• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran Praktik Servis Sepeda Motor dengan Konsep Teaching Factory

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran Praktik Servis Sepeda Motor dengan Konsep Teaching Factory"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Wacana Akademika: Majalah Ilmiah Kependidikan Volume 4, Nomor 2, November 2020, pp. 106 – 112

p-ISSN: 2579-499X, e-ISSN: 2579-5007

https://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/wacanaakademika/index

Hak Cipta © Penulis. Ini adalah artikel akses terbuka yang didistribusikan di bawah Attribution- BerbagiSerupa 4.0 Internasional (CC BY-SA 4.0), yang mengizinkan untuk berbagi dan adaptasi tanpa batas dalam media apa pun, asalkan karya aslinya dikutip dengan benar.

Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran Praktik Servis Sepeda Motor

dengan Konsep Teaching Factory

Nurcholish Arifin Handoyono 1*, Sigit Purnomo1

1 Program Studi Pendidikan Vokasional Teknik Mesin, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sarjanawiyata

Tamansiswa

*Corresponding author: arifin@ustjogja.ac.id

ABSTRACT

The research aims to identify the learning needs of motorcycle service practice practices with the concept of teaching factory in the PVTM Study Program Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. This type of research is descriptive quantitative. The subject of the study was the head of the PVTM laboratory. The object of the study was the need to learn motorcycle service practice. Data collection by observation, interview, and documentation. Data were analyzed by means of quantitative descriptive. The results showed that: (1) Analysis of the learning needs of motorcycle service practice practices with the concept of teaching factory consists of three processes, namely preparation, learning, and evaluation; and (2) Overview of equipment owned by the PVTM Motorcycle Workshop Production Unit as many as 16 equipment (48.48%) are used classically, while 17 equipment (51.52%) are used in groups. From the equipment, there are 7 equipment (21.21%) categorized as very good, 7 equipment (21.21%) categorized as good, 4 equipment (2.12%) categorized as enough, 13 equipment (39.40%) categorized as less, and 2 equipment (6.06%) categorized as very less. Overall, a percentage of 80.30% is categorized as good.

Keywords: Service, Motorcyle, Teaching Factory ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan pembelajaran praktik service motor konsep teaching factory di Program Studi PVTM Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Subjek penelitian adalah kepala laboratorium PVTM. Objek penelitiannya adalah kebutuhan belajar praktek service sepeda motor. Pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Analisis kebutuhan pembelajaran praktik kerja service sepeda motor konsep teaching factory terdiri dari tiga proses yaitu persiapan, pembelajaran, dan evaluasi; dan (2) Tinjauan peralatan yang dimiliki Unit Produksi Bengkel Sepeda Motor PVTM sebanyak 16 peralatan (48,48%) digunakan secara klasikal, sedangkan 17 peralatan (51,52%) digunakan secara berkelompok. Dari perangkat terdapat 7 perangkat (21,21%) kategori sangat baik, 7 perangkat (21,21%) kategori baik, 4 perangkat (2,12%) kategori cukup, 13 perangkat (39,40%) kategori kurang, dan 2 perangkat kategori kurang. (6,06%) dikategorikan sangat kurang. Secara keseluruhan persentase sebesar 80,30% dikategorikan baik.

Kata Kunci: Servis, Sepeda Motor, Teaching Factory

Pendahuluan

Pendidikan merupakan sebuah media dalam menciptakan dan membentuk Sumber Daya Manusia (SDM). Berdasarkan tujuan pendidikan dalam pembentukan SDM yang siap terjun ke dunia

(2)

107 Wacana Akademika: Majalah Ilmiah Kependidikan, 4(2), Tahun 2020, 106-112

Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran Praktik Servis Sepeda Motor dengan Konsep Teaching Factory Nurcholish Arifin Handoyono, Sigit Purnomo

kerja, khususnya pada pendidikan kejuruan masih banyak permasalahan yang dijumpai. Melalui pendidikan kejuruan, idealnya dunia kerja mampu menyerap lulusannya dengan baik sebagai pekerja. Meskipun demikian, Kementrian Keternagakerjaan (Kemenaker) RI mencatat, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) terbanyak mengganggur dan belum mendapat tempat bekerja yaitu mencapai 10% dari 7,01 juta orang berstatus pengangguran (Harahap, 2017). Melihat fakta ini merupakan sebuah ironi karena seharusnya lulusan dari pendidikan kejuruan merupakan lulusan siap kerja.

