• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Cross Laminated Timber 2.1.1 Definisi

Cross Laminated Timber (CLT) pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an. Produk ini merupakan perpanjangan dari teknologi rekayasa produk kayu lapis dengan lapisan laminasi silang dari vener yang telah dikenal memiliki sifat-sifat unggul karena adanya penataan lapisan yang saling bersilangan arah transversal dan longitudinal. Produk CLT menggunakan kayu dengan memanfaatkan sifat struktural dari kayu tersebut dengan mendistribusikan kekuatan sepanjang serat kayu pada kedua arah. Produk CLT juga memiliki stabilitas dimensi yang lebih baik karena rasio kembang susut pada dua arah (panjang dan lebar) dapat mendekati satu. Lapisan yang saling tegak lurus memungkinkan mendistribusikan beban ke semua sisi dengan lebih merata sehingga dapat dipergunakan untuk produk konstruksi (Wood Naturally Better, 2010).

CLT diproduksi dengan 3 sampai 7 lapisan kayu atau papan yang disusun satu sama lain secara bersilangan dan direkatkan bersama dengan tekanan hidrolik pada seluruh bagian permukaan atau dapat dengan dipaku. Setiap lapisan terdiri dari papan dengan berbagai ketebalan laminasi. Ketebalan panel CLT biasanya dalam kisaran dua inci, tetapi panel dengan tebal 20 inci dapat dibentuk. Ukuran lebar panel berkisar antara 4-10 kaki dan panjangnya 16-50 kaki (Perkins dan McCloskey, 2010).

Menurut Frangi et al. (2006), produk CLT atau dikenal juga sebagai produk X-Lam adalah salah satu konstruksi kayu besar prafabrikasi yang digunakan untuk konstruksi menahan beban seperti dinding dan rakitan untuk lantai. Produk X-Lam telah menjadi semakin populer tidak hanya untuk perumahan tetapi juga untuk kantor, ritel, dan bangunan industri khususnya di Negara Austria dan Italia. Tergantung pada tujuan dan permintaaan kebutuhan, produk X-Lam tersedia dengan 3, 5, 7, atau lebih lapisan papan. Lebar papan tunggal biasanya bervariasi antara 80 dan 240 mm, dengan ketebalan antara 10 dan 35 mm.

(2)

Produk CLT ini sebagian besar digunakan untuk membentuk elemen lantai, dinding, dan elemen atap. Biasanya dibuat panel hingga panjang 18 m, yang digunakan untuk struktur panel atap, dinding, dan panel lantai yang mampu mencakup panjang hingga 8 m. Produk CLT dapat dibentuk untuk penggunaan jendela, pintu, dan fitur arsitektur yang dibuat melengkung dengan radius minimum 8 m (Wood Naturally Better, 2010).

Panel CLT dapat dibuat sampai dengan panjang 45-152 cm dan tebal 5-60 cm, dengan lapisan 3, 5, 7 atau lebih. CLT biasanya diproduksi dengan panjang maksimum 16.50 m, lebar maksimum 2.95 m, dan ketebalan maksimum 0.50 m (KLH Massivholz GmbH, 2010).

2.1.2 Keunggulan

Menurut Wood Naturally Better (2010), keunggulan dari produk CLT ini adalah kekuatan dan keseragaman sifatnya. CLT juga memiliki sifat ketahanan terhadap api, kedap suara, dan kualitas estetika tinggi yang menarik bagi arsitek dan desainer. Sedangkan menurut Crespell dan Sylvain (2011) produk CLT mempunyai ketahanan terhadap gempa bumi dan kebakaran serta dapat digunakan sebagai pengganti beton pada bangunan tingkat menengah. CLT juga merupakan salah satu produk yang efisien karena dapat meminimalkan cacat yang ada pada kayu sehingga dapat mengurangi biaya konstruksi.

Keunggulan penggunaan produk CLT menurut Perkins dan McCloskey (2010) antara lain:

a. Biaya Efektif

 Pemasangan atau pembangunan panel lebih cepat dan keterlambatan konstruksi lebih sedikit karena CLT merupakan elemen prafabrikasi.

 Pemasangan CLT cepat dan dalam kondisi kering, sehingga masa pakainya dapat tahan lama.

 Pengurangan limbah di tempat pada proses pemasangan elemen dinding, lantai, maupun atap dapat dikurangi.

(3)

b. Keunggulan Kinerja Bangunan

 Stabilitas dimensi. Pengaruh multi-lapisan papan, pengembangan dan penyusutan dapat diabaikan.

 Perlindungan api. Karena ketahanan terhadap penyebaran dan stabilitas struktural dari ketebalan yang signifikan pada kayu solid.

