Interaksi Tanah-Tiang-Basement
Akibat Beban Lateral Gempa
Franciscus Xaverius Toha1)
Abstrak
Dalam interaksi dinamik tanah-tiang fundasi-struktur basement akibat beban gempa, gaya lateral tiang fundasi, gesekan tanah pada dinding sisi basement dan gaya lateral pada dinding basement akan timbul secara bersamaan. Dalam penelitian ini, distribusi dan perilaku gaya gaya tersebut dianalisis dengan metode alih beban dan azas tegangan lateral tanah. Data yang digunakan dalam analisis diambil dari beberapa bangunan gedung di Jakarta. Hasil analisis menunjukkan bahwa fundasi tiang akan memikul sebagian besar beban interaksi, sedangkan tekanan lateral dan tegangan geser pada dinding basement sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, dan konfigurasi tiang dan basement.
Kata-kata kunci : basement, beban gempa, distribusi beban, gaya gesek dinding, gaya lateral tiang, gaya normal dinding,
interaksi dinamik.
Abstract
Under earthquake induced dynamic soil-pile-basement structure interactions, simultaneous pile lateral, wall frictional, and wall normal forces will occur. This research investigated the distribution and behavior of such forces using the load transfer method as well as the classical lateral earth pressure principles. Data from typical buildings in Jakarta was used in the analysis. The results show that the pile foundations system carries a major part of the interaction forces, while reactions for wall frictional and normal forces are largely dependent on the soil conditions, pile system and basement configurations.
Keywords : basement, dynamic interaction, earthquake load, load distribution, pile lateral force, wall normal force, wall frictional
Penentuan Added Mass Hycat
Akibat Gerakan Couple Heaving Pitching
pada Gelombang Reguler
Mas Murtedjo1)Abstrak
Untuk menentukan besarnya added mass pada model HYCAT akibat gerakan couple heaving-pitching telah dilakukan studi eksperimental di Laboraturium Hidrodinamika Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada kondisi sarat air 0,278 m, tinggi gelombang 0, 1 m, tiga variasi kecepatan model 4,432 ,i /dt, 4,77 m/dt dan 5,144 m/dt masing-masing dengan rentang periode gelombang 0,8 – 1,4 detik. Dari percobaan tersebut di atas diperoleh hasil pada kecepatan 4,432 m/dt untuk heaving rentang added mass berkisar antara 24,67 -- 46,68 kg, dan untuk pitching rentang added mass 5,98 – 20,35 kg, pada kecepatan 4,77 m/dt rentang added mass untuk heaving 18,72 -- 41,31 kg, dan rentang added mass untuk pitching 4,68 – 17,54 kg. Pada kecepatan 5,114 m/dt rentang added mass untuk heaving 15,51 -- 35,28 kg dan rentang added mass untuk pitching 3,17 -- 15,72 kg. Keseluruhan hasil percobaan tersebut selanjutnya diverifikasi dengan hasil perhitungan teoritis menggunakan teori strip. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa hasil percobaan dan perhitungan teoritis memberikan trend grafik yang sama, yaitu terjadi kenaikan nilai added mass seiring dengan naiknya periode gelombang. Disisi lain dengan naiknya kecepatan model, terjadi penurunan besaran added mass.
Kata-kata kunci : HYCAT, Added Mass, Heaving, Pitching, Teori Strip. Abstract
An experimental study has been performed at the Indonesia Hydrodynamics Laboratory to measure the added mass of a HYCAT model due to couple heave pitch mode of motion. A series of tests were conducted by setting the model draft at 0,278 m, in the 0,1 m wave height, three different model speed of 4.432 m/sec, 4.77 m/sec, and 5.144 m/sec, with variation in wave period ranging from 0. 8 to 1.4 sec, for each model speed. Results of the experiment show that at 4.432 m/sec model speed, the added mass for heave ranges between 24.67 -- 46.68 kgs and the added mass for pitch ranges between 5.98 – 20.35 kgs. At 4.77 m/sec model speed, the added mass for heave ranges between 18.72 -- 41.31 kgs and the added mass for pitch ranges between 4.68 -- 17.54 kgs. Whereas at 5.144 m/sec model speed, the added mass for heave ranges between 15.51 – 35.28 kgs and the added mass for pitch ranges between 3.17 -- 15.72 kg. These experimental results were further verified by the data predicted through the application of the Strip theory. Both the experimental and theoretical results show similar trend, in which the added mass is increasing in proportion to the increasing of wave period. In contrast to this, the added mass eventually decreases along with increase in model speed
Model Gelombang Panjang
dengan Metoda Elemen Hingga Diskrit
Syawaluddin Hutahean1)
Abstract
This paper introduces Discrete Finite Element Method (DFEM) to solve long water wave equation. This method reduce the size of matrix significantly.