Salah satu bentuk pendidikan kejuruan adalah Pendidikan Vokasional Teknik Mesin (PVTM) yang terselenggara pada Program Studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta. Program Studi PVTM FKIP UST merupakan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang salah satu tujuannya adalah mencetak calon guru SMK dengan 2 pilihan spesialisasi yaitu teknik mesin otomotif dan teknik produksi. Agar dapat menghasilkan calon guru SMK yang berkualitas, maka program studi PVTM harus mampu menghasilkan sarjana pendidikan teknik yang profesional, kompeten di bidang pendidikan dan keilmuan teknik mesin, bertakwa terhadap Tuhan, berkepribadian, nasionalisme dan cinta tanah air, kritis, kreatif dan inovatif, demokratis, mandiri, dan peka terhadap perkembangan teknologi teknik mesin, dan mampu bersaing secara global (Mendiknas, 2007).

Sebagai calon guru SMK, mahasiswa harus mampu mengikuti perkembangan teknologi terkait dengan bidang keilmuannya agar kelak nantinya dapat mengajarkan kepada peserta didik dengan materi-materi kekinian. Jokowi presiden Indonesia menyatakan bahwa sebagian besar guru di SMK didominasi guru-guru mata pelajaran normatif, bukan praktis (Lotulung, 2017). Dengan adanya peryataan ini mengindikasikan bahwa pembelajaran di SMK masih banyak bersifat teoritis. Hal ini tidak sesuai dengan karakteristik pendidikan SMK yang berorientasi pada kerja.

Fakta lain terkait dengan rendahnya mutu guru di Indonesia yaitu ditunjukkan dengan: (1) Hanya 44% calon guru menjawab benar pada UKG; (2) Rata-rata kompetensi pedagogik guru dari hasil UKG adalah 56.69%; (3) Hasil UKG dari berbagai latar belakang perguruan tinggi tidak jauh bebeda dengan signifikan; (4) Hasil UKG di kabupaten dan kota tidak jauh berbeda dengan signifikan; (5) Guru yang berumur di atas 41 tahun mengalami hasil UKG menurun dratis; (6) Guru non PNS memiliki hasil UKG paling rendah; (7) Hasil UKG guru bersetifikasi dan tidak bersetifikasi tidak jauh berbeda dengan signifikan; dan (8) Hasil UKG akan semakin baik berbanding lurus dengan kualifikasi pendidikan akhir guru (Hurriyati, 2017).

Berdasarkan hasil UKG pada tahun 2015 tersebut dapat diasumsikan bahwa kualitas LPTK perlu ditingkatkan. Hasil kemampuan pedagogik yang relatif masih rendah mengindikasikan bahwa perlunya kerja keras dari pihak LPTK untuk meningkatkan kualitas lulusannya. Menurunnya secara dratis hasil UKG pada usia 41 tahun merupakan fakta yang sangat menarik karena banyak hal kemungkinan faktor penyebabnya. Rendahnya motivasi untuk terus belajar setelah umur 40 tahun merupakan salah satu faktornya, sehingga kemampuannya tidak ter-update lagi. Guru yang sudah berusia cenderung enggan melek teknologi, sehingga materi-materi yang diajarkan kepada peserta didiknya adalah teknologi usang.

Agar Program Studi PVTM FKIP UST dapat meluluskan calon guru yang dapat mengikuti tren teknologi: (1) Pendidikan kejuruan adalah replika lingkungan kerja dimana nanti lulusan akan bekerja; (2) Pendidikan kejuruan memberikan tugas-tugas atau latihan yang sama dengan dunia kerja; dan (3) Pendidikan kejuruan memberikan latihan dan kebiasaan berpikir yang sama dengan dunia kerja (Eiríksdóttir & Rosvall, 2019). Dalam hal ini proses pembelajaran di kampus khususnya pembelajaran praktik senantiasa harus bersinergi dengan perkembangan yang ada di pasaran.

