atau negaranya:
Di Bangli disebut sebagai mahagni. Di Belanda dikenal sebagai mahok. Orang
Perancis menyebutnya acajou atau acajou pays, sementara di Malaysia tanaman ini
dinamai cheriamagany. Lain lagi dengan orang Spanyol yang mengenalnya sebagai
caoba/caoba de Santo/domingo. Di Indonesia sendiri tumbuhan berkayu keras ini
mempunyai nama lokal lainnya, yaitu mahagoni, maoni atau moni.(Hendromono,
2001).
2.1.3. Manfaat Tumbuhan Mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.)
Di tengah masyarakat, buah mahoni dikenal dapat menurunkan tekanan darah tinggi,
antijamur, demam, kurang nafsu makan, rematik, dan masuk angin. Bijinya dikenal
dapat menurunkan kadar gula darah. Kulit batangnya dikenal dapat mengobati
demam, sebagai tonikum, dan astringent.(Harianja, 2008). Sedangkan untuk bagian
lain dari tanaman ini seperti daun dan kulit buahnya saja belum pernah ditemukan di
masyarakat untuk dimanfaatkan khasiatnya.
2.2. Klasifikasi Senyawa Organik Bahan Alam
2.2.1. Klasifikasi Berdasarkan Sifat Fisiologis
Setelah penelitian yang lebih mendalam dilakukan terhadap morfin, penisilin dan
prostaglandin, maka perhatian para ahli sering ditujukan terhadap isolasi dan
penentuan fungsi fisiologik dari senyawa-senyawa organik bahan alam tertentu.
Hampir separuh dari obat-obatan yang kita gunakan sehari-hari merupakan
bahan- alam, misalnya alkaloida dan antibiotik. Oleh karena itu senyawa organik
bahan alam dapat juga diklasifikasikan dari segi aktivitas fisiologik dari bahan alam
yang bersangkutan. Misalnya : kelas hormon, vitamin, antibiotik dan mikotoksin
(racun yang dihasilkan oleh jamur). Meskipun senyawa-senyawa dalam satu kelas
mempunyai struktur dan asal-usul biogenetik yang sangat bervariasi, namun ada
kalanya terdapat korelasi yang dekat antara aspek-aspek tersebut dengan kegiatannya.
2.2.2. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimiawi
Klasifikasi ini didasarkan pada kerangka molekul dari senyawa yang bersangkutan.
Menurut sistem ini, ada 4 kelas senyawa organik bahan alam, yaitu:
a. Senyawa alifatik rantai terbuka atau lemak dan minyak
Contoh : asam- asam lemak, gula dan asam- asam amino pada umumnya
b. Senyawa alisiklik atau sikloalifatik
Contoh : Terpenoida, steroida
c. Senyawa aromatik atau benzenoida
Contoh : Golongan fenolat, golongan kuinon
d. Senyawa heterosiklik
Contoh : alkaloida, flavonoida
2.2.3. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis
Semua konstituen tumbuhan dan binatang dibiosintesis dalam mikroorganisme
dari karbon biasanya adalah glukosa, yang dibiosintesis dalam tumbuhan hijau atau
yang diperoleh dari lingkungan dalam organisme.
Beberapa ahli mulai menyusun teori langkah-langkah biogenetik dari senyawa
organik bahan alam yang berlangsung dalam mikroorganisme hidup. Basis dari teori
ini adalah keteraturan struktural yang teramati sejak awal sampai akhir reaksi. Teori
yang paling menonjol adalah “aturan isoprena” yang diusulkan oleh Ruzicka. Dia
menyatakan semua senyawa terpenoida terbentuk dari “unit isoprena” C5.
Dari semua teori biogenesis ini dapat disimpulkan adanya 4 kelas senyawa
organik bahan alam, yakni :
a. Poliketida (asetogenin)
b.Fenolat (fenilpropanoida)
c. Isoprenoida
d.Alkaloida
2.2.4. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi
Pengklasifikasian ini didasarkan pada penyelidikan morfologi komparatif dari tumbuh
- tumbuhan yaitu taksonomi tumbuhan. Pada hewan dan sebagian mikroorganisme,
metabolit terakhir biasanya dibuang keluar tubuh, sedang pada tumbuh-tumbuhan
metabolit tersimpan di dalam tubuh tumbuhan itu sendiri.
Pada mulanya beberapa metabolit dianggap hanya berasal dari tumbuhan
tertentu. Kemudian diketahui bahwa beberapa metabolit tersebar pada berbagai
tumbuhan dan ternyata banyak konstituen tumbuhan - tumbuhan (seperti alkaloida dan
terpenoida) yang dapat diisolasi dari spesies, genus, suku atau famili tumbuhan
tertentu. Malah dalam satu spesies tunggal, dapat ditemukan sejumlah konstituen yang
2.3. Senyawa Terpena
Nama "terpena" (terpene) diambil dari produk getah tusam, terpentin (turpentine ).
Terpena merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh
tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya.
Senyawa terpena mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh
penyambungan dua atau lebih unit C-5 yang disebut unit isoprena. Unit C-5 ini
dinamakan demikian karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa isoprena
{CH2=C(CH3)-CH=CH2}.
(Harborne, 1987).
2.4. Senyawa Terpenoida
Istilah “terpenoida” di sini dipilih untuk semua senyawa yang terbentuk dari satuan
isoprena tanpa memperhatikan gugus fungsi yang ada, sementara terpena mengacu
khusus ke hidrokarbon. Dengan kata lain, senyawa terpenoida dapat digambarkan
sebagai sebuah terpena yang telah mengalami modifikasi, di mana kelompok
-kelompok metil dipindahkan atau dihapus, atau ditambahkan atom oksigen.
Sebaliknya, beberapa penulis menggunakan istilah "terpena" lebih luas untuk
menyertakan / mengistilahkan terpenoida.(Robinson, 1995).
Kebanyakan senyawa terpenoida terdapat bebas dalam jaringan tanaman, tidak
terikat dengan senyawa-senyawa lain, tetapi banyak diantara mereka yang terdapat
sebagai glikosida, ester dari asam organik dan dalam beberapa hal terikat dengan
protein. (Sastrohamidjojo, 1996).
Isoprena Unit Isoprena
Terpenoida terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen
minyak atsiri, yaitu monoterpenoida dan seskuiterpenoida yang mudah menguap (C10
dan C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai senyawa yang tidak
menguap, yaitu triterpenoida dan sterol (C30), serta pigmen karotenoida (C40).
(Harborne, 1987).