 Kekuatan beban bergerak dan gempa bumi. Pemerintah Jepang telah melakukan tes gempa bumi pada CLT dengan faktor skala 12 Richter (Gambar 2)

 Peluang mutu terlihat. CLT dapat diketam, diamplas, atau disikat/dikuas

 Kenyamanan tempat tinggal. Sifat insulasi suhu dan kelembaban yang layak, serta mampu mengurangi tingginya kepadatan ruangan. Selain itu panel CLT juga dapat memberikan nilai akustik pada bangunan.

c. Dampak Terhadap Lingkungan Kecil

 CLT memiliki potensi untuk menjadi elemen penting dalam konstruksi bangunan yang seluruhnya terbuat dari kayu, dengan sifat positif mengurangi emisi karbon dan penyimpanan karbon karena kayu berasal dari sumber yang terbarukan atau lestari.

Gambar 1 Penggunaan CLT untuk langit-langit dan dinding (Sumber: FP Innovation, 2011)

(4)

Gambar 2 Pengujiaan ketahanan gempa CLT (Sumber : FP Innovation, 2011) 2.2 Kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.)

Kayu Manii merupakan salah satu kayu dari hutan rakyat yang berasal dari famili Rhamnaceae dengan nama latin Maesopsis eminii Engl. Jenis ini merupakan jenis tumbuhan yang tumbuh pada areal hutan yang terganggu ekosistemnya. Wahyudi et al. (1990) diacu dalam Martiandi (2010) menyebutkan bahwa kayu manii dikenal dengan nama daerah manii. Ciri umum kayu manii antara lain gubalnya berwarna putih sedangkan bagian terasnya berwarna kuning sampai kecoklatan. Hal tersebut mengindikasikan kandungan zat ekstraktif kayu manii lebih banyak pada kayu terasnya. Tekstur kayunya sedang sampai kasar dan berserat lurus berpadu. Kayunya berbau masam dan rasanya pahit. Kayu manii mudah dikeringkan dan mudah diberikan perlakuan pengawetan, tetapi memiliki tingkat keawetan alami yang rendah

Kayu manii merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan serbaguna. Berkekuatan sedang sampai kuat, dapat digunakan untuk konstruksi, kotak, dan tiang. Berat jenis rata-rata kayu manii 0.43 (0.34-0.46). Menurut Abdurachman dan Hadjib (2006), kayu manii tergolong kedalam kelas kuat III dan kelas awet III-IV. Rata-rata nilai kerapatan kayu manii sebesar 0,4 g/cm3, sedangkan nilai MOE dan MOR masing-masing sebesar 52600 kg/cm2 dan 484 kg/cm2.

(5)

2.3 Sistem Sambungan

Tujuan penyambungan kayu adalah untuk memperoleh panjang yang diinginkan atau membentuk suatu konstruksi rangka batang sesuai dengan yang diinginkan. Sebuah sambungan pada suatu konstruksi merupakan titik kritis atau terlemah pada konstruksi tersebut. Oleh karena itu, kayu yang akan disambung harus merupakan pasangan yang cocok dan pas, penyambungan tidak boleh sampai merusak kayu yang disambung tersebut, sesudah sambungan jadi hendaknya diberi bahan pengawet agar tidak cepat lapuk dan sebaiknya sambungan kayu yang dibuat terlihat dari luar agar mudah untuk dikontrol.

Tular dan Idris (1981) diacu dalam menyatakan bahwa sambungan merupakan titik terlemah dari suatu konstruksi. Sambungan kayu dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu sambungan desak, sambungan tarik, dan sambungan momen. Sedangkan alat-alat sambung dapat digolongkan menjadi empat yaitu 1) paku, baut, skrup kayu, 2) pasak-pasak kayu keras, 3) alat-alat sambung modern, dan 4) perekat (Wirjomartono, 1977).

Kekuatan sambungan tergantung pada kekuatan komponen penyusunnya, yaitu kayu yang disambung dan alat sambungnya. Sesuai dengan teori mata rantai kekuatan sambungan banyak ditentukan oleh komponennya yang terlemah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan sambungan adalah kerapatan kayu, besarnya beban yang diberikan, dan keadaan alat sambungnya (Suryokusumo et al 1980).

2.4 Cross Laminated Timber dengan Sambungan Paku

Paku sebagai alat sambung sudah banyak digunakan baik untuk penyambung perabotan rumah tangga, kusen, pintu, jendela maupun pada struktur bangunan. Beberapa keuntungan penggunaan paku menurut Yap (1999) adalah :

 Harga paku murah.

 Sambungan bersifat kaku dan sesarannya kecil, sehingga struktur menjadi lebih kokoh.

 Pelaksanaan pekerjaan cepat, mudah, dan tidak memerlukan tenaga ahli.

(6)

 Penyimpangan arah gaya terhadap arah serat tidak mempengaruhi kekuatan dukung.