In this method variables in an element are computed by only considering variables in adjacent elements. Time derivative is solved using Adams-Bashforth-Moulton 's predictor-corrector procedure.
The model had been tested to simulate long wave propagation in canal with constant depth where analytical solution is available. The comparison between analytical and numerical solution are in excelent agreement.
Keywords : discrete, adjacent elements. Abstrak
Paper ini memperkenalkan penggunaan Metoda Elemen Hingga Diskrit untuk menyelesaikan persamaan gelombang panjang. Metoda ini tidak memerlukan matrix dengan ukuran yang besar.
Pada metoda ini perhitungan variabel pada suatu elemen hanya memperhitungkan pengaruh variabel pada elemen yang berbatasan. Formulasi persamaan pengatur pada elemen hingga digunakan prosedur Galerkin, sedangkan penyelesaian differential waktu digunakan metoda prediktor-korektor dari Adams-Bashforth-Moulton.
Model dicoba untuk mensimulasikan propagasi gelombang panjang pada suatu kanal dimana solusi analitisnya sudah tersedia. Hasil model numeris terlihat sangat mendekati solusi model analitis.
Analisis Data Lendutan Perkerasan dengan Program
Backcalc
untuk Sistem Struktur 2-Lapisan
Djunaedi Kosasih1)
Abstrak
Data lendutan masih umum digunakan dalam proses evaluasi kondisi struktur perkerasan, khususnya karena pengukuran lendutan dapat dilakukan secara non-destruktif. Lendutan maksimum (dm) dan cekung lendutan yang terjadi akibat beban roda kendaraan
secara teoritis dapat mencerminkan kondisi struktur perkerasan yang dinyatakan dengan modulus (E) dan konstanta poisson (µ). Makin besar nilai dmax yang terjadi, maka nilai E struktur perkerasan akan makin rendah, dan sebaliknya. Sedangkan, cekung lendutan
akan menentukan distribusi nilai E untuk masing-masing lapisan perkerasan, dimana nilai E untuk lapisan yang lebih atas biasanya akan lebih besar dibandingkan dengan nilai E untuk lapisan dibawahnya. Pengaruh nilai µ terhadap hubungan antara nilai dan nilai E umumnya dianggap tidak signifikan.
Back Calculation merupakan proses perhitungan balik untuk mendapatkan modulus perkerasan berdasarkan data lendutan dengan mempersamakan cekung lendutan teoritis terhadap cekung lendutan yang diukur di lapangan. Namun, dari literatur dan dari hasil analisis yang telah dilakukan, cekung lendutan teoritis ternyata sulit untuk dapat dibuat tepat lama dengan cekung lendutan survai kecuali di beberapa titik pada cekung lendutan yang sengaja dijadikan target dalam melakukan proses konvergensi.
Makalah ini mendiskusikan proses Back Calculation hanya untuk struktur perkerasan yang dimodelkan sebagai sistem struktur dua-lapisan dengan menggunakan program komputer BackCalc. Untuk sistem struktur dua dua-lapisan, konvergensi umumnya terjadi pada titik lendutan maksimum dan pada titik belok dari cekung lendutan. Disamping itu, lendutan maksimum diketahui lebih berkorelasi dengan modulus perkerasan, sedangkan lendutan titik belok lebih berkorelasi dengan modulus tanah dasar.
Kata-kata Kunci : lendutan maksimum, cekung lendutan, pemodelan struktur perkerasan, modulus perkerasan, back calculation,
program BackCalc.
Abstract
Deflection is still used in pavement condition evaluation, particularly because it can be measured in a non-destructive way. Maximum deflection (dmax) and its respective deflection bowl caused by the wheel load theoretically reflect structural conditions of a pavement, expressed in terms of modulus (El and poisson ratio (µ). The higher the value of dmax, the smaller the modulus will be. Meanwhile, deflection bowl dictates the distribution of the modulus for each pavement layer, where upper layers normally have higher modulus. The effect of poisson ratio on the relationship between deflection and pavement modulus is usually assumed to be insignificant. Back calculation is a process whereby pavement modulus is to be back calculated from deflection data, in such a way, that the resulting theoretical deflection bowl is to be matched with the measured deflection bowl. However, from the literature and from the analysis carried out in this research, it was found that it would be quite difficult to obtain a perfect match between the two deflection bowls, except at few deflection points at which convergences were exercised.
This paper discusses back calculation for pavement structures modeled as a two-layered system by using computer program BackCalc. For two-layered systems, in general, convergences occurred at the maximum deflection point and at the inflection point of a deflection bowl. Whereas, maximum deflection was found to correlate better with pavement modulus, and deflection at the inflection point correlated better with subgrade modulus.
Keywords : maximum deflection, deflection bowl, pavement structure modeling, pavement modulus, back calculation, program