2.4.1. Biosintesa Senyawa Terpenoida
Secara umum biosintesa terpenoida dengan terjadinya 3 reaksi dasar yaitu:
1. Pembentukan isoprena aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
Asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A (Ko-A) melakukan kondensasi jenis
Claisen menghasilkan Asetoasetil Ko-A. Senyawa ini dengan Asetil Ko-A melakukan
kondensasi jenis Aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan
CH3-C-CH2-C-SCoA
2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isoprena akan membentuk mono-,
seskui-, di-, sester-, dan poli- terpenoida.
Setelah asam mevalonat terbentuk, reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi,
eliminasi asam posfat, dan dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil Pirofosfat (IPP).
Selanjutnya berisomerisasi menjadi Dimetil Alil Pirofosfat (DMAPP) oleh enzim
isomerase. IPP inilah yang bergabung dari kepala ke ekor dengan DMAPP.
Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap
atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion
pirofosfat mengasilkan Geranil Pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antara bagi semua
senyawa monoterpenoida. Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP
dengan mekanisme yang sama menghasilkan Farnesil Pirofosfat (FPP) yang
merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoida. Senyawa
diterpenoida diturunkan dari Geranil – Geranil Pirofosfat (GGPP) yang berasal dari
CH3-C-CH2-C-O -Geranil - -Geranil Pirofosfat (GGPP)
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau unit C-20 menghasilkan
Triterpenoida (C30) dan tetraterpenoida (C40) berasal dari dimerisasi C15 atau C20 dan
bukan dari polimerisasi terus-menerus dari unit C-5. Yang banyak diketahui ialah
dimerisasi FPP menjadi skualena yang merupakan triterpenoida dasar dan sumber dari
triterpenoida lainnya dan steroida. Siklisasi dari skualena menghasilkan tetrasiklis
triterpenoida lanosterol.( Pinder, 1960).
OPP Farnesil Pirofosfat (FPP)
skualena
2.4.2. Klasifikasi Senyawa Terpenoida
Senyawa terpenoida dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan utama
terpenoida, yaitu :
dalam Valeriana sp.
2.4.2.1. Hemiterpenoida
Hemiterpenoida adalah anggota yang paling sederhana dari senyawa terpenoida.
Senyawa ini merupakan hasil akhir metabolik yang dapat diisolasi karena jarang ada
yang stabil di alam,. Namun demikian, mereka yang terdapat dalam sel hidup
merupakan senyawa yang sangat reaktif. Keberadaan asam tiglat dan angelat di alam
adalah salah satu contoh sumber senyawa dari golongan hemiterpenoida.
H
tersebar luas,misalnya Geranium sp tersebar luas, mialnya Archangelica officinalis
2.4.2.2. Monoterpenoida
Monoterpenoida terbentuk dari dua satuan isoprena atau mempunyai sepuluh atom
karbon (C10). Monoterpenoida merupakan cairan tanwarna, tidak larut dalam air, dapat
disuling uap, berbau harum, dan titik didih antara 140 – 1800C. Beberapa senyawa
bersifat optis aktif.
Senyawa golongan ini telah diketahui sejak bertahun – tahun sebagai
komponen minyak esensial dari tumbuhan tingkat tinggi. Kebanyakan peneliti
berpendapat bahwa fungsi terpenoida tingat rendah lebih bersifat ekologi ketimbang
fisiologi dalam tumbuhan. Banyak senyawa ini yang menghambat pertumbuhan
tumbuhan pesaingnya dan dapat juga bekerja sebagai insektisida atau berdaya racun
Rangka monoterpenoida meliputi asiklik, monosiklik, dan bisiklik seperti
contoh di bawah ini:
CH3
Seskuiterpenoida adalah senyawa C15, biasanya dianggap berasal dari tiga satuan
isoprena. Seperti monoterpenoida, seskuiterpenoida terdapat sebagai komponen
minyak esensial yang tersuling uap. Senyawa golongan ini memiliki titik didih
>2000C dan berperan penting dalam memberi aroma pada buah.
Secara kimia, seskuiterpenoida juga dipilah – pilah berdasarkan kerangka karbon
dasarnya seperti monoterpenoida. Umumnya terdiri atas seskuiterpenoida asiklik
(misalnya farnesol), seskuiterpenoida monosiklik (misalnya elemol), dan seskuiterpenoida bisiklik (misalnya β – selinena). Tetapi, dalam setiap golongan dikenal banyak senyawa yang berbeda.
Setelah penelitian lebih lanjut, seskuiterpenoida dapat juga diklasifikasikan
terhadap ada tidaknya gugus lakton dalam struktur senyawa golongan
seskuiterpenoida tersebut. Seskuiterpenoida lakton ini mendapat perhatian khusus
untuk diteliti lebih lanjut karena kemampuannya sebagai alergen. Rasanya kadang –
O
O
O
Santonin
2.4.2.4. Diterpenoida
Diterpenoida merupakan senyawa C20 atau yang berasal dari empat satuan isoprena.
Umumnya bertitik didih tinggi, itu sebabnya diterpenoida tidak ditemukan dalam
minyak atsiri tumbuhan meskipun hal tersebut bisa jadi mungkin untuk yang bertitik
didih rendah. Senyawa golongan ini ditemukan dalam damar, eksudat berupa gom,
dan dalam resin sisa penyulingan minyak atsiri.
Senyawa golongan diterpenoida yang tersebar luas di alam ialah senyawa
induk asiklik dari deret senyawa tersebut yaitu fitol, yang terdapat sebagai bentuk
ester dalam molekul klorofil.
CH2OH
fitol
Diterpenoida dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik, dan tetrasiklik.
Sedangkan kelasnya dapat dibagi atas tiga, yaitu:
a. diterpenoida damar
berguna sebagai pelindung ketika dikeluarkan sebagai eksudat dari kayu pepohonan
b. diterpenoida racun
diterpenoida racun ialah gravanatoksin, umumnya terdapat dalam daun jenis
Rhododendron. Daun tersebut beracun oleh adanya senyawa gravanatoksin – 1.
c. giberelin
merupakan golongan hormon yang dapat merangsang pertumbuhan. Asam giberelat
adalah yang paling dikenal dari golongan ini.(Sastrohamidjojo, 1996).
2.4.2.5. Sesterterpenoida
Sesterterpenoida merupakan senyawa terpenoida yang terdiri atas lima unit molekul
isoprena (C25). Sesterterpenoida sangat jarang terdapat dalam tumbuhan tingkat tinggi,
meskipun memang ada (80). Ada kerumitan yang sangat meningkat dari senyawa
diterpenoida sampai triterpenoida. Kedua hal inilah yang membuat golongan senyawa
sesterterpenoida jarang dibicarakan. Contoh dari senyawa golongan ini adalah
ofiobolin.