Wirjomartono (1977) mengatakan bahwa aplikasi paku sebagai alat sambung pada konstruksi kayu pada dasarnya didesain untuk memikul beban geseran dan lenturan. Sadiyo (2010) menyatakan bahwa dari beberapa tipe paku utama yang digunakan dalam aplikasi struktural, maka paku umum dan paku panjang merupakan paku paling luas digunakan di Indonesia. Sama seperti paku lainnya paku umum memiliki ujung paku berbentuk diamond. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam buku Design of Wood Structures, ASD/LRFD (2007) dicantumkan panjang paku umum berkisar dari 5.08-15.24 cm dengan diameter berkisar dari 2.87-6.68 mm. Paku umum tersebut terbuat dari kawat baja karbon rendah dengan batang datar (lurus) dan ujung diamond. Karena diameter paku umum lebih besar dibandingkan diameter tipe paku lainnya, paku umum memiliki kecenderungan melentur yang kecil saat dipukul atau dipalu secara manual. Kekuatan lentur paku umum, box dan paku sinker berdasarkan Tabel NDS (National Design Spesification for Wood Construction ASD/LRFD (2005) dari kisaran diameter paku 2.87-6.68 mm adalah 70-100 ksi (4922-7031 kg/cm2).

Paku dapat ditempatkan berdekatan, sangat efektif, dan relatif murah karena biasanya dipakai secara langsung tanpa harus membuat lubang pada kayu (Breyer et al. 2007). Penggunaan paku dalam kayu keras mengharuskan dilakukan pengeboran terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya pecah pada kayu. Besarnya lubang bor adalah 0,8–0,9D dan kedalaman lubang 2/3 dari tebal kayu (Frick dan Moediartianto, 2004).

Syarat-syarat yang harus diperhatikan pada sambungan paku menurut PPKI 1961 diacu dalam Yap (1999), antara lain :

 Tampang melintang paku yang digunakan dapat berbentuk bulat, persegi atau beralur lurus.

 Kekuatan paku tidak tergantung dari besar sudut antara gaya dan arah serat kayu.

 Ujung paku yang keluar dari sambungan sebaiknya dibengkokkan tegak lurus arah serat, asalkan pembengkokkan tersebut tidak akan merusak kayu.

(7)

 Apabila dalam satu baris lebih dari 10 batang maka kekuatan paku harus dikurangi dengan 10%, dan jika lebih dari 20 batang harus dikurangi 20%. Pada sebuah sambungan, paling sedikit harus menggunakan 4 batang paku.

 Jarak paku minimum harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut, dalam arah gaya : 12 d untuk tepi kayu yang dibebani, 5 d untuk tepi kayu yang tidak dibebani dan jarak antara baris-baris paku, sedangkan dalam arah tegak lurus arah gaya : 5 d untuk jarak sampai tepi kayu dan 5d untuk jarak antara baris-baris paku.

Suryokusumo et al. (1980) serta Wirjomartono (1977) mengemukakan bahwa kekuatan sambungan kayu dipengaruhi oleh jenis kayu. Dengan demikian peranan jenis kayu, yaitu kerapatan dan tebal dinding sel kayu mempunyai peranan sangat besar terhadap kekuatan sambungan kayu. Penelitian Suryokusumo et al. (1980) menyimpulkan bahwa makin tinggi kerapatan kayu dan jumlah paku maka kekuatan sambungan akan meningkat, tetapi peningkatan ini tidak bersifat linier. Pemakaian jumlah paku yang besar pada kayu dengan kerapatan tinggi cenderung akan memperbesar perlemahan sambungan. Selanjutnya dikatakan bahwa rata-rata kekuatan per paku akan meningkat dengan meningkatnya kerapatan kayu tetapi cenderung konstan dengan bertambahnya jumlah paku.

Gambar

Gambar 2 Pengujiaan ketahanan gempa CLT  (Sumber : FP Innovation, 2011)

Referensi

Dokumen terkait

Gunakan huruf besar jika tajuk itu pendek (tidak lebih daripada 3 perkataan) Gunakan huruf kecil bagi ayat atau teks. Tulis teks mengikut pola pergerakan mata: dari atas ke

Walaupun kualitas produk dan layanan pelanggan mempunyai hubungan yang positif terhadap loyalitas pelanggan, kedua dimensi tersebut tidak- lah menjadi faktor penentu dalam membentuk

b. Untuk mencapai struktur atom yang stabil, maka ada atom yang cenderung melepaskan elektron dan ada yang cenderung menangkap elektron.. 3) Unsur gas mulia tdk dpt

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas yaitu harga dan citra merek (independent) terhadap keputusan pembelian sebagai variabel

Data yang digunakan untuk menguji homogenitas sampel penelitian ini adalah nilai pre-test mata pelajaran IPA dari kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan materi

bahwa pengaturan tempat usaha yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Palembang Nomor 3 Tahun 1995 tentang Pemberian Izin Tempat Usaha dan

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif (Qualitative Research). Informan penelitian ini adalah siswa kelas atas dan wali kelas atas. Teknik pengumpulan data yang