Bengkel (workshop) merupakan tempat yang digunakan oleh mahasiswa untuk kegiatan pembelajaran praktik. Bengkel menjadi faktor yang penting dalam pembelajaran praktik karena efektivitas proses pembelajarannya sangat tergantung pada fasilitas yang tersedia didalamnya (Laelasari, 2013). Dengan menimbang pentingnya bengkel dalam pembelajaran praktik, maka untuk

(3)

108 Wacana Akademika: Majalah Ilmiah Kependidikan, 4(2), Tahun 2020, 106-112

Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran Praktik Servis Sepeda Motor dengan Konsep Teaching Factory Nurcholish Arifin Handoyono, Sigit Purnomo

memaksimalkan penggunaan ruangan, sarana, dan prasarana tersebut diperlukan manajemen bengkel yang baik menyangkut hal perencanaan, perorganisasian, dan pelaksanaannya.

Sesuai instruksi Presiden No. 9 Tahun 2016 dalam rangka meningkatkan kualitas guru agar dapat mencetak lulusan SMK yang berkualitas, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan teaching factory (Inpres, 2016). Teaching factory menggabungkan proses pembelajaran dalam lingkungan kerja yang realitis untuk menjembatani kesenjangan kompetensi antara yang diberikan di kampus dan kebutuhan di industri, sehingga harapan terjadinya keselaraan ilmu yang didapatkan oleh mahasiswa sebagai calon guru dengan perkembangan IPTEK dapat terpenuhi (Chryssolouris, Mavrikios, & Rentzos, 2016).

Teaching Factory merupakan model yang dalam penyelenggaraan pendidikan pengabungan antara

belajar dan bekerja dengan tidak memisahkan antara tempat penyampaian teori dan praktik. Tiga hal konsep munculnya teaching factory yaitu: (1) Pembelajaran yang tidak cukup dengan model biasa saja; (2) Pengalaman mahasiswa yang diperoleh secara langsung; dan (3) Pengalaman pembelajaran yang melibatkan mahasiswa, dosen, dan partisipasi industri memperkaya proses pendidikan serta bermanfaat bagi semua pihak (Mavrikios, Georgoulias, & Chryssolouris, 2018). Teaching factory memiliki tujuan ganda, salah satunya adalah untuk memungkinkan mahasiswa untuk mengembangkan skala kecil produk industri atau barang konsumsi (Handoyono, Purnomo, & Rabiman, 2019). Dalam penerapan teaching factory di kampus, tim yang terlibat melakukan layanan jasa atau produksi yang merupakan bagian dari proses perkuliahan. Karena unit produksi yang dikembangkan di Program Studi PVTM FKIP UST adalah bengkel servis sepeda motor, maka kebutuhan yang akan diidentifikasi adalah pembelajaran praktik sepeda motor khususnya pada kompetensi servis sepeda motor. Kompetensi ini dipilih karena servis merupakan pekerjaan yang sering dilakukan kebanyakan oleh bengkel-bengkel sepeda motor.

Pembelajaran praktik teknik sepeda motor merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa S1 PVTM kosentrasi Mekanik Otomotif. Capaian kompetensi dari mata kuliah ini adalah mahasiswa memiliki kompetensi tentang sepeda motor yang meliputi servis, engine, kelistrikan, dan chasis. Unit produksi bengkel sepeda motor ini dapat dijadikan sebagai penunjang sarana dan prasana pada pembelajaran praktik teknik sepeda motor. Meskipun demikian, saat ini proses pembelajaran praktik sepeda motor masih kurang maksimal. Hal ini ditunjukkan oleh kurangnya sarana dan prasarana praktik yang dimiliki apabila disesuaikan dengan kebutuhan jumlah mahasiswa. Selain itu, masih banyak alat-alat seperti kunci-kunci, alat ukur, dan engine yang tidak dimanfaatkan guna menunjang pembelajaran praktik.