OH
O
ofiobolin
(Robinson, 1995).
2.4.2.6. Triterpenoida
Triterpenoida merupakan salah satu golongan senyawa terpenoida yang rantainya
dibentuk oleh enam unit molekul isoprena atau mempunyai atom karbon sebanyak C30
pada kerangka dasarnya. Berupa senyawa tidak berwarna, seringkali bertitik leleh
tinggi dan optis aktif, yang umumnya sukar dicirikan karena tidak ada kereaktifan
Senyawa triterpenoida di alam terdapat pada tumbuhan dan hewan. Umumnya
tersebar luas dalam damar, gabus, dan kutin pada tumbuhan. Mereka terutama terdapat
dalam famili Rutaceae, Meliaceae, dan Simaroubaceae. Sedangkan pada hewan,
misalnya terdapat pada minyak hati ikan hiu (hidrokarbon skualena diisolasi untuk
pertama kalinya). Karena senyawa ini dianggap sebagai senyawa-antara dalam
biosintesis steroida, senyawa ini harus dibuat sekurang-kurangnya dalam jumlah kecil
oleh semua makhluk yang mensintesis steroida.(Manitto, 1992).
Berdasarkan bentuk dan keadaan senyawa triterpenoida, maka senyawa ini
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Senyawa steroida/ sterol
Merupakan salah satu golongan senyawa triterpenoida yang berstruktur dasar cincin
siklopentana perhidrofenantrena. Contoh : Stigmasterol.
H3C
Di dalam senyawa triterpenoida ini terdapat dalam bentuk asiklik dan siklik, yang
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
b.1. Triterpena asiklik, tidak mempunyai cincin tertutup pada strukturnya. Contoh:
Skualena, senyawa ini berupa kristal yang tidak berwarna, mempunyai titik leleh
tinggi, dan bersifat optis aktif.
b.2. Triterpena trisiklik, mempunyai tiga cincin tertutup pada struktur molekulnya.
Contoh: Ambrein.
b.3. Triterpena tetrasiklik, mempunyai empat cincin tertutup pada struktur
molekulnya. Contoh: Lanosterol, senyawa ini merupakan golongan tetrasiklis yang
memiliki rangka perhidroksiklopentanofenantren dan dapat dianggap sebagai
b.4.Triterpena pentasiklik, mempunyai lima cincin tertutup pada struktur molekulnya.
Senyawa ini terdapat pada tumbuh – tumbuhan yang terikat dengan senyawa –
senyawa gula yang disebut dengan triterpen glikosida.
c. Saponin
Merupakan glikosida dari gabungan triterpena dan sterol. Bila senyawa ini dihidrolisis
akan menghasilkan suatu senyawa aglikon ( saponin steroida ) dan glikosida ( gula ).
Saponin larut dalam air dan biasanya berasa pahit. Contohnya : Stigmasteril-β
-D-glukopiranosida.(Rahman, 1990).
d. Glikosida jantung/ kardenolida
Merupakan salah satu golongan triterpenoida yang kerangka dasarnya sama dengan
triterpenoida dan steroida, tetapi pada atom C17 berikatan langsung dengan senyawa
glikosida atau senyawa turunan furan. Kebanyakan glikosida jantung adalah racun.
Contoh : Oleandrin.(Sastrohamidjojo, 1996).
2.4.2.7. Tetraterpenoida
Tetraterpenoida terdiri atas delapan unit isoprena atau kerangka dasarnya terdiri atas
40 atom karbon (C40). Tetraterpenoida yang paling dikenal adalah karotenoida.
Karotenoida tersebar luas pada tumbuhan (misalnya pada famili Compositae) dan
merupakan golongan pigmen yang larut dalam lemak. Pada hewan, suatu karotenoida khusus, yaitu β – karotena, merupakan makanan yang diperlukan karena ia merupakan sumber vitamin A, yaitu suatu isoprenoida alkohol C20. Vitamin A diperoleh setelah β
– karotena tadi mengalami hidrasi dan molekulnya terpecah dua.
Karotenoida yang terkenal ialah hidrokarbon tak jenuh turunan likopena atau
2.4.2.8. Politerpenoida
Politerpenoida terdiri atas lebih dari delapan unit isoprena atau kerangka dasarnya
terdiri atas lebih dari 40 atom karbon. Contohnya karet alam.
karet alam
2.5. Teknik Pemisahan
2.5.1. Ekstraksi
Ekstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, partisi, perkolasi, dan sokletasi.
Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan
dengan derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas.
Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai
pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya : n–heksana, eter, kloroform, etil asetat,
etanol, metanol, dan air. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanya
pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotavapor.(Harborne, 1987).
Beberapa penelitian mengenai isolasi senyawa terpenoida sudah pernah
dilakukan menggunakan metoda partisi, antara lain:
1. Isolasi senyawa triterpenoida dari lapisan dalam batang tumbuhan Diospyros
maritima dimaserasi dengan etanol, (EtOH) ditambahkan H2O lalu dipartisi
dengan n-heksana. Lapisan yang diteruskan pengerjaannya adalah yang dari
fraksi etanolnya.(Kuo, 1997).
2. Isolasi senyawa diterpenoida (diterpenoida baru) dari buah Vitex rotundifolia
dimaserasi dengan metanol (Me-OH) lalu dipartisi dengan n-heksana. Lapisan
yang kemudian di kromatografi kolom adalah yang dari lapisan metanolnya.
(Yamamoto, 2002).
3. Isolasi senyawa limonoida baru dari kulit batang tumbuhan Swietenia
lemaknya terlebih dahulu, kemudian diekstraksi dengan etanol, lalu
dipekatkan. Dilarutkan kembali dengan MeOH-H2O lalu dipartisi lagi dengan
dietil eter. Lapisan dietil eter adalah yang diteruskan untuk dikromatografi
kolom.(Iwagawa, 2003).
2.5.2. Kromatografi
Penjelasan terperinci tentang kromatografi pertama kali diberikan oleh Michael
Tswett, seorang ahli botani Rusia yang bekerja di Warsawa. Pada tahun 1906, dia
mengumumkan cara pemisahan klorofil dan pigmen lainnya dalam suatu seri tanaman.
Larutan eter petroleum yang mengandung cuplikan diletakkan pada ujung atas tabung
gelas sempit yang telah diisi dengan serbuk kalsium karbonat. Ketika ke dalam kolom
itu dituangi eter petroleum maka akan terlihat bahwa pigmen-pigmen itu terpisah
dalam beberapa daerah. Setiap daerah bewarna itu diisolasi dan diidentifikasi senyawa
penyusunnya. Adanya pita bewarna itu maka dia mengusulkan nama “kromatografi”
yang berasal dari bahasa Yunani “kromatos” yang berarti warna dan “graphos” yang
berarti menulis.
Sekarang kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan pada
perbedaan distribusi dari penyusun cuplikan antara dua fasa. Satu fasa tetap tinggal
pada sistem dan dinamakan fasa diam. Fasa lainnya, dinamakan fasa gerak,
memperkolasi melalui celah - celah fasa diam. Gerakan fasa gerak menyebabkan
perbedaan migrasi dari penyusunan cuplikan.
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan teknik kromatografi.
Kebanyakan berdasarkan pada macam fasa yang digunakan (fasa gerak - fasa diam),
misalnya kromatografi gas dan kromatografi cairan. Cara pengelompokan lainnya
berdasarkan mekanisme yang membuat distribusi fasa. Disini metoda kromatografi
sebagian dikelompokkan berdasarkan macam fasa yang digunakan dan sebagian lain
Kromatografi cair-padat atau kromatografi serapan, ditemukan oleh Tswett
dan dikenalkan kembali oleh Khun dan Lederer pada 1931, telah digunakan sangat
luas untuk analisis organik dan biokimia. Pada umumnya sebagai isi kolom adalah
silika gel atau alumina yang mempunyai angka banding luas permukaan terhadap
volume sangat besar. Sayangnya hanya ada beberapa bahan penyerap, maka
pemilihannya sangat terbatas. Keterbatasan yang lebih nyata pada kenyataan bahwa
koefisien distribusi untuk serapan kerap kali tergantung pada kadar total. Hal ini akan
menyebabkan pemisahan tidak sempurna.
Kromatografi cairan-cairan atau kromatografi partisi, dikenalkan oleh Martin
dan Synge pada 1941, dan kemudian mendapatkan hadiah Nobel untuk itu. Fasa diam
terdiri atas lapisan tipis cairan yang melapisi permukaan dari padatan inert yang
berpori-pori. Ada banyak macam kombinasi cairan yang dapat digunakan sehingga
metode ini sangat berguna. Lebih lanjut, koefisien distribusi sistem ini lebih tidak
tergantung pada kadar, memberikan pemisahan yang lebih tajam.
Kromatografi gas-padat, digunakan sebelum tahun 1800 untuk memurnikan
gas. Pada waktu dulu teknik ini tidak berkembang karena keterbatasannya yang sama
seperti halnya kromatografi cairan-padat, tetapi penelitian lebih lanjut dengan macam
fasa padat baru memperluas penggunaan teknik ini.
Kromatografi gas-cairan merupakan metoda pemisahan yang sangat efisien
dan serba guna. Teknik ini telah menyebabkan revolusi dalam Kimia Organik sejak
dikenalkan pertama kali oleh James dan Martin pada tahun 1052. Hambatan yang
paling utama adalah bahan cuplikan harus mempunyai tekanan uap paling tidak
beberapa torr pada suhu kolom. Sistem ini sangat baik sehingga dapat dikatakan
sebagai metoda pilihan dalam kromatografi karena dapat memisahkan dengan cepat
2.5.2.1. Kromatografi Lapisan Tipis
Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai
selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif dan preparatif.
Kedua dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan
dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.
Pada hakikatnya Kromatografi Lapisan Tipis melibatkan dua peubah: sifat fasa
diam atau sifat lapisan dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fasa
diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap
(kromatografi cair - padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair
(kromatografi cair - cair). Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap, walaupun
sering berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair di dalam sistem
kromatografi cair- cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap
pada KLT, yaitu: silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kieselgur
(tanah diatomik), dan selulosa. Fasa gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut
atau campuran pelarut.
Kromatogram pada kromatografi lapis tipis merupakan noda – noda yang
terpisah setelah divisualisasi dengan cara fisika atau kimia. Visualisasi cara fisika
yaitu dengan melihat noda kromatogram yang mengadsorbsi radiasi ultraviolet atau
berfluorosensi dengan radiasi ultraviolet pada λ = 254 nm atau λ = 356 nm.
Visualisasi dengan cara kimia adalah dengan mereaksikan kromatogram dengan
pereaksi warna yang memberikan warna atau fluorosensi sensitif. Visualisasi cara
kimia ini dilakukan dengan cara penyemprotan dengan atomizer atau memberikan zat
uap kimia pada kromatogram atau dengan pencelupan kedalam pereaksi penampak
warna.
Pada kromatografi lapis tipis, dikenal istilah atau pengertian Rf untuk tiap –
tiap noda kromatogram yang didefenisikan sebagai berikut :
Faktor – faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang
juga mempengaruhi harga Rf yaitu:
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya
3. Tebal dan kerataan lapisan penyerap
4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa gerak
5. Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang dilakukan
6. Teknik percobaan
7. Jumlah cuplikan yang digunakan
8. Suhu
9. Keseimbangan
(Sastrohamidjojo, 1985).
2.5.2.2. Kromatografi Kolom
Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi (gravitasi)
atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan
keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Ukuran
keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurang-
kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kali.
Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa
pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam
atau bahkan tabung plastik. Pelarut (fasa gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom
karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong oleh tekanan. Pita
senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan
2.5.3. Preparatif
2.5.3.1. Preparatif Kromatografi Lapis Tipis
Pelat lapis tipis preparatif memungkinkan pengerjaan memisahkan sampel yang sangat
beragam dalam ukuran dari gram hingga ke miligram. Tersedia dengan atau tanpa
indikator fluoresensi, pelat kromatografi lapis tipis (KLT) unutk preparatif tersedia
dari ukuran paling tipis 0.5 cm dan paling tebal 2 cm. Pelat ini juga menggunakan
teknologi pengikat silika Merck yang telah terbukti seperti pada pelat KLT analitis.
Pada preparatif KLT, sampel umumnya diaplikasikan sebagai suatu pita di sepanjang
seluruh lebar pelat. Deteksi UV digunakan hampir secara eksklusif untuk membuat
substansi nampak. Untuk mengisolasi substansi dengan ekstraksi, cukup dengan
mengelupas titik tersebut dari lapisan.
2.6. Teknik Spektroskopi
Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia-fisika yang mengamati
tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik.
Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan
spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang
fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan
detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer.( Muldja, 1955 ).
Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe-tipe dari adanya gugus
fungsi dalam satu molekul. Resonansi Magnet Inti yang memberikan informasi
tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Ini juga memberikan informasi
yang menyatakan tentang alam serta lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen.