Metode Penelitian

Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian dilaksanakan di Unit Produksi milik Program Studi PVTM FKIP UST yang berlokasi di Jalan Soga No. 14A Celeban UH II. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan sejak bulan Mei s/d Oktober 2018. Subyek penelitian adalah Koordinator Laboratorium PVTM dan obyek penelitian adalah kebutuhan pembelajaran praktik servis sepeda motor.

Sumber data penelitian yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara, sedangkan data sekunder didapatkan melalui data dokumentasi dan data penunjang berupa data-data tentang inventaris peralatan unit produksi bengkel sepeda motor.

Teknik analisis data yang dilakukan menggunakan analisa deskriptif kualitatif untuk mengungkapkan kebutuhan pembelajaran praktik servis sepeda motor dengan konsep teaching factory. Pada penelitian kualitatif, data dapat dikelompokan dalam kategori-kategori berdasarkan persentase seperti Tabel 1 (Emzir, 2017).

(4)

109 Wacana Akademika: Majalah Ilmiah Kependidikan, 4(2), Tahun 2020, 106-112

Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran Praktik Servis Sepeda Motor dengan Konsep Teaching Factory Nurcholish Arifin Handoyono, Sigit Purnomo

Tabel 1. Pedoman Penilaian

No. Persentase (%) Kategori

1. 0 - 25 Sangat Kurang

2. 26 - 50 Kurang

3. 51 - 75 Cukup

4. 76 - 100 Baik

5. > 100 Sangat Baik

Hasil and Pembahasan

Analisis Kebutuhan Pembelajaran Pratik Servis Sepeda Motor dengan Konsep Teaching Factory

Analisis kebutuhan pembelajaran praktik servis sepeda motor dengan konsep teaching factory terdiri dari tiga proses yaitu persiapan, pembelajaran, dan evaluasi.

Proses persiapan dilakukan dengan tujuan sebagai persiapan hal-hal apa saja yang dibutuhkan dalam pembelajaran praktik servis sepeda motor dengan konsep teaching factory. Efektivitas Pembelajaran praktik dipengaruhi oleh metode pembelajaran praktik, pemahaman karakter peserta didik, dan evaluasi pembelajaran praktik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama (Sutrisno & Siswanto, 2016). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran praktik sangat dipengaruhi oleh metode yang digunakan, pemahaman dosen/instruktur terhadap karakteristik mahasiswa serta proses evaluasi yang akan dilakukan dalam mengetahui tingkatan kompetensi yang diperoleh mahasiswa. Dalam proses persiapan yang dilakukan dalam pembelajaran meliputi: (1) Pengelolaan sarana dan prasarana (alat-alat dan mesin); (2) Pengelolaan ruangan; dan (3) Penentuan strategi yang digunakan dalam proses pembelajaran praktik.

Proses pembelajaran meliputi 3 kegiatan yaitu: (1) Proses awal pembelajaran; (2) Proses pelaksanaan pembelajaran praktik; dan (3) Proses akhir pembelajaran. Proses pembelajaran dengan konsep teaching factory merupakan kegiatan pembelajaran dimana mahasiswa secara langsung melakukan kegiatan produksi baik berupa barang atau jasa di dalam lingkungan kampus. Dalam hal ini produk yang dihasilkan berupa jasa servis sepeda motor. Dalam penerapan teaching factory, 60-70% sarana dan prasarana yang dimiliki kampus digunakan untuk kegiatan bisnis/produksi (Triatmoko, 2009). Dalam proses pembelajaran praktik servis sepeda motor dengan konsep teaching factory terdapat beberapa ketentuan dalam pelaksanaanya yaitu: (1) Mahasiswa melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP seperti di dunia industri; (2) Bahan praktik yang dikerjakan yaitu kendaraan milik customer; (3) Job kerja berdasarkan permasalahan yang terdapat pada kendaraan customer; (4) Pekerjaan berdasarkan standar kerja didukung oleh penyediaan buku manual servis jenis kendaraan yang dikerjakan; (5) Mahasiswa dituntut bekerja berdasarkan waktu kerja yang sama dengan di dunia industri; (6) Keselamatan kerja lebih ditingkatkan baik manusia, alat, dan benda kerja; dan (7) Penanaman rasa tanggung jawab lebih besar terutama terhadap kepuasan konsumen.