2.6.1. Spektrofotometri Inframerah ( Fourier Transform - Infra Red/ FT - IR)
Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran
yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapannya kurang dari 100 cm -1 (panjang
gelombang lebih daripada 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah
menjadi putaran energi molekul.
Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai
garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi
getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran.(Silverstein, 1984).
Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan yaitu vibrasi regang
(stretching) dan vibrasi lentur (bending vibrations).
1. Vibrasi Regang
Terjadi perubahan jarak antara dua atom dalam suatu molekul secara
terus-menerus. Vibrasi regang ada dua macam, yakni vibrasi regang simetris dan tak
simetris.
2. Vibrasi Lentur
Terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada dua macam vibrasi
lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang (scissoring dan rocking) dan vibrasi
luar bidang (wagging dan twisting).(Noerdin, 1985).
Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwikutub secara
berirama saja yang teramati di dalam inframerah. Medan listrik yang berganti-ganti,
yang dihasilkan oleh perubahan penyebaran muatan yang menyertai getaran
menjodohkan getaran molekul dengan medan listrik pancaran elektromagnet yang
2.6.2. Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (Nucleic Magnetic
Resonance Proton/ 1H-NMR )
Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR)
merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini
memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul.
Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen,
jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan
dengan setiap atom hidrogen.(Cresswell, 1982)
Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua
proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa
kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa
memberikan penaikan menjadi puncak absorpsi tunggal dalam spektrum NMR.
(Bernasconi, 1995).
Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu :
1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan
spektrum puncak tunggal yang kuat.
2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan ke dalam
larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4.
Boleh dikatakan semua senyawa organik memberikan resonansi bawah medan
terhadap TMS. Hal ini disebabkan Si lebih bersifat elektro positif dibandingkan atom
C. TMS sendiri dari segi kimia bersifat lembam, tidak bercampur dengan H2O ataupun
BAB 3
BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat – Alat
1. Alat pengering Memmers
2. Alat pengukur titik lebur Fisher
3. Batang pengaduk
4. Bejana KLT
5. Bejana preparatif KLT (30 x 15) cm
6. Botol vial
7. Corong pisah 500 ml Pyrex
8. Corong saring Pyrex
9. Ekstraktor 2,5 l Schott/ Duran
15. Kolom kromatografi Pyrex
16. Labu alas 1 l Schott/ Duran
17. Labu takar 100 ml Schott/ Duran
18. Lampu UV 254 nm/ 356 nm UVGL 58
19. Neraca analitis Mettler AE 200
20. Penangas air Büchi B-480
21. Pipet tetes
22. Pelat KLT Merck/ Kieselgel 60 F254
24. Rotavapor Büchi R-114
25. Spatula
26. Spektrofotometer FT – IR Shimadzu
27. Spektrometer 1H – NMR Jeol/ Delta2 NMR-500MHz
28. Statif dan klem
29. Tabung reaksi Pyrex
30. Vakum Büchi B-169
3.2. Bahan – Bahan
1. Kulit buah mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq)
2. Metanol (Me-OH) Teknis
3. N – heksana p. a. E. Merck
Sampel yang diteliti adalah kulit buah mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq) yang diperoleh
dari satu pohon mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.) yang terletak di sekitar
Laboratorium Dasar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara. Kulit – kulit buah tersebut dihaluskan lalu dikeringkan di udara
terbuka dalam suhu kamar sampai mengering sehingga diperoleh serbuk kulit buah
3.3.2. Uji Skrining Fitokimia
Dilakukan uji pendahuluan terhadap serbuk kulit buah mahoni (S. mahagoni (L.)
Jacq.) untuk mengetahui senyawa – senyawa fitokimia apa saja yang terdapat di
dalamnya dan memperkuat latar belakang isolasi senyawa terpenoida dalam kulit buah
ini. Uji pendahuluan secara kualitatif dengan reaksi warna.
Prosedur :
1. Serbuk kering kulit buah mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.) diambil ± 10 g,
dimaserasi dengan metanol dan didiamkan selama ± 4 jam dalam suhu
kamar lalu disaring dan diambil filtratnya. Ekstrak metanol yang diperoleh
dibagi kedalam 2 tabung reaksi.
2. Kedua tabung reaksi tersebut ditambahkan masing-masing pereaksi:
Tabung I : dengan pereaksi CeSO4 1% dalam H2SO4 10%
menghasilkan larutan coklat. Hal ini menunjukkan positif
terpenoida.
Tabung II : dengan pereaksi Salkowsky (H2SO4(p)) menghasilkan
larutan merah . Hal ini menunjukkan positif terpenoida.
3.3.3. Prosedur Memperoleh Ekstrak Pekat Lapisan Metanol dari Kulit Buah
Mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.)
Serbuk kulit buah mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq) yang telah dihaluskan ditimbang
sebanyak 1000 g kemudian dimaserasi dengan metanol sebanyak 12,5 L selama ± 15
hari, kemudian ditampung dan dipekatkan dengan rotavapor sehingga diperoleh
ekstrak pekat metanol. Ekstrak pekat metanol tersebut dipartisi berulang-ulang dengan
n-heksana. Lapisan metanol dipisahkan dari lapisan n-heksana, lalu dipekatkan
kembali dengan rotavapor sehingga diperoleh ekstrak pekatlapisan metanol sebanyak
3.3.4. Analisis Kromatografi Lapis Tipis
Analisis kromatografi lapis tipis dimaksudkan untuk mencari sistem fasa gerak (eluen)
yang sesuai di dalam analisis kromatogafi kolom. Fasa gerak yang digunakan adalah
campuran n – heksana : EtOAc dengan variasi perbandingan 90:10 v/v, 80:20 v/v, 70:30 v
/v, dan 60:40 v/v. Sedangkan fasa diamnya adalah silika gel Kieselgel 60 F254 Merck.
Prosedur :
Dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak 90:10 v/v dalam bejana kromatografi.
Ditotolkan ekstrak pekat lapisan metanol pada pelat KLT yang telah diaktifkan. Pelat
dimasukkan ke dalam bejana yang berisi pelarut yang dijenuhkan, kemudian ditutup.
Setelah dielusi, pelat dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Noda yang terbentuk
diamati dibawah sinar UV, kemudian dihitung harga Rf dan dicatat. Perlakuan yang
sama dilakukan untuk perbandingan pelarut n- heksana : EtOAc selanjutnya (80:20 v/v,
70:30 v/v, dan 60:40 v/v).
Dari hasil analisis KLT menunjukkan bahwa di dalam kulit buah mahoni (S.
mahagoni (L.) Jacq) terdapat senyawa terpenoida dan hasil pemisahan yang baik
diberikan pada fasa gerak n – heksana : EtOAc (70 : 30) v/v. (LAMPIRAN C)
3.3.5. Pemisahan Senyawa Terpenoida dengan Kromatografi Kolom
Isolasi senyawa terpenoida dengan kromatografi kolom menggunakan fasa diam silika
gel 40 E. Merck dan fasa gerak n – heksana : EtOAc dengan perbandingan 90:10 v/v ,
80:20 v/v ,70:30 v/v ,60:40 v/v, selanjutnya etil asetat 100%, dan terakhir metanol 100%.
Prosedur:
Dirangkai peralatan untuk kromatografi kolom, kemudian dibuburkan silika
gel 40 E. Merck sebanyak 300 g dengan n - heksana, diaduk sampai homogen dan
dimasukkan kedalam kolom kromatografi. Lalu dielusi dengan n – heksana 100 %
hingga bubur silika gel memadat dan homogen di dalam kolom. Selanjutnya
telah dibuburkan dengan silika gel E. Merck sebanyak 30 g. Sampel dielusi dengan n
– heksana 100 %. Lalu ditambahkan fasa gerak n – heksana : EtOAc 90:10 v/v secara
perlahan-lahan ke dalam kolom, diatur sehingga aliran fraksi keluar dari kolom
kromatografi bergerak secara kontinu dan ditampung tiap fraksi dalam botol vial
masing-masing sebanyak 12 ml. Dinaikkan kepolaran dengan menambahkan fasa
gerak n – heksana : EtOAc 80:20 v/v, 70:30 v/v, dan 60:40 v/v secara berturut – turut.
Fraksi-fraksi dengan Rf yang sama digabungkan. Selanjutnya sisa komponen –
komponen senyawa yang masih ada di dalam kolom, dielusi dengan etil asetat 100%,
dan terakhir metanol 100%. Tiap –tiap fraksi yang ditampung selanjutnya dianalisis
KLT menggunakan campuran pelarut n-heksana : etil asetat (70 : 30 v/v) dan diuji
dengan CeSO4 1% dalam H2SO4 10%, lalu diuapkan hingga diperoleh senyawa hasil
isolasi berbentuk amorf.
3.3.6. Pemisahan Senyawa Terpenoida dengan Kromatografi Lapis Tipis
Preparatif
Isolasi senyawa terpenoida dengan KLT preparatif dilakukan karena hasil analisis
KLT dari amorf yang diperoleh dengan kromatografi kolom menunjukkan hasil yang
belum murni.
Prosedur:
Amorf yang diperoleh dari isolasi dengan kromatografi kolom dilarutkan
kembali dengan Me-OH lalu dianalisis KLT untuk mengetahui apakah senyawa yang
diperoleh sudah murni atau belum sekaligus mencari fasa gerak yang sesuai untuk
preparatif KLT. CHCl3 : EtOAc (70 : 30 v/v) adalah fasa gerak yang menunjukkan
pemisahan paling baik untuk selanjutnya digunakan untuk menjenuhkan bejana KLT
preparatif. Sedangkan amorf yang telah dilarutkan tadi ditotolkan secara perlahan –
lahan dan sama rata disepanjang tepi bawah pelat KLT yang telah diaktifkan. Pelat
dimasukkan kedalam bejana yang berisi pelarut yang dijenuhkan, kemudian ditutup.
Setelah dielusi, pelat dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, dan hasilnya diperiksa di
100%. Hasil elusi diuapkan hingga diperoleh amorf. (Pemisahan dengan cara ini
dilakukan tidak hanya pada amorf dari fraksi 1-115, tetapi juga dari fraksi EtOAc).
3.3.7. Pemurnian
Pemurnian bertujuan memisahkan amorf yang mengandung senyawa terpenoida dari
pengotor – pengotor yang kemungkinan masih bercampur.
Prosedur :
Amorf yang diperoleh dari isolasi dengan KLT preparatif dilarutkan kembali
dengan EtOAc, diaduk hingga semua amorf larut sempurna. Kemudian ditambahkan n
– heksana secara perlahan – lahan hingga pembentukan kembali senyawa yang lebih
murni dari sebelumnya dan jatuh di dasar wadah. Didekantasi larutan bagian atas
wadah. Lalu diuapkan sisa pelarut dari amorf hingga diperoleh amorf yang benar –
benar bebas dari pelarut.(Jacobs, 1974).
(Pemurnian dengan cara ini dilakukan tidak hanya pada amorf dari fraksi 1-115, tetapi
juga dari fraksi EtOAc).
3.3.8. Analisis Senyawa Hasil Isolasi
3.3.8.1. Uji Kemurnian Amorf dengan Kromatografi Lapis Tipis dan Uji Reaksi
Warna dengan Pereaksi Terpenoida
Uji kemurnian amorf yang diperoleh dengan KLT menggunakan fasa diam Kieselgel
60 F 254 Merck dan fasa gerak CHCl3 : EtOAc ( 70 : 30 ) v/v.
Prosedur :
Diambil sedikit amorf yang diperoleh lalu dilarutkan dengan aseton (sekaligus
untuk mengetahui kelarutan amorf pada aseton sehingga dapat digunakan sebagai
1. Larutan fasa gerak CHCl3 : EtOAc ( 70 : 30 ) v/v dimasukkan dalam bejana KLT.
Pelat yang telah ditotolkan sampel dimasukkan kedalam bejana KLT dan
dibiarkan hingga fase gerak naik sampai batas atas yang telah ditentukan.
Selanjutnya pelat dikeluarkan dari bejana KLT, dikeringkan dan noda yang terlihat
di bawah sinar UV berwarna coklat. Diberi tanda pada noda tersebut dan dihitung
harga Rf.
2. Difiksasi noda pada pelat KLT tersebut dengan pereaksi CeSO4 1% dalam H2SO4
10%.
(LAMPIRAN E)
3.3.8.2. Penentuan Titik Lebur
Amorf hasil isolasi yang telah murni dimasukkan ke dalam alat pengukur titik lebur,
diatur suhu. Lalu diamati suhu sampai amorf melebur.
3.3.8.3. Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi
3.3.8.3.1. Identifikasi dengan Spektrofotometer Inframerah (FT-IR)
Analisis dengan alat Spektrofotometer FT-IR diperoleh dari Laboratorium Pusat
Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang.
(LAMPIRAN F)
3.3.8.3.2. Identifikasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton
(1H-NMR)
Analisis alat Spektrometer 1H-NMR diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian
Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang dengan menggunakan
aseton sebagai pelarut.