Proses evaluasi yang dilakukan yaitu observasi langsung terhadap proses serta hasil kerja yang dilakukan oleh mahasiswa dengan menggunakan lembar observasi. Indikator yang digunakan dalam penilaian yaitu persiapan kerja, proses kerja, hasil kerja, sikap kerja, dan waktu. Indikator tersebut mengacu pada pedoman UKK SMK yang telah disesuaikan untuk perguruan tinggi. Pelaksanaan penilaian juga dapat dilakukan dengan waktu tersendiri yaitu dengan cara menyediakan waktu untuk ujian praktik.

Analisis Tingkat Ketersediaan Kebutuhan Pembelajaran Pratik Servis Sepeda Motor dengan Konsep Teaching Factory

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa ketersediaan peralatan yang dimiliki oleh Unit Produksi Bengkel Sepeda Motor PVTM pada pemakaian secara klasikal (1 kelas) sebesar 48,48% dan 51,52% secara kelompok. Pemakaian peralatan secara klasikal dikarenakan tidak semua peralatan dalam pekerjaan servis membutuhkan peralatan ini. Peralatan klasikal dibutuhkan jika terdapat perkerjaan berat atau khusus dalam menanggani kendaraan customer. Karena dalam pembelajaran

(5)

110 Wacana Akademika: Majalah Ilmiah Kependidikan, 4(2), Tahun 2020, 106-112

Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran Praktik Servis Sepeda Motor dengan Konsep Teaching Factory Nurcholish Arifin Handoyono, Sigit Purnomo

praktik sifatnya adalah berkelompok, maka ketersediaan alat yang diutamakan adalah yang digunakan secara kelompok. Peralatan secara kelompok ini sering digunakan dalam kegiatan praktik khususnya pada servis sepeda motor. Peralatan secara kelompok ini memuat peralatan standar yang digunakan dalam pekerjaan servis sepeda motor.

Dalam pelaksanaan pembelajaran praktik servis sepeda motor 1 rombongan belajar terdiri dari 6 kelompok belajar dengan beranggotakan 4 mahasiswa. Berdasarkan rombongan belajar tersebut didapatkan rasio kebutuhan dan ketersediaan peralatan yang dimiliki oleh UP bengkel sepeda motor PVTM FKIP UST Gambar 1.

Gambar 1. Rasio Kebutuhan dan Ketersediaan Peralatan yang Digunakan dalam Pembelajaran

Praktik Servis Sepeda Motor dengan Konsep Teaching Factory

Berdasarkan gambar 2 terdiri dari 7 peralatan atau sebesar 21,21% peralatan termasuk kategori sangat baik, 7 peralatan atau sebesar 21,21% termasuk kategori baik, 4 peralatan atau sebesar 12,12% termasuk kategori cukup, 13 peralatan atau sebesar 39,40% termasuk kurang, dan 2 peralatan atau sebesar 6,06% termasuk kategori sangat kurang. Setelah dihitung secara keseluruhan didapatkan persentase sebesar 80,30% termasuk kategori baik.

Sarana dan prasarana yang lengkap serat memenuhi standar kompetensi dunia industri merupakan salah satu kebutuhan utama bagi penyelengara pendidikan kejuruan. Hal ini karena sarana dan prasarana yang lengkap dan sesuai dengan standar kompetensi dunia industri akan membantu mahasiswa dalam upaya peningkatan keterampilan dan keahlian sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing. Sebagaimana mestinya PVTM FKIP UST merupakan pendidikan kejuruan yang senatiasa mengikuti tren pembelajaran kejuruan yaitu lingkungan yang disesuaikan dengan lingkungan kerja, tugas dan latihan yang diberikan oleh mahasiswa dibuat sesuai dengan dunia kerja, dan pembiasaan budaya kerja (Eiríksdóttir & Rosvall, 2019).

Pemenuhan sarana dan prasarana diharapkan dapat menciptakan lingkungan kerja yang nyata sesuai dengan dunia industri. Dengan konsep teaching factory diharapkan dapat memberikan pekerjaan nyata sesuai dengan dunia industri yaitu berupa pelayanan jasa servis sepeda motor. Dengan konsep ini juga diharapkan dapat menciptakan pola kerja pada diri mahasiswa karena mahasiswa diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaannya terhadap sepeda motor milik customer.

Dalam proses pembelajaran tidak hanya dibutuhkan sarana dan prasarana yang lengkap agar dapat berjalan dengan lancar. Dosen/instruktur sangat diperlukan dalam proses pembelajaran agar transfer ilmu kepada mahasiswa dapat terjadi. Penguasaan materi dapat dipengaruhi oleh pengalaman praktik pengajar di bidang insdustri, oleh karena itu dosen yang mengampu pada pembelajaran praktik servis sepeda motor dengan konsep teaching factory harus berkompenten (Handayani, Mundilarno, & Mariah, 2018). Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengajarnya telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan (Wahzudik, 2018). Dalam hal ini pada pembelajaran dibutuhkan dosen/instruktur

(6)

111 Wacana Akademika: Majalah Ilmiah Kependidikan, 4(2), Tahun 2020, 106-112

Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran Praktik Servis Sepeda Motor dengan Konsep Teaching Factory Nurcholish Arifin Handoyono, Sigit Purnomo

berkompeten di bidang servis sepeda motor. Agar instruktur/dosen mampu menstranfer ilmunya sesuai dengan perkembangan teknologi, maka instruktur/dosen perlu mengikuti training/diklat ke industri secara rutin untuk mengupdate pengetahuannya.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, analisis kebutuhan pembelajaran praktik servis sepeda motor dengan konsep teaching factory terdiri dari tiga proses yaitu: (1) Persiapan; (2) Pembelajaran; dan (3) Evaluasi. Proses persiapan meliputi: (1) Pengelolaan sarana dan prasarana (alat-alat dan mesin); (2) Pengelolaan ruangan; dan (3) Penentuan strategi yang digunakan dalam proses pembelajaran praktik. Proses pembelajaran meliputi: (1) Proses awal pembelajaran; (2) Proses pelaksanaan pembelajaran praktik; dan (3) Proses akhir pembelajaran. Proses evaluasi meliputi penilaian dengan beberapa indikator yaitu: (1) Persiapan kerja; (2) Proses kerja; (3) Hasil kerja; (4) Sikap kerja; dan (5) waktu. Kedua, gambaran peralatan yang dimiliki oleh UP Bengkel Sepeda Motor PVTM FKIP UST sebanyak 16 peralatan atau sebesar 48,48% yang digunakan secara klasikal, sedangkan 17 peralatan atau sebesar 51,52% digunakan secara berkelompok. Dari peralatan tersebut terdapat 7 peralatan (21,21%) dikategorikan sangat baik, 7 peralatan (21,21%) dikategorikan baik, 4 peralatan (2,12%) dikategorikan cukup, 13 peralatan (39,40%) dikategorikan kurang, dan 2 peralatan (6,06%) dikategorikan sangat kurang. Secara keseluruhan didapatkan persentase sebesar 80,30% dikategorikan baik.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terimakasih diberikan kepada Program Studi PVTM FKIP UST Yogyakarta yang telah menyediakan fasilitas penelitian.

Referensi

Chryssolouris, G., Mavrikios, D., & Rentzos, L. (2016). The Teaching Factory: A Manufacturing Education Paradigm. Procedia CIRP 57, 44–48. https://doi.org/10.1016/j.procir.2016.11.009

Eiríksdóttir, E., & Rosvall, P. Å. (2019). VET Teachers’ Interpretations of Individualisation and Teaching of Skills and Social Order in two Nordic Countries. European Educational Research Journal, 00(0), 1–21. https://doi.org/10.1177/1474904119830022

Emzir. (2017). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Handayani, K. S., Mundilarno, M., & Mariah, S. (2018). Implementasi Manajemen Teaching Factory Di Prodi Kriya Kulit SMKN 1 Kalasan. Media Manajemen Pendidikan, 1(1), 122–136. https://doi.org/10.30738/mmp.v1i1.2880

Handoyono, N., Purnomo, S., & Rabiman, R. (2019). The Needs for Teaching Factory Learning in Motorcycle Tune-Up Practices in Mechanical Engineering Education. Proceedings of the 1st International Conference on

Science and Technology for an Internet of Things, 20 October 2018, Yogyakarta, Indonesia, 1–9.

https://doi.org/10.4108/eai.19-10-2018.2282526

Harahap, A. R. (2017). Kemenaker: Alumni SMK Terbanyak Menganggur. Retrieved April 2, 2020, from https://ekonomi.kompas.com/read/2017/10/02/163324126/ kemenaker-alumni-smk-terbanyak-menganggur

Hurriyati, R. (2017). Kualitas Guru Kita. Retrieved from

https://ekonomi.kompas.com/read/2017/10/02/163324126/kemenaker-alumni-smk-terbanyak-menganggur

Inpres. (2016). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan

Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000. Jakarta: Sekretariatan Negara.

Laelasari, L. (2013). Upaya Menjadi Guru Profesional. Edunomic, Jurnal Ilmiah Pendidikan Ekonomi, 1(2), 152– 159.

Lotulung, G. A. (2017). Jokowi Ungkap Fakta Miris Soal Lulusan SMK. Retrieved from https://nasional.kompas.com/read/2017/02/02/13493711/jokowi.ungkap.fakta.miris.soal.lulusan.smk

(7)

112 Wacana Akademika: Majalah Ilmiah Kependidikan, 4(2), Tahun 2020, 106-112

Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran Praktik Servis Sepeda Motor dengan Konsep Teaching Factory Nurcholish Arifin Handoyono, Sigit Purnomo

Mavrikios, D., Georgoulias, K., & Chryssolouris, G. (2018). The Teaching Factory Paradigm: Developments and Outlook. Procedia Manufacturing, 1–6. https://doi.org/10.1016/j.promfg.2018.04.029

Mendiknas. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007.

https://doi.org/10.1174/113564009787531226

Sutrisno, V. L. P., & Siswanto, B. T. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Praktik Kelistrikan Otomotif SMK di Kota Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Vokasi, 6(1), 111– 120. https://doi.org/10.21831/jpv.v6i1.8118

Triatmoko. (2009). The ATMI Story, Rainbow of Excellence. Surakarta: Atmipress.

Wahzudik, N. (2018). Kendala dan Rekomendasi Perbaikan Pengembangan Kurikulum di Sekolah Menengah Kejuruan. Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies, 6(2), 87–97. https://doi.org/10.15294/ijcets.v6i2.26712

Gambar

Gambar 1. Rasio Kebutuhan dan Ketersediaan Peralatan yang Digunakan dalam Pembelajaran   Praktik Servis Sepeda Motor dengan Konsep Teaching Factory

Referensi

Dokumen terkait

NO NAMA HOTEL ALAMAT EMAIL CONTACT PERSON (CP) ALAMAT HOTEL NO HP CP TELP HOTEL. 1 Indah Jaya enywidya66@yahoo.com Eny

Sahabat MQ/ Seiring dengan pelaksanaan program BLT ini/persoalan baru kini muncul berkaitan dengan program ini// Ketua Badan Pemeriksa Keuangan-BPK- Anwar Nasution

Sahabat MQ/ Pengelolaan asset Negara selama ini tidak baik/ tidak efisien/ dan tidak transparan// Akan sangat berbahaya jika pengelolaan BUMN/ apalagi yang

Beban yang terjadi pada balok induk adalah berat sendiri balok induk dan berat eqivalen pelat.. 141 dan kanan) yangakan menghasilkan momen positif dan negatif pada

Taken together, combination of K PGV-0 and doxorubicin inhibit cancer cell growth through cell cycle inhibition, apoptosis induction, and inhibition of cell migration and

Hal ini terbukti bahwa para sahabat telah terlibat dalam perbedaan penafsiran sejak masa kenabian, sehingga saat ini kaum Muslimin hendaknya tidak saling mengkafirkan hanya

Past online shopping experience (POSE) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap repurchase intention (RI) melalui trust (T) sehingga dapat ditarik simpulan bahwa