3.4. Bagan Skrining Fitokimia
Diekstraksi maserasi dengan pelarut metanol
Didiamkan selama ± 4 jam
Disaring
Dibagi kedalam 2 tabung reaksi
Ditambahkan Pereaksi Ditambahkan Pereaksi
CeSO4 1% dalam H2SO4 10% Salkowsky (H2SO4(p))
Diamati perubahan yang terjadi Diamati perubahan yang terjadi
± 10 g serbuk kering kulit buah mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq)
Filtrat
Tabung I
Larutan coklat (+)
Tabung II
Larutan merah (+)
3.4. Bagan Penelitian
Diskrining fitokimia
Dimaserasi dengan metanol sebanyak 2,5 L Didiamkan selama 3 hari
Diulangi sebanyak 5 kali
Diuji dengan CeSO4 1% dalam H2SO4 10% Dipekatkan dengan rotavapor
Diekstraksi partisi dengan n-heksana secara berulang-ulang
Dipekatkan dengan rotavapor Tidak dilanjutkan
Di-KLT untuk mengetahui sistem eluen yang sesuai pada kromatografi kolom Dirangkai peralatan untuk kromatografi kolom
Dipisahkan tiap fraksi melalui kromatagrafi kolom dengan fasa gerak yaitu campuran pelarut n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 90:10 v
/v, 80:20 v/v, 70:30 v/v, dan 60:40v/v Ditampung tiap fraksi sebanyak 12 ml dalam botol vial
Di-KLT untuk mengetahi harga Rf Digabung fraksi dengan Rf yang sama
Dielusi dengan etil asetat 100% kemudian metanol 100% secara berturut-turut
Diuji dengan CeSO4 1% dalam H2SO4 10%
Diuapkan Diuapkan
Di-KLT untuk mencari sistem eluen yang sesuai Di-KLT untuk mencari sistem eluen yang sesuai pada kromatografi lapis tipis preparatif pada kromatografi lapis tipis preparatif Dikromatografi lapis tipis preparatif Dikromatografi lapis tipis preparatif
Diuapkan Diuapkan
Dimurnikan Dimurnikan
Ditimbang massa Ditimbang massa Tidak dilanjutkan Diukur titik lebur
Dianalisis dengan Spektrofotometer FT-IR dan Spektrometer 1H-NMR
1000 g serbuk kulit buah mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq)
Ekstrak metanol Residu
Ekstrak pekat metanol
Lapisan metanol Lapisan n-heksana
Ekstrak pekat lapisan metanol
Fraksi EtOAc Fraksi Me-OH
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Hasil skrining fitokimia dari serbuk kulit buah mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq)
menunjukkan bahwa sampel positif terhadap pereaksi – pereaksi terpenoida, namun
negatif terhadap pereaksi flavonoida maupun alkaloida.
Senyawa terpenoida yang berhasil diisolasi dari 1000 g serbuk kulit buah
mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq) diperoleh dengan cara maserasi dengan 12,5 L
metanol, dipekatkan lalu dipartisi dengan n-heksana secara berulang – ulang hingga
lapisan n-heksananya terlihat bening. Lapisan metanol dipekatkan sehingga diperoleh
ekstrak lapisan metanol sebanyak 13 g. Diuji serta dibandingkan sejumlah kecil
lapisan metanol, lapisan n-heksana, senyawa triterpenoida, dan senyawa β – sitosterol
(yang telah berhasil diisolasi sebelumnya dari biji mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq))
dengan analisis KLT (LAMPIRAN D). Hasilnya menunjukkan lapisan metanol
adalah yang paling mendekati kemiripan hasil analisis KLT senyawa triterpenoida
daripada lapisan n-heksana. Komponen – komponen ekstrak ini dipisahkan dengan
kromatografi kolom dengan fasa gerak n-heksana : EtOAc dengan perbandingan 90:10
v
/v, 80:20 v/v, 70:30 v/v, dan 60:40v/v. Selanjutnya dengan EtOAc 100% kemudian
metanol 100%.
Setelah dianalisis KLT kembali, diperoleh bahwa fraksi 1-115 (yang positif
terhadap pereaksi terpenoida) memiliki dua noda. Artinya, senyawa yang diperoleh
belum murni. Itu sebabnya dilakukan KLT preparatif untuk tahap selanjutnya. Melalui
analisis KLT diketahui bahwa fasa gerak yang pemisahannya paling baik untuk KLT
Senyawa yang diperoleh dari hasil rekristalisasi (fraksi 1-115) menunjukkan
noda tunggal di bawah lampu UV (berarti senyawa hasil isolasi adalah murni), positif
terhadap pereaksi terpenoida, berbentuk amorf, berwarna putih kekuningan, dan
massa=7 mg. Hal ini mengakibatkan amorf tidak dapat dianalisis spektroskopi karena
jumlahnya terlalu sedikit (minimal 10 mg). Oleh sebab itu, dilakukan pemisahan
kembali dengan cara KLT preparatif dari fraksi EtOAc. Senyawa yang diperoleh dari
hasil rekristalisasi (fraksi EtOAc) menunjukkan noda tunggal di bawah lampu UV
(berarti senyawa hasil isolasi adalah murni), positif terhadap pereaksi terpenoida,
berbentuk amorf, berwarna putih, massa=22,5 mg, Rf=0,27, dan titik
lebur=165-168oC.
4.2 Pembahasan
Isolasi dilakukan dengan cara maserasi dengan metanol yang bertujuan untuk
mendapatkan ekstrak dari kulit buah mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq), dipekatkan lalu
diekstraksi partisi dengan n-heksana hingga lapisan n-heksananya terlihat bening,
bertujuan untuk menghilangkan asam-asam lemak (defated) yang terkandung dalam
ekstrak metanol. Kemudian lapisan metanol diuji serta dibandingkan dengan lapisan
n-heksana, senyawa triterpenoida, dan senyawa β – sitosterol (yang telah berhasil
diisolasi sebelumnya dari biji mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq)) melalui analisis KLT
untuk mengetahui lapisan mana yang paling mendekati kemiripan hasil analisis KLT
senyawa triterpenoida. Hal ini dilakukan karena baik senyawa terpenoida maupun
steroida sama – sama positif terhadap CeSO4 1% dalam H2SO4 10%. Dari hasil
pengujian tersebut diketahui bahwa lapisan metanol adalah yang mengandung
senyawa terpenoida dan bukan pada lapisan n-heksana. Selanjutnya lapisan metanol
yang dipekatkan, dikromatografi kolom menggunakan fasa diam silika gel 40 E.Merck
dan fasa gerak n-heksana : EtOAc dengan perbandingan 90:10 v/v, 80:20 v/v, 70:30 v/v,
dan 60:40v/v. Dilanjutkan dengan mengelusinya berturut-turut dengan EtOAc 100%
kemudian metanol 100% untuk menurunkan keseluruhan sisa komponen yang
tertinggal di dalam kolom. Senyawa yang diperoleh dianalisis KLT kembali untuk
mengetahui apakah senyawa yang diperoleh sudah murni atau belum. Setelah
preparatif untuk memisahkan kembali komponen-komponen dari senyawa yang belum
terpisah sempurna tersebut. Perlakuan – perlakuan isolasi yang telah dilakukan
merupakan cara isolasi khusus untuk mendapatkan kristal ataupun amorf dari suatu
senyawa terpenoida.
Amorf hasil isolasi yang dianalisis melalui spektroskopi adalah dari fraksi
EtOAc. Sebelumnya telah diuji dengan pereaksi – pereaksi khusus terpenoida untuk
membuktikan adanya senyawa terpenoida dalam amorf tersebut. Adapun pereaksi -
pereaksi yang digunakan sebagai berikut :
1. Pereaksi CeSO4 1% dalam H2SO4 10% menghasilkan larutan berwarna coklat
(positif)
2. Pereaksi Salkowsky (H2SO4(p)) menghasilkan larutan berwarna merah (positif)
Dari hasil reaksi dengan pereaksi – pereaksi terpenoida menunjukkan hasil
yang positif. Ini menunjukkan adanya senyawa terpenoida pada amorf hasil isolasi
dari kulit buah mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq).
Hasil analisis dengan Spektroskopi Infra Merah (FT – IR) pada amorf hasil
isolasi menghasilkan pita – pita serapan pada daerah bilangan gelombang sebagai
berikut :
1. Pada bilangan gelombang 567,07 cm-1
2. Pada bilangan gelombang 653,87 cm-1
3. Pada bilangan gelombang 680,87 cm-1
4. Pada bilangan gelombang 731,02 cm-1
5. Pada bilangan gelombang 947,05 cm-1
6. Pada bilangan gelombang 1234,44 cm-1
7. Pada bilangan gelombang 1373,32 cm-1
8. Pada bilangan gelombang 1442,75 cm-1
9. Pada bilangan gelombang 1734,01 cm-1
10.Pada bilangan gelombang 2750,49 cm-1
11.Pada bilangan gelombang 2881,65 cm-1
12.Pada bilangan gelombang 2953,02 cm-1
14.Pada bilangan gelombang 3251,96 cm-1
15.Pada bilangan gelombang 3342,64 cm-1
(LAMPIRAN F)
Hasil analisis Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (H1-NMR)
senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut aseton-d6 dan TMS sebagai
standar yang memberikan signal – signal pergeseran kimia pada daerah sebagai
berikut :
1. 0,9170 ppm menunjukkan puncak singlet
2. 1,0683 – 1,1356 ppm menunjukkan puncak triplet
3. 1,2242 – 1,3174 ppm menunjukkan puncak multiplet
4. 1,5819 – 1,6629 ppm menunjukkan puncak multiplet
5. 1,7974 ppm menunjukkan puncak singlet
6. 2,1902 ppm menunjukkan puncak singlet
7. 3,3014 – 3,3549 ppm menunjukkan puncak multiplet
8. 3,7400 ppm menunjukkan puncak singlet
9. 3,7721 ppm menunjukkan puncak singlet
10.3,8149 – 3,8577 ppm menunjukkan puncak multiplet
11.4,5348 – 4,5700 ppm menunjukkan puncak triplet
12.5,2211 – 5,2639 ppm menunjukkan puncak multiplet
13.5,5360 ppm menunjukkan puncak singlet
14.6,3139 ppm menunjukkan puncak singlet
15.6,8917 – 6,9192 ppm menunjukkan puncak triplet
(LAMPIRAN G)
Hasil interpretasi Infra Merah (FT-IR) dan Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton
(1H-NMR) senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut aseton-d6 dalam
standar TMS diperoleh :
1. Pergeseran kimia pada daerah 0,9170 ppm terdapat puncak singlet yang
menunjukkan adanya proton - proton –CH3 yang diduga tidak mempunyai
bilangan gelombang 1442,75 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi regang – CH3.
2. Pergeseran kimia pada daerah 1,0683 – 1,1356 ppm terdapat puncak triplet
menunjukkan adanya proton - proton –CH3 yang diduga dipengaruhi oleh
proton-proton suatu rangkaian alisiklik takjenuh. Hal ini didukung oleh data
spektrofotometer FT-IR pada bilangan gelombang 2953,02 cm-1 yang
menunjukkan adanya vibrasi regang –CH3.
3. Pergeseran kimia pada daerah 1,2242 – 1,3174 ppm terdapat puncak multiplet
dan pada daerah 1,5819 – 1,6629 ppm juga terdapat puncak multiplet yang
sama – sama menunjukkan adanya proton - proton –CH2 yang diduga dari
rangkaian alisiklik takjenuh. Hal ini didukung oleh data spektrofotometer
FT-IR pada bilangan gelombang 653,87 cm-1 dan 3143,97 cm-1 yang
menunjukkan adanya tekukan - tekukan –CH2.
4. Pergeseran kimia pada 1,7974 ppm terdapat puncak singlet yang menunjukkan
adanya proton – proton dari –CH3–C=C–. Hal ini didukung oleh data
spektrofotometer FT-IR pada bilangan gelombang 567,07 cm-1.
5. Pergeseran kimia pada daerah 2,1902 ppm terdapat puncak singlet yang
menunjukkan adanya proton dari –CH. Hal ini didukung oleh data
spektrofotometer FT-IR pada bilangan gelombang 680,87 cm-1.
6. Pergeseran kimia pada daerah 3,3014 – 3,3549 ppm terdapat puncak multiplet
yang menunjukkan proton - proton dari –CH2–C–O–. Hal ini didukung oleh
data spektrofotometer FT-IR pada bilangan gelombang 2881,65 cm-1.
7. Pergeseran kimia pada daerah 3,7400 ppm terdapat puncak singlet dan 3,7721
ppm juga terdapat puncak singlet yang menunjukkan adanya proton - proton
–CH yang dipengaruhi oleh proton – proton tetangga. Hal ini didukung oleh
data spektrofotometer FT-IR pada bilangan gelombang 2750,49 cm-1 dan
3251,96 cm-1.
8. Pergeseran kimia pada daerah 3,8149 – 3,8577 ppm terdapat puncak multiplet
yang menunjukkan adanya proton - proton dari –CH2–OH. Hal ini didukung
oleh data spektrofotometer FT-IR pada bilangan gelombang 3342,64 cm-1.
9. Pergeseran kimia pada daerah 4,5348 – 4,5700 ppm terdapat puncak